Nilai Historis Komplek Makam Sunan Kudus Sebagai Bahan Pengembangan Sumber Belajar Sejarah Lokal Dedik Agus Indra F, Djono, Isawati

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

NILAI HISTORIS KOMPLEK MAKAM SUNAN KUDUS SEBAGAI

BAHAN PENGEMBANGAN SUMBER BELAJAR SEJARAH LOKAL 1


Dedik Agus Indra F2, Djono, Isawati 3

ABSTRACT
The goal in this research to describe and find out: (1) the history of the
establishment of the Tomb complex of Sunan Kudus, (2) the structure and function of
the Building complex of Sunan Kudus, (3) Historical values contained in the Tomb
complex of Sunan Kudus who can serve as learning resources local history, (4) the role
of the Government is to facilitate Students in harnessing the complex of Sunan Kudus
as learning resources local history.
Form of research using qualitative, descriptive, qualitative descriptive is a way
in researching an event by generating descriptive data. The data source used is the
events, places, documents, and informants. Data collection techniques used are
observation, interviews, and analysis of data/documents. The sampling technique used
is purposive and time sampling. This research, to find the validity of data used two
techniques of triangular triangular triangular is a data and methods. Data analysis
technique used is the interactive analysis, is move between three components which
include the reduction of the data, the presentation of data, and verification/withdrawal
of the conclusion.
Based on the results of this research can be drawn the conclusion: (1) the history
of the establishment of the Tomb complex of Sunan Kudus is a business form of Sunan
Kudus to spread islam in the Kudus City that uses how acculturation between Islamic
teachings and Hindhu (2) the structure of the building complex of Sunan Kudus is
composed of several buildings such as Tower, mosques and Tombs contained in one
area and have their respective functions. (3) the values contained in the building
complex of Sunan Kudus have much teaching in various fields including political,
ideological, economic, social and cultural. (4) Kudus County Government has a role in
giving facilities to the learners to utilize complex of Sunan Kudus.

Keywords: Sunan Kudus, Acculturation,Historical Value, the Tomb complex of Sunan


Kudus

1
Rangkuman penelitian skripsi.
2
Mahasiswa Progam Studi Pendidikan Sejarah, FKIP UNS Surakarta.
3
Dosen Pembimbing Program Studi PendidikanSejarah, FKIP UNS Surakarta.

76 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1


PENDAHULUAN
Perkembangan agama Islam di Kudus dan sekitarnya meninggalkan nilai-nilai
religiusitas, budaya, tradisi, dan adat istiadat, yang menjadi inspirasi gerak kehidupan
masyarakat Kudus. Nilai-nilai religiusitas, budaya, tradisi, dan adat istiadat tersebut
dirasakan telah tertanam dalam dinamika kehidupan masyarakat Kudus, khususnya
Kudus Kulon yaitu daerah penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kudus
(Said, 2013 :35). Kudus memiliki bangunancagar budaya terkenal yaitu Menara Kudus,
yang berbentuk seperti candi, serta Masjid Menara Kudus, yang dibangun oleh Sunan
Kudus sekitar tahun 1685 M dan Makam Sunan Kudus.
Arsitektur bangunan Komplek Makam Sunan Kudus memiliki keunikan yang
membedakan dengan bangunan komplek makam lainnya. Ciri khas bangunan yang ada
di komplek makam Sunan Kudus terbuat dari batu bata merah dan banyak terdapat
ukir-ukiran di setiap sisi bangunan.Pada kompleks Masjid, Menara dan Makam Sunan
Kudus terdapat banyak gapura, dalam masjid terdapat dua buah gapura kori agung
(Said, 2013 : 52). Pada dasarnya bangunan gapura identik dengan bangunan bercorak
Hindu Budha. Bangunan Menara yang berdiri sendiri di depan Masjid sebelah kiri sama
seperti bangunan Candi Jago. Adanya kemiripan bangunan tersebut menggambarkan
adanya akulturasi budaya Islam dengan Hindu Budha.Akulturasi tersebut merupakan
wujud dari penyelarasan antara budaya Islam dengan budaya Hindu Budha yang telah
lama berkembang di daerah Jawa. Hasil dari penyelarasan tersebut adalah sebuah
sinkretisme yang selaras antara keduanya yaitu agama Islam dan Hindu budha, dimana
di dalamnya unsur dari budaya Islam dan unsur budaya Hindhu Budha semuanya
mendapat tempat yang layak (Geertz, 1992 : 64).
Berdasarkanuraian di atas, penelititertarikuntuk melakukan kajian di wilayah
Komplek Makam Sunan Kudus tersebut. Hal ini karena wilayah Jawa banyak terdapat
makam tokoh besar keagamaan Islam, salah satunya yaitu Komplek Makam Sunan
Kudus, yang memiliki nilai historis dan layak dijadikan sebagai sumber belajar sejarah
sesuai dengan Kompetensi Isi dan Kompetensi Dasar kurikulum 2013 kelas X
kelompok wajib dan kelompok peminatan. Informasi sejarah Komplek Makam Sunan
Kudus yang belum banyak dikaji dalam materi pembelajaran sejarah dapat dipelajari
oleh peserta didik secara komprehensif. Diharapkan penelitianini mampu memberikan

