Dasar - Dasar Electroencephalography (EEG) Bagi Riset Psikologi
Dasar - Dasar Electroencephalography (EEG) Bagi Riset Psikologi
Dasar - Dasar Electroencephalography (EEG) Bagi Riset Psikologi
Pengantar
Pembahasan
93
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
potensial aksi). Ketika satu sel teraktivasi, sel tersebut akan mengaktifkan sel-sel terdekat
sehingga menimbulkan sinkronisasi antar sel, yang kemudian menimbulkan efek berantai
terhadap sel-sel lain (propagasi). Fluktuasi potensial listrik akan muncul sebagai akibat
dari aktivitas sel-sel otak tersebut. Fluktuasi tersebut yang kemudian diukur mengguna-
kan sensor sehingga peneliti dapat mengobservasi aktivitas otak. Electroencephalography
merupakan metode untuk merekam aktivitas potensial elektris otak pada permukaan
kulit kepala. Sel otak pada dasarnya hanya menghasilkan potensial elektris yang sangat
rendah, sehingga metode pengukuran dengan EEG hanya dapat merekam aktivitas
elektris yang dihasilkan oleh kumpulan sel yang tersinkronisasi sekaligus, dan hanya
terbatas pada area korteks (bagian otak besar). Sebagian besar aktivitas elektris yang
dapat direkam oleh EEG bersumber dari neuron piramidal. Sel-sel tersebut cenderung
memiliki orientasi yang sama. Secara teknis EEG tidak merekam potensial aksi antar sel
otak, namun agregasi dari potensial listrik yang dihasilkan dari potensial post-sinaptik
(Luck, 2014).
Aktivitas sel-sel otak menghasilkan osilasi, atau yang kerap di asosiasikan dengan
gelombang otak, dengan frekuensi (jumlah gelombang per detik), amplitudo (kekuatan
gelombang) dan fase yang berbeda-beda. Otak manusia menghasilkan 5 jenis gelombang
utama yang diklasifikasikan berdasarkan frekuensinya: gelombang alpha (8–13 Hertz),
theta (4–8 Hertz), beta (14–26 Hertz), delta (0.5–4.0 Hertz), gamma (di atas 30 Hertz) dan mu
(8–13 Hertz). Frekuensi gelombang alpha dan mu menunjukkan rentang frekuensi yang
sama, perbedaan di antara keduanya adalah lokasi dari osilasi tersebut: gelombang mu
ditemukan pada korteks motorik, sementara gelombang alpha umumnya ditemukan pada
korteks visual (Luck, 2014).
Gelombang yang terekam oleh EEG merupakan hasil dari percampuran beberapa
osilasi yang muncul bersamaan pada frekuensi yang berbeda. Untuk dapat melihat
amplitudo dari tiap gelombang (band power), dilakukan proses kalkulasi matematis
analisis transformasi Fourier, konsep ini akan diperdalam pada bagian ekstraksi fitur.
Bagan 1
Ilustrasi Gelombang Campuran dari Komponen Gelombang Individual yang Berbeda Frekuensi
dan Amplitudonya di Kolom A, menjadi Gelombang yang Terobservasi di Kolom B.
A B
5 Hz
1 μV
10 Hz
1 μV
94
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
95
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
digital. Dalam setiap proses tersebut terdapat risiko rusaknya data atau berkurangnya
kualitas data.
Elektroda
Proses pertama dalam menangkap sinyal bioelektris tersebut dipengaruhi oleh kualitas
dari sensor atau elektroda. Pada umumnya elektroda terbuat dari perak klorida (AgCl),
aluminium, perunggu, perak, maupun emas yang ditempelkan pada permukaan kulit
kepala dengan tambahan gel elektrolit untuk meningkatkan konduktivitas potensial
listrik. Elektroda tersebut merupakan jenis elektroda basah.
