Makalah Metode PAI - Pengembangan Strategi Pembelajran PAI Melalui Kerifan Lokal
Makalah Metode PAI - Pengembangan Strategi Pembelajran PAI Melalui Kerifan Lokal
Makalah Metode PAI - Pengembangan Strategi Pembelajran PAI Melalui Kerifan Lokal
Disusun oleh:
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM CIAMIS JAWA BARAT
2021
RITA LESTARI
Institut Agama Islam Darussalam Ciamis
ABSTRACT
This study reveals Islamic education based on local wisdom at the Mamba'ush
Sholihin Islamic Boarding School, Lakbok District, Ciamis Regency. This type of research is
field research with a qualitative approach. The research data were taken from three sources,
namely: 1).Direct observation several times, 2).Interviews with pesantren leaders,
administrators, teachers, students, and residents around the pesantren, and 3).Documentation
of various related information.
The results showed that all actions and activities carried out by pesantren residents
(kiai, administrators, ustad, and students) at Mamba'ush Sholihin Islamic Boarding School
can be seen as a form of implementing education and building a noble personality based on
local wisdom. Therefore, this pesantren manages its education system in four ways, namely
religious education, skills education, extracurricular education, and character education.
In classical studies at Islamic boarding schools, we recognize the very popular term
about Mabadi 'Asyrah or the Ten Basic Principles of building a body of knowledge. The Ten
Basic Principles (Mabadi 'Ashrah) are general descriptions of a scientific discipline,
especially those related to Shari'ah science. It functions as a map, outline, term of reference
(TOR), sketch, and initial information about a scientific discipline. Although this description
of mabadi' ashrah was originally related to shari'ah science, information about a new term,
discipline or study/discourse would not hurt if these ten basic principles are used to explain
and describe the study of Islam Nusantara so that it is easy to study, understand. , and is
operationalized in the academic realm and is also used to correct misunderstandings as
alleged by some groups regarding this academic endeavor and strategy for the sovereignty of
culture and civilization.
Keywords: Islamic Education, Local Wisdom, Islamic Boarding School and Mabadi al-
Asyrah
ABSTAK
Kata Kunci: Pendidikan Islam, Kearifan local, Pondok Pesantren dan Mabadi Al-Asyrah
PENDAHULUAN
1
Lihat“Survey Pendidikan Dunia, Indonesia Peringkat 72 dari 77 Negara
”https://www.vivanews.com/berita/dunia/23062 diakses pada 13 Desember 2021 pukul 21.00WIB.
2
Mohammad Takdir, Modernisasi Kurikulum Pesantren, (Yogyakarta:Ircisod,2018), hlm.25
perkembangan zaman (zeitgist) dan mengadopsi sisi unik dan kebermanfaatan sesuai zaman
itu. Dalam tradisi pesantren, ini telah menjadi ‘kesepakatan bersama’ untuk melestarikan hal
yang lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik (al-muhâfadzatu’ala al qadîmi
al sâlih wa al akhdzu bi al jadîd alashlah).3
Di samping itu, memperlihatkan wajah pendidikan secara kultural tanpa mengurangi
unsur substansi nilai-nilai agama merupakan perwujudan tatanan nilai kehidupan manusia
yang damai, pengejawantahan kesalehan sosial dan menjaga harmonisasi dengan alam. Di
titik ini menjadi penting bagaimana pendidikan berbasis kearifan lokal harus terus
diimplementasikan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan Islam.
Refleksi dinamika pendidikan pesantren pada saat ini setidaknya terdapat empat faktor
kelemahan yang mendasar. Pertama, minimnya kapasitas pendidikan keterampilan yang
dimiliki (out put) dari lembaga pesantren itu sendiri. Hal ini masih banyak ditemukan karena
paradigma pendidikan masih mengacu pada aliran konservatif, yakni pesantren adalah
pendidikan yang mengajarkan kajian agama semata. Kedua, belum adanya fasilitas dari
kearifan lokal yang memadai yang dianggap sebagai penguatan pendidikan keterampilan
dasar bagi para santri. Ketiga, lambatnya demodifikasi pendidikan dalam merespon tuntutan
perubahan kebutuhan zaman, terutama di era globalisasi, modernisasi, dan digitalisasi.
