Fakultas Ekonomi Universitas Pandjadjaran (Unpad) Bandung
Fakultas Ekonomi Universitas Pandjadjaran (Unpad) Bandung
Fakultas Ekonomi Universitas Pandjadjaran (Unpad) Bandung
Iman Sarwoko
Fakultas Ekonomi Universitas Pandjadjaran (Unpad) Bandung
Email: [email protected]
Abtract: Based on a press release from the Public Relations Bureau of the Ministry of
Finance (2010-2011), the case of a violation by a public accountant in Indonesia is
generally a violation of government regulations and the failure of the audit (audit failure)
in detecting fraud in financial reporting , giving rise to lawsuits from third parties harmed.
Failure audit (audit failure) in detecting material misstatements in the financial statements.
This condition if not treated properly can reduce public confidence in audit quality and
performance in Indonesian Public Accountant. The purpose of this study is to obtain
empirical evidence about the influence of auditor size and audit tenure simultaneously and
partially, on the application of audit procedures to detect fraud risk in the financial
statements, as well as the influence of auditor size, audit tenure, and the application of
audit procedures to detect risk fraud in the financial statements on audit quality, and
partial simultaneously. The method used in this research is descriptive and verification
methods. The unit of analysis in this study was 50 Public Accounting Firm (KAP) is a
member of FAPM (Forum Capital Markets Accountant), with a professional staff (partners
and staff) as respondents. The sampling technique used was purposive sampling. In this
study, an analysis tool that is used path analysis.
The results of this study indicate that simultaneous auditor size and audit tenure has
a significant influence on the application of audit procedures to detect fraud risk in a
financial statement, which is implemented by auditing standards. The results of this study
also showed that simultaneous auditor size, audit tenure, and the application of audit
procedures to detect fraud risk in a financial statement has significant influence on audit
quality. While the partial test results showed no significant influence for each variable size
and audit auditor tenure on audit quality. Based on the above results it can be concluded
that in order to improve the quality of auditing in general in Indonesia, the auditor should
be increased in size and the size of audit tenure extended period of time, not too short but
not too long, because it can reduce the objectivity of the auditor. Partial test results
showed that there was also a significant difference in audit quality between KAP KAP
large and small who are members of FAPM, and proved also here that the application of
the rules of auditor rotation maximum of 3 years for Certified Public Accountants, the
impact on audit quality is not significant, presumably because the period of the audit
engagement (3 years) still felt relatively too short.
Keywords: Auditor Size, Audit Tenure, Auditing Standards, Audit Procedures, Audit
Quality
Abstrak: Berdasarkan press release dari Biro Humas Departemen Keuangan (2010-
2011), kasus pelanggaran oleh Akuntan Publik di Indonesia pada umumnya berupa
pelanggaran terhadap peraturan pemerintah dan kegagalan audit (audit failure) dalam
mendeteksi kecurangan dalam pelaporan keuangan, sehingga menimbulkan tuntutan
hukum dari pihak ketiga yang dirugikan. Kegagalan audit (audit failure) dalam
mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan. Kondisi ini bila tidak ditangani
dengan benar dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap kualitas audit dan kinerja
Akuntan Publik di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti
empiris tentang besarnya pengaruh auditor size dan audit tenure secara simultan dan
parsial, terhadap penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam
laporan keuangan, serta besarnya pengaruh auditor size, audit tenure, dan penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan keuangan terhadap
kualitas audit, secara simultan dan parsial. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Unit analisis dalam penelitian ini
adalah 50 Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi anggota FAPM (Forum Akuntan
Pasar Modal), dengan tenaga profesionalnya (partner dan staf) sebagai responden. Teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Dalam penelitian ini, alat analisis
yg digunakan adalah Path Analysis.
Hasil penelitian ini secara simultan menunjukan bahwa auditor size dan audit tenure
mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan prosedur audit untuk mendeteksi
risiko kecurangan dalam laporan keuangan, yang dilaksanakan berdasarkan standar
auditing. Hasil penelitian ini secara simultan juga menunjukan bahwa auditor size, audit
tenure, dan penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan
keuangan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Sedangkan hasil
pengujian secara parsial menunjukan adanya pengaruh yang tidak signifikan untuk
masing-masing variabel auditor size dan audit tenure terhadap kualitas audit. Berdasarkan
hasil penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk meningkatkan kualitas audit
secara umum di Indonesia, sebaiknya auditor size diperbesar ukurannya dan audit tenure
diperpanjang jangka waktunya, jangan terlalu pendek tapi juga jangan terlalu panjang,
karena dapat mengurangi objektivitas auditor. Hasil pengujian secara parsial juga
menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kualitas audit antara
KAP besar dan KAP kecil yang tergabung dalam FAPM, dan terbukti juga disini bahwa
dengan penerapan aturan rotasi auditor maksimum 3 tahun untuk Akuntan Publik,
pengaruhnya terhadap kualitas audit tidak signifikan, diduga karena jangka waktu masa
perikatan audit tersebut (3 tahun) dirasakan masih relatif terlalu pendek.
Kata kunci: Auditor Size, Audit Tenure, Standar Auditing, Audit Procedures, Audit
Quality
PENDAHULUAN
Di era globalisasi seperti saat ini, bisnis tidak lagi mengenal batas negara. Demikian pula
kebutuhan akan adanya audit atas laporan keuangan oleh akuntan publik sebagai auditor
eksternal yang independen tidak dapat dihindari lagi, dan justru menjadi kebutuhan utama
sebelum pengambilan keputusan bisnis. Akuntan publik menjadi satu profesi yang
diharapkan banyak orang untuk penempatan kepercayaan mereka terhadap hasil audit dan
pendapat (opini) yang diberikan. Dalam tulisan ini selanjutnya, auditor atau akuntan
publik atau auditor eksternal atau auditor independen, mengacu pada hal yang sama.
Kepercayaan masyarakat terhadap akuntan publik sebagai pihak independen dalam
mengaudit laporan keuangan sangat besar. Kepercayaan besar yang diberikan oleh
penuh dari manajemen serta pihak-pihak lain yang terkait dan salah satunya adalah auditor
eksternalnya.
Berdasarkan press release dari Biro Humas Departemen Keuangan (tahun 2010-
2011), kasus pelanggaran oleh KAP di Indonesia pada umumnya berupa pelanggaran
terhadap peraturan pemerintah dan belum sepenuhnya mematuhi Standar Auditing yang
telah ditetapkan, terutama dalam penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam laporan keuangan, sehingga menimbulkan gagal audit(audit failure) .
