Medicinal Ethnobotany and Potential of Medicine Plants of Anak Rawa Ethnic at The Penyengat Village Sungai Apit Siak Riau

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

View metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk brought to you by CORE


provided by Scientific Journals of Bogor Agricultural University

Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Obat

ETNOBOTANI DAN POTENSI TUMBUHAN OBAT MASYARAKAT ETNIK ANAK


RAWA KAMPUNG PENYENGAT SUNGAI APIT SIAK RIAU

(Medicinal Ethnobotany and Potential of Medicine Plants of Anak Rawa Ethnic at The
Penyengat Village Sungai Apit Siak Riau)

REVINA DWI UTAMI1), ERVIZAL A.M. ZUHUD2) , DAN AGUS HIKMAT3)


1)
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Dramaga Bogor 16680; Telp 0251-8626806, Fax 0251-8626886

Email : [email protected]

Diterima 01 November 2018 / Disetujui 24 April 2019

ABSTRACT

Anak Rawa ethnic is indigenous ethnic in the Penyengat Village which is located on the edge of swamp river and forest, so their dependence
and adaptation to forest resources is very high. They uses the forest to make medicine plants. The objective of this research was to identify the
ethnobotanical knowledge of Anak Rawa ethnic about medicine plant and identify potential species of medicine plants. The research was conducted
in March to April 2018 The potential of plant data was obtained through quantitative methods in the form of vegetation and exploration analysis.
Meanwhile, the community knowledge data collected through semi-structured interviews. The research identified 194 medicinal plant species at
Penyengat village in several types of habitat (forests, yards, gardens, and roadsides), with 140 medicinal plant species used by Anak Rawa ethnic.
There were 54 species of medicinal plants potential in Penyengat Village. Medicine plants used by the community are grouped into 28 medicinal
benefits. The most widely used medicinal plants in society are in the Rubiaceae family of 11 species.

Keywords: Anak Rawa ethnic, ethnobotany, medicinal plant, Potential

ABSTRAK

Etnik Anak Rawa merupakan etnik asli yang terdapat di Kampung Penyengat yang bermukim di pinggir hutan dan sungai rawa sehingga
ketergantungan dan adaptasi terhadap hutan sangat tinggi. Masyarakat Etnik Anak Rawa memanfaatkan hutan dalam mengolah tumbuhan obat.
Tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi pengetahuan etnobotani tumbuhan obat masyarakat Etnik Anak Rawa dan mengidentifikasi tumbuhan
yang berpotensi sebagai obat. Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga April 2018. Data potensi tumbuhan obat diperoleh melalui metode
kuantitatif berupa analisis vegetasi dan eksplorasi. Sementara itu, teknik pengumpulan data melalui wawancara semi-struktur. Teridentifikasi 194
spesies tumbuhan obat yang terdapat di Kampung Penyengat yang ditemukan pada beberapa tipe habitat (hutan, pekarangan, kebun, dan tepi jalan)
dengan 140 spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat. Tumbuhan obat yang berpotensi di Kampung Penyengat sebanyak 54 spesies.
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat dikelompokkan menjadi 28 manfaat obat. Tumbuhan obat yang paling banyak dimanfaatkan
masyarakat terdapat pada famili Rubiaceae sebanyak 11 spesies.

Kata kunci: etnik Anak Rawa, etnobotani, tumbuhan obat, potensi

PENDAHULUAN menjadi sebuah obat suatu penyakit merupakan bukti


kedekatan masyarakat dengan hutan. Masyarakat
Kampung Penyengat memiliki kondisi hutan yang Kampung Penyengat sangat menghargai obat tradisional
masih alami. Keberadaan Kampung Penyengat yang jauh dibandingkan obat-obatan kimia, hal ini terlihat dari
dari pengaruh perkotaan sehingga memiliki keterbatasan antusias masyarakat dalam mengikuti perlombaan
dalam sarana prasarana perkotaan. Budaya perkotaan penanaman tumbuhan obat di pekarangan. Khasiat
masih belum mempengaruhi budaya asli di Kampung tumbuhan obat telah terbukti dengan pemakaian yang
Penyengat termasuk budaya dalam pengobatan penyakit. terus menerus oleh masyarakat sehingga menjadi budaya
Selain itu, keunikan lingkungan desa yang spesifik dan untuk penanaman tumbuhan obat secara pribadi hingga
tradisional sehingga masih memegang erat ajaran adat saat ini (Auliani et al. 2014).
dan budaya. Ajaran nenek moyang yang masih erat Keinginan masyarakat untuk kembali ke alam
dilakukan salah satunya adalah pengambilan tumbuhan menjadi faktor berkembangnya tumbuhan obat sebagai
obat di hutan. Hutan di Kampung Penyengat dahulunya pengganti alternatif pengobatan medis yang berbahan
sangat dekat dari perumahan masyarakat sehingga akses kimia. Keinginan masyarakat tersebut perlu dibimbing
ke hutan sangatlah mudah dan kedekatan masyarakat dan didukung oleh sarana prasarana yang dapat
terhadap hutan juga tinggi. Kemampuan masyarakat mengembangkan pengetahuan masyarakat mengenai
dalam memilih, meramu, dan mengemas tumbuhan obat tumbuhan obat baik dari segi spesies tumbuhan, manfaat,

