Laporan Sementara IPE Kelompok 3 - Obsgyn
Laporan Sementara IPE Kelompok 3 - Obsgyn
Laporan Sementara IPE Kelompok 3 - Obsgyn
Disusun oleh :
Diana (K11021R233)
Shofita Sari
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE)
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER, APOTEKER, NERS
Diana (K11021R233)
Shofita Sari
Menyetujui Pembimbing:
A. Pendahuluan
1. Kasus
Dalam bahasa Inggris:
Mrs. T came with the complaint of bleeding from the
genitals after giving birth. Since 8 hours before entering
the hospital, the patient gave birth to their second child at
a traditional birth attendant, the baby was born crying, the
weight was not weighed and the birth was not followed by
the placenta, then the traditional birth attendant forced to
pulled the placenta out from her womb. The placenta is
detached but is followed by bleeding from the genitals
which is continuous and fresh red in color. The patient was
then taken to the hospital.
The patient did antenatal care (ANC) at the midwife
twice during pregnancy, it was irregular and was said to
have no abnormalities. The patient never had an
have no abnormalities. The patient never had an
ultrasound. The patient also never received an
immunization shot during pregnancy.
The patient denied a history of drinking alcohol and
smoking, denied a history of keeping pets, denied a history
of eating undercooked/grilled food, denied a history of
vaginal discharge.
The patient does not remember the date of the first
menstrual period (LMP). The patient was married once
with a marriage age of 5 years. The current pregnancy is
the 2nd pregnancy, where the patient's first pregnancy
gave birth to a girl at a traditional healer in 2012 with a
birth weight of 3000 g, the child is healthy until now.
On physical examination, it was found compos
mentis, consciousness, general condition looks weak,
blood pressure 80/40 mmHg, pulse 130x/m, breathing
28x/m, and temperature 36.5oC. The head looks both
anemic and not icteric conjunctiva eyes, lymph nodes in
the neck are not enlarged, mammary looks symmetrical,
enlarged and hyperpigmented areola, lungs and heart
within normal limits.
In obstetrical status, the impression of a convex
abdomen was obtained, FUT was not palpable,
contractions (-), bleeding (+). On inspeculo examination,
there was a mass in the vaginal canal, fluor (-), fluxus (+),
inactive blood. On investigation, the result was Hb: 4.1
g/dl, leukocytes: 25,500/mm3, Hmt 12%, platelets:
205,000/mm3.
The management given to this patient is
observation of maternal vital signs and bleeding, O2
10L/minute, fluid resuscitation with RL 40 drops per
minute, drip 20 IU oxytocin in 500cc RL 20 drops per
minute, install a urine recorder, fluid balance, routine
blood tests. and blood chemistry, R/ manual repositioning
of the uterus on narcotics, transfusion of 3 kolf PRC,
ceftriaxone 1 gram/ 12 hours IV, tranexamic acid 500
mg/8 hours IV.
Second day of treatment: Bleeding from the birth
canal has greatly reduced, Vital signs: BP 100/50, ND
canal has greatly reduced, Vital signs: BP 100/50, ND
97x/minute, RR 20, no fever, Hb evaluation 7.9, therapy
continued. The doctor asked for another transfusion up to
the target Hb 9.
Third day of treatment: Bleeding from the birth
canal was minimal, vital signs were stable, the patient
began to mobilize and eat regularly. Hb last evaluation 9.2.
Fourth day of treatment: Bleeding from the birth
canal is minimal, vital signs are stable, the urine recorder
can be removed, the patient is actively mobilized, and can
start to pump breast milk smoothly.
Fifth day of treatment: The patient was allowed to
go home, received therapy with cefixime 2x100 mg,
etabion 3x1, kalnex 3x1, folic acid 1x1.
B. Isi
1. Etiologi
Etiologi inversio uterus umumnya terjadi karena
kesalahan tata laksana pada persalinan kala tiga akibat
dilakukannya traksi tali pusat eksesif dan tekanan fundus
uteri sebelum separasi plasenta saat persalinan kala tiga.
Inversio uterus juga dapat terjadi tanpa ada hubungannya
dengan kehamilan. inversio uterus yang tidak
berhubungan dengan masa post partum umumnya terjadi
karena adanya massa pada uterus. Beberapa etiologi
inversio uterus yang tidak berhubungan dengan masa
postpartum yaitu mioma uteri, polip endometrium, tumor
maligna, leiomyosarcoma, sarcoma
mullerian campuran, rhabdomyosarcoma, karsinoma
endometrium dan servikal (Pradhan, 2016).
2. Patofisiologi
Tiga peristiwa yang mungkin menjelaskan patofisiologi
inversi uterus akut:
a. Traksi Fundus ke Bawah: Inversio uterus paling
sering terjadi karena adanya fraksi fundus ke bawah.
Traksi tali pusar ke bawah yang disertai dengan
beberapa faktor, seperti plasenta yang ter
implantasi di fundus, miometrium sekitar implantasi
implantasi di fundus, miometrium sekitar implantasi
plasenta yang lemah, dan dilatasi serviks dapat
menyebabkan mudahnya fundus uteri tertarik ke
bagian luar serviks, yang menyebabkan inversio
uterus (Mishra S.,2018).
b. Relaksasi Miometrium: Penggunaan obat
tokolitik, misalnya nifedipine atau terbutaline, dapat
menyebabkan miometrium mengalami relaksasi.
Apabila relaksasi uterus terjadi, bagian fundus dalam
jangka lama dan disertai dengan plasenta yang
terimplantasi di fundus, maka fundus dapat
protrusi ke bawah dan terjadi
inversio uterus. Protrusi fundus ke bawah
umumnya dibantu oleh kontraksi uterus terus-
menerus. Massa plasenta/miometrium akan
diperas ke bawah oleh kontraksi uterus hingga masa
sampai di bagian serviks dan terjadi inversio uterus
komplit (Mishra S.,2018).
c. Penipisan dan Pelemahan Dinding Uterus
akibat Massa Uterus: Pada kasus inversio uterus
yang tidak berhubungan dengan masa post partum
sampai sekarang mekanismenya masih belum
diketahui secara pasti, namun beberapa hipotesis
menunjukkan bahwa massa pada uterus menjadi
penyebab utamanya. Massa pada uterus dapat
menyebabkan dinding uterus menjadi tipis dan lemah
sehingga dinding uterus dapat tertarik ke bawah
dikarenakan efek gravitasi dari massa uterus.
Distensi kavitas uterus kemudian menyebabkan
dilatasi serviks yang menyebabkan ekspulsi dari
uterus. Beberapa keadaan yang dapat meningkatkan
tekanan intraabdominal, seperti batuk, bersin, dan
mengejan telah dihubungkan juga dengan terjadinya
inversio uterus yang tidak berhubungan dengan masa
postpartum (Mishra S.,2018).
