Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi

Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017


e-ISSN : 2460-0585

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FINANCIAL DISTRESS


(Studi Pada Perusahaan Manufaktur di BEI)

Amelia Fatmawati
[email protected]
Wahidahwati

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT

This researchis aimed to find out the influence of good corporate governance, operating efficiency, profit benefits
and cash flow from operating activities to the financial distress through annual financial reports which have been
prepared by manufacturing companies which arelisted in Indonesia Stock Exchange.The population in this
research has been obtained by using purposive sampling method to the manufacturing companies which arelisted
in Indonesia Stock Exchange (IDX) with predetermined criteria i.e. manufacturing companies which have
financial statements data in 2011-2015 periods, manufacturing companies which have experienced interest
coverage ratio less than one, and manufacturing companies which use rupiah as their reporting currency. Based
on the research method, 190 manufacturing companieshave beenselectedas samples. The analysis method has
been performed by using logistic regression analysis and the SPSS application tools (Statistical Product and
Service Solutions).The results of this research indicate that the variables of operating efficiency, profit benefits
and cash flow from operating activities give positive influenceto the financial distress. Meanwhile, good
corporate governance givesnoinfluenceto the financial distress.

Keywords: good corporate governance, operating efficiency, profit benefit, cash flow from operatingactivities,
financial distress.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate governance, efisiensi operasi,
manfaat laba dan arus kas dari kegiatan operasi terhadap financial distress melalui laporan keuangan
tahunan yang telah disusun oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode purposive sampling pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kriteria-kriteria yang
dipilih antara lain perusahaan manufaktur yang memiliki data laporan keuangan selama periode
2011-2015, mengalami interest coverage ratio kurang dari satu, dan menggunakan rupiah sebagai mata
uang pelaporan. Berdasarkan metode penelitian sampel tersebut diperoleh sebanyak 190 perusahaan
manufaktur. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik dengan alat bantu
aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Hasil SPSS penelitian ini menunjukan bahwa
variabel efisiensi operasi, manfaat laba dan arus kas dari kegiatan operasi berpengaruh positif
terhadap financial distress. Sedangkan good corporate governancetidak berpengaruh terhadap financial
distress.

Kata kunci: good corporate governance, efisiensi operasi, manfaat laba, arus kas dari kegiatan operasi,
financial distress.

PENDAHULUAN
Perkembangan perekonomian modern yang terjadi di Indonesia semakin lama
semakin meningkat secara signifikan. Perkembangan ini mengakibatkan adanya tuntutan
bagi perusahaan untuk mengembangkan inovasi serta melakukan perluasan agar mampu
bersaing. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan mengalami kebangkrutan, sebelum
terjadi kebangkrutan perusahaan akan mengalami financial distress (kesulitan keuangan).
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 2

Suatu fenomena terjadinya financial distress ketika banyaknya perusahaan yang mengalami
delisted. Menurut Platt dan Platt (2002), financial distress merupakan tahap dari kondisi
keuangan perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Keuangan
perusahaan yang bermasalah bila dibiarkan berlarut-larut akan mengalami kebangkrutan.
Permasalahan keuangan ini tidak hanya pihak perusahaan saja yang terkena dampaknya
tetapi juga banyak pihak yaitu pihak stakeholder dan shareholder perusahaan. Menurut Juniatri
(2013) meningkatkan kinerja perusahaan secara positif diharapkan dapat memberikan
dampak positif yang siginifikan dan menghindarkan perusahaan dari kondisi kesulitan
keuangan.
Menurut Almilia dan Kristijadi (2003) model dalam menentukan prediksi gejala
kepailitan suatu perusahaan sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak seperti managemen,
pemegang saham, investor, kreditur, pemerintah, auditor dalam proses pengambilan
keputusan. Kepailitan (failure) sendiri di Indonesia diatur dalam UU. No.1 tahun 1998
tentang kepailitan, yang isinya menyebutkan debitur yang mempunyai dua atau lebih
kreditur dan tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilanyang berwenang, baik atas
permohonan sendiri, maupun atas permintaan lima orang atau lebih krediturnya.
Permohonan ini dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Kesalahan
dalam memprediksi kelangsungan operasi perusahaan dapat mengakibatkan kepercayaan
investor terhadap perusahaan menurun atau investor tidak akan menanamkan dananya di
perusahaan tersebut. Hal ini dapat berakibat perusahaan akan kesulitan dalam
mendapatkan tambahan dana dari pinjaman kepada kreditur.
Laporan keuangan perusahaan merupakan sumber informasi yang mencerminkan
kondisi keuangan dan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Menurut Almilia dan
Kristijadi (2003) model dalam memprediksi financial distress dapat menggunakan analisis
rasio keuangan dan variabel non keuangan seperti kondisi ekonomi, opini audit, terhadap
laporan keuangan. Adanya ancaman-ancaman permasalahan tersebut membuat para
manajer harus berpikir keras mengenai strategi untuk mengantisipasi kondisi kesulian
keuangan yang mungkin menyerang perusahaan. Seperti contohnya ketika krisis keuangan
terjadi tahun 1998 membuat banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena
banyak perusahaan yang memiliki hutang pada pihak ketiga, dimana pada saat itu bunga
hutang cukup tinggi sehingga kewajiban mereka pun juga ikut tinggi.
Beberapa sumber dapat digunakan untuk mendeteksi financial distress yaitu melihat
tata kelola perusahaan (corporate governance). Menurut Oktadella, 2011 (dalam Yanti dan
Yayanti, 2015), corporate governance merupakan suatu system yang mengatur hubungan
antara dewan komisaris, direksi, dan managemen agar tercipta keseimbangan dalam
pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu peran corporate governance tidak dapat diabaikan
karena dapat membantu dalam mengukur financial distress. Menurut Wardhani (2007)
penerapan corporate governance yang lemah dapat berdampak pada lambannya proses
perbaikan pada perusahaan dan negara tersebut. Oleh karena itu peran pemerintah dan
investor sangat penting terhadap praktek corporate governance. Menurut Organisation for
Economic Cooperation and Development (OECD) good corporate governance GCG) merupakan
sekumpulan hubungan antara pihak managemen perusahaan, bord, pemegang saham, dan
pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan.
Dewan komisaris berperan sebagai fungsi pengawasan atas implementasi kebijakan
direksi. Peran dewan komisaris diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang
timbul antara dewan direksi dan pemegang saham. Kepemilikan manajerial merupakan
kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer. Dengan adanya kepemilikan manajemen
dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan peningkatan efektivitas monitoring
perusahaan. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 3
e-ISSN : 2460-0585