Audit failure terjadi apabila auditor mengeluarkan pendapat audit yang tidak benar
karena gagal memenuhi persyaratan standar auditing. Para profesional akuntan publik
cenderung setuju bahwa dalam kebanyakan kasus, ketika audit tidak dapat menemukan
salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh kekeliruan dan
kecurangan, dan pendapat audit yang salah telah diterbitkan, maka layak dipertanyakan
apakah akuntan publik telah menggunakan kemahiran profesionalnya dengan baik dalam
menjalankan fungsi atestasinya, terutama dalam hal penerapan prosedur audit untuk
mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan keuangan yang seharusnya dilaksanakan
berdasarkan standar auditing (Arens et. al., 2010:99). Kondisi ini bila tidak ditangani
dengan sebaiknya dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap kualitas audit dan
kinerja Profesi Akuntan Publik di Indonesia.
Menurut GAO (2003), kualitas audit yang memadai adalah suatu audit yang
dilakukan sepenuhnya sesuai dengan standar auditing yang telah ditetapkan, dan kualitas
audit yang memadai sangat berguna untuk menghasilkan laporan keuangan auditan yang
reliabel dan bebas dari salah saji material, baik disebabkan oleh kekeliruan (errors)
ataupun kecurangan (fraud), karena proses auditing dapat memaksa pihak manajemen
yang berniat curang untuk menerapkan Generally Accepted Accounting Principles atau
GAAP (dikenal sebagai Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia atau SAK) dengan
benar. Oleh karena itu suatu laporan keuangan yang reliabel seharusnya juga menunjukan
tingginya kualitas audit yang melatar belakanginya, terutama dalam hal kepatuhan auditor
dalam menerapkan SPAP. Menurut hasil penelitian dari peneliti terdahulu selain faktor
penerapan standar auditing secara sepenuhnya, ada juga beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas audit, yaitu variabel auditor size dan audit tenure, keduanya dapat
menaikan ataupun menurunkan mutu kualitas audit yang diberikan (Hayes et. al 2005:53)
dan (Paino et. al. 2010:37-38).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah yang
dapat diambil dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh auditor size dan audit
tenure di Indonesia terhadap penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam laporan keuangan (yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing),
serta seberapa besar pengaruh auditor size, audit tenure, dan penerapan prosedur audit
untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan keuangan (yang dilaksanakan sesuai
dengan standar auditing) terhadap kualitas audit di Indonesia, secara simultan dan parsial.
Auditor Size. Colbert et. al. (1999) mendefinisikan pengertian Auditor Size (ukuran KAP)
sebagai suatu pembedaan KAP menjadi ukuran besar atau kecil berdasarkan jumlah klien
yang dikelola dan jumlah tenaga profesional (partner dan staf) yang dimilikinya.
Sedangkan Suzy Novianti (2008) membedakan ukuran KAP, menjadi KAP besar dan
KAP kecil berdasarkan jumlah Rekan Akuntan Publik yang bergabung dan jumlah total
tenaga staf profesional yang dimilikinya. Arens et. al. (2010:46-47) membedakan jenis
KAP menjadi big-4 dan non big-4, dan menggambarkan ukurannya berdasarkan jumlah
tenaga profesional yang dimiliki, kantor cabangnya, serta revenue (fee income) yang
diperoleh KAP pertahun.
Beberapa peneliti terdahulu meneliti apakah KAP besar yang menyandang brand
name sebagai Big-4 atau Big-5, mempunyai kaitan dengan kualitas earnings dari
perusahaan yang diaudit, yang merupakan proksi dari kualitas audit yang diberikannya.
Sebagai contoh, Ebraim (2001) dan Francis et. al. (2007) menyatakan bahwa KAP besar
(Big-4 atau Big-5) mempunyai kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP
kecil, karena mereka lebih baik dalam mendeteksi ‘earnings management’ disebabkan
karena pengetahuan mereka yang superior sebagai hasil dari rekrutmen dan pelatihan-
pelatihan internal yang prima terhadap tenaga profesionalnya, disamping juga KAP besar
berusaha mengungkapkan ‘earnings management’ untuk menjaga reputasi baik mereka
dimata masyarakat. Pendapat senada dinyatakan Krishnan (2003), dia berargumentasi
bahwa hal tersebut dapat terjadi karena disamping KAP besar mempunyai kualitas sumber
daya manusia yang baik berupa tenaga ahli dalam bidang industri khusus klien dalam
mendeteksi ‘earning management’, KAP besar juga mempunyai insentif tinggi untuk
menjaga reputasi mereka dihadapan klien-klien mereka yang banyak jumlahnya.
Penelitian lain oleh Lin et. al (2010), menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikan antara auditor size dengan earning management, dimana KAP besar selalu
terkait dengan ‘earnings management’ yang lebih rendah dan kualitas earnings yang lebih
tinggi, dan pada akhirnya akan juga menaikan kualitas audit yang diberikan.
DeAngelo (1981-a), menyatakan dalam peneliannya bahwa KAP besar selalu
berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP
kecil. Selanjutnya penelitian Deis and Girox (1992) menyatakan bahwa banyaknya jumlah
klien berpengaruh juga terhadap kualitas audit yang diberikan.
Francis et. al (2007), menunjukkan bahwa auditor yang bekerja pada KAP Big-4
dapat menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan yang bekerja pada KAP
non Big-4 . Faktor penyebabnya adalah risiko bisnis klien dan karakteristik auditor yang
lebih konservatif.
Beberapa peneliti membedakan KAP besar dan KAP kecil dengan memakai
indikator Auditor Size sebagai berikut: Suzy Novianti (2008), Colbert et. al. (1999), dan
Davidson (1993) memakai jumlah klien yang dilayani dan jumlah tenaga profesional
(Partner dan staf auditor) yang dimiliki sebagai indikator dari ukuran KAP. Indikator-
indikator tersebut dipakai dalam penelitian ini.
Audit Tenure. Aamir et. al. (2011:6) dan Johnson et. a.l (2002) mendefinisikan
pengertian audit tenure (masa perikatan audit) sebagai berikut: “ Audit tenure is the
number of consecutive years that the audit firm (auditor) has audited its certain client”.
Menurut Griffin et. al. (2009): “Audit tenure is duration of an auditor's work and relate to
certain clients which means the length of time an auditor to work within the engagement
contract”. Hal senada menurut Sinason et., al. (2001): “Audit tenure is the duration of the
auditor’s continous relationship with a certain client (auditor-client relationships) in
years.”
Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa audit tenure adalah banyaknya
jumlah masa tahun buku berturut-turut suatu KAP mengaudit laporan keuangan suatu
klien yang sama. Selanjutnya menurut Almutairi et., al. (2009) jumlah masa perikatan
audit dapat digolongkan menjadi 3 bagian: short term tenure (1-3 tahun), Medium term
tenure (4-10 tahun), dan Long term tenure (lebih dari 10 tahun), dan dalam penelitiannya
dia mengindikasikan bahwa audit tenure yang terbaik pengaruhnya terhadap kualitas audit
adalah yang tidak terlalu pendek tapi juga tidak terlalu panjang.