77
Jurnal CANDI Volume 15 No. 1
peningkatan pemahaman akan nilai sejarah, khususnya nilai sejarah local komple
kmakam Sunan Kudus.
KAJIAN PUSTAKA
1. NilaiHistoris
Mulyono berpendapat, “Nilai diartikan sebagai rujukan dan keyakinan
dalam menentukan pilihan. Pengertian rujukan dapat diartikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan pilihan dalam masyarakat” (2004: 11). Nilai bagi
orang tidak statis, tetapi selalu berubah-ubah. Setiap orang akan menganggap baik
jika sesuai dengan sudut pandangnya. Oleh sebab itu pendidikan berperan penting
dalam memberi arahan atau binaan untuk membentuk pemahaman nilai peserta
didik (Sanjaya, 2009: 32).Nilai dapat di simpulkan sebagai berikut :
1) Nilai tidak dapat diajarkan tetapi dapat diketahui penampilanya dan
dipahami maknanya.
2) Pengembangan domain afektif pada nilai tidak dapat dipisahkan dari aspek
kognitif dan psikomotorik.
3) Masalah nilai adalah masalah emosional sehingga dapat berubah dan
berkembang, serta dapat dibina.
4) Perkembangan nilai atau moral tidak sekaligus dapat berubah, tetapi
melalui tahapan tertentu.
Sejarah adalah ilmu yang mempelajari kehidupan manusia di masa yang
lampau dan memberikan petunjuk dalam mereaksi terhadap masalah-masalah baru
yang ada di masa seakarang. Sejarah memiliki berberapa manfaat bagi kehidupan
manusia pada masa sekarang. Wasino menyebutkan, “ada beberapa guna sejarah
bagi manusia yang mempelajarinya, yakni 1).edukatif (untuk pendidikan), 2).
instruktif (memberikan pengajaran), 3). inspiratif (memberi ilham), serta 4).
rekreatif (memberikan kesenangan)” (2007: 10).
Berdasarkan berbagai kajian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
dalam sebuah kehidupan terdapat nilai-nilai tertentu yang harus dianut oleh semua
anggota. Nilai-nilai tersebut dimiliki dan dikembangkan oleh seseorang. Nilai
tersebutakan menjadi pegangan dan sekaligus pedoman bagi seseorang dalam berfikir
dan bertindak, Salah satu nilai yang ada dalam masyarakat adalah nilaisejarah yang
sebenarnya telah ada bersamaan dengan keberadaan masyarakat itu sendiri. Nilai

78 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1


sejarah tersebut dapat di berikan kepada peserta didik, contohnya yang berhubungan
dengan bangunan cagar budaya Komplek Makam Sunan Kudus, yang memiliki nilai
sejarah yang tinggi dan dapat diwariskan kepada peserta didik demi tujuanyakni agar
generasi penerus tersebut tidak akan tercabut dari akar budaya setempat.
2. Akulturasi
Koentjaraningrat mengartikan akulturasi sebagai suatu kebudayaan dalam
masyarakat yang dipengaruhi oleh suatu kebudayaan asing yang demikian berbeda
sifatnya, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing tadi lambat laun diakomodasikan dan
diintegrasikan ke dalam kebudayaan itu sendiri tanpa kehilangan kepribadian dan
kebudayaannya (1990 : 49). Dalam sejarah perkembangan kebudayaan masyarakat
Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu,
corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang bermacam-macam,
seperti :Animisme, Dinamisme. Hinduisme, Bhudisme, dan Islam. Salah satu bentuk
budaya Jawa yang menonjol adalah adat istiadat dan tradisi kejawen (Islam Jawa).
Ketika Islam telah dipeluk oleh sebagian besar orang Jawa kebudayaan dari mereka
masih melestarikan unsur-unsur kepercayaan lama, seperti upacara persembahan sesaji
dan slametan.
3. Sumber Belajar
Yunanto menyatakan bahwa,“Sumber belajar adalah bahan yang mencakup
media belajar, alat peraga, alat permainan yang mampu memberikan informasi maupun
berbagai keterampilan kepada anak maupun orang dewasa yang berperan mendampingi
anak dalam belajar” (2004 : 20). Mulyasa secara lebih luas, “Menyatakan sumber
belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan kepada peserta didik dalam
memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan dalam
proses belajar mengajar” (2004 :48). Sudjana (2001) memperluas pengertian sumber
belajar yakni,“Daya yang bias dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar
baik secara berlangsung maupun secara tidak langsung sebagian atau secara
keseluruhan (hlm. 76).Sumber belajar mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya
dalam proses pembelajaran. Pada pendidikan anak usia dini, fungsi sumber belajar
lebih cenderung memberikan kesempatan proses berasosiasi kepada anak untuk
mendapatkan dan memperkaya pengetahuan dengan menggunakan berbagai alat, buku,
nara sumber, atau tempat (Sudono, 2000 :15).