kepemilikan institusi lain. Kepemilikan tersebut akan mengurangi terjadinya masalah


keagenan karena pemegang saham institusional akan mengawasi jalannya perusahaan.
Komite audit juga mempunyai peran dalam membantu dewan komisaris untuk memastikan
bahwa laporan keuangan perusahaan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum, memastikan sistem pengendalian intern dilaksanakan dengan baik,
pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit
yang berlaku serta temuan hasil audit dilaksanakan oleh pihak manajemen.
Selain itu informasi laba dapat membatu pemegang saham dalam mengambil
keputusan. Laba bersih perusahaan digunakan untuk membagi deviden kepada investor.
Jika laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau bahkan mengalami rugi maka
perusahaan tidak dapat membagi devidennya. Apabila keadaan ini terjadi bertutut-turun
akan menyebabkan investor menarik sahamnnya dikarenakan mereka menganggap bahwa
perusahaan telah mengalami kondisi kesulitan keuangan atau financial distress. Para kreditor
membutuhkan informasi arus kas untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
membayar hutangnya. Jika arus kas perusahaan bernilai kecil atau mengalami penurunan
secara terus menerus, maka kreditor kehilangan kepercayaannya terhadap perusahaan
karena perusahaan dianggap mengalami permasalahan keuangan atau financial distress.
PSAK No. 2 paragraf 12 (IAI, 2009) jumlah arus kas dari aktivitas merupakan indicator yang
menentukan apakah perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar deviden dan melakukan
investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. Dengan demikian
pengelolaaan asset yang baik, laba dan arus kas dapat dijadikan indikator oleh investor dan
kreditor untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah struktur good corporate governance,
efisiensi operasi, manfaat laba dan arus kas dari kegiatan operasi berpengaruh terhadap
financial distress. Penelitian mengenai financial distress yang sudah dilakukan sebelumnya
masih menghasilkan hasil yang berbeda, selain itu financial distress dapat dialami oleh setiap
perusahaan, baik yang berukuran besar maupun berukuran kecil karena faktor penyebab
financial distress berasal dari luar maupun dalam perusahaan. Perbedaan ini dimaksudkan
untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik.

TINJAUAN TEORITIS

Teori Keagenan
Teori keagenan (agency theory) merupakan sebuah bentuk pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian. Pemilik dan manager merupakan sebuah model yang terdiri
dari dua individu yang rasional dengan kepentingan yang saling bertentangan (Scott, 2003).
Konflik agensi bisa terjadi karena adanya asymmetri information antara pemilik dan manager
yaitu ketika salah satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lain.
Berbagai cara dapat dilakukan oleh menager untuk memiliki informasi lebih dibandingkan
investor sehingga mengakibatkan investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan
tidak mau untuk membeli saham perusahaan hal ini akan mengakibatkan saham perusahaan
mengalami penurunan, dengan adanya penurunan dapat membuat perusahaan kesulitan
dalam mendapatkan kredit karena tidak mendapatkan kepercayaan terhadap pihak luar
(investor).
Menurut Scott (2003), terdapat dua tipe asymmetric information yaitu: (1) Adverse seletion
adalah suatu kondisi apabila para manajer mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan
prospek perusahaan dibandingan pemegang saham sebagai pihak luar, hal ini dapat
mempengaruhi keputusan yang akan diambil. (2) Moral hazard adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh seorang manager tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman.
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 4

Hidayat dan Meiranto, 2014 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015), manajer yang
mempunyai akses informasi lebih mengenai perusahaan mendapat tuntutan untuk selalu
transparan dalam pengelolaan perusahaan. Laporan keuangan yang dibuat oleh manajer
merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Satu kesalahan yang
diambil oleh manajer dalam pengambilan keputusan dapat mengakibatkan kerugian besar
bagi perusahaan dan dapat berakibat pada kesulitan keuangan atau financial distress (Ariesta
dan Chariri, 2013).
Menurut Fachrudin, 2008:13 (dalam Hadi, 2014) financial distress dapat terjadi karena
serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat dan kelemahan yang saling
berhubungan yang dapat menyebabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada
manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan
sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan perusahaan.

Financial Distress

Menurut Platt dan Platt (2002), financial distress merupakan tahap dari kondisi
keuangan perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Financial distress juga
didenifisikan sebagai suatu keadaan dimana perusahaan mengalami rugi atau arus kas
operasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kewajiban perusahaan (Djongkang dan
Rita,2014). Menurut Fachrudin, 2008:5 (dalam Hadi, 2014), financial distress merupakan
kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan
dalam pertumbuhan dan asset-aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan
relative terhadap perusahaan yang sehat. Menurut Fachrudin, 2008:5 (dalam Hadi, 2014),
financial distress merupakan kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan dan asset-aset tetap, serta
peningkatan dalam tingkatan persediaan relative terhadap perusahaan yang sehat.
Menurut Fachrudin, 2008:9 (dalam Hadi, 2014) salah satu penyebab terjadinya
financial distress adalah faktor ekonomi sebanyak 37 % dan faktor keuangan sebanyak 47.3%,
kelalaian, malapetaka dan kecurangan sebanyak 14%. Faktor ekonomi meliputi lokasi yang
buruk dan lemahnya industri, sedangkan faktor keuangan meliputi hutang yang terlalu
banyak serta modal yang tidak memadai (sedikit). Menurut Fachrudin, 2008:9 (dalam Hadi,
2014) salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah faktor ekonomi sebanyak 37 %
dan faktor keuangan sebanyak 47.3%, kelalaian, malapetaka dan kecurangan sebanyak 14%.
Faktor ekonomi meliputi lokasi yang buruk dan lemahnya industri, sedangkan faktor
keuangan meliputi hutang yang terlalu banyak serta modal yang tidak memadai (sedikit).
Salah satu yang dapat digunakan untuk mengukur terjadinya financial distress adalah
Interest Coverage Ratio. Interest Coverage Ratio adalah rasio antara biaya bunga terhadap laba
operasional perusahaan. Perusahaan yang memiliki interest coverage ratio kurang dari satu
dianggap sebagai perusahaan yang mengalami financial distress.

