Eksistensi Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon Di Era Globalisasi

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

p-ISSN : 2655-7304

e-ISSN : 2655-8963

Eksistensi Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon di Era Globalisasi


Triani Widyanti1,Tetep2
Institut Pendidikan Indonesia
Fakultas Ilmu Sosial Bahasa dan Sastra
[email protected], [email protected]

Abstract

This study aims to examine the legends that live among the Sancang Forest community, which is devoted to research on
the existence of kanuragan raku pakuwon science. Sancang forests in the South Garut region, save many mystery legends
which in turn affect the attitude of life in the surrounding community. The sacred views on the sancang forest and the
greatness of their ancestors, namely Prabu Siliwangi, have given birth to attitudes that glorify nature and all its legacy.
Various traditional abstinence and belief in extraordinary power for human dignity, born from attitudes and sacred
views about the forest and karuhun (ancestors), so that local wisdom emerged in the local community in addressing and
preserving the natural environment and all aspects of its ritual. Along with the development of the era in the current era
of Globalization, the values of local wisdom in the development of Rajah Pakuwon Kanuragan Science seems to have
shifted, but some people still preserve it. This research was conducted using qualitative methods, with a phenomenological
approach. Through this approach, all forms of social phenomena that arise in research studies can be exposed to the
deeper meaning of a phenomenon, in this case the meaning of a pakuwon-kanuragan science for the people of South
Garut.

Keyword : Kanuragan Rajah Pakuwon, Sancang Jungle, Local Wisdom, Globalization Era.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji legenda yang hidup dikalangan masyarakat kawasan Hutan Sancang, yang
dikhususkan pada penelitian tentang keberadaan ilmu kanuragan rajah pakuwon. Hutan sancang di wilayah Garut
Selatan, menyimpan banyak misteri legenda yang pada gilirannya mempengaruhi sikap hidup masyarakat di sekitarnya.
Pandangan-pandangan sakral tentang Hutan sancang serta kebesaran leluhur mereka yakni Prabu Siliwangi, telah
melahirkan sikap yang memuliakan alam dan semua peninggalannya. Berbagai pantangan adat serta keyakinan akan
kekuatan luar biasa bagi kedigjayaan manusia, lahir dari sikap dan pandangan sakral tentang hutan dan karuhun
(leluhur), sehingga muncul kearifan lokal masyarakat setempat dalam menyikapi dan melestarikan lingkungan alam dan
segala aspek ritualnya. Seiring dengan perkembangan zaman di era Globalisasi saat ini, nilai-nilai kearifan lokal dalam
pengembangan Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon nampaknya mengalami pergeseran, akan tetapi sebagian masyarakat
masih melestarikannya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan fenomenologi.
Melalui pendekatan ini, segala bentuk fenomena sosial yang muncul dalam kajian penelitian dapat dipaparkan hingga
menyentuh kepada pemaknaan yang lebih dalam pada suatu fenomena, dalam hal ini adalah kebermaknaan sebuah ilmu
kanuragan rajah pakuwon bagi masyarakat Garut Selatan.

Kata Kunci : Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon, Hutan Sancang, Kearifan Lokal, Era Globalisasi

I. PENDAHULUAN
Dalam studi kebudayaan, pada hakikatnya legenda menempati posisi yang cukup penting terutama
dalam aspek fungsi dan perannya dalam kehidupan masyarakat. Melalui pengkajian terhadap legenda,
akan diperoleh informasi atau gambaran yang komprehensif mengenai kondisi sosial budaya suatu
masyarakat terkait dengan sikap dan pandangan, serta perilaku ritualnya.
Masyarakat Sunda di wilayah Pameungpeuk-Garut Selatan pada umumnya, memiliki ikatan
psikologis yang cukup kuat dengan legenda Sancang dan cerita Sri Baduga Maha Raja atau Prabu
Siliwangi melalui situs dan cagar budaya yang terdapat di wilayah tersebut. Berbagai legenda maupun
bukti-bukti sejarah tentang keberadaan Sancang sebagai tempat pelarian terakhir Prabu Siliwangi akibat
kejaran putranya prabu Kiansantang melekat cukup kuat dalam tradisi budaya masyarakat setempat.
Munculnya konsep leuweung larangan (Hutan Terlarang) yang kemudian sangat di jaga oleh penduduk
turut pula memunculkan keyakinan lain tentang sebuah filosofi ilmu yang bersifat supranatural yang
sering disebut dengan istilah ilmu Kanuragan.

