Upaya Pencegahan TB Paru

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Accelerat ing t he world's research.

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi


Kejadian TB Paru Dan Upaya
Penanggulangannya
Helper Sahat Parulian Manalu

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

ANALISIS FAKT OR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN T B PARU PROGAM ST UDI MAGIS…
ummul khayir

Makalah Epidemiologi Penyakit Menular Tuberkulosis


ira abi

ANALISIS SIT UASI T UBERKULOSIS DI KABUPAT EN LAMPUNG T IMUR Tahun 2014 Kerja sama Commun…
Agus Sut ant o
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TB PARU
DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

Edza Aria Wikurendra


Dosen S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan, Universitas Nahdlatul
Ulama Surabaya, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Email : [email protected]

ABSTRACT

Tuberculosis is still the main infectious disease in the world and is increasingly
becoming a concern with the presence of HIV / AIDS. In the Ministry of Health's
Strategic Plan for 2015-2019, infectious diseases are one of the main priorities
that must be addressed to realize a Healthy Indonesia. The number of cases of
pulmonary tuberculosis in Indonesia is reported to be 130 / 100,000, every year
there are 539,000 new cases and the number of deaths is around 101,000 per year,
the incidence rate of pulmonary tuberculosis cases is about 110 / 100,000 people.
This paper aims to reveal the problem of influential factors and efforts that must
be made in controlling pulmonary TB disease. This paper is made by tracing
research reports / articles related to the incidence of pulmonary TB. And then a
selection of the collected reports is carried out, so that 20 selected journals /
articles can be reviewed. From selected reports, determined aspects that indicate
the factors that caused the incidence of pulmonary TB and TB prevention efforts
were carried out. Various efforts have been made through various approaches to
treat or at least reduce the incidence of TB. Such as network model strategy
programs and others are expected to provide healing and prevent transmission.
But in the implementation in the field, the success of treatment and prevention
with this strategy experienced several obstacles that did not provide maximum
results.

Kata kunci: tuberculosis, increase

ABSTRAK

Tuberkulosis masih merupakan penyakit menular utama di dunia dan semakin


menjadi perhatian dengan adanya HIV/AIDS. Dalam Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, penyakit menular menjadi salah satu
prioritas utama yang harus ditangani untuk mewujudkan Indonesia Sehat.
Dilaporkan angka prevalensi kasus penyakit tuberkulosis paru di Indonesia
130/100.000, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun, angka insidensi kasus Tuberkulosis paru BTA (+) sekitar
110/100.000 penduduk. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk mengungkapkan
masalah faktor yang berpengaruh dan upaya yang harus dilakukan dalam
penanggulangan penyakit TB paru. Tulisan ini dibuat dengan cara menelusuri
laporan penelitian/ artikel yang berkaitan dengan kejadian TB paru. Dan
berikutnya dilakukan seleksi pada laporan yang terkumpul, sehingga dapat
ditelaah sebanyak 20 jurnal/ artikel terpilih. Dari laporan terpilih, ditentukan
aspek-aspek yang menunjukan faktor – faktor penyebab kejadian TB paru dan
upaya penanggulangan TB yang dilakukan. Berbagai upaya telah dilakukan
melalui bermacam-macam pendekatan untuk mengobati atau paling tidak
mengurangi timbulnya TB. Seperti program strategi model jaringan dan yang lain
diharapkan dapat memberikan kesembuhan dan mencegah penularan. Namun
dalam pelaksanaan di lapangan , keberhasilan pengobatan dan pencegahan dengan
strategi tersebut mengalami beberapa hambatan yang tidak memberikan hasil
yang maksimal.

