Makalah Pembatalan Akta Hibah
Makalah Pembatalan Akta Hibah
Makalah Pembatalan Akta Hibah
ABSTRACT
This research aimed to find out the condition of authentic deed cancelation
and the legal consequence resulting from the authentic deed cancelation. Authentic
deed is a legal cover having law certainty value and perfect authentication power
for those developing it. This study was a normative law research. The data source
addressing the discussion of problem occurring were civil case approach to the
authentic deed cancellation and statute approach related to authentic deed. In the
approach of civil case number 143/Pdt.G/05/PN.Ska, there was a cancelation on
an authentic deed, hibah (bequest) deed. The reason of authentic deed cancelation,
in this case hibah deed, was that the accused (hibah recipient) evidently ignored
the accuser (hibah giver) when the accuser (hibah giver) befell by calamity, it
complied with the provision of Article 1688 clause 3 of Civil Code stating that a
hibah (bequest) can be cancelled when the hibah recipient declined to give living
benefit to the hibah giver when the hibah giver goes bankrupt. It referred to Article
1320 of Civil Code about the condition of an agreement legality consisting of
subjective and objective conditions. A deed can be cancelled when the subjective
conditions, agree and competent, were not fulfilled. In this civil case, the subjective
condition had been met because the hibah giver had no longer agreed to give hibah
to the hibah recipient based on an evidence that the hibah recipient had ignored
his/her obligation. The legal consequence of authentic deed (hibah deed)
cancelation was that the hibah deed no longer had legal power so that the land and
building had been formerly granted and belonged to the accused (hibah recipient)
became the Accuser (hibah giver)’s.
perjanjiannya sendiri atau obyek dari 275 m2 dan bangunan yang berdiri
perbuatan hukum yang dilakukan itu. diatasnya dengan persetujuan
Ada implikasi hukum apabila Penggugat II kepada anaknya yang
salah satu syarat tersebut tidak dalam perkara ini berkedudukan
terpenuhi. Dalam hal syarat obyektif sebagai Tergugat (pemberi hibah).
tidak terpemuhi, perjanjian itu batal Tergugat selaku anak yang telah
demi hukum. Artinya semula tidak menerima hibah dari orang tuanya
pernah dilahirkan suatu perjanjian tentunya tidak hanya mempunyai hak
dan tidak pernah ada suatu perikatan. saja atas hibah itu, akan tetapi juga
Dengan demikian, makan tiada dasar mempunyai kewajiban untuk
untuk saling menuntut di depan memelihara orang tuanya selaku
hakim (null and void). Dalam hal pemberi hibah. Dalam perkara ini
syarat subyektif, jika syarat tidak diuraikan bahwa ketika Penggugat I
terpenuhi, perjanjian bukan batal (pemberi hibah) mengalami musibah
demi hukum, tetapi salah satu pihak yang berkaitan dengan hukum dan
mempunyai hak untuk meminta Penggugat II yang jatuh sakit, sikap
supaya perjanian itu dibatalkan. Pihak dari Tergugat (penerima hibah)
yang dapat meminta pembatalan itu dinilai tidak terpuji. Tergugat
adalah pihak yang tidak cakap atau (penerima hibah) meninggalkan dan
pihak yang memberikan sepakatnya menelantarkan kedua orang tuanya
secara tidak bebas. Perjanjian yang serta pergi dari rumah bersama laki-
demikian dinamakan voidable / laki lain padahal status dari Tergugat
vernietigbaar.6 (penerima hibah) telah mempunyai
suami dan seorang anak. Para
Hasil dan Pembahasan Penggugat (pemberi hibah) selaku
orang tuanya merasa sikap Tergugat
Berdasarkan penelitian yang (penerima hibah) sangat tidak terpuji
telah dilakukan, penulis menemukan dan tidak melaksanakan
salah satu kasus perdata tentang kewajibannya sebagai seorang anak
pembatalan akta otentik. Kasus terhadap orang tuanya. Berdasarkan
pembatalan akta itu berupa hal tersebut, maka para Penggugat
pembatalan akta otentik berupa akta (pemberi hibah) menghendaki untuk
