Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI)
Amelia Fatmawati
[email protected]
Wahidahwati
ABSTRACT
This researchis aimed to find out the influence of good corporate governance, operating efficiency, profit benefits
and cash flow from operating activities to the financial distress through annual financial reports which have been
prepared by manufacturing companies which arelisted in Indonesia Stock Exchange.The population in this
research has been obtained by using purposive sampling method to the manufacturing companies which arelisted
in Indonesia Stock Exchange (IDX) with predetermined criteria i.e. manufacturing companies which have
financial statements data in 2011-2015 periods, manufacturing companies which have experienced interest
coverage ratio less than one, and manufacturing companies which use rupiah as their reporting currency. Based
on the research method, 190 manufacturing companieshave beenselectedas samples. The analysis method has
been performed by using logistic regression analysis and the SPSS application tools (Statistical Product and
Service Solutions).The results of this research indicate that the variables of operating efficiency, profit benefits
and cash flow from operating activities give positive influenceto the financial distress. Meanwhile, good
corporate governance givesnoinfluenceto the financial distress.
Keywords: good corporate governance, operating efficiency, profit benefit, cash flow from operatingactivities,
financial distress.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate governance, efisiensi operasi,
manfaat laba dan arus kas dari kegiatan operasi terhadap financial distress melalui laporan keuangan
tahunan yang telah disusun oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode purposive sampling pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kriteria-kriteria yang
dipilih antara lain perusahaan manufaktur yang memiliki data laporan keuangan selama periode
2011-2015, mengalami interest coverage ratio kurang dari satu, dan menggunakan rupiah sebagai mata
uang pelaporan. Berdasarkan metode penelitian sampel tersebut diperoleh sebanyak 190 perusahaan
manufaktur. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik dengan alat bantu
aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Hasil SPSS penelitian ini menunjukan bahwa
variabel efisiensi operasi, manfaat laba dan arus kas dari kegiatan operasi berpengaruh positif
terhadap financial distress. Sedangkan good corporate governancetidak berpengaruh terhadap financial
distress.
Kata kunci: good corporate governance, efisiensi operasi, manfaat laba, arus kas dari kegiatan operasi,
financial distress.
PENDAHULUAN
Perkembangan perekonomian modern yang terjadi di Indonesia semakin lama
semakin meningkat secara signifikan. Perkembangan ini mengakibatkan adanya tuntutan
bagi perusahaan untuk mengembangkan inovasi serta melakukan perluasan agar mampu
bersaing. Perusahaan yang tidak mampu bersaing akan mengalami kebangkrutan, sebelum
terjadi kebangkrutan perusahaan akan mengalami financial distress (kesulitan keuangan).
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 2
Suatu fenomena terjadinya financial distress ketika banyaknya perusahaan yang mengalami
delisted. Menurut Platt dan Platt (2002), financial distress merupakan tahap dari kondisi
keuangan perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Keuangan
perusahaan yang bermasalah bila dibiarkan berlarut-larut akan mengalami kebangkrutan.
Permasalahan keuangan ini tidak hanya pihak perusahaan saja yang terkena dampaknya
tetapi juga banyak pihak yaitu pihak stakeholder dan shareholder perusahaan. Menurut Juniatri
(2013) meningkatkan kinerja perusahaan secara positif diharapkan dapat memberikan
dampak positif yang siginifikan dan menghindarkan perusahaan dari kondisi kesulitan
keuangan.
Menurut Almilia dan Kristijadi (2003) model dalam menentukan prediksi gejala
kepailitan suatu perusahaan sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak seperti managemen,
pemegang saham, investor, kreditur, pemerintah, auditor dalam proses pengambilan
keputusan. Kepailitan (failure) sendiri di Indonesia diatur dalam UU. No.1 tahun 1998
tentang kepailitan, yang isinya menyebutkan debitur yang mempunyai dua atau lebih
kreditur dan tidak dapat membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilanyang berwenang, baik atas
permohonan sendiri, maupun atas permintaan lima orang atau lebih krediturnya.
Permohonan ini dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Kesalahan
dalam memprediksi kelangsungan operasi perusahaan dapat mengakibatkan kepercayaan
investor terhadap perusahaan menurun atau investor tidak akan menanamkan dananya di
perusahaan tersebut. Hal ini dapat berakibat perusahaan akan kesulitan dalam
mendapatkan tambahan dana dari pinjaman kepada kreditur.
