JURNAL Tingkal Indonesia

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm.

145-158, Juni 2016

KARAKTER MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI MOLEKULER DENGAN MARKA


GEN CO1 PADA MIMI (Tachypleus gigas) DI PERAIRAN UTARA PULAU JAWA

MORPHOLOGICAL CHARACTER AND MOLECULAR IDENTIFICATION WITH COI


GENE MARKER OF HORSESHOE CRABS (Tachypleus gigas) AT COASTAL WATERS
OF NORTHERN JAVA ISLAND

Lusita Meilana1*, Yusli Wardiatno2, Nurlisa A Butet2, dan Majariana Krisanti2


1
Sekolah Pascasarjana, P.S. Pengelolaan Sumber Daya Perairan, IPB, Bogor
2
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK-IPB, Bogor
*
E-mail: [email protected]

ABSTRACT
The existence of horseshoe crabs Tachypleus gigas is currently on the threatened condition and its
population status is also unclear. The objectives of this research were to asses the horseshoe crabs
morphological characters and to identify based on molecular marker of Cytochrome Oxydase Subunit
I (COI) gene. The samples were collected from five locations (Segara Menyan Subang, Ujung Kulon
Banten, Tambak Lorok Semarang, Betah Walang Demak, and Kenjeran Surabaya) in October 2014
until June 2015. A total of 27 parameters for 62 individuals were used to determine connectivity and
character identifier among populations. Data were tested using non-parametric analysis. While, the 5
individuals from each sites were used for molecular analysis including several stages of the DNA
extraction, DNA electrophoresis, amplification and visualization of DNA fragments, and DNA
sequencing. The results obtained based on morphological characters that T. gigas of Surabaya formed
a unique group due to its body size (X1-X2 and X4-X16) was larger than the other 5 body parts (X22,
X23, X26-X28) of Semarang, Demak, Subang, and Banten. According to molecular results, there were
650 bp conserve nucleotide sequences. Analysis using software MEGA 5.0 showed that there were 73
existence of specific nucleotide sites that can be used to distinguishes between T. gigas in-groups and
out-groups (T. gigas from Central Arabian Sea, T. tridentatus from Sweden, and Carcinoscorpius
rotundicauda from USA).

Keywords: horseshoe crabs, Java coast, morphology, identification molecular, CO1 gene.

ABSTRAK
Keberadaan spesies mimi T. gigas saat ini sudah pada kondisi terancam dan status populasinya juga
belum diketahui dengan jelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti karakteristik morfologi
mimi berdasarkan 27 karakter morfologi dan mengidentifikasi mimi berdasarkan marka gen Cyto-
chrome Oxydase Subunit I (COI). Sampel diambil dari lima lokasi (Segara Menyan Subang, Ujung
Kulon Banten, Tambak Lorok Semarang, Betah Walang Demak, dan Kenjeran Surabaya) pada bulan
Oktober 2014 sampai Juni 2015. Sebanyak 27 karakter morfologi dari 62 individu digunakan untuk
mengetahui konektivitas dan karakteristik antar populasi. Pengujian data dilakukan dengan
menggunakan analisis non-parametrik. Sedangkan, 5 individu dari masing masing lokasi digunakan
untuk analisis molekuler yang meliputi beberapa tahapan diantaranya yaitu ekstraksi DNA genomik,
elektroforesis DNA, amplifikasi dan visualisasi fragmen DNA, serta sekuensing DNA. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa T. gigas Surabaya membentuk kelompok tersendiri karena memiliki
ukuran tubuh (X1-X2 dan X4-X16) lebih besar dan 5 anggota tubuh (X22, X23, X26-X28) yang relatif
lebih besar dibandingkan Semarang, Demak, Subang, dan Banten. Tidak terdapat konektivitas antar
populasi berdasarkan karakter mor-fologi. Dihasilkan nukleotida dengan panjang 650 pb bersifat
conserve. Analisis menggunakan soft-ware MEGA 5.0 menunjukkan sebanyak 73 situs spesifik yang
merupakan penciri yang membedakan T. gigas in groups dengan T. gigas dari Central Arabian Sea, T.
tridentatus dari Sweden dan Car-cinoscorpius rotundicauda dari USA sebagai outgroups.
Kata kunci: mimi, pesisir Pulau Jawa, morfologi, identifikasi molekuler, gen CO1.

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 145
Karakter Morfologi dan Identifikasi Molekuler . . .