Elektroda basah merupakan gold standard dalam teknik perekaman data EEG
(Lopez-Gordo et al., 2014). Elektroda basah memberikan kualitas data terbaik
dibandingkan elektroda jenis lain, namun kelemahannya terletak pada proses
pemasangannya yang lebih sulit dan memakan lebih banyak waktu. Berbeda dengan
elektroda basah, elektroda kering umumnya tidak menggunakan gel elektrolit dalam
aplikasi pada kulit kepala. Kualitas data yang dihasilkan dari elektroda kering umumnya
tidak sebaik dengan hasil data dengan elektroda basah, meskipun demikian elektroda
kering sudah cukup memadai untuk digunakan dalam konteks penelitian (Lopez-Gordo
et al., 2014; Mathewson et al., 2017). Elektroda kering memiliki kelebihan dalam
kemudahan pemasangannya. Selain itu, penggunaan elektroda kering juga mengurangi
risiko munculnya “salt bridge” yang muncul ketika elektroda basah terlalu berdekatan
dan/atau gel elektrolit tersambung antar elektroda. Salt bridge mengakibatkan dua
elektroda secara tidak langsung tersambung sehingga merekam data dengan voltase yang
sama dan seolah menjadi satu elektroda (Dickter & Kieffaber, 2014).
Selain terbagi atas basah dan kering, elektroda juga ada yang bersifat pasif dan
aktif. Pada elektroda aktif, amplifikasi sinyal langsung dilakukan pada elektroda itu
sendiri, sehingga mengurangi noise/artefak dari frekuensi listrik (artefak akan dibahas
lebih lanjut). Elektroda aktif menunjukkan performa lebih baik dalam kondisi impedansi
(perihal impedansi akan dibahas lebih lanjut pada bagian artefak) elektroda yang cukup
tinggi (> 2 kΩ), namun dalam kondisi yang ideal elektroda pasif tetap memproduksi data
yang lebih baik (Laszlo et al., 2014).
Amplifier
Data yang tertangkap oleh elektroda selanjutnya perlu dilakukan amplifikasi mengingat
kecilnya sinyal yang terdeteksi. Proses ini dilakukan dengan perangkat amplifier. Amplifier
merupakan perangkat keras terpenting dalam merekam data EEG. Amplifier memiliki
sampling rate, atau jumlah data yang terekam dalam satu waktu tertentu. Sampling rate
terepresentasi dalam frekuensi Hertz (Hz), jumlah data yang terekam dalam satu detik.
Amplifier dengan sampling rate 250 Hz berarti merekam 1 sampel setiap 4 milidetik, atau
250 sampel setiap detik. Semakin tinggi sampling rate dari amplifier tersebut, semakin
akurat representasi data digital EEG dengan data aslinya yang berbentuk analog/
gelombang. Rendahnya sampling rate akan berisiko oleh aliasing error, yaitu eror yang
96
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
terjadi ketika frekuensi yang terdeteksi berbeda dengan aslinya (Dickter & Kieffaber,
2014).
Pemilihan amplifier idealnya mengikuti tujuan penelitian. Semakin tinggi resolusi
temporal (sampling rate) amplifier semakin baik, namun hal tersebut juga meningkatkan
cost penelitian dari segi rasio antara harga dengan hasil yang didapatkan. Rekomendasi
umum dalam memilih amplifier adalah yang memiliki sampling rate 3-4 kali lebih tinggi
dari frekuensi tertinggi yang ingin direkam untuk menghindari aliasing error (Dickter &
Kieffaber, 2014). Perihal aliasing error, pembaca dapat lebih mendalami hal-hal terkait
Nyquist-Shannon sampling theorem. Dickter & Kieffaber merekomendasikan amplifier
dengan sampling rate 250 Hz untuk penelitian Event-Related Potential (ERP) yang
umumnya tidak lebih dari 20 Hz.
Bagan 2
Ilustrasi Aliasing Error
Data gelombang 8 Hz Sampling 100 Hz
Sampling 10 Hz
97
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Jumlah elektroda tidak sama dengan jumlah channel, dapat dikatakan bahwa channel
adalah sumber data. Setiap channel terdiri atas tiga sumber, yaitu: elektroda yang aktif,
ground, dan elektroda referensi (Luck, 2014). Sebagai catatan, istilah ‘elektroda yang aktif’
ini tidak sama dengan ‘elektroda aktif’ yang dijelaskan di bagian jenis elektroda, istilah ini
digunakan oleh Luck (2014) untuk merujuk pada elektroda yang diukur. Potensial listrik
direkam oleh EEG dalam voltase (V). Voltase merupakan perbedaan potensial elektris di
antara dua sumber. Setiap elektroda yang aktif merupakan selisih potensial elektris dari
elektroda aktif itu sendiri dengan ground. Serupa dengan stop kontak listrik yang terdiri
atas dua terminal (dua lubang), ketika dua terminal itu dihubungkan, arus listrik akan
mengalir dari satu terminal menuju ground.