Kata kunci: tuberkulosis, meningkat

PENDAHULUAN mewujudkan Indonesia Sehat. Untuk


Pembangunan kesehatan pada penyakit menular, priotitas masih
hakekatnya adalah upaya yang tertuju pada penyakit HIV/ AIDS,
dilaksanakan oleh semua komponen tubercolusis, malaria, demam
Bangsa Indonesia yang bertujuan berdarah, influeza dan flu burung
untuk meningkatkan kesadaran, (Kepmenkes, 2015).
kemauan, dan kemampuan hidup Tuberkulosis paru merupakan
sehat bagi setiap orang agar terwujud penyakit infeksi menular yang
derajad kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh Mycobacterium
setinggi-tingginya, sebagai investasi tuberculosis dan paling sering
bagi pembangunan sumber daya bermanifestasi di paru.
manusia yang produktif secara sosial Mikobakterium ini ditransmisikan
dan ekonomis. Undang-undang melalui droplet di udara, sehingga
Nomor 25 Tahun 2004, tentang seorang penderita tuberkulosis paru
Sistem perencanaan Pembangunan merupakan sumber penyebab
Nasional (SPPN) mengamanatkan penularan tuberkulosis paru pada
bahwa setiap kementerian perlu populasi di sekitarnya. Sampai saat
menyusun Rencana Strategis ini penyakit tuberkulosis paru masih
(Renstra) yang mengacu pada menjadi masalah kesehatan yang
Rencana Pembangunan Jangka utama, baik di dunia maupun di
Menengah Nasional (RPJMN). Indonesia. Menurut WHO (2006)
Untuk mencapai derajat kesehatan dilaporkan angka prevalensi kasus
masyarakat yang optimal Program penyakit tuberkulosis paru di
Pemberantasan Penyakit menitik Indonesia 130/100.000, setiap tahun
beratkan kegiatan pada upaya ada 539.000 kasus baru dan jumlah
mencegah berjangkitnya penyakit, kematian sekitar 101.000 pertahun,
menurunkan angka kesakitan dan angka insidensi kasus Tuberkulosis
kematian serta mengurangi akibat paru BTA (+) sekitar 110/100.000
buruk dari penyakit menular maupun penduduk. Penyakit ini merupakan
tidak menular. Dalam Rencana penyebab kematian urutan ketiga,
Strategis Kementerian Kesehatan setelah penyakit jantung dan
Tahun 2015-2019, penyakit menular penyakit saluran pernapasan
menjadi salah satu prioritas utama (Depkes, 2008).
yang harus ditangani untuk
Sekitar 75% penderita adalah 759 (dengan interval tingkat
tuberkulosis paru adalah kelompok kepercayaan 95% 590-961) 3).
usia produktif secara ekonomis (15- Prevalensi TB paru dengan
50 tahun). Diperkirakan seorang konfirmasi bakteriologis pada semua
penderita tuberkulosis paru dewasa umur per 100.000 penduduk adalah
akan kehilangan rata-rata waktu 601 (dengan interval kepercayaan
kerjanya 3 sampai 4 bulan, hal 95% 466-758); dan 4). Prevalensi TB
tersebut berakibat pada kehilangan semua bentuk untuk semua umur per
pendapatan tahunan rumah 100.000 penduduk adalah 660
tangganya sekitar 20-30%. Jika (dengan interval tingat kepercayaan
meninggal akibat penyakit 95% 523-813), diperkirakan terdapat
tuberkulosis paru, maka akan 1.600.000 (dengan interval tingkat
kehilangan pendapatannya sekitar 15 kepercayaan 1.300.000-2.000.000)
tahun, selain merugikan secara orang dengan TB di Indonesia
ekonomis, Tuberkulosis paru juga (Kepmenkes, 2015).
memberikan dampak buruk lainnya Upaya penanggulangan penyakit
secara sosial bahkan kadang TB sudah dilakukan melalui berbagai
dikucilkan oleh masyarakat (Depkes, program kesehatan di tingkat
2008). Puskesmas, berupa pengembangan
WHO dalam Annual Report on strategi penanggulangan TB yang
Global TB Control (2003) dikenal dengan strategi DOTS
menyatakan terdapat 22 negara (directly observed treatment, short
dikategorikan sebagai high burden course = pengawasan langsung
countries terhadap tuberkulosis paru, menelan obat jangka pendek), yang
termasuk Indonesia. Pada tahun 2004 telah terbukti dapat menekan
diperkirakan 2 juta orang meninggal penularan, juga mencegah
di seluruh dunia karena penyakit perkembanggannya MDR (multi
tuberkulosis paru dari total 9 juta drugs resistance = kekebalan ganda