I. PENDAHULUAN darah L. polyphemus digunakan oleh industri


medis untuk mensterilkan produk medis dan
Mimi atau Belangkas merupakan he- farmasi (Hurton, 2003) karena dalam darah-
wan dari famili Limulidae yang dikenal nya mengandung Limulus Amebocyte Lysate
sebagai living fossils dan phylogenetic relicts (LAL) yang dapat mendeteksi endotoksin
(Selander et al., 1970). Hewan ini telah me- pada darah manusia begitu juga dengan ge-
ngalami diversifikasi sejak zaman paleogene nus Tachypleus menghasilkan Tachyplesin
(65-23 Mya) (Obst et al., 2012) dan di Indo- Amoebocyt Lysate (TAL) yang dapat mende-
nesia merupakan salah satu sumber daya ge- teksi endotoksin bakteri Gram negatif, men-
netik yang dilindungi sesuai dengan SK deteksi endotoksin darah manusia, dan meng-
Menteri Kehutanan No. 12/Kpts-II/1987 dan uji obat bahwa bebas dari bakteri patogen se-
Peraturan Pemerintah RI No. 7/1999 (Mulya, belum dikonsumsi oleh manusia (Novitsky,
2004; Rubiyanto, 2012). Hingga saat ini, 1994). Sel darah C. rotundicauda sebagai
empat spesies mimi yang masih ada di dunia, imun aktif saat terjadi infeksi (Ding et al.,
yaitu Limulus polyphemus (Linnaeus, 1758) 2005) dan menghasilkan Carcinoscorpius
hanya terdapat di pantai Atlantik Amerika Amoebocyt Lysate (CAL) (Novitsky, 1994).
Utara (Walls et al., 2002), dan ke-3 lainnya Secara ekologi, mimi memiliki peran-
merupakan spesies Asia, yaitu Tachypleus gi- an dalam penyeimbang rantai makanan dan
gas (Muller, 1785), Tachypleus tridentatus sebagai sumber protein bagi setidaknya 20
(Leach, 1892), dan Carcinoscorpius rotundi- spesies burung pantai yang bermigrasi (Dietl
cauda (Lattreille, 1802) (Christianus and et al., 2000; Harrington, 2001; Beekey et al.,
Saad, 2007; Lee and Morton, 2005). Kebera- 2013). Mimi juga berperan sebagai biotur-
daan ketiga spesies Asia tersebut dinyatakan bator dan mengendalikan hewan bentik in-
near threatened oleh IUCN (2010), threate- vertebrata (Smith, 2007; John et al., 2012).
ned (2014) dan data deficient (2015), se- Selain itu, mimi juga dikonsumsi oleh mo-
dangkan untuk L. polyphemus adalah lower nyet mangrove (Macaca fascicularis) (Rubi-
risk/near threatened (IUCN, 2015). yanto, 2012).
Mimi merupakan hewan yang memi- Mimi mempunyai risiko kepunahan
liki peranan penting, baik secara ekonomi yang tinggi akibat adanya degradasi habitat,
maupun ekologi. Secara ekonomi, mimi di- reklamasi, pencemaran, perburuan komersial
manfaatkan sebagai hewan umpan untuk me- (Mishra, 2009), hilangnya habitat dan sumber
nangkap ikan sembilang (Euristhmus micro- makanan, perubahan kondisi air, serta pe-
ceps) di Perairan Kuala Tungkal Jambi (Ru- ningkatan predasi (Hu et al., 2009). Seperti
biyanto, 2012), belut (Anguilla rostrata), si- yang terjadi di India, Hongkong dan Singa-
put besar (Ferari and Targett, 2003), dan pura (Shin et al., 2009; Taylor et al., 2011).
whelk (Busycon carica dan B.canaliculatum) Tahun 1990 populasi mimi T. gigas di Bal-
(Novitsky et al., 2002). Ratusan mimi setiap ramgari India tercatat sebanyak 306 individu
minggunya ditangkap di Sadeli Kechil dan yang didapat dalam transek sepanjang 200
Johor pantai timur Malaysia dan diekspor ke meter (Chatterji et al., 1992) dan pada tahun
Thailand (Christianus and Saad, 2007). T. 1996 jumlah populasinya menurun menjadi
tridentatus di Hongkong menjadi makanan 220 individu. Begitu pula di Hongkong, pe-
dijual di restoran (Shin et al., 2009), sedang- ngamatan pada bulan Mei-Desember 2002
kan di Thailand dan Malaysia, ketiga spesies tercatat densitas juvenil T. tridentatus di Pak
mimi Asia ini dikonsumsi sebagai makanan Nai adalah 1,97 individu /100 m2 dan dua
eksklusif (Christianus and Saad, 2007). Pera- lokasi di Hak Pak Nai adalah 1,55 individu/
nan mimi di bidang medis yaitu haemolymph 100 m2 dan 1,14 individu/100 m2 (Chiu and
dari C. rotundicauda dapat menetralisir Morton, 2004) dan pada September 2004-
tetrodotoxin (TTX) (Yeo et al., 1996). Sel Februari 2005 tercatat densitasnya adalah

146 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Meilana et al.

