Analisis Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Tindak Pidana Narkotika Dihubungkan Dengan Teori Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana
Analisis Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Tindak Pidana Narkotika Dihubungkan Dengan Teori Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana
Analisis Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dalam Tindak Pidana Narkotika Dihubungkan Dengan Teori Pembuktian Dalam Hukum Acara Pidana
Abstract. The case of the criminal offence of money laundering is already lively going on in Indonesia.
Money laundering is a method to hide, move, and use the result of a criminal act, such as the trade of
narcotics money. The crime related to narcotics included into the special criminal act that uses the Act No.
35 of the year 2009 About narcotics. In the criminal offence of money laundering, as set forth in article 66
CODE of CRIMINAL PROCEDURE which require a Prosecutor to conduct a proof. This research is the
juridical normative research. Data relevant to the study was more focused on secondary data obtained
through the study of literature or librarianship, which further in the analysis in descriptive analytic. The
results showed that the first failure, and disharmony between the theory of proof with that submitted by the
public prosecutor (JPU) award Number 43/Pid. Sus/2017/PN. Beer is causing not meant a legal certainty
for the defendant. Second, several theories about the evidentiary demands JPU incompatible with the
theory of proof, but the mechanism of proof JPU has acted as the provisions contained in the CODE of
CRIMINAL PROCEDURE.
Keywords: The Theory Of Proof, Prosecutors, Legal Uncertainty.
Abstrak. Kasus tindak pidana pencucian uang sudah marak terjadi di Indonesia. Pencucian uang
merupakan metode menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana,
misalnya uang hasil perdagangan narkotika. Tindak pidana yang berhubungan dengan narkotika termasuk
kedalam tindak pidana khusus yang menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Dalam tindak pidana pencucian uang, sebagaimana diatur dalam pasal 66 KUHAP yang
mewajibkan seorang jaksa penuntut umum untuk melakukan suatu pembuktian. Penelitian ini merupakan
penelitian yuridis normatif. Data-data yang relevan dengan penelitian ini lebih difokuskan pada data
sekunder yang diperoleh melalui studi literature atau kepustakaan, yang selanjutnya di analisis secara
deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama terjadi kekeliruan dan ketidakselarasan
antara Teori Pembuktian dengan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam putusan
Nomor 43/Pid.Sus/2017/PN.Bir yang menyebabkan tidak tercapainya suatu kepastian hukum bagi
Terdakwa. Kedua, beberapa teori pembuktian tentang tuntutan JPU tidak sesuai dengan Teori Pembuktian,
namun secara mekanisme pembuktian JPU telah bertindak sebagaimana ketentuan yang tercantum didalam
KUHAP.
Kata Kunci : Teori Pembuktian, Jaksa, Ketidakpastian Hukum.
1
Utrecht dan moh. Saleh Djindang, pengantar
hukum pidana, PT. ichtiar baru, Anggota
IKAPI, Jakarta, 1982, Hlm.1
567
568 | Hasbi Pratama Arya Agung, et al.
Ilmu Hukum