Laporan keuangan perusahaan merupakan sumber informasi yang mencerminkan
kondisi keuangan dan kinerja perusahaan pada periode tertentu. Menurut Almilia dan
Kristijadi (2003) model dalam memprediksi financial distress dapat menggunakan analisis
rasio keuangan dan variabel non keuangan seperti kondisi ekonomi, opini audit, terhadap
laporan keuangan. Adanya ancaman-ancaman permasalahan tersebut membuat para
manajer harus berpikir keras mengenai strategi untuk mengantisipasi kondisi kesulian
keuangan yang mungkin menyerang perusahaan. Seperti contohnya ketika krisis keuangan
terjadi tahun 1998 membuat banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena
banyak perusahaan yang memiliki hutang pada pihak ketiga, dimana pada saat itu bunga
hutang cukup tinggi sehingga kewajiban mereka pun juga ikut tinggi.
Beberapa sumber dapat digunakan untuk mendeteksi financial distress yaitu melihat
tata kelola perusahaan (corporate governance). Menurut Oktadella, 2011 (dalam Yanti dan
Yayanti, 2015), corporate governance merupakan suatu system yang mengatur hubungan
antara dewan komisaris, direksi, dan managemen agar tercipta keseimbangan dalam
pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu peran corporate governance tidak dapat diabaikan
karena dapat membantu dalam mengukur financial distress. Menurut Wardhani (2007)
penerapan corporate governance yang lemah dapat berdampak pada lambannya proses
perbaikan pada perusahaan dan negara tersebut. Oleh karena itu peran pemerintah dan
investor sangat penting terhadap praktek corporate governance. Menurut Organisation for
Economic Cooperation and Development (OECD) good corporate governance GCG) merupakan
sekumpulan hubungan antara pihak managemen perusahaan, bord, pemegang saham, dan
pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan.
Dewan komisaris berperan sebagai fungsi pengawasan atas implementasi kebijakan
direksi. Peran dewan komisaris diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang
timbul antara dewan direksi dan pemegang saham. Kepemilikan manajerial merupakan
kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer. Dengan adanya kepemilikan manajemen
dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan peningkatan efektivitas monitoring
perusahaan. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
dimiliki oleh institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 3
e-ISSN : 2460-0585
TINJAUAN TEORITIS
Teori Keagenan
Teori keagenan (agency theory) merupakan sebuah bentuk pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian. Pemilik dan manager merupakan sebuah model yang terdiri
dari dua individu yang rasional dengan kepentingan yang saling bertentangan (Scott, 2003).
Konflik agensi bisa terjadi karena adanya asymmetri information antara pemilik dan manager
yaitu ketika salah satu pihak memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh pihak lain.
Berbagai cara dapat dilakukan oleh menager untuk memiliki informasi lebih dibandingkan
investor sehingga mengakibatkan investor tidak yakin terhadap kualitas perusahaan dan
tidak mau untuk membeli saham perusahaan hal ini akan mengakibatkan saham perusahaan
mengalami penurunan, dengan adanya penurunan dapat membuat perusahaan kesulitan
dalam mendapatkan kredit karena tidak mendapatkan kepercayaan terhadap pihak luar
(investor).
Menurut Scott (2003), terdapat dua tipe asymmetric information yaitu: (1) Adverse seletion
adalah suatu kondisi apabila para manajer mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan
prospek perusahaan dibandingan pemegang saham sebagai pihak luar, hal ini dapat
mempengaruhi keputusan yang akan diambil. (2) Moral hazard adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh seorang manager tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun
pemberi pinjaman.
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 4
Hidayat dan Meiranto, 2014 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015), manajer yang
mempunyai akses informasi lebih mengenai perusahaan mendapat tuntutan untuk selalu
transparan dalam pengelolaan perusahaan. Laporan keuangan yang dibuat oleh manajer
merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada pemegang saham. Satu kesalahan yang
diambil oleh manajer dalam pengambilan keputusan dapat mengakibatkan kerugian besar
bagi perusahaan dan dapat berakibat pada kesulitan keuangan atau financial distress (Ariesta
dan Chariri, 2013).
Menurut Fachrudin, 2008:13 (dalam Hadi, 2014) financial distress dapat terjadi karena
serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat dan kelemahan yang saling
berhubungan yang dapat menyebabkan secara langsung maupun tidak langsung kepada
manajemen serta tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan
sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan perusahaan.