Faktor Penyebab Financial Distress

Menurut Hadi (2014) kesulitan keuangan terjadi karena akibat economic distress,
penurunan dalam industri perusahaan manajemen yang buruk. Tata kelolah yang buruk
juga dapat menimbulkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena adanya
penyelewengan operasional perusahaan. Financial distress dapat terjadi karena adanya
pengaruh dari dalam perusahaan (internal) dan dari luar perusahaan (exsternal). Faktor
internal perusahaan meliputi: (1) Kesulitan arus kas perusahaan dapat terjadi karena
kesalahan manajemen dalam mengelolah arus kas untuk pembayaran aktivitas perusahaan
dimana dapat memperburukkondisi keuangan perusahaan. (2) Besarnya jumlah hutang
adalah hutang perusahaan timbul karena untuk menutupi biaya perusahaan, yang terjadi
akibatnya operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 5
e-ISSN : 2460-0585

mengembalikan hutang tersebut di masa depan. (3) Kerugian dari kegiatan operasi
perusahaan selama beberapa tahun merupakan suatu akibat dari aktivitas perusahaan yang
perlu diatasi dengan kebijakan tepat dalam jangka waktu singkat, kerugian operasi
perusahaan dapat mengakibatkan arus kas negatif.
Apabila perusahaan mampu menutupi tiga hal diatas, belum tentu perusahaan
terhindar dari financial distress, karena masih ada faktor exsternal seperti kenaikan tingkat
suku bunga yang meningkat sehingga menyebabkan beban bunga juga meningkat pula.

Corporate Governance
Menurut Oktadella, 2011 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) Corporate Governance
merupakan suatu system yang mengatur hubungan antara dewan komisaris, dewan direksi,
dan managemen agar tercipta keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan. Menurut Pieris
dan Jim (2008:140) Corporate Governance memuat seperangkat peraturan yang mengatur
distribusi tanggungjawab, kewenangan dan hak setiap orang serta hubungan antar seluruh
anggota pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan. Menurut Al-Haddad, et al.(dalam
Yanti dan Yayanti, 2015) tujuan Corporate Governance adalah memastikan manajer
perusahaan untuk mengambil keputusan yang tepat dan tidak mementingkan diri sendiri
serta untuk melindungi stakeholders perusahaan.
Menurut Bodroastuti (2009) Mekanisme Corporate Governance bertujuan untuk
menciptakan nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan, sehingga mengindari terjadinya
konflik antar pihak agen dan principal. Kesuksesan perusahaan ditentukan oleh
karakterisktik strategi dan manajerial perusahaan tersebut, strategi tersebut diantaranya
dapat mencakup strategi penerapan system good corporate governance (GCG). Semakin baik
pengelolaan perusahaan maka perusahaan tersebut dapat mengurangi kecenderungan
terhadap kondisi financial distress.
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) good corporate
governance merupakan struktur yang oleh para pemegang saham, komisaris, dan manajer
menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan –tujuan tersebut
dan mengawasi kinerja.

Manfaat Good Corporate Governance


Manfaat dari penerapan good corporate governance setiap perusahaan berbeda. Hal ini
dikarenakan setiap perusahaan memiliki faktor internal dan faktor exsternal perusahaan
yang berbeda. Menurut Susanto, (2015) menjelaskan manfaat good corporate governance dalam
perusahaan, yaitu: (1) Mengurangi agency cost, biaya yang timbul karena penyalahgunaan
wewenang (wrong doing), ataupun biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah
terjadinya suatu masalah, (2) Meningkatkan nilai saham perusahaan, sehingga dapat
meningkatkan citra perusahaan di mata public dalam jangka waktu yang lama, (3)
Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham, (4) Meningkatkan efesiensi dan
efektivitas kerja dewan pengurus atau manajemen puncak dan manajemen perusahaan,
sekaligus meningkatkan mutu hubungan manajemen puncak dengan manajemen senior
perusahaan.

Prinsip Good Corporate Governance


Prinsip-prinsip good corporate governance yang tercantu dalam Peraturan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara PER-01/MBU/2011 meliputi: (1) Transparansi
(transparency) yaitu keterbukaan dalam melaksanakan prosespengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengungkap informasi material dan relevan mengenai perusahaan, (2)
Akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ sehingga pengelolahan perusahaan terlaksana secara efektif, (3) Pertanggungjawaban
(responsibility) yaitu kesesuaian perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 6

prinsip korporasi yang sehat, (4) Kemandirian (independency) yaitu keadaan dimana
perusahaan secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat, (5) Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme Good Corporate Governance


Mekanisme merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang
mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap
keputusan. Mekanisme good corporate governance diharapkan dapat mengatasi masalah
keagenan. Adanya konflik keagenan mengakibatkan rendahnya kualitas laba dan dapat
mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh investor dan kreditur
sehingga perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan. Mekanisme corporate governance
berkaitan dengan Management, Board of Commisioner, Shareholder dan komite audit.

Efisiensi Operasi

Menurut Yuanita, 2010 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) rasio aktivitas mengukur
seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki atau dengan kata lain
sejauh mana efektifitas pengggunaan asset dengan melihat tingkat aktivitas asset.
Berdasarkan penelitian Saleh dan Sudiyatno, 2013 rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan penjualan melalui asset dan mengukur seberapa efisiensi
asset tersebut telah dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan.
Efisiensi operasi diukur dengan cara menghitung Total Asset Turnover (TATO) yang
dihitung dengan cara membagi sales denga total asset (Brigham dan Houston, 2014:107
dalam Yanti dan Yayanti, 2015). Menurut Saleh dan Sudiyatno, (2013) semakin tinggi
perputaran total asset, maka semakin efektif total asset dalam menghasilkan penjualan.
Menurut Hidayat dan Meiranto, 2014 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) jika
manajemen perusahaan tidak dapat memaksimalkan penggunaan asset perusahaan, maka
penjualan perusahaan juga tidak dapat maksimal, sehingga akan mendekatkan suatu
perusahaan terhadap ancaman financial distress.