3. Pembahasan Bidang Keilmuan
a. Analisis Masalah Kedokteran
1) Epidemiologi
Perdarahan postpartum merupakan penyebab
Perdarahan postpartum merupakan penyebab
25% dari seluruh jumlah kematian ibu di dunia.
Selain itu, perdarahan postpartum merupakan
penyebab utama kematian ibu di sebagian besar
negara dengan penghasilan rendah. Kematian
akibat perdarahan postpartum sebagian besar
terjadi selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014,
empat penyebab kematian ibu terbesar yaitu
perdarahan 30,3%, hipertensi dalam kehamilan
(HDK) 27,1%, infeksi 7,3%, dan lain-lain yaitu
penyebab kematian ibu tidak langsung seperti
kondisi penyakit kanker, ginjal, jantung atau
penyakit lain yang diderita ibu sebesar 35,3%.
(Kemenkes RI, 2014). Data mengenai
epidemiologi inversio uterus di Indonesia sampai
sekarang masih sangat terbatas. Sebelum
ditemukannya manajemen aktif kala tiga, tingkat
mortalitas inversio uterus dilaporkan mencapai
80%. Akan tetapi, setelah ditemukannya
manajemen aktif kala tiga, tingkat mortalitas
inversio uterus menurun menjadi 15%. (Ministry
of Health Republic of Indonesia.2016).
2) Definisi
Pendarahan postpartum didefinisikan
oleh The World Health Organization (WHO)
sebagai keadaan kehilangan darah >500 ml pada
24 jam setelah melahirkan. Beberapa pengertian
lain menyebutkan >500 ml merupakan jumlah
darah yang hilang melalui persalinan normal,
sedangkan >1000 ml untuk seksio cesarean.
Definisi populer lainnya mengatakan penurunan
10%, baik hemoglobin maupun hematokrit (Musa.
2019). Inversio uteri adalah keadaan dimana
fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya
masuk ke dalam kavum uteri. Dapat keluar melalui
kanalis servikalis sehingga menonjol ke dalam
vagina. (Setiawan & Puspitasari, 2017).
3) Faktor Risiko
3) Faktor Risiko
Traksi tali pusat yang berlebihan dengan
perlekatan fundus plasenta dan tekanan fundus
pada keadaan uterus yang rileks adalah 2 penyebab
paling umum yang diusulkan untuk inversi uterus
(Thakur M,2019). Faktor risiko lain yang mungkin
untuk inversi uterus termasuk persalinan cepat,
plasentasi invasif, pelepasan plasenta secara
manual, tali pusat pendek, penggunaan agen
relaksasi uterus, overdistension uterus,
makrosomia janin, nuliparitas, plasenta previa,
gangguan jaringan ikat (sindrom Marfan dan
Ehlers- sindrom Danlos), dan riwayat inversi
uterus pada kehamilan sebelumnya. Namun, dalam
kebanyakan kasus, tidak ada faktor risiko yang
diidentifikasi, sehingga membuat kondisi ini tidak
dapat diprediksi (Thakur M,2019).
4) Derajat Inversi Rahim
a. Tidak lengkap: Fundus terbalik tetapi tidak
herniasi melalui tingkat os internal.
b. Lengkap: Lapisan dalam fundus melewati os
serviks tanpa fundus yang teraba di bagian
perut.
c. Prolaps: Seluruh uterus prolaps melalui
serviks dengan fundus keluar dari introitus.
5) Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
Gambaran klinisnya berupa pendarahan
terus menerus dan keadaan pasien secara
berangsur-angsur menjadi semakin jelek
ditandai dengan perubahan tanda-tanda vital
seperti denyut nadi menjadi cepat dan lemah,
tekanan darah menurun, pasien berubah
menjadi pucat dan dingin, nafas sesak,
terengah-engah, berkeringat, dan dapat menjadi
koma bahkan meninggal. Pada perdarahan
postpartum diperlukan anamnesis singkat untuk
membedakan antara jenis perdarahan
postpartum primer atau sekunder, dan untuk
mencari penyebab serta faktor risiko dari
perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum
primer terjadi dalam 24 jam pertama pasca
persalinan. Sedangkan perdarahan postpartum
sekunder terjadi setelah 24 jam pasca
persalinan (Darwiten, 2019).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara umum meliputi
pemeriksaan tingkat kesadaran, nadi, laju
napas, tekanan darah, hidrasi kulit dan
membran mukosa, capillary refill time (CRT),
dan urine output. Pemeriksaan fisik secara
umum penting dilakukan terutama untuk
menilai derajat keparahan hipovolemik akibat
perdarahan postpartum (Prawirohardjo, 2014).
Pada pasien perdarahan postpartum biasa
didapatkan tanda dalam pemeriksaan berupa
pucat, disertai tanda-tanda syok, tekanan darah
rendah, nadi cepat kecil, ekstremitas dingin dan
tampak darah keluar dari vagina secara terus-
menerus (Imron etal, 2016).
Pemeriksaan fisik khusus atau obstetri
dicari tahu penyebab dari perdarahan.
Pemeriksaan obstetri meliputi pemeriksaan
kontraksi uterus, letak, konsistensi uterus,
pemeriksaan dalam untuk menilai adanya
perdarahan atau sumber perdarahan, melihat
keutuhan plasenta, tali pusat, serta mencari
apakah terdapat robekan pada jalan lahir
(Prawirohardjo, 2014). Pemeriksaan obstetri
pada pasien perdarahan postpartum dapat
ditemukan adanya kontraksi ulkus lembek,
uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila
kontraksi uterus baik mungkin karena
perlukaan di jalan lahir (Imron et al, 2016).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada perdarahan
Pemeriksaan penunjang pada perdarahan
postpartum tidak selalu dilakukan, karena
disesuaikan dengan jenis perdarahan serta
onset kejadian. Namun apabila diperlukan
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium meliputi
Pemeriksaan darah rutin, utamanya
pemeriksaan Hemoglobin. Umumnya jika
terjadi perdarahan masif dapat ditemukan hasil
Hb kurang dari 8 g/dL. selain itu apabila pada
saat asuhan antenatal ditemukan bahwa ibu
mengalami anemia, maka keadaan ini dapat
segera dikoreksi. Pemeriksaan golongan darah
juga dilakukan untuk kepentingan tatalaksana
bila pasien membutuhkan transfusi darah.
Transfusi sebaiknya tidak ditunda dan tidak
diputuskan berdasarkan kadar hemoglobin
semata, tetapi sebaiknya dilakukan berdasarkan
kondisi klinis pasien. Pemeriksaan waktu
perdarahan atau waktu pembekuan, trombosit,
protrombin dan partial prothrombin time/PTT,
untuk menyingkirkan kemungkinan
gangguan faktor pembekuan darah.