AICPA menggolongkan lamanya penugasan audit seorang partner kantor akuntan
publik pada klien yang sama ditentukan menjadi: (1) lima tahun berturut-turut atau
kurang; dan (2) lebih dari lima tahun berturut-turut. Seperti yang disyaratkan oleh
Sarbanes-Oxley Act, aturan independensi SEC dalam rangka mengurangi ancaman yang
dapat merusak obyektivitas auditor karena audit tenure yang terlalu panjang, adalah
dengan mengharuskan pimpinan dan partner audit suatu KAP merotasi penugasan
auditnya sesudah 5 tahun. Sedangkan masa perikatan KAP tidak diatur. Rotasi ini
bertujuan untuk mencegah menurunnya independensi KAP sebagai auditor (Arens et. al.
2010: 136). Dutton et., al. (1994) menyatakan bahwa semakin lama seseorang berada atau
terlibat dalam suatu organisasi perusahan, maka dia akan semakin menjadi bagian dari
organisasi perusahaan tersebut secara pribadi, sehingga dapat mengurangi rasa
objektivitasnya.
Menurut DeAngelo (1981-b), dengan panjangnya jangka waktu perikatan dan
kesinambungan penugasan audit, konsumen jasa audit (seperti pemegang saham, manajer,
karyawan, dan pengguna lainnya) akan semakin mendapatkan manfaat dari pemahaman
auditor yang lebih mendalam terhadap bisnis dan industri kliennya, disamping itu mereka
dapat menghemat biaya yang berkaitan dengan keharusan mengevaluasi kualitas audit dari
auditor yang baru. Walaupun DeAngelo (1981-b) tidak secara eksplisit menyatakan bahwa
kualitas audit berkorelasi dengan jangka waktu masa perikatan audit yang optimal, namun
dia berargumen bahwa berbagai manfaat (benefit) akan hilang jika masa perikatan audit
hanya dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
Riset-riset terdahulu menemukan bahwa independensi auditor semakin menurun
bersamaan dengan bertambahnya jangka waktu perikatan audit (audit tenure) pada klien-
klien yang sama (Chi et. al. 2005). Berkurangnya independensi auditor menghasilkan
kualitas audit yang buruk yang menghalalkan ‘earning management’, sehingga dapat
menurunkan kualitas earning perusahaan. Dipihak lain ada juga hasil penelitian yang
mengatakan bahwa semakin lama auditor bekerja di klien yang sama, semakin baik
mereka dalam mendeteksi risiko salah saji material dalam laporan keuangan, karena
dengan pengalaman yang lebih lama mereka lebih memahami operasi bisnis klien, strategi
bisnis klien, dan sistem internal control klien dalam memroses laporan keuangannya,
sehingga dengan keahlian tersebut mereka dapat mendeteksi ‘earning management’
dengan segera bila terjadi hal tersebut (Arens et. al. 2010:145). Terakhir, hasil dari
penelitian ‘meta-analysis’ yang dilakukan oleh, Lin et. al. (2010) menemukan bahwa audit
tenure mempunyai hubungan yang negatif dengan earning management. Oleh karenanya,
berdasarkan penelitian tersebut bukti-bukti kuat menunjukan bahwa semakin lama auditor
bertugas pada klien yang sama, keuntungan yang diperoleh dari pemahaman auditor yang
lebih mendalam terhadap operasi bisnis klien, ditutupi oleh kerugian yang terjadi
disebabkab oleh semakin berkurangnya potensi independensi auditor terhadap kliennya
tersebut, sehingga dapat menurunkan kualitas audit.
Shockley (1981), menemukan bukti empiris bahwa konsensus yang terjadi diantara
staf auditor semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya intensitas waktu audit
fieldwork dalam berhubungan dengan manajer klien yang sama. Deis and Giroux (1992)
menemukan bahwa lamanya waktu perikatan audit (audit tenure) pada klien yang sama
berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kualitas audit karena menurunnya
independensi auditor.
Indikator Auditor Tenure menurut Shockley (1981), Deis and Giroux (1992), dan Sinason
(2001) terdiri dari lamanya perikatan audit dan lamanya waktu mengaudit dilapangan
(hubungan auditor-klien). Indikator-indikator tersebut dipakai dalam penelitian ini.
dipertimbangkan. Pada saat yang sama, auditor juga tidak boleh berasumsi bahwa
manajemen tidak diragukan kejujurannya. SAS 99 (AU 316) dari AICPA dan SA Seksi-
316 (PSA No. 70) di SPAP, memberikan pedoman bagi auditor dalam memikul
tanggungjawabnya menilai dan mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan keuangan.
Dari hasil studi Johnson et. al. (1991) dan Jamal et. al. (1995), tampak bahwa
dengan hanya sekedar pengalaman saja tidaklah cukup bagi seorang auditor untuk
mendeteksi risiko kecurangan, kecuali jika pengalaman tersebut diperoleh dari industri
yang sama secara terus menerus, atau melalui penugasan khusus yang melibatkan
kekeliruan atau kecurangan yang material. SAS No.99 berikut lampirannya dapat
membantu auditor dalam pendeteksian risiko kecurangan sehingga berdampak positif pada
kualitas audit yang dihasilkan.
Penelitian Loebbecke et. al. (1989) menemukan bahwa auditor eksternal jarang
menghadapi management fraud sehingga jarang pula yang mempunyai latar belakang
yang pantas yang mengarah pada kemampuan untuk mendeteksi kecurangan sehingga
SAS No.99 akan sangat membantu sebagai pedoman. Sedangkan Zimbelman (1997)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa standar auditing SAS No.82 dapat mengarahkan
audit dengan memberi banyak peluang membaca isyarat kecurangan dalam laporan
keuangan, sehingga auditor dapat merancang rencana audit yang lebih tepat terhadap
risiko kecurangan.
Sukrisno Agoes (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa penerapan standar
auditing secara sepenuhnya, dan penerapan pengendalian mutu berpengaruh terhadap
kualitas audit. Carcello et. al. (2004) menyatakan bahwa keikutsertaan industry
specialization auditor dalam rangka audit, berpengaruh secara positif terhadap kualitas
audit dan dapat mengurangi fraud karena mereka lebih memahami bisnis dan industri
klien sehingga dapat menciptakan prosedur audit yang sesuai (tailor made) dengan kondisi
klien. Sedangkan Widagdo et. al. (2002) menyebutkan bahwa salah satu atribut kualitas
audit yang bermutu tinggi adalah ketaatan mereka terhadap standar auditing secara
sepenuhnya.
Variabel penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam
laporan keuangan, yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing, disini diukur dengan 3
kategori tingkatan prosedur yaitu; Kategori (1) tidak melaksanakan prosedur minimal yang
telah ditetapkan dalam SPAP; (2) melaksanakan prosedur minimal yang telah ditetapkan
dalam SPAP; dan (3) melaksanakan prosedur minimal yang telah ditetapkan dalam SPAP,
tetapi ditambah dengan prosedur ekstra sesuai dengan SAS No. 99 (AICPA).