Keempat, belum adanya kesadaran bersama bahwa pendidikan di pesantren adalah
pendidikan yang sangat penting dalam memajukan kesejahteraan masyarakat, baik dalam
bidang agama maupun bidang-bidang lainnya. Kesadaran itu perlu ditumbuhkan dengan
melihat sejarah pesantren bagi umat manusia. Menurut Mustajab, kelemahan pesantren
tersebut tidak murni kesalahan dari pesantren itu sendiri, tetapi juga akibat terlalu dibiarkan
oleh negara sebagai bagian lembaga pendidikan sejak sejarah pesantren itu lahir.4 2
Pentingnya kearifan lokal, seperti pendidikan keterampilan dasar, bagi santri menjadi
legitimasi awal sebuah lembaga pendidikan di pesantren. Di samping dibekali pendidikan
Islam sebagai pondasi ketauhidan dan intelektual, tetapi juga perlu dibekali secara kuat
budaya keterampilan berwirausaha, dan seterusnya. Sehingga pendidikan diharapkan akan
tepat sasaran dan memiliki relevansi dengan perkembangan ilmu pendidikan. Tentu ini
menjadi harapan dan tantangan bersama agar analisis perkembangan pesantren mampu
menghasilkan suatu kebijakan dan kemudian diaplikasikan untuk menjaga fitrah sekaligus
memuliakan kehidupan sistem pendidikan Islam ke depannya. Maka tidak jarang banyak
sarjana mengatakan bahwa komponen pesantren di era kekinian mestinya bertambah
jumlahnya, yakni kiai, santri, musholla/masjid, kitab klasik, asrama, dan pendidikan
keterampilan.
Pondok Pesantren Mamba’ush Sholihin sendiri merupakan salah satu pesantren yang
mampu mengkolaborasi pendidikan Islam dengan kearifan lokal. Hal ini terlihat adanya
model pendekatan yang dilakukan oleh sosok kiai (pimpinan pesantren) yang selalu ramah
dan membaur di tengah masyarakat tanpa membedakan strata sosial di dalamnya. Pesantren
Mamba’ush Sholihin ini mendapat kepercayaan masyarakat sebagai lembaga pendidikan
3
Muslih Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia antara Cinta dan Fakta,
(Yogyakarta:TiaraWacana,1991), hlm.41
4
Mustajab, Masa Depan Pesantren: Telaah Atas Model Kepemimpinan dan Manajemen Pesantren
Salaf, (Yogyakarta: LKiS, 2015), hlm. x
yang dapat mengubah sistem sosial (agent of change). Di samping itu, perannya selain
dalam bidang pendidikan agama, pesantren ini juga membekali keahlian santri-santrinya
dalam hal pendididikan lain yang berbasis kearifan lokal5.
Adanya beberapa bidang kearifan lokal tersebut, Pondok Pesantren Mamba’ush
Sholihin terus meluaskan jaringan kerjasamanya, baik dengan pemerintah daerah setempat,
dengan berbagai kementerian, seperti kementerian Pertanian, Kehutanan Perikanan dan
Ketenagakerjaan, pesantren ini juga mengadakan kerjasama dengan lembaga swasta di
wilayah Ciamis dan sekitarnya. Tidak hanya itu, pesantren ini juga secara rutin bekerja sama
dengan pendidikan di perguruan tinggi, baik di tingkat lokal, regional, nasional, sampai pada
kampus-kampus internasional.7 Dari berbagai kerja sama tersebut, setidaknya terdapat tiga
ciri pesantren yang menjadi tipikal keunikannya, yakni pendidikan agama, budaya kearifan
lokal, dan pendidikan ekonomi. Ketiga hal tersebut dilakukan dengan strategi deffusion7.