79
Jurnal CANDI Volume 15 No. 1
4. Sejarah Lokal
Sejarah lokal adalah suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yangterbatas,
yang meliputi suatu lokalitas tertentu (Abdullah,2010 :21). Lingkup yang
dimaksudkanterbatas ini terutama dihubungkan dengan unsur wilayah dan komunitas
yang ada didalamnya, bukan kepada masalah waktu (lingkup temporal) maupun
peristiwa(tema) tertentu dari masa lampaunya.Sejarah lokal sangat erat kaitanya dengan
tradisi lisan. Tradisi lisan menyangkut pesan-pesan yang berupa pernyataan-pernyataan
lisan yang diucapkan, dinyanyikan atau disampaikan lewat musik (alat bunyi-bunyian).
Hal yang perlu diperhatikan dari tradisi lisan adalah tradisi yang
berasaldarigenerasisebelumnya paling sedikitsatugenerasisebelumnya.
Sejarah dalam konteks pembelajaran sejarah lokal diperlukan untuk
membangkitkan kesadaran sejarah nasional serta menghindarkan siswa tidak tahu atau
tidak mengenal nilai sejarah yang ada di sekitarnya. “Pembelajaran sejarah hendaknya
dimulai dari fakta-fakta sejarah yang dekat dengan lingkungan tempat tinggal peserta
didik, baru kemudian pada fakta-fakta yang jauh dari tempat tinggal peserta didik”
(Wasino, 2005:1). Dengan demikian, secara sederhana dapat dikatakan bahwa sejarah
lokal adalah bidang kajian mengenai masa lalu dari suatu kelompok atau masyarakat
yang mendiami unit wilayah yang terbatas.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian
Kualitatif. Jenis penelitian kualitatif atau disebut penelitian naturalistik, dimana data
pada penelitian kualitatif didasarkan pada peristiwa–peristiwa yang terjadi secara
alamiah, dilakukan dalam situasi yang wajar tanpa dipengaruhi dengan sengaja oleh
peneliti. Penelitian deskriptif kualitatif sangat tepat terhadap hal yang diteliti dengan
tujuan agar mendapat gambaran yang jelas tentang deskripsi tentang obyek Komplek
Makam Sunan Kudus. Dalam penelitian ini data yang terkumpul terdiri atas data primer
dan data sekunder. Dalam penelitian ini data primer, merupakan informasi utama dalam
penelitian, meliputi seluruh data kualitatif yang diperoleh melalui kegiatan observasi,
wawancara dan dokumentasi. Yang menjadi data penelitian adalah sejarah berdirinya
Komplek Makam Sunan Kudus, serta struktur dan nilai-nilai historis yang dapat
dijadikan sebagai bahan pengembangan sumber belajar sejarah lokal dan yang menjadi

80 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1


sumber adalah pengelola Komplek Makam Sunan Kudus, kepala dinas pariwisata
Kabupaten Kudus, Guru dan peserta didik . Sedangakan Data sekunder, merupakan
data yang diperoleh melalui buku-buku referensi berupa pengertian-pengertian dan
teori–teori yang ada hubungannya dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data-data
yang tergolong sumber sekunder antara lain buku-buku yang relevan dengan penelitian
tersebut, salah satunya “:Filosofi Menara Kudus Pesan Damai untuk Dunia”.
Adapun prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain observasi,
wawancara dan dokumentasi.
1.Observasi
Observasi merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian, observasi
dilakukan untuk mengetahui secara detail tentang lokasi maupun kondisi tempat obyek
Komplek Makam Sunan Kudus yang akan di teliti baik dari segi siswa, guru bahan ajar,
sumber belajar, lingkungan belajar dan sebagainya.

2. Wawancara
Wawancara sebagai alat penilaian digunakan untuk mengetahui pendapat,
aspirasi, harapan, prestasi, keinginan, keyakinan dan proses belajar siswa. Kegiatan
wawancara dilakukan secara langsung yaitu mengadakan tanya jawab dengan
responden seperti guru, siswa dan ditunjang dari berbagai data lainnya. Instrumen
pedoman wawancara dilakukan secara terstruktur untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan.
3. Dokumentasi
Dokumen diartikan sebagai suatu catatan tertulis/gambar yang tersimpan
tentang sesuatu yang sudah terjadi. Dokumentasi merupakan bukti fisik berupa foto
yang diambil pada saat mengadakan penelitian, dalam kegiatan observasi, wawancara,
dan pengamatan proses pembelajaran. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini,
Milles dan Hubberman (dalam Tohirin, 2012 : 141) menjelaskan bahwa analisis data
merupakan langkah-langkah untuk memproses temuan penelitian yang telah ditranskripkan
melalui proses reduksi data, yaitu data disaring dan disusun lagi, dipaparkan, diverifikasi
atau dibuat kesimpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