Kualitas audit. Menurut Arens et., al. (2011:105) definisi kualitas audit mencakup
pengertian sebagai berikut: “Audit Quality is how well an audit detects and reports
material misstatements in the financial statements. The detection aspect is a reflection of
auditor competence, while reporting is a reflection of ethics or audit integrity, partcularly
independence”. DeAngelo (1981-a) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas
dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan dengan jujur tentang adanya suatu
pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya.
Menurut GAO (2003) definisi kualitas audit adalah sebagai berikut: “Audit quality
is defined as one audit which is performed “in accordance with generally accepted
auditing standards (GAAS) to provide reasonable assurance that the audited financial
statements and related disclosures are (1) presented in accordance with generally
accepted accounting principles (GAAP) and (2) not materiallity misstated whether due to
errors or fraud.” So, material deviation from the standards are presumed to reflect poor
audit quality”.
Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat diartikan bahwa pengertian kualitas audit
adalah derajat baik atau buruknya mutu dari suatu proses pemeriksaan (audit) yang
sistimatis, dibandingkan dengan kriteria yang telah disepakati bersama. Definisi kualitas
audit yang bermutu tinggi adalah suatu proses pemeriksaan yang dilaksanakan sepenuhnya
sesuai dengan GAAS (di Indonesia SPAP), untuk memastikan bahwa laporan keuangan
yang telah diaudit disajikan secara wajar sesuai dengan GAAP (di Indonesia SAK), dan
tidak mengandung kesalahan saji yang material dalam laporan keuangan tersebut
disebabkan oleh errors (kesalahan) atau fraud (kecurangan atau penyimpangan yang
disengaja). Apabila audit yang diterapkan gagal dalam menemukan kesalahan saji material
dalam laporan keuangan klien, dan auditor menerbitkan pernyataan pendapat yang salah,
maka kualitas auditnya dianggap tidak bermutu tinggi karena dianggap sebagai gagal audit
(audit failure). Dapat juga dikatakan bahwa Kualitas Audit yang bermutu tinggi adalah
suatu proses pemeriksaan yang mencakup keduanya: dapat menemukan kesalahan material
dalam laporan keuangan klien dikarenakan oleh kompetensinya yang tinggi, dan dengan
jujur tanpa dipengaruhi oleh orang lain melaporkan temuan tersebut dalam laporan
auditnya kepada pemakai, dikarenakan prinsip menjunjung tinggi konsep independensi
sebagai seorang profesional.
Kualitas audit sulit diukur secara obyektif, sehingga para peneliti menggunakan
berbagai dimensi kualitas audit yang berbeda untuk menjabarkan konsep kualitas audit.
Dari beberapa hasil penelitian yang terdahulu, berikut ini diuraikan dimensi kualitas audit
yang dikembangkan Duff (2004:77): (1) Dimensi kualitas teknis; (2) Dimensi kualitas
jasa; (3) Dimensi hubungan auditor-klien; dan (4) Dimensi independensi. Untuk dimensi-
dimensi kualitas audit tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi indikator-indikator
sebagai berikut: (1) Dimensi kualitas teknis, terdiri dari indikator: (a) reputasi dan (b)
kemampuan; (2) Dimensi kualitas jasa, terdiri dari indikator (a) empati dan (b) daya
tanggap; (3) Dimensi hubungan auditor-klien, terdiri dari indikator: (a) keahlian dan (b)
pengalaman; dan (4) Dimensi independensi, terdiri dari indikator: (a) obyektivitas dan (b)
integritas. Dimensi-dimensi dan indikator-indikator kualitas audit tersebut digunakan
dalam penelitian ini.
METODE
Metode penelitian ini adalah deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif merupakan
metode penelitian untuk memperoleh deskripsi tentang ciri-ciri variabel, seringkali disebut
sebagai metode survey dikembangkan oleh Nazir (2010:54-56). Sedangkan metode
penelitian verifikatif atau hypotheses testing merupakan metode penelitian yang berupaya
menguji jawaban atas suatu masalah yang bersifat sementara (hipotesis) berdasarkan teori
tertentu menurut Sugiyono (2011:159). Oleh karena sebelum diuji atau diverifikasi,
variabel penelitian ini juga akan dijelaskan atau dideskripsikan, maka penelitian ini
disebut juga sebagai penelitian deskriptif. Data dikumpulkan dari sampel yang telah
ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling, yang diperoleh dengan menggunakan
alat pengumpulan data tertentu yaitu kuesioner dilengkapi dengan interviu.
Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Auditor Size. Auditor Size (ukuran KAP) adalah pembedaan KAP kedalam golongan
KAP berukuran besar dan KAP berukuran kecil, berdasarkan jumlah klien dan jumlah
tenaga profesional (partner dan staf) yang dimilikinya (Colbert et. al, 1999),
selanjutnya auditor size diwakili oleh variabel X1
2. Audit Tenure. Auditor Tenure (masa perikatan audit) adalah jumlah masa tahun buku
berturut-turut laporan keuangan suatu klien tertentu diaudit oleh KAP yang sama
(Aamir et. al. 2011) dan (Sinason et., al. 2001). Jangka waktu perikatan audit dapat
ditinjau dari lamanya kontrak dan lamanya penugasan dilapangan. Selanjutnya auditor
tenure diwakili oleh variabel X2
3. Penerapan Prosedur Audit Untuk Mendeteksi Risiko Kecurangan. Penerapan prosedur
audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan keuangan, yang dilaksanakan
berdasarkan standar auditing, adalah prosedur yang harus diterapkan oleh seorang
auditor dalam melakukan audit sesuai dengan SPAP (IAPI, 2001) dan SAS No. 99
berikut lampirannya (AICPA, 2010). Selanjutnya penerapan prosedur untuk
mendeteksi risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan diwakili oleh variabel Y.
4. Kualitas Audit. Kualitas audit adalah proses audit yang diterapkan sesuai dengan
GAAS (di Indonesia SPAP) untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah
disajikan secara wajar sesuai dengan GAAP (di Indonesia SAK), dan tidak ditemukan
salah saji material dalam laporan keuangan disebabkan oleh errors atau fraud, GAO
(2003). Dapat juga dikatakan bahwa Kualitas Audit adalah probabilitas dimana
seorang auditor dengan kompetensinya yang tinggi menemukan suatu pelanggaran,
dan secara independen dengan kejujuran yang tinggi melaporkan tentang adanya
pelanggaran dalam laporan keuangan tersebut kepada pemakai (DeAngelo, 1981-a).
Selanjutanya kualitas audit diwakili oleh variabel Z.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah KAP yang merupakan anggota Forum
Akuntan Pasar Modal (FAPM). Pemilihan lokasi didasarkan secara teknis kepada
sejumlah kota dimana anggota FAPM terbanyak berkonsentrasi (Jakarta, Bandung dan
Surabaya). Adapun teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling.