Perbedaan potensial antara elektroda yang aktif dengan ground tersebut masih
belum dapat digunakan sebagai indikator potensial elektris otak. Elektroda yang aktif
tersebut dipasang di kulit kepala sehingga data yang terekam masih mengandung
potensial elektris dari sumber non-otak, misalnya kulit kepala, interferensi listrik di dekat
subjek, dan potensial elektris dari tubuh subjek. Untuk mendapatkan potensial elektris
yang ‘murni’ bersumber dari otak, dilakukan pengukuran potensial elektris non-otak,
yaitu antara tubuh subjek dengan ground, hasil selisih ini yang menjadi elektroda
referensi. Channel dihasilkan dari selisih antara elektroda yang aktif dengan elektroda
referensi. Berikut gambaran yang diilustrasikan oleh Luck (2014), apabila A merujuk pada
elektroda yang aktif, G merujuk pada ground, dan R merujuk pada elektroda referensi,
maka:
Channel = (A – G) – (R – G) = A – R
“There are no monopolar recordings in EEG; all recordings are bipolar”(Nunez & Srinivasan,
2006) sehingga tidak mungkin melakukan pengukuran EEG hanya dengan satu elektroda.
Metode dalam menentukan channel, yaitu menentukan elektroda mana yang menjadi
referensi, menjadi standar yang disebut montage. Terdapat beberapa jenis montage,
ilustrasi sistem peletakan 10/20 dan contoh montage dapat dilihat pada Bagan 3.
Referential Montage
Referential montage artinya setiap channel (atau sumber data) merupakan selisih antara
setiap elektroda dengan satu elektroda referensi utama. Satu elektroda digunakan sebagai
referensi untuk semua elektroda yang aktif. Lokasi elektroda referensi tidak ditetapkan
dalam sistem 10/20, namun terdapat rekomendasi untuk menggunakan elektroda yang
berada di posisi tengah kepala (Cz dan Pz) sebagai referensi (Sinha et al., 2016). Lokasi
referensi lain yang umum digunakan pula yaitu di bagian telinga (linked ear), mastoid,
maupun ujung hidung, meskipun terdapat argumen yang merekomendasikan untuk
tidak menggunakan referensi tersebut (Nunez & Srinivasan, 2006; Sinha et al., 2016).
Bipolar Montage
Setiap channel dalam bipolar montage merupakan selisih antara satu elektroda dengan satu
elektroda terdekatnya. Label channel dalam bipolar montage merepresentasikan dua
elektroda, misalnya channel Fp1-F3 dihasilkan dari selisih gelombang yang terekam di
98
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
elektroda yang terletak di Fp1 dan F3. Dapat dikatakan bahwa dalam bipolar montage,
semua elektroda merupakan elektroda referensi bagi satu elektroda terdekatnya.
Bagan 3
(A) Contoh Standar Peletakan Elektroda dengan Sistem 10/20. (B) Referential Montage di mana
Elektroda di Posisi Cz (Tengah Kepala) menjadi Referensi bagi Semua Elektroda. (C) Bipolar
Montage setiap Channel merupakan Perbedaan di antara Dua Elektroda Berdekatan.
99
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Noise/Artefak
Noise/artefak merupakan fluktuasi potensial listrik yang terdeteksi oleh elektroda namun
bukan dihasilkan oleh otak (Luck, 2014). Artefak dapat muncul dari sumber biologis
maupun sumber teknis. Beberapa artefak yang bersumber dari biologis yang kerap
muncul adalah Electrooculographic (EOG) yaitu potensial listrik yang dihasilkan dari
pergerakan bola mata dan kedipan, artefak ini umumnya terekam di elektroda bagian
Frontal dan Frontopolar. Peneliti dapat memasang elektroda di bagian dekat mata untuk
merekam aktivitas tersebut dan digunakan sebagai re-referensi untuk elektroda bagian
Frontal tersebut. Contoh dapat dilihat pada Bagan 4, perhatikan pada channel Fp1 terdapat
fluktuasi ekstrem yang muncul oleh kedipan mata. Electromyogram (EMG) dihasilkan
dari pergerakan otot, misalnya pergerakan tangan, kaki, pergerakan kepala, otot wajah,
berbicara, maupun menelan. Peneliti perlu memperhatikan tugas maupun kondisi dalam
eksperimen yang memungkinkan subjek melakukan banyak pergerakan, misalnya posisi
stimulus dan aparatus respons, hingga posisi duduk, dan seterusnya. Electrocardiogram
(ECG) yang muncul dari aktivitas jantung. Artefak ini dapat merusak kualitas data dari
elektroda yang posisinya dekat dengan pembuluh darah.