Manfaat Laba

Menurut Belkaoui (2000:332) laba bersih merupakan perbedaan antara pendapatan


yang direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan
biaya historis. Menurut Soemarso (2004:227) angka terakhir dalam laporan laba rugi adalah
laba bersih (net income).
Menurut Whitaker, 1999 (dalam Aminah, 2015) apabila perusahaan memperoleh laba
operasi bersih negatif maka perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau disebut
financial distress. Fungsi dari laporan laba rugi adalah untuk mengatur profitabilitas dari
perusahaan pada suatu periode tertentu dengan cara menghubungan seluruh biaya dan
pendapatan yang terkait.
Penilaian yang tepat atas prestasi perusahaan tidak hanya memperhatikan
perusahaan untuk mendapatkan laba tetapi juga kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan laba positif. Jika perusahaan profitable namun mengalami defisit arus kas,
maka perusahaan akan mengalami masalah keuangan dan hal ini menyebabkan perusahaan
tidak dapat pengembalikan pinjaman kepada kreditor maupun membayar deviden kepada
investor. Kondisi financial distress bisa terjadi apabila perusahaan memperoleh arus kas
positif tetapi laba yang diperoleh negatif, kondisi ini membuat investor tidak percaya untuk
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 7
e-ISSN : 2460-0585

menginvestasikan dananya ke perusahaan karena kondisi laba negatif menjadikan tidak


adanya pembagian defisit.

Arus Kas dari Aktivitas Operasi

Berdasarkan PSAK No. 2 paragraf 12 (IAI,2009) jumlah arus kas dari aktivitas
merupakan indicator yang menentukan apakah perusahaan dapat menghasilkan arus kas
yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan,
membayar deviden dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan
dari luar. PSAK No. 2 paragraf 18 (IAI,2009) menyatakan perusahaan disarankan untuk
melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode langsung.
Laporan arus kas aktivitas operasi adalah salah satu bagian terpenting dari laporan
arus kas. Aktivitas operasi merupakan aktivitas yang terkait dengan laba. Selain pendapatan
dan beban yang disajikan dalam laporan laba rugi, aktivitas operasi juga meliputi arus kas
masuk dan arus kas keluar bersih yang berasal dari aktivitas operasi seperti investasi dalam
persediaan, perolehan kredit dari pemasok, dan pemberian kredit kepada pelanggan.
Arus kas aktivitas operasi pada suatu perusahaan dapat bernilai positif ataupun
negatif. Suatu perusahaan memiliki arus kas operasi yang positif jika arus kas masuk dari
aktivitas operasi lebih besar daripada arus kas keluarnya. Sebaliknya perusahaan akan
memiliki arus kas operasi yang negatif jika arus kas masuk dari aktivitas operasi lebih kecil
daripada arus kas keluarnya.

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Financial Distress

Corporate governance adalah system yang dibangun untuk mengarahkan dan


mengendalikan perusahaan, sehingga tata kelola yang baik dapat tercipta. Penerapan GCG
yang baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, membuat investor memberikan
respon positif terhadap kenerja perusahaan, bahwa dana yang diinvestasikan dalam
perusahaan yang bersangkutan akan dikelola dengan baik. Apabila di dalam perusahaan
dikelolah tidak baik oleh manajemen maupun pihak yang terlibat maka perusahaan akan
mengalami masalah keuangan, karena investor tidak akan percaya lagi untuk menanamkan
sahamnya.
Dengan demikian penerapan GCG dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
kesulitan keuangan (financial distress). Perusahaan yang memiliki score GCG yang tinggi
berarti memiliki pengawasan yang lebih baik sehingga diharapkan perusahaan yang
memiliki score GCG yang tinggi diharapkan lebih terhindar dari financial distress.
Penelitian Bodroastuti (2009) menyatakan bahwa jumlah dewan direksi dan jumlah
dewan komisaris berpengaruh signifikan positif terhadap financial distress. Keadaan tersebut
memberi arti bahwa jumlah dewan direksi yang besar memberikan manfaat yang besar bagi
perusahaan karena terciptanya network dengan pihak luar dalam menjamin ketersediaan
sumber daya. Namun penelitian Hadi (2014), Mayangsari (2015), dan Yanti dan Yayanti
(2015) menyatakan bahwa Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Kepemilikan Institusional
dalam GCG memiliki pengaruh signifikan negatif terhadap financial distress.
Hal ini berarti semakin besar proporsi kepemilikan institusional, dewan direksi,
dewan komisaris suatu perusahaan, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan
tersebut mengalami financial distress. Berdasarkan penjelasan di atas maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H1 : GCG berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 8

Pengaruh Efisiensi Operasi Terhadap Financial Distress

Efisiensi operasi diproksikan dengan rasio perputaran total aktiva, rasio perputaran
total aktiva yang rendah harus membuat manajemen untuk mengevaluasi strategi,
pemasaran dan pengeluaran modalnya. Menurut Yanti dan Yayanti (dalam Yuanita,2010)
rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang
dimiliki atau dengan kata lain sejauh mana efektifitas pengggunaan asset dengan melihat
tingkat aktivitas asset.
Apabila rasio perusahaan itu rendah maka perusahaan tidak dapat menghasilkan
volume penjualan yang cukup dibandingkan dengan investasi dalam aktivanya, sehingga
menunjukkan kinerja yang tidak baik dan dapat mempengaruhi kondisi keuangan
perusahaan dan memicu terjadinya financial distress.
Penelitian Hadi (2014), Susanto (2015), Yanti dan Yayanti (2015) menyatakan bahwa
variabel efisiensi operasi memiliki pengaruh positif terhadap financial distress. Hal ini berarti
semakin besar total asset turnover suatu perusahaan, maka semakin kecil perusahaan tersebut
mengalami financial distress. Hal ini berarti semakin besar total asset turnover suatu
perusahaan, maka semakin kecil perusahaan tersebut mengalami financial distress.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Efisiensi Operasi berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.