Pemilihan hanya KAP yang merupakan anggota FAPM sebagai unit analisis didasarkan
pada pertimbangan bahwa anggota FAPM akan selalu dibina dan diawasi kualitas
individual dan kualitas auditnya oleh pihak Bapepam LK, PPAJP, dan IAPI, sehingga
diharapkan para responden mempunyai kualitas individual yang tidak terlalu berbeda
secara signifikan. Unit observasi pada penelitian ini adalah tenaga profesional auditor
(partner dan staf) yang bekerja pada KAP anggota FAPM.
Uji Kualitas Data, untuk pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu
mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir.
Selanjutnya nilai korelasi Product Moment hasil perhitungan dibandingkan dengan r tabel,
jika r hitung lebih besar dari r tabel berarti korelasi Product Moment untuk tiap butir
pernyataan adalah valid. Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas instrumen
menggunakan internal consistency, dimana instrumen dicobakan sekali saja. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis, dalam hal ini digunakan teknik belah dua dari Spearman
Brown (Split half).
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Path Analysis dengan
aplikasi program LISREL 8.7. Secara lengkap hubungan struktural antar Variabel yang
akan diuji pada penelitian ini dapat lihat pada Gambar 1.
X1
ε2
P YX1 P ZX1
rX1X2 ε1 Y P ZY Z
P YX2 P ZX2
X2
tenure terhadap penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan karena
hubungannya dengan auditor size = PYX2 × rX1X2 × PYX1 = (0,5147) × (0,1621) × (0,3582) =
0,0299 (2,99%). Jadi total pengaruh audit tenure terhadap penerapan prosedur audit
untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan risiko kecurangan =
26,49% + 2,99% = 29,48% dengan arah yang positif, artinya 29,48% penerapan prosedur
audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dapat dijelaskan oleh audit tenure. Sedangkan
sisanya 15,82% dipengaruhi oleh auditor size.
Hasil pengujian pengaruh audit tenure terhadap penerapan prosedur audit untuk
mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan secara parsial
ditunjukkan dengan nilai thitung variabel audit tenure (4,7083) lebih besar dari ttabel (2,012).
Karena nilai thitung lebih besar dibanding ttabel, maka dengan tingkat kekeliruan 5%
diputuskan untuk menolak Ho sehingga Ha diterima. Jadi berdasarkan hasil pengujian
dengan tingkat kepercayaan 95% disimpulkan bahwa audit tenure berpengaruh signifikan
terhadap penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan
keuangan. Dengan semakin panjang masa audit tenure (maksimum sesuai dengan batas
rotasi auditor) akan meningkatkan penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam audit atas laporan keuangan.
Auditor size, dan audit tenure berpengaruh terhadap penerapan prosedur audit
untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan.
Berdasarkan hasil komputasi menggunakan aplikasi program LISREL 8.7 diperoleh
koefisien jalur untuk masing-masing variabel auditor size dan audit tenure terhadap
penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan
keuangan seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Koefisien Jalur Masing-Masing Variabel Bebas Pada Sub Struktur Pertama
Variabel Koefisien Jalur thitung
X1 0,3582 3,2759 R2 = 0,4530
X2 0,5147 4,7083
Sumber: Lampiran hasil pengolahan data 2011
Secara diagram persamaan struktural antara auditor size dan audit tenure terhadap
penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan
keuangan digambarkan sebagai berikut.
X1 ε1
0,3582 0,5470
0,1621 Y
0,5147
X2
Jadi total pengaruh auditor size dan audit tenure secara bersama-sama terhadap penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan =
15,82% + 29,48% = 45,30%, artinya 45,30% penerapan prosedur audit untuk mendeteksi
risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan disebabkan oleh auditor size dan audit
tenure. Sementara 54,70% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar kedua
variabel tersebut.
Hasil pengujian Auditor size, audit tenure, berpengaruh terhadap penerapan prosedur
audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan secara
simultan, menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 19,461 dan lebih besar dibanding Ftabel
3,195, karena nilai F hitung lebih besar dari F table dimana keputusan uji adalah menolak
hipotesis nol, maka pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak H0 sehingga Ha
diterima. Jadi berdasarkan hasil pengujian dengan tingkat kepercayaan 95% disimpulkan
bahwa auditor size, dan audit tenure secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan
keuangan. Dengan semakin besar ukuran KAP serta semakin lama audit tenure (tetapi
tidak melewati batas masa audit rotasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah) akan
meningkatkan penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit
atas laporan keuangan
Auditor size berpengaruh terhadap kualitas audit. Besar pengaruh langsung auditor
size terhadap kualitas audit = (PZX1 ) 2 = (0,1643) × (0,1643) = 0,0270 (2,70%). Sedangkan
besar pengaruh tidak langsung auditor size terhadap kualitas audit karena hubungannya
dengan audit tenure = PZX1 × rX1X2 × PZX2 = (0,1643) × (0,1621) × (0,2523) = 0,0067
(0,67%). Besarnya pengaruh tidak langsung auditor size terhadap kualitas audit karena
hubungannya dengan penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam
audit laporan keuangan = PZX1 × rX1Y × PZY = (0,1643) × (0,4416) × (0,6033) = 0,0438
(4,38%). Jadi total pengaruh auditor size terhadap kualitas audit = 2,70% + 0,67% +
4,38% = 7,75% dengan arah positif, artinya 7,75% perubahan kualitas audit dapat
dijelaskan oleh auditor size.
Hasil pengujian pengaruh auditor size terhadap kualitas audit secara parsial
ditunjukkan dengan nilai thitung variabel auditor size sebesar 2,7081. Karena nilai thitung
(2,7081) lebih besar dari ttabel (2,013) maka pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk
menolak Ho sehingga Ha diterima, jadi dengan tingkat kepercayaan 95% dapat
disimpulkan bahwa auditor size memiliki pengaruh (tidak signifikan ) terhadap kualitas
audit. Dengan semakin besar ukuran auditor size akan meningkatkan kualitas audit, tetapi
tidak signifikan.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh De
Angelo (1981-a) yang menunjukkan bahwa KAP berukuran besar selalu menyajikan
kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP yang berukuran kecil. Hasil
penelitian ini juga tidak konsisten dengan penelitian Francis et., al. (2007) yang
menunjukan bahwa auditor yang bekerja pada KAP besar ( Big four ) dapat menghasilkan
kualitas audit yang lebih baik dibandingkan yang bekerja pada KAP kecil ( non- Big four).
Hasil penelitian disini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam
kualitas audit antara KAP besar dan KAP kecil anggota FAPM, hal tersebut diduga
disebabkan oleh program pengawasan dan pendidikan (PPL) yang dilaksanakan oleh pihak
regulator (BAPEPAM- LK, dan PPAJP) dan IAPI secara efektif terutama terhadap KAP
yang tergabung dalam FAPM, sehingga menjadikan kualitas individual dari masing-
masing KAP tidak terlalu berbeda secara signifikan.
Audit tenure berpengaruh terhadap kualitas audit. Besar pengaruh langsung audit
tenure terhadap kualitas audit = (PZX2 ) 2 = (0,2523) × (0,2523) = 0,0637 (6,37%).