Pemeriksaan fibrinogen atau D-dimer dapat
digunakan untuk membantu penegakan
diagnosis disseminated intravascular
coagulation (DIC) (Imron et al, 2016).
Pemeriksaan Radiologi yaitu
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dilakukan
untuk melihat apakah terdapat sisa plasenta
ataupun gumpalan darah. Kemudian apabila
dilakukan pada saat antenatal dapat membantu
dokter mendeteksi plasenta previa dan plasenta
akreta (Imron et al, 2016).
6) Diagnosis Banding
a. Atonia Uteri yaitu perdarahan setelah anak
lahir, Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
b. Robekan Jalan lahir yaitu perdarahan segera
b. Robekan Jalan lahir yaitu perdarahan segera
setelah bayi lahir yang disebabkan karena
trauma.
c. Sisa Plasenta adalah Plasenta atau sebagian
selaput tidak lengkap, perdarahan dapat
muncul 6-10 hari post partum disertai
subinvolusi uterus.
d. Ruptur Uteri Perdarahan segera (perdarahan
intraabdominal dan perdarahan pervaginam)
ditandai dengan nyeri perut yang hebat dan
kontraksi yang hilang.
e. Inversio Uteri ditandai dengan Fundus uteri
tidak teraba pada palpasi abdomen, Lumen
vagina terisi massa, dan nyeri ringan atau
berat.
f. Gangguan pembekuan darah yaitu
kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji
pembentukkan darah sederhana. Terdapat
faktor predisposisi: solusio plasenta,
kematian janin dalam uterus, eklampsia,
emboli air ketuban. Perdarahan tidak berhenti,
encer, tidak terlihat gumpalan sederhana
g. Retensi Plasenta yaitu plasenta belum lahir
sampai 30 menit.
7) Tatalaksana
Penatalaksanaan apabila terjadi
perdarahan post-partum yang pertama
dilakukan adalah menentukan penyebab dari
perdarahan tersebut. penatalaksanaan meliputi
perbaikan tonus uterus, evakuasi jaringan sisa, dan
penjahitan luka terbuka disertai persiapan koreksi
faktor pembekuan. Perdarahan biasanya
disebabkan oleh tonus, tissue, trauma atau
thrombin. Bila terjadi atonia uterus, lakukan
perbaikan pada tonus uterus. Bila kausa perdarahan
berasal dari tissue, lakukan evakuasi jaringan sisa
plasenta. Lakukan penjahitan luka terbuka bila
terjadi trauma dan koreksi faktor pembekuan bila
terdapat gangguan pada thrombin. Penatalaksanaan
terdapat gangguan pada thrombin. Penatalaksanaan
dilakukan dengan prinsip
“HAEMOSTASIS” menurut rekomendasi WHO,
meliputi (WHO Guidelines for the
Management of Postpartum Haemorrhage
and Retained Placenta) :
a. Ask for Help:
1) Meminta pertolongan sebagai langkah
pertama, atau dirujuk ke rumah sakit bila
persalinan di bidan/fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
2) Mengoptimalkan monitoring dan
pemberian cairan.
3) Monitoring elektrolit dan parameter
faktor pembekuan untuk penentuan tahap
selanjutnya.
b. Access (Vital parameter, blood loss) and
Resuscitate
1) Menilai jumlah darah yang keluar
seakurat mungkin dan menentukan derajat
perubahan hemodinamik.
2) Nilai keadaan umum dan vital sign
seperti kesadaran, nadi, tekanan darah, dan
bila memungkinkan memonitor saturasi
oksigen.
3) Resusitasi cairan : pasang infus dengan
abbocath 14G – 16G, lalu ambil darah dan
periksa hemoglobin, profil pembekuan
darah, elektrolit, penentuan golongan
darah, serta crossmatch (RIMOT =
Resusitasi, Infus 2 jalur, monitoring
keadaan umum, nadi dan tekanan darah,
Oksigen, dan Team approach). Diberikan
cairan kristaloid dan koloid secara cepat
sambil menunggu hasil crossmatch.
c. Establish Aetiology, Ensure Availability
of Blood, Ecbolics (Oxytocin, Ergometrin
or Syntometrine bolus IV/ IM.
1) Dilakukan penentuan etiologi PPS
1) Dilakukan penentuan etiologi PPS
selagi resusitasi.
2) Nilai kontraksi uterus cari adanya
cairan bebas di abdomen, bila ada risiko
trauma (bekas seksio sesarea, partus
buatan yang sulit) atau bila kondisi pasien
lebih buruk daripada jumlah darah yang
keluar.
3) Memeriksa kembali apakah masih ada
sisa plasenta atau kelengkapan plasenta
apabila berhasil dikeluarkan.
4) Bila pendarahan terjadi akibat morbidly
adherent placentae saat seksio sesarea
dapat diupayakan haemostatic sutures,
ligasi arteri hipogastrika dan embolisasi
arteri uterina.
5) Bila retensio plasenta/sisa plasenta
terjadi setelah persalinan pervaginam,
dapat digunakan tamponade uterus
sementara menunggu kesiapan
operasi/laparotomi.
d. Massage the Uterus
1) Tangani perdarahan yang banyak
setelah plasenta lahir dengan massage
uterus dan pemberian obat – obatan
uterotonika.
2) Bila uterus tetap lembek dilakukan
kompreso bimanual interna menggunakan
kepalan tangan sehingga uterus
terkompresi.
e. Oxytocin infusion/ prostaglandins – IV/
per rectal/ IM/ intramyometrial
1) Dapat dilakukan pemberian oksitosin
40 unit dalam 500 cc NS dengan
kecepatan 125cc/jam.
2) Pemberian ergometrin sebagai lini
kedua oksitosin diberikan secara IM atau
IV. Dosis awal 0,2 mg (secara perlahan),
dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila
dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila
masih diperlukan.
3) Pemberian dapat diulang setiap 2– 4
jam bila masih diperlukan. Dosis
maksimal 1 mg atau 5 dosis perhari.
4) Kontraindikasi pada preeklampsia,
vitiumcordis, dan hipertensi. Perdarahan
masih diberikan transfusi darah, atau juga
diberikan FFP (fresh frozen plasma) untuk
menggantikan faktor pembekuan.
Rekomendasi 1 liter FFP (15 mL/kg)
setiap 6 unit darah. Pertahankan trombosit
> 50.000.
f. Shift to theatre – exclude retained
products and trauma/ bimanual
compression.
1) Bila perdarahan masif tetap terjadi:
evakuasi pasien ke ruang operasi.