Pengaruh Manfaat Laba Terhadap Financial Distress

Menurut Soemarso (2004:227) angka terakhir dalam laporan laba rugi adalah laba
bersih (net income). Jumlah ini merupakan kenaikan laba bersih terhadap modal, apabila
perusahaan memperoleh angka rugi, angka terakhir dalam laporan keuangan adalah rugi
bersih. Salah satu keuntungan dari informasi laba yaitu untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan dari hasil kegiatan produksinya. Jika
laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau bahkan mengalami rugi maka pihak
investor tidak mendapatkan deviden.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2010), Mas’ud dan Srengga (2012), Djongkang
dan Rita (2014), dan Aminah (2015) menyatakan bahwa variabel manfaat laba memiliki
pengaruh positif terhadap financial distress. Penelitian Mayangsari (2015) menyatakan bahwa
manfaat laba berpengaruh negatif terhadap financial distress hal ini dikarenakan semakin
tinggi laba yang dihasilkan itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam
penggunaaan aktiva sehingga semakin rendah kemungkinan terjadi financial distress.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Manfaat Laba berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.

Pengaruh Arus Kas dari Kegiatan Operasi Terhadap Financial Distress

Salah satu kegunaan dari informasi arus kas adalah untuk mengetahui hasil dari
kegiatan operasinya. Jika arus kas dari kegiatan operasi lancar menandakan kegiatan operasi
perusahaan berjalan dengan baik, karena laporan arus kas merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan laporan keuangan lainnya, maka penggunaannya secara bersama-sama
akan memberikan hasil yang lebih tepat untuk mengevaluasi sumber dan penggunaan kas
perusahaan dalam seluruh kegiatan perusahaan.
Penelitian Mas’ud dan Sregga (2012) menyatakan bahwa variabel arus kas dari
kegiatan operasi memiliki pengaruh positif terhadap financial distress. Hal ini dikarenakan
bahwa tinggi rendahnya arus kas operasi menyebabkan perusahaan mengalami financial
distress. Namun penelitian Fitria (2010), Djongkang dan Rita (2014), dan Aminah (2015)
menyatakan bahwa arus kas dari kegiatan operasi tidak berpengaruh terhadap financial
distress karena semakin besar arus kas dari aktivitas operasi maka semakin besar
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 9
e-ISSN : 2460-0585

ketertarikan para investor untuk melakukan investasi maka akan semakin mudah
perusahaan membiayai kegiatan operasi. Berdasarkan penjelasan di atas maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H4 : Arus kas dari kegiatan operasi berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.

METODA PENELITIAN

Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mengalami financial distress selama 2011-2015. Metode
yang digunakan adalah metode purposive sampling untuk memilih sampel. Kriteria dalam
pemilihan sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI), (2) Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan
pada tahun 2011-2015, (3) Perusahaan manufaktur yang menyajikan laporan keuangan
dalam mata uang rupiah, (4) Perusahaan manufaktur yang memiliki data kepemilikan
manajerial,kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan dewan
direksi pada tahun 2011-2015, (5) Perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress.

Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel

Variabel Dependen
Financial Distress

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress atau kondisi kesulitan
keuangan. Variabel dependen dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk dummy dengan
ukuran binomial yaitu satu (1) apabila perusahaan tidak mengalami financial distress dan nol
(0) apabila perusahaan mengalami financial distress. Pengukuran variabel dependen dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wardhani, 2006 (dalam
Mayangsari, 2015) dimana mendefinisikan kondisi financial distress perusahaan yaitu saat
perusahaan memiliki interest coverage ratio kurang dari satu. Interest Coverage Ratio
merupakan rasio antara biaya bungan terhadap laba operasional perusahaan. Perusahaan
yang memiliki interest coverage ratio kurang dari satu dianggap sebagai perusahaan yang
mengalami financial distress. Interest Coverage Ratio dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

Interest Coverage Ratio = Operating Profit


Interest Exspense
Keterangan:
Operating Profit : laba operasi
Interest Expense : beban bunga
Apabila nilainya dibawah 1, maka diberi skor 0 dan apabila diatas 1, maka diberi skor 1,
perusahaan yang financial distressdiberi skor 0 dan skor 1 perusahaan yang tidak mengalami
financial distress.

Variabel Independen

Good Corporate Governance (GCG) yang disimbolkan dengan (GCG)

Corporate Governance menurut seperangkat peraturan yang mengatur distribusi


tanggungjawab, kewenangan dan hak setiap orang serta hubungan antar seluruh anggota
pemangku kepentingan dalam perusahaan (Pieris dan Jim, 2008:140). Mekanisme Corporate
Governance digunakan untuk mengawasi system dalam sebuah organisasi untuk dapat
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 10

mengontrol biaya keagenan. Pembagian mekanisme Corporate Governance ada dua yaitu
eksternal dan internal. Mekanisme pengendalian eksternal berupa pasar modal, perbankan,
masyarakat, tenaga kerja, pemerintah serta stakeholder lainnya, sedangkan mekanisme
pengendalian internal yaitu tidak hanya dewan komisaris saja tetapi juga komite-komite
yang ada dibawahnya seperti dewan direksi, managemen dan sekertaris perusahaan. Pada
penelitian ini menggunakan pengukuran Corporate Governance melalui mekanisme
pengendalian internal dengan menggunakan skor faktor yang terdiri dari empat dimensi.
Menurut Wahidahwati, 2010 (dalam Susanto, 2015) menyatakan bahwa masing-masing
dimensi mempunyai indicator sebagai berikut: (a) Dewan Komisaris (45%) (b) Komite Audit
(20%) (c) Manajemen (20%) (d) Pemegang Saham (15%).

