Effect Changes The Physical Seed Coffee (Coffea SP) With Concentration Giberellin Hormone (GA3) and Different Water Temperatures
Effect Changes The Physical Seed Coffee (Coffea SP) With Concentration Giberellin Hormone (GA3) and Different Water Temperatures
Effect Changes The Physical Seed Coffee (Coffea SP) With Concentration Giberellin Hormone (GA3) and Different Water Temperatures
Effect Changes the Physical Seed Coffee (Coffea sp) With Concentration Giberellin Hormone
(GA3) and Different Water Temperatures
ABSTRACT
West Sumatra is a coffee producing province in Indonesia. The area of coffee plantations from 2016 to 2018
38,365 Ha; 33,276 Ha; and 34,024 ha with a production of 22,721 tonnes; 17,553 tons; and 18,026 tonnes.
This production is still low when compared to the coffee center provinces in Indonesian. Good seeds are the
capital for the success of plant growth in the field because they are able to produce optimally. Coffee plant
propagation can be done both sexually and vegetatively. The problem with the generative propagation of
coffee is that coffee beans take a long time to germinate. The hard seed coat results in water and air needed
in the germination process unable to enter so that it takes a long time to germinate. One of the growth
regulators that can stimulate germination and growth is the gibberellin hormone which plays a role in cell
wall development, cell enlargement and cell division. . This research was conducted at the Seed Technology
Laboratory of the Faculty of Agriculture, Andalas University from July to September 2020. The parameters
observed were seed weight before treatment (gr), seed weight after treatment (gr), seed moisture content
before treatment (%), moisture content seed after treatment (%) and membrane leakage (μmhos). The results
showed that the data had a significant effect on the observation of seed weight after treatment in the
treatment of gibberellin hormone concentration and seed moisture content after treatment at water
temperature which was observed in the weight of the seeds after the highest treatment, namely the G4S1
treatment which was 4.43 gr and the observation. the water content of the seeds after the highest treatment
was in the G3S1 treatment which was 48.52%
ABSTRAK
Sumatera Barat merupakan provinsi penghasil kopi di Indonesia. Luas areal perkebunan kopi pada
tahun 2016 sampai 2018 yakni 38.365 Ha; 33.276 Ha; dan 34.024 ha dengan produksi 22.721 ton; 17.553
ton; dan 18.026 ton. Produksi tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan provinsi sentra kopi
di Indonesia. Bibit yang baik merupakan modal keberhasilan pertumbuhan tanaman di lapangan karena
mampu berproduksi secara optimal. Perbanyakan tanaman kopi dapat dilakukan secara generatif dan
vegetatif. Kendala dalam perbanyakan kopi secara generatif adalah biji kopi memerlukan waktu cukup lama
untuk berkecambah. Kulit biji yang keras mengakibatkan air dan udara yang dibutuhkan dalam proses
perkecambahan tidak dapat masuk sehingga untuk berkecambah membutuhkan waktu yang lama.Salah satu
zat pengatur tumbuh yang dapat memacu perkecambahan dan pertumbuhan adalah hormon giberelin yang
berperan dalam pengembangan dinding sel, pembesaran sel dan pembelahan sel. Penelitian ini dilaksanakan
di Laboratorium Teknologi Benih Fakulltas Pertanian Universitas Andalas dari bulan Juli sampai dengan
September 2020. Parameter yang diamati adalah bobot benih sebelum perlakuan (gr), bobot benih setelah
