Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kisah Nabi Ayub AS. (Tafsir Q.S. Shad Ayat 41-44)
Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Kisah Nabi Ayub AS. (Tafsir Q.S. Shad Ayat 41-44)
Ruslandi
Program Studi Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Jl. Cimincrang Gede Bage (Soekarno hatta), Bandung
Abstract :The purpose of this study was to find out 1) the concept of educational values in general 2) the
opinions of the speakers about Q.S. Shad verses 41-44 3) Educational values in the story of the Prophet
Job As. based on Q.S. Shad aat 41-44. In general, this study uses research methods and Library Research
data collection techniques as well as descriptive methods namely by quoting opinions from several
commentaries which are then explained by drawing conclusions from the books. As well as documentary
data collection techniques, namely the process of looking back at data sources from existing documents
and can be used to expand data that has been found. The document data sources that can be obtained
from the field are books, archives, magazines, and documents relating to the focus of the research. Based
on the results of the study, it can be seen that 1) Value is a concept of one's belief in something that is seen
as valuable by him that directs a person's behavior in his daily life as a living creature in the community,
and makes it a basis of belief wrong. 2) Interpretation of Q.S. Shad verses 41-44 is an interpretation of
the commentators who have different interpretations of Q.S. Shad verses 41-44 which describes the story
of the Prophet Job As. 3) Educational Values that can be taken from Q.S. Shad verses 41-44 namely: self-
servitude to God, an attitude of dependence on God, Prohibition of denying promises, and patience in the
face of examinations.
Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Konsep nilai-nilai pendidikan secara umum
2) Pendapat para mufassir tentang Q.S. Shad ayat 41-44 3) Nilai-nilai pendidikan dalam kisah Nabi Ayub
As. berdasarkan Q.S. Shad aat 41-44.Secara umum penelitian ini menggunakan metode penelitian dan
teknik pengumpulan data Library Research serta metode deskriptif yakni dengan mengutif pendapat dari
beberapa buku-buku tafsir yang kemudian dijelaskan dengan mengambil kesimpulan dari buku-buku
tersebut. Serta teknik pengumpulan data dokumetasi, yaitu proses melihat kembali sumber-sumber data
dari dokumen yang ada dan dapat digunakan untuk memperluas data-data yang telah ditemukan. Adapun
sumber data dokumen yang dapat diperoleh dari lapangan berupa buku, arsip, majalah, serta dokumen-
dokumen yang berhubungan dengan fokus penelitian. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa
1) Nilai merupakan suatu konsep keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang dipandang berharga olehnya
yang mengarahkan kepada tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sebagai makhluk
hidup yang bermasyarakat, dan menjadikannya dasar keyakinan dalam bertindak untuk menentukan
apakah tindakan itu benar atau salah. 2) Tafsiran Q.S. Shad ayat 41-44 merupakan suatu ikhtilaf para
ulama tafsir yang memiliki perbedaan penafsiran terhadap Q.S. Shad ayat 41-44 yang menjabarkan
tentang kisah Nabi Ayub As. 3) Nilai Pendidikan yang dapat diambil dari Q.S. Shad ayat 41-44 yakni:
penghambaan diri kepada Allah, sikap ketergantungan kepada Allah, Larangan mengingkari janji, serta
kesabaran dalam menghadapi ujian.
Kata Kunci:
PENDAHULUAN
Allah SWT. telah menceritakan kepada kita beberapa kisah Nabi dan Rasul
dalam kitab-Nya agar menjadi panutan serta memperkuat keimanan bagi orang-orang
yang beriman. Atas dasar itulah pada diri setiap Nabi dan Rasul Allah, terdapat
keteladanan yang dapat diambil oleh setiap umat Islam dalam menempuh cobaan dan
rintangan kehidupan dunia fana’ dan menuntun manusia keakhirat yang kekal.