kasus. Karena jumlah penduduknya terhadap obat) TB, tetapi hasilnya
yang cukup besar, Indonesia masih dirasakan belum sesuai dengan
menempati urutan ketiga di dunia yang diharapkan. Oleh karena itu
dalam hal penderita tuberkulosis paru diharapkan adanya perhatian dari
setelah India dan China. Setiap tahun pihak pihak terkait dalam upaya
angka perkiraan kasus baru berkisar meningkatkan keterlibatan peran
antara 500 hingga 600 orang diantara pelayanan penanganan TB paru
100.000 penduduk (Depkes, 2008). selanjutnya. Oleh karena itu tulisan
Hasil survey prevalensi TB di ini dibuat untuk mengungkapkan
Indonesia Tahun 2013-2014 dengan masalah faktor yang berpengaruh dan
konfirmasi bakteriologis pada upaya yang harus dilakukan dalam
populasi yang berusia 15 tahun ke penanggulangan penyakit TB paru.
atas menghasilkan : 1). Prevalensi
TB paru smear positif per 100.000 BAHAN DAN CARA
penduduk umur 15 tahun ke atas Tulisan ini dibuat dengan cara
adalah 257 (dengan tingkat menelusuri laporan penelitian/ artikel
kepercayaan 95 % 210-303) 2). yang berkaitan dengan kejadian TB
Prevalensi TB paru dengan paru. Dan berikutnya dilakukan
konfirmasi bakteriologis per 100.000 seleksi pada laporan yang terkumpul,
penduduk umur 15 tahun ke atas sehingga dapat ditelaah sebanyak 20
jurnal/ artikel terpilih. Dari laporan pencegahan penyakit TB paru.
terpilih, ditentukan aspek-aspek yang Dengan membuka jendela setiap
menunjukan faktor – faktor penyebab pagi, maka dimungkinkan sinar
kejadian TB paru dan upaya matahari dapat masuk ke dalam
penanggulangan TB yang dilakukan. rumah atau ruangan. Sedangkan
kebiasaan merokok memperburuk
HASIL DAN PEMBAHASAN gejala TB. Demikian juga dengan
Faktor-faktor yang berkaitan perokok pasif yang menghisap
dengan kejadian TB paru rokok, akan lebih mudah terinfeksi
Menurut Eka (2013) terdapat TB paru, 5). Riwayat kontak dengan
beberapa faktor yang mempengaruhi penderita TB paru menyebabkan
kejadian TB paru, antara lain 1). penularan TB paru dimana seorang
Umur berperan dalam kejadian penderita rata-rata dapat menularkan
penyakit TB. Risiko untuk kepaa 2-3 orang di dalam rumahnya,
mendapatkan TB dapat dikatakan sedangkan besar resiko terjadinya
seperti halnya kurva normal tebalik, penularan untuk rumah tangga
yakni tinggi ketika awalnya, dengan penderita lebih dari 1 orang
menurun karena di atas 2 tahun adalah 4 kali dibanding rumah
hingga dewasa memiliki daya tangga dengan hanya 1 orang
tangkal terhadap TB dengan baik. penderita TB paru.
Puncaknya tentu dewasa muda dan Dalam penelitian Girsang (2011)
menurun kembali ketika seseorang dijelaskan bahwa ada dua faktor
atau kelompok menjelang usia tua, resiko yang mengakibatkan
2). Tingkat pendapatan terjadinya penyakit TB paru. Pertama
mempengaruhi angka kejadian TB, faktor lingkungan yaitu kondisi
kepala keluarga yang mempunyai rumah penderita yang tidak
pendapatan dibawah UMR akan memenuhi syarat antara lain dinding
mengkonsumsi makanan dengan tidak permanen, kepadatan hunian
kadar gizi yang tidak sesuai dengan tinggi, tidak ada pembuangan
kebutuhan bagi setiap anggota sampah, rumah berlantai tanah dan
keluarga sehingga mempunyai status mengkonsumsi air yang tidak
gizi yang kurang dan akan memenuhi syarat. Kedua faktor
memudahkan untuk terkena penyakit perilaku yaitu masyarakat masih
infeksi diantaranya TB paru, 3). memiliki pola hidup yang belum
Kondisi rumah menjadi salah satu sehat dan masih banyak masyarakat
faktor resiko penularan TB paru. yang merokok.
Atap, dinding dan lantai dapat Kurniasari (2012) mengatakan
menjadi tempat perkembang biakan bahwa faktor resiko penyakit TB
kuman. Lantai dan dinding yang sulit paru yaitu kondisi sosial ekonomi,
dibersihkan akan menyebabkan pencahayaan ruangan dan luas
penumpukan debu, sehingga akan ventilasi. Kondisi sosial ekonomi
dijadikan sebagai media yang baik yang kurang baik menyebabkan
bagi perkembangbiakan kuman, 4). penderita tidak memiliki kemampuan