Dari indicator-indicator tersebut, GCG dapat dirumuskan sebagai berikut:


GCG = Jumlah Skor yang diperoleh x 100%
Jumlah Skor yang diharapkan

Efesiensi Operasi yang disimbolkan dengan (EO)

Efisiensi operasi diukur dengan Total Asset Turnover (TATO). Menurut Brigham dan
Houston, 2014:107 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) Total Asset Turnover dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

TATO =Sales
Total Asset

Keterangan:
Sales = penjualan bersih
Total Asset = jumlah aktiva

Manfaat Laba yang disimbolkan dengan (L)

Laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba bersih terhadap total aktiva.
Perusahaan yang memanfaatkan laba dengan baik akan menghasilkan keuantungan. Untuk
menilai manfaat laba menggunakan rasio Return on Asset. Manfaat laba dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Rasio ROA = Laba Bersih x 100%


Total Aktiva
Arus Kas dari Kegiatan Operasi yang disimbolkan dengan (AK)

Arus kas yang digunakan dalam penelitian ini adalah arus kas dari aktivitas operasi
terhadap total aktiva. Arus kas dari aktivitas operasi dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Rasio Arus Kas = Arus Kas dari Aktivitas Operasi x 100%
Total Aktiva
Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi
Analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jumlah
sampel, nilai rata-rata (mean), nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi serta
untuk mengambarkan variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan data olahan SPSS yang
good corporate governance, efisiensi operasi, manfaat laba dan arus kas dari kegiatan operasi
maka akan diketahui nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata (mean), dan standart deviasi
dari setiap variabel. Sedangkan variabel financial distress tidak diikutsertakan dalam
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 11
e-ISSN : 2460-0585

perhitungan statistik deskriptif karena variabel tersebut memiliki skala nominal. Model
analisis regresi logistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
P
Ln =𝛽0 + β1GCG+ β2 EO + β3L + β4 AK
1-P

Keterangan:
P
Ln = Probabilitas perusahaan yang mengalami financial distress
1-P
𝛽0 = Konstanta
β1.... β4 = Koefesien Regresi
GCG = Good Corporate Governance
EO = Efisiensi Operasi
L = Laba
AK = Arus Kas

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan dan memberikan gambaran


tentang distribusi frekuensi variabel-variabel dalam penelitian ini. Analisis statistik
deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jumlah sampel, nilai rata-rata
(mean), nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi serta untuk mengambarkan
variabel dalam penelitian ini.
Tabel 1
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
FD 190 .00 1.00 .5895 .49323
GCG 190 31.11 60.83 44.5804 5.67148
EO 190 .02 15.88 1.2310 1.48411
L 190 -.37 6.12 .0746 .48416
AK 190 -3.82 12.10 .1202 1.08918
Valid N
190
(listwise)
Sumber: Bursa Efek Indonesia (diolah)

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah pengamatan (N) yaitu sebanyak 190 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI selama 2011-2015, GCG memiliki nilai minimum sebesar
31.11 dan nilai maksimum sebesar 60.83 dan secara keseluruhan memiliki nilai mean 44.5804
dan deviasi standar 5.67148, EO memiliki nilai minimum sebesar 0.02 dan nilai maksimum
sebesar 15.88 dan secara keseluruhan memiliki nilai mean 1.2310 dan deviasi standar
1.48411, L memiliki nilai minimum sebesar -0.37 dan nilai maksimum sebesar 6.12 dan secara
keseluruhan memiliki nilai mean 0.0746 dan deviasi standar 0.48416, AK memiliki nilai
minimum sebesar -3.82 dan nilai maksimum sebesar 12.10 dan secara keseluruhan memiliki
nilai mean 0.1202 dan deviasi standar 1.08918, FD memiliki nilai minimum sebesar 0.00 dan
nilai maksimum sebesar 1.00 dan secara keseluruhan memiliki nilai mean 0.5895 dan deviasi
standar 0.49323.
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 12

Uji Hipotesis

Menilai Kelayakan Model Regresi


Pengujian ini digunakan untuk menilai model regresi tersebut telah dihipotesiskan
Fit atau tidak dengan data. Pengujiannya dilakukan dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Jika Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test < 0.05 maka
hipotesis 0 ditolak dan berarti ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai
observasinya. Apabila probabilitas > 0.05 maka hipotesis 0 tidak dapat ditolak atau diterima
dan berarti model mampu memprediksikan nilai observasinya atau dapat dikatakan model
dapat diterima karena cocok dengan data observasinya (Ghozali, 2016).
Tabel 2
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square Df Sig.
1 44.199 8 .000

Sumber: Bursa Efek Indonesia (diolah)

Berdasarkan tabel 2 nilai statistic Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Testnilai
statistic Chi-Square yang dihasilkan adalah 44.199 dengan nilai probabilitas signifikan
0.000dimana 0.000 < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa model tidak mampu memprediksi nilai observasinya.

Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)


Pengujian ini bertujuan untuk menguji kesuaian anatara model dengan data. Menilai
keseluruhan model dilakukan dengan membandingkan antara 2Log Likehood (-2LL) block
number = 0 pada awal dan -2Log Likehood (-2LL) block number =1 pada akhir, menunjukkan
adanya pengurangan nilai antara -2Logawal (initial -2LL function) dengan nilai -2Log, pada
langkah berikutnya -2Log akhir menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan Fit dengan
data.
Tabel 3
Iteration Historya,b,c
Coefficients
Iteration -2 Log likelihood Constant
Step 0 1 257.280 .358
2 257.279 .362
3 257.279 .362
Step 1 187.168 .309

Sumber : Bursa Efek Indonesia (diolah)

Berdasarkan tabel 3 dapat dianalisis bahwa nila -2LL awal adalah 257.279 dan setelah
dimasukkan 4 variabel independennya, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan
187.168. Penurunan -2LL ini menunjukkan model regresi yang baik. Hal ini berarti hipotesis
nol diterima dan menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data.

Menilai Koefesien Determinasi (R²)

Koefisien determinasi (R2) ini merupakan modifikasi dari Cox and Snell’s Square yang
menghasilkan nilai antara 0 dan 1. R2 milik Negelkerke inilah yang paling banyak digunakan
sebagai dasar interprestasi. Negelkerke R2 digunakan untuk menjelaskan variabilitas variabel
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 13
e-ISSN : 2460-0585

dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen. Nilai Negelkerke R2
dapat diinterprestasikan seperti nilai R2 pada multiple regression (Ghozali, 2016).
Tabel 4
Tabel Negelkerke’s R2 Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
1 187.168a .309 .416
a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by
less than .001.

Sumber: Bursa Efek Indonesia (diolah)

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa ouput pada Cox and Snell R Square
menyatakan bahwa sebanyak 0.309 atau 39.9% variabel dependennya yaitu financial distress
dapat dijelaskan oleh variabel independennya yaitu GCG, efisiensi operasi, laba dan arus
kas, sedangkan sisanya 69.1% dijelaskan oleh variabel diluar penelitian.

