Buku Metode Penelitian
Buku Metode Penelitian
Buku Metode Penelitian
2685-0389
Abstrak
Permasalahan tentang diare masih merupakan masalah yang relatif besar. Tahun
2017 jumlah kejadian diare balita di Indonesia sebesar 40,07% dan terjadi 21 kali
kejadian luar biasa diare yang tersebar di 12 Provinsi, 17 kabupaten/kota. Provinsi
Jambi tahun 2017 prevalensi diare pada balita sebesar 43,79%. Di Kota Jambi
prevalensi kejadian diare balita sebesar 6,5%. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
faktor risiko kejadian diare pada balita. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain penelitian case control. Sampel kasus sebanyak 30 orang
dan sampel kontrol sebanyak 60 orang, perbandingan jumlah sampel kasus dan
kontrol adalah 1 : 2, maka jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 90 balita.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dengan analisis univariat
dan bivariat dengan menggunakan uji chi square. Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat hubungan mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir (p – value = 0,013 &
OR= 3.824), pemberian ASI eksklusif (p – value = 0,000 & OR= 5.902), status gizi (p –
value = 0,001 & OR=6.625), Kualitas Jamban (p – value = 0,001 & OR=5.035) dan
sumber air bersih (p – value = 0,009 & OR=4.333 ) terhadap kejadian diare pada anak
balita. Variabel yang berisiko terhadap kejadian diare pada balita adalah mencuci
tangan pakai sabun dan air mengalir, pemberian ASI Eksklusif, Status Gizi, Kualitas
Jamban dan Sumber Air Bersih.
Kata kunci : Faktor Risiko; Diare; Balita
21
Sugiarto, Subakir, Pitriyani / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)
1. Pendahuluan
Diare merupakan masalah kesehatan Menurut WHO (2009) diare merupakan
masyarakat dan merupakan penyebab nomor gejala infeksi yang disebabkan oleh berbagai
satu kematian balita di seluruh dunia. Di mikroorganisme seperti bakteri, virus dan
Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor parasit, yang sebagian besar ditularkan melalui
dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan air yang terkontaminasi oleh tinja. Infeksi ini
Akut). Sementara UNICEF (Badan Perserikatan lebih sering terjadi ketika ada kekurangan air
Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) untuk minum, memasak dan membersihkan.
memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu Sumber air yang terkontaminasi kotoran
anak yang meninggal dunia karena diare. manusia tersebut dapat berasal dari air limbah
Permasalahan tentang diare masih merupakan rumah tangga, tangki septik dan jamban.
masalah yang relatif besar. Angka kesakitan diare Penyakit diare dapat menyebar dari orang ke
sekitar 200-400 kejadian di antara 1000 orang, dan dapat diperburuk oleh kebersihan
penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di yang rendah. Makanan merupakan penyebab
Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta utama diare bila diolah atau disimpan dalam
kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70- kondisi yang tidah higienis dan air dapat
80%) dari penderita ini adalah anak di bawah mengkontaminasi makanan selama
lima tahun (Balita). Sebagian dari penderita (1- pengolahannya. Makanan dan minuman dapat
2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau terkontaminasi oleh mikroorganisme yang
tidak segera ditolong 50-60% di antaranya dapat dibawa oleh serangga atau oleh tangan yang
meninggal (Widoyono, 2011). kotor.