Financial Distress
Menurut Platt dan Platt (2002), financial distress merupakan tahap dari kondisi
keuangan perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Financial distress juga
didenifisikan sebagai suatu keadaan dimana perusahaan mengalami rugi atau arus kas
operasi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kewajiban perusahaan (Djongkang dan
Rita,2014). Menurut Fachrudin, 2008:5 (dalam Hadi, 2014), financial distress merupakan
kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan
dalam pertumbuhan dan asset-aset tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan
relative terhadap perusahaan yang sehat. Menurut Fachrudin, 2008:5 (dalam Hadi, 2014),
financial distress merupakan kondisi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan dan asset-aset tetap, serta
peningkatan dalam tingkatan persediaan relative terhadap perusahaan yang sehat.
Menurut Fachrudin, 2008:9 (dalam Hadi, 2014) salah satu penyebab terjadinya
financial distress adalah faktor ekonomi sebanyak 37 % dan faktor keuangan sebanyak 47.3%,
kelalaian, malapetaka dan kecurangan sebanyak 14%. Faktor ekonomi meliputi lokasi yang
buruk dan lemahnya industri, sedangkan faktor keuangan meliputi hutang yang terlalu
banyak serta modal yang tidak memadai (sedikit). Menurut Fachrudin, 2008:9 (dalam Hadi,
2014) salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah faktor ekonomi sebanyak 37 %
dan faktor keuangan sebanyak 47.3%, kelalaian, malapetaka dan kecurangan sebanyak 14%.
Faktor ekonomi meliputi lokasi yang buruk dan lemahnya industri, sedangkan faktor
keuangan meliputi hutang yang terlalu banyak serta modal yang tidak memadai (sedikit).
Salah satu yang dapat digunakan untuk mengukur terjadinya financial distress adalah
Interest Coverage Ratio. Interest Coverage Ratio adalah rasio antara biaya bunga terhadap laba
operasional perusahaan. Perusahaan yang memiliki interest coverage ratio kurang dari satu
dianggap sebagai perusahaan yang mengalami financial distress.
Menurut Hadi (2014) kesulitan keuangan terjadi karena akibat economic distress,
penurunan dalam industri perusahaan manajemen yang buruk. Tata kelolah yang buruk
juga dapat menimbulkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena adanya
penyelewengan operasional perusahaan. Financial distress dapat terjadi karena adanya
pengaruh dari dalam perusahaan (internal) dan dari luar perusahaan (exsternal). Faktor
internal perusahaan meliputi: (1) Kesulitan arus kas perusahaan dapat terjadi karena
kesalahan manajemen dalam mengelolah arus kas untuk pembayaran aktivitas perusahaan
dimana dapat memperburukkondisi keuangan perusahaan. (2) Besarnya jumlah hutang
adalah hutang perusahaan timbul karena untuk menutupi biaya perusahaan, yang terjadi
akibatnya operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 5
e-ISSN : 2460-0585
mengembalikan hutang tersebut di masa depan. (3) Kerugian dari kegiatan operasi
perusahaan selama beberapa tahun merupakan suatu akibat dari aktivitas perusahaan yang
perlu diatasi dengan kebijakan tepat dalam jangka waktu singkat, kerugian operasi
perusahaan dapat mengakibatkan arus kas negatif.
Apabila perusahaan mampu menutupi tiga hal diatas, belum tentu perusahaan
terhindar dari financial distress, karena masih ada faktor exsternal seperti kenaikan tingkat
suku bunga yang meningkat sehingga menyebabkan beban bunga juga meningkat pula.
Corporate Governance
Menurut Oktadella, 2011 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) Corporate Governance
merupakan suatu system yang mengatur hubungan antara dewan komisaris, dewan direksi,
dan managemen agar tercipta keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan. Menurut Pieris
dan Jim (2008:140) Corporate Governance memuat seperangkat peraturan yang mengatur
distribusi tanggungjawab, kewenangan dan hak setiap orang serta hubungan antar seluruh
anggota pemangku kepentingan dalam suatu perusahaan. Menurut Al-Haddad, et al.(dalam
Yanti dan Yayanti, 2015) tujuan Corporate Governance adalah memastikan manajer
perusahaan untuk mengambil keputusan yang tepat dan tidak mementingkan diri sendiri
serta untuk melindungi stakeholders perusahaan.
Menurut Bodroastuti (2009) Mekanisme Corporate Governance bertujuan untuk
menciptakan nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan, sehingga mengindari terjadinya
konflik antar pihak agen dan principal. Kesuksesan perusahaan ditentukan oleh
karakterisktik strategi dan manajerial perusahaan tersebut, strategi tersebut diantaranya
dapat mencakup strategi penerapan system good corporate governance (GCG). Semakin baik
pengelolaan perusahaan maka perusahaan tersebut dapat mengurangi kecenderungan
terhadap kondisi financial distress.
