Faktor Risiko Yang Memengaruhi Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Binakal Kabupaten Bondowoso
Faktor Risiko Yang Memengaruhi Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Binakal Kabupaten Bondowoso
Faktor Risiko Yang Memengaruhi Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Binakal Kabupaten Bondowoso
2, September 2020
ISSN: 2549-189X; e-ISSN: 2549-2993
ABSTRACT
Bondowoso Regency is an area that has the highest prevalence of typhoid fever in East Java.
Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi bacteria. One area that
contributes to typhoid fever in the Bondowoso Regency is in Binakal District. Recorded in 2018
typhoid fever falls into the top five diseases that often occur. This research was conducted in 2018 to
determine the risk factors associated with the incidence of typhoid fever in the Binakal Community
Health Center Bondowoso District. This study is an observational analytic study, with a case-control
research design. The case population in the study was typhoid fever patients in 2018, while the control
population was a group neighbour of cases who did not suffer from typhoid fever. The sample in this
study were 36 people, where the ratio of the case group and control group respondents was 1:1. The
independent variables studied included the quality of faeces disposal facilities and handwashing with
soap after defecation with the dependent variable, the incidence of typhoid fever in the Binakal Health
Center Working Area, Bodowoso District. The results showed that there were a relationship between
age (p=0,040) faeces disposal facilities and the incidence of typhoid fever with p = 0.001 (OR =
0.047), and there was a relationship between handwashing with soap after defecation with the
incidence of typhoid fever with a value of p = 0.007 (OR = 0.143), there is a relationship between
handwashing before meals with the incidence of typhoid fever with a value of p = 0.003 (OR = 0.110),
and there was no relationship between gender with typhoid fever (p=0,183).
ABSTRAK
Kabupaten Bondowoso merupakan daerah yang mempunyai prevalensi demam tifoid tertinggi
di Jawa Timur. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Salah satu daerah yang menyumbang penyakit demam tifoid di wilayah Kabupaten
Bondowoso adalah di Kecamatan Binakal. Tercatat pada tahun 2018 penyakit demam tifoid masuk
ke dalam lima besar penyakit yang sering terjadi. Penelitian ini dilakuakn pada tahun 2018 untuk
mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Binakal Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik, dengan rancang bangun penelitian case control. Populasi kasus dalam penelitian merupakan
penderita demam tifoid pada tahun 2018, sedangkan populasi kontrol merupakan tetangga kelompok
kasus yang tidak menderita demam tifoid. Sampel pada penelitian ini sebanyak 36 orang, dimana
perbandingan responden kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 1:1. Variabel bebas yang
diteliti meliputi kualitas sarana pembuangan tinja dan cuci tangan dengan sabun setelah buang air
besar dengan variabel terikat yakni kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Binakal,
Kabupaten Bodowoso. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara umur p=0,040, sarana
pembuangan tinja dengan kejadian demam tifoid dengan p=0,001 (OR = 0,047), dan terdapat
hubungan antara mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dengan kejadian demam tifoid
dengan nilai p=0,007 (OR=0,143), ada hubungan antara mencuci tangan sebelum makan dengan
kejadian demam tifoid dengan nilai p=0,003 (OR=0,110), serta tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan kejadian demam tifoid (p = 0,183)
Kata kunci: Demam Tifoid, Faktor Risiko, Bakteri Salmonella typhi, Mencuci Tangan
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit yang terjadi 21 juta kasus demam tifoid secara global
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, dan 222.000 diantaranya menyebabkan
kuman tersebut menyerang sistem pencernaan kematian. Di negara berpenghasilan rendah dan
dengan gejala yang tampak adalah demam menengah, demam tifoid menjadi penyebab
selama satu minggu atau lebih dan disertai utama terjadinya mortalitas dan morbiditas4.
gangguan pada saluran pencernaan dengan atau Penelitian yang dilakukan oleh Sur di daerah
tanpa gangguan kesadaran. Demam tifoid Kolkata, India menyatakan bahwa masyarakat
termasuk kedalam penyakit yang diinfeksi oleh dengan status ekonomi rendah berisiko tinggi
bakteri. Penyakit demam tifoid biasanya terkena demam tifoid5. Demam tifoid di
ditularkan dari makanan serta minuman yang Indonesia masih bersifat endemik. Penderita
terkontaminasi bakteri Salmonella typhi1. demam tifoid di Indonesia pada tahun 2008
Bakteri Salmonella typhi mempunyai sifat mencapai angka 81,7 ribu per 100.000 jiwa6.