81
Jurnal CANDI Volume 15 No. 1
A. Sejarah berdirinya Komplek Makam Sunan Kudus.
Sejarah berdirinya Komplek Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus yang
terletak di desa Kauman, kecamatan Kudus Kota, Kabupaten Kudus tidak bisa terlepas
dari peran Sunan Kudus dalam menyiarkan ajaran agama Islam di Kabupaten Kudus
dan disekitarnya. Sunan Kudus merupakan putera dari Raden Usman Haji yang
bergelar Sunan Ngudung di Jipang Panolan (Kabupaten Blora). Sunan Kudus lahir pada
tahun 1400M/ 808 Hijriah dengan nama asli Ja’far Shodiq. Menurut silsilahnya Sunan
Kudus masih mempunyai hubungan keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Said
(2010) menjelaskan:
Silsilah lengkapnya adalah: Nabi Muhammad SAW - Ali bin Abi Thalib r.a –
S. Husein - S. Zaenal Abidin – Syekh Mahmudi Nil Kabir – S. Dulnapi
menikah dengan putri dari Brawijaya V – mendapat putera Kanjeng Sunan
Ampel – Nyi Ageng Manyuro menikah dengan S. K. Ngusman melahirkan
Kanjeng Sunan Ngudung – Kanjeng Sunan Kudus ( Ja’far Shodiq ) (hlm.29).

Banyak versi yang menjelaskan tahun berdirinya Komplek Menara, Masjid dan
Makam Sunan Kudus, tetapi dalam inskripsi yang tertulis dalam batu didalam Masjid
tertulis jelas tahun pendirian bangunan, yaitu pada tahun tahun 956 H bertepatan
dengan 1549 M. Batu tersebut didapatkan Sunan Kudus saat belajar ditanah Arab untuk
menyempurnakan ilmu yang dipelajarinya, Sunan Kudus menuntut ilmu di tanah Arab
(Timur tengah) sambil melakukan ibadah haji, selain itu Sunan Kudus juga mengajar
tentang ajaran Islam di tanah Arab. Menurut Salam (1977) di tanah Arab terjadi wabah
penyakit yang membahayakan dan berkat bantuan Sunan Kudus maka wabah penyakit
tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu seorang Amir di tanah Arab memberi Sunan
Kudus sebuh hadiah tetapi ditolak oleh Sunan kudus dan sebagai kenang-kenangan
untuk dibawanya kembali ke Tajugatau Kota Kudus, Sunan Kudus meminta sebuah
batu yang berasal dari Baitul Makdis atau Jeruzzalem (Al-Quds) sebagai batu yang
akan di letakkanya untuk pembuatan Masjid (Said, 2013:15). Sehingga setelah selesai
dibangun dengan menggunakan batu yang dibawanya dari tanah Arab sebagai prasasti
untuk menuliskan tahun berdirinya masjid. Masjid tersebut diberi nama masjid Al-
Aqsha atau masjid Al-Manar. Nama Masjid Al Aqsha dalam sejarahnya juga tidak
lepas dari eksistensi jaringan Sunan Kudus di Tanah Arab. Masjid Al Aqsha adalah

82 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1


sebuah nama yang mirip dengan nama sebuah masjid besar di Palestina, bahkan
menjadi salah satu tempat suci bagi umat Islam.
Sejarah berdirinya Komplek Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus tidak
berada pada kondisi sosial yang baik. Sistem kasta yang berkembang dimasyarakat
karena pengaruh dari ajaran Hindhu sangat tampak dalam kondisi sosial masyarakat
yang ada di Kota Kudus waktu itu. Hal ini juga menjadi tantangan bagi Sunan Kudus
dalam menyiarkan agama Islam.Komplek Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus
dibangun dengan tujuan untuk mempermudah Sunan Kudus dalam menyiarkan agama
Islam di Kota Kudus. Selain membangun komplek bangunan. Sunan Kudus juga
melakukan jalan dakwah denganmenggunakan konsep jalan “bilhikmah” yang artinya
kebijaksanaansecara teologis merujuk terhadap semangat Al-Qur’an: “Hendaklah kau
ajak orang kejalan Allah dengan hikmah (bijaksana) dengan peringatan yang ramah
tamah, dan bertukar fikiranlah dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya” (QS.
An-Nahl: 125).
Sunan Kudus mendirikan komplek bangunan dengan cara menerapkan
Akulturasi budaya Hindhu dan Islam dalam bangunan Komplek Menara, Masjid dan
Makam Sunan Kudus agar masyarakat Kudus menerima dengan baik dan dengan
sendirinya bisa memeluk agama Islam. Hal tersebut terlihat pada bentuk bangunan
Menara Masjid yang menyerupai candi. Serta adanya tempat untuk berwudhu yang
mengadopsi ajaran Budha yaitu kepala arca Kebo Gumarang yang dikenal dengan Asta
Sanghika Marga atau delapan jalan mencapai kebenaran yaitu pengetahuan yang
benar, keputusan yang benar, perkataan yang benar, perbuatan yang benar, cara hidup
yang benar, daya dalam hidup, usahan untuk menjalani kehidupan, meditasi dan
keutuhan (Said, 2010 :74).Denny Nur Hakim berpendapat, karena Sunan Kudus
menginginkan masyarakat Kudus lebih banyak lagi yang memeluk agama Islam
sehingga pembuatan masjid Al-Aqsha oleh Sunan Kudus letaknya berada di sebelah
selatan masjid Langgar Dalem karena dekat dengan pusat keramaian yaitu pasar yang
banyak didominasi oleh masyarakat pemeluk agama Hindhu, sehingga Sunan Kudus
lebih mudah dalam mensyiarkan agama Islam dan dapat menarik masyarakat untuk
masuk kedalam agama Islam (Wawancara,16 Oktober 2014).
Akulturasi yang tampak tidak hanya dalam bentuk bangunan komplek tetapi
juga dengan adanya ajaran Sunan Kudus yang berbentuk anjuran untuk menghormati