Membuka jendela setiap pagi dan untuk membuat rumah yang sehat
merokok berpengaruh terhadap atau memenuhi syarat, kurangnya
kejadian TB paru. Kegiatan pengetahuan untuk mendapatkan
membuka jendela setiap pagi informasi kesehatan, kurangnya
merupakan salah satu upaya mendapat jangkauan layanan
kesehatan dan kurangnya pemenuhan akhirnya membahayakan
gizi yang berakibat pada daya tahan pemakainya. Riwayat penularan
tubuh yang randah sehingga mudah anggota keluarga jika ada yang
untuk terinfeksi. Pencahayaaan yang menderita TB paru akan mampu
kurang menyebabkan kuman menularkan 79,781 kali dari keluarga
tuberkulosis dapat bertahan hidup yang tidak ada yang menderita TB
pada tempat yang sejuk, lembab, dan paru. Riwayat kontak penderita
gelap tanpa sinar matahari sampai dalam satu keluarga dengan anggota
bertahun tahun lamanya, dan mati keluarga yang lain yang sedang
bila terkena sinar matahari. Luas menderita TB paru merupakan hal
ventilasi yang kurang menyebabkan yang sangat penting karena kuman
peningkatan kelembaban ruangan Mycobacterium tuberkulosis sebagai
karena terjadinya proses penguapan etiologi TB paru adalah memiliki
cairan dari kulit dan penyerapan. ukuran yang sangat kecil, bersifat
Kelembaban ruangan yang tinggi aerob dan mampu bertahan hidup
akan menjadi media yang baik untuk dalam sputum yang kering atau
tumbuh dan berkembang biaknya ekskreta lain dan sangat mudah
bakteri-bakteri patogen termasuk menular melalui ekskresi inhalasi
kuman tuberkulosis. baik melalui nafas, batuk, bersin
Sudiantara (2014) mengatakan ataupun berbicara (droplet infection).
bahwa kejadian TB paru yang Sehingga adanya anggota keluarga
berhubungan dengan kondisi yang menderita TB paru aktif, maka
lingkungan fisik rumah tidak berdiri seluruh anggota keluarga yang lain
sendiri oleh satu faktor saja tetapi akan rentan dengan kejadian TB paru
banyak faktor yang berhubungan termasuk juga anggota keluarga
secara bersama-sama adalah dekat. Riwayat kontak anggota
kelembaban dan ventilasi kamar keluarga yang serumah dan terjadi
tidur. Pada keadaan ventilasi yang kontak lebih dari atau sama dengan 3
kurang maka udara terperangkap bulan berisiko untuk terjadinya TB
dalam kamar dan keadaan kamar paru terutama kontak yang
menjadi pengap dan lembab. berlebihan melalui penciuman,
Kelembaban dalam rumah pelukan, berbicara langsung.
memudahkan berkembangbiaknya Hasilpenelitian didapatkan sebesar
kuman Mycobacterium tubercolusis, 63,8% yang terdeteksi menderita TB
demikian juga keadaan ventilasi paru yang berasal dari kontak
udara dalam kamar yang kecil erat serumah dengan keluarga atau orang
kaitannya dengan kejadian penyakit tua yang menderita TB paru.Keadaan
TB paru. Ventilasi kurang dari 15% status gizi dan penyakit infeksi
dari luas lantai beresiko terjadinya merupakan pasangan yang
TB paru 16,9 lebih besar. Ventilasi terkait.Penderita infeksi sering
kamar tidur berperan besar dalam mengalami anoreksia, penggunaan
sirkulasi udara terutama waktuyang berlebih, penurunan
mengeluarkan CO2 termasuk bahan- giziatau gizi kurang akan
bahan yang tercemar seperti kuman memilikidaya tahan tubuh yang
bakteri, sehingga ventilasi suatu rendah dan sangat peka terhadap
ruangan tidak memenuhi standar penularan penyakit. Padakeadaan
minimal, maka ruang akan menjadi gizi yang buruk ,makareaksi
panas dan udara stagnan di dalamnya kekebalan tubuh akan menurun
sehingga kemampuandalam pengetahuan, pendidikan
mempertahankan diriterhadap infeksi berkontribusi terhadap perilaku
menjadi menurun. kesehatan seseorang. Sehingga
Dalam jurnal Firdiansyah (2015) rendahnya tingkat pendidikan akan
ventilasi responden masih belum berpengaruh terhadap seberapa jauh
memenuhi syarat, kondisi lingkungan pengetahuan seseorang khusususnya
yang padat dan rapat berpengaruh dalam berperilaku sehat. Berdasarkan
terhadap jumlah dan ukuran ventilasi hasil penelitian dan pengamatan