2) Bila diduga ada sisa jaringan, dilakukan
kuretase.
g. Tamponade balloon/ uterine packing.
1) Dapat diberikan tamponade uterus
untuk mengurangi perdarahan, dapat juga
untuk mengoreksi faktor pembekuan.
2) Pemasangan tamponade uterus dapat
menggunakan Bakri SOS balon dan
tampon balon kondom kateter. Biasanya
dimasukkan 300-400 cc cairan untuk
mencapai tekanan yang cukup adekuat
sehingga perdarahan berhenti.
h. Apply compression sutures – B- Lynch/
modified.
1) Dilakukan tindakan kompresi uterus
(konservasi bedah) dengan menggunakan
teknik ikatan B–Lynch.
2) Apabila tindakan B–Lynch tidak
berhasil, dipertimbangkan untuk dilakukan
histerektomi.
i. Systematic pelvic devascularization –
uterine/ ovarian/ quadruple/ internal iliac.
1) Teknik konservatif pembedahan
dengan cara ligasi a. uterina dan ligasi b.
Hipogastrica.
j. Interventional radiologis, if appropriate,
uterine artery embolization.
1) Embolisasi dengan a. uterina dengan
intervensi radiologi
8) Komplikasi
Perdarahan postpartum dapat menyebabkan
komplikasi kematian. Disamping menyebabkan
kematian, perdarahan postpartum memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan
penderita berkurang. Selain itu dapat menyebabkan
sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada
hipofisis bagian anterior sehingga terjadi
insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah
asthenia, hipostesi, anemia, turunnya berat badan
sampai menimbulkan kaheksia, penurunan fungsi
seksual dengan atrofi alat- alat genital, kegagalan
laktasi. Komplikasi yang lain yang dapat timbul
adalah hipotensi ortostatik, anemia, dan syok
hipovolemik (Evensen A.,2017).
9) Prognosis
Prognosis perdarahan postpartum bergantung
pada ketepatan dan kecepatan penatalaksanaan
yang diberikan. Menurut data WHO sebanyak
27,1% kematian ibu hamil di seluruh dunia
disebabkan oleh perdarahan, dan kebanyakan
adalah perdarahan post partum (Evensen A.,2017).
10) Diskusi
a. Tentukan problem pasien tersebut!
1) Pasien datang ke Rumah Sakit dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir
setelah melahirkan anak kedua sejak 8 jam
sebelum masuk rumah sakit.
2) Pasien melahirkan di dukun beranak.
2) Pasien melahirkan di dukun beranak.
3) Kelahiran tidak diikuti plasenta.
4) Saat proses persalinan dukun beranak
memaksa untuk melahirkan plasenta dari
rahim. Plasenta terlepas tetapi diikuti
dengan keluarnya darah dari alat kelamin
yang terus menerus dan berwarna merah
segar.
5) Selama kehamilan pasien hanya
melakukan antenatal care di bidan dua
kali, tidak teratur, dan tidak pernah
melakukan USG.
6) Pasien tampak lemah, konjungtiva
anemis, Tanda vital:
- TD 80/40 mmHg
- Suhu 36,5°C
- Nadi 130x/menit
- RR 28x/menit
7) Pemeriksaan Obstetri didapatkan Tinggi
Fundus Uterus tidak teraba, kontraksi (-),
perdarahan (+).
8) Pemeriksaan inspekulo didapatkan
massa pada liang vagina, fluksus (+),
darah inaktif.
9) Hasil pemeriksaan laboratorium
hematologi didapatkan Hb: 4,1 g/dl,
leukosit: 25.500/mm3, Hmt 12%.
b. Tentukan diagnosis klinis, topis dan
etiologis pada pasien tersebut (kedokteran)
1) Diagnosis klinis : Perdarahan post
partum
2) Diagnosis Topis : Uterus
3) Diagonosis etiologi : Inveriso uteri
Hal ini dibuktikan dengan :
Klinis yang muncul yaitu ada perdarahan
keluar dari jalan lahir setelah melahirkan, ada
riwayat melahirkan plasenta dengan paksa,
pemeriksaan obstetri didapatkan Tinggi
Fundus Uterus tidak teraba, kontraksi (-),
Fundus Uterus tidak teraba, kontraksi (-),
perdarahan (+) dan Pemeriksaan inspekulo
didapatkan massa pada liang vagina, fluor (-),
fluksus (+), darah inaktif.
c. Bagaimanakah tata laksana untuk setiap
problem yang dialami pasien!
1) Tatalaksana perdarahan dan syok
yang dialami pasien tersebut :
Penatalaksanaan dilakukan dengan prinsip
“HAEMOSTASIS”, yaitu:
- Ask for HELP: Segera meminta
pertolongan atau dirujuk ke rumah sakit
bila persalinan di bidan/PKM.
Kehadiran ahli obstetri, bidan, ahli
anestesi, dan hematologis menjadi
sangat penting.
- Assess (vital parameter, blood loss)
and Resuscitate: Penting sekali segera
menilai jumlah darah yang keluar
menentukan derajat perubahan
hemodinamik. Nilai tingkat kesadaran,
nadi, tekanan darah, saturasi oksigen
harus dimonitor. Saat memasang jalur
infus dengan abocath 14G-16G, harus
segera diambil spesimen darah untuk
memeriksa hemoglobin, profil
pembekuan darah, elektrolit, penentuan
golongan darah, serta crossmatch.
(RIMOT = Resusitasi, Infus 2 jalur,
Monitoring keadaan umum, nadi dan
tekanan darah, Oksigen, dan Team
approach). Diberikan cairan kristaloid
dan koloid secara cepat sambil
menunggu hasil crossmatch. Pada
perdarahan masif perlu diberikan
transfusi darah, bahkan juga diperlukan
pemberian fresh frozen plasma (FFP)
untuk menggantikan faktor pembekuan
yang turut hilang.
yang turut hilang.
- Oxytocin infusion/
prostaglandins – IV/ per rectal/ IM/
intramyometrial: Pemberian oksitosin
ditunda dan usaha reposisi uterus
melalui vagina harus segera dilakukan.
Para peneliti
menganjurkan dilakukan dahulu
reposisi uterus secara manual, sebelum
dilakukan usaha untuk melepaskan
plasenta dan reposisi secara operatif.
Jika plasenta dilepaskan sebelum
reposisi uterus, risiko penderita untuk
kehilangan darah dan syok akan sangat
tinggi. Setelah reposisi, biasanya
plasenta akan dengan mudah terlepas.