Sedangkan pengaruh tidak langsung audit tenure terhadap kualitas audit karena
hubungannya dengan auditor size = PZX2 × rX1X2 × PZX1 = (0,2523) × (0,1621) × (0,1643) =
0,0067 (0,67%). Besarnya pengaruh tidak langsung audit tenure terhadap kualitas audit
karena hubungannya dengan penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam audit laporan keuangan = PZX2 × rX2 Y × PZY = (0,2523) × (0,5728) ×
(0,6033) = 0,0872 (8,72%). Jadi total pengaruh audit tenure terhadap kualitas audit =
6,37% + 0,67% + 8,72% = 15,76% dengan arah positif, artinya 15,76% perubahan
kualitas audit dapat dijelaskan oleh audit tenure.
Hasil pengujian pengaruh audit tenure terhadap kualitas audit secara parsial
ditunjukkan dengan nilai thitung variabel audit tenure sebesar 2,708. Karena nilai thitung
(2,708) lebih besar dari ttabel (2,013) maka pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk
menolak Ho sehingga Ha diterima, jadi dengan tingkat kepercayaan 95% dapat
disimpulkan bahwa audit tenure memiliki pengaruh (tidak signifikan) terhadap kualitas
audit. Dengan semakin panjang masa audit tenure (maksimum selama masa audit rotasi)
akan meningkatkan kualitas audit.
Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deis
dan Giroux (1992) yang menyatakan bahwa semakin panjang masa perikatan audit, akan
semakin akrab hubungan auditor dengan kliennya sehingga dapat mengurangi
independensi auditor yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas audit. Juga tidak
konsisten dengan hasil penelitian Brody dan Moscove (1998) yang menyatakan bahwa
masa perikatan audit yang panjang dapat menyebabkan auditor menjadi terlalu percaya
terhadap manajemen klien sehingga menurunkan skeptisme profesionalnya yang pada
akhirnya akan menurunkan kualitas audit. Hasil penelitian disini menunjukan bahwa masa
perikatan audit yang panjang (dibatasi maksimum 3 tahun oleh peraturan rotasi auditor)
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit, diduga karena jangka
waktunya dianggap masih relatif terlalu pendek.
Penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit laporan
keuangan berpengaruh terhadap kualitas audit. Besar pengaruh langsung penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan
terhadap kualitas audit = (PZY ) 2 = (0,6033) × (0,6033) = 0,3640 (36,40%). Sedangkan
besar pengaruh tidak langsung penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam audit laporan keuangan terhadap kualitas audit karena hubungannya
dengan auditor size = PZY × rX1Y × PZX1 = (0,6033) × (0,4416) × (0,1643) = 0,0438 (4,38%).
Besarnya pengaruh tidak langsung penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam audit laporan keuangan terhadap kualitas audit karena hubungannya
dengan audit tenure = PZY × rX2 Y × PZX2 = (0,6033) × (0,5728) × (0,2523) = 0,0872
(8,72%). Jadi total pengaruh penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam audit laporan keuangan erhadap kualitas audit = 36,40% + 4,38% +
8,72% = 49,50% dengan arah positif, artinya 49,50% perubahan kualitas audit dapat
dijelaskan oleh penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit
laporan keuangan. Hasil pengujian pengaruh penerapan prosedur audit untuk mendeteksi
risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan terhadap kualitas audit ditunjukkan
dengan nilai thitung variabel penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan
dalam audit laporan keuangan sebesar 5,8877. Karena nilai thitung (5,8877) lebih besar dari
ttabel (2,013) maka pada tingkat kekeliruan 5% diputuskan untuk menolak Ho sehingga Ha
diterima, jadi dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit. Dengan semakin memadai
penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan
keuangan, akan semakin meningkatkan kualitas audit.
Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Sukrisno Agoes (2003) yang
menemukan bahwa penerapan standar auditing yang memadai akan berpengaruh positif
terhadap kualitas audit. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Widagdo et. al. (2002)
yang memberikan bukti empiris bahwa ada 6 atribut yang berpengaruh terhadap kualitas
audit salah satunya adalah ketaatan terhadap standar auditing yang telah ditetapkan.
Auditor size, audit tenure, dan penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko
kecurangan dalam audit atas laporan keuangan berpengaruh terhadap kualitas
audit. Berdasarkan hasil komputasi menggunakan aplikasi program LISREL 8.7 diperoleh
koefisien jalur untuk masing-masing variabel auditor size, auditor tenure dan penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan risiko
kecurangan terhadap kualitas audit seperti pada tabel berikut.
Tabel 3. Koefisien Jalur Masing-Masing Variabel Bebas Pada Sub Struktur Kedua
Variabel Koefisien Jalur thitung
X1 0,1643 1,9298
R2 = 0,7300
X2 0,2523 2,7081
Y 0,6033 5,8877
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2011)
Secara diagram persamaan struktural antara auditor size, audit tenure dan penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan
terhadap kualitas audit digambarkan sebagai berikut.
X1
ε2
0,1643
0,1621 0,2700
0,4416
X2 0,2523 Z
0,5728
0,6033
Y
Gambar 3. Diagram Jalur Auditor size, Auditor tenure dan Penerapan prosedur audit
untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan
Sumber: diolah
Hasil pengujian pengaruh auditor size, audit tenure, dan penerapan prosedur audit untuk
mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan terhadap kualitas audit,
ditunjukkan dengan nilai Fhitung (41,452) lebih besar dari Ftabel (2,807), karena Fhitung lebih
besar dari Ftabel maka dengan tingkat kekeliruan 5% ada alasan yang kuat untuk menolak
Ho dan menerima Ha sehingga dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa
secara bersama-sama variabel auditor size, auditor tenure, dan penerapan prosedur audit
untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan keuangan berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit. Hasil pengujian ini memberikan bukti empiris bahwa ketiga
variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kualitas
audit.
Jadi total pengaruh auditor size, auditor tenure dan penerapan prosedur audit untuk
mendeteksi risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan secara bersama-sama
terhadap kualitas audit = 7,75% + 15,76% + 49,50% = 73,00%, artinya 73,00%
perubahan kualitas audit disebabkan oleh auditor size, auditor tenure dan penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan.
Sementara 27,00% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar ketiga variabel
tersebut.
PENUTUP
Kesimpulan. Pertama. Auditor size, dan audit tenure, berpengaruh terhadap penerapan
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam atas laporan keuangan, secara
simultan dan parsial. Secara simultan, besaran pengaruh auditor size, dan audit tenure
terhadap penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas
laporan keuangan dinyatakan dalam kategori tinggi (karena saling melengkapi).