Selain dari sumber biologis, berikut beberapa contoh artefak yang muncul dari
sumber teknis. Suara (Kamel & Malik, 2015), getaran dari gelombang suara yang
merambat melalui udara dapat merusak kualitas data dengan secara langsung
menggetarkan elektroda. Frekuensi listrik, setiap peralatan yang menggunakan listrik
memancarkan interferensi elektromagnetik yang dapat terdeteksi oleh EEG pada
frekuensi 50 atau 60 Hertz tergantung dari sistem kelistrikan yang digunakan. Indonesia
misalnya, menggunakan frekuensi 50 Hz. Sumber artefak jenis ini yang kerap tidak
terhindarkan berasal dari monitor dan lampu ruangan. Perhatikan pada Bagan 4, artefak
pada channel Fp1 menunjukkan frekuensi 50 Hz yang lebih tinggi daripada channel O1,
karena channel Fp1 berada di sisi depan wajah sehingga terpapar langsung oleh layar
monitor. Artefak ini bisa dimitigasi dengan memberikan pelindung (shielding) pada
sumber artefak tersebut, maupun dengan mengaplikasikan filter pada tahap preproses
data. Eror kuantifikasi (Dickter & Kieffaber, 2014), artefak ini dihasilkan dari
keterbatasan kecepatan perangkat keras yang digunakan saat merekam EEG, misalnya
resolusi dari modul Analog-to-Digital Converter (ADC) yang terdapat pada amplifier.
Semakin tinggi resolusi dari ADC tersebut semakin baik karena dapat lebih akurat dalam
mengonversi data gelombang dan menyimpan dalam bentuk data digital. Perhatikan
kembali bagian aliasing error pada Bagan 2. Impedansi elektroda (Kappenman & Luck,
2010) yang bersumber dari kualitas dari elektroda, gel elektrolit, dan kualitas kontak
dengan kulit kepala. Semakin tinggi impedansi elektroda semakin kecil amplitudo
gelombang EEG yang terekam. Umumnya impedansi dari elektroda dijaga pada batas di
100
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
atas 100 Ω (Sinha et al., 2016) dan di bawah 5 kΩ (Dickter & Kieffaber, 2014), meskipun
impedansi hingga 10 kΩ masih dianggap layak untuk peralatan EEG modern (Sinha et al.,
2016). Kelembapan dan suhu ruangan dapat memengaruhi kualitas kontak elektroda
dengan kulit, misalnya suhu yang relatif tinggi menyebabkan ekskresi keringat pada kulit
dan meningkatkan impedansi pada elektroda tersebut. Selain itu, kulit kepala yang
berdebu/kotor juga berpengaruh terhadap kualitas kontak tersebut.
Meminimalkan kemunculan artefak seyogyanya dilakukan sebelum proses peng-
ambilan data, “There is no substitute for clean data” (Luck, 2014). Oleh sebab tersebut
peneliti hendaknya memahami sumber-sumber eksternal maupun internal subjek yang
berpotensi menjadi artefak dan mengambil langkah untuk menanggulangi potensi-
potensi tersebut. Artefak dapat muncul secara acak, maupun secara sistematis, dalam
kondisi tertentu dapat muncul sebagai akibat dari perlakuan dalam eksperimen. Stimulus
di layar yang muncul secara mendadak terang sehingga mengakibatkan subjek terkaget
dan berkedip, misalnya, dapat terekam sebagai fluktuasi seolah terdapat perubahan
gelombang otak yang diakibatkan oleh kondisi perlakuan.
101
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
umum yang bisa mengurangi artefak dengan meminimalkan rusaknya data. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, filter merupakan distorsi sistematis terhadap data,
sehingga semakin ‘agresif’ filter yang digunakan maka data akan semakin terdistorsi.
Peneliti dapat merujuk pada jurnal acuan untuk mendapatkan tolok ukur ataupun contoh
filter yang digunakan sesuai dengan tujuan analisis data.