Pada anak balita, diare lebih banyak Dampak diare yang terjadi pada balita
menyebabkan kematian jika dibandingkan selain kematian adalah dehidrasi, terganggunya
dengan AIDS, malaria dan campak (Arini, 2016). pertumbuhan (gagal tumbuh), dan merupakan
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 penyebab utama kekurangan gizi pada anak
menunjukkan bahwa prevalensi kejadian diare dibawah lima tahun (WHO, 2009). Perilaku
dari tahun 2013 ke 2018 mengalami peningkatan yang dapat menyebabkan diare diantaranya:
yaitu dari 2,4% pada tahun 2013 meningkat tidak memberikan air susu ibu (ASI) pada awal
menjadi 11,0% pada tahun 2018 (Riskesdas, kehidupan bayi dan tidak diteruskan sampai
2018). Di Provinsi Jambi, CFR diare untuk tahun usia dua tahun, penggunaan susu dengan botol
2013 adalah 8,83%,tahun 2014 adalah 7,56% yang tidak bersih, menyimpan makanan matang
tahun 2015 adalah 8,71% dan pada tahun 2017 pada suhu kamar, menggunakan air minum
adalah 18,5 lalu mengalami penurunan menjadi yang sudah tercemar, tidak mencuci tangan
12,3% pada tahun 2018 (Dinkes Provinsi Jambi, dengan benar, serta pembuangan tinja yang
2018). tidak benar. Faktor pejamu yang dapat
Data Dinas Kesehatan Kota Jambi kejadian meningkatkan kerentanan terhadap penyakit
diare pada balita mengalami peningkatan. diare diantaranya: kurang gizi, campak,
Kejadian diare pada tahun 2012 sebesar 1,5% imunodefiseinsi/imunosupresi. Faktor keluarga
dan meningkat menjadi 6,5% pada tahun 2017 baik sosial ekonomi keluarga maupun jumlah
(Dinkes Kota Jambi, 2017). Berdasarkan data balita dalam keluarga juga dapat
yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Jambi mempengaruhi terjadinya diare pada balita.
Tahun 2017. cakupan penderita diare pada anak Karena diare merupakan penyakit yang
usia balita di Kota Jambi sebanyak 3.042 balita, berbasis lingkungan, maka faktor
dimana 1,38% anak usia balita terkena diare lingkunganpun berperan sangat besar terhadap
yang pernah melakukan kunjungan kesehatan. kejadian diare dan tidak boleh diabaikan. Faktor
Namun masih ada enam Puskesmas kejadian risiko yang mempengaruhi kejadian diare yaitu
diare masih tinggi diatas batas yang telah faktor lingkungan (Sarana air bersih, jamban
ditetapkan (1,38%). Urutan pertama Puskesmas keluarga, kepadatan hunian rumah, sarana
Olak Kemang sebanyak 5,43%, kemudian di ikuti pembuangan air limbah dan pengelolaan
oleh Puskesmas Aur Duri 3,19%, Puskesmas sampah), faktor ibu (perilaku, pendidikan,
Tanjung Pinang sebanyak 2,84%, Puskesmas pengetahuan) dan faktor balita (ASI eksklusif,
Tahtul Yaman sebanyak 2,38%, Puskesmas Paal imunisasi campak dan status gizi), serta faktor
Merah II sebanyak 2,06% dan Puskesmas Koni keluarga (jumlah balita dalam keluarga dan
sebanyak 1,98%. sosial ekonomi keluarga) (Depkes RI, 2007).
22
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389
23
Sugiarto, Subakir, Pitriyani / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)
Pengambilan sampel dilakukan dengan Kriteria memenuhi syarat dan memenuhi syarat. Tidak
matching antar kasus dan kontrol dilihat dari : memenuhi syarat jika tidak berbau, tidak
a. Status rumah (milik sendiri & kontakan). berasa, tidak berwarna dan tidak keruh atau
b. Kondisi rumah (Papan & permanen). jernih dan memenuhi syarat jika tidak berbau,
c. Tetangga dari kasus. tidak berasa, tidak berwarna dan tidak keruh
atau jernih
Pengukuran variabel penelitian ini adalah
sebagai berikut : 3. Hasil
a. Kejadian Diare Hasil analisis univariat menunjukkan
Cara pengukurannya dengan melihat bahwa sebaayak 74,5% responden memiliki
dokumen hasil diagnosa dokter/petugas perilaku baik dalam mencuci tangan pakai
paramedis terlatih. Data yang ada sabun dan air mengalir, 57,8% responden baik
dikategorikan menjadi kasus (balita yang dalam pemberian ASI, 76,7% responden
menderita diare) dan kontrol (balita yang memiliki balita dengan status gizi normal,
tidak menderita diare) 55,6% responden memiliki kualitas jamban
b. Cuci tangan pakai sabun dan air mengalir memenuhi syarat dan sebanyak 77,8%
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner responden memiliki sumber air bersih
dengan cara melakukan wawancara kepada memenuhi syarat. Data tersebut dapat dilihat
responden. Data yang dikumpulkan pada tabel 1.