Sedangkan secara parsial, pengaruh auditor size terhadap penerapan prosedur audit untuk
mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, dinyatakan dalam
besaran sedang, hal ini diduga disebabkan karena dalam banyak hal, penerapan prosedur
audit SAS No.99 tergantung pada motivasi pribadi masing-masing auditor atau KAP dan
bukan merupakan keharusan yang ditetapkan oleh SPAP. Pada saat ini ada dualisme
dalam penerapan standar auditing di Indonesia. KAP besar yang bekerjasama dengan
KAPA, umumnya menerapkan SPAP dengan tambahan acuan terhadap SAS No. 99
(AICPA) dalam prosedur audit mereka. Hal tersebut disponsori oleh mitra KAPA mereka
untuk menghindari kemungkinan tuntutan hukum terhadap KAPA mitranya di Luar
Negeri bila terjadi gagal audit. Sangat tingginya pengaruh audit tenure terhadap
penerapan prosedur audit pendeteksian risiko kecurangan dalam audit laporan keuangan,
diduga selain disebabkan dengan semakin panjangnya masa perikatan audit, auditor akan
semakin memahami bisnis dan industri klien sehingga dapat lebih menerapkan audit
prosedur yang lebih efektif. Ditambah lagi dalam masa perikatan rotasi audit selama 3
tahun (relatif pendek), belum ada kedekatan emosi dan timbulnya loyalitas antara kedua
pihak (auditor dengan kliennya), sehingga risiko kecurangan bila ditemukan, tidak perlu
ditutup-tutupi oleh auditor. Kedua. Auditor Size, Audit Tenure, dan Penerapan Prosedur
Audit untuk Mendeteksi Risiko Kecurangan Dalam Audit Atas Laporan Keuangan
berpengaruh terhadap Kualitas Audit, secara simultan dan parsial. Secara simultan,
besaran pengaruh Auditor Size, Audit Tenure, dan Penerapan Prosedur Audit untuk
Mendeteksi Risiko Kecurangan Dalam Laporan Keuangan, terhadap Kualitas Audit
dinyatakan dalam kategori kuat (karena saling melengkapi). Sedangkan secara parsial,
rendahnya besaran, pengaruh Auditor Size terhadap kualitas audit, diduga disebabkan
oleh gencarnya pengawasan dan PPL yang dilakukan oleh pihak IAPI, BAPEPAM-LK,
dan PPAJP terhadap KAP anggota FAPM di Indonesia, sehingga kualitas audit KAP besar
dan KAP kecil terutama yang tergabung dalam FAPM hampir sama. Selanjutnya, secara
parsial, sedangnya besaran, pengaruh Audit Tenure terhadap kualitas audit, diduga
karena dengan diberlakukannya peraturan rotasi auditor yang terlalu singkat jangka
waktunya (3 tahun bagi Akuntan Publik) mengakibatkan kualitas audit yang dihasilkan
terutama dalam pemahaman bisnis klien belum mencapai tingkat ideal yang diharapkan
oleh pengguna jasa akuntan publik di Indonesia. Terakhir, secara parsial, kuatnya
besaran, pengaruh penerapan prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam
laporan keuangan auditee terhadap kualitas audit, diduga karena dengan diterapkanya
prosedur audit untuk mendeteksi risiko kecurangan dalam laporan keuangan secara lebih
efektif dengan menambah acuan pada SAS No.99, maka secara logis seluruh responden
mengakui bahwa bila penerapan prosedur audit ditambah, maka kualitas hasil audit yang
dihasilkan akan meningkat sehingga menghasilkan Laporan Keuangan Auditan yang dapat
diandalkan karena bebas dari kesalahan saji material yang disebabkan oleh kecurangan.
Saran. Berdasarkan kesimpulan hasil yang telah dikemukakan diatas, maka saran-saran
yang diajukan untuk meningkatkan kualitas audit di Indonesia adalah sebagai berikut.
Pertama. Ukuran KAP di Indonesia sebaiknya di perbesar, dan pengawasan serta
pembinaan dari pihak regulator dan organisasi profesional (IAPI) lebih ditingkatkan.
Kedua. IAPI maupun Pemerintah Indonesia agar dapat meninjau kembali aturan
mengenai rotasi auditor (mungkin pembatasan hanya diterapkan terhadap partnernya saja
seperti di Amerika Serikat dan masa rotasi sebaiknya maksimum 5 tahun). Masa perikatan
maksimum 3 tahun dirasakan masih terlalu singkat, sehingga kualitas audit hasil dari
pemahaman bisnis dan industri klien dalam waktu yang relatif singkat tersebut belumlah
sesuai dengan kondisi ideal yang diharapkan oleh para pemakai jasa akuntan publik.
Ketiga. Agar dapat lebih mendeteksi risiko kecurangan dalam audit atas laporan
keuangan, sebaiknya di dalam SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) hendaknya
IAPI memutakhirkan Seksi SA-316, atau mewajibkan setiap KAP besar maupun kecil
menerapkan prosedur audit yang lebih handal sesuai dengan SAS No.99 (AICPA).
(Catatan: Penelitian ini dilakukan dalam tahun 2011 sehingga pengadopsian SPAP
terhadap ISA dalam tahun 2013 belum dipertimbangkan).
DAFTAR RUJUKAN
Almutairi, A., Kimberly, A. D., & Skantz, T. (2009). Auditor Tenure, Auditor
Specialization, And Information Assymmetry. Managerial Auditing Journal. Vol.24.
(7); pp. 600-623.
AICPA (American Institute of Certified Public Accountants -Statements on Auditing
Standards). (2010). Practitioner’s Guide to GAAS – Section 316 (SAS No. 99 and
SAS-82), Consideration of fraud in a financial statement audit. 2010’s edition. John
Wiley & Sons, Inc., Somerset, New jersey
Arens, A. A., Best, P., Shailer, G., Fidler, B., Elder, R. J., & Beasley, M. S. (2011).
Auditing Assurance Services in Australia: An Integrated Approach. 8th edition.
Pearson Australia, NSW 2086.
----------------, Mark. S. Beasley & Randal. J. Elder. (2010). Auditing and Assurance
Services: An Integrated Approach. 13th edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice
Hall.
Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan. Press Release Menteri Keuangan
Tahun 2010 s.d. 2011 tentang Pelanggaran Akuntan Publik.
http://www.dwpkwu.go.id/Ind/. Diakses dari tanggal 1 Januari 2010 s.d. 15
Desember 2011.
Carcello, J.V., and A.L. Nagy. (2004). Audit firm tenure and fraudulent financial
reporting. Auditing: A Journal of Practice & Theory. Vol.23. (2); pp. 55-69.
Chi, W., & Huang, H. (2005). Discretionary Accruals, Audit- Firm Tenure and Audit-
Partner Tenure: Empirical Evidence from Taiwan. Journal of Contemporary
Accounting and Economics. Vol.1. Issue (1); pp. 65-92.
Casterella, J., W.R. Knechel and P.L. Walker. (2002). The Relationship of Audit Failures
and Auditor Tenure. Working paper, University of Florida.
Colbert, G., & Murray, D., (1999). State Accountancy Regulation, Audit Size and
Auditors’ Quality: An Empirical Investigation. Journal of Regulatory Economics,
Nov. 1999; Vol.16. (3); pp. 267-285.