di setiap rumah responden. Dengan kondisi lingkungan rumah responden
ventilasi yang kurang akan masih kurang memenuhi syarat
menyebabkan kelembaban udara rumah sehat. Pendapatan merupakan
dalam ruangan akan menjadi tinggi, indikator keadaan ekonomi sebuah
kurangnya cahaya matahari yang keluarga. Dengan pendapatan yang
masuk ke dalam rumah membuat tinggi seseorang akan bisa memenuhi
bakteri atau kuman penyakit akan kebutuhan hidupnya. Pendidikan
berkembangbiak dengan baik dan berpengaruh terhadap tingkat
beresiko terhadap penghuninya. pendapatan, namun dalam penelitian
Selain itu penempatan ventilasi juga ini tingkat pendapatan tidak
penting agar cahaya matahari dapat berpengaruh signifikan dikarenakan
masuk menyinari rumah dengan jenis pekerjaan merupakan faktor
baik. Cahaya yang masuk ke dalam yang dikendalikan (matching).
rumah sangat kurang hal ini terlihat Sehingga antara subyek kasus dan
dengan gelapnya kondisi ruangan subyek kontrol memiliki jenis
rumah. Gelapnya kondisi ruangan di pekerjaan yang sama. Pekerjaan
dalam rumah disebabkan kurangnya responden sebagian besar adalah
ventilasi sehingga akan membuat pedagang dan ibu rumah tangga
cahaya matahari yang masuk ke karena kurangnya tingkat pendidikan
dalam rumah menjadi berkurang dan dan responden yang berumur lanjut
dapat berpengaruh terhadap sehingga kurang produktivitas yang
tingginya kelembaban udara. berpengaruh terhadap kondisi
Kelembaban udara yang terdapat di ekonomi keluarga.
rumah responden belum memenuhi
syarat, kurangnya ventilasi dan UPAYA PENANGGULANGAN
cahaya matahari yang masuk ke TB PARU
dalam rumah responden membuat Upaya penanggulangan yang
kelembaban udara menjadi tinggi dilakukan untuk mengatasi masalah
atau tidak memenuhi syarat. Selain TB paru sangat beragam antara lain
itu kondisi rumah responden yang menurut penelitian Tjekyan (2012)
kurang luas dengan berbagai barang- menggunakan model jaringan. Model
barang yang ada semakin membuat ini melibatkan banyak stake holder
kelembaban udara yang tidak yang bertugas untuk memberikan
memenuhi syarat akan menjadi pengetahuan dan mendata jumlah
tempat yang baik untuk penderita yang ada. Jaringan
berkembangnya kuman TB. Operasional Pemberantasan
Responden sebagian besar berumur Tuberkulosis yang dikembangkan
lanjut yang pada jaman dahulu terdiri dari :
menganggap pendidikan tidak 1. Pembentukan organisasi
seberapa penting. Melalui formal tingkat kecamatan,
yaitu adanya “Jaringan Tuberkulosis kecamatan,
Pemberantasan Penyakit P2TB Puskesmas dan Dinkes.
Tuberkulosis Paru” yang 7. Pencatatan dan pelaporan oleh
dikembangkan oleh Dokter Praktek Swasta
Pemerintah Kecamatan memakai formulir TB 01 dan
melalui pengukuhan dengan TB 06 yang difasilitasi oleh
Surat Keputusan Camat Jaringan Penanggulangan
2. Promosi kesehatan Tuberkulosis Kecamatan yang
Tuberkulosis, berupa kegiatan selanjutnya dilaporkan ke
deteksi, dan perujukan suspek P2TB Puskesmas.
Tuberkulosis Paru oleh Kader 8. Perekerutan kader TB baru
TB Tingkat Rukun Tetangga oleh jaringan dari penderita
ke Dokter Praktek Swasta yang telah sembuh.
Kelurahan dan P2TB Berdasarkan penelitian Laksono
Puskesmas dengan formulir (2012) didapatkan hasil review pada
rujukan khusus. kebijakan penanggulangan penyakit
3. Perekrutan Dokter Praktik tuberculosis di level nasional
Swasta kelurahan mahir maupun global, maka dilakukan
menejemen kasus eksplorasi dan dilanjutkan dengan
Tuberkulosis strategi DOTS pengelompokan setiap indikator
regimen Fixed Dose, sistim berdasarkan tahapan tindakan
pencatatan, pelaporan sebagai penanggulangan penyakit
Unit Pelayanan kesehatan tuberculosis, yaitu tahap penemuan,
Tuberkulosis Paru disetiap penanganan dan surveilans.
kelurahan 1. Indikator Penemuan
4. Diagnosis TB dengan Ada 5 (lima) item yang
pemeriksaan mikroskopis berhasil dieksplorasi dan
sputum dengan sensitifitas disimpulkan pada tahapan