dikategorikan menjadi kurang baik dan baik, Bedasarkan hasil analisis adanya
kurang baik jika tidak mencuci tangan hubungan mencuci tangan pakai sabun dan air
dengan sabun dan air mengalir. Baik jika mengalir terhadap kejadian diare pada anak
mencuci tangan dengan sabun dan air balita di peroleh nilai p-value = 0,013 (p<0,05),
mengalir. artinya Ho ditolak sehingga ada hubungan
c. Pemberian ASI mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner terhadap kejadian diare pada anak balita.
dengan cara melakukan wawancara kepada Hasil analisis adanya hubungan
responden. Data yang dikumpulkan pemberian ASI Eksklusif terhadap kejadian
dikategorikan menjadi kurang baik dan baik. diare pada anak balita di peroleh nilai p-value
Kurang baik jika tidak memberikan ASI = 0,000 (p<0,05), artinya Ho ditolak sehingga
Eksklusif dan baik jika memberikan ASI ada hubungan pemberian ASI Eksklusif
Eksklusif. terhadap kejadian diare pada anak balita.
d. Status Gizi Hasil analisis adanya hubungan status
Pengumpulan satus gizi diukur dengan gizi terhadap kejadian diare pada anak balita
melakukan pengukuran tinggi badan dan di peroleh nilai p-value = 0,001 (p<0,05),
berat badan menggunakan timbangan dan artinya Ho ditolak sehingga ada hubungan
meteran. Data dikategorikan menjadi tidak status gizi terhadap kejadian diare pada anak
normal dan normal. Tidak normal apabila balita.
kurus (-3 sampai <-2 SD) atau gemuk (>1 SD Hasil analisis adanya hubungan
sampai 2 SD), normal apabila -2 SD sampai 1 kualitas jamban terhadap kejadian diare pada
SD. anak balita di peroleh nilai p-value = 0,001
e. Kualitas Jamban (p<0,05), artinya Ho ditolak sehingga ada
Data dikumpulkan dengan melakukan hubungan kualitas jamban terhadap kejadian
observasi menggunakan pedoman observasi diare pada anak balita.
kemudian dikategorikan menjadi tidak Hasil analisis adanya hubungan
memenuhi syarat dan memenuhi syarat. sumber air bersih terhadap kejadian diare
Tidak memenuhi syarat jika skor ≥ median pada anak balita di peroleh nilai p-value =
(7) dan memenuhi syarat jika skor < median 0,009 (p<0,05), artinya Ho ditolak sehingga
(7) ada hubungan sumber air bersih terhadap
f. Sumber air bersih kejadian diare pada anak balita. Data tersebut
Data dikumpulkan dengan melakukan dapat dilihat pada tabel 2.
pemeriksaan air menggunakan kuesioner
kemudian dikategorikan menjadi tidak
24
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389
25
Sugiarto, Subakir, Pitriyani / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)
baik karena petugas Puskesmas Olak Kemang Penelitian ini sesuai dengan yang telah
memberikan penyuluhan setiap bulan pada saat dilakukan oleh Dewi (2011) bahwa dari hasil
kegiatan posyandu balita. Selain itu bidan juga penelitian ketiga peneliti tersebut sebelumnya
memberikan konseling terkait dengan didapat antara status gizi dan kejadian diare pada
pentingnya ASI pada saat responden melakukan balita mempunyai hubungan yang signifikan,
kunjungan antinatalcare. Sedangkan responden artinya bahwa balita dengan status kurang gizi
yang memiliki pengetahuan kurang baik mempunyai risiko untuk terkena diare
dikarenakan sibuk bekerja untuk membatu dibandingkan dengan balita yang mempunyai
suami sehingga pada saat kegiatan peyuluhan status gizi baik.