hibah berdasarkan perkara perdata membatalkan Akta Hibah yang telah
Nomor 143/Pdt.G/05/PN.Ska. dibuat. Dalam Hukum Perdata
Berdasar perkara No. terdapat teori mengenai kewajiban
143/PDT.G/05/PN.Ska mengenai anak terhadap orang tuanya yang
pembatalan Akta Hibah, perkara ini diatur dalam Pasal 46 Undang-
bermula dari Penggugat I (pemberi Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
hibah) memberikan tanah dengan luas Perkawinan, selanjutnya akan disebut
dengan UUP. Menurut Pasal 46 UUP,
seorang anak wajib menghormati
6Subekti. Hukum Perjanjian, orang tuanya dan mentaati kehendak
Jakarta : PT Intermasa, 2002, Hlm mereka yang baik. Seorang anak yang
20 telah dewasa maka wajib memelihara
7
sesuai kemampuan orang tua dan Suatu akta dapat dibatalkan apabila
keluarga dalam garis lurus ke atas syarat subyektif sudah tidak
apabila mereka memerlukan bantuan. terpenuhi, sedangkan apabila syarat
Berdasar ketentuan Pasal 46 UUP obyektif sudah tidak terpenuhi maka
maka tindakan Tergugat (penerima akta itu batal demi hukum. Dalam
hibah) sudah melanggar ketentuan perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska
Pasal 46 UUP dimana ia tidak syarat subyektif sahnya perjanjian
memelihara pemberi hibah selaku sudah tidak terpenuhi, yaitu para
orang tuanya ketika tertimpa Penggugat (pemberi hibah) merasa
musibah. sudah tidak sepakat lagi dengan apa
Alasan pembatalan suatu hibah yang dituangkan dalam Akta Hibah
diatur dalam Pasal 1688 KUHPerdata dan para Penggugat (pemberi hibah)
yang menyatakan bahwa suatu hibah merasa dirinya dirugikan, oleh karena
dapat dibatalkan apabila memenuhi itu para Penggugat (pemberi hibah)
syarat-syarat sebagai berikut: menghendaki pembatalan Akta
a. Karena tidak dipenuhinya Hibah. Pembatalan akta itu sendiri
syarat-syarat dengan mana sebenarnya terdapat dua cara, yaitu
penghibahan telah oleh para pihak itu sendiri dan dengan
dilakukan. Dengan syarat cara mengajukan suatu gugatan
di sini yang dimaksud apabila terbukti terdapat pelanggaran
adalah beban; hukum didalamnya. Dalam perkara
b. Jika si penerima hibah No. 143/PDT.G/05/PN.Ska ini
telah bersalah melakukan terdapat suatu pelanggaran hukum
atau membantu melakukan berupa tindakan Tergugat (penerima
kejahatan yang bertujuan hibah) telah memenuhi ketentuan
mengambil jiwa si Pasal 1688 KUHPerdata dimana
penghibah, atau berupa Tergugat (penerima hibah)
kejahatan lain terhadap si menelantarkan orang tuanya selaku
penghibah yang diancam para Penggugat (pemberi hibah)
undang-undang dengan disaat orang tuanya tertimpa musibah.
hukuman pidana baik yang Berdasar hal tersebut maka para
berupa kejahatan atau Penggugat (pemberi hibah) dalam hal
pelanggaran; ini selaku orang tua Tergugat
c. Jika ia menolak (penerima hibah) menghendaki
memberikan tunjangan pembatalan Akta Hibah No.
nafkah kepada si 136/Laweyan/1997 dengan
penghibah, setelah jatuh mengajukan gugatan di Pengadilan
dalam kemiskinan. Negeri Surakarta.
Akta hibah tersebut merupakan Berdasar putusan hakim yang
suatu perjanjian, dimana semua membatalkan hibah berdasar Akta
perjanjian mengacu pada Pasal 1320 Hibah tersebut membawa akibat
KUHPerdata mengenai syarat sahnya hukum bagi para pihak yang ada
suatu perjanjian yang terdiri dari dalam akta tersebut, yaitu :
syarat subyektif dan syarat obyektif.
8
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad. 2000.
Hukum Acara Perdata. Bandung
: PT. Citra Aditya Bakti.
Habib Adjie. 2009. Hukum Notaris
Indonesia Tafsir Tematik
Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Bandung
: PT. Refika Aditama.
Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata
Subekti. 2002. Hukum Perjanjian.
Jakarta : PT Intermasa.
Sudikno Mertokusumo. 2002. Hukum
Acara Perdata Indonesia.
Yogyakarta : Liberty.
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan
UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris
Wawan Setiawan. 1995. “Kedudukan
Akta Notaris Sebagai Alat Bukti