Difusi ini merupakan salah satu faktor dalam mendorong proses penyebaran unsur-unsur
kebudayaan dari individu kepada individu lain, termasuk dengan melakukan prerubahan-
perubahan dengan kurikulum yang dinamis.
Perlu dipahami bahwa santri di pesantren Mamba’ush Sholihin ini memiliki beberapa
karakter dan latar belakang kehidupan yang berbeda. Dalam artian, tidak hanya santri biasa,
tetapi di pesantren ini terdapat santri mantan preman, keluarga broken home, fakir miskin
dan dhu’afa. Jadi pendekatan pendidikan yang digunakan oleh kiai (pimpinan pesantren)
harus berbeda dengan pendekatan pendidikan di pesantren lainnya. Pendekatan pendidikan
inilah yang menjadi bagian tersendiri bagaimana pendidikan yang berbasis kearifan lokal
dapat terimplementasikan dengan baik di pesantren Mamba’ush Sholihin ini.
Maka dari itu, menjadi penting untuk dianalisa bagaimana pendidikan Islam di Pondok
Mamba’ush Sholihin ini sehingga pesantren ini mampu mengembangkan pendidikan
Islamnya yang berbasis kearifan lokal. Di dalam artikel ini tidak hanya dijelaskan bagaimana
sistem pendidikan Islam berbasis lokal di pesantren tersebut, tetapi juga akan diuraikan
bagaimana implementasi dan hasil yang didapatkan dalam pendidikan Islam berbasis
kearifan lokal tersebut. 3
5
Hasil wawancara dengan KH Mohammad Yasin selaku pimpinan Pondok Pesantren Mamba’ush
Sholihin Kecamatan Lakbok Kabupaten Ciamis pada 14 Desember di rumahnya pukul 20.00 WIB
METODE PENELITIAN
6
Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan (Bandung:Alfabeta,.2010), hlm.337.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam konteks kehidupan bangsa, Indonesia sebagai bangsa yang kaya akan kearifan
lokal yang di dalamnya tersimpan banyak ‘mutiara hikmah’ yang dapat menjadi motivasi dan
pijakan kehidupan untuk merajut kembali citra bangsa yang disegani, bermartabat, dan
memiliki selendang peradaban di mata dunia. Tentunya hal ini tidak terlepas dari bagaimana
penguatan sistem pendidikan, baik formal maupun non-formal, sebagai landasan utama dalam
mengarahkan gerakan generasi muda di masa mendatang, tidak terkecuali bagi santri-santri di
pondok pesantren.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, segala tindakan dan aktivitas kegiatan yang
dilakukan oleh para santri di Pondok Pesantren Mamba’ush Sholihin dapat dilihat sebagai
bentuk penerapan pendidikan dan pembentukan kepribadian luhur (unggah ungguh).
Pesantren Mamba’ush Sholihin mengelola sistem pendidikannya melalui empat hal, yaitu
pendidikan keagamaan, pendidikan keterampilan, pendidikan ekstrakurikuler, dan pendidikan
karakter. Seperti layaknya pesantren lain, program keagamaan di pesantren ini adalah kajian
“kitab kuning” dan baca tulis al Qur’an, sedangkan program keterampilan dasar adalah
program keahlian lain seperti pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, dan home
industry.11 Dari titik inilah, pendidikan Islam berbasis kearifan lokal dapat dikaji, yakni
pendidikan agama yang melandaskan aktivitasnya dengan program-program kearifan lokal,
sehingga santri tidak hanya kompeten dalam bidang agama, tetapi juga mampu berdikari
melalui kehidupan keterampilan yang dipelajari dan diamalkan selama di pesantren7.
Sistem pendidikan Islam yang dikembangkan di pesantren ini adalah perpaduan antara
kurikulum kepesantrenan lokal dan kurikulum Kementerian Agama Republik Indonesia.