Bagan 4
(A) Data EEG yang Masih Terkontaminasi oleh Frekuensi 50 Hz pada Channel Fp1 dan O1. (B)
Setelah dilakukan Notch Filter pada 49-51 Hz untuk Mengurangi Gelombang 50 Hz. (Sumber
data dari penulis)
Jung et al. (2000) mengajukan salah satu cara untuk melakukan koreksi artefak yang
umumnya muncul secara sistematis, misalnya kedipan mata, pergerakan bola mata,
hingga aktivitas otot di bagian temporal. Metode ini menggunakan algoritma
dekomposisi linear Independent Component Analysis (ICA). Algoritma ICA berdasarkan
asumsi bahwa setiap gelombang yang terekam merupakan gabungan dari komponen-
komponen independen. Sebagai analogi: rekaman suara di sebuah pasar yang ramai,
gelombang suara dari rekaman tersebut terdiri dari suara-suara independen, dalam
konteks ini yaitu suara orang, suara kendaraan, suara mesin, dan seterusnya. ICA
digunakan untuk melakukan separasi komponen tersebut menggunakan informasi
berupa letak sumber informasi (secara spasial berupa lokasi elektroda) dan waktu
(temporal). Sebagai contoh, kedipan mata dapat terdeteksi di bagian AF (sekitar tiga jari
di atas alis), artefak tersebut juga terpropagasi dan terdeteksi pula di bagian F (sekitar
garis rambut depan) walaupun dengan amplitudo yang lebih kecil. Menggunakan
informasi tersebut dapat diketahui bahwa terdapat satu komponen gelombang yang
bersumber dari AF, dan memengaruhi sumber lain yaitu F. Metode separasi ini kemudian
yang dimaksud dengan blind source separation atau BSS (Jung et al., 2000). Mengeliminasi
komponen tersebut dapat mengurangi artefak yang diasumsikan berasal dari kedipan
mata. Ilustrasi proses eliminasi artefak dengan BSS dapat dilihat pada Bagan 5.
102
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Bagan 5
Ilustrasi BSS dengan ICA
Catatan. (A) Dekomposisi gelombang otak pada bagan B menjadi beberapa komponen.
Dapat terlihat pada bagan (B) distorsi yang terdeteksi di AF3 dan AF4, memengaruhi
gelombang pada F7 dan F8. (C) komponen yang terdeteksi muncul dari sumber frontal
kepala dan ter-propagasi ke belakang, merupakan ciri-ciri dari artefak kedipan mata. (D)
hasil gelombang setelah eliminasi komponen yang diasumsikan sebagai artefak (C).
(Sumber data dari penulis).
Metode ICA dan BSS ini akan lebih akurat dengan semakin banyaknya jumlah
elektroda. Kelemahan dari metode ini adalah terdapat pengaruh dari subjektivitas dan
kompetensi dari peneliti dalam melakukan inspeksi visual dan menentukan apakah
komponen tertentu merupakan artefak atau gelombang otak (Kang et al., 2018). Selain
menggunakan ICA, metode lain yang digunakan misalnya metode regresi, wavelet
Tranform, Empirical-mode Decomposition (EMD), maupun metode hybrid atau campuran
(Jiang et al., 2019). Metode yang dijelaskan pada Bagan 5 merupakan campuran ICA
dengan BSS. Selain itu, penggunaan machine learning juga digunakan, misalnya dengan
algoritma artificial neural network (ANN; Kang et al., 2018).
Beberapa teknik tersebut merupakan proses pembersihan data yang dilakukan
setelah pengambilan data sehingga teknik tersebut tidak menjamin kualitas data yang
baik. Teknik eliminasi artefak yang paling baik adalah dengan meminimalkan munculnya
artefak tersebut sedari awal sebelum proses pengambilan data.
103
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
potential (ERP, akan dibahas pada bagian ekstraksi fitur), mengingat cepatnya aktivitas
dari fitur ERP yang muncul setidaknya kurang dari 100 mili detik setelah kemunculan
stimulus. Sinkronisasi dari kemunculan stimulus dan perekaman marker tersebut krusial
dalam tepatnya data yang digunakan dalam analisis. Teknik implementasi marker ke
dalam protokol eksperimen akan tergantung pada perangkat lunak yang digunakan
untuk merekam data mentah EEG, kemampuan amplifier untuk menerima sinyal
eksternal, hingga platform yang digunakan untuk membangun protokol eksperimen.
Peneliti dapat merujuk pada panduan manual pada EEG. Pada umumnya consumer grade
EEG (seperti Emotiv, Mindwave, Muse) lebih sulit untuk mengatur marker atau trigger
eksternal karena sistemnya yang tertutup.