Dapat dilakukan pemberian oksitosin
40 unit dalam 500 cc normal salin
dengan kecepatan 125 cc/jam. Hindari
kelebihan cairan karena dapat
menyebabkan edema pulmoner hingga
edema otak yang pada akhirnya dapat
menyebabkan kejang karena
hiponatremia. Pemberian ergometrin
sebagai lini kedua dari oksitosin dapat
diberikan secara intramuskular atau
intravena. Dosis awal 0,2 mg (secara
perlahan), dosis lanjutan 0,2 mg setelah
15 menit bila masih diperlukan.
Pemberian dapat diulang setiap 2-4 jam
bila masih diperlukan. Dosis maksimal
adalah 1 mg atau 5 dosis per hari.
Bila perdarahan masif masih tetap
terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang
operasi.
- Establish Aetiology, Ensure
Availability of Blood, Ecbolics
(Oxytocin, Ergometrin or
Syntometrine bolus IV/
Syntometrine bolus IV/
IM: Sementara resusitasi sedang
berlangsung, dilakukan upaya
menentukan etiologi 4T pada PPS. Nilai
kontraksi uterus, mencari apakah ada
robekan dari jalan lahir, apakah
terdapat inversio uteri, adanya retensio
plasenta, dan apakah ada gangguan
pembekuan darah.
2) Tatalaksana pada inversio uteri :
Terdapat beberapa teknik non- bedah
untuk reposisi inversio uteri, antara lain:
manuver Johnson, manuver Henderson dan
Alles, penggunaan tokolitik, dan reposisi
dengan tekanan hidrostatik.
a) Manuver Johnson atau reposisi
manual menjadi sangat populer untuk
reposisi inversio uteri secara manual.
Prinsip manuver ini adalah uterus
didorong ke dalam cavum abdomen
hingga di atas umbilikus agar terjadi
reposisi. Diperkirakan bahwa aktivitas
pasif dari ligamentum uterus akan
mereposisi uterus. Manuver ini
dilakukan dengan memasukkan seluruh
tangan hingga dua per tiga lengan
bawah ke dalam vagina. Bagian uterus
yang keluar terakhir, harus terlebih
dahulu dimasukkan. Dengan memegang
fundus uteri dengan telapak tangan dan
ujung-ujung jari diletakkan pada utero-
servikal junction, fundus uteri didorong
hingga di atas umbilikus. Diperlukan
tekanan jari- jari secara konstan selama
beberapa menit (minimal 5 menit). Hal
ini akan menegangkan ligamentum
uterus, dan akibatnya cincin servikalis
akan relaks dan melebar, sehingga
mempermudah pergerakan fundus
mempermudah pergerakan fundus
melalui cincin tersebut. Sehingga
inversio uteri terkoreksi.
b) Manuver henderson dan alles
Manuver ini dilakukan dengan cara
memegang cincin serviks dengan ring
forceps, kemudian fundus uterus
didorong ke arah atas atau anterior.15
Manuver ini dilakukan bila dengan cara
manual, reposisi belum berhasil.
c) Penggunaan Tokolitik berperan untuk
merelaksasikan uterus, sebelum reposisi
manual maupun sebelum penggunaan
tekanan hidrostatik. Beberapa tokolitik
yang sering dipakai adalah:
Nitroglycerin Dosis awal 150-200 mcg
IV, selanjutnya bila relaksasi uterus
belum cukup, dapat ditambahkan 100-
150 mcg IV selang beberapa menit
hingga tercapai efek yang diinginkan
atau hingga tercapai dosis maksimal
500 mcg, Terbutaline Dosis yang
digunakan adalah 0,125- 0,25mg
terbutaline intravena (IV) atau subkutan
(SC), Magnesium Sulfat (MgSO4)
Dosis yang digunakan adalah 2-6 gram
bolus MgSO4 IV dalam 5-20 menit,
Amyl Nitrate diberikan dengan
membuka ampul dan dihirup melalui
pernapasan, ritodrine Dosis yang
direkomendasikan adalah 0,15 mg
ritodrine IV dan General anesthesi.
d) Reposisi dengan tekanan hidrostatik,
Prosedur dilakukan di kamar operasi
dalam posisi litotomi maupun reverse
trendelenburg. Cairan saline hangat
dialirkan ke dalam introitus vagina (2
hingga 10 liter), dari posisi yang 100-
200 cm lebih tinggi dari vagina
kemudian introitus vulva ditutup oleh
tangan dokter atau dihubungkan dengan
mangkuk vakum silastik untuk
menahan cairan di vagina dan
menciptakan tekanan
hidrostatik.Tekanan ini akan mendorong
fundus yang terinversi kembali ke
posisi anatomis. Tekanan dipertahankan
selama 30 menit.
e) Penggunaan reposito
f) Penanganan inversio uteri
melalui pembedahan (Huntington,
Spinelli, B-Lynch, Haultain, Kustner,
Laparoskopi)
3) Tatalaksana problem pasien melahirkan
di dukun beranak, tidak rutin melakukan
ANC :
Salah satu solusi efektif dalam
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB) adalah
dengan cara meningkatkan pertolongan
persalinan yang dilakukan oleh tenaga
medis terlatih yang disediakan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan. Di samping
itu, dibutuhkan partisipasi serta kesadaran
ibu terhadap pentingnya pemeriksaan
kehamilan di fasilitas pelayanan kesehatan
oleh tenaga kesehatan. Sehingga peran
tenaga kesehatan disini adalah pada
edukasi dan promosi kesehatan kepada ibu
maupun calon ibu mengenai kehamilan.
d. Bagaimanakah kolaborasi dokter dan
keperawatan dalam tata laksana pasien
tersebut?
1) Peran dokter dalam tim interdisipliner
Dokter memiliki peran utama dalam
mendiagnosis,mengobati dan mencegah
mendiagnosis,mengobati dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter
menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim
kesehatan harus bekerja dengan kompak
dalam mencapai tujuan. Elemen penting
untuk mencapai kolaborasi interdisiplin
yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas,
tanggung jawab, komunikasi, kewenangan
dan koordinasi.
2) Komunikasi yang disampaikan dokter
Dokter memiliki harapan untuk
berkolaborasi dan bisa bekerja sama dengan
perawat dalam menangani pasien dengan
cara dapat membantu dokter dalam
mengawasi dan observasi kondisi pasien.
Dokter dan perawat bekerja sama dalam
melakukan pemeriksaan secara menyeluruh
kepada pasien, baik pemeriksaan fisik
maupun penunjang untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan differential
diagnostic serta berkolaborasi dalam
perencanaan dan penentuan penatalaksanaan
pada pasien, memonitoring dan
mengevaluasi keberhasilan pengobatan.
e. Bagaimanakah prognosis pasien tersebut?