68
p-ISSN : 2655-7304
e-ISSN : 2655-8963

Secara umum, ilmu kanuragan cenderung tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat Jawa.
Pada masa lalu, berbagai jenis ilmu kanuragan turut mewarnai nilai-nilai budaya dalam suatu kelompok
masyarakat, baik itu masyarakat pedalaman maupun masyarakat di pesisir pantai. Setiap keluarga bahkan
mungkin setiap orang, seolah-olah diwajibkan untuk memiliki dasar ilmu kanuragan. Hal ini terutama
terjadi dalam kurun waktu antara masa pra penjajahan, masa penjajahan, masa awal kemerdekaan, dan
masa munculnya berbagai bentuk aksi pemberontakan.
Pada dasarnya setiap daerah memiliki ciri khas atau karakteristik ilmu kanuragan. Ilmu-ilmu tersebut
diyakini memiliki keunggulan dan kehebatan yang berbeda-beda, akan tetapi terdapat kesamaan dalam
memperoleh hasilnya yaitu bahwa orang yang mempelajari ilmu kanuragan akan memiliki kekebalan
terhadap segala sesuatu yang membahayakan. Apabila menilik pada kurun waktu perkembangan ilmu
kanuragan, maka nampaknya tujuan dari mempelajari ilmu kanuragan adalah untuk membentengi diri dan
keluarga dari ancaman bahaya yang rentan akan menyerang baik selama penjajahan maupun pada masa
awal kemerdekaan. Salah satu ilmu kanuragan yang cukup terkenal dan diminati oleh masyarakat Sunda
adalah Ilmu KanuraganRajah Pakuwon. Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon merupakan ilmu kanuragan
yang menjadi ciri khas dari wilayah Sancang Garut. Meski demikian, ilmu ini dapat diperoleh di wilayah
lain diluar Sancang, dengan syarat-syarat tertentu.
Diskursus tentang ilmu kanuragan Rajah Pakuwon Sancang dalam konteks era masa lalu maupun
masa kini sepertinya menjadi tema yang menarik untuk didiskusikan. Hal yang menjadi daya tarik adalah
perspektif makna dan peran serta kiprah para pengguna Ilmu Kanuragan selama ini. Berbagai fakta
historis mencatat bahwa llmu kanuragan Rajah Pakuwon dengan berbagai simbolnya telah menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat Sancang Pameungpeuk Garut, baik pada masa
silam maupun masa kini.
Akan tetapi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat di era
Globalisasi memunculkan dampak terjadinya perubahan sosial dan budaya masyarakat di hampir setiap
wilayah, tidak terkecuali masyarakat sekitar Sancang Garut. Kemudahan mengakses berbagai informasi
dari penggunaan media massa online maupun media sosial pada gilirannya telah turut pula merubah
pandangan masyarakat terhadap arti dari nilai-nilai kearifan lokal. Hal tersebut nampaknya juga
berdampak pada keberadaan Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon. Berdasarkan pemaparan tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai eksistensi ilmu kanuragan rajah pakuwon
yang berkembang di wilayah Pameungpeuk Garut Selatan ditengah gempuran era globalisasi dewasa ini.

