Life Science: Pertumbuhan Kalus Rejasa (Elaeocarpus Grandiflorus) Dari Eksplan Tangkai Daun Pada Kondisi Gelap
Life Science: Pertumbuhan Kalus Rejasa (Elaeocarpus Grandiflorus) Dari Eksplan Tangkai Daun Pada Kondisi Gelap
Life Science: Pertumbuhan Kalus Rejasa (Elaeocarpus Grandiflorus) Dari Eksplan Tangkai Daun Pada Kondisi Gelap
Life Science
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/LifeSci
Abstrak
Rejasa (Elaeocarpus grandiflorus) adalah tanaman identitas Salatiga yang mulai jarang ditemukan.
Pertumbuhan populasinya memiliki perkembangan yang lambat. Perkembangan generatif melalui
perkecambahan biji terjadi dalam tingkat yang sangat rendah. Dalam kelangkaannya, rejasa
memiliki khasiat sebagai tanaman obat melalui metabolit sekunder yang dihasilkan. Penelitian ini
menguji pertumbuhan kalus rejasa dalam variasi jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh.
Variabel bebas yang digunakan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (2,4-
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) dengan konsentrasi 1,5; 2,5; dan 3,5 ppm serta pikloram dengan
konsentrasi 3,5; 5; dan 7,5 ppm). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan kalus
rejasa (persentase tumbuh kalus, waktu berkalus, dan morfologi kalus) dalam medium yang
diamati selama 5 bulan. Eksplan yang digunakan adalah tangkai muda yang ditanam dalam
medium agar Murashige & Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan pikloram
dalam berbagai konsentrasi dan dipelihara dalam kondisi gelap. Hasil penelitian menunjukkan
persentase induksi kalus paling rendah terdapat pada eksplan dengan penambahan zat pengatur
tumbuh pikloram dengan konsentrasi 7,5 ppm (14%). Eksplan yang dipelihara pada medium
dengan penambahan pikloram konsentrasi 5 ppm memghasilkan persentasi induksi kalus tertinggi.
Waktu induksi kalus berada dalam rentang 10-22 hari. Eksplan dengan penambahan zat pengatur
tumbuh pikloram konsentrasi 5 ppm memiliki rerata waktu induksi kalus paling baik yaitu 12 hari.
Kalus yang terbentuk dominan berwarna kekuningan dengan jenis meremah. Berdasarkan hasil
penelitiaan, medium yang paling baik untuk induksi kalus dalam kondisi gelap adalah medium MS
dengan penambahan zat pengatur tumbuh pikloram konsentrasi 5 ppm
17
Nur Wijayanti dkk. / Life Science 8 (1) 2019
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kelimpahan sumber daya hayati yang tersebar di seluruh wilayahnya,
namun penurunan jumlah terus terjadi. Sebagai optimalisasi konservasi sumber tanaman biologi, setiap
kota menetapkan satu spesies tanaman sebagai identitas di daerah mereka masing-masing (Rahayu et al.,
2017). Tanaman rejasa (Elaeocarpus grandiflorus) merupakan tanaman identitas kota Salatiga yang
memiliki ukuran populasi yang kecil. Di Indonesia dan Malaysia, kulit batang dan daun digunakan
sebagai tapel dan ekstraknya diminum sebagai tonik (obat yang menguatkankan dan merangsang selera
makan, di Jawa digunakan untuk mengatasi sariawan. Di Sumatera, infusa dari parutan kulit kayu
diminum untuk demam, dan remukan daun muda, dioleskan di dahi untuk mengobati sakit kepala. Kayu
digunakan untuk kontstruksi interior ringan dan kayu triplek/lapis. Cocok untuk membuat papan
partikel, papan serat dan bubur kertas. Selain itu dimanfaatkan juga untuk reboisasi dan tanaman hias
serta sarana upacara agama Hindu (Siswoyo, 2012).
Rejasa merupakan tumbuhan liar dan banyak ditemukan di alam. Tanaman ini dapat digunakan
sebagai tanaman obat karena mengandung metabolit sekunder yang berfungsi dalam membantu
penyembuhan beberapa penyakit. Kandungan metabolit sekunder yang telah berhasil diisolasi terdiri dari
kelompok fenolik, terpenoid, dan alkaloid (Sagala, 2018). Hampir semua bagian/organ rejasa
mengandung senyawa bioaktif. Dalam daun rejasa telah berhasil diisolasi tannin, geraniin, dan 3,4,5-
trimethoxy geraniin (Shah et al., 2011). Ditemukan pula saponin, flavonoid, polifenol, dan tannin pada
daunnya (Vickery & Vickery, 1981); buah mengandung saponin, flavonoid, dan tannin; sedangkan kulit
batang mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol. Kemudian, ditemukan pula senyawa golongan
alkaloid, tannin galat dan sedikit flavonoid dari ekstrak serbuk rejasa (Sagala, 2018).