Prognosis pada penderita perdarahan
postpartum sangat bergantung pada
penatalaksanaan yang diberikan. Jika
tatalaksana yang diberikan cepat dan tepat
maka tentu saja prognosis pada penderita
dengan perdarahan akan baik pula. Namun
apabila tatalaksana yang diberikan tidak
adekuat, maka mortalitas akan meningkat.
c. Data Laboratorium
4. Assessment
4.1 Terapi Pasien
Tanggal
Hari Hari Hari Hari Hari
Nama Obat Rute Dosis Frekuensi
ke- ke- ke- ke- ke-5
1 2 3 4
Oksigen Nasal 10L/mnt ✓ ✓ ✓ ✓
Ringer i.v 20 ✓ ✓ ✓ ✓
laktat tetes/menit
Infus i.v 20 ✓ ✓ ✓ ✓
Oksitosin IU/500cc
Packed Red 3 kolf ✓ ✓ ✓ ✓
Cell (PRC)
Seftriakson i.v 1 gram tiap 12 ✓ ✓ ✓ ✓
jam
Asam i.v 500 mg tiap 8 jam ✓ ✓ ✓ ✓
Traneksamat
Cefixime p.o 100 mg 2 kali ✓
sehari
Etabion p.o 3 kali ✓
sehari
Kalnex p.o 3 kali ✓
sehari
Asam Folat p.o 1 kali ✓
sehari
2. Ringer laktat Laktat adalah basa kompensasi asam laktat. Dalam kondisi
fisiologis aerobik, metabolisme glukosa mengarah pada
produksi piruvat menjadi respirasi sel. Namun, selalu ada
keadaan kecil metabolisme anaerobik yang terjadi pada waktu
tertentu, menyebabkan piruvat mengalami reaksi oksidasi-
reduksi dengan NADH yang menyebabkan oksidasi NADH
menjadi NAD+ dan pembentukan laktat melalui enzim laktat
dehidrogenase (LDH) . Reaksi ini mempertahankan kadar
NAD+, bahkan dalam metabolisme anaerobik, untuk
memungkinkan terjadinya glikolisis lebih lanjut tanpa adanya
oksigen. Biasanya, melalui respirasi sel, selalu ada rasio
oksigen. Biasanya, melalui respirasi sel, selalu ada rasio
seimbang NADH/NAD+ dengan transfer proton dan elektron
untuk akhirnya membuat ATP, air (H2O), dan karbon dioksida
(CO2) sebagai produk akhir. Jika sistem aerobik ini mati, proton
tidak punya tempat untuk pergi. Laktat dibentuk dan
dikeluarkan dari sel untuk menjaga rasio NADH/NAD+
konstan. Peningkatan produksi laktat, pada gilirannya, bertindak
sebagai sistem buffer karena mengambil H+ membentuk asam
laktat. Selanjutnya, laktat dapat dimetabolisme kembali menjadi
piruvat melalui LDH dan respirasi seluler, membentuk CO2 dan
H2O. (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK500033/)
3. Infus Oksitosin merangsang kontraksi uterus dengan mengaktifkan
oksitosin reseptor berpasangan G-protein yang memicu peningkatan
kadar kalsium intraseluler di miofibril uterus. Oksitosin juga
meningkatkan produksi prostaglandin lokal, yang selanjutnya
merangsang kontraksi uterus (DIH edisi 25, 2019; halaman :
1034).
7. Cefixime
Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat satu
atau lebih protein pengikat penisilin (PBPs); yang pada
gilirannya menghambat langkah transpeptidasi akhir sintesis
peptidoglikan di dinding sel bakteri, sehingga menghambat
biosintesis dinding sel. Bakteri akhirnya lisis karena aktivitas
berkelanjutan dari enzim autolitik dinding sel (autolisin dan
murein hidrolase) sementara perakitan dinding sel terhenti.
8. Etabion
Ferrous fumarat merupakan senyawa Fe yang menggantikan Fe
yang terdapat pada Hb, myoglobin, dan enzim yang bermanfaat
dalam pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi Fe. Hal ini
juga memungkinkan transportasi oksigen melalui Hb. Asam
folat diperlukan untuk sintesis purin dan pirimidin, sintesis
nukleoprotein, dan pemeliharaan eritropoiesis. Ini juga
merangsang produksi WBC dan trombosit pada anemia
defisiensi folat (MIMS). Zat besi yang tercukupi dapat
Mencegah gangguan penyerapan zat besi, perdarahan,
kehamilan.
9. Kalnex Membentuk kompleks reversibel yang menggantikan
(Asam plasminogen dari fibrin yang mengakibatkan penghambatan
Traneksamat) fibrinolisis; juga menghambat aktivitas proteolitik plasmin (DIH
ed17, 2009)
10. Asam Folat Mekanisme Aksi Asam folat diperlukan untuk pembentukan
tion dari sejumlah co-enzim di banyak sistem metabolisme,
terutama untuk sintesis purin dan pirimidin; diperlukan untuk
sintesis dan pemeliharaan nukleoprotein dalam eritropoiesis,
merangsang produksi WBC dan trombosit dalam anemia
defisiensi folat. Asam folat meningkatkan metabolisme asam
format, metabolit toksik metanol, untuk metabolit tidak beracun
(penggunaan tanpa label) (DIH ed 23, 2014; hk 923)
Subyektif,
Terapi DRP Rekomendasi
Obyektif
Lab : -
Infus Oksitosin
Analisis (Evaluasi DRP atau 4T yang dilengkapi dengan referensi serta cropping b
Tepat Indikasi → Tepat
Oksitosin diindikasikan untuk menghasilkan kontraksi uterus selama kala III persalina
perdarahan atau perdarahan postpartum (DIH Edisi 25, 2019; halaman : 1034). Perdarahan
pasien diketahui disebabkan karena inversio uteri yang dapat dilihat pada pemeriksaan fi
bahwa pasien memiliki riwayat melahirkan di dukun 8 jam sebelum masuk rumah sakit,
tidak diikuti dengan keluarnya plasenta sehingga oleh dukun tersebut dipaksa untuk menar
Manual plasenta yang terlalu dipaksakan merupakan salah satu penyebab dari inv
menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum pada pasien (Kurniarum, Ari, 2016; ha
sudah tepat indikasi karena perdarahan yang dialami pasien harus segera dikontrol.