patogen yang dapat menginfeksi manusia Pada tahun 2010 menurut profil kesehatan
maupun hewan. Salmonella typhi dapat bertahan Indonesia penderita demam tifoid dan paratifoid
hidup di alam bebas seperti di dalam air, tanah sejumlah 41,081 kasus, baik kasus rawat inap
atau bahkan pada makanan. Iklim tropis adalah mauapun rawat jalan dengan pasien meninggal
salah satu iklim yang sangat disenangi oleh dunia sebanyak 276 jiwa7. Demam tifoid juga
bakteri tersebut, oleh karena itu penyakit demam terjadi di kabupaten Bondowoso sebagai daerah
tifoid menjadi bersifat endemik di Indonesia2. tertinggi di Jawa Timur dengan prevalensi
Kejadian penyakit demam tifoid di negara kejadian 3,48%8.
maju mencapai 5.700 kasus setipa tahunnya, Menurut penelitian yang dilakuakn oleh
sedangkan di negara berkembang kejadian Dahlan, Ahmad., Munawar, Akhsin., Supriadi
demam tifoid lebih tinggi yakni sebesar 21,5 juta tahun 2014 dalam studi pendahuluan yang
jiwa per tahun3. Setiap tahunnya diperkirakan dilakukan di daerah desa Lambur keadaan
lingkungan yang kurang memenuhi syarat atau vektor seperti tikus dan juga lalat. Menurut
kesehatan yang menjadi alasan tingginya angka penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan
kejadian demam tifoid di daerah tersebut9. dan Akhsin Munawar tahun 2014, menyatakan
Masyarakat setempat masih menggunakan air bahwa ada hubungan antara sarana pembuangan
sungai yang juga digunakan untuk BAB/BAK tinja dengan kejadian demam tifoid di Wilayah
sebagai sarana cuci mandi dan juga kakus. Kerja Puskesmas Lambur dikarenakan
Penelitian lain yang dilakukan oleh Artanti masyarakat setempat mempunyai kebiasaan
tahun 2012 terdapat hubungan yang signifikan buang air besar sembarangan (BABS) 9.
antara sarana pembuangan tinja dengan kejadian Menurut Profil Kesehatan Jawa Timur
demam tifoid10. Penularan penyakit yang Tahun 2016 daerah yang memiliki peringkat
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi ini empat terbawah tentang sanitasi layak dibawah
sebagian besar ditularkan melalui makanan dan 50% adalah Kabupaten Bondowoso. Sanitasi
juga minuman. Adanya penularan tersebut maka layak yang dimaksud salah satunya adalah
yang berperan dari transmisi bakteri melalui tentang dari ODF (Open Defecation Free).
higyene makanan dan higyene personal11. Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu
Higyene personal masyarakat berkaitan erat wilayah di Jawa Timur yang belum memenuhi
dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun syarat sebagai Kabupaten yang telah ODF
setelah buang air besar dan mencuci tangan dikarenakan sebagian besar penduduknya masih
dengan sabun sebelum makan. Penyakit demam mempraktikan buang air besar sembarangan
tifoid juga merupakan penyakit yang (BABS). Total penduduk di Kabupaten
multifaktoral dimana faktor penularannya dapat Bondowoso mencapai 757 ribu orang dan
melalui berbagai hal seperti faktor umur, jenis 118.225 keluarga diantaranya melakukan buang
kelamin, sanitasi lingkungan, pekerjaan, air besar sembarang (BABS). Angka tersebut
pendidikan, personal higyene, serta tempat menempatkan Bondowoso sebagai daerah lima
tinggal penderita12. terbawah tentang sarana sanitasi layak yakni
Hasil uji statistik menunjukkan responden posisi 35 dari 38 Kabupaten di Jawa Timur13.