Pesantren ini juga dalam aktivitas proses pembelajaran mengajarkan layaknya pesantren yang
lain, yaitu pendalaman agama Islam (tafaqquh fiddiin) yang dimodifikasi antara klasik dan
moderen, serta ditambah aneka keterampilan akulturasi budaya
7 Wawancara dengan ustad Sabilal Anwar, selaku pengurus dan pengajar di Pondok Pesantren
Mamba’ush Sholihin pada 15 Desember 2021 pukul 18.30 WIB
setempat. Di samping faktor tersebut untuk menggali potensi santri lebih penting lagi
sebagai profesi penopang kebutuhan hidup dan salah satu media dakwah Islam yang
mengakar di masyarakat.
Terkait dengan program unggulan pendidikan keterampilan (kearifan lokal),
pesantren Mamba’ush Sholihin mempunyai arah tujuan pendidikan yang jelas dan menarik,
karena aktivitas pendidikan keterampilan itu merupakan wujud dari implementasi pendidikan
Islam itu sendiri. Seperti kita mengaji hal lain tentang pertanian, perkebunan, perikanan dan
seterusnya, sehingga aktivitas yang dilakukan itu adalah dengan niat mencari ilmu dan
menhrap ridha Tuhan. Pendidikan harus terarah sesuai dengan aturan yang ada. Di pesantren
Mamba’ush Sholihin, semua santri diwajibkan pergi ke areal pertanian dan melakukan
berbagai kiat-kiat penanaman dasar seperti: pertama, membekali paradigma pendidikan bagi
sanatri berbasis religi dan kearifan lokal yang lebih berorientasi pada keahlian
(profesionalitas) dalam bidang kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan
spiritual serta kecerdasan sosial.
Kedua, memberikan pendidikan pada santri dengan pendidikan yang berbasis nilai-
nilai kearifan lokal dan berorientasi pada eksistensi lembaga pendidikan yang kekinian. Hal
ini merupakan sebuah upaya untuk melahirkan paradigma kreatif, inovatif, proaktif dan
progressif terhadap pendidikan yang diberikan pada peserta didik demi mewujudkan
kemajuan dunia pendidikan Islam. Sudah bukan rahasia lagi bahwa kehadiran globalisasi
dalam ruang lokal berdampak terhadap tergusurnya kearifan lokal di tengah cengkeraman
hegemoni global, sehingga lambat laun kearifan lokal tidak bisa dikembangkan. Hal ini akan
berdampak pada khasanah kearifan lokal dijadikan sebagai pijakan pendidikan dalam
kehidupan.
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL
a. Pendidikan Keagamaan
Mekanisme operasional pendidikan keagamaan di pesantren Mamba’ush Sholihin
sama dengan umumnya pesantren lain di Indonesia, seperti pendidikan gramatikal bahasa
Arab (kajian Nahwu dan Shorof), tajwid, fiqih, aqidah akhlak, dan seterusnya. Setiap
pendidik diberi kewenangan menangani dan mengampu bidang keahlian kajiannya. Hasil
penerapan pendidikan ini bahwa santri dapat memahami dan mengalami perubahan
kepribadian lebih baik dengan mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam keseharian, santri melakukan kegiatan rutin. Pagi bangun tidur. Sebelum
sholat Shubuh, mereka melakukan sholat Tahajud dan dilanjutkan dzikir bersama. Setelah
itu, berjamaah sholat Shubuh serta pengajian Al Qur’an. Kegiatan selanjutnya setelah
sholat Maghrib, terdapat pengajian Al Qur’an dan tata cara pembacaan yang benar.
Setelah Isya’ dilanjutkan pengajian kitab yang dibagi kelas-kelas. Keberadaan Al-Qur’an
sebagai sumber utama untuk pengembangan konsep sistem pendidikan Islam sangat
berafiliasi pada ajaran Islam itu sendiri yang bersifat universal, integrasi, komprehensif,
dan dinamis tanpa batas oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu, kajian dalam Al Qur’an dan
diperkuat dengan kajian kitab inilah santri pesantren Mamba’ush Sholihin diberikan
pengajaran dan pendidikan kearifan lokal, seperti kajian kitab karya ulama nusantara dalam
memahami dan membaca Al Qur’an dan seterusnya.