78% dan spesifitas 97% penemuan kasus tuberkulosis,
memakai metoda sentrifugasi yaitu
Natrium Hipoklorit ditingkat a. Pengembangan penentuan
P2TB kecamatan. kriteria suspek Tuberculosis
Laboratorium P2TB Indikator; Angka
ditingkatkan sebagai Pusat Penjaringan Suspek.
Rujukan Mikroskopis terbatas b. Modifikasi pemeriksaan/
khusus untuk kecamatan. pengambilan sampel sputum
5. Pengobatan dengan memakai Sewaktu-Pagi-Sewaktu
Obat Anti Tuberkulosis Fixed (SPS) untuk yang
Dose yang diawasi oleh dua transportasinya sulit
orang Pengawas Menelan terjangkau Indikator; a)
Obat yang terdiri dari keluarga Proporsi BTA (+) di antara
terdekat dan Kader TB suspek; b) Proporsi BTA (+)
Tingkat Rukun Tetangga (two di antara seluruh seluruh
direct oberserver) penderita Tuberculosis
6. Penggunaan Obat Anti c. Optimalisasi Foto Thorax
Tuberkulosis Fixed Dose yang untuk mendukung SPS
jaminan ketersediaannya oleh Indikator; a) Angka
Jaringan Penanggulangan penjaringan suspek; b)
Angka penemuan kasus Indikator Surveilans Ada 4
(Case Detection Rate/ CDR) (empat) item yang berhasil
d. Penegakan diagnosis dieksplorasi dan disimpulkan
Tuberculosis pada anak peneliti pada tahapan
berdasarkan scoring system surveilans tuberkulosis, yaitu;
Indikator; Proporsi a. Pengembangan Kultur
Tuberculosis anak di antara Sputum untuk BTA (+)
seluruh penderita ndikator; Angka kesalahan
Tuberculosis laboratorium (Error Rate)
e. Identifikasi dan evaluasi b. Pengembangan kultur
kontak intensif Indikator; a) untuk Penderita
Angka penemuan kasus Tuberculosis BTA (-)
(Case Detection Rate/CDR); Indikator; Angka kesalahan
b) Angka notifi kasi kasus laboratorium(Error Rate)
Indikator Penanganan. c. Kelengkapan medical
Ada 5 (lima) item yang record Indikator;
berhasil dieksplorasi dan Lengkap/tidak
disimpulkan pada tahapan d. Pelaporan: kasus baru,
penanganan penderita kasus ulangan, hasil
tuberkulosis, yaitu; pengobatan. Indikator;
a. Pengukuran kepatuhan Dilakukan/tidak
minum obat Indikator; a) 2. NGT pada Pelaksana
Angka konversi; b) Angka Lapangan
kesembuhan; c) Angka Nominal Group Technique
keberhasilan pengobatan (NGT) pada pelaksana
b. Manajemen persediaan obat lapangan dilakukan untuk
Indikator; Tersedia/ tidak eksplorasi sekaligus penentuan
c. Penilaian respon obat: sub indikator SPM penyakit
Pemeriksaan sputum 2 tuberkulosis yang terkait
spesimen pada akhir fase dengan indikator MDGs. NGT
intensif. Pemeriksaan dilaksanakan di daerah
sputum 1 X pada akhir penelitian. Langkah ini
bulan ke-5. Pemeriksaan ilakukan untuk mencari
sputum 1 X pada akhir kesepakatan para pelaksana
terapi (bulan ke Indikator; a) kebijakan di lapangan terhadap
Angka konversi; b) Angka draft sub indikator SPM
kesembuhan; c) Angka penyakit tuberkulosis yang
keberhasilan pengobatan terkait dengan indikator
(Success Rate/SR) MDGs. NGT dilaksanakan 3
d. Konseling dan uji HIV (tiga) kali untuk menemukan
untuk Penderita masing-masing indikator dalam
Tuberculosis Indikator; upaya penanggulangan kasus
Dilakukan/tidak tuberculosis. Tiga upaya
e. Ketersediaan Obat Anti- tersebut adalah penemuan,
Tuberkulosis (OAT) lini penanganan dan surveilans.
kedua Indikator;
Tersedia/tidak,
3. FGD oleh Pakar Penyakit tuberkulosis yang berupa
Tuberculosis batuk berdahak lebih dari 2
Langkah terakhir adalah minggu yang tidak bisa
pelaksanaan Focus Group dijelaskan penyebabnya.
Discussion (FGD). FGD Sedang pada anak ada
dilaksanakan dengan riwayat kontak dengan
melibatkan para pakar penyakit pasien yang didiagnosa
tuberkulosis yang beraliran menderita penyakit
public health (kesehatan tuberkulosis. Untuk sub
masyarakat). Untuk itu maka indikator penemuan ini
dipilih para pakar yang terdiri para pakar peserta diskusi
dari akademisi, klinisi, merekomendasikan masih
pemegang program, dan diperlukannya formulasi
penanggung jawab program metode diagnosa penyakit
DOTS penyakit Tuberkulosis. tuberkulosis yang baku