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) good corporate
governance merupakan struktur yang oleh para pemegang saham, komisaris, dan manajer
menyusun tujuan-tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan –tujuan tersebut
dan mengawasi kinerja.
prinsip korporasi yang sehat, (4) Kemandirian (independency) yaitu keadaan dimana
perusahaan secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat, (5) Kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
Efisiensi Operasi
Menurut Yuanita, 2010 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) rasio aktivitas mengukur
seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki atau dengan kata lain
sejauh mana efektifitas pengggunaan asset dengan melihat tingkat aktivitas asset.
Berdasarkan penelitian Saleh dan Sudiyatno, 2013 rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan penjualan melalui asset dan mengukur seberapa efisiensi
asset tersebut telah dimanfaatkan untuk memperoleh penghasilan.
Efisiensi operasi diukur dengan cara menghitung Total Asset Turnover (TATO) yang
dihitung dengan cara membagi sales denga total asset (Brigham dan Houston, 2014:107
dalam Yanti dan Yayanti, 2015). Menurut Saleh dan Sudiyatno, (2013) semakin tinggi
perputaran total asset, maka semakin efektif total asset dalam menghasilkan penjualan.
Menurut Hidayat dan Meiranto, 2014 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) jika
manajemen perusahaan tidak dapat memaksimalkan penggunaan asset perusahaan, maka
penjualan perusahaan juga tidak dapat maksimal, sehingga akan mendekatkan suatu
perusahaan terhadap ancaman financial distress.
Manfaat Laba
Berdasarkan PSAK No. 2 paragraf 12 (IAI,2009) jumlah arus kas dari aktivitas
merupakan indicator yang menentukan apakah perusahaan dapat menghasilkan arus kas
yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan,
membayar deviden dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan
dari luar. PSAK No. 2 paragraf 18 (IAI,2009) menyatakan perusahaan disarankan untuk
melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan metode langsung.
Laporan arus kas aktivitas operasi adalah salah satu bagian terpenting dari laporan
arus kas. Aktivitas operasi merupakan aktivitas yang terkait dengan laba. Selain pendapatan
dan beban yang disajikan dalam laporan laba rugi, aktivitas operasi juga meliputi arus kas
masuk dan arus kas keluar bersih yang berasal dari aktivitas operasi seperti investasi dalam
persediaan, perolehan kredit dari pemasok, dan pemberian kredit kepada pelanggan.
Arus kas aktivitas operasi pada suatu perusahaan dapat bernilai positif ataupun
negatif. Suatu perusahaan memiliki arus kas operasi yang positif jika arus kas masuk dari
aktivitas operasi lebih besar daripada arus kas keluarnya. Sebaliknya perusahaan akan
memiliki arus kas operasi yang negatif jika arus kas masuk dari aktivitas operasi lebih kecil
daripada arus kas keluarnya.
Pengembangan Hipotesis
Efisiensi operasi diproksikan dengan rasio perputaran total aktiva, rasio perputaran
total aktiva yang rendah harus membuat manajemen untuk mengevaluasi strategi,
pemasaran dan pengeluaran modalnya. Menurut Yanti dan Yayanti (dalam Yuanita,2010)
rasio aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang
dimiliki atau dengan kata lain sejauh mana efektifitas pengggunaan asset dengan melihat
tingkat aktivitas asset.
Apabila rasio perusahaan itu rendah maka perusahaan tidak dapat menghasilkan
volume penjualan yang cukup dibandingkan dengan investasi dalam aktivanya, sehingga
menunjukkan kinerja yang tidak baik dan dapat mempengaruhi kondisi keuangan
perusahaan dan memicu terjadinya financial distress.
Penelitian Hadi (2014), Susanto (2015), Yanti dan Yayanti (2015) menyatakan bahwa
variabel efisiensi operasi memiliki pengaruh positif terhadap financial distress. Hal ini berarti
semakin besar total asset turnover suatu perusahaan, maka semakin kecil perusahaan tersebut
mengalami financial distress. Hal ini berarti semakin besar total asset turnover suatu
perusahaan, maka semakin kecil perusahaan tersebut mengalami financial distress.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Efisiensi Operasi berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.