Terkait nilai-nilai pendidikan, Allah memberikan kekuasaan kepada iblis untuk
mebinasakan harta dan keluarga Nabi Ayub As, akan tetapi Allah tidak membenarkan
iblis untuk membunuh Nabi Ayub As. iblis menggunakan cuaca yang panas dan
gerombolan yang kejm untuk membinasakan Nabi Ayub As. sekujur tubuh nabi Ayub
ditimpa penyakit kulit yang busuk.
Bila ditinjau dari pendidikan Islam, sejarah nabi Ayub As. tentunya memiliki
nilai-nilai pendidikan yang sangat penting bagi pendidikan islam dan sangat penting
untuk kita kaji hikmah dari kisah keteladanan akhlaknya. Nabi Ayub As. merupakan
Nabi yang kaya raya, tanahnya berbidang-bidang, keturunannya banyak. Namun hal itu
tidak membuatnya sombong apalagi melalaikan ibadahnya kepada Allah SWT. bahkan
ketika Nabi ayub As. mendapat ujian dari Allah SWT dengan kehilangan Semua harta
bendanya, anak dan keturunannya, serta terserang penyakit kulit yang ganas, hal itu tidak
membuatnya meninggalkan Allah SWT. bahkan dengan ujian itu Nabi Ayub As.
semakin dekat dengan Allah, karena ia yakin bahwa semua harta benda dan keturunan
yang ia miliki hanyalah titipan dari Allah SWT. yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh-
Nya. (Salim, 1985: 52). Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari kisah Nabi Ayub
sangatlah banyak jika kita kaji melalui ayat-ayat Al-Qur’an serta pendapat dari para
mufassir, sehingga hikmah dan pesan yang dapat diambil dari kisah Nabi Ayub As. dapat
kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari, ditengah-tengah kondisi zaman yang sangat
sulit.Pentingnya pendidikan akhlak bagi terciptanya kondisi lingkungan yang harmonis
diperlukan upaya yang serius untuk menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif.
Pendidikan akhlak berfungsi sebagai panduan manusia agar mampu memilih dan
menentukan suatu perbuatan yang selanjutnya menetapkan mana yang baik dan mana
yang buruk.
PEMBAHASAN
Di dalam Q.S. Shad ayat 41-44 yang telah dikemukakan oleh para mufassir
diatas, terkandung beberapa :
1. Penghambaan diri terhadap Allah
Hal ini dibuktikan dengan lafal عبدناyang artinya menghamba. Manusia
diciptakan oleh tidak lain hanya untuk beribadah kepada Allah. Firman Allah dalam
surat Ad-Dzariyat ayat 56 berbunyi:
٦٥ نس إِ ََّل لِيَ ۡعبُ ُدو ِن ِ ۡ ت ۡٱل ِج َّن َو
َ ٱۡل ُ َو َما َخلَ ۡق
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.
Dalam firman Allah di atas dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dan
jin untuk beribadah kepada Allah bukan untuk menyembah kepada selain Allah. Karena
Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah. Wujud menghamba kepada Allah adalah
melakukan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, seperti melakukan rukun
Islam yaitu syahadat, sholat, zakat, dan haji. Selain itu untuk menjadi seorang hamba
yang kaffah atau sempurna seseorang harus melalui beberapa jalan di antaranya:
1) Taubat
Taubat berakar dari kata taba yang berarti kembali. Orang yang bertaubat kepada
Allah adalah orang yang kembali dari segala sesuatu, kembali dari sifat-sofat yang
tercela menuju sifat yang terpuji, kembali dari larang Allah menuju ke petintah-Nya
(Ilyas, 1999: 57). Taubat adalah kembali dari segala sesuatu yang tercela kepada segala
sesuatu yang terpuji. Taubat merupakan prinsip pokok dalam kegiatan spiritual para sufi,
kunci kebahagian bagi para murid dan syaarat sahnya perjalanan menuju Allah (Isa,
2005: 194).