Asam Traneksamat
Analisis (Evaluasi DRP atau 4T yang dilengkapi dengan referensi serta cropping b
Tepat Indikasi → Tepat
Asam traneksamat digunakan sebagai fibrinolisis (Pionas, 2015) dalam proses pembekuan d
Etabion
(Ferro fumarat 176 mg, Vitamin C 50 mg, Asam folat 1 mg, Vitamin B12 7,5 mcg, C
sulfat 0,2 mg, Mangan sulfate 0,2 mg)
sulfat 0,2 mg, Mangan sulfate 0,2 mg)
Analisis (Evaluasi DRP atau 4T yang dilengkapi dengan referensi serta cropping ba
yang dirujuk)
Tepat Indikasi → Tepat
Sebagian besar wanita dengan anemia postpartum mengalami defisiensi besi antepartum,
kebutuhan besi dari janin yang sedang berkembang dan kehilangan darah peripartum s
menguras cadangan besi ibu. Suplemen besi secara oral dianggap sebagai standar pengobatan
untuk wanita dengan anemia ringan sampai berat (Sultan et al., 2017). Etabion (ferro fumarat
folat) digunakan untuk pencegahan defisiensi besi dan asam folat pada kehamilan (PIONAS, 2015
Analisis (Evaluasi DRP atau 4T yang dilengkapi dengan referensi serta cropping ba
yang dirujuk)
V. KESIMPULAN REKOMENDASI
1. P2A0 postpartum hemorrhagic et causa inversio uteri
- Direkomendasikan adanya perubahan dosis
ceftriaxone untuk kondisi reposisi uterus yaitu 250 mg
secara intravena.
- Direkomendasikan dosis Oksitosin untuk dinaikkan
menjadi 20 IU/L.
- Direkomendasikan untuk mengetahui berat badan
pasien guna menghitung dosis (15-25 mg/kgbb 3 kali
sehari) kalnex dengan tepat.
- Terapi Cefixime 100 mg 2x sehari tetap digunakan
sebagai terapi PPS sekunder.
2. Pada penatalaksanaan syok hemoragik pemberian
oksigen 10 L/menit dilanjutkan.
3. Tata laksana Anemia Postpartum
- Dihentikan pemberian asam folat karena bukan
drug of choice anemia postpartum
- Diberikan suplement Etabion (ferro fumarate,
vitamin dan asam folat) digunakan untuk mengatasi
anemia postpartum dengan pemberian 2 kali sehari 1
kapsul pagi dan malam hari sesudah makan.
VI. KONSELING
Hematokrit 12 % 37-52 L
DO :
- Abdomen
tampak
cembung
- TFU tidak
teraba
- Tidak ada
kontraksi
-
Pemeriksaan
inspekulo :
Terdapat
massa pada
liang vagina,
fluksus (+),
darah inaktif
DS: - Tindakan Risiko
invasif infeksi
DO : (Reposisi (D.0142)
- Reposisi uterus)
uterus secara
manual
dengan
narkotik
- Leukosit
25500 mm3
E. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemik berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif (D.0023)
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan
dengan penurunan konsentrasi HB (D.0009)
3. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan
proses infeksi (D.0137)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan
invasif (reposisi uterus) (D.0142)
F. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran
Keperawatan
1 Hipovolemik Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Ut
b.d selama 3x24 jam, diharapkan status cairan Manajemen H
kehilangan membaik dengan kriteria hasil: (I.03116)
cairan aktif Status Cairan Observasi
cairan aktif Status Cairan Observasi
(D.0023) (L.03028) -
No Kriteria Skor awal Skor gejala hip
akhir frekuensi
1 Perasaan Cukup Menurun meningka
lemah meningkat (5) lemah, t
(2) menurun,
2 Frekuensi Cukup Membaik menyemp
nadi memburuk (5) menurun,
(2) mukosa k
3 Tekanan Cukup Membaik urin
darah memburuk (5) hematokri
(2) haus, lema
4 Kadar HT Cukup Membaik -
memburuk (5) output cai
(2) Terapeutik
-
cairan
- Berikan
trendelenb
- Berikan
oral
Edukasi
-
memperba
cairan ora
- Anjurka
perubahan
mendadak
Kolaborasi
- Kolabor
cairan IV
NaCl, RL)
- Kolabor
cairan IV
glukosa
0,4%)
- Kolabor
cairan
albumin, P
- Kolabor
produk da
Intervensi Ut
Manajemen
Hipovolemik
(I.02050)
Observasi
-
kardiopulm
(frekuensi
nadi, fre
TD, MAP
-
oksigenas
nadi, AGD
- Monito
(masukan
turgor kul
turgor kul
-
kesadaran
pupil
-
permukaa
terhadap
(deformity
open
terbuka,
tekan,
- Pertahan
paten
- Berikan
memperta
saturasi ok
- Persiapk
ventilasi
perlu
-
langsung
pressure
perdaraha
-
(modified
-
berukuran
nomor 14
-
untuk me
urine
-
nasogastri
dekompre
-
untuk pem
lengkap d
Kolaborasi
- Kolabo
infus cair
2 L pada d
- Kolabo
infus caira
mL/kgBB
- Kolabo
transfusi
perlu
Intervensi Pe
Manajemen
Pervaginam
Pascapersalin
(I.02045)
Observasi
-
TFU
melahirka
dan keras
-
-
kehilanga
Atonia
robekan j
-
ibu (mis.