40
Media Konservasi Vol. 24 No. 1 April 2019: 40-51

pengolahan, hingga menghasilkan pendapatan. Hal Perlengkapan eksplorasi tumbuhan berupa tallysheet
tersebut juga agar terhindar dari ancaman kerusakan inventarisasi tumbuhan obat, GPS, buku panduan
hutan dan lingkungan serta ketidakberlanjutannya tumbuhan obat seperti fieldguide Heyne, Plant Resources
pengetahuan lokal. Menurut Zuhud et al. (1994), terdapat of Southeast Asia (PROSEA), label, plastik bening,
1260 spesies tumbuhan obat yang berasal dari hutan meteran jahit dan kamera. Perlengkapan wawancara
tropika Indonesia. berupa panduan wawancara dan kamera. Perlengkapan
Etnobotani merupakan ilmu pengetahuan yang pembuatan herbarium berupa alkohol 70%, kertas koran,
berkaitan dengan pemanfaatan tetumbuhan oleh kantong plastik, cutter dan spesimen tumbuhan.
masyarakat secara turun temurun dan dalam kurun waktu Objek penelitian yang akan digunakan dalam
yang lama. Kontribusi dan peran etnobotani sangat luas penelitian ini adalah spesies tumbuhan obat yang
dan beragam baik pada generasi saat ini maupun generasi dimanfaatkan masyarakat Etnik Anak Rawa dan potensi
mendatang di antaranya konservasi tumbuhan dan tumbuhan obat di Kampung Penyengat Kecamatan
penilaian status konservasi tumbuhan, menjamin Sungai Apit Kabupaten Siak Riau.
keberlanjutan persediaan makanan, menjamin ketahanan Metode yang digunakan dalam penelitian adalah
pangan lokal hingga global, memperkuat identitas etnik metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu studi
dan nasionalisme, pengakuan hak masyarakat lokal pustka, observasi, wawancara semi-struktur, dan
terhadap kekayaan sumberdaya dan akses terhadapnya, pencatatan vegetasi. Jenis dan teknik pengumpulan data
berperan dalam penemuan obat-obatan baru dan lain-lain disajikan pada Tabel 1.
(Hakim 2014). Menurut Hakim (2014), pengetahuan Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data
tradisional tersebut sangat berguna bagi perencanaan mengenai kondisi umum di lokasi penelitian, meliputi
pembangunan nasional. Etnik Anak Rawa merupakan kondisi fisik, kondisi biologis, etnografi etnik Anak
etnik yang terdapat di Kampung Penyengat Kecamatan Rawa, kandungan bioaktif pada tiap jenis tanaman dan
Sungai Apit Kabupaten Siak. Etnik Anak Rawa pada peta lokasi penelitian.
mulanya bermukim di pinggir sungai rawa sehingga Wawancara semi-struktur dilakukan terhadap
ketergantungan hidup masyarakat terhadap hutan dan informan yang dipilih secara snowball. Kategori
sungai sangatlah tinggi. Masyarakat Anak Rawa informan yang menjadi sampel penelitian adalah
merasakan bahwa perubahan ekosistem hutan alamiah penduduk asli etnik Anak Rawa yang memiliki
menjadi kawasan perkebunan tanaman industri membuat pengetahuan tentang tumbuhan yang berkhasiat obat dan
mereka kesulitan memperoleh tumbuhan obat di hutan. mengonsumsi tunbuhan obat. Teknik wawancara yang
Masyarakat Etnik Anak Rawa yang masih menganut digunakan adalah wawancara semi terstruktur.
kepercayaan nenek moyang membuktikan bahwa Data hasil wawancara dengan para informan
terdapatnya secara fisik ciri karakteristik proto melayu. dianalisis dengan melakukan ‘cross-checking’ ,
Pengetahuan ekologi tradisional pada era informasi dan ‘summarising’, ‘synthesising’, dan membuat narasi
teknologi saat ini, mudah untuk tersebarluaskan, hingga secara runut bersifat deskriptif analis dan eavaluatif.
sosial ekonomi budaya masyarakat lokal bisa Pengolahan data disajikan dalam bentuk persentase
dikembangkan dan dapat bermanfaat sebagai nilai sebagai berikut:
pendidikan bagi masyarakat luar. Informasi pengetahuan
Komposisi jenis kelamin:
tradisional harus diimbangi dengan pendokumentasian
secara legal dan sah atas dasar kepemilikan. Etnik Anak
Rawa sebagai salah satu masyarakat lokal yang memiliki
Komposisi kelas umur:
pengetahuan tradisional mengenai etnobotani tumbuhan
obat sehingga perlu adanya dokumentasi melalui
penelitian. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi
pemanfaatan spesies tumbuhan obat yang digunakan oleh Komposisi mata pencaharian:
masyarakat Etnik Anak Rawa dan mengidentifikasi
potensi keanekaragaman spesies tumbuhan obat di
Kampung Penyengat Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Komposisi tingkat pendidikan:
Siak Riau.