83
Jurnal CANDI Volume 15 No. 1
pemeluk agama antara lain seperti melarang jama’ahnya untuk menyembelih sapi,
meski dalam Islam hal tersebut diperbolehkan. Hal ini juga sebagai wujud strategi
untuk menarik simpatik masyarakat Kudus yang menganggap binatang sapi adalah
suci.
Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M / 968 H. Setelah wafat Sunan Kudus
dimakamkan tepat di belakang masjid Al-Aqsa atau Masjid Menara Kudus. Makam
Sunan Kudus terbagi-bagi dalam beberapa blok, dan tiap blok merupakan bagian
tersendiri dari hubungannya terhadap Sunan Kudus. Ada blok para putera dan puteri
Kanjeng Sunan, ada blok para Panglima perang dan blok paling besar adalah makam
Sunan Kudus sendiri. Uniknya adalah semua pintu penghubung antar blok berbentuk
seperti gapura candi. Tembok-tembok yang mengitarinya juga dari bata merah yang
disusun berjenjang, ada yang menjorok ke dalam dan ke luar seperti layaknya bangunan
candi. Panorama yang nampak adalah kompleks bangunan Islam namun bercorak
Hindu.
B. Struktur BangunandanFungsi Komplek Makam Sunan Kudus.
Struktur Bangunan dan Fungsi Komplek Makam Sunan
Kudusmenggambarkan adanya sebuah akulturasi yang unik dan menarik, karena
merupakan perpaduan antara budaya Islam dan Hindhu. Akulturasi yang tampak
mencolok terdapat pada struktur bangunan yang terdapat dalam Komplek Makam
Sunan Kudus sendiri terdiri dari:Menara Kudus, Masjid Al Aqsa, Makam Sunan
Kudus, Gapura Gerbang Tajug, Pancuran Wudlu, Gapura Samping, Gapura Padureksan
Kidul Menara, Gapura Kembar. Setiap bagian bangunan dihubungkan oleh gapura dan
tembok tinggi yang berfungsi untuk melindungi setiap bangunan. Bangunan-bangunan
dalam komplek memiliki fungsi sendiri-sendiri tetapi tetap memiliki simbol-simbol
yang khas dan berhubungan dengan ajaran agama Islam, seperti Mahkota yang berada
di puncak atap Menara yang hanya satu sebagai simbol ke-Esaan Allah, yaitu hanya
satu yang wajib disembah. Fungsi menara digunakan sebagai tempat adzan dan
menaruh bedhug. Setelah itu Masjid memiliki 5 buah pintu sebelah kanan, dan 5 buah
pintu sebelah kiri. Penggunaan pintu berjumlah 5 pada Masjid merupakan simbol
ajaran dalam islam yaitu “RukunIslam”dan fungsinya tetap sebagai tempat beribadah
umat Islam, Selanjutnya adalah adanya pancuran yang berjumlah delapan buah yang
mengadopsi delapan ajaran kebaikan dalam agama budha. Pancuran tersebut berbentuk