darah,
pandanga
-
perdaraha
kehamila
Abruptio
plasenta p
-
terjadinya
-
kehilanga
- Monito
PT dan A
dan sesud
-
neurologi
-
mukosa,
adanya pe
Tarapeutik
-
pada are
jika perlu
-
dingin, ji
- Pasang
- Berikan
3L/menit
- Posisika
- Pasang
selang in
-
meningka
uterus
-
untuk
kontraksi
Kolaborasi
-
transfusi
perlu
-
uterotoni
antikoagu
2 Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Ut
tidak efektif selama 3x24 jam, diharapkan perfusi perifer Perawatan Si
b.d penurunan meningkat dengan kriteria hasil: (I.02079)
konsentrasi Perfusi Perifer Observasi
HB (D.0009) (L.02011) -
No Kriteria Skor awal Skor perifer
akhir perifer,
akhir perifer,
1 Warna Cukup Menurun pengisian
kulit pucat meningkat (5) warna,
(2) brachial i
2 Kadar HB Cukup Membaik -
memburuk (5) risiko
(2) sirkulasi
3 Pengisian Cukup Membaik perokok,
kapiler memburuk (5) hipertens
(2) kolestero
4 Turgor Cukup Membaik -
kulit memburuk (5) kemeraha
(2) bengkak
ekstremit
Terapeutik
-
infus ata
darah are
perfusi
-
tekanan
ekstremit
keterbata
-
dan
tournique
yang cede
-
infeksi
-
kaki dan
- Lakukan
Edukasi
-
merokok
-
berolahra
-
mengecek
untuk me
terbakar
-
menggun
penurun
,antikoag
penurun
perlu
- Anjurka
pengontro
darah sec
- Anjurka
pengguna
penyekat
-
perawata
tepat
melemba
kering pa
kering pa
-
rehabilita
-
untuk
sirkulasi
lemak j
ikan, ome
-
dan gejal
harus di
rasa sak
hilang
luka ti
hilangnya
Intervensi Pe
Pemantauan
Laboratorium
(I.02057)
Observasi
-
pemeriks
laborator
diperluka
-
laborator
diperluka
-
hasil
dengan
klinis pas
Terapeutik
-
atau la
protokol
-
pemeriks
laborator
Kolaborasi
-
dokter
laborator
memerluk
media
3 Risiko cedera Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Ut
pada ibu b.d selama 3x24 jam, diharapkan perfusi perifer Pencegahan C
proses infeksi meningkat dengan kriteria hasil: (I.14537)
(D.0137) Tingkat Cedera Observasi
(L.14136) -
No Kriteria Skor awal Skor lingkunga
akhir berpotens
1 Kejadian Cukup Menurun menyeba
cedera meningkat (5) -
(2) berpotens
2 Perdarahan Cukup Menurun menyeba
meningkat (5) - Identifi
(2) alas kaki
3 Ekspresi Cukup Menurun elastis pa
(2)
3 Ekspresi Cukup Menurun elastis pa
wajah meningkat (5) bawah
kesakitan (2) Terapeutik
- Sediaka
yang mem
-
selama ja
-
dan kel
lingkunga
darurat
pengguna
tempat
penerang
dan lo
mandi)
-
jika beris
cedera se
- Sediaka
slip
-
urinal un
tempat tid
- Pastikan
atau te
dijangkau
-
barang p
dijangkau
-
tempat t
terendah
-
tidur ata
dalam ko
-
tempat
dengan
fasilitas
kesehatan
-
pengguna
elektronik
alarm
tempat tid
-
latihan d
yang dipe
-
alat ba
yang
tongkat a
jalan)
-
anggota
dapat
pasien
dapat
pasien
-
observasi
pengawas
sesuai ke
Edukasi
-
intervens
jatuh ke
keluarga
-
posisi se
dan du
beberapa
berdiri
Intervensi Pe
Pengontrolan
(I.02067)
Observasi
-
gejala per
-
hematokr
sebelum
kehilanga
-
vital orto
-
(mis. pro
(PT),
thrombop
(PTT),
degradasi
dan/atau
Terapeutik
-
selama pe
-
invasif, ji
-
mencegah
-
suhu rekt
Edukasi
-
gejala per
-
menggun
saat ambu
-
meningka
cairan
menghind
- Anjurka
aspirin
antikoagu
-
-
meningka
makanan
-
melapor
perdaraha
Kolaborasi
-
obat
perdaraha
-
produk d
-
pelunak t
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intervensi Ut
b.d tindakan selama 3x24 jam, diharapkan tingkat infeksi Pencegahan I
invasif menurun dengan kriteria hasil: (I.14539)
(reposisi Tingkat infeksi (L.14137) Observasi
uterus) No Kriteria Skor awal Skor akhir -
(D.0142) 1 Kebersihan Sedang Meningkat gejala inf
tangan (3) (5) sistemik
2 Nyeri Cukup Menurun Terapeutik
meningkat (5) -
(2) pengunju
3 Kadar sel Sedang Membaik -
darah putih (3) (5) dan ses
dengan
lingkunga
-
aseptik
berisiko t
Edukasi
-
gejala inf
- Ajarkan
tangan de
-
meningka
nutrisi
-
meningka
cairan
Kolaborasi
- Kolabo
antibiotik
Intervensi Pe
Perawatan
Persalinan
(I.07225)
Observasi
-
vital
- Monitor
(mis. war
dan bekua
- Periksa
robekan
edema,
edema,
pengeluar
jahitan)
- Monitor
-
pencernaa
- Monitor
-
kemampu
merawat
-
masalah
psikologi
postpartu
Terapeutik
-
kemih
pemeriksa
- Masase
kontraksi
perlu
-
melakuka
dini
-
pada ibu
- Fasilitas
secara no
-
kasih ib
secara op
- Diskusi
aktivitas
selama m
-
perubahan
psikologi
postpartu
- Diskusi
masa pos
-
pengguna
kontrasep
Edukasi
- Jelaskan
nifas pa
keluarga
-
pada ibu
rutin
-
perawatan
yang tepa
- Ajarkan
nyeri
nonfarma
teknik
imajinasi)
imajinasi)
-
menguran
trombosis
Kolaborasi
-
laktasi, jik
C. Lembar Komunikasi
Dokter-Apoteker-Ners
LEMBAR KOMUNIKASI
DOKTER – APOTEKER - NERS
Nama : Ny. T
pasien
Umur : -
BB/ TB : -
Diagnosa : Perdarahan post partum
D. Penutup
1. Kesimpulan
Pasien ini didiagnosis dengan perdarahan post partum yang
disebabkan karena inversio uteri. Inversio uteri adalah
keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri dimana pada
kasus ini disebabkan oleh kesalahan tata laksana pada
persalinan kala tiga akibat dilakukannya traksi tali pusat
eksesif dan tekanan fundus uteri sebelum separasi plasenta.
Tatalaksana utama pada kasus ini adalah mengatasi syok
karena perdarahan dan dilanjutkan dengan reposisi uterus.
Dimana tatalaksana perdarahan tersebut harus dilakukan
secara berurutan dan simultan sehingga kerjasama yang
baik antara Dokter, Apoteker, dan Perawat sangat
dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
2. Saran
Dengan kegiatan IPE kali ini diharapkan mahasiswa
dapat bekerja sama secara interdisipliner dalam
menghadapi permasalahan Obgyn. Selain itu, kegiatan ini
juga bertujuan untuk menjalin hubungan dan kerja sama
antar 3 profesi kesehatan (Dokter, Apoteker, dan Ners).
Oleh karena itu, semoga kedepannya dapat diperbaiki lagi
mekanisme dan aturan dari IPE agar lebih efektif dan
efisien dalam mencapai target pembelajaran.
E. Daftar Pustaka
Aggarwal, A., Aggarwal, A., Goyal, S., & Aggarwal, S. (2020).
Aggarwal, A., Aggarwal, A., Goyal, S., & Aggarwal, S. (2020).
Iron-deficiency anemia among adolescents: A global
public health concern. International Journal of Advanced
Community Medicine, 3(2), 35–40.
https://doi.org/10.33545/comed.2020.v3.i2a.148
Sultan, P., Bampoe, S., Shah, R., Guo, N., Estes4, J., Stave5, C.,
Goodnough, L., Halpern, S., & Butwick, A. (2017). Oral
versus intravenous iron therapy for postpartum anemia: A
systematic review and meta-analysis. Physiology &
Behavior, 176(3), 139–148.
https://doi.org/10.1016/j.ajog.2018.12.016.Oral