2) Ikhlas
Ikhlas berasal dari kata khalasha dengan arti bersih, jernih, murni. Ikhlas adalah
beramal semata-mata mengharap ridha dari Allah atau berbuat tanpa pamrih. Dalam
beribadah ada tiga unsur keikhlasan yaitu niat yang ikhlas, beramal dengan sebaik-
baiknya, dan pemanfaatan hasil usaha dengan tepat (Ilyas, 1999: 32). Allah
memerintahkan kepada umatnya untuk beribadah kepada Allah dengan penuh
keikhlasan dan lxxi beramal semata-mata mengharap ridho dari Allah. Ikhlas juga
memperingatkan manusia agar jangan sampai tujuan dari ibadahnya adalah untuk
meraih penghargaan dan pujian dari manusia.
3) Syukur
Menurut Sayyid (Isa, 2005: 267) syukur adalah mempergunakan semua nikmat
yang telah diberikan Allah, berupa pendengan, penglihatan dan lainnya sesuai dengan
tujuan penciptaannya. Manusia diperintahkan untuk bersyukur kepada Allah bukan
untuk kepentingan Allah sendiri, tapi untuk kepentingan manusia sendiri (Ilyas, 1999:
53).
2. Sikap ketergantungan kepada Allah bukan kepada makhluk
Hal ini dibuktikan dengan lafal اذنادى ربّهyang artinya menyeru kepada
Tuhannya. Ketika Nabi Ayyub diuji oleh Allah dengan berbagai cobaan, Nabi Ayyub
menggantungkan semuanya kepada Allah, beliau tidak meminta pertolongan kepada
selain Allah. Terbukti bahwa dalam ayat اذنادى ربّه, Nabi Ayyub menyebut Allah dalam
do’anya tersebut. Allah merupakan tempat bergantung semua makhluk. Tidak ada yang
dapat menandingi kekuasaan Allah dalam memperoleh apapun. Allah Ta’ala sendiri
mensifati diri-Nya sebagai tempat bergantung segala sesuatu. Dalam Alqur’an surat Al-
Ikhlas ayat 2:
١ ص َم ُد َّ
َّ ٱَّللُ ٱل
وا بِ ۡٱل ُعقُو ۚ ِد أُ ِحلَّ ۡت لَ ُكم بَ ِهي َمةُ ۡٱۡلَ ۡن َٰ َع ِم إِ ََّل َما ي ُۡتلَىَٰ َعلَ ۡي ُكمۡ َغ ۡي َر
ْ ُين َءا َمنُ ٓو ْا أَ ۡوفَ َٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذ
٢ ٱَّللَ يَ ۡح ُك ُم َما ي ُِري ُدَّ ُم ِحلِّي ٱلص َّۡي ِد َوأَنتُمۡ ُح ُر ٌۗ ٌم إِ َّن
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388]. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Nabi Ayyub juga mempunyai janji ketika beliau dalam keadaan sakit parah. Dia
bersumpah akan memukul istrinya sebanyak 100 kali pukulan karena telah
meninggalkannya dalam keadaan sakit. Tetapi setelah sembuh Nabi Ayyub tidak tega
melakukan hal tersebut karena mengingat pengorbanan istrinya yang selalu merawat dan
mengasihinya ketika beliau sedang sakit. Ketegasan dalam menepati janji, menjalankan
amanah adalah merupakan sebuah simbol kesempurnaan kepribadian muslim sejati, baik
dan disenangi serta tanda adanya peningkatan sebuah prestasi. Namun jika seandainya
ada sesuatu hal yang tidak bisa ditinggalkan, maka sebaiknya janji tersebut dibatalkan
atau diubah waktunya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman nantinya. Apabila kita
tidak bisa memastikan sesuatu hal atau perkara dengan pasti maka hendaklah
mengucapkan kata insya Allah.
4. Kesabaran dalam menghadapi ujian
Hal ini dibuktikan dengan lafal صابرyang artinya orang yang sabar. Sabar
merupakan kunci dalam segala urusan didunia ini, Allah SWT., berfirman dalam Q.S.
Al-Baqarah ayat: 153 yang berbunyi:
REFERENSI