84 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1


kepala arca Kebo Gumarang yang dikenal dengan Asta Sanghika Marga atau delapan
jalan mencapai kebenaran yaitu pengetahuan yang benar, keputusan yang benar,
perkataan yang benar, perbuatan yang benar, cara hidup yang benar, daya dalam hidup,
usaha untuk menjalani kehidupan, meditasi dan keutuhan.Bangunan Komplek didirikan
dengan konsep teritorialitas yaitu konsep yang memiliki dua unsur yang saling terkait,
yaitu unsur pertahanan dan unsur sosial.
Kompleks Makam Sunan Kudus menggunakan konsep teritorialitas. Konsep
teritorialitas dalam studi arsitektur merupakan suatu ruang pertahanan yang tercipta
dari seperangkat tindakan atau perilaku yang ditampilkan oleh individu dalam konteks
sosial, diturunkan dari rasa kepemilikan yang bertujuan mengkontruksi,
mengkomunikasikan, memelihara, memantapkan dan merestorasi hubungan (perasaan
kepemilikan) dengan suatu obyek ruang fisik atau wilayah tertentu (lingkungan
bangunan) yang terwujud dalam perilaku spasial (Barliana, 2010 :23).
TeritorialitasTeritorialitas memiliki dua unsur yang saling terkait, yaitu unsur
pertahanan dan unsur sosial. Didalam bangunan komplek makam, antara dua unsur
tersebut pada tingkat tertentu tampak saling bertentangan yakni pada satu sisi sebagai
ruang pertahanan (defensible space) dan pada sisi lain sebagai ruang yang tidak
terakses dari pihak luar (outsider) (Said, 2013 :83).
Konsep teritorialits tersebut terlihat berbeda pada kompleks makam Sunan
Kudus yang menampakan dua unsur sekaligus tetapi keduanya saling menguatkan,
yakni pada satu sisi memiliki daya pertahanan yang tinggi (defensible space) yang
ditunjukan dengan adanya dinding pagar keliling diperindah dengan gapura kuno.
Adanya pagar kuno yang mengelilingi kompleks menara Kudus yang dilengkapi
dengan gapura kori agung menunjukan adanya ekpresi teritorial dari menara.
Menariknya pada bangunan pagar memiliki ukuran yang tidak terlalu tinggi hanya
sebatas ukuran tinggi dada manusia normal, juga terdapat tiga gapura pintu masuk,
namun tanpa pintu (tutup), sehingga masih memungkinkan siapapun masuk ke
kompleks menara tanpa diikat oleh waktu.
Model ekpresi teritorial di kompleks menara Kudus memang terlihat unik,
karena sebuah ruang yang secara ideal berfungsi sebagai ruang pertahanan disamping
nilai keindahan, namun didesain dengan kontruksi bangunan pagar yang terbuka tanpa
pintu. Kondisi tersebut menjadikan menara sebagai ruang publik yang ingin melibatkan

85
Jurnal CANDI Volume 15 No. 1
masyarakat dan kelompok sosial sebagai instrumen ruang pertahanan, baik pertahanan
secara fisik maupun secara ideologis. Dengan keterbukaan ruang tersebut dapat
menumbuhkan rasa kepemilikan dari masyarakat maupun kelompok sosial terbuka
yang merasa memiliki komplek Masjid, Menara dan Makam Sunan Kudus, karena
walau dikelilimgi pagar kuno yang tinggi tetap masih ada akses masuk kedalam
komplek. Dengan demikian ekpresi teritorialitas pada komplek menara Kudus semakin
kuat karena memiliki dua instrumen sekaligus yaitu ; pertamaadalah ekpresi
teritorialitas yang teraga (tangible) berupa pagar kuno pendek yang mengelilingi
menara dan gapura tersebut tanpa pintu. Meskipun tanpa pintu namun mampu
membangun kesadran imaginer yang memperkuat rasa memiliki karena keterbukaan
komplek menara untuk siapapun. Kedua , berupa kelompok sosial yang memiliki rasa
kepemilikan yang tinggi karena mereka juga merasa mendapatkan akses yang sama
serta nilai fungsional dan kehadiran menara dengan segala keunikan sejarahnya
melibatkan walisanga.
C. Nilai-nilai Sejarah yang terkandung dalam Komplek Makam Sunan Kudus
yang dapat dijadikan sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal.

Menurut Mustaufan, Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus terdapat makna-
makna filosofis yang mengadung nilai-nilai moral (nilai-nilai pedagogis), perjuangan
dan keteladanan sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengembangan materi
pembelajaran sejarah di sekolah menengah atas karena memiliki nilai-nilai yang
meliputi: ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya yang erat kaitanya dengan
kondisi lokal didaerah tempat berdirinya komplek makam Sunan Kudus ( Wawancara,
17 Januari 2015).
Nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam Komplek Makam Sunan Kudus
yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah lokal terlihat jelas pada struktur
bangunan komplek yang juga memiliki akulturasi budaya antara Islam dan Hindhu.
Nilai-nilai historis dalam komplek makam Sunan Kudus banyak mengandung nilai
keislaman. Nilai-nilai yang terdapat pada Komplek Menara, Masjid dan Makam Sunan
Kudus terdiri dari beberapa bidang yaitu 1). Bidang ideologi yaitu ajaran agama Islam
yang terdapat dalam bentuk bangunan Menara dan Masjid yang dapat mengajarkan
peserta didik untuk memiliki tauhid, keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT,
2).Bidang politik, bidang ini dicontohkan dari sikap Sunan Kudus yang bijaksana dan