Dengan adanya penanda yang akurat, peneliti dapat memotong data atau
mengekstraksi epoch secara akurat sesuai kondisi eksperimen. Epoch merupakan
potongan-potongan data atau time windows dari continuous data. Sebagian besar analisis
akan didasarkan pada epoch tersebut, kecuali untuk beberapa kondisi, misalnya
pengukuran resting state, atau baseline.
104
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Contohnya pada penelitian oleh Stavropoulos dan Carver (2016) yang menyelidiki
perbedaan karakteristik pemrosesan otak terhadap suara buatan manusia dan buatan
non-manusia. Subjek diperdengarkan 8 jenis suara yang terdiri dari 4 suara buatan
manusia dan 4 buatan non-manusia. Setiap subjek menjalani 400 kali trial, yang terdiri
dari 8 jenis suara tersebut. Pemrosesan data EEG dilakukan dengan melakukan ekstraksi
epoch pada waktu -200 hingga 800 mili detik relatif terhadap kemunculan setiap stimulus,
di mana waktu 0 adalah saat stimulus diberikan. Data pada -100 hingga 0 mili detik
digunakan sebagai baseline untuk proses baseline removal. Fokus channel yang digunakan
adalah pada Fz, Cz, dan Pz, di mana ketiganya terletak di garis tengah kepala. Pada
penelitian tersebut, peneliti menyelidiki salah satu fitur ERP yaitu P300, yang artinya
amplitudo positif pada waktu sekitar 300 mili detik setelah kemunculan stimulus. Uji
statistika dilakukan pada rerata amplitudo pada waktu 200-500 mili detik.
Bagan 6
Contoh Hasil Ekstraksi Fitur dengan ERP pada Penelitian Stavropoulos dan Carver (2016).
ERP terdiri atas fluktuasi amplitudo yang dapat disebut sebagai puncak (peak),
gelombang (wave), atau komponen. Komponen tersebut diberi label berdasarkan
posisinya atau berdasarkan waktu kemunculannya. Label berdasarkan posisinya
misalnya P1, N1, P2, N2, dan seterusnya, yang mengindikasikan gelombang positif yang
muncul pertama, gelombang negatif pertama, dan seterusnya. Adapun sebagian jurnal
juga menggunakan label berdasarkan waktunya, misalnya P300 pada penelitian
Stavropoulos & Carver (2016) tersebut. Pemberian label tersebut didasarkan pada pola
visual dan hanya digunakan sebagai indikasi, meskipun terdapat ketidak-konsisten-an
dalam penamaan label (misalnya N400 yang terkadang muncul sebelum P300, atau P300
dapat muncul di sekitar 400 mili detik), umumnya label digunakan secara kontekstual
(Luck, 2014).
Secara garis besar, komponen ERP terdiri atas 2 kategori, exogenous dan endogenous
(Dickter & Kieffaber, 2014; Luck, 2014). Komponen exogenous merupakan respons
sensori/perseptual yang muncul segera setelah kemunculan stimulus, sekitar 1-200 mili
detik. Salah satu penelitian yang menyelidiki komponen exogenous adalah pada
105
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
106
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Kieffaber, 2014). Analisis domain frekuensi ini juga bisa disebut sebagai Event-related
oscillations (EROs).
Aktivitas osilasi gelombang otak terbagi menjadi 3 jenis (Dickter & Kieffaber, 2014),
spontaneous oscillations, induced oscillations, dan evoked oscillations. Spontaneous oscillations
merupakan osilasi yang muncul secara independen dari stimulus, sebagai contoh pada
tahapan tidur yang terbagi atas beberapa tingkatan yang dicirikan dari frekuensi
gelombang otak. Induced dan evoked oscillations keduanya muncul karena adanya stimulus,
perbedaannya adalah evoked oscillations konsisten secara waktu kemunculannya terhadap
stimulus (misalnya pada proses yang terkait dengan sensori perseptual), sehingga dapat
direrata secara waktu (seperti pada prosedur ERP). Induced oscillations muncul karena
stimulus, namun tidak terpatok pada waktu kemunculan stimulus tersebut (misalnya
proses kognitif luhur). Perbedaan kemunculan osilasi relatif terhadap kemunculan
stimulus tersebut menjadikan osilasi ini tidak dapat direrata antar trial.