II. KAJIAN PUSTAKA

Kajian Lokal Wisdom tentang Kanuragan di Era Globalisasi

• Kearifan Lokal
Kearifan lokal dapat diartikan sebagai kearifan dalam kebudayaan tradisional suku-suku bangsa.
Setiap suku bangsa memiliki nilai-nilai kearifan lokal, baik yang tumbuh dari budaya tradisional
setempat, sebagai hasil adopsi budaya dari luar (termasuk adopsi nilai ajaran Agama) maupun
sebagai hasil adaptasi budaya dari luar terhadap tradisi setempat (Sedyawati, 2006). Kearifan
lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam
komunitasnya (Geertz, 2007). Kearifan lokal (local wisdom atau local genius) merupakan
pemikiran atau ide setempat (lokal) yang mengandung nilai-nilai bijaksana, kreatif, kebaikan,
yang terinternalisasi secara turun temurun (mentradisi). Kearifan lokal adalah identitas atau
kepribadian budaya sebuah bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan
mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lai menjadi watak dan kemampuan sendiri
Wibowo (2015:17). Identitas dan Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan
hidup masyarakat sekitar agar tidak terjadi pergesaran nilai-nilai. Kearifan lokal adalah salah satu
sarana dalam mengolah kebudayaan dan mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak
baik. Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab

69
p-ISSN : 2655-7304
e-ISSN : 2655-8963

berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dalam bahasa asing sering juga
dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat local wisdom atau pengetahuan setempat “local
knowledge” atau kecerdasan setempat local genious (Fajarini ,2014:123). Hal senada juga
diungkapkan oleh Alfian (2013: 428) Kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan
pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka. Selanjutnya Istiawati (2016:5)
berpandangan bahwa kearifan lokal merupakan cara orang bersikap dan bertindak dalam
menanggapi perubahan dalam lingkungan fisik dan budaya. Suatu gagasan konseptual yang hidup
dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat
dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian
keseharian dari hidup dan sifatnya biasa-biasa saja). Kearifan lokal atau local wisdom dapat
dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

• Era Globalisasi
Para pemikir barat menyatakan bahwa globalisasi adalah sebagai suatu proses kehidupan yang
serba luas dan meliputi segala aspek kehidupan, seperti politik, ideologi, sosial budaya,ekonomi
yang dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia di dunia (tanpa batas) (Syarbaini, 2015: 262).
Selain itu, Giddens (1991: 64) mengartikan globalisasi sebagai intensifikasi hubungan sosial
dunia yang menghubungkan tempat-tempat jauh sehingga peristiwa disuatu tempat dapat
dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di tempat lain sekian kilometer jauhnya dan sebaliknya.
Globalisasi juga diartikan sebagai proyek negara-negara Adikuasa untuk menjalankan
perekonomian kapitalis. Negara-negara yang kuat dan kaya akan mengendalikan ekonomi dunia
dan negara-negara yang kecil makin tidak mampu bersaing. Sebab itu globalisasi cenderung
berpengaruh terhadap perekonomian dunia bahkan berpengaruh terhadap aspek kehidupan lain
seperti agama dan budaya. Sehingga Globalisasi sering diartikan sebagai proses yang
menghasilkan dunia tunggal (Robertson dalam Sztompka, 2007: 101). Globalisasi memiliki
dimensi ideologi dan teknologi. Dimensi teknologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan
dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia (Friedman, 2005).
Globalisasi adalah sebuah proses sosial dimana halangan-halangan bersifat geografis pada tatanan
social budaya semakin menyusut dan setiap orang kian sadar bahwa mereka semakin dekat satu
sama lain (Waters, 2001). Secara umum globalisasi merupakan sebuah proses dimana ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat sehingga dapat merangkul setiap
orang kedalam satu dunia yang utuh dan universal.

III. METODE PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan fenomenologi untuk
menyelidiki hal-hal yang terdapat dalam lingkungan alami (natural settings), dan mencoba
menginterpretasi fenomena tersebut. Alat pengumpul data penelitian menggunakan observasi, wawancara,
dokumentasi, dan triangulasi. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah partisipan dan untuk
menambah jumlah partisipan digunakan teknik snowball sampling, yaitu suatu teknik untuk menambah
jumlah partisipan dengan meminta kepada partisipan yang telah diwawancarai atau pihak lain yang terkait
untuk merekomendasikan (Creswell, 1998). Sedangkan sumber data sekunder diperoleh melalui data-data
pendukung yang relevan dengan konteks penelitian. Informasi yang diperoleh peneliti bersumber dari
keterangan mengenai permasalahan yang akan diteliti.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