Tabel Klasifikasi
Tabel klasifikasi menunjukan prediksi dari model regresi untuk memprediksi
probabilitas pada perusahaan yang mengalami financial distress. Kekuatan prediksi dari
model regresi untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya variabel terikat yang
dinyatakan dalam proses.
Tabel 5
Classification Tablea
Predicted
FD Percentage
Observed 0 1 Correct
Step 1 FD 0 56 22 71.8
1 13 99 88.4
Overall Percentage 81.6
a. The cut value is .500

Sumber: Bursa Efek Indonesia (diolah)

Dalam tabel 5 dapat diketahui bahwa kekuatan prediksi dari nilai model regresi untuk
mengetahui perusahaan yang mengalami kondisi financial distress sebesar 81.6%. Hal ini
berarti model regresi tersebut, terdapat sebanyak 78 perusahaan (71.8%) yang mengalami
financial distress selama periode 2011-2015. Sedangkan kekuatan prediksi perusahaan yang
tidak financial distress adalah 112 perusahaan (88.4%). Hal tersebut berarti bahwa dengan
model regresi tersebut terdapat 112 perusahaan yang diprediksikan mengalami non financial
distress dari total sampel 190 perusahaan selama periode 2011-2015.

Uji parsial

Uji parsial dilakukan dengan cara melakukan uji wald. Uji ini bertujuan untuk
menguji signifikasi setiap variabel independen dengan melihat kolom sig atau significance
yang terlihat pada bagian akhir output. Jika nilai probabilitas signifikansi <  = 0,05, maka
Ha diterima, berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan
variabel dependen. Jika nilai probabilitas signifikansi >  = 0,05, maka Ha tidak diterima,
berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel
dependen.
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 14

Tabel 6

Variables in the Equation


95.0% C.I.for EXP(B)
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step 1a GCG .058 .033 3.126 1 .077 1.059 .994 1.129
EO .644 .231 7.811 1 .005 1.905 1.212 2.993
L 17.906 3.529 25.746 1 .000 5.975 5.924 6.027
AK .495 .242 4.168 1 .041 1.640 1.020 2.636
Constant -3.159 1.510 4.377 1 .036 .042
a. Variable(s) entered on step 1: GCG, EO, L, AK.
Sumber: Bursa Efek Indonesia (diolah)

Berdasarkan hasil tabel 6 menunjukkan bahwa GCG diperoleh nilai wald 3.126 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.077. Dengan demikian nilai probabilitas lebih besar dari 0.05.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel GCG tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Hal ini berarti bahwa hipotesis (H1) yang menyatakan bahwa GCG berpengaruh positif
terhadap financial distress ditolak. Berdasarkan persyaratan BAPEPAM dan Bursa Efek
Indonesia proporsi kepemilikan komisaris independen minimal 30% dari jumlah anggota
dewan komisaris atau porsional dengan jumlah pemegang saham minoritas. Berdasarkan
perhitungan menyatakan bahwa proporsi kepemilikan dewan komisaris independen lebih
dari 30% sebanyak 151 sampel dari total 190 sampel. Jadi besar kecilnya ukuran dewan
komisaris ternyata tidak mempengaruhi kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan
keuangan. Hal ini didukung dengan nilai rata-rata ukuran dewan komisaris pada
perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan tidak memiliki selisih yang terlalu
jauh dibandingkan dengan rata-rata ukuran dewan komisaris pada perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Penelitian Hadi (2014), penelitian Mayangsari (2015), dan penelitian Yanti dan
Yayanti (2015) menyatakan bahwa Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Kepemilikan
Institusional dalam GCG tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress.
Perusahaan yang memiliki score GCG yang tinggi berarti memiliki pengawasan yang lebih
baik sehingga diharapkan lebih terhindar dari financial distress.
EO diperoleh nilai wald 7.811 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.005. Dengan
demikian nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa EO
berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini berarti bahwa hipotesis (H2) yaitu Efisiensi
Operasi berpengaruh positif terhadap financial distress diterima. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2014) yang menyatakan bahwa volume penjualan
yang dihasilkan perusahaan tidak cukup dengan investasi dalam aktivanya sehingga
menunjukkan kriteria perusahaan yang tidak baik dan dapat mempengaruhi kondisi
keuangan perusahaan, sehingga memicu terjadinya financial distress. Widhiarti dan
Merkusiwati (2015) menyatakan bahwa tingkat perputaran asset perusahaan yang masih
tergolong rendah menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Yanti dan
Yayanti (2015) menyatakan bahwa semakin besar total asset turnover suatu perusahaan, maka
semakin kecil perusahaan tersebut mengalami financial distress. Hal inilah yang
menyebabkan efisiensi operasi memiliki pengaruh positif terhadap financial distress.
L diperoleh nilai wald 25.746 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000. Dengan
demikian nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05. maka dapat disimpulkan bahwa L
berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini berarti bahwa hipotesis (H3) yaitu laba
berpengaruh positif terhadap financial distress diterima. Penelitian ini konsisten dengan
penelitian Mas’ud dan Srengga (2012) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki rasio
ROA yang rendah dan tidak memiliki kekuatan ekonomi akan mendorong perusahaan
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 15
e-ISSN : 2460-0585