Data EEG pada dasarnya berbentuk time-domain, apabila direpresentasikan dalam
grafik garis, maka sumbu x adalah waktu, sumbu y adalah amplitudo. Analisis untuk
mendapatkan informasi mengenai frekuensi dan amplitudo dari sebuah data gelombang
adalah Fourier Transform. Analisis Fourier mengonversi dari data time-domain menjadi
frequency-domain. Apabila direpresentasikan dalam grafik maka sumbu x adalah
frekuensi, dan y adalah power atau amplitudo (power merupakan hasil kuadrat dari
amplitudo, dan sebaliknya amplitudo merupakan akar dari power) dari frekuensi tersebut,
contoh dapat dilihat pada Bagan 7.
Bagan 7
Data EEG dan Transformasi Fourier
107
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
108
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Asymmetry (FAA). Power/amplitudo gelombang alfa (8–13 Hz) dihitung pada channel F7
dan F8, yang kemudian dilakukan transformasi natural log (ln atau log). Asimetris
gelombang alfa dihitung dari ln(F8) – ln(F7).
Tingginya power gelombang alfa di satu sisi menunjukkan semakin rendahnya
aktivitas otak pada sisi tersebut. Karena penghitungan FAA dilakukan dengan sisi kanan
dikurangi sisi kiri, maka semakin tinggi indeks FAA merefleksikan semakin tinggi alpha
power di hemisfer kanan, yang berarti hemisfer kiri lebih aktif daripada kanan. Indeks
FAA berkaitan dengan model emosi approach/withdrawal Davidson (Coan & Allen, 2004;
Davidson, 1998a). FAA didasarkan pada temuan bahwa aktivitas hemisfer frontal kiri
diasosiasikan dengan sistem approach motivation dari emosi untuk engage terhadap
stimulus. Sementara itu aktivitas pada hemisfer frontal sisi kanan merefleksikan sistem
withdrawal motivation untuk tidak engage terhadap stimulus (Coan & Allen, 2004;
Davidson, 1998b, 2004; Quaedflieg et al., 2016). Terdapat perbedaan pendapat dan temuan
yang berkontradiksi mengenai asosiasi aktivitas prefrontal korteks dengan emosi (lihat
Spielberg et al., 2008).
Bagan 8
Hasil Penelitian Kubo Et Al. (2012)
Catatan. Perlakuan permintaan maaf mengurangi motivasi untuk approach atau engage
terhadap emosi marah (Kubo et al., 2012).
Analisis Lainnya
Metode analisis yang mengombinasikan analisis time-domain dengan frequency-domain
disebut dengan time-frequency analysis. Contoh dari analisis tersebut adalah event-related
spectral perturbation (ERSP), mengombinasikan analisis ERP dengan analisis frekuensi
(Makeig & Onton, 2011). Contoh penelitian dengan menggunakan metode ini dapat
dilihat pada Naro et al. (2019) yang meneliti dasar neural dari peripersonal space, dan
Cohen dan Ridderinkhof (2013) yang meneliti pemrosesan pada spatial conflict. Selain
109
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Penutup
Tulisan ini memberikan pengantar mengenai alat ukur dan metode penggunaan EEG.
Proses pengukuran EEG dimulai dari proses merekam potensial elektris dari kulit kepala
menggunakan elektroda. Pre-proses data dilakukan sebelum dilakukan analisis, dimulai
dengan identifikasi artefak dan koreksi artefak tersebut. Beberapa metode dalam
110
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
melakukan ekstraksi fitur digunakan untuk mendapatkan pola atau karakteristik dari
data yang kemudian diasosiasikan dengan perilaku, proses mental, atau aktivitas otak.
Penggunaan EEG dalam penelitian ilmu sosial khususnya di Indonesia masih relatif
baru. Alat EEG dapat membuka peluang bagi peneliti di Indonesia untuk memberikan
penjelasan objektif tambahan berupa mekanisme dan fenomena fisiologis dari perilaku
sosial-kultural yang selama ini telah banyak dikaji melalui penilaian subjektif dari
individu. Diharapkan dengan tulisan dapat memberikan gambaran umum dan sebagai
pengantar untuk peneliti merancang penelitian berbasis pengukuran fisiologis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Noor Akhmad Setiawan, S.T., M.T., Ph.D. (Fakultas
Teknik UGM) yang telah menyediakan alat EEG kepada tim penulis, serta Prof. Djoko Budiyanto
Setyohadi (Fakultas Informatika UAJY) yang telah memberikan bimbingan.