yang tidak memiliki sarana pembuangan tinja Menurut data Riskesdas tahun 2007,
yang baik berisiko 5,333 kali terkena penyakit menyebutkan bahwa Kabupaten Bondowoso
demam tifoid dari pada responden yang memiliki prevalensi kejadian demam tifoid
meimiliki sarana pembuangan tinja baik. Sarana tertinggi di Jawa Timur, yakni sebesar 3,48%
pembuangan tinja yang tidak baik dapat kasus8. Salah satu wilayah di Kabupaten
menyebarkan kuman Salmonella typhi yang Bondowoso yang menyumbang angka kesakitan
berada di dalam feses melalui perantara binatang demam tifoid salah satunya adalah Kecamatan
Binakal. Kecamatan Binakal berada di sebelah dengan kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja
barat dari Ibu Kota Kabupaten Bondowoso, dan Puskesmas Binakal Kabupaten Bondowoso.
sebagian besar wilayahnya adalah dataran Populasi yang digunakan dalam penelitian
tinggi. Kejadian demam tifoid di Kecamatan ini adalah seluruh populasi kasus dan populasi
Binakal pada awal tahun 2018 yakni dari bulan kontrol. Populasi kasus yaitu seluruh pederita
Januari-Mei masuk ke dalam 5 penyakit demam tifoid di wilayah kerja puskesmas
tertinggi mencapai angka 61 kasus. Binakal kabupaten Bondowoso pada tahun
2018. Sedangkan populasi kontrol yaitu semua
METODE PENELITIAN orang yang berada di wilayah kerja puskesmas
Awal proses penelitian dilakukan studi Binakal kabupaten Bondowoso yang memenuhi
literatur dari berbagai literatur yang berkaitan kriteria inklusi. Dalam pengambilan data pada
dengan sanitasi lingkungan, higiene personal penelitian ini dari populasi yang didapat diambil
maupun yang berkaitan dengan demam tifoid. sampek menggunakan metode rumus
pendekatan yang dilakukan menggunakan Lameshow. Berdasarkan perhitungan rumus
observasional karena mendapatkan data primer didapatkan besar sampel penelitian sebanyak 18
dari hasil tanya jawab menggunakan kuesioner. orang. Untuk besar sampel kasus dan kontrol
Ditinjau dari waktu pengambilan data, penelitian dengan perbandingan 1:1. Sehingga besar
ini termasuk penelitian case control, dimana sampel penelitian yang akan digunakan yaitu
penelitian ini menggunakan pendekatan kelompok kasus demam tifoid di wilayah kerja
retrospektif (melihat kebelakang) yang puskesmas Binakal kabupaten Bondowoso
bertujuan untuk mengetahui penyebab penyakit berjumlah 18 orang dan 18 kelompok kontrol
dengan menelusuri faktor risiko pada kejadian. dengan yang berarti keseluruhan jumlah 36
Ananlisi data menggunakan uji statistik responden.
chi square, hal ini dilakukan untuk menganalisis
hubungan kualitas sarana pembuangan tinja dan HASIL DAN PEMBAHASAN
cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar Hasil
dengan kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja Analisis univariat pada penelitian ini
Puskesmas Binakal Kabupaten Bondowoso. dilakukan dengan menggunakan distribusi dan
Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa presentasi dari setiap hasil data yang diperolah.
hubungan yang memiliki nilai signifikan Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
(p<0,05) dari faktor risiko yang terdapat pada sarana tempat pembuangan tinja, umur, jenis
variabel kualitas sarana pembuangan tinja dan kelamin, mencuci tangan dengan sabun setelah
cuci tangan dengan sabun setelah buang air besar buang air besar, dan mencuci tangan dengan
sabun sebelum makan. Sedangkan analisi rata 283 m dpal dan suhu berkisar antara 22 –
bivariat dilakukan dengan menggunakan uji 23 derajat Celcius serta luas wilayah Kecamatan
Chi-Square (x2) dengan menggunakan α = 0,05 Binakal adalah 27,370 km2 berdasarkan data
menggunakan odds ratio (OR). Uji chi square penelitian ini adalah umur produktif dari rentan
yang digunakan bertujuan untuk mengetahui umur 15-64 tahun. Kemudian kelompok umur
vhubungan variabel kategorik dengan kategorik. tersebut dibedakan menjadi dua, yakni ≤30
Pengambilan keputusan berdasarkan nilai p tahun yang merupakan umur yang berisiko
value. Apabila p value ≥ α (0,05) maka Ho terkena penyakit dan umur >30 tahun,
diterima dan apabila p value < α (0,05) maka Ho merupakan umur yang tidak berisiko terkena
setelah buang air besar dapat dilihat di Tabel 3. Cuci Kejadian Demam Tifoid
Tangan Ya Tidak Jumlah
p
dengan
Tabel 3. Hubungan Sarana Pembuangan Tinja Sabun
val
dengan kejadian demam tifoid di n % n % n % ue
Sebelum
Wilayah Kerja Puskesmas Binakal Makan
Kabupaten Bondowoso Tahin 2018 Ya 4 11,1 13 36,1 21 47,2
0,0
Tidak 14 38,9 5 13,9 15 52,8
Sarana Kejadian Demam Tifoid p 03
Pembuan Ya Tidak Jumlah val Jumlah 18 50,0 18 50,0 36 100,0
gan Tinja n % n % n % ue
Memenuhi
1 2,8 10 27,8 11 30,6 Hasil penelitian pada Tabel 4.