Tidak hanya itu, di dalam pendidikan keagamaan, pesantren Mamba’ush Sholihin
juga menyelipkan berbagai pengetahuan kearifan lokal di setiap kajian keagamaan. Seperti
yang disampaikan Bapak Kiyai Yasin,beliau mengatakan bahwa setiap ia mengajarkan
kitab ke para santri, ia memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, seperti
bagaimana kita menjaga kebersihan lingkungan dengan tidak membuah sampah
sembarangan, melatih piket memasak bagi santri kecil, dan seterusnya8.
b. Pendidikan Keterampilan
Pembekalan pendidikan keterampilan dengan mengenalkan langsung kepada santri
di area praktiknya adalah metode efektif dan efesien . Hal ini mengantarkan pencapaian
pada keterampilan santri dari berbagai aneka bidang keterampilan yang ada di pesantren
Mamba’ush Sholihin. Dalam konteks ini, para santri mampu memahami dan memiliki
kemampuan berbagai macam bidang keterampilan, baik pertanian, perikanan, perkebunan,
maupun home industry pesantren. Ini justru akan menjadi bagian penting dalam ketahanan
pangan pesantren serta bisa membantu kebutuhan masyarakat sehari-harinya. Jika dilihat
dari konteks tersebut, pesantren Mamba’ush Sholihin ini termasuk dalam bagian Pondok
Pesantren Komprehensif (PPK) yang memiliki gabungan sistem tradisional dan modern,
yakni tidak hanya mengajarkan keagamaan kepada santri-santrinya, tetapi juga secara
konsisten pendidikan keterampilan diaplikasikan untuk membekali kehidupan mereka.9
8 Wawancara dengan Bapak Kiyai Yasin’, selaku pengurus di Pondok Pesantren Mamba’ush Sholihin
pada 15 Desember 2021 pukul 14.30 WIB.
9 Wawancara dengan Ustadzah Habibah, selaku pengurus di Pondok Pesantren Mamba’ush Sholihin
pada 15 Desember 2021 pukul 16.00 WIB.
Di Pesantren Mamba’ush Sholihin ini, banyak kegiatan pengembangan keahlian
keterampilan, mulai belajar menanam bibit-bibit, melakukan pemupukan secara kontinyu,
membuat kue, menjahit, membuat piring lidi, sampai pada keahlian pengembangan
strategi marketing. Hasil panen berupa sayur mayur tidak semuanya dijual melainkan
sebagian dikonsumsi oleh keluarga besar pesantren dan sebagian lagi diberikan kepada
para pendidik (baik di TPQ/Diniyah, PAUD) dan tamu yang hadir ke pesantren. Tidak
hanya hasil panen, tetapi hasil olahan home industry pesantren juga dilakukan demikian,
yakni sebagian dijual, sebagian lagi diberikan ke masyarakat.
Adapun di bidang perikanan, para santri berupaya belajar dengan cara menyiapkan
dan membuat kolam. Kolam ini terbagi dua model, yakni pertama pembuatan kolam
dengan menggunakan terpal dan kedua menggunakan kolam cor semen seperti pada
umumnya kolam. Meskipun ada dua model, perlu keahlian dalam memilih dan
mengidentifikasi antara benih ikan lele yang layak (sehat) dan tidak. Belajar tidak
hanya sampai itu, tetapi santri diajari bagaimana memanen ikan lele dan memasarkannya
di berbagai media dan pasar.
Sedangkan dalam bidang peternakan, santri di pesantren Mamba’ush Sholihin ini
diajarkan bagaimana beternak hewan, seperti ayam, mentok dan kambing. Dalam
peternakan kambing, pesantren Mamba’ush Sholihin ini bekerja sama dengan desa yang
memberikan bantuan berupa anak kambing . Santri memulai tahapan awal diberi anak
kambing untuk diternak. Mereka merawatnya setiap hari, memberikanya makan dan
mengontrol kesehatan. Jika terdapat hewan yang sakit, maka segera ada tindak lanjut
berupa konsultasi kesehatan.