mereka tidak datang. Hasil penelitian Rakhmawati (2008),
Upaya-upaya yang dapat dilakukan menunjukkan semakin baik status gizi balita
untuk mencegah terjadinya diare bagi balita maka semakin besar peluang tidak menderita
yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif yaitu diare dan penyakit infeksi. Menurut Nuryanto
dengan memperhatikan setiap makanan yang (2012), status gizi baik umumnya akan
dikonsumsi oleh balita baik dari segi meningkatkan resistensi tubuh terhadap
kebersihan, gizi ataupun kandungan makanan penyakit-penyakit infeksi. Penelitian ini sesuai
yang dikonsumsi balita serta mengatur pola dengan penelitian yang dilakukan oleh
makan balita dengan baik dan tidak Adisasmito (2007) yang melakukan kajian
membiarkan balita mengkonsumsi makanan terhadap beberapa faktor risiko diare di
dari luar atau makanan instan. Indonesia menyimpulan bahwa status gizi yang
Untuk mengurangi angka kesakitan diare rendah pada bayi dan balita merupakan faktor
pada balita akibat perilaku ibu yang buruk resiko terjadinya diare. Status gizi buruk dapat
diperlukan peningkatan pengetahuan ibu balita mempengaruhi kejadian dan lamanya diare.
tentang cara mencuci tangan yang benar, cara Sebagian besar responden memiliki status
pengelolaan makanan yang memenuhi syarat gizi baik dikarenakan tingkat ekonomi responden
kesehatan, dan menekankan pentingnya tergolong ekonomi menengah keatas, responden
imunisasi campak dan pemberian ASI pada bayi memiliki pekerjaan sehingga menambah
terutama pada saat 6 bulan pertama setelah lahir penghasilan perbulan dan dapat memenuhi
Hasil analisis hubungan status gizi dengan kebutuhan sehari-hari. selain itu responden
kejadian diare menunjukkan bahwa responden menanam sayuran berada diperkarangan rumah
yang memiliki status gizi tidak normal berisiko 7 yang dapat dimanfaatkan dalam penuhan gizi
kali lebih tinggi menderita diare jika keluarga. Responden yang memiliki status gizi
dibandingkan dengan responden yang memiliki kurang dikarenakan sosial ekonomi rendah
status gizi rendah. Kurang gizi merupakan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup
penyakit yang tidak menular yang terjadi pada sehari-hari.
sekelompok masyarakat. Beratnya penyakit, lama Pada prinsipnya penyuluhan oleh petugas
dan risiko kematian karena diare akan meningkat harus tetap dilakukan untuk dapat mengurangi
pada balita yang mengalami kurang gizi terutama atau mencegah kejadian diare melalui pendidikan
gizi buruk (Depkes RI, 2007), karena dengan gizi di masyarakat terutama pada ibu balita.
adanya kekurangan gizi pada balita maka balita Pendidikan gizi merupakan salah satu unsur
akan rentan terhadap berbagai penyakit akibat penting dalam meningkatkan status gizi
daya tahan tubuhnya yang kurang. Kekurangan masyarakat untuk jangka panjang. Untuk
gizi, merupakan kegagalan mencapai kandungan meningkatkan pemahaman dan kemampuan
gizi yang dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi masyarakat mengkonsumsi makanan, perlu
kesehatan fisik dan mental. Kekurangan gizi dimasyarakatkan perilaku yang baik dan benar
secara umum yang ditandai dengan sesuai dengan kaidah Ilmu Gizi. Perilaku ini
keterlambatan pertumbuhan, berat badan di diwujudkan dalam bentuk pesan dasar gizi
bawah normal, pertumbuhan yang terhambat, seimbang, yang pada hakekatnya merupakan
kekurangan mikronutrien, seperti vitamin A, zinc, perilaku konsumsi makanan yang baik dan sesuai
yodium, dan asam folic. Risiko penyakit yang untuk bangsa Indonesia. Upaya- upaya perbaikan
mengancamnya diantaranya adalah penyakit gizi dapat diintegrasikan ke dalam berbagai
infeksi terutama diare. program yang sudah ada seperti pertanian,