Syarat
Tidak menunjukkan bahwa hasil uji statistik chi-
1 0,0
Memenuhi 47,2 8 22,2 25 69,4
7 01 square, p = 0,003 (p < α), artinya terdapat
Syarat
Jumlah 1 hubungan yang signifikan antara kebiasaan
50,0 18 50,0 36 100,0
8
OR= 0,047 CI=95% (0,005<OR>0,434) responden mencuci tangan dengan sabun
menyebutkan bahwa penderita demam tifoid perempuan yakni, dari 20 responden sejumlah
sebagian besar juga diderita oleh responden 12 responden (33,3%) positif demam tifoid,
berusia produktif yaitu rentan umur 20-25 tahun sedangkan responden laki-laki dari 16
yaitu sebanyak 51,3%16. responden hanya 6 responden positif demam
Berdasarkan uji statistik chi square yang tifoid.
dilakukan didapatkan hasil p (0,180) > α (0,05) Pada variabel mencuci tangan dengan
yang artinya tidak ada hubungan antara jenis sabun setelah buang air besar didapatkan hasil p
kelamin dengan kejadian demam tifoid di = 0,007 dan hasil OR 0,143 dengan
wilayah kerja puskesmas Binakal kabupaten menggunakan CI = 95%. Sebanyak 14 dari 19
Bondowoso. Sehingga dalam penelitian ini responden yang terbiasa tidak mencuci tangan
dapat dikatakan bahwa variabel jenis kelamin setelah buang air besar positif demam tifoid,
bukan sebagai faktor risiko terjadinya demam sedangkan hanya sebanyak 4 dari 17 respon
tifoid. Variabel jenis kelamin sebagian besar yang mencuci tangan dengan sabun setelah
resonden pada kelompok kasus dan kelompok buang air besar yang tercatat positif demam
kontrol adalah perempuan. tifoid. Resonden yang terbiasa tidak mencuci
Kelompok kasus sebagian besar berjenis tangan dengan sabun setelah buang air besar
kelamin perempuan dibandingkan dengan jenis mempunyai risiko 0,143 kali terkena penyakit
kelamin laki-laki. Meskipun demikian penyakit demam tifoid dari pada responden yang sering
demam tifoid adalah penyakit yang dapat mencuci tangan dengan sabun setelah buang air
menyerang segala kalangan baik jenis kelamin besar artinya, ada hubungan yang signifikan
perempuan maupun jenis kelamin laki-laki. antara mencuci tangan dengan sabun setelah
Menurut penelitian yang dilakukan oleh buang air besar dengan kejadian demam tifoid di
Wulansari, sebagian besar penderita demam Wilayah Kerja Puskesmas Binakal Kabupaten
tifoid adalah berjenis kelamin perempuan yakni Bondowoso.
66,7%. Sebagian besar penderita demam tifoid Kebiasaan masyarakat yang sering baung
dalam penelitian menunjukkan jenis kelamin air besar ke sungai merupakan faktor yang
perempuan lebih berisiko baik pada kelompok sangat berpengaruh terhadap kebiasaan budaya
kasus maupun kelompok kontrol16. Hasil mencuci tangan setelah buang air besar.