Aktivitas pendidikan keterampilan di bidang perkebunan adalah para santri di
pesantren Mamba’ush Sholihin belajar tata cara pembibitan dan perawatan bibit. Santri
setiap minggu sekali ke kebun untuk merawat benih bengkuang yang mereka tanam.
Setelah mulai tumbuh maka tunas yang muncul akan di stek secara berkala agar hasil
tanmannya bagus. Adanya keberagaman umur para santri, tentu pemberian pendidikan
keterampilan juga disesuaikan dengan standar umur mereka, khususnya di bidang
kehutanan yang butuh banyak tenaga. Hal ini sebagai wujud implementasi terhadap
penggalian potensi, minat dan bakat yang santri miliki. Ini juga bagian tolak ukur
pemberian pendidikan kearifan lokal yang tepat bagi individu santri itu sendiri.
Tidak hanya itu, terdapat pendidikan keterampilan lain yang ada di pesantren
Mamba’ush Sholihin, yakni home industry. Pesantren Mamba’ush Sholihin memiliki
banyak home industry, seperti membuat sapu lidi, pembuatan kue, penggilangan tepung,
penerimaan jasa jahit. Hal ini merupakan bagian penting pendidikan kearifan lokal bagi
diri santri dan ketahanan pangan pesantren. Karena dengan adanya home industry
tersebut, akan menjadi sarana mencari penghidupan ekonomi. Mereka kelak akan kembali
ke masyarakaat dengan berbagai bekal pendidikan keterampilan yang dimiliki selama di
pesantren. Sehingga dengan itu, mereka tidak mengalami kebingungan dalam menjalani
kehidupan. Dalam konteks pendidikan keterampilan ini, umat manusia semestinya
meneladani Nabi Muhammad SAW bagaimana beliau semasa kecilnya menjalani
pendidikan keterampilan dengan memelihara domba-domba milik masyarakat Makkah.
Hal ini menjadikan pendidikan keterampilan sebagai pendidikan berbasis kearifan lokal
tersendiri bagi santri di pesantren Mamba’ush Sholihin, agar mereka belajar untuk hidup
lebih mandiri. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, para santri terus berproses dalam
pembentukan kepribadian mereka. Mereka diajarkan bagaimana menumbuhkan sikap
disiplin dengan pandai membagi waktu berdasarkan jadwal piket di pesantren.
Pembiasaan kearifan lokal yang tepat inilah para santri memiliki kepribadian yang
tangguh agar kelak menjadi manusia yang tidak hanya pandai bersosial, tetapi juga cerdas
dalam melakukan manajemen waktu10.
c. Pendidikan Ekstrakurikuler
Dalam menumbuhkan pendidikan Islam berbasis kearifan lokal, pesantren
Mamba’ush Sholihin mengadakan berbagai kegiatan pendidikan ekstrakurikuler. Kegiatan
ini untuk menyalurkan bakat para santri. Sehingga bakat dan minat santri diberikan wadah
tersendiri agar bisa mengoptimalkan potensi dalam diri mereka. Tidak seperti biasanya,
kegiatan ini selalu dilakukan bersamaan dengan kegiatan lainnya. Salah satunya seperti
kegiatan rutinan Yasinan seminggu sekali dari rumah ke rumah wali santri setiap malam
Jum’at. Setelah baca Yasin dan Tahlil selesai, para santri belajar bermusyawarah
menentukan siapa yang dapat giliran penanggung jawab kelangsungan acara tersebut
minggu depannya. Di situ, santri diajari dan praktik langsung menjadi pembawa acara
(MC), pembaca ayat suci Al Qur’an, berpidato (kultum), memimpin Yasinan dan Tahlilan,
dan belajar bersholawat dengan diiringi langsung group Sholinsa (Santri Mamba’ush
Sholihin). Tidak hanya itu, pendidikan ekstrakurikuler di Pesantren Mamba’ush Sholihin
juga terdapat praktik sholat jenazah, tata cara berziarah kubur, serta diajarkan menulis dan
melukis kaligrafi Islam.