Menurut Soemarso (2004:227) angka terakhir dalam laporan laba rugi adalah laba
bersih (net income). Jumlah ini merupakan kenaikan laba bersih terhadap modal, apabila
perusahaan memperoleh angka rugi, angka terakhir dalam laporan keuangan adalah rugi
bersih. Salah satu keuntungan dari informasi laba yaitu untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan dari hasil kegiatan produksinya. Jika
laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau bahkan mengalami rugi maka pihak
investor tidak mendapatkan deviden.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitria (2010), Mas’ud dan Srengga (2012), Djongkang
dan Rita (2014), dan Aminah (2015) menyatakan bahwa variabel manfaat laba memiliki
pengaruh positif terhadap financial distress. Penelitian Mayangsari (2015) menyatakan bahwa
manfaat laba berpengaruh negatif terhadap financial distress hal ini dikarenakan semakin
tinggi laba yang dihasilkan itu berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam
penggunaaan aktiva sehingga semakin rendah kemungkinan terjadi financial distress.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 : Manfaat Laba berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.
Salah satu kegunaan dari informasi arus kas adalah untuk mengetahui hasil dari
kegiatan operasinya. Jika arus kas dari kegiatan operasi lancar menandakan kegiatan operasi
perusahaan berjalan dengan baik, karena laporan arus kas merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dengan laporan keuangan lainnya, maka penggunaannya secara bersama-sama
akan memberikan hasil yang lebih tepat untuk mengevaluasi sumber dan penggunaan kas
perusahaan dalam seluruh kegiatan perusahaan.
Penelitian Mas’ud dan Sregga (2012) menyatakan bahwa variabel arus kas dari
kegiatan operasi memiliki pengaruh positif terhadap financial distress. Hal ini dikarenakan
bahwa tinggi rendahnya arus kas operasi menyebabkan perusahaan mengalami financial
distress. Namun penelitian Fitria (2010), Djongkang dan Rita (2014), dan Aminah (2015)
menyatakan bahwa arus kas dari kegiatan operasi tidak berpengaruh terhadap financial
distress karena semakin besar arus kas dari aktivitas operasi maka semakin besar
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 9
e-ISSN : 2460-0585
ketertarikan para investor untuk melakukan investasi maka akan semakin mudah
perusahaan membiayai kegiatan operasi. Berdasarkan penjelasan di atas maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H4 : Arus kas dari kegiatan operasi berpengaruh positif terhadap terjadinya financial distress.
METODA PENELITIAN
Variabel Dependen
Financial Distress
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress atau kondisi kesulitan
keuangan. Variabel dependen dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk dummy dengan
ukuran binomial yaitu satu (1) apabila perusahaan tidak mengalami financial distress dan nol
(0) apabila perusahaan mengalami financial distress. Pengukuran variabel dependen dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Wardhani, 2006 (dalam
Mayangsari, 2015) dimana mendefinisikan kondisi financial distress perusahaan yaitu saat
perusahaan memiliki interest coverage ratio kurang dari satu. Interest Coverage Ratio
merupakan rasio antara biaya bungan terhadap laba operasional perusahaan. Perusahaan
yang memiliki interest coverage ratio kurang dari satu dianggap sebagai perusahaan yang
mengalami financial distress. Interest Coverage Ratio dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Variabel Independen
mengontrol biaya keagenan. Pembagian mekanisme Corporate Governance ada dua yaitu
eksternal dan internal. Mekanisme pengendalian eksternal berupa pasar modal, perbankan,
masyarakat, tenaga kerja, pemerintah serta stakeholder lainnya, sedangkan mekanisme
pengendalian internal yaitu tidak hanya dewan komisaris saja tetapi juga komite-komite
yang ada dibawahnya seperti dewan direksi, managemen dan sekertaris perusahaan. Pada
penelitian ini menggunakan pengukuran Corporate Governance melalui mekanisme
pengendalian internal dengan menggunakan skor faktor yang terdiri dari empat dimensi.
Menurut Wahidahwati, 2010 (dalam Susanto, 2015) menyatakan bahwa masing-masing
dimensi mempunyai indicator sebagai berikut: (a) Dewan Komisaris (45%) (b) Komite Audit
(20%) (c) Manajemen (20%) (d) Pemegang Saham (15%).
Efisiensi operasi diukur dengan Total Asset Turnover (TATO). Menurut Brigham dan
Houston, 2014:107 (dalam Yanti dan Yayanti, 2015) Total Asset Turnover dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
TATO =Sales
Total Asset
Keterangan:
Sales = penjualan bersih
Total Asset = jumlah aktiva
Laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba bersih terhadap total aktiva.