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada Masyarakat cenderung pergi ke sungai untuk
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadin buang air besar dengan tangan kosong artinya
demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas tidak membawa peralatan mandi seperti halnya
Binakal Kabupaten Bondowoso. Sebagian besar sabun karena hal tersebut dianggap tidak efektif
responden dengan positif demam tifoid adalah dan merepotkan. Daerah kecamatan Binakal
merupaka kecamatan yang belum semua desa yang terbiasa mencuci tangan dengan sabun
yang ada sudah tercatat sebagai desa ODF. Hal setelah buang air besar17. Bakteri atau virus
tersebut juga berkaitan dengan banyaknya aliran patogen yang berada di tangan dapat berpindah
sungai yang mengalir sepanjang wilayah desa. ke dalam tubuh melalui makanan dan juga
air sungai tersebut berasal dari air pegunungan minuman yang terkontaminasi1. Oleh karena itu,
yang mengaliri hampir semua wilayah tangan yang bersih dan bebas dari kuman dan
Kecamatan Binakal. Keadaan dimana sebagian virus harus dijadikan prioritas dengan cara
besar masyarakat juga belum mempunyai membiasakan mencuci tangan selalu dengan
fasilitas jamban pribadi di rumah menjadikan sabun atau antiseptik lain. Meskipun pada
sungai sebagai alternatif untuk buang air besar. praktiknya hal seperti mencuci tangan dengan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sabun atau antiseptik lain, menggosok jari
responden yang terbiasa mencuci tangan dengan tangan dan kuku, serta menggunakan air
sabun setelah buang air besar adalah responden mengalir sering disepelekan namun justru
yang mempunyai fasilitas jamban pribadi di mempu menghanyutkan dan meminimalisir
rumah. Sabun atau antiseptik yang digunakan partikel kotoran yang banyak mengandung
untuk mencuci tangan telah tersedia di kamar mikroorganisme yang menempel pada telapak
mandi atau sarana pembuangan tinja masing- tangan18.
masing rumah, hal tersebut yang mempermudah Penelitian ini juga sejalan dengan yang
responden mencuci tangan dengan sabun setelah dilakukan oleh Paputungan yang dilakukan di
buang air besar dibandingkan dengan responden Wilayah Kerja Puskesmas Upai Kota
yang terbiasa buang air besar di sungai. Kotamobagu yang menyatakan bahwa ada
Penelitian yang dilakukan oleh Ulfa dan hubungan yang signifikan antara kebiasaan
Handayani menyatakan bahwa terdapat mencuci tangan dengan sabun setelah buang air
hubungan antara mencuci tangan setelah buang besar dengan kejadian demam tifoid, dengan
air besar dengan sabun dengan kejadian demam nilai p (0,041) < α (0,05) 15. Penelitian lain yang
tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Pagiyanten dilakukan oleh Magfiroh disebutkan bahwa
Kabupaten Tegal. Hasil uji statistik terdapat hubungan yang signifikan antara
menggunakan chi square didapatkan p = 0,04 praktik cuci tangan setelah buang air besar
dengan OR = 2,99. Hasil OR menunjukkan dengan kejadian demam tifoid di Kelurahan
bahwa responden yang tidak mencuci tangan Mlatibaru Kecamatan semaran Timur18. Hasil
dengan sabun setelah buang air besar uji statistik pada variabel cuci tangan
mempunyai risiko 2,99 kali terkena penyakit menggnakan uji chi square yakni p value 0,032
demam tifoid dibandingkan dengan responden dan perhitungan risk estimate didapatkan OR
3,263, hal tersebut menunjukkan bahwa dimakanan yang dita makan, atau sekret terbawa
responden yang terbiasa melakukan praktik cuci bersama air dan menular kepada manusia yang
tangan setelah buang air besar yang kurang baik lain18. Apabila orang tersebut kurang
memiliki risiko terkena penyakit demam tifoid memperhatikan kebersihan dirinya seperti
3,263 kali dibandingkan dengan responden yang mencuci tangan setelah buang air besar atau
melakukan kebiasaan praktik cuci tang setelah sebelum makan maka bakteri Salmonella typhi
buang air besar dengan baik. dapat masuk ke dalam tubuh orang tersebut yang
Penelitian yang dilakukan oleh Hilda dan sehat melalui mulut dan selanjutnya orang sehat
Fariani disebutkan bahwa sebanyak 75% anak tersebut akan menjadi sakit.