Sistem pendidikan Islam yang langsung dipraktikkan ini sangat menunjang
pengembangan mengelola kecerdasaan intelektual, emosional, sosial, serta bakat dan
minat para santri sebagai bekal ketika kembali ke masyarakat. Jika dieksplorasi kembali
nilai dan makna dari pendidikan ekstrakurikuler di pesantren Mamba’ush Sholihin ini,
maka akan ditemui nilai pendidikan yang kuat di dalamnya. Karena setiap kegiatan yang
dilakukan ada nilai pendidikan Perbasis kearifan lokal yang perlu dipahami bersama.
Santri yang mumpuni dalam segala bidang diharapkan kelak ketika kembali ke
masyarakat mereka bukan hanya bisa bersaing dalam mencari pekerjaan, melainkan dapat
menciptakan lapangan kerja sendiri.
10 Wawancara dengan Bapak Kiyai Yasin’, selaku pemilik di Pondok Pesantren Mamba’ush Sholihin
pada 15 Desember 2021 pukul 19.30 WIB.
Menjadi pembawa acara (MC), misalnya, memiliki nilai-nilai pendidikan dalam
membentuk keberanian mental santri. Itu menjadi sarana belajar mengolah bahasa,
membagi ketepatan waktu, mengontrol keseluruhan rangkaian acara, sampai pada
meyakinkan acara berjalan lancar sesuai yang diharapkan. Begitu pula dengan kithobah
(berpidato), santri belajar memupuk rasa keberanian beretorika, komunikasi massa,
memilih kata yang tepat dan menarik, melatih mengambil kebijakan dan kepekaan sosial
para audiences. Dan secara tidak langsung, dengan belajar berpidato, santri dituntut
menjadi suri tauladan yang baik sesuai apa yang diucapkannya itu11.
d. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter terpenting di Pesantren Mamba’ush Sholihin adalah penguatan
nilai-nilai budi pekerti luhur. Praktiknya, santri diajarkan bagaimana bersikap yang benar ala
njawani (sesuai adat istiadat Jawa), bertutur kata dengan bahasa yang santun, bertingkah laku
dengan penuh tata krama, baik sesama santri maupun terhadap tamu, lebih-lebih terhadap
keluarga pimpinan pesantren. Seperti lazimnya pesantren lain di Jawa, pesantren Mamba’ush
Sholihin terletak di Lakbok yang mayoritas berbahasa Jawa juga menggunakan konsep
njawani. Hal ini sebagaimana hasil penelitian Ahmad Shofiyuddin Ichsan yang mengatakan
bahwa norma sosial yang dijadikan patokan masyarakat Yogyakarta adalah “Dadi wong Jowo
iku kudu njawani. Ojo nglakoni perkoro sing saru”.12 Artinya, menjadi orang Jawa itu harus
mengetahui dan menyadari norma ‘paten’ masyarakat Jawa pada umumnya. Norma tersebut
sampai saat ini dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa, termasuk di lingkungan pondok
pesantren.
Pendidikan karakter lain yang diajarkan di pesantren Mamba’ush Sholihin adalah
membangun suasana hubungan harmonis antara kiai (pimpinan pesantren) dan para santri.
Hal ini bisa dilihat bagaimana komunikasi kiai dengan para santrinya. Kiai selalu memakai
bahasa ‘pasaran’ dalam berbicara dengan santri. Kiyai sangat memahami bagaimana ia harus
menjadi orang tua yang sayang kepada anak-anaknya. Termasuk dalam hal makanan, menu
makanan kiai sama persis apa yang dimakan oleh santri.16 Jika dikaitkan dengan interaksi
edukatif, komunikasi yang dilakukan oleh kiai dan santri di pesantren Mamba’ush Sholihin
ini termasuk bagian dari interaksi edukatif. Hal ini karena proses pembelajaran selama di
lingkungan pesantren merupakan proses penanaman nilai dan menjadi jembatan penghubung
antara nilai (values), pengetahuan (knowledge), dan perbuatan (behavior) yang mengantarkan
santri pada tingkah laku sesuai nilai dan perbuatan yang diterimanya, khususnya nilai
berbasis kearifan lokal.