Perusahaan yang memanfaatkan laba dengan baik akan menghasilkan keuantungan. Untuk
menilai manfaat laba menggunakan rasio Return on Asset. Manfaat laba dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Arus kas yang digunakan dalam penelitian ini adalah arus kas dari aktivitas operasi
terhadap total aktiva. Arus kas dari aktivitas operasi dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Rasio Arus Kas = Arus Kas dari Aktivitas Operasi x 100%
Total Aktiva
Analisis Statistik Deskriptif dan Analisis Regresi
Analisis statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jumlah
sampel, nilai rata-rata (mean), nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi serta
untuk mengambarkan variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan data olahan SPSS yang
good corporate governance, efisiensi operasi, manfaat laba dan arus kas dari kegiatan operasi
maka akan diketahui nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata (mean), dan standart deviasi
dari setiap variabel. Sedangkan variabel financial distress tidak diikutsertakan dalam
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 11
e-ISSN : 2460-0585
perhitungan statistik deskriptif karena variabel tersebut memiliki skala nominal. Model
analisis regresi logistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
P
Ln =𝛽0 + β1GCG+ β2 EO + β3L + β4 AK
1-P
Keterangan:
P
Ln = Probabilitas perusahaan yang mengalami financial distress
1-P
𝛽0 = Konstanta
β1.... β4 = Koefesien Regresi
GCG = Good Corporate Governance
EO = Efisiensi Operasi
L = Laba
AK = Arus Kas
Statistik Deskriptif
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah pengamatan (N) yaitu sebanyak 190 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI selama 2011-2015, GCG memiliki nilai minimum sebesar
31.11 dan nilai maksimum sebesar 60.83 dan secara keseluruhan memiliki nilai mean 44.5804
dan deviasi standar 5.67148, EO memiliki nilai minimum sebesar 0.02 dan nilai maksimum
sebesar 15.88 dan secara keseluruhan memiliki nilai mean 1.2310 dan deviasi standar
1.48411, L memiliki nilai minimum sebesar -0.37 dan nilai maksimum sebesar 6.12 dan secara
keseluruhan memiliki nilai mean 0.0746 dan deviasi standar 0.48416, AK memiliki nilai
minimum sebesar -3.82 dan nilai maksimum sebesar 12.10 dan secara keseluruhan memiliki
nilai mean 0.1202 dan deviasi standar 1.08918, FD memiliki nilai minimum sebesar 0.00 dan
nilai maksimum sebesar 1.00 dan secara keseluruhan memiliki nilai mean 0.5895 dan deviasi
standar 0.49323.
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 12
Uji Hipotesis
Berdasarkan tabel 2 nilai statistic Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Testnilai
statistic Chi-Square yang dihasilkan adalah 44.199 dengan nilai probabilitas signifikan
0.000dimana 0.000 < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis ditolak. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa model tidak mampu memprediksi nilai observasinya.
Berdasarkan tabel 3 dapat dianalisis bahwa nila -2LL awal adalah 257.279 dan setelah
dimasukkan 4 variabel independennya, maka nilai -2LL akhir mengalami penurunan
187.168. Penurunan -2LL ini menunjukkan model regresi yang baik. Hal ini berarti hipotesis
nol diterima dan menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Koefisien determinasi (R2) ini merupakan modifikasi dari Cox and Snell’s Square yang
menghasilkan nilai antara 0 dan 1. R2 milik Negelkerke inilah yang paling banyak digunakan
sebagai dasar interprestasi. Negelkerke R2 digunakan untuk menjelaskan variabilitas variabel
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 13
e-ISSN : 2460-0585
dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen. Nilai Negelkerke R2
dapat diinterprestasikan seperti nilai R2 pada multiple regression (Ghozali, 2016).
Tabel 4
Tabel Negelkerke’s R2 Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
1 187.168a .309 .416
a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by
less than .001.
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa ouput pada Cox and Snell R Square
menyatakan bahwa sebanyak 0.309 atau 39.9% variabel dependennya yaitu financial distress
dapat dijelaskan oleh variabel independennya yaitu GCG, efisiensi operasi, laba dan arus
kas, sedangkan sisanya 69.1% dijelaskan oleh variabel diluar penelitian.
Tabel Klasifikasi
Tabel klasifikasi menunjukan prediksi dari model regresi untuk memprediksi
probabilitas pada perusahaan yang mengalami financial distress. Kekuatan prediksi dari
model regresi untuk memprediksikan kemungkinan terjadinya variabel terikat yang
dinyatakan dalam proses.