Cooper, D. R, & Schindler, P. S., (2006). Business Research Methods. 9th edition.
International Edition. Boston, Mc Graw Hill.
Davis, L.R., B. Soo, and G. Trompeter. (2003). Auditor tenure, auditor independence and
earnings management. Working paper, Boston College.
Davidson, Ronald A., and Dean Nou . (1993). A Note of The Association Between Audit
Firm Size and Audit Quality. Contemporary Accounting Researchs. Spring pp. 479-
488
DeAngelo, L.E. (1981-a). Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting &
Economics Vol.3. (3) (December) pp: 183-199.
DeAngelo, L.E. (1981-b). Auditor Independence, “low balling”, and Disclosure
Regulation. Journal of Accounting and Economic. Vol.3. (2) (August) pp : 113-127
Deis, D.J., and G.A. Giroux. (1992). Determinants of Audit Quality in the Public Sector.
(The Accounting Review). Vol.67. (3) (July) pp: 462-479
Duff, Angus. (2004). Understanding Audit Quality: The View of Auditors, Auditees and
Investors. First published in 2004, by The Institute of Chartered Accountants of
Scotland, CA House, 21 Haymarket Yards, Edinburgh EH125BH. Great Britain,
Antony Rowe Ltd.
Dutton, J. E., J. M. Dukerich, and C. V. Harquail. (1994). Organizational image and
member identification. Administrative Science Quarterly. Vol 39. (2); pp. 239-263.
Ebrahim, Ahmed. (2001). Audit Quality, Auditor Tenure, Client Importance, and Earning
Management: An Additional Evidence, Rutgers University; http://www.papers.ssrn.
com
Francis, Jere, R. and Michael, D. Yu. (2007). The Effect of Big Four Office Size on Audit
Quality. The Accounting Review, Vol.84. (5); pp. 1521-1552. (Working paper, at
2007 Annual Meeting of the American Accounting Association).
GAO (US. Government Accountability Office). (2003). Public Accounting Firm. Report
No.GAO-03-864, http:www.gao.gov (Diakses Desember 2010).
Geiger, M.A., and K. Raghunandan. (2002). Auditor Tenure and Audit Reporting Failures.
Auditing: A Journal of Practice & Theory (March): 67-78.
Ghosh, A., and D.C. Moon. (2003). Does auditor tenure impair audit quality? Working
paper, Office of Economic Analysis, Securities and Exchange Commision.
Griffin, Paul; Adam Li & David Lont. (2009). Non-Audit Fees, Audit Tenure & Auditor
Independence: Evidence from Going Concern Opinions. Journal of Accounting and
Economics, Vol. 14: pp. 161-192.
Guy, D.M., & J.D. Sullivan. (1988). The Expectation Gap Auditing Standards. The
Journal of Accountancy, Vol.16. No.5, pp. 36-46.
Han, A., (2002). The Existence Of Expectation Gap and The Usefulness of Auditor’s
Report [On-line] Available http://www.alvinhan.com
Hayes R., Dassen R., Schilder A. & Wallace P., (2005). Principles of Auditing- An
Introduction to International Standards on Auditing. 2nd Edition, Prentice Hall,
Pearson Education Limited, Edinburg UK (p.51-52).
Healy P.M., & K.G. Palepu. (1993). The Effect of Firms' Financial Disclosure &
Strategies on Stock Prices, Accounting Horizons, Vol 7. (l), March 1993; pp. 1-11.
American Accounting Association.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), (2001). Standar Profesional Akuntan Publik. Standar
Auditing Seksi 316. Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan,
Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Jamal, K; P.E.Johnson dan R.G Berryman. (1995). Detecting Framing Effect in Financial
Statemnet. Contemporary Accounting Research. 12: 85-105
Jerry L Tunner; Theodore J. Mock & David Manry. (2008). Does Increased Audit Partner
Tenure Reduce Audit Quality?. Journal of Accounting, Auditing and Finance, Vol
23 (4).
Johnson, V.E., I.K. Khurana, and J.K. Reynolds. (2002). Audit-Firm Tenure and The
Quality of Financial Report. Contemporary Accounting Research (Winter): 637-660.
Knechel, W. Robert & Ann Vanstraelen. (2007). The Relationship between Auditor
Tenure and Audit Quality Implied by Going Concern Opinions. Auditing: Journal of
Practice & Theory, Vol. 26 (1), pp. 113-131.
Krishnan, Gopal, V. (2003). Audit Quality and The pricing of Discretionary Accounting
Accruals. Working Paper. 1-35. Accounting Horizon. Vol. 17 (Supplement); pp.1-
16.
Lin, Jerry W. and Mark I. Hwang, (2010). Audit Quality, Corporate Governance, and
Earnings Management: A Meta- Analysis. International Journal of Auditing, Vol.14
(1); pp. 55-77.
Loebbecke. J.K., M.M. Eining and J.J. Willingham. (1989). Auditors Experience with
Irregularities: Frequency, Nature and Detectability. Auditing: A Journal of Pratice &
Theory, Vol.9 (Fall); pp. 1-28
Nazir, Moh. (2011). Metode Penelitian. Cetakan ketujuh, Oktober 2011, Penerbit Ghalia
Indonesia, Ciawi-Bogor, 16720.
Paino, Halil, Smith, M., & Ismail, Z., (2010). The Search for Audit Quality, Impairment of
Audit Quality. Published by LAP Lambert Academic Publishing AG & Co.
Germany. (p.37-38).
Pakenko, Boris. (2003). Fraudulent Financial Reporting; Ways to Detect and Interpret The
Warning Signals. International Business Standard and Corporate Governance.
Training Paper, Ukraine. USAID. September 2003.
Shockley R. A. , (1981). Perceptions of Auditors Independence: An Empirical Analysis.
The Accounting Review. Vol.56. (4), (October); pp. 785-800.
Sinason, D.H., J.P. Jones, & S.W. Shelton. (2001). An Investigation of Auditor and Client
Tenure. Mid-American Journal of Business, Vol. 16, (2), pp. 31-40.
Sukrisno Agoes. (2005). Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik.
Jilid. I-II. Edisi 3. Cetakan Ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Suzy Novianti. (2008). Skeptisme Profesional Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan.
Jurnal Akuntansi Keuangan Indonesia. Vol.5. (1), Juni 2008; pp. 102-125.
Sugiyono. 2011. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Edisi ke 12, Februari
2011. Penerbit CV. Alfabeta, Gegerkalong , Bandung.
Widagdo, Lesmana, dan Irwandi. (2002). Analisis Pengaruh Atribut- Atribut Kualitas
Audit terhadap Kepuasan Klien (Studi Empiris pada Perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta). SNA 5 Semarang. Pp.560-574.
Zimbelman, M,F, (1997). The Effects of SAS No. 82 on Auditor Attention to Fraud Risk
Factors and Audit Planing Decisions. Journals of Accounting Research (Supplement:
75-97).