0,08 individu /100 m2, 0,16 individu /100 m2 et al., 2003). Oleh karena itu, dibutuhkan
dan 0,23 individu /100 m2 (Li, 2008). Kate- data mengenai karakter morfologi yang didu-
gori rendahnya kepadatan mimi juga terjadi kung oleh ketepatan identifikasi secara mole-
di salah satu perairan Indonesia yaitu di Per- kuler mimi dalam penelitian ini yaitu T. gi-
airan Kuala Tungkal, kepadatan mimi C. gas yang ada di Indonesia sebagai implikasi
rotundicauda dan T. gigas terhitung masing- konservasi dan manajemen serta informasi
masing 0,62 individu/100 m2 dan 0,02 indi- pembanding negara lain. Tujuan penelitian
vidu/100 m2 (Rubiyanto, 2012). ini adalah untuk mengkaji karakteristik
Penelitian terkait mimi telah banyak morfologi mimi berdasarkan 27 karakter
dilakukan di berbagai negara, namun di Indo- morfologi dan mengidentifikasi mimi berda-
nesia penelitian mengenai keanekaragaman sarkan marka gen Cytochrome Oxydase
genetik mimi masih sangat jarang dilakukan. Subunit I (COI).
Penelitian terkait mimi di Indonesia diantara-
nya aspek biologi reproduksi (Fachrul, 1989; II. METODE PENELITIAN
Eidman, 1992; Purnomo, 1992; Eidman,
1997; Mulya, 2004; Muslihah, 2004), per- 2.1. Lokasi Pengambilan Sampel
kembangan embrio (Santoso, 1992; Balisa- Penelitian dilaksanakan pada bulan
ni, 1994; Ismurwanti, 1994; Rahmalia, 1995; Oktober 2014 sampai Juli 2015 dengan pe-
Vauziyah, 1995), morfometrik (Suparta, ngambilan sampel mimi spesies T. gigas
1992), dan studi populasi mimi (Rubiyanto, pada lima lokasi di Pulau Jawa, yaitu Segara
2012). Menyan Subang, Ujung Kulon Banten, Tam-
Berdasarkan hasil penelitian yang di- bak Lorok Semarang, Betah Walang Demak,
lakukan oleh Suparta (1992) mengenai kera- dan Pantai Kenjeran Surabaya (Gambar 1).
gaman sifat-sifat morfometrik T. gigas & C. Analisis morfometrik dilaksanakan di Labo-
rotundicouda di perairan pantai Kabupaten ratorium Biologi Makro 1, Departemen
Pandeglang dan perairan pantai Kabupaten Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas
Rembang bahwa terdapat mimi yang tidak Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
teridentifikasi secara morfologi dan telah di- Pertanian Bogor dan di lapangan langsung.
duga merupakan spesies baru sehingga dibu- Sedangkan analisis molekuler dilakukan di
tuhkan analisis secara genetik. Genetika mo- Laboratorium Biologi Molekuler Departemen
lekuler dibutuhkan terkait dengan ketepatan Manajemen Sumber Daya Perairan dan
mengidentifikasi spesies dan mendukung ha- Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan
sil identifikasi berdasarkan sifat morfologi. dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Identifikasi suatu organisme mulai spesies
hingga subspesies secara akurat terhadap ber- 2.2. Pengambilan Sampel
bagai spesies yang sulit dibedakan secara 2.2.1. Morfologi
morfologi dapat menggunakan DNA barco- Pengambilan sampel menggunakan
ding (Hebert et al., 2003). Salah satu kelom- metode random sampling, contoh mimi di-
pok gen yang dapat dijadikan sebagai marka ambil dengan menggunakan jaring yang dija-
molekuler untuk penentuan spesies adalah lankan oleh kapal nelayan atau langsung di-
gen Cytochrome Oxydase subunit I (COI) ambil dengan tangan. Mimi yang tertangkap
pada DNA mitokondria (Solihin, 1994). COI jaring dibawa kedaratan dan diukur secara
pada mitokondria merupakan gen yang ber- hidup-hidup. Setelah dilakukan pengukuran
evolusi cepat dibandingkan gen 12S rRNA mimi kemudian dikembalikan ke habitatnya.
dan 16S rRNA. Gen tersebut memiliki variasi Sebanyak 62 individu digunakan untuk ana-
yang sedikit sehingga dapat digunakan seba- lisis morfologi. 28 karakter morfometrik
gai DNA barcoding serta sedikit mengalami mimi diukur pada tiap sampel (Gambar 2).
delesi dan insersi dalam sekuennya (Hebert Begitu juga dengan 14 karakter fenotipe

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 147
Karakter Morfologi dan Identifikasi Molekuler . . .

Gambar 1. Peta lokasi pengambilan Tachypleus gigas pada daerah Banten, Subang,
Semarang, Demak, dan Surabaya.

Gambar 2. Karakter morfometrik mimi. Keterangan: 1=panjang total, 2=panjang telson, 3=


panjang badan, 4=panjang prosoma, 5=panjang median ridge, 6=panjang depan
occeli, 7=panjang ophistoma, 8=tebal ventral messel, 9=lebar maksimum
prosoma, 10=jarak antar mata majemuk, 11=jarak antar auriculata spine, 12=jarak
antar marginal process, 13=jarak antar sudut posterior, 14=jarak