Berdasarkan survei terdahulu pada awal tahun 2016, tanaman rejasa ini merupakan tanaman
identitas Salatiga yang selain belum diketahui banyak orang, juga memiliki ukuran populasi terkecil dari
yang lainnya (Rahayu et al., 2017). Berdasar penelitian Rahayu et al. (2017), jumlah populasi rejasa hanya
20-30 pohon di seluruh wilayah Salatiga dan Tegal dengan perbanyakan generatif melalui perkecambahan
biji terjadi dalam tingkat yang sangat rendah. Penelitian tentang tanaman ini masih sangat jarang
dilaporkan (Habibah et al., 2018).
Keberhasilan dari suatu teknik kultur jaringan bergantung pada penggunan zat pengatur tumbuh
(ZPT). Kombinasi antara media dasar dan ZPT akan mengoptimalkan pertumbuhan eksplan, ZPT dapat
merangsang ataupun menghambat proses fisiologis tanaman. Zat pengatur tumbuh eksogen yang
digunakan pada teknik kultur jaringan adalah auksin dan sitokinin. Efisiensi auksin dan sitokinin dalam
induksi kalus tertgantung pada usia sumber eksplan dan jenis organ yang digunakan sebagai eksplan
(Wilson et al., 1971). Induksi kalus merupakan tahapan penting dalam hibridisasi somatik melalui fusi
protoplas untuk menghasilkan tanaman hibrida serta pembentukan embrio dalam embriogenesis somatik
(Waryastuti et al., 2017).
Karakteristik pada setiap kalus berbeda-beda, terdapat kalus dengan tekstur lembut (soft), dan
remah (friable), keras dan kompak (Thomas & Davey, 1975). Karekteristik kalus sendiri tergantung pada
18
Nur Wijayanti dkk. / Life Science 8 (1) 2019
komposisi media pengulturan, khususnya zat pengatur tumbuh, dan jenis eksplan. Sehingga dari induksi
kalus yang dilakukan melalui kultur jaringan inilah nantinya akan didapatkan metabolit sekunder
(Sugiyarto & Kuswandi, 2014).
Potensi pelestarian tanaman rejasa dapat dilakukan dengan mengkultur guna menemukan
formulasi optimal pertumbuhan kalus rejasa. Penelitian dalam keadaan terang telah dilakukan. Untuk
itu, penelitian dengan menggunakan kondisi gelap dilakukan guna mengetahui konsentrasi optimal zat
pengatur tumbuh dalam pertumbuhan kalus tangkai rejasa.
METODE
Tanaman
Eksplan tangkai rejasa diperoleh dari bibit berumur 2 tahun yang terdapat pada Rumah Kaca
Universitas Negeri Semarang. Tangkai rejasa yang digunakan merupakan tangkai muda nomor 3-5 dari
pucuk. Variabel bebas yang digunakan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh. Dua tipe
auksin yang digunakan adalah 2,4-D dengan konsentrasi 1,5; 2,5; dan 3,5 ppm, serta pikloram dengan
konsentrasi 3,5; 5; dan 7,5 ppm. Variabel terikat yang ada antara lain persentase eksplan yang tumbuh,
waktu inisiasi kalus, dan morfologi kalus. Variabel kontrol: pH medium, temperatur ruang penanaman
dan tempat inkubasi: 23-25˚C
Sterilisasi Permukaan pada Eksplan
Tangkai muda disterilisasi dengan mencuci pada air mengalir dan dilanjutkan dengan
perendaman menggunakan fungisida dan bakterisida selama 30 menit. Setelah itu, tangkai dibilas dengan
air steril. Tangkai muda tersebut disterilisasi permukaan dengan Clorox 20% selama 10 menit di dalam
laminar air flow diikuti dengan pembilasan taangkai muda dengan air steril kembali.
Induksi Kalus
Medium yang digunakan sebagai induksi kalus adalah medium MS (Murashige and Skoog,
1962) untuk pertumbuhan eksplan. Pengatur tumbuh tanaman 2,4-D dan pikloram digunakan sebagai
penginduksi kalus. Eksplan steril yang sudah dibilas kemudian dikultur ke dalam medium yang telah
disiapkan dengan ukuran pemotongan eksplan sepanjang 2 cm. Botol kultur berisi eksplan dibungkus
kertas wrap dan disimpan dalam ruang inkubasi dengan suhu 24-25˚C. Kultur dipelihara selama lima
bulan. Pemantauan dilakukan untuk melihat pertumbuhan kalus dan morfologi yang terbentuk.