Tabel 5
Classification Tablea
Predicted
FD Percentage
Observed 0 1 Correct
Step 1 FD 0 56 22 71.8
1 13 99 88.4
Overall Percentage 81.6
a. The cut value is .500
Dalam tabel 5 dapat diketahui bahwa kekuatan prediksi dari nilai model regresi untuk
mengetahui perusahaan yang mengalami kondisi financial distress sebesar 81.6%. Hal ini
berarti model regresi tersebut, terdapat sebanyak 78 perusahaan (71.8%) yang mengalami
financial distress selama periode 2011-2015. Sedangkan kekuatan prediksi perusahaan yang
tidak financial distress adalah 112 perusahaan (88.4%). Hal tersebut berarti bahwa dengan
model regresi tersebut terdapat 112 perusahaan yang diprediksikan mengalami non financial
distress dari total sampel 190 perusahaan selama periode 2011-2015.
Uji parsial
Uji parsial dilakukan dengan cara melakukan uji wald. Uji ini bertujuan untuk
menguji signifikasi setiap variabel independen dengan melihat kolom sig atau significance
yang terlihat pada bagian akhir output. Jika nilai probabilitas signifikansi < = 0,05, maka
Ha diterima, berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan
variabel dependen. Jika nilai probabilitas signifikansi > = 0,05, maka Ha tidak diterima,
berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel
dependen.
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 14
Tabel 6
Berdasarkan hasil tabel 6 menunjukkan bahwa GCG diperoleh nilai wald 3.126 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.077. Dengan demikian nilai probabilitas lebih besar dari 0.05.
Maka dapat disimpulkan bahwa variabel GCG tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Hal ini berarti bahwa hipotesis (H1) yang menyatakan bahwa GCG berpengaruh positif
terhadap financial distress ditolak. Berdasarkan persyaratan BAPEPAM dan Bursa Efek
Indonesia proporsi kepemilikan komisaris independen minimal 30% dari jumlah anggota
dewan komisaris atau porsional dengan jumlah pemegang saham minoritas. Berdasarkan
perhitungan menyatakan bahwa proporsi kepemilikan dewan komisaris independen lebih
dari 30% sebanyak 151 sampel dari total 190 sampel. Jadi besar kecilnya ukuran dewan
komisaris ternyata tidak mempengaruhi kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan
keuangan. Hal ini didukung dengan nilai rata-rata ukuran dewan komisaris pada
perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan tidak memiliki selisih yang terlalu
jauh dibandingkan dengan rata-rata ukuran dewan komisaris pada perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Penelitian Hadi (2014), penelitian Mayangsari (2015), dan penelitian Yanti dan
Yayanti (2015) menyatakan bahwa Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Kepemilikan
Institusional dalam GCG tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress.
Perusahaan yang memiliki score GCG yang tinggi berarti memiliki pengawasan yang lebih
baik sehingga diharapkan lebih terhindar dari financial distress.
EO diperoleh nilai wald 7.811 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.005. Dengan
demikian nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa EO
berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini berarti bahwa hipotesis (H2) yaitu Efisiensi
Operasi berpengaruh positif terhadap financial distress diterima. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hadi (2014) yang menyatakan bahwa volume penjualan
yang dihasilkan perusahaan tidak cukup dengan investasi dalam aktivanya sehingga
menunjukkan kriteria perusahaan yang tidak baik dan dapat mempengaruhi kondisi
keuangan perusahaan, sehingga memicu terjadinya financial distress. Widhiarti dan
Merkusiwati (2015) menyatakan bahwa tingkat perputaran asset perusahaan yang masih
tergolong rendah menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Yanti dan
Yayanti (2015) menyatakan bahwa semakin besar total asset turnover suatu perusahaan, maka
semakin kecil perusahaan tersebut mengalami financial distress. Hal inilah yang
menyebabkan efisiensi operasi memiliki pengaruh positif terhadap financial distress.
L diperoleh nilai wald 25.746 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000. Dengan
demikian nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05. maka dapat disimpulkan bahwa L
berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini berarti bahwa hipotesis (H3) yaitu laba
berpengaruh positif terhadap financial distress diterima. Penelitian ini konsisten dengan
penelitian Mas’ud dan Srengga (2012) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki rasio
ROA yang rendah dan tidak memiliki kekuatan ekonomi akan mendorong perusahaan
Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi
Volume 6, Nomor 10, Oktober 2017 15
e-ISSN : 2460-0585
mengalami financial distress. Djongkang dan Rita (2014) menyatakan bahwa kondisi laporan
keuangan perusahaan terutama laporan laba rugi yang memprihatinkan dari suatu
perusahaan, akan menjadi sinyal atau peringatan dini bahwa perusahaan tersebut
mengalami tekanan keuangan atau financial distress pada periode selanjutnya. Aminah (2015)
menyatakan bahwa semakin rendah nilai laba maka akan mengakibatkan perusahaan
mengalami financial distress. Mayangsari (2015) meyatakan bahwa rasio ROA berpengaruh
negatif terhadap financial distress, hal tersebut karena adanya efisiensi dan efektivitas dari
penggunaan aset perusahaan maka akan mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan sehingga kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan akan
menjadi kecil.