ketahanan pangan, perkembangan ekonomi, serta
26
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389
air dan sanitasi. Karena masalah kekurangan sumber air di sekitarnya. Jarak bak pengurai
gizi merupakan sebab dan akibat dari dengan sumber air di sekitarnya adalah 10
berbagai masalah kesehatan dan tidak bisa meter untuk tanah berpasir dan 15 meter untuk
diperbaiki hanya oleh satu pihak saja (Gibney, tanah kapur atau liat. Berdasarkan hasil
2004). observasi yang dilakukan oleh peneliti, sebagian
Hubungan antara kualitas jamban dan besar responden sudah memiliki jamban leher
kejadian diare menunjukkan bahwa responden angsa tetapi pembuangan tinjanya masih
yang memiliki kualitas jamban tidak memenuhi dialirkan ke selokan atau sungai, sehingga hal
syarat berisiko 5 kali lebih tinggi menderita tersebut dapat menyebabkan tinja terjangkau
diare jika dibandingkan dengan responden yang oleh serangga terutama lalat, lalat akan terbang
memiliki kualitas jamban memenuhi syarat. dan hinggap pada makanan yang akan
Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia dikonsumsi oleh manusia, sehingga makanan
(SDKI) pada tahun 2012, dikatakan bahwa sudah terkontaminasi oleh bibit penyakit,
balita yang tinggal di rumah dengan fasilitas terutama diare (Soemirat, 2007).
jamban yang tidak memenuhi syarat memiliki Hasil penelitian sejalan dengan Mashur
persentase diare lebih tinggi dibandingkan (2013) menunjukan bahwa sebagian besar
dengan balita yang tinggal di rumah dengan kondisi jamban di Kelurahan Terjun belum
fasilitas jamban yang memenuhi syarat. memenuhi persyaratan jamban sehat yaitu
Kebiasaan responden dalam buang air sekitar 70% dari jumlah resonden sementara
besar adalah di sungai karena wilayah tersebut yang memenuhi syarat sebanyak 30%. Jamban
berada di aliran sungai Batanghari. Masyarakat merupakan salah satu dari sarana sanitasi yang
sudah membuat jamban di dalam rumah tetapi penting dan berkaitan dengan kejadian diare.
karena kebiasaan mereka yang buang air besar Jamban yang tidak saniter akan mempermudah
di sungai sehingga jamban keluarga jarang terjadinya penularan diare karena
digunakan. Pada saat penelitian, peneliti hanya kemungkinan adanya mata rantai penularan
melakukan observasi jamban keluarga, karena penyakit dari tinja yang mudah berkembang
jamban jarang digunakan maka terlihat biak ke penjamu yang baru dan dapat
memenuhi syarat. mencemari sumber air.
Jamban merupakan salah satu Dari gambaran keadaan jamban
komponen penting yang harus ada disetiap keluarga, maka untuk meningkatkan
rumah, jamban digunakan sebagai tempat kepemilikan dan pemanfaatan jamban keluarga
pembuangan tinja. Memanfaatkan jamban yang di wilayah Kerja Puskesmas Olak Kemang
tersedia merupakan salah satu permasalahan diperlukan adanya motivasi dan pembinaan
yang sering ditemui dimasyarakat. Perilaku yang disesuaikan dengan kondisi tingkatan
masyarakat yang masih rendah akan pengetahuan masyarakat setempat sehingga
pentingnya memanfaatkan jamban yang semaksimal mungkin dapat membangkitkan
tersedia, dapat menyebabkan berbagai masalah kesadaran dan peranan masyarakat dalam
muncul salah satunya yaitu masalah kesehatan. upaya pemanfaatan jamban keluarga selain itu
Sarana pembuangan tinja yang tidak memenuhi perlu membentuk dan membangun kembali
syarat kesehatan dapat menjadi penyebaran kelompok-kelompok kegiatan masyarakat
penyakit atau tempat berkembang biak lalat seperti Kelompok Kerja Kesehatan Lingkungan
dan dapat meningkatkan risiko kesehatan (Pokja Kesling) di setiap RT untuk kembali
(Kemenkes RI, 2013). menggerakkan minat masyarakat dalam upaya
Tinja merupakan bahan buangan yang peningkatan pemanfaatan jamban keluarga.