perlakuan (gr), kadar air benih sebelum perlakuan (%), kadar air benih setelah perlakuan (%) dan kebocoran
membran (μmhos). Hasil penelitian di dapatkan bahwa data berpengaruh nyata terdapat pada pengamatan
bobot benih seterlah perlakuan pada perlakuan konsentrasi hormon giberelin dan kadar air benih setelah
perlakuan pada perlakuan suhu air yang mana pada pengamatan bobot benih setelah perlakuan tertinggi
yakni pada perlakuan G4S1 yakni sebesar 4.43 gr dan pada pengamatan kadar air benih setelah perlakuan
tertinggi yakni pada perlakuan perlakuan G3S1 yakni 48.52 %
Suhu Air
Giberelin Rataan
S1 S2 S3
G1 3.09 2.64 3.94 3.22b
G2 3.33 2.86 4.11 3.43b
G3 2.77 2.80 2.38 2.65c
G4 4.43 4.07 4.33 4.28a
Rataan 3.40 3.09 3.69
Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan bobot lama perendaman dalam air, semakin lama
benih setelah perlakuan menunjukkan perendaman maka bobot benih akan naik
perlakuan yang berpengaruh nyata. Pada maksimal 2- 3 kali bobot awal hal ini sesuai
perlakuan bobot benih setelah perlakuan dengan literatur Sumanto dan Sri Wahyuni
menunjukkan bahwa data bobot tertinggi (1993) yang menyatakan bahwa perlakuan
terdapat pada perlakuan G4S1 yakni sebesar benih memberikan karena peranan air dan
4.43 gr dan bobot terendah terdapat pada oksigen, semakin biji direndam, maka semakin
perlakuan G3S3 yakni 2.38 gr. Pada tabel 2 besar masuknya air ke dalam endosperma biji,
perlakuan Hormon giberelin berpengaruh nyata tetapi ada batasan tertentu untuk lamanya
yang mana data tertinggi terdapat pada perendaman karena jika terlalu lama direndam
perlakuan G4 yakni 200 ppm dan data terendah maka biji akan mengalami pembusukan dan
terdapat pada perlakuan G3 yakni150 ppm. rusak. Pada parameter yang telah dilakukan
Perlakuan G4 berbeda nyata dengan perlakuan menunjukkan bahwa perendaman dengan
G1, G2 dan G3 yang mana perlakuan tersebut waktu yang maksimal berbedanya nyata dengan
berdampak pada perubahan bobot dari benih perendaman dengan waktu yang minimum.
kopi. Perendaman benih juga dipengaruhi oleh
Tabel 3 menunjukkan parameter kadar air benih berkecambah walau sudah diberikan perlakuan
Suhu Air
Giberelin Rataan
S1 S2 S3
G1 16.68 14.08 14.46 15.08
G2 16.28 16.29 16.30 16.29
G3 15.69 16.53 15.71 15.98
G4 15.50 16.64 15.25 15.80
Rataan 16.04 15.89 15.43
sebelum perlakuan konsentrasi giberelin dengan untuk mendukung perkecambahan dari benih
suhu air yang berbeda. Berdasarkan tabel tersebut tersebut. Kadar air yang optimal berkisar antar 21
kadar air benih sebelum perlakuan berpengaruh - 27 % yang mana kondisi tersebut atau di bawah
tidak nyata terhadap semua perlakuan. Pada tabel itu benih bisa berkecambah dengan baik hal ini
didapatkan bahwa data tertinggi pada perlakuan sesuai dengan kutipan di dalam jurnal dari Arif
G4S2 yakni 16.64 % dan data terendah terdapat dan Akbar Ilahi (2018) yakni Kadar air benih
pada perlakuan G2S2 yakni 14.08 %. Pada yang dianggap ideal untuk proses perkecambahan
perlakuan pengukuran kadar air sebelum berkisar antara 21 - 23 % karena kadar air yang
perlakuan dimaksud untuk melihat kondisi kadar terlalu rendah tidak akan mengaktifkan enzim
air benih yang digunakan sebelum perlakuan yang mendorong perkecambahan, sedangkan
karena kalau kadar air benih tinggi bisa kadar air yang terlalu tinggi dapat berbahaya bagi
berdampak pada kondisi benih yang tidak bisa kondisi embrio pada benih tersebut.