yang terbiasa mencuci tangan sesudah buang air Berdasarkan hasil uji bivariat
besar dengan kurang baik terdiagnosis menggunakan uji statistik chi square didapatkan
menderita demam tifoid. Hasil OR juga kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
menunjukkan bahwa anak yang terbiasa sarana pembuangan tinja dengan kejadian
mencuci tangan sesudah buang air besar dengan demam tifoid. Sebesar 47,2% responden
kurang baik berisiko 3,67 kali terkena penyakit kelompok kasus memiliki sarana pembuangan
demam tifoid dibandingkan dengan anak yang tinja tidak memebuhi syarat, sedangkan pada
terbiasa mencuci tangan sesudah buang air besar kelompok kontrol sebagian besar responden
dengan baik19. Menurut Zulkoni, disebutkan yaitu 27,8% memiliki sarana pembuangan tinja
bahwa penularan demam tifoid dapat menular memenuhi syarat dan tidak terjangkit demam
melalui berbagai cara yang dikenal dengan 5F tifoid. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan
yaitu (food, finger, fomitus, fly, feses), feses serta oleh Nurvina, disebutkan bahwa sarana
muntahan dari penderita demam tifoid dapat pembuangan tinja memiliki hubungan yang
menularkan bakteri Salmonella typhi kepada signifikan dengan kejadian demam tifoid10.
orang lain melalui air atau makan yang Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dahlan
terkontminasi20. Penelitian yang dilakukan oleh dan Munawar di Wilayah Kerja Puskesmas
Maghfiroh, juga menyatakan bahwa terdapat Lambur, masih banyak responden yang buang
hubungan yang signifikan antara cuci tangan air besar sembarang tempat9. Hal tersebut
setelah buang air besar dengan kejadian demam dilakukan karena masyarakat belum terbiasa
tifoid di Kelurahan Mlatibaru Kecamatan menggunakan jamban, serta hasil dari promosi
Semarang Timur dengan nilai p value 0,032. kesehatan yang dilakukan di daerah tersebut
Kuman yang ditularkan melalui makanan atau mengahsilkan informasi bahwa belum ada
minuman dapat diperantarai melalui lalat atau metode ataupun cara yang diinginkan responden
vektor lain dimana lalat ata vektor hinggap dalam menggunakan jamban. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Nurvina, sarana Hasil uji bivariat pada variabel cuci tangan
pembuangan tinja berhubungan dengan kejadian dengan sabun sebelum makan dengan kejadian
demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas demam tifoid didapatkan hasil bahwa terdapat
Kedungmundu Kota Semarang. Responden hubungan antara keduanya. 14 dari 19
yang memiliki sarana pembuangan tinja yang responden yang terbiasa tidak melakukan cuci
tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,333 tangan dengan sabun sebelum makan memiliki
kali lebih besar menderita demam tifoid riwayat sakit demam tifoid, artinya 38,9% dari
daripada responden yang memiliki sarana seluruh responden pernah mengalami demam
pembuangan tinja yang memenuhi syarat10. tifoid dikarenakan tidak mencuci tangan dengan
Hasil survei di lapangan menunjukkan sabun sebelum makan. Cuci tangan sebelum
responden tidak memiliki sarana pembuangan makanan dengan sabun sebelum makan belum
tinja yang memenuhi syarat, beberapa responden menjadi budaya yang sering dilakukan di daerah
mempunyai jarak antara sumber air minum kecamatan Binakal, responden menganggap
dengan lubang penampungan kurang dari cuci tangan saja sudah cukup membuat tangan
11meter dan masih terdapat sarana pembuangan bersih tanpa menggunakan sabun atau antiseptik
tinja yang tidak dilengkapi dengan dinding dan lainnya. Cara mencuci tangan yang dilakukan
atap pelindung. juga merupakan gerakan seadanya, yakni hanya
Kecamatan Binakal merupakan salah satu dengan membasahi tangan dengan air. WHO
kecamatan yang belum ODF di Kabupaten menganjurkan enam langkah cuci tangan dengan
Bondowoso dikarenakan dari 8 desa yang ada di sabun atau cairan antiseptik lain yang dapat
Kecamatan Binakal hanya dua desa yang meminimaisir atau bahkan membunuh kuman
mendapatkan peringkat hijau sementara dua yang berada pada telapak tangan. Menurut
desa mendapat peringkat kuning, dan empat Diana, selain didapatkan dari menelan makanan
desa lainnya mendapat peringkat merah untuk dan minuman penularan demam tifoid juga
kepemilikan jamban sehat. Hal tersebut yang dapat ditularkan dari kontak langsung jari tangan
melatarbelakangi sebagaian besar masyarakat yang terkontminasi tinja, urin, secret saluran
masih terbiasa buang air besar di sungai, dan nafas atau dengan pus penderita yang
tidak jarang juga masyarakat yang memiliki terinfeksi21. Kebersihan diri merupakan salah
jamban, pada siang hari buang air besar di sungai satu faktor penularan dari penyakit saluran
tetapi ketika malam hari buang air besar di pencernaan, penularan penyakit dapat melalui
jamban pribadi masing-masing dengan alasan, tangan yang tercemar oleh mikroorganisme
buang air besar di sungai lebih nyaman untuk patogen yang merupakan penyebab penyakit.