METODE PENELITIAN Komposisi sumber pengetahuan:

Penelitian dilakukan di Kampung Penyengat,


Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak Riau, Sumatera,
Observasi dilakukan terhadap jenis-jenis tanaman
selama 1 bulan yaitu pada bulan Maret 2018 - April
obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain
2018.
mengamati kondisi spesies secara langsung, mengamati
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini
proses pembuatan ramuan tumbuhan obat, mulai dari
berupa perlengkapan eksplorasi tumbuhan, perlengkapan
penyiapan bahan tumbuhan obat hingga penyajiannya
wawancara dan perlengkapan pembuatan herbarium.

41
Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Obat

menjadi satu takaran ramuan obat tradisional. Observasi untuk spesies tumbuhan yang sulit diidentifikasi dan
juga bertujuan untuk memudahkan identifikasi spesies spesies langka (spesies yang sulit ditemukan).
tumbuhan obat dalam hal nama ilmiah maupun nama Analisis vegetasi digunakan untuk mengidentifikasi
lokal, pengambilan spesies untuk herbarium dan keanekaragaman spesies dan potensi tumbuhan obat yang
dokumentasi spesies. terdapat di hutan alam. Analisis vegetasi dilakukan
Herbarium adalah tempat penyimpanan spesimen menggunaan metode petak tunggal (Gambar 1) sebanyak
tumbuhan yang diawetkan baik koleksi kering maupun 25 plot.
basah sebagai studi mengenai taksonomi tumbuhan Pengolahan data hasil wawancara dan observasi
terutama tatanama dan klasifikasi. Spesimen tumbuhan lapang disajikan dalam bentuk manual dan komputerisasi
yang diawetkan mencakup ranting beserta daun, bunga, baik mengenai nama jenis, famili, habitus, bagian
dan buah jika ada. Pembuatan herbarium dilakukan tumbuhan yang digunakan, manfaat, tipe habitat, status
budidaya, dan informasi lainnya terkait tumbuhan obat.

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan


Jenis data Variabel Teknik pengumpulan data
Kondisi umum kawasan Letak dan luas
Iklim
Sosial ekonomi
Studi literatur
Budaya
Observasi
Struktur organisasi
Sistem kepercayaan
Sejarah etnik
Karakteristik responden Jenis kelamin
Struktur umur
Tingkat pendidikan Wawancara semi-struktur
Mata pencaharian
Sumber pengetahuan
Pengetahuan etnobotani Jenis tumbuhan obat
Famili tumbuhan
Habitus
Tipe habitat
Status budidaya Wawancara
Bagian yang digunakan
Cara pengolahan dan pemakaian
Manfaat obat
Bentuk dan komposisi ramuan obat
Potensi tumbuhan obat Jenis-jenis tumbuhan Pembuatan petak tunggal 1 ha
Jumlah individu tiap jenis tumbuhan

Gambar 1 Ukuran dan bentuk analisis vegetasi

42
Media Konservasi Vol. 24 No. 1 April 2019: 40-51

Pengolahan data karakteristik tumbuhan obat musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan kearifan
disajikan dalam bentuk persentase sebagai berikut: lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat.
Struktur organisasi Kampung Penyengat terdiri atas
Komposisi famili:
penghulu sebagai kepala kampung, kerani sebagai
sekretaris kampung dibawahi oleh tiga orang juru tulis
dan kepala dusun, beserta didampingi oleh tim Badan
Komposisi habitus:
Permusyawaratan Kampung. Kampung Penyengat terdiri
atas tiga dusun dengan jumlah penduduk 1.501 jiwa,
yang terdiri dari laki-laki 777 jiwa, perempuan 724 orang
Komposisi status budidaya:
dan 371 Kepala Keluarga. Mata pencaharian masyarakat
Kampung Penyengat didominasikan sebagai petani
sebanyak 100 KK. Mata pencaharian lain yaitu nelayan
Komposisi tipe habitat: 70 KK, pedagang 16 KK, buruh 90 KK, pegawai swasta
50 KK dan PNS 1 KK.

Komposisi bagian yang dimanfaatkan: 2. Karakteristik Responden


a. Jenis Kelamin
Komposisi cara pengolahan: Hasil wawancara dilakukan terhadap 14 responden
berdasarkan metode snowball. Responden perempuan
lebih banyak dibandingkan responden laki-laki karena
Komposisi pemakaian: responden perempuan lebih sering mengolah tumbuhan
obat untuk mengobati maupun mencegah penyakit pada
tubuh perempuan (Gambar 3). Menurut Ismarani (2013),
perempuan lebih banyak mengonsumsi obat herbal untuk
Struktur dan komposisi vegetasi ditinjau menjaga dan memelihara kesehatannya.
berdasarkan nilai kerapatan, perhitungan kerapatan
menurut Soerianegara dan Indrawan (1998) yaitu b. Kelas Umur
sebagai berikut: Berdasarkan Departemen Kesehatan (2009),
responden masyarakat dapat dikelompokkan menjadi
lima kelas umur responden (Tabel 2). Kelas umur
responden terbanyak terdapat pada kelas 36-45 tahun
sebesar 43% (6 orang), namun hal tersebut tidak
HASIL DAN PEMBAHASAN menunjukkan bahwa kelas umur lain lebih sedikit
menggunakan ramuan tumbuhan obat maupun
1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian mengetahui jenis tumbuhan obat. Menurut Sari et al.
a. Letak Administratif (2015), kemudahan akses komunikasi dan kepraktisan
Kampung Penyengat terletak di dalam wilayah penggunaan obat menyebabkan kaum muda enggan
Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak Propinsi Riau untuk mengonsumsi tumbuhan obat.
(Gambar 2). Secara geografis Kampung Penyengat c. Mata Pencaharian
terletak antara 1º14’-0º34’ lintang utara dan 102º03’-
102º53’ bujur timur. Kampung Penyengat di sebelah Berdasarkan hasil wawancara, ada tiga kelompok
utara berbatasan dengan Desa Rawa Mekar Jaya, sebelah mata pencaharian responden yaitu petani, ibu rumah
timur berbatasan dengan Laut Selat Panjang, sebelah tangga dan buruh (Gambar 4). Mayoritas masyarakat
selatan berbatasan dengan Desa Teluk Lanus, dan etnik Anak Rawa memiliki mata pencaharian sebagai
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dayun. Luas petani sebanyak 50% (7 orang). Keterlibatan petani
wilayah Kampung Penyengat sebesar 54.000 ha yang dalam memanfaatkan tumbuhan obat di hutan merupakan
terdiri atas tiga dusun yaitu Dusun I, Dusun II, dan salah satu cara dalam menjaga keamanan dan kelestarian
Dusun III. hutan karena masyarakat memandang hutan sebagai
sumber ekonomi keluarga, sumber obat-obatan dan
b. Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat sebagai pemelihara sumber mata air sehingga menjamin
Penduduk Kampung Penyengat berasal dari daerah keberlanjutan kehidupan masyarakat desa sekitar hutan
yang berbeda-beda, namun mayoritas penduduk adalah (Mayrowani dan Ashari 2011).
Etnik asli Anak Rawa, sehingga tradisi-tradisi

43
Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Obat

Gambar 2 Peta lokasi penelitian

Gambar 3 Persentase jenis kelamin masyarakat Etnik Anak Rawa Gambar 4 Mata pencaharian masyarakat Etnik
Anak Rawa

Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelas umur


Kelas umur Jumlah Persentase
No
(Tahun) (Orang) (%)
1 17-25 1 7
2 36-45 6 43
3 46-55 3 21
4 56-65 2 14
5 > 65 2 14
Total 14 100

44
Media Konservasi Vol. 24 No. 1 April 2019: 40-51

d. Tingkat Pendidikan meningkat mencari tempat yang memiliki volume air


melimpah sedangkan pertumbuhan tajuk menurun.
Berdasarkan wawancara, masyarakat Etnik Anak
Rawa yang mengetahui tumbuhan obat dan b. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan
menggunakannya didominasi oleh tingkat pendidikan SD Status Budidaya
(Gambar 5). Hal ini salah satunya karena terbatasnya
Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat
sarana dan prasarana pendidikan serta aksesibilitas yang
terdapat tumbuh secara liar maupun dibudidayakan oleh
kurang di Kampung Penyengat. Menurut Wassahua
masyarakat. Berdasarkan hasil identifikasi dan
(2016), terdapat dua faktor yang menyebabkan anak
wawancara, status budidaya tumbuhan obat yang
putus sekolah yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
dimanfaatkan masyarakat Etnik Anak Rawa terbagi
Faktor eksternal berupa adat istiadat atau budaya
menjadi dua yaitu, budidaya dan liar (Tabel 4). Menurut
setempat, faktor ekonomi, jarak yang ditempuh untuk
Hidayat (2011), masih banyak tumbuhan obat di
mengakses sekolah serta kurangnya pemahaman
Indonesia yang belum dibudidayakan, sehingga
pentingnya pendidikan oleh orangtua dan sekolah.
kesediaannya masih tergantung alam.
Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi secara
signifikan terhadap pengetahuan tumbuhan obat yang c. Cara Pengolahan Dan Pemakaian Tumbuhan Obat
dimiliki responden karena tidak mengurangi kemampuan
Masyarakat Etnik Anak Rawa mengolah tumbuhan
masyarakat dalam meramu tumbuhan obat disebabkan
obat dalam beberapa cara (Tabel 5). Berdasarkan
pengaruh tradisi turun temurun dari orangtua maupun
informasi dari teman (Gambar 6). Berdasarkan pengolahan tumbuhan obat yang dilakukan masyarakat
Gambar 6, pengetahuan dari orangtua lebih banyak Etnik Anak Rawa, cara pemakaian dari tumbuhan obat
terdiri atas diminum, dimakan, dioles, ditempel, dan
mempengaruhi kemampuan mengolah tumbuhan obat.
disiram (Tabel 6). Pemakaian tumbuhan obat secara
Keberadaan hutan yang masih sangat mudah untuk
diminum lebih banyak digunakan masyarakat Etnik Anak
dijangkau dan tradisi turun temurun dalam
Rawa sebesar 77,2 %. Cara diminum yang dimaksud
memanfaatkan hutan, sehingga adaptasi masyarakat
terhadap hutan masih kuat. Sesuai pada salah satu yaitu ramuan tumbuhan obat yang berbentuk cairan dari
kelompok stimulus amar yaitu stimulus manfaat dalam hasil perebusan, perendaman dan diperas. Pemakaian
secara minuman lebih banyak untuk ramuan pengobatan
konteks pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat
penyakit organ wanita dan persalinan.
(Amzu et al. 2007).
d. Manfaat Obat
3. Pengetahuan Etnobotani Tumbuhan Obat
Manfaat yang paling banyak dimanfaatkan
a. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan Bagian masyarakat pada spesies tumbuhan obat adalah sebagai
Dimanfaatkan penyembuhan penyakit organ wanita dan kelamin
sebesar 110 spesies dari berbagai bagian tumbuhan yang
Berdasarkan hasil wawancara dan identifikasi
dimanfaatkan. Menurut Dewi et al. (2013), perempuan
terdapat delapan jenis bagian tumbuhan yang
lebih rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh
dimanfaatkan masyarakat Etnik Anak Rawa sebagai obat
yaitu daun, akar, buah, batang, kulit batang, rimpang, faktor biologis dan faktor lingkungan. Beberapa spesies
bunga, dan umbi (Tabel 3). Masyarakat mempercayai tumbuhan obat yang digunakan sebagai penyembuhan
penyakit organ wanita dan kelamin yaitu seketem
bahwa akar merupakan bagian terkuat dan lebih mampu
(Acronychia pedunculata), melilin (Afzelia rhomboidea),
bertahan lama dibandingkan bagian tumbuhan lainnya.
medang lenir (Alseodaphne sp.), akar larak (Artabotrys
Ramuan akar lebih banyak dicampur dengan jenis
roseus), sembung jantan (Blumea lacera), kayu keterong
tumbuhan obat lainnya daripada diramu secara tunggal.
Menurut Ai dan Torey (2013), akar merupakan tempat (Blumeodendron tokbrai), mermong betina
dilakukannya penyerapan air dan unsur hara yang ada (Cephalomappa malloticarpa), tengar (Ceriops
decandra), setidur ayam (Cleistanthus cf. sumatranus)
dalam tanah sebelum menuju daun sehingga semakin
dan sebagainya.
berkurang volume air maka sistem perakaran umumnya

Gambar 5 Tingkat pendidikan masyarakat Gambar 6 Sumber pengetahuan tumbuhan obat

45
Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Obat

Tabel 3 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan bagian yang dimanfaatkan


No Bagian Jumlah bagian Persentase (%)
1 Akar 96 65,3
2 Daun 30 20,4
3 Buah 8 5,4
4 Rimpang 7 4,9
5 Batang 3 2,0
6 Kulit Batang 3 2,0

Tabel 4 Persentase spesies tumbuhan obat berdasarkan status budidaya


No Status Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Liar 100 70
2 Budidaya 48 30

Tabel 5 Persentase cara pengolahan tumbuhan obat


Persentase
No Cara Pengolahan Jumlah
(%)
1 Direbus 88 54,3
2 Direndam 28 17,3
3 Diparut 20 12,3
4 Ditumbuk 15 9,3
5 Diperas 4 2,5
6 Digulung 2 1,2
7 Dimasak 2 1,2
8 Dibakar 1 0,6
9 Dibalutkan 1 0,6
10 Dibelah 1 0,6

Tabel 6 Persentase cara pemakaian tumbuhan obat


No Cara pemakaian Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Diminum 132 77,2
2 Dioles 19 11,1
3 Dimandikan lalu diminum 9 5,3
4 Dimandikan 4 2,3
5 Dihisap 2 1,2
6 Disiram 2 1,2
7 Dimakan 1 0,6
8 Diminum lalu dioles 1 0,6
9 Ditempel 1 0,6

4. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Obat di Jumlah spesies tertinggi terdapat pada habitus pohon
Kampung Penyengat sebanyak 62 spesies sedangkan, jumlah spesies terendah
terdapat pada habitus epifit hanya 1 spesies. Menurut
a. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan
Zuhud dan Hikmat (2009) bahwa pohon menjadi
Habitus
tingkatan habitus tumbuhan obat tertinggi di Indonesia
Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan dibandingkan habitus lainnya sebesar 717 spesies (40.58
habitusnya dibagi menjadi tujuh habitus (Tabel 7). %). Masyarakat etnik anak rawa umumnya mengambil

46
Media Konservasi Vol. 24 No. 1 April 2019: 40-51

akar dari tumbuhan obat berhabitus pohon seperti akar masyarakat dalam memenuhi pangan, sandang dan
mentawan (Poikilospermum suaveolens), mukah papan termasuk ramuan obat dalam penyembuhan
(Calophyllum venulosum), penawar berbisa (Elaeocarpus penyakit. Beberapa spesies tumbuhan obat yang terdapat
floribundus), dan mukmin (Salacia chinensis). di hutan seperti, punak (Tetramerista glabra), ridan
(Nephelium lappaceum), sirih hantu (Piper caninum),
b. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan
terai (Diospyros sp.), terpis (Maasia hypoleuca) dan
Famili
asam paya (Eleiodoxa conferta).
Berdasarkan hasil wawancara keanekaragaman Analisis vegetasi dilakukan pada hutan alam primer
tumbuhan obat di Kampung Penyengat teridentifikasi pada setiap tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang
sebanyak 194 spesies tumbuhan, yang terdiri dari 78 dan pohon) ditemukan sebanyak 75 spesies dari 35 famili
famili sedangkan, spesies tumbuhan obat yang dari seluruh plot. Analisis vegetasi bertujuan untuk
dimanfaatkan sebesar 140 spesies dari 59 famili (Tabel mengetahui potensi tumbuhan obat di hutan alam
8). Famili terbanyak yang ditemukan yaitu Rubiaceae. Kampung Penyengat. Tumbuhan obat yang ditemukan
Rubiaceae bersifat kosmopolit yang tumbuh diberbagai pada plot analisis vegetasi lebih banyak dibandingkan
habitat (Saleh dan Hartana 2018). Beberapa spesies dari tumbuhan non obat. Total spesies tumbuhan obat yang
famili rubiaceae seperti akar sapu tunggul (Hypobathrum ditemukan sebanyak 49 spesies, 46 spesies telah
microcarpum), mengkudu (Morinda citrifolia), sejarum dimanfaatkan masyarakat dan 3 spesies belum
(Tarenna fragrans) dan kekacu merah (Uncaria lanosa). dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan
hutan gambut tersebut memiliki peran penting sebagai
c. Keanekaragaman Tumbuhan Obat Berdasarkan Tipe habitat pertumbuhan tumbuhan obat. Menurut Yulianti et
Habitat al. (2010), hutan rawa gambut memiliki nilai konservasi
sangat tinggi dan fungsi-fungsi seperti fungsi hidrologi,
Spesies tumbuhan obat yang terdapat di Kampung
cadangan karbon dan biodiversitas yang penting untuk
Penyengat Etnik Anak Rawa terdapat di beberapa habitat
kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa.
seperti Gambar 7. Menurut Nurrani et al. (2015)
tumbuhan hutan merupakan sumber penghidupan

Tabel 7 Persentase tumbuhan obat berdasarkan habitus


Jumlah Persentase
No Habitus
(spesies) (%)
1 Pohon 62 44,3
2 Herba 33 23,6
3 Perdu 23 16,4
4 Semak 14 10,0
5 Liana 5 3,6
6 Palem 2 1,4
7 Epifit 1 0,7

Tabel 8 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan famili


No Famili Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Rubiaceae 11 7,86
2 Zingiberaceae 9 6,43
3 Fabaceae 8 5,71
4 Myrtaceae 8 5,71
5 Phyllanthaceae 8 5,71
6 Asteraceae 7 5,00
7 Lauraceae 6 4,29
8 Annonaceae 4 2,86
9 Euphorbiaceae 4 2,86
10 Rutaceae 4 2,86
11 Lain-lain (48 Famili) 72 51,43

47
Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Obat

Spesies tumbuhan obat yang terdapat pada plot Berdasarkan observasi, Kampung Penyengat memiliki
analisis vegetasi tingkat semai sebesar 23 spesies, tingkat lahan kosong yang berpotensi untuk pembudidayaan
pancang sebesar 26 spesies, tingkat tiang sebesar 23 tumbuhan obat. Menurut Walujo (2011), tanaman obat
spesies dan tingkat pohon sebesar 25 spesies. indonesia masih 3-4 % yang dibudidayakan dan
Berdasarkan sebaran jumlah pohon maka keadaan hutan dimanfaatkan secara komersial. Selain itu,
dapat dikatakan seimbang karena jumlah permudaan pengembangan tumbuhan obat bisa dilakukan melalui
mencukupi. Menurut Dendang dan Handayani (2015), bentuk pengemasan ramuan dan pemasaran.
apabila jumlah individu semai>pancang>tiang>pohon
maka proses regenerasi dapat berlangsung karena b. Pengembangan Potensi Tumbuhan Obat di
tersedia permudaan dalam jumlah yang mencukupi. Pekarangan
Komposisi vegetasi tingkat pertumbuhan semai hingga
Total spesies tumbuhan obat yang ditemukan di
pohon ditinjau melalui kerapatan spesies pada Gambar 8.
Kampung Penyengat sebesar 194 spesies, di antaranya
ada 54 spesies tumbuhan obat yang belum dimanfaatkan
5. Pengembangan Potensi Tumbuhan Obat
oleh masyarakat. Teknik budidaya membantu dalam
a. Pengembangan Potensi Tumbuhan Obat di Hutan meningkatkan persediaan jenis di hutan alam sehingga
mengurangi tingkat kelangkaan. Pembudidayaan
Tumbuhan obat dari hutan teridentifikasi sebanyak
tumbuhan obat bisa dilakukan di pekarangan masyarakat
100 spesies. Terdapat 8 spesies yang berpotensi untuk
agar mudah dan cepat diperoleh karena tidak harus ke
dikembangkan yaitu empedu bumi (Brucea javanica),
hutan. Menurut Sofian et al. (2013), pekarangan
akar kancing planduk (Globba pendula), seringan
merupakan awal dari pemanfaatan sumberdaya alam
(Flemingia strobilifera), akar menarong (Trema
yang berpotensi terutama sebagai obat, sebagai
tomentosa), mansira hutan (Ilex cymosa), setulang
pencegahan atau pengobatan pertama bagi keluarga.
(Timonius sp.), kekacu putih (Uncaria sp.) dan beringin
Selain itu pekarangan masyarakat menjadi bertambah
hutan (Dillenia excelsa). Spesies tersebut dikatakan
asri dengan koleksi tumbuhan obat. Spesies yang belum
berpotensi dikembangkan karena mampu tumbuh di
dimanfaatkan umumnya telah ditanam oleh masyarakat,
hutan dan juga di pekarangan, sehingga mampu
sehingga selain nilai budidaya, juga dibutuhkan
dibudidayakan. Menurut Noorhidayah et al. (2006),
sosialisasi khasiat dari tenaga terdidik maupun
pengembangan tumbuhan obat asal hutan dapat
pemerintah.
dilakukan melalui upaya konservasi ex-situ yaitu
perlindungan di luar habitat asli suatu spesies.

Gambar 7 Presentase keanekaragaman tipe habitat

Gambar 8 Jumlah individu tiap hektar pada berbagai tingkat pertumbuhan

48
Media Konservasi Vol. 24 No. 1 April 2019: 40-51

c. Peran Pemerintah dan Perguruan Tinggi kehutanan lainnya yang berkaitan dengan pengambilan
tumbuhan obat dari hutan. Program studi kimia dapat
Kondisi ekonomi di desa dapat ditingkatkan
mengaplikasikan ilmunya dibidang pengujian zat kimia
melalui investasi tumbuhan obat. Menurut Pujiasmanto
dalam ramuan obat agar menghasilkan komposisi
(2009), tumbuhan obat dapat diberdayakan untuk
kandungan obat yang sesuai. Program studi
meningkatkan devisa negara dan meningkatkan
agroteknologi bisa mengaplikasikan ilmunya di bidang
kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan bahan
penggunaan teknologi yang cocok dikembangkan di
baku, pemanfaatan sumberdaya domestik dan
Kampung Penyengat. Adanya perguruan tinggi ini
penyerapan tenaga kerja produktif. Pemerintah
diharapkan dukungan dari pemerintah berupa fasilitas
berperan sebagai pembuat kebijakan terkait
sarana prasarana, anggaran dana dan sistem insentif
pemanfaatan tumbuhan obat seperti penjabaran khasiat
bagi mahasiswa yang siap berkontribusi mengabdi
tumbuhan obat, keuntungan yang diperoleh dari
kepada masyarakat.
pemanfaatan tumbuhan obat, serta nilai tambah yang
diperoleh jika membudidayakan tumbuhan obat di
Kampung Penyengat baik nilai tambah ekologi maupun SIMPULAN
sosial budaya. Tenaga kerja yang produktif yang
memiliki pengetahuan luas tentang tumbuhan obat Masyarakat Etnik Anak Rawa memiliki
perlu diberikan apresiasi dari pemerintah agar lebih kemampuan dalam memanfaatkan, meramu, dan
memotivasi inidividu terkait pengetahuan tumbuhan mengolah tumbuhan obat untuk mengobati dan
obat yang dimilikinya. Anggaran dana dari pemerintah mencegah penyakit, teridentifikasi sebanyak 140
diperlukan untuk pengembangan obat tradisional spesies tumbuhan obat yang digunakan untuk
dengan sistem insentif yang baik. Tumbuhan obat yang mengobati 28 kelompok penyakit. Kampung Penyengat
tumbuh liar di hutan menjadi sumber bahan baku besar, memiliki aset tumbuhan obat, teridentifikasi sebanyak
namun apabila dieksploitasi besar-besaran maka 194 spesies tumbuhan obat yang ditemukan, di
dikhawatirkan terjadinya kepunahan spesies. Oleh antaranya 54 spesies yang belum dimanfaatkan
karena itu pemerintah perlu membuat peraturan masyarakat.
mengenai tata cara pengambilan tumbuhan obat hutan
dan diharuskannya pembudidayaan di lahan DAFTAR PUSTAKA
pekarangan masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya
domestik dapat dilakukan dengan pembuatan kebijakan Ai NS, Torey P. 2013. Karakter morfologi akar sebagai
berupa dibatasinya produksi obat berbahan kimia indikator kekurangan air pada tanaman. Jurnal
impor masuk ke Kampung Penyengat, sehingga Bioslogos. 3(1): 32-37.
masyarakat Kampung Penyengat dapat Auliani A, Fitmawati, Sofiyanti N. 2014. Studi
memaksimalkan penggunaan tumbuhan obat lokal. etnobotani famili zingiberaceae dalam kehidupan
Perguruan tinggi menjadi salah satu sumber masyarakat lokal Siak Hulu Kabupaten Kampar.
pencetak tenaga kerja produktif bagi pengembangan Jurnal JOM FMIPA. 1(2): 526-533.
tumbuhan obat. Kualitas obat tradisional dapat Dendang B, Handayani W. 2015. Struktur dan
ditingkatkan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi komposisi tegakan hutan di Taman Nasional
yang telah dipelajari di perguruan tinggi, baik dalam Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Jurnal
bentuk pengolahan, pengemasan obat, pengepakan, Kehutanan. 1(4): 691-95.
pemasaran, hingga pengujian zat kimia yang Dewi DSK, Wulandari LPL, Karmaya NM. 2013.
terkandung dalam satu ramuan. Pengujian zat kimia Kerentanan perempuan terhadap penularan IMS
bertujuan untuk memperoleh sertifikasi Badan POM dan HIV di Kota Denpasar. Public Health and
dan label halal, sehingga obat dapat dipercaya oleh Preventive Medicine Archive. 1 (1): 1-8.
konsumen. Menurut Wasito (2008), perguruan tinggi Hakim L. 2014. Etnobotani dan Manajemen Kebun-
dapat berperan sebagai media pengembangan obat Pekarangan Rumah: Ketahanan Pangan,
tradisional yakni adanya pengabdian kepada Kesehatan, dan Agrowisata. Malang (ID):
masyarakat, berupa kegiatan pembinaan dan Selaras.
pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan obat Hidayat S. 2011. Keberadaan dan pemanfaatan
tradisional sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan tumbuhan obat langka di wilayah Bogor dan
masyarakat. Perguruan tinggi yang ada di Riau yang sekitarnya. Media Konservasi. 17(1): 33-38
memiliki program studi seperti kehutanan, kimia, dan Ismarani. 2013. Kajian persepsi konsumen terhadap
agroteknologi bisa mengaplikasikan ilmunya untuk terhadap penggunaan obat herbal (kasus di
pengembangan obat tradisional di Kampung Unisma Bekasi). Jurnal Agribisnis dan
Penyengat. Program studi kehutanan dapat membantu Pengembangan Wilayah. 4(2): 52-58.
dibidang pembudidayaan tanaman di hutan, Mayrowani H, Ashari. 2011. Pengembangan
memberikan penyuluhan untuk menjaga sumberdaya agroforestry untuk medukung ketahanan pangan
hutan secara bekelanjutan, serta memberikan ilmu

49
Etnobotani dan Potensi Tumbuhan Obat

dan pemberdayaan petani sekitar hutan. Forum Walujo EB. 2011. sumbangan ilmu etnobotani dalam
Penelitian Agro Ekonomi. 29(2): 83-98. memfasilitasi hubungan manusia dengan
Noorhidayah, Sidiyasa K, Hajar I. 2006. Potensi dan tumbuhan dan lingkungannya. Jurnal Biologi
keanekaragaman tumbuhan obat di Hutan Indonesia. 7(2): 375-391.
Kalimantan dan upaya konservasinya. Jurnal Wasito H. 2008. Meningkatkan peran perguruan tinggi
Analisis Kebijakan Kehutanan. 3(2): 95-107. melalui pengembangan obat tradisional. Mimbar.
Nurrani L, Tabba S, Mokodompit HS. 2015. Kearifan 24(2): 117-127.
lokal dalam pemanfaatan tumbuhan obat oleh Wassahua S. 2016. Analisis faktor-faktor penyebab
masyarakat di sekitar Taman Nasional Aketajawe anak putus sekolah di Kampung Wara Negeri
Lolobata, Provinsi Maluku Utara. Jurnal Hative Kecil Kota Ambon. Jurnal al-iltizam. 1(2):
Penelitian dan Sosial Ekonomi Kehutanan. 12(3): 93-101.
163-175. Yulianti R, Marsono D, Yunianto T. 2010. Analisis
Pujiasmanto B. 2009. Strategi Pengembangan vegetasi hutan rawa gambut pascakebakaran di
Budidaya Tumbuhan Obat dalam Menunjang wilayah Desa Sebangau dan Desa Taruna Jaya.
Pertanian Berkelanjutan. Semarang (ID): Majalah Geografi Indonesia. 24(1): 54-62.
Universitas Sebelas Maret Press. Zuhud EAM, Ekarelawan, Riswan S. 1994. Pelestarian
Saleh MFRM, Hartana A. 2018. Keanekaragaman jenis Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat
tumbuhan Cagar Alam Pangi Binangga Sulawesi Hutan Tropika Indonesia. Bogor (ID):
Tengah. Media Konservasi. 22 (3): 286-292. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan
Sari ID, Yuniar Y, Siahaan S, Riswati, Syaripuddin M. Fakultas Kehutanan IPB Dan Lembaga Alam
2015. Tradisi masyarakat dalam penanaman dan Tropika Indonesia
pemanfaatan tumbuhan obat lekat di Pekarangan. Zuhud EAM, Hikmat A. 2009. Hutan Tropika
Jurnal Kefarmasian Indonesia. 5(2): 123-129. Indonesia Sebagai Gudang Obat Bahan Alam
Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Bagi Kesehatan Mandiri Bangsa. Bunga Rampai
Indonesia. Bogor (ID): Laboratorium Ekologi Biofarmaka Kehutanan Indonesia dari Tumbuhan
Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Hutan untuk Keunggulan Bangsa dan Negara.
Bogor. Bogor (ID): Pusat Litbang Hutan Tanaman.
Sofian FF, Supriyatna, Moektiwardoyo M. 2013. Zuhud EAM, Sofyan K, Prasetyo LB, Kartodihardjo H.
Peningkatan sikap positif masyarakat dalam 2007. Sikap masyarakat dan konservasi: suatu
pemanfaatan tanaman obat pekarangan rumah di analisis kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr.)
Desa Sukamaju dan Girijaya Kabupaten Garut. sebagai stimulus tumbuhan obat bagi masyarakat,
Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. 2(2): kasus di Taman Nasional Meru Betiri. Media
107-117. Konservasi. 12: 22-32.

50

You might also like