Suhu Air
Giberelin Rataan
S1 S2 S3
G1 29.77 43.24 51.16 41.39
G2 45.26 45.08 51.62 47.32
G3 48.52 45.18 43.83 45.84
G4 38.89 45.59 46.52 43.67
Rataan 40.61c 44.77b 48.28a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf α=5%
Tabel 4 menunjukkan parameter kadar air benih tertinggi terdapat pada perlakuan S3 yakni 48.28
setelah perlakuan konsentrasi giberelin dengan % yang berbeda nyata dengan perlakuan S1 dan
suhu air yang berbeda. Berdasarkan tabel tersebut S2. Pada perlakuan pengukuran kadar air setelah
kadar air benih setelah perlakuan berpengaruh perlakuan dimaksud untuk melihat kondisi kadar
nyata terhadap perlakuan suhu air. Pada tabel air benih yang digunakan setelah perlakuan
didapatkan bahwa data tertinggi pada perlakuan karena kalau kadar air benih tinggi bisa
G3S1 yakni 48.52 % dan data terendah terdapat berdampak pada kondisi benih yang tidak bisa
pada perlakuan G1S1 yakni 29.77 %. Pada berkecambah walau sudah diberikan perlakuan
perlakuan berpengaruh nyata yakni suhu air untuk mendukung perkecambahan dari benih
tersebut. Kadar air yang optimal berkisar antar 21 terlalu rendah tidak akan mengaktifkan enzim
- 27 % yang mana kondisi tersebut atau di bawah yang mendorong perkecambahan, sedangkan
itu benih bisa berkecambah dengan baik hal ini kadar air yang terlalu tinggi dapat berbahaya bagi
sesuai dengan kutipan di dalam jurnal dari Arif kondisi embrio pada benih tersebut. Dalam
dan Akbar Ilahi (2018) yakni Kadar air benih kondisi kadar air benih ini tergolong tidak terlalu
yang dianggap ideal untuk proses perkecambahan tinggi.
berkisar antara 21 - 23 % karena kadar air yang
Suhu Air
Giberelin Rataan
S1 S2 S3
G1 0.000007 0.000012 0.000010 0.000010
G2 0.000009 0.000012 0.000013 0.000011
G3 0.000010 0.000013 0.000015 0.000013
G4 0.000017 0.000016 0.000014 0.000016
Rataan 0.000011 0.000013 0.000013
Tabel 5 menunjukkan parameter kebocoran membran sel yang jelek menyebabkan
membran pada perlakuan konsentrasi giberelin kebocoran sel yang tinggi erat kaitannya
dengan suhu air yang berbeda. Berdasarkan dengan benih yang rendah vigornya
tabel tersebut parameter kebocoran membran (Zanzibar, 2008). Lalu kondisi dari benih itu
berpengaruh tidak nyata terhadap semua sendiri yang bervigor rendah, dan telah
perlakuan. Pada tabel didapatkan bahwa data mengalami penurunan integritas membran
tertinggi pada perlakuan G4S1 yakni 0.000017 sebagai hasil dari deteriorasi dari kerusakan
μmhos dan data terendah terdapat pada mekanik. Selama imbibisi benih yang memiliki
perlakuan G1S1 yakni 0.000007 μmhos struktur membran lemah melepaskan koloidal
Pengujian daya hantar listrik pada benih sitoplasmik ke medium imbibisi, koloidal
merupakan salah satu pengujian vigor yang dengan sifat elektrolitik membawa sebuah
memiliki keunggulan sendiri. Uji ini muatan elektrolik yang dapat dideteksi dengan
merupakan pengujian secara fisik untuk melihat konduktivity meter (Copeland dan McDonald,
tingkat kebocoran membran sel. Struktur 2001).
.
SIMPULAN
Pengamatan bobot benih sebelum air benih setelah perlakuan pada perlakuan
perlakuan, kadar air benih sebelum perlakuan suhu air yang mana pada pengamatan bobot
dan kebocoran membran menunjukkan tidak benih setelah perlakuan tertinggi yakni pada
berpengaruh nyata. Sedangkan data perlakuan G4S1 yakni sebesar 4.43 gr dan pada
berpengaruh nyata terdapat pada pengamatan pengamatan kadar air benih setelah perlakuan
bobot benih seterlah perlakuan pada tertinggi yakni pada perlakuan perlakuan G3S1
perlakuansentrasi hormon giberelin dan kadar yakni 48.52 %
DAFTAR PUSTAKA