masyarakat. Mencuci tangan setelah buang air besar atau
mencuci tangan setelah makan dengan sabun Jumlah responden kasus yang tidak melakukan
atau antiseptik dapat melindungi seseorang dari praktik cuci tangan dengan baik menggunakan
infeksi penyakit. Selain kebersihan tangan, sabun sebelum makan sebesar 71,4%.
kebersihan kuku seseorang mempengaruhi Responden yang tidak mencuci tangan dengan
terjadinya penyakit demam tifoid. Mencuci sabun sebelum makan dengan baik mempunyai
tangan dengan benar harus menggunakan sabun risiko 3,03 kali lebih besar dari responden yang
atau antiseptik serta air mengalir untuk mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan sabun
menggosok sela-sela jari dan kuku dapat dengan baik sebelum makan23. Berdasarkan
mencegah bakteri yang berada di kuku dan jari penelitian yang dilakukan tersebut menyatakan
tangan masuk ke dalam tubuh ikut bersama bahwa penularan penyakit saluran pencernaan
makan atau minuman. Penelitian yang dilakukan salah satu faktor penyebabnya adalah melalui
oleh Rakhman, et al. menyatakan bahwa tangan yang tercemar oleh mikroorganisme
terdapat hubungan antara mencuci tagan patogen penyebab penyakit demam tifoid yakni
sebelum makan pada orang dewasa usia ≥16 Salmonella typhi.
tahun dengan kejadian demam tifoid di
Bulungan, Kalimantan Timur22. SIMPULAN DAN SARAN
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Simpulan
Nurvita, disebutkan bahwa ada hubungan yang Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bermakna antara mencuci tangan dengan sabun bahwa sebagian besar kelompok kasus dan
sebelum makan dengan kejadian demam tifoid10. kelompok kontrol berada kelompok umur ≤30
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tahun. Sebagian besar kelompok kasus dan
didapatkan kesimpulan bahwa budaya mencuci kelompok kontrol berjenis kelamin perempuan.
tangan di wilayah kerja puskesmas Lambur Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah
belum terlaksana dengan baik dikarenakan buang air besar pada kelompok kasus cenderung
sarana serta prasarana untuk mencuci tangan tidak memenuhi syarat dari pada kelompok
belum memenuhi syarat. Responden terbiasa kontrol. Berdasarkan kebiasaan mencuci tangan
mencuci tangan dengan air kobokan yang tidak dengan sabun sebelum makan juga pada
mengalir sebelum makan tanpa menggunakan kelompok kasus cenderung tidak memenuhi
sabun. syarat. Sanitasi lingkungan pada responden
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh didapatkan hasil yaitu sebagian besar kelompok
Fibriana, et al., disebutkan bahwa ada hubungan kasus tidak memiliki sarana pembuangan tinja
yang signifikan antara cuci tangan dengan sabun yang memenuhi syarat yakni sebanyak 47,2%
sebelum makan dengan kejadian demam tifoid. dari akumulasi seluruh responden.