Tidak hanya itu, setiap ada santri baru, maka salah satu dari santri senior harus
memberikan contoh dengan mensimulasikan sikap bagaimana menjalankan pendidikan
karakter selama hidup di pesantren. Kemudian santri baru tersebut mengikuti gerakan yang
diajarkan kepadanya. Salah satu metode untuk membentuk karakter santri adalah dengan
penanaman menjadi ‘santri sejati’ sedini mungkin (baca: sejak menjadi santri baru), seperti
jujur dalam bersikap dan berbicara, disiplin dalam hal apapun, tertib dalam menjalani tata
tertib pesantren, dan patuh pada setiap kegiatan pesantren, seperti menjalani sholat malam
(tahajud), mujahadah, dan sholat berjamaah, mengaji, kerja bakti menyiram tanaman, dan
seterusnya.
Pendidikan karakter tersebut harus dilakukan terus menerus dan menjadi kebiasan yang
harus dijalani santri di pesantren Mamba’ush Sholihin, agar santri lebih memahami
bagaimana bersikap dengan baik, sehingga menjadi pembentukan watak dengan pribadi yang
baik. Maka dari itu, pendidikan Islam yang diterapkan di pesantren Mamba’ush Sholihin
inilah menjadikan pesantren ini penuh dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam mengajarkan ke
para santri-santri, sehingga kearifan lokal tersebut bisa menjadi tatanan kehidupan santri ke
depannya13.
SIMPULAN
Semua aktivitas yang dilakukan oleh keluarga besar (kiai, pengurus, ustad, dan santri)
Pondok Pesantren Mamba’ush Sholihin dapat dianalisa sebagai bentuk penerapan pendidikan
(khususnya pendidikan Islam) dan pembentukan kepribadian luhur dengan berbasis kearifan lokal
di dalamnya. Pesantren Mamba’ush Sholihin ini mampu mengelola sistem pendidikannya melalui
empat cara, yakni pendidikan keagamaan, pendidikan keterampilan, pendidikan ekstrakurikuler,
dan pendidikan karakter. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia yang kaya
akan kearifan lokal di dalamnya. Ia memiliki banyak sistem pendidikan yang bisa dijadikan
sebagai motivasi dan pijakan pendidikan secara umum untuk merajut kembali peradaban bangsa
yang bermartabat. Pendidikan berbasis kearifan lokal, baik dalam lingkup lembaga formal
maupun non formal, sebagai landasan utama dapat meningkatkan kualitas generasi muda demi
menyongsong generasi emas masa depan.
Pondok Pesantren Mamba’ush Sholihin mampu menggabungkan antara kurikulum
Kementrian Agama dan pendidikan Agama Islam local pesantren degan menambahkan kearifan
local sebagi bekal para santri ketika kembali ke masyarakat. Supaya santri kelak bukan hanya
mampu bersaing dalam mencari lapangan pekerjaan, tetapi mereka mampu menciptakan lapangan
kerja sendiri.
DAFTARPUSTAKA
Alimuddin, Interaksi Edukatif dalam Al-Qur’an, Iqro: Journal of Islamic Education Vol.1 No.2
Desember 2018
https://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/iqro/article/view/558
https://www.nu.or.id/post/read/43550/pondok-aswaja-lintang-songo-bantul
diakses pada13 Desember 2021
Ichsan, Ahmad Shofiyuddin dan Samsudin, “Penanaman Pendidikan Karakter Anak dalam
Struktur Sosial Keluarga Desa di Yogyakarta”,Jurnal Basicedu Vol.3 Nomor 2 Tahun 2019.
Kholil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press,
2001.
Kuswanto, Heri, Naskah Publikasi, Yogyakarta : Program Pascasarjana UGM,2001.
Usa, Muslih(ed), Pendidikan Islam di Indonesia antara Cinta dan Fakta, Yogyakarta: Tiara
Wacana,1991.