86 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1


toleran pada saat menjadai pemimpin umat Islam di Kabupaten Kudus, 3). Bidang
ekonomi yang memberikan teladan kepada peserta didik untuk memiliki semangat,
tanggung jawab, menciptakan hubungan baik antar sesama dan memiliki etos kerja
yang tinggi dan,4). Sosial budaya, nilai ini memberikan pengajaran kepada peserta
didik untuk dapat bekerja sama antar sesama baik peserta didik disekolah maupun
masyarakat luas dengan tetap mematuhi norma-norma yang berlaku
dimasyarakat.Nilai-nilai tersebut banyak bertransformasi dalam diri masyarakat Kudus,
khususnya para santri atau peserta didik disekolah dan masyarakat diKota Kudus. Hal
tersebut menjadi keuntungan bagi dunia pendidikan karena melalui Komplek Menara,
Masjid dan Makam Sunan Kudus dapat digunakan sebagai sumber belajar khususnya
mata pelajaran sejrah berbasis lokal. Kondisi ini juga didukung dengan diberlakukanya
kurikulum 2013 yang berorientasi pada keaktifan peserta didik dalam mencari dan
memanfaatkan sumber belajar. Terutama berdasarkananalisissilabus dan kurikulum
2013 di SMApadamatapelajaranSejarahkelas X kelompok wajib, dengan Kompetensi
Inti “Memahami, menerapkan, dan menganalisispengetahuan faktual, konseptual,
proseduralberdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah”, dengan Kompetensi Dasar” Menganalisis berbagai teori tentang proses
masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia.” dankelas X
kelompok peminatan ilmu sosialdenganKompetensi Inti “Menghayati dan
mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.” danKompetensiDasar“Menunjukkan sikap tanggung
jawab, peduli terhadap berbagai hasil budaya zaman praaksara, Hindu-Buddha dan
Islam”.Kurikulum 2013 memberikan peluang bagi sekolah untuk memanfaatkan
sumber-sumber belajar yang ada disekitar lingkungan sekolah, salah satunya
memanfaatkan Komplek Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus.

87
Jurnal CANDI Volume 15 No. 1
Relevansi nilai-nilai yang terdapat dalam Komplek Menara, Masjid dan Makam
Sunan Kudus dengan pendidikan khususnya untuk pengembangan sumber belajar mata
pelajaran sejarah berbasis lokal tidak terlepas dari karakter Sunan Kudus sebagai
pendiri Komplek bangunan nilai-nilai pendidikan karakter yang diajarkan oleh Sunan
Kudus yang juga adalah pendidikan yang dijiwai ketulusan dan keihlasan yang tinggi,
berorientasi pada transformasi diri yang berpihak pada nilai- nilai islam serta disertai
sistem evaluasi yang membangun objektivitas dan kejujuran dimana semua hal tersebut
dapat tercermin dari karakter kepribadian yang dimilikinya seperti pecinta ilmu, ulet
dalam bekerja, sosok yang pluralis dan multikulturalis, filosofis, patriotis, kreatif, x
populis, sufistik, serta arsitek. Selain itu Sunan Kudus juga menggunakan konsep
“SANTRI-PLUS Leadership” sebagai mode of leaderhip bagi para calon pemimpin
masa mendatang khusunya bagi tenaga pendidik yakni menyatukan visi, beradaptasi,
networking, transendensi, respek, berilmu amaliah, berkepribadian, liberasi, kerja
keras, serta sistemik.
Nilai-nilai tersebut juga terdapat pada struktur bangunan Komplek yang
mengajarkan peserta didik tentang akulturasi dan makna dari ajaran Islam. Selain
mendapat pemahaman tentang ajaran Islam peserta didik juga dapat memahami tentang
sejarah berdirinya Komplek bangunan yang memiliki banyak nilai-nilai perjuangan
masa lalu dalam menyebarkan agama Islam di pulau jawa khususnya di Kota Kudus.
D. PeranPemerintahuntukmemfasilitasiPesertaDidikdalammemanfaatkanKompl
ek Makam Sunan Kudus sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal.
Peran Pemerintah dalam memfasilitasi peserta didik untuk memanfaatkan
Komplek Makam Sunan Kudus sebagai Sumber belajar sejarah lokal sangat diperlukan
agar dapat tercapai kondisi yang baik dan diinginkan, maka pemerintah dalam hal ini
pemerintah Kabupaten Kudus melalui dinas pendidikan dan dinas pariwisata juga
memberikan fasilitas guna menunjang pemanfaatan Komplek Menara, Masjid dan
Makam Sunan Kudus sebagai sumber belajar sejarah lokal.Fasilitas yang disediakan
antara lain pembuatan buku, blog, museum dan tour guide yang bersedia memberikan
informasi yang dibutuhkan saat berkunjung ke Komplek Menara, Masjid dan Makam
Sunan Kudus, selain itu pemerintah juga bekerja sama dengan dinas lain yang terkait
dengan pemanfaatan Komplek Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus yaitu dinas
pendidikan Kabupaten Kudus untuk menggalakan kunjungan ke-lokasi komplek,