• Konsep dan Gagasan Dasar Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon


Kata Kanuragan dalam bahasa Jawa berarti Ilmu yang memiliki fungsi sebagai alat untuk menjaga
atau membela diri secara supranatural, mencakup kemampuan diri untuk bertahan (kebal) terhadap

70
p-ISSN : 2655-7304
e-ISSN : 2655-8963

berbagai ancaman dan bahaya serta kemampuan menyerang dengan kekuatan luar biasa diluar nalar
manusia pada umumnya. Secara garis besar konsep dari Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon adalah
suatu ilmu yang memiliki kekuatan magis luar biasa yang dapat digunakan sebagai alat untuk
menjaga diri.
Secara historis, Ilmu Kanuragan Rajah Pakuwon tidak dapat dilepaskan dari legenda Prabu
Siliwangi dan Pasukan Macan Putih yang melakukan Moksa di wilayah hutan sancang. Sehingga
pada gilirannya, ilmu tersebut dikenal juga sebagai ilmu macan putih atau Pamacan Sancang.
Moksa berasal dari kata Sansakerta yang digunakan sebagai salah satu konsep agama Hindu dan
Buddha, yang mengandung arti Lepas atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari
putaran reinkarnasi atau purnabawa kehidupan, dengan kata lain moksa merupakan tujuan akhir
dalam agama Hindu. Sesuai dengan catatan sejarah, bahwa agama yang dianut oleh Prabu Siliwangi
dan pasukannya pada masa itu adalah agama Hindu, yang tidak bersedia masuk Islam dan
melarikan diri dari kerajaannya dan pada akhirnya melakukan moksa. Secara garis besar ilmu rajah
pakuwon / pamacan sancang merupakan ilmu kekebalan tubuh dari serangan senjata tajam, senjata
api maupun serangan yang bersifat magis.
Menurut legenda yang berkembang di masyarakat, pemilik ilmu kanuragan ini akan dapat memiliki
kedigjayaan baik selama hidup maupun pada saat meninggal dunia, sebab keistimewaan dari ilmu
ini salah satunya adalah munculnya keyakinan bahwa pemilik ilmu akan tetap hidup dalam bentuk
lain yakni Macan Putih setelah mengalami kematian.
Ilmu kanuragan Rajah Pakuwon merupakan ilmu kewibawaan yang termasuk dalam kategori ilmu
tingkat tinggi dan sangat terkenal dikalangan masyarakat Sunda pada umumnya. Ilmu ini tidak
hanya dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berdasarkan ikatan keluarga, namun juga
dapat dipelajari dan dimiliki oleh siapa saja yang memiliki ketertarikan terhadap penguasaan ilmu
tersebut. Pewarisan ilmu kanuragan dapat dilakukan dengan berbagai cara, adapun bentuk dari ilmu
tersebut oleh masyarakat Sancang disebut sebagai Khodam Macan Putih. Kata Khodam sendiri
berasal dari bahasa Arab yang artinya pembantu, penjaga atau pengawal. Berdasarkan hal tersebut
maka makna dari khodam adalah media yang digunakan manusia untuk membantu atau menjaga
mereka dari segala macam bentuk ancaman.