dikeluarkan oleh tubuh, dalam tinja terkandung Hasil analisis sumber air bersih dengan
sekitar dua milyar faecal coliform dan 450 juta kejadian diare pada balita menunjukkan bahwa
faecal Streptoccoci (Ehler and Steel dalam responden yang memiliki sumber air bersih
Sarudji, 2010). Berdasarkan hal tersebut maka tidak memenuhi syarat berisiko 4 kali lebih
tersedianya sarana jamban yang memenuhi tinggi menderita diare jika dibandingkan
syarat di dalam rumah tangga merupakan dengan responden yang memiliki sumber air
bagian yang sangat penting, karena sarana bersih memebuhi syarat. Sumber air bersih
jamban yang tidak memenuhi syarat dapat yang digunakan oleh masyarakat diwilayah
menyebabkan tercemarnya air tanah dan kerja Puskesmas Olak Kemang mayoritas
27
Sugiarto, Subakir, Pitriyani / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)
menggunakan air bersih yang berasal dari air menyebabkan penyakit diare. Air sangat mungkin
sumur gali, sumur bor dan PDAM. Ada tercemar karena air menempuh perjalanan yang
hubungan antara kualitas fisik air bersih dengan cukup panjang dari sumbernya sampai siap
kejadian diare pada bayi. Kualitas fisik air digunakan di tingkat rumah tangga. Pencemaran
bersih yang buruk membuat bayi rentang pada air, sangat memudahkan penyebaran diare
terkena diare. apalagi air yang tercemar kuman diare tersebut
Hasil penelitian sejalan dengan air yang siap untuk diminum. Pencemaran air
penelitian Melviana (2013), bahwa sumber air minum dirumah dapat terjadi apabila air minum
bersih warga yang memenuhi syarat ada ditempatkan pada tempat yang tidak bersih, atau
sebanyak 63,3% dari responden sementara tidak ditutup dengan baik, serta apabila tangan
yang tidak memenuhi syarat ada sebanyak yang tercemar kuman menyentuh air pada saat
36,7%. kualitas air dapat ditentukan oleh mengambil air dari tempatnya (Depkes 2007).
kehadiran dan jumlah bakteri E.coli di Sumur adalah sumber air bersih yang
dalamnya. E.coli hidup dalam saluran banyak digunakan, kontaminasi air sumur
pencernaan makanan manusia ataupun hewan berasal dari sumber pencemar di sekitarnya.
berdarah panas. Oleh karena itu, bakteri Coli, Pencemaran air dapat terjadi pada sumur
merupakan indikator pencemaran tinja di disebabkan karena jarak sumur dengan tangki
dalam air. septik yang kurang dari 10 meter, sumber air
Hasil penelitian ini sesuai dengan dekat dengan kandang hewan, dan pembuatan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) di sumur yang tidak memenuhi standar yang
Kabupaten Badung yang menyatakan bahwa ditentukan menurut kesehatan. Mata air juga
balita yang menggunakan sumber air bersih banyak digunakan sebagai sumber air bersih oleh
dengan kategori tidak memenuhi syarat masyarakat, terutama masyarakat yang berada di
mempunyai risiko 3,28 kali untuk menderita daerah pegunungan seperti halnya di daerah
diare dibandingkan dengan balita yang yang dilakukan penelitian oleh peneliti.
keluarganya menggunakan sumber air bersih Pencemaran dapat terjadi karena mata air yang
memenuhi syarat. Hasil penelitian ini sesuai tidak terlindung sehingga memungkinkan air
dengan penelitian yang telah dilakukan tercemar dari air larian, debu, serangga, binatang
sebelumnya oleh Zulkifli, (2017). Penelitian liar, ternak dan sebagainya (Sarudji, 2010).