Persentase eksplan yang terbentuk, kecepatan pembentukan kalus, dan morfologi kalus dicatat sebagai
data.
Analisis Data dan Uji Statistik
Analisis varian dihitung pada persentase pertumbuhan kalus dan kecepatan pertumbuhan kalus.
Perhitungan menggunakan analisis anova dua jalur dengan taraf kesalahan 0.05% dari tiga pengulangan.
Data dianalisis dengan sistem SPSS.
19
Nur Wijayanti dkk. / Life Science 8 (1) 2019
20
Nur Wijayanti dkk. / Life Science 8 (1) 2019
Berdasarkan data pada Tabel 1 terlihat bahwa tangkai muda rejasa lebih responsif apabila dikultur pada
media pikloram 5 ppm dibandingkan yang lain. Rerata tumbuh kalus pada perlakuan pikloram 5 ppm
sebesar 63% dengan waktu inisiasi kalus 12 HSI.
Tabel 1. Waktu Inisiasi Kalus serta Persentase Tumbuh Kalus pada Berbagai ZPT dan Konsentrasi
ZPT dan konsentrasi Waktu inisiasi kalus (HSI) Persentase tumbuh kalus (%)
D1,5 19.5 60
D2,5 16.25 50
D3,5 16.25 55
P3,5 18 62.5
P5 12 63
P7,5 13 14
Keterangan: HSI = hari setelah inokulasi
Tabel 2. Persentase tangkai tumbuh kalus dan kalus mati pada berbagai ZPT dan konsentrasi pada
20 MSI
ZPT dan konsentrasi (ppm) Tangkai tumbuh kalus (%) Kalus mati (%)
D1,5 50 50
D2,5 33,3 66,7
D3,5 41,7 58,3
P3,5 41,7 58,3
P5 66,7 33,3
P7,5 8 92
Keterangan: MSI = minggu setelah inokulasi
Gambar 1. Grafik rerata waktu tumbuh kalus dan persentase tumbuh kalus selama 20 MSI
21
Nur Wijayanti dkk. / Life Science 8 (1) 2019
A B C
Gambar 3. Morfologi kalur rejasa (A) kalus yang tumbuh pada perlakuan Pikloram 3,5 ppm dengan kalus
meremah warna kekuningan (B) kalus yang tumbuh pada perlakuan 2,4-D 3,5 ppm dengan
kalus meremah warna putih (C) kalus yang tumbuh pada perlakuan pikloram 5 ppm dengan
kalus meremah warna hijau kekuningan.
dan pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa kimia alami flavonoid (Bekti et al., 2003). Hal
serupa juga disampaikan oleh (Pierik, 1987), yang menyatakan bahwa 2,4-D dapat menyebabkan
elongasi sel, pembengkakan jaringan, dan pembentukan kalus.
Penambahan pikloram sebagai ZPT memberi warna kekuningan dan tekstur meremah pada
hampir seluruh eksplan pada semua konsentrasi. Pada perlakuan pikloram 3,5 ppm tekstur kalus yang
dihasilkan meremah dengan warna kekuningan (Gambar 3a). Hal ini tidak jauh berbeda dengan
perlakuan pada kalus pikloram 5 ppm dengan tekstur meremah warna hijau kekuningan. Pertumbuhan
kalus yang dialami perlakuan pikloram 5 ppm mengalami pengembangan rerata sampai 3 kali lebih
banyak daripada perlakuan yang lainnya (Gambar 3c). Perlakuan pikloram 7,5 ppm juga memberi warna
kekuningan dengan tekstur meremah.
Pada penambahan 2,4-D sebagai ZPT, pembentukan kalus memiliki tektur meremah dan
kompak pada setiap konsentrasinya. Perlakuan 2,4-D 1,5 ppm didominasi tekstur kalus dengan tekstur
kompak dengan warna kuning kecoklatan. Tekstur meremah rerata berada pada perlakuan 2,4-D 2,5
ppm dan 3,5 ppm. Pada perlakuan 2,4-D 2,5 ppm dijumpai warna putih pada kalus, namun warna
tersebut tidak dominan (Gambar 3b). Dominasi warna kalus para perlakuan 2,4-D 2,5 ppm adalah
kuning kehitaman. Selanjutnya pada perlakuan 2,4-D 3,5 ppm rerata memiliki tekstur meremah dengan
warna kecoklatan. Berdasarkan data hasil penelitian, rerata kalus yang dihasilkan memiliki tekstur
meremah dengan warna kekuningan.
