1 SM
1 SM
1 SM
Abstract
The life of society has evolved, there are no boundaries between people from any race, religion, tribe
background in Indonesia. Because of that, it's very possible for people from two different religions to
have any relationship and want to get married. One of those people is Agustinus Dwi Nugroho and Ika
Dede Yuniar, they appeal some pleas to Surakarta Court, demanding for their marriage to be
legalized. In the verdict, the judge granted all the pleas. The issue in this research is how is different
religion marriage in Indonesian laws? (Case Studies number 278/Pdt.P/2019/PN.Skt), the research
method is Normative with conceptual, laws and case approach and supported by data from library and
some interviews. Different religion marriage in Indonesian law is not yet being regulated but there are
a few laws related to the topic, such as: Article 2 Paragraph (1) and Article 8 Law Number 16 Year
2019, Article 35 Law Number 23 Year 2006, and Article 40 and Article 44 in Islamic Law
Compilation. In the verdict that became the subject in this research, the writer feels there's some law
that is not yet included in the consideration, such as Article 8 Law Number 16 Year 2019 and Article
44 in Islamic Law Compilation because one of the parties in that verdict is moslem.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang sejatinya tidak bisa hidup
sendiri. Dalam perjalanan hidupnya, manusia pasti membutuhkan bantuan dari
manusia lain. Dalam kehidupan sehari hari contohnya seperti dalam melakukan
pekerjaan, berinteraksi, dan kegiatan lainnya. Hubungan manusia juga sangat
identik dengan yang namanya perkawinan. Perkawinan merupakan suatu
peristiwa hukum yang hampir pasti akan dialami oleh semua orang. Definisi
Perkawinan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal
1532
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
(urusan dan sebagainya), berasal dari kata kawin yang berarti membentuk
keluarga dengan lawan jenis, bersuami atau beristri1. Sementara pengertian
Perkawinan menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
tentang Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa2.
Dalam praktiknya, perkawinan harus dipersiapkan dengan baik dan
matang agar mencapai tujuan dari perkawinan tersebut, dengan demikian perlu
adanya kesiapan dari para pihak baik secara mental, material maupun
administratif serta memperhatikan peraturan yang berlaku agar tidak menyalahi
aturan.
Indonesia merupakan negara yang dikenal sebagai negara yang Religius
dan sangat menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, maka dari itu
masyarakat Indonesia menganggap sebuah perkawinan bukan saja hubungan
manusia dengan manusia lainnya, tetapi juga menyangkut hubungan yang
Sakral yaitu hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Maka dari itu sebuah
perkawinan yang sah harus memenuhi syarat syarat tertentu dalam Agama juga
persyaratan sebagaimana tertera di Peraturan Perundang Undangan yang
berlaku, hal itu dikarenakan Indonesia merupakan negara hukum yang
menjunjung tinggi hukum yang berlaku, dan dikarenakan perkawinan
merupakan sebuah perbuatan yang dilakukan oleh manusia (subjek hukum),
maka perkawinan pun menjadi sebuah perbuatan hukum yang tentu akan
menimbulkan akibat akibat hukum yang nantinya akan diterima dan dialami
oleh orang yang akan melangsungkan perkawinan tersebut. Maka sudah
1
https://kbbi.web.id/kawin diakses pada tanggal 20 Agustus 2020 pukul 14:39
2
Indonesia, Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), Pasal 1
1533
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
3
Soerjono Soekanto dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2013), hlm. 103.
1534
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
4
Arzia Tivany Wargadiredja, “Kata Siapa di Indonesia Tak Bisa Menikah Beda Agama”,
https://www.vice.com/id_id/article/wjpb4q/kata-siapa-di-indonesia-tak-bisa-menikah-beda-agama
diakses pada tanggal 6 September 2020 Pukul 22.38
1535
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan
dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perkawinan Beda Agama ditinjau dari
Peraturan Perundang Undangan di Indonesia? (Studi kasus Penetapan Nomor
278/Pdt.P/2019/PN.Skt)
C. Metode Penelitian
1536
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif.
Penelitian hukum normatif menurut Peter Mahmud Marzuki atau lebih
sering dikenal dengan istilah penelitian doktrinal merupakan suatu
penelitian hukum yang dikerjakan dengan tujuan menemukan hukum
positif yang berlaku5
2. Spesifikasi Penelitian
Pendekatan penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah analisis data dilakukan
dengan menjabarkan secara rinci kenyataan atau keadaan atas suatu objek
guna memberikan gambaran lebih jelas terhadap permasalahan yang
diajukan sehingga memudahkan untuk ditarik suatu kesimpulan.
3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer yang digunakan pada penelitian ini ialah:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Sebagai Perubahan
Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan
3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan
4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang Undangan
5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975
6) Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
5
Ibid., hal. 181.
1537
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
1538
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
6
https://kbbi.web.id/perkawinan diakses pada tanggal 15 Agustus 2020 pukul 20.05
7
https://kbbi.web.id/kawin diakses pada tanggal 15 Agustus 2020 pukul 20:02
1539
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
Nomor 9 Tahun 1975 yang mengatur hal hal yang bersifat pelaksanaan teknis
seperti pelaksanaan perkawinan, dan tata cara perceraian.