88 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1


kepada sekolah-sekolah baik dari tingkat sekolah dasar sampai menengah atas di
Kabupaten Kudus atau daerah disekitar Kabupaten Kudus.
SIMPULAN
Komplek bangunan Menara, Masjid dan Makam Sunan Kudus didirikan Sunan
Kudus bertujuan untuk mensyiarkan agama Islam di Kota Kudus. Sunan Kudus
menggunakan cara menggunakan Akulturasi antara budaya Islam dan Hindhu dalam
membuat konstruksi bangunan. Hal ini bertujuan agar masyarakat Kudus yang awalnya
memeluk agama Hindhu bisa menerima ajaran Islam dengan baik dan memeluk agama
Islam. Akulturasi Sunan Kudus tidak hanya terdapat pada komplek bangunan saja
tetapi juga terlihat pada ajaran dan anjuranya dimana sikap toleran yang ditunjukan
Sunan Kudus kepada pemeluk agama Hindhu adalah tidak diperbolehkanya
menyembelih hewan sapi, karena merupakan hewan suci bagi agama Hindhu. Komplek
bangunan yang banyak mengandung nilai-nilai sejarah dapat dijadikan sebagai sumber
belajar sejarah khususnya tentang sejarah lokal bagi peserta didik kelas X SMA
sederajat dalam kurikulum 2013. Hal tersebut didukung dengan pendekatan saintifik
yang ada didalam kurikulum 2013. Sehingga guru dan murid diberi kebebasan untuk
mengeksplor dan memanfaatkan obyek Komplek Makam Sunan Kudus sebagai sumber
belajar sejarah.

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku:
Abdullah, T. (2010). Sejarah Lokal di Indonesia. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

Koentjaraningrat. (1985). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Dian Rakyat.


Miles dan Huberman. (1992).Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-
Metode Baru. Jakarta: UI Press.
Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan
Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Mulyono. R.(2004). Mengartikulasikan PendidikanNilai. Bandung: Alfabeta.
Said, N. (2013). Filosofi Menara Kudus, Pesan Damai untuk Dunia. Kudus: Brilian
Media Utama.
_______. (2010). Jejak Perjuangan Sunan Kudus dalam Membangun Karakter Bangsa.
Bandung : Brilian Media Utama.

89
Jurnal CANDI Volume 15 No. 1
Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudono. A.(2000).Sumber belajar dan alat permainan. Jakarta : PT Grasindo.
Sudjana. (2001). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wasino. (2007). Dari Riset Hingga Tulisan Sejarah. Semarang: UNNES Press
Yunanto, S. J.(2004). Sumber Belajar Anak Cerdas. Jakarta: Grasindo.
Daftar Skripsi :
Adnyani, S. (2013). Makam Keramat Agung Pemecutan Di Kelurahan Pemecutan, Kota
Denpasar (Studi Tentang Latar Belakang Sejarah, Struktur, Fungsi dan Potensinya
Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal). Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas
Pendidikan Ganesha. Singaraja
Suwoto. (2009). Folklor Menara, Masjid, Dan Makam Sunan Kudus sebagai Pengayaan
Materi Pembelajaran Sejarah (Studi Kasus Di Madrasah Aliyah Nahdlatul Ulama
Banat Kudus). Tesis Tidak Dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Marzuki, M. (2009). Akulturasi Islam dan Budaya Jawa (Studi terhadap “Laku
Spiritual”Kadang Padepokan Gunung Lanang di Desa Sindutan Kecamatan Temon
Kabupaten Kulon Progo. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga.
Daftar Jurnal :
Abdullah, R. (2012). Pembelajaran Berbasis Pemanfaatan Sumber Belajar.Jurnal Ilmiah
DIDAKTIKA. 12 (2), 216-231.
Asnawan. (2011). Islam Dan Akulturasi Budaya Lokal Di Indonesia. Jurnal Falasifah. 2 (2),
85-95.
Nuha, U. (2016). Tradisi Ritual Buka Luwur (Sebuah Media Nilai-Nilai Islam dan Sosial
Masyarakat Kudus). Jurnal SmaRT. 2 (1), 55-65.
Said, N. (2006).Urgensitas Culture Sphere dalam Pendidikan Multikultural (Rekronstruksi
Semangat Multikulturalisme Kanjeng Sunan Kudus bagi Pendidikan Multikultural
di STAIN Kudus).ADDIN. 7 (1), 21-39.

90 Jurnal CANDI Volume 15 No. 1

You might also like