• Karakteristik Perilaku dan Jejak Artefak


Pemilik Ilmu kanuragan Rajah Pakuwon diyakini akan memperoleh berbagai bentuk kewibawaan
yang luar biasa, bahkan tidak jarang mereka yang memiliki ilmu tersebut akan muncul sebagai
orang yang sangat disegani dan bahkan dihormati karena kesaktian yang dimiliknya. Pada
perkembangannya, pemilik ilmu ini juga dikenal dengan sebutan jawara yang kemudian
bertransformasi menjadi pemimpin tradisional dalam struktur sosial. Jawara dimaknai sebagai
individu maupun kolektivitas kultural yang mempunyai struktur jaringan organisasi yang berbasis
pada bentuk kekeluargaan, keturunan, ilmu silat dan kanuragan, spiritual, kekerasan dan
kemampuan dalam mengelola ekonomi, bisnis, dan budaya sehingga berpotensi untuk melakukan
penetrasi sosial maupun politik terhadap anggota masyarakat lainnya maupun institusi pemerintah
(Bandiyah, 2010). Dalam struktur sosial, jawara dengan kondisi objektif pada masa lalu sebagai
pemimpin desa, penjaga keamanan desa, maupun menjadi guru silat dan guru magis (Hudaeri,
2001)
Perilaku tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa mereka yang berhasil menguasai ilmu tersebut
tidak akan dapat dikalahkan secara mudah oleh lawan dan musuh. Adapun cara yang biasa
digunakan untuk memperoleh ilmu tersebut adalah dengan melakukan Puasa Mutih dan Tirakat
selama 40 hari. Puasa Mutih adalah berpuasa atau berpantang makan dan minum apa saja kecuali
nasi putih dan air putih. Jenis puasa ini biasanya dikenal di lingkungan penganut kejawen dan
praktisi supranatural dengan tujuan untuk mendapatkan ilmu gaib, keberhasilan maksud serta tujuan
dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan Tirakat adalah melakukan pertapaan atau semedi
di sekitar wilayang hutan sancang dengan mengamalkan berbagai bacaan atau jimat yang diberikan
oleh guru spiritual nya, dan harus dilakukan selama 40 hari 40 malam tanpa jeda. Seseorang yang

71
p-ISSN : 2655-7304
e-ISSN : 2655-8963

berhasil melakukan seluruh tata cara yang diharuskan tersebut, kemudian diyakini akan dapat
berhasil memasukan ilmu pamacan kedalam jiwa nya. Seseorang yang memiliki ilmu ini diyakini
akan berubah menjadi harimau putih setelah wafat, ditandai dengan munculnya cekungan yang
cukup besar disebelah makam tempat pemilik ilmu tersebut dikebumikan.

Adapun bentuk jimat yang akan dimiliki oleh seseorang yang telah memperoleh ilmu kanuragan
rajah pakuwon ini biasanya adalah batu ali ataupun keris. Berdasarkan hasil wawancara paling tidak
diketahui terdapat sedikitnya lima jejak artefak peninggalan Prabu Siliwangi yang diyakini erat
kaitannya dengan kamampuan ilmu kanuragan tersebut. Kelima artefak itu adalah (1) Kujang
Macan Putih Siliwangi; (2) Pusaka Kujang Alam Gaib; (3) Mustika Dewi Kembang; (4) Mustika
Macan Kembar; (5) Keris Naga Runting. Peninggalan berupa artefak tersebut kemudian disimpan
dan dijaga oleh pemilik ilmu kanuragan Rajah pakuwon untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.