Dasar hukum perkawinan juga diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1974 tentang Kompilasi Hukum Islam, yaitu pada buku 1 yang mengatur
tentang hukum perkawinan dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 170.
Perkawinan dalam hakikatnya juga wajib dicatatkan agar perkawinan
tersebut diakui oleh negara dan mendapatkan hak dan kewajiban sebagai
pasangan suami istri, pencatatan perkawinan diatur dalam Undang Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, lebih tepatnya
pada Pasal 35 sampai dengan Pasal 39 yang mengatur tentang pencatatan
perkawinan sampai pencatatan pembatalan perkawinan.
C. Tujuan Perkawinan
Dalam Pasal 28B Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 perkawinan merupakan sebuah sarana untuk membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan, dapat diartikan bahwa tujuan perkawinan
menurut Pasal tersebut ialah untuk membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan.
Dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas
Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, tujuan perkawinan
terdapat pada Pasal 1, yaitu untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
kekal dan bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa8.
Tujuan perkawinan juga diatur dalam Pasal 3 Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa
perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah.
8
Indonesia, Loc, Cit.
1540
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
1541
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
9
Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 3
10
Ibid. Pasal 4
11
Ibid. Pasal 5
12
Ibid. Pasal 6
13
Ibid. Pasal 7
14
Ibid. Pasal 8
1542
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
15
Ibid. Pasal 10
16
Ibid. Pasal 11
17
Indonesia, op cit. Pasal 8
1543
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
18
ibid. Pasal 9
19
Ibid. Pasal 10
1544
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
20
ibid. Pasal 39
1545
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
21
Ibid, Pasal 40
22
Ibid, Pasal 41
23
Ibid, Pasal 42
24
Ibid, Pasal 43
25
Ibid, Pasal 44
1546
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
1547
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
Surakarta, yaitu menurut tata cara agama Katolik dan para pemohon tetap pada
kepercayaannya masing-masing.
Pada pertimbangan hukum, para pemohon dianggap telah melampirkan
alat bukti yang sah dan lengkap, serta ditambah keterangan dari kedua orang tua
para pemohon serta seluruh keluarga besar menyetujui dan memberi izin
kepada Pemohon 1 dan Pemohon 2 untuk melangsungkan perkawinan dan
Pemohon 2 menyatakan bersedia menikah secara agama katolik di
Gereja/Paroki San Inigo Dirjodipuran Surakarta.
Selanjutnya, para Majelis Hakim mempertimbangkan surat dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta tentang penolakan
permohonan pencatatan dan penerbitan akta perkawinan yang diajukan oleh
para pemohon dan mempertimbangkan wewenang serta wilayah hukum dari
pengadilan negeri Surakarta, maka Majelis Hakim memutuskan bahwa
Pengadilan Negeri Surakarta berwenang memeriksa dan memutus perkara ini.
Terkait dengan permohonan ini, Majelis Majelis Hakim
mempertimbangkan beberapa Pasal, yaitu:
1. Pasal 29 ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
2. Pasal 28B (perubahan kedua) Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
4. Pasal 35 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan
5. Penjelasan Umum atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2006 yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 24 Tahun
2013.
Dalam pertimbangan lain, Majelis Majelis Hakim juga
mempertimbangkan Para Pemohon yang berdasarkan kesepakatan bersama
yang didukung dan direstui keluarga dan pemuka agama Katolik, telah
melangsungkan perkawinannya pada tanggal 20 Juli 2019 di Gereja Katolik
1548
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
Paroki San Inigo Dirjodipuran Surakarta, yang diberikati oleh Romo Ignatius
Nandy Winarta, sehingga dengan demikian Pemohon II dianggap telah
menundukkan diri untuk mengikuti tata cara agama Katolik dalam
melangsungkan perkawinannya dengan Pemohon I.
Majelis Hakim juga mempertimbangkan pada kenyataan pergaulan hidup
masyarakat tidak dapat dipungkiri terjadinya perkawinan antar penduduk yang
beda agama, sedangkan dari aspek yang lain tidak terdapat peraturan yang
mengatur hal tersebut, oleh karena itu untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam kehidupan masyarakat dimana seorang pria dan wanita
hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah (Kumpul
Kebo) karena berbeda agama sehingga tidak dapat melangsungkan perkawinan
yang sah, maka hukum harus memberi jalan keluar terutama memberi
perlindungan dan pengakuan status pribadi dan status hukum dalam setiap
peristiwa penting yang dialami masyarakat/penduduk khususnya dalam hal
perkawinan.
Atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakim akhirnya mengabulkan
permohonan dari para pemohon dan memberikan izin kepada para pemohon
untuk mencatatkan perkawinan beda agama di Kantor Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta serta memerintahkan kepada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta untuk melakukan
pencatatan tentang perkawinan beda agama Para Pemohon tersebut di atas ke
dalam Register Pencatatan Perkawinan yang digunakan untuk itu
G. Perkawinan Beda Agama ditinjau dari Peraturan Perundang
Undangan di Indonesia (Studi kasus Penetapan Nomor
278/Pdt.P/2019/PN.Skt
Perkawinan menurut Pasal 1 Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan ialah “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
1549
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”26
Dalam penelitian kali ini, penulis akan lebih berfokus terhadap bagaimana
perkawinan beda agama menurut undang undang di Indonesia. Perkawinan
beda agama di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak dahulu, sejak zaman
kerajaan dahulu juga sudah ada yang melakukan perkawinan beda agama yaitu
Rakai Pikatan yang beragama Hindu dan Pramodharwan yang beragama
Buddha. Seiring berjalannya waktu, perkawinan beda agama di Indonesia juga
diatur dalam HCR yang mengkategorikan perkawinan beda agama dalam
perkawinan campuran sesuai dengan Pasal 7 Ayat (2) GHR. Definisi
perkawinan campuran menurut Pasal 1 GHR ialah “perkawinan antara orang
orang di Indonesia yang tunduk kepada hukum-hukum yang berlainan”.
Indonesia merupakan negara yang beragam, sejak dahulu, berbagai suku, agama
dan ras hidup di Indonesia, dengan adanya keberagaman tersebut, konflik juga
tidak bisa terhindarkan. Salah satunya ialah perihal pembahasan untuk
pembentukan undang undang yang mengatur tentang perkawinan. Saat itu
banyak sekali desakan desakan politik dari para pihak terutama dari golongan
mayoritas yaitu masyarakat Islam, maka dari itu Undang Undang Nomor 1
Tahun 1974 dapat dikatakan banyak mendapatkan pengaruh dari hukum Islam.
Perkawinan beda agama sendiri tidak diatur secara spesifik dalam peraturan
perundang undangan di Indonesia. Dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun
2019 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Pasal 2 Ayat (1) menyatakan bahwa sebuah perkawinan dianggap
sah jika dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing masing dan
Pasal 8 huruf (f) juga memberikan penegasan yaitu “Perkawinan dilarang antara
dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
26
Indonesia, Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tentang Perkawinan (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019), Pasal 1
1550
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
yang berlaku, dilarang kawin.” Pasal dalam Undang Undang tersebut secara
jelas menyatakan bahwa sah atau tidaknya sebuah perkawinan bergantung
kepada masing-masing agama yang dianut oleh para pihak yang melakukan
perkawinan. Maka dari itu peran sebuah agama dalam perkawinan di Indonesia
sangat penting, tentu dikarenakan Indonesia merupakan negara yang
menjunjung tinggi nilai nilai agama. Perihal perkawinan beda agama, dapat
diartikan bahwa boleh atau tidaknya dilakukan hal tersebut, bergantung kepada
agama dari kedua pihak yang ingin melangsungkan perkawinan tersebut. Salah
satu hukum positif di Indonesia yang berhubungan dengan perihal agama ialah
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
Berkaitan dengan topik yang diangkat oleh penulis, Pasal 44 Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa
seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria
yang tidak beragama Islam dan juga dalam Pasal 40 huruf (c) menyatakan
bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang
wanita karena keadaan tertentu yaitu salah satunya ialah wanita yang tidak
beragama Islam.
1551
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
1552
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
1553
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan konsep dasar dari perkawinan
di Indonesia, maka penulis merasa kepastian hukum perihal perkawinan beda
agama di Indonesia masih belum terlaksana, penulis merasa belum ada hukum
positif di Indonesia yang mengatur secara jelas tentang perkawinan beda agama
dan belum mencakup keadilan yang mewakili semua kepentingan warga negara
Indonesia mengenai perkawinan beda agama.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bagian kesimpulan ini, penulis akan menjabarkan jawaban singkat
mengenai Perkawinan Beda Agama dalam Peraturan Perundang Undangan di
Indonesia (Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT) yang penulis
angkat sebagai rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini. Penulis
beranggapan bahwa peraturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia
tidak sesuai dengan teori yang dipakai dalam penulisan ini, yaitu teori keadilan
dan kepastian hukum, perkawinan beda agama di Indonesia masih belum diatur
secara pasti dalam peraturan perundang undangan di Indonesia, tetapi ada
beberapa Pasal yang terkait dengan perkawinan beda agama seperti Pasal 2
Ayat (1) dan Pasal 8 huruf (f) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang
Perubahan Atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan dan Pasal 40 dan 44 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Tentang Kompilasi Hukum Islam.
Berdasarkan uraian tersebut dari permasalahan yang diangkat bahwa
dalam penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT, penulis beranggapan bahwa masih
ada beberapa peraturan yang terkait dengan perkawinan beda agama yang
seharusnya dapat disertakan sebagai pertimbangan dalam penetapan tersebut
seperti Pasal 8 huruf (f) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang
1554
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
1555
Mohammad Rifqy Fakhriza & Mia Hadiati
ANALISIS TERHADAP PERKAWINAN BEDA AGAMA DITINJAU DARI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA
(Studi Kasus Penetapan 278/Pdt.P/2019/PN.SKT)
Volume 4 Nomor 1, Juni 2021
E-ISSN: 2655-7347 | P-ISSN: 2747-0873
________. Undang Undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang
Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
1556