tersebut berjudul Hubungan Cakupan Air Bersih Menurut asumsi peneliti sebagian besar
Dan Jamban Keluarga Dengan Prevalensi Diare Di diare disebabkan oleh bakteri, salah satu media
Kabupaten Sambas Tahun 2016. Kesimpulan penyebaran diare adalah air bersih yang
yang diperoleh dari penelitian tersebut digunakan oleh responden. Terutama pada
menunjukkan adanya hubungan antara cakupan sumur dangkal, konstruksinya harus dilengkapi
air bersih dengan prevalensi diare, dengan nilai dengan cincin sumur sedalam 3 meter, bibir
probabilitas yang diperoleh hasil penelitian yaitu sumur minimal 1 meter dari permukaan tanah
sebesar 0,027. serta memiliki tutup untuk mencegah terjadinya
Penelitian ini juga sejalan dnegan pencemaran sedangkan diwilayah kerja
penelitian Bumolo, (2012) Hasil analisis data Puskesmas Olah Kemang sebagian masyarakat
statistik menunjukkan bahwa sarana penyediaan menggunakan sumber air bersih yang dari sumur
air bersih yang digunakanada hubungan dengan gali yang tidak memiliki penutup atau tidak
kejadian diare pada balita di wilayah kerja tertutup dan air sumurnya keruh yang berwarna
Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota abu-abu. Oleh sebab itu, untuk pemutusan rantai
Gorontalo. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p penularan diare salah satu intervensinya adalah
value = 0,005 (p < 0,05). Dengan demikian dapat penyediaan air bersih yang memenuhi syarat
disimpulkan Ha diterima, sehingga ada hubungan kesehatan termasuk lokasi sumber air bersih seta
antara sarana penyediaan air bersih dengan tempat penyimpanan untuk mencegah terjadinya
kejadian diare pada anak balita. pencemaran diare. Maka upaya yang dapat
Air merupakan salah satu kebutuhan dilakukan oleh masyarakat untuk menjaga
vital bagi setiap orang guna menjamin kebersihan sumber sir bersih yaitu dengan
kesehatan tubuh maupun untuk kelangsungan membuat penutup sumur atau membuat atap
hidup. Tidak tersedianya air bersih yang sumur sehingga sumber sir bersih terjada
memenuhi standar kesehatan dapat berpotensi kualitasnya.
28
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389
29
Sugiarto, Subakir, Pitriyani / Scientific Periodical of Public Health and Coastal 1 (1) (2019)
Tabel 1
Hasil Analisis Univariat
No Variabel n %
1 Mencuci Tangan
Kurang Baik 23 25,5
Baik 67 74,5
2 Pemberian ASI
Kurang baik 38 42,2
Baik 52 57,8
3 Status Gizi
Tidak Normal 21 23,3
Normal 69 76,7
4 Kualitas Jamban
Tidak Memenuhi Syarat 40 44,4
Memenuhi Syarat 50 55,6
5 Sumber Air Bersih
Tidak Memenuhi Syarat 20 22,2
Memenuhi Syarat 70 77,8
Sumber : Data Primer 2018
30
Contagion : Scientific Periodical of Public Health and Coastal Health
2685-0389
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab Diare
Diare
Total p- OR
Variabel Independen Ya Tidak
value (95% CI)
n % n % n %
Mencuci Tangan
Kurang Baik 13 43.3 10 16.7 13 43.3 3.824
0,013
Baik 17 56.7 50 83.3 17 56.7
Pemberian ASI
Eksklusif
Kurang Baik 21 70.0 17 28.3 21 70.0 5.902
0.000
Baik 9 30.0 43 71.7 9 30.0
Status Gizi
Tidak Normal 14 46.7 7 11.7 14 46.7 0.001 6.625
Normal 16 53.3 53 88.3 16 53.3
Kualitas Jamban
Tidak Memenuhi 21 70.0 19 31.7 21 70.0 5.035
0.001
Syarat 9 30.0 41 68.3 9 30.0
Memenuhi Syarat
Sumber air bersih
Tidak memenuhi syarat 12 40.0 8 13.3 20 22.2 4.333
0.009
Memenuhi syarat 18 60.0 52 86.7 70 77.8
Sumber : Data Primer 2018
31