• Transformasi dan Eksistensi Ilmu di era Globalisasi


Transformasi merupakan perpindahan atau pergeseran suatu hal kearah yang lain atau baru tanpa
mengubah struktur yang terkandung didalamnya, meskipun dalam bentuknya yang baru telah
mengalami perubahan. Kerangka transformasi budaya adalah struktur dan kultur (Yunus, 2013).
Ilmu kanuragan Rajah Pakuwon memiliki jejak yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah
masyarakat Sancang Garut. Dikenal sebagai ilmu hikmah yang sangat melegenda, masyarakat
Sunda pada umumnya mengenal kejayaan ilmu kanuragan rajah pakuwon sebagai warisan budaya
yang patut dilestarikan. Selain untuk kepentingan pewarisan budaya, mereka juga meyakini bahwa
mendalami ilmu tersebut dapat memberikan keuntungan tersendiri bagi diri, keluarga, dan
masyarakat sekitar yang membutuhkan pertolongan. Keuntungan tersebut berkaitan dengan
kekuatan yang dapat digunakan untuk melindungi diri dan bahkan orang lain dari kejahatan atau
ancaman yang mungkin akan muncul dan mengganggu keamanan dan keselamatan.
Pada masa lalu, ilmu kanuragan rajah pakuwon memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pendidikan dari satu generasi ke generasi. Hal ini terutama karena setiap keluarga meyakini bahwa
dengan menggunakan ilmu ini dan mewariskannya kepada generasi selanjutnya adalah suatu
keharusan untuk menjaga dan mengamankan kehidupan mereka dari situasi kehidupan yang
dianggap sangat sulit dan keras. Mereka menganggap bahwa apabila ilmu tersebut tidak dikuasai
maka mereka akan menjadi tertindas dan tidak akan dapat melakukan perlawanan terhadap segala
bentuk kejahatan dan ketidakadilan. Ilmu kanuragan rajah pakuwon tidak hanya dipelajari oleh
para pria, tetapi juga para wanita yang juga diharuskan untuk melindungi diri dan keluarganya.
Pada perkembangannya, para pemelihara ilmu ini bertransformasi sebagai jawara. Jawara
didefinisikan sebagai pahlawan yang berjuang melawan penjajahan kolonial Belanda dan membela
orang-orang yang lemah, they were often involved in actions against government officials (Sartono,
1996:110-111 dalam Ensering, 1995).
Seiring dengan perkembangan zaman di era globalisasi saat ini yang salah satunya ditandai dengan
kemajuan teknologi yang semakin canggih turut mempengaruhi cara hidup masyarakat di hampir
semua wilayah. Demikian pula dengan masyarakat sekitar hutan sancang saat ini. Berbagai
kemudahan mengakses informasi dari kemajuan teknologi yang semakin berkembang turut
mempengaruhi pandangan hidup mereka. Hal ini secara langsung berdampak pada menurunnya
tingkat kepercayaan terhadap hal-hal yang dianggap tidak logis, termasuk terhadap ilmu kanuragan
rajah pakuwon yang syarat dengan nuansa supranatural. Meskipun demikian tidak serta merta ilmu
kanuragan ini hilang, beberapa orang masih sangat meyakini bahkan turut melestarikannya melalui
pendalaman ilmu tersebut, namun jumlah nya saat ini tidak sebanyak pada masa lalu. Hal tersebut
merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan eksistensi ilmu warisan leluhur demi
terwujudnya kearifan lokal.
Kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal yang dijiwai oleh masyarakatnya, namun sejalan
dengan perubahan sosial kultural yang demikian cepat, kebudayaan lokal yang yang menyimpan

72
p-ISSN : 2655-7304
e-ISSN : 2655-8963

kearifan lokal sebagaimana sinyalemen para ahli sebagian telah tergerus oleh kebudayaan global
(Smiers, 2009). Budaya globalisasi yang beriringan dengan perkembangan kapitalisme telah
menciptakan budaya yang berjarak dengan nilai-nilai kearifan lokal. Dalam hal ini pewarisan ilmu
kanuragan rajah pakuwon yang memiliki nilai-nilai adiluhung telah terkontaminasi oleh dinamika
perkembangan global. Sehingga dalam perkembangannya ilmu kanuragan rajah pakuwon telah
terdegradasi serta hanya menghasilkan output yang artifisial, formalistik, dan ahistoris.