AK diperoleh nilai wald 4.168 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.041. Dengan
demikian nilai probabilitas lebih kecil dari 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa AK
berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini berarti bahwa hipotesis H4 yaitu arus kasdari
kegiatan operasi berpengaruh positif terhadap financial distress diterima. Laporan arus kas
yang berasal dari kegiatan operasi berisi semua transaksi yang berkaitan dengan laba yang
dilaporkan dalam laporan laba rugi mengenai kegiatan operasional yang dijalankan
perusahaan, dengan demikian semakin sering perusahaan mengalami rugi maka
kemungkinan besar perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Hal ini menunjukkan tinggi
rendahnya arus kas operasi menyebabkan perusahaan mengalami financial distress.
Penelitian ini konsisten dengan penelitian Mas’ud dan Srengga (2012) menyatakan bahwa
perusahaan yang tingkat arus kas operasinya rendah menyebabkan perusahaan mengalami
financial distress. Berarti arus kas operasi dapat memprediksi suatu financial distress oleh
perusahaan manufaktur.
Simpulan
Penelitian ini menguji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi financial distress
dengan menggunakan empat variabel yaitu good corporate governance (GCG), efisiensi operasi
(EO), Manfaat Laba (L), dan Arus Kas dari kegiatan operasi (AK). Simpulan hasil penelitian
ini sebagai berikut : (1) Variabel good corporate governance tidak berpengaruh positif terhadap
financial distress. Hal ini dikarenakan besar kecilnya ukuran dewan komisaris ternyata tidak
mempengaruhi kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan, (2) Variabel
efisiensi operasi berpengaruh positif terhadap financial distress. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa volume penjualan yang dihasilkan perusahaan tidak cukup dengan
investasi dalam aktivanya sehingga menunjukkan kriteria perusahaan yang tidak baik dan
dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan, sehingga memicu terjadinya financial
distress, (3)Variabel manfaat laba berpengaruh positif terhadap financial distress. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi laporan keuangan perusahaan terutama laporan
laba rugi yang semakin rendah menyababkan perusahaan mengalami financial distressdan (4)
Variabel arus kas dari kegiatan operasi berpengaruh positif terhadap financial distress. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya arus kas operasi menyebabkan
perusahaan mengalami financial distress.
Saran
Saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya adalah adalah (1) Pemilihan sampel
dalam penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur selama 5 tahun, sebaiknya
dalam penelitian selanjutnya untuk menambah tahun pengamatan dengan memperluas
penelitian agar mendapatkan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya terutama
pada variabel good corporate governance; (2) Penelitian ini hanya terfokus dalam perusahaan
manufaktur saja. Pada penelitian selanjutnya dapat ditambahkan jenis perusahaan selain
Faktor - Faktor Yang... - Fatmawati, Amelia; Wahidahwati 16
perusahaan manufaktur, sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah good corporate governance, efisiensi operasi, manfaat
laba dan arus kas dari kegiatan operasi. Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya
menambahkan beberapa variabel agar diperoleh hasil lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Saleh, A. dan B. Sudiyatno. 2013. Pengaruh rasio keuangan untuk memprediksi probabilitas
kebangkrutan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan. Vol 2 (1): 82-91.
Soemarso. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Salemba Empat. Jakarta.
Scott, R. 2003. Financial Accounting Theory. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Susanto. 2015. Pengaruh Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility dan
Profitabilitas terhadap Prediksi Financial Distress. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Indonesia Surabaya.
Wardhani, R. 2007. Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami
Permasalahan Keuangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol 4 (1): 95-114.
Widhiari. dan Merkusiwati. 2015. Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Operating Capacity,
dan Sales Growth Terhadap Financial Distress. Jurnal Akuntansi Vol 1 (1): 456-469.
Yanti, dan V. Yayanti. 2015. Analisis Pengaruh Likuiditas, Efesiensi Operasi, dan Corporate
Governance Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdapat Di BEI Pada Periode 2012-2014. Jurnal Akuntansi Vol 20 (1): 154-173.