Pada awal FGD didahului sebagai acuan seluruh
dengan paparan hasil NGT di pelaksana di lapangan.
empat daerah penelitian b. Indikator penanganan
terpilih, sebagai salah satu pasien tuberkulosis Success
acuan yang menjadi bahan rate 90% dengan cure rate
pertimbangan. Dalam minimal 85%. Success rate
pelaksanaan FGD ini para adalah tingkat keberhasilan
pakar bersepakat bahwa sub minum obat atau persentase
indikator penyakit tuberkulosis yang menyelesaikan
dalam Standar Pelayanan minum obat dari seluruh
Minimal (SPM) bidang penderita penyakit
kesehatan yang terkait dengan tuberkulosis yang berhasil
Millenium Development Goals ditemukan. Sedang cure
(MDGs) akan dibuat rate adalah tingkat
sesederhana mungkin tetapi keberhasilan/ kesembuhan
masih bisa mewakili seluruh dari seluruh penderita
kegiatan penanggulangan penyakit tuberkulosis yang
penyakit tuberkulosis. Untuk berhasil ditemukan dan
itu para pakar peserta diskusi diobati.
kurang sependapat dengan c. Indikator surveilans
pendapat pelaksana lapangan penyakit tuberkulosis
dalam hasil NGT yang menurut Tingkat validitas
para pakar cenderung pencatatan & pelaporan
memperumit pelaksanaan di yang standar. Untuk
lapangan. Berdasarkan hasil melaksanakan indikator ke-
Focus Group Discussion sub tiga ini para pakar peserta
indikator Standar Pelayanan diskusi merekomendasikan
Minimal yang terkait dengan masih perlunya sebuah
Millenium Development Goals formulasi pencatatan
adalah sebagai berikut: pelaporan yang baku dan
a. Indikator penemuan cara pengukuran
penderita tuberkulosis. validitasnya.
Penemuan suspek penderita
Langkah-langkah penanggulangan sangat tinggi. Penelitian yang
TB di Puskesmas menurut Izza dilakukan oleh (Arsin, 2006), pasien
(2013) : yang menjalani pengobatan TB paru,
1. Penemuan penderita (case fi membutuhkan informasi ataupun
nding) secara pasif yaitu konseling kesehatan tentang
pasien yang berkunjung untuk perawatan dan pengobatan TB.
melakukan pengobatan Pemberian konseling dengan model
dengan keluhan yaitu gejala konseling yang bersifat kelompok
atau tanda-tanda penyakit TB lebih efektif dibanding dengan model
secara klinis dan secara aktif pemberian konseling secara individu
dari keluarga pasien yang hal ini sesuai dengan yang
berisiko tertular penyakit TB. dikemukakan oleh (Egan, 2005)
2. Pemeriksaan laboratorium bahwa pemberian konseling secara
untuk memastikan TB+ atau kelompok lebih efektifitas waktu hal
tidak (suspect). ini terkait dengan sumber dana dan
3. Pasien yang positif menderita sumber daya yang terbatas. Perawat
TB akan dilakukan sebagai tenaga kesehatan dalam
pemeriksaan kunjungan rumah melakukan Home visiteselain
oleh petugas kesehatan yang memberikan konseling dan
bertujuan mengetahui adanya pendidikan kesehatan tentang TB
anggota keluarga yang pernah paru dan mengajarkan keterampilan
kontak dengan penderita perawatan dasar dalam memenuhi
(contact tracing). kebutuhan dasar manusia, perlu juga
4. Selanjutnya dilakukan memberikan dukungan atau support
pencatatan dengan format pada keluarga. Hal ini ditekankan
Community Health Nursing (Dossey, 2005) bahwa dalam proses
(CHN), khusus untuk mendata penyembuhan atau pemulihan pasien,
penderita TB. Adapun form perlu diperhatikan manusia secara
yang perlu diisi yaitu Form menyeluruh (holism), yaitu bio,
TB 01 dan Form TB 02 untuk psiko, sosial kultural, dan spiritual.
pasien serta Form TB 03 Dalam penelitian ini, ditemukan
untuk pencatatan dalam buku peran keluarga terdekat seperti istri
register. dan anak dari penderita TB paru
5. Kasus TB dilaporkan ke sangat bermakna dalam proses
Dinkes Kota setiap bulan penyembuhan penderita TB paru di
untuk pasien baru via sms dan rumah, istri dan anak sebagai care
3 bulan sekali sebagai laporan giver melaksanakan fungsi keluarga
register atau kohort yang yaitu fungsi perawatan kesehatan
sekaligus merupakan keluarga. Seperti yang dikemukakan