V. PENUTUP
Interpretasi objektif jawara rajah sebagai kekuatan budaya masyarakat sancang saat ini tidak terlepas
dari kultur sejarah jawara rajah pada masa lalu. Nilai-nilai luhur yang telah berakar dan diwariskan
secara turun temurun termanifestasikan dalam budaya lokal yang menjadi ciri khas dan karakter
masyarakat setempat. Sejarah ilmu kanuragan rajah pakuwon yang melegenda pada masa lalu yang
disertai dengan cerita kepahlawanan, kekuatan, dan hitam putihnya merupakan bagian dari karakteristik
yang menandai bahwa Sancang pada masanya pernah memiliki sebuah peradaban sejarah yang dinamis
disertai dengan nilai-nilai adiluhung yang kesemuanya harus dihormati, dihargai dan diteladani.
Kemajuan zaman yang semakin berkembang dengan segala macam tantangannya seharusnya tetap
dapat memberikan ruang kepada nilai-nilai kearifan lokal agar terjaga eksistensinya. Ilmu Rajah Pakuwon
sebagai salah satu dari banyaknya kearifan lokal Sancang memiliki nilai-nilai positif selain dari hal-hal
yang kemudian dianggap menyimpang. Nilai positif dari ilmu kanuragan ini adalah sebagai bentuk
penjagaan diri dan lingkungan dari ancaman bahaya serta kemampuan manusia untuk menyelaraskan diri
dengan alam. Adapun hal-hal yang dianggap menyimpang seperti penyalahgunaan ilmu untuk sesuatu
yang tidak baik harus ditinggalkan dan dicari solusi yang tepat. Upaya-upaya tersebut diharapkan akan
mampu mendorong keberlangsungan ilmu rajah pakuwon sebagai bagian dari nilai kearifan lokal khas
Hutan Sancang.

VI. DAFTAR PUSTAKA

[1] Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five
Tradition, Qualitative Health Research
[2] Friedman, T.L 2005. It’s A Flat the World, After All. New York Time Magazine. April 3, 2005.
[3] Giddens, Anthony (1991) Modernity and Self-Identity. Self and Society in the Late Modern Age.
Cambridge: Polity (publisher)
[4] Hudaeri, Muhammad. 2001. Tasbih dan Golok (Studi Kharisma Kyai dan Jawara di Banten).
Serang Banten: STAIN
[5] Sedyawati, Edy. 2006. Budaya Indonesia (Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah). Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
[6] Smiers, Jost. 2009. Art Under Prusser. Memperjuangkan Keanekaragaman Budaya di Era
Globalisasi. Terjemahan Umi Haryati. Yogjakarta : Insist Press
[7] Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi perubahan sosial. Jakarta : Prenada
[8] Syarbaini. Syahrial. 2014. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi (Implementasi Nilai-nilai
Karakter Bangsa). Jakarta: Ghalia Indonesia.
[9] Waters, M. 1995. Globalization. 2nd Edition. Taylor and Francis Group. London.
[10] Wibowo, A dkk. 2015. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah. Yogjakarta:
Pustaka Pelajar
[11] Alfian, Magdalia. (2013). “Potensi Kearifan lokal dalam Pembentukan Jati Diri dan Karakter
Bangsa”. Prosiding The 5 thn ICSSIS; “Ethnicity and Globalization”, di Jogyakarta pada
tanggal 13-14 Juni 2013.
[12] Bandiyah. 2010. Evolusi Jawara di Banten (Studi Evolusi dari Bandit menjadi Jawara). Jurnal
Interaktif Universitas Brawijaya. Vol 1, No.2,pp.111

73
p-ISSN : 2655-7304
e-ISSN : 2655-8963

[13] Ensering, Else. 1995. Banten in Times of Revolution, In: Archipel, volume 50, 1995. Banten
Histoire d’une region.pp. 131-163
[14] Fajarini,Ulfah. 2014. “Peranan Kearifan Lokal Dalam Pendidikan Karakter”. Jurnal Sosio
Didaktika; Vol.1, No.2. (http://journal.uinjkt,ac,id/SOSIOFITK/article/viewFile/1225/1093)
[15] Geertz. 2007. ”Local Wisdom in Education”. Journal of Education. .http://www. ied.edu.hk/cric/
[16] Istiawati, Novia Fitri. (2016). Pendidikan karakter berbasis niali-nilai kearifan local adat
ammatoa dalam menumbuhkan karakter konservasi. e-ISSN. 10 (1). Hlm 1- 17
[17] Yunus, Rasid. 2013. Transformasi Nilai-nilai Budaya Lokal Sebagai Upaya Pembangunan
Karakter Bangsa : Jurnal Penelitian Pendidikan UPI

74

You might also like