mengalami financial distress. Djongkang dan Rita (2014) menyatakan bahwa kondisi laporan
keuangan perusahaan terutama laporan laba rugi yang memprihatinkan dari suatu
perusahaan, akan menjadi sinyal atau peringatan dini bahwa perusahaan tersebut
mengalami tekanan keuangan atau financial distress pada periode selanjutnya. Aminah (2015)
menyatakan bahwa semakin rendah nilai laba maka akan mengakibatkan perusahaan
mengalami financial distress. Mayangsari (2015) meyatakan bahwa rasio ROA berpengaruh
negatif terhadap financial distress, hal tersebut karena adanya efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan aset perusahaan maka akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan sehingga kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan akan
menjadi kecil.
AK diperoleh nilai wald 4.168 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.041. Dengan
demikian nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa AK
berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini berarti bahwa hipotesis H4 yaitu arus kasdari
kegiatan operasi berpengaruh positif terhadap financial distress diterima. Laporan arus kas
yang berasal dari kegiatan operasi berisi semua transaksi yang berkaitan dengan laba yang
dilaporkan dalam laporan laba rugi mengenai kegiatan operasional yang dijalankan
perusahaan, dengan demikian semakin sering perusahaan mengalami rugi maka
kemungkinan besar perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Hal ini menunjukkan tinggi
rendahnya arus kas operasi menyebabkan perusahaan mengalami financial distress.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian Mas’ud dan Srengga (2012) menyatakan bahwa
perusahaan yang tingkat arus kas operasinya rendah menyebabkan perusahaan mengalami
financial distress. Berarti arus kas operasi dapat memprediksi suatu financial distress oleh
perusahaan manufaktur.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Penelitian ini menguji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress
dengan menggunakan empat variabel yaitu good corporate governance (GCG), efisiensi operasi
(EO), Manfaat Laba (L), dan Arus Kas dari kegiatan operasi (AK). Simpulan hasil penelitian
ini sebagai berikut : (1) Variabel good corporate governance tidak berpengaruh positif terhadap
financial distress. Hal ini dikarenakan besar kecilnya ukuran dewan komisaris ternyata tidak
mempengaruhi kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan, (2) Variabel
efisiensi operasi berpengaruh positif terhadap financial distress. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa volume penjualan yang dihasilkan perusahaan tidak cukup dengan
investasi dalam aktivanya sehingga menunjukkan kriteria perusahaan yang tidak baik dan
dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan, sehingga memicu terjadinya financial
distress, (3)Variabel manfaat laba berpengaruh positif terhadap financial distress. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi laporan keuangan perusahaan terutama laporan
laba rugi yang semakin rendah menyababkan perusahaan mengalami financial distressdan (4)
Variabel arus kas dari kegiatan operasi berpengaruh positif terhadap financial distress. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya arus kas operasi menyebabkan
perusahaan mengalami financial distress.

Saran
Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah adalah (1) Pemilihan sampel
dalam penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur selama 5 tahun, sebaiknya
dalam penelitian selanjutnya untuk menambah tahun pengamatan dengan memperluas
penelitian agar mendapatkan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya terutama
pada variabel good corporate governance; (2) Penelitian ini hanya terfokus dalam perusahaan
manufaktur saja. Pada penelitian selanjutnya dapat ditambahkan jenis perusahaan selain
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 16

perusahaan manufaktur, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah good corporate governance, efisiensi operasi, manfaat
laba dan arus kas dari kegiatan operasi. Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya
menambahkan beberapa variabel agar diperoleh hasil lebih sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Agusti, C. P. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Terjadinya Financial


Distress. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro. Semarang.
Almilia, L. S. dan Kristijadi. 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Akuntansi dan
Auditing Indonesia 7(2): 183-206.
Aminah, S. 2015. Manfaat Laba dan Arus Kas dalam Menentukan Prediksi Kondisi Financial
Distress. Jurnal Akuntansi Vol 4 (5): 1-22.
Ariesta, D.R. dan Anis Chariri. 2013. Analisis Pengaruh Struktur Dewan Komisaris, Struktur
Kepemilikan Saham dan Komite Audit terhadap Financial Distress. Diponegoro
Journal of Accounting. Vol 1 (1): 1-9.
Belkaoui, A.R. 2000. Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Penerbit Salemba Empat. Jakarta
Bodroastuti, T. 2009. Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Financial Distress.
Jurnal Ilmu Ekonomi ASET 11(2).
Djongkang, F. dan Rita 2014. Manfaat Laba dan Arus Kas untuk Memprediksi Prediksi
Kondisi Financial Distress. Jurnal Akuntansi Vol 1 (1): 247-255.
Fitria. 2010. Penggunaan Laba dan Arus Kas Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress.
Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya.
Ghozali, I. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Gunawan, R. 2016. Good Covernance, Risk Management, And Compliance. 1 ed. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Hadi. 2014. Mekanisme Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan yang
Mengalami Financial Distress. Jurnal Akuntansi Vol 3 (5): 1-17.
Hanifah, O.E. dan Agus Purwanto. (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance dan
Financial Indicators terhadap Kondisi Financial Distress. Diponegoro Journal of
Accounting. Vol 2 (2): 1-15.
Hasymi, M. 2007. Analisis Penyebab Kesulitan Keuangan (Financial Distress) studi kasus: Pada
Perusahaan Bidang Konstruksi PT X. Tesis. Program studi sains akuntansi Fakultas
ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
Juniarti. 2013. Penerapan Good Corporate Governance, dampaknya terhadap Prediksi
Financial Distress pada Sektor Aneka Industri dan Barang Konsumsi.. Jurnal
Akuntansi Vol 1 (2): 1-13.
Mas’ud. dan Srengga. 2012. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial
Distress pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi
Vol 1 (1): 139-154.
Mayangsari. 2015. Pengaruh Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Terhadap
Financial Distress. Jurnal Akuntansi Vol 4 (4): 1-18.
Pieris, J. dan Nizam Jim. 2008. Etika Bisnis dan Good Corporate Governance. Edisi Kedua.
Pelangi Cendekia. Jakarta.
Platt, H. D. dan M. B. Platt, 2002. Predicting Financial Distress. Journal of Financial Service
Professionals. Vol.56: 12-15.
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 17
e-ISSN : 2460-0585

Saleh, A. dan B. Sudiyatno. 2013. Pengaruh rasio keuangan untuk memprediksi probabilitas
kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan. Vol 2 (1): 82-91.
Soemarso. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Salemba Empat. Jakarta.
Scott, R. 2003. Financial Accounting Theory. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Susanto. 2015. Pengaruh Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility dan
Profitabilitas terhadap Prediksi Financial Distress. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia Surabaya.
Wardhani, R. 2007. Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami
Permasalahan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol 4 (1): 95-114.
Widhiari. dan Merkusiwati. 2015. Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity,
dan Sales Growth Terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Vol 1 (1): 456-469.
Yanti, dan V. Yayanti. 2015. Analisis Pengaruh Likuiditas, Efesiensi Operasi, dan Corporate
Governance Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdapat Di BEI Pada Periode 2012-2014. Jurnal Akuntansi Vol 20 (1): 154-173.

You might also like