monitoring dan evaluasi. oleh (Fredman, 2002) bahwa terdapat
Peningkatan pengetahuan, sikap 5 (lima) fungsi keluarga yaitu 1).
positif dan kepatuhan berobat fungsi afektif (the affectice function);
penderita TB paru dapat diwujudkan 2). Fungsi sosial dan tempat
dengan pemberian Konseling. Hal ini bersosialisasi (socialization and
dikemukakan oleh (Corones, 2009) social placement function); 3).
mengemukakan bahwa kebutuhan Fungsi perawatan kesehatan (the
informasi pada pasien yang health care function), fungsi
menjalankan pengobatan TB paru reproduksi (the reproductive
function), dan fungsi ekonomi (the Dossey, B.M., Keegan, L., Guzzetta,
economic function). Menurut C. (2005). Holistic Nursing ; A
(Suprajitno, 2004) bahwa fasilitas Handbook For Practice. Fourth
pelayanan kesehatan yang memadai Edition. Canada: Jones and
sangat diperlukan untuk memberikan Bartlett Pulishers.
pelayanan kesehatan yang Egan. A. (2005), Tuberkulosis Paru
berkualitas seperti ruang konseling dan Penaganannya. Jakarta :
kesehatan. Salemba Medika.
Firdiansyah, Wahyu Nur. (2015).
KESIMPULAN DAN SARAN Pengaruh Faktor Sanitasi Rumah
TB paru masih merupakan dan Sosial Ekonomi Terhadap
masalah di negara berkembang, Kejadian Penyakit TB Paru BTA
bahkan di negara maju masalah ini Positif di Kecamatan Genteng
kembali muncul dengan adanya HIV- Kota Surabaya. Surabaya :
AIDS. Berbagai upaya telah Pendidikan Geografi Unesa.
dilakukan melalui bermacam-macam Fitriani, Eka. (2013). Faktor Risiko
pendekatan untuk mengobati atau yag Berhubungan Dengan
paling tidak mengurangi timbulnya Kejadian Tuberkulosis Paru.
TB. Seperti program strategi model UJPH 2 (1) (2013).
jaringan dan yang lain diharapkan Friedman, M, Vicky, Bowden,
dapat memberikan kesembuhan dan Elaine, G.J. (2002). Buku Ajar
mencegah penularan. Namun dalam Keperawatan Keluarga : Riset,
pelaksanaan di lapangan , Teori & Praktik (Alih bahasa oleh
keberhasilan pengobatan dan Debora, I & Yoakim, A) Edisi 5.
pencegahan dengan strategi tersebut Jakarta: EGC.
mengalami beberapa hambatan yang Girsang, M., Tobing, K., Rafrizal.
tidak memberikan hasil yang (2011). Faktor Penyebab
maksimal. Faktor-faktor lain yang Kejadian Tuberkulosis Serta
dapat mempengaruhi keberhasilan Hubungannya Dengan
perlu peran serta seluruh komponen Lingkungan Tempat Tinggal di
masyarakat dan melibatkan instansi- Provinsi Jawa Tengah. Kemenkes
instansi lain diluar instansi kesehatan RI : BPPK.
agar penurunan angka kejadian TB Izza’, Nallul, Roosihermietie, Betty.
paru dapat terwujud dengan baik. (2013). Peningkatan Tuberkulosis
di Puskesmas Pacar Keling,
DAFTAR PUSTAKA Surabaya Tahun 2009-2011.
Arsin, A., Azrieful, Aisah. (2006). Buletin Penelitian Sistem
Beberapa Faktor yang Kesehatan – Vol.16 No.1 Januari
Berhubungan dengan Kejadian 2013 : 29-37.
TB Paru di Wilayah Kerja Kurniawan, R.A.S., Suhartono,
Puskesmas Kassi-Kassi Makasar. Cahyo, K., (2012). Faktor Risiko
Makasar: FKM Unhas. Kejadian Tuberkulosis Paru di
Corones, Katina, Flona M. Coyer, Kecamatan Baturetno Kabupaten
Karen A. (2009). Theobald. Wonogiri. Media Kesehatan
Exploring the Information Needs Masyarakat Indonesia,
of Patients. British Journal of Vol.11/No.2, Oktober 2012.
Nursing. 4(3). Pp: 123-130. Laksono, A.D, Astuti W.D, Waty, E.,
Atto’illah., (2012). Kajian
Standar Pelayanan Minimal
Penyakit Tuberkulosis Terkait
Indikator Millenium Development
Goals. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan – Vol.15 No.3 Juli
2012 : 259-270.
Sudiantara, K., Wahyuni, N.P.S.,
Harini, I., (2014). Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Peningkatan
Kasus TB-Paru. Denpasar :
Jurusan Keperawatan Poltekkes
Denpasar.
Suprajitno, (2004). Asuhan
Keperawatan Keluarga. Jakarta:
EGC.
Tjekyan, Suryadi. (2012). Hasil Satu
Tahun Intervensi Jaringan
Penanggulangan Tuberkulosis
Paru Kecamatan Ilir Barat II
Kota Palembang.Palembang : FK
Unsri.

You might also like