Pendanaan
Kontribusi Penulis
ZK merancang konsep dan menulis artikel. SK supervisi, reviu, dan revisi draft akhir.
Penulis menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan dalam penulisan artikel ini.
Orcid ID
Daftar Pustaka
Amodio, D. M., Jost, J. T., Master, S. L., & Yee, C. M. (2007). Neurocognitive correlates of
liberalism and conservatism. Nature Neuroscience, 10(10), 1246–1247.
https://doi.org/10.1038/nn1979
Azevedo, F. A. C., Carvalho, L. R. B., Grinberg, L. T., Farfel, J. M., Ferretti, R. E. L., Leite,
R. E. P., … Herculano-Houzel, S. (2009). Equal numbers of neuronal and
nonneuronal cells make the human brain an isometrically scaled-up primate brain.
The Journal of Comparative Neurology, 513(5), 532–541.
https://doi.org/10.1002/cne.21974
Bandara, D. S. V., Arata, J., & Kiguchi, K. (2018). Towards control of a transhumeral
prosthesis with EEG signals. Bioengineering, 5(2), 26.
https://doi.org/10.3390/bioengineering5020026
111
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
112
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
113
KHAKIM, KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
114
KHAKIM & KUSROHMANIAH || DASAR - DASAR ELECTROENCEPHALOGRAPHY
Polich, J., & Margala, C. (1997). P300 and probability: Comparison of oddball and single-
stimulus paradigms. International Journal of Psychophysiology, 25(2), 169–176.
https://doi.org/10.1016/S0167-8760(96)00742-8
Quaedflieg, C. W. E. M., Smulders, F. T. Y., Meyer, T., Peeters, F., Merckelbach, H., &
Smeets, T. (2016). The validity of individual frontal alpha asymmetry EEG
neurofeedback. Social Cognitive and Affective Neuroscience, 11(1), 33–43.
https://doi.org/10.1093/scan/nsv090
Ratti, E., Waninger, S., Berka, C., Ruffini, G., & Verma, A. (2017). Comparison of medical
and consumer wireless EEG systems for use in clinical trials. Frontiers in Human
Neuroscience, 11, 398. https://doi.org/10.3389/fnhum.2017.00398
Senior, C., Russell, T., & Gazzaniga, M. S. (Eds.). (2006). Methods in mind. MIT Press.
Sinha, S. R., Sullivan, L. R., Sabau, D., Orta, D. S. J., Dombrowski, K. E., Halford, J. J., …
Stecker, M. M. (2016). American clinical neurophysiology society guideline 1:
Minimum technical requirements for performing clinical electroencephalography.
The Neurodiagnostic Journal, 56(4), 235–244.
https://doi.org/10.1080/21646821.2016.1245527
Spielberg, J. M., Stewart, J. L., Levin, R. L., Miller, G. A., & Heller, W. (2008). Prefrontal
cortex, emotion, and approach/withdrawal motivation. Social and Personality
Psychology Compass, 2(1), 135–153. https://doi.org/10.1111/j.1751-9004.2007.00064.x
Stavropoulos, K. K.-M., & Carver, L. J. (2016). Neural correlates of attention to human-
made sounds: An ERP study. PLoS One, 11(10), e0165745.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0165745
Stephan, K. E., & Friston, K. J. (2009). Functional connectivity. Dalam L. R. Squire (Ed.),
Encyclopedia of Neuroscience (hal. 391–397). Academic Press.
https://doi.org/10.1016/B978-008045046-9.00308-9
Strang, G. (1994). Wavelets. American Scientist, 82(3), 250–255.
Tacikowski, P., & Nowicka, A. (2010). Allocation of attention to self-name and self-face:
An ERP study. Biological Psychology, 84(2), 318–324.
https://doi.org/10.1016/j.biopsycho.2010.03.009
Vogel, E. K., McCollough, A. W., & Machizawa, M. G. (2005). Neural measures reveal
individual differences in controlling access to working memory. Nature, 438(7067),
500–503. https://doi.org/10.1038/nature04171
Weinberg, A., & Hajcak, G. (2010). Beyond good and evil: The time-course of neural
activity elicited by specific picture content. Emotion, 10(6), 767–782.
https://doi.org/10.1037/a0020242
Zoëga Ramsøy, T., Michael, N., & Michael, I. (2019). A consumer neuroscience study of
conscious and subconscious destination preference. Scientific Reports, 9(1), 15102.
https://doi.org/10.1038/s41598-019-51567-1
115