SIMPULAN
Kalus tangkai muda rejasa memberikan persentase tumbuh kalus (63%) dan waktu tumbuh
kalus (12 HSI) paling optimal pada perlakuan pikloram 5 ppm. Rerata waktu tumbuh kalus optimal
dengan penambahan zat pengatur tumbuh pikloram dibandingkan dengan 2,4-D. Kemudian,
pertumbuhan kalus memiliki tekstur meremah dengan warna kekuningan pada hampir setiap perlakuan.
Perlakuan dengan pikloram berbagai konsentrasi memberikan tekstur meremah dan warna kekuningan
pada keseluruhan kalus yang terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Bekti, R., Solichatun, E. & Anggarwulan. (2003). Pengaruh 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) terhadap
pembentukan dan pertumbuhan kalus serta kandungan flavonoid kultur kalus Acalypha indica L.
Biofarmasi, 1(1), 1-6.
Habibah, N.A., Widiatningrum, T., Anggraito, Y.U., Rahayu, E.S., Mukhtar, K., Wijawati, N., Musafa,
F. (2018). Growth of Elaeocarpus grandiflorus callus cultures in MS medium with various
concentrations of growth regulators. International Conference on Mathematics, Science and Education
2018 (ICMSE2018). 984-1.
Indah, P.N. & Ermavitalini, D. (2013). Induksi kalus daun nyamplung (Calophyllum inophylum L.) pada
beberapa kombinasi konsentrasi 6-benzylaminopurine (BAP) dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-
D). Jurnal Sains dan Seni Pomits, 2(1), 23-37.
Pierik, R.M.L. (1987). In vitro culture of higher plants. Dordrecht, The Netherlands: Martinus Nijhoff
Publishers.
23
Nur Wijayanti dkk. / Life Science 8 (1) 2019
Rahayu, E.S., Dewi, N.K. & Bodijantoro, F.P.M.H. (2017). Profile of Elaeocarpus grandiflorus and
Ziziphus mauritiana as identity plants of Salatiga and Tegal towns, Central Java Province,
Indonesia. International Conference on Mathematics, Science and Education 2017 (ICMSE2017). 983-1.
Sagala, D. (2018). Deskripsi, metabolit sekunder dan kegunaan anyang-anyang (Elaeocarpus grandiflorus
J.E. Smith). INA-Rxiv. February 10. osf.io/preprints/inarxiv/3unv8.
Shah, G., Singh, P.S., Mann, A.S., Shri, R. (2011). Scientific basis for the chemical constituent and
therapeuticuse of Elaeocarpus species: A Review. International Journal of Institutional Pharmacy and
Life Sciences, 1(1), 267-278.
Siswoyo, P.D.M. (2012). Reintroduksi tanaman langka di Hutan Lindung Batukaru, Tabanan, Bali.
Udayana Mengabdi, 11(2), 80-85.
Sugiyarto, L. & Kuswandi, P.C. (2014). Induksi kalus daun binahong (Anredera cordifolia L.) dalam upaya
pengembangan tanaman obat tradisional. Jurnal Sains Dasar, 3(1), 55-60.
Thomas, E. & Davey, M.R. (1975). From Single Cell to Plant. London: Wykehan Publisher Ltd.
Vickery, M.L. & Vickery, B. (1981). Secondary plant metabolism. The Mac Milan Press.
[WARINTEK] Warung infornasi Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi. 2014. Elaeocarpus
grandiflorus J.E. Smith. On line at <http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/
tanaman_obat/depkes/3-011.pdf> [Diakses 20 Maret 2014].
Waryastuti, D.E., Setyobudi, L. & Wardiyati, T. (2017). Pengaruh tingkat konsentrasi 2,4-D dan BAP
pada media MS terhadap induksi kalus embrionik temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal
Produksi Tanaman, 5(1), 140-149.
Wilson, S.B., King, P.J. and Street, H.E. (1971). Studies on the growth in culture of plant cells. XII. A
versatile system for the large-scale batch or continuous culture of plant cell suspensions. Journal of
Experimental Botany, 22(70), 177-207.
Yelnititis. (2012). Pembentukan kalus remah dari eksplan daun ramin (Gonystylus bancanus (Miq) Kurz.)
[Friable callus induction from leaf explant of ramin (Gonystylus bancanus (Miq) Kurz.)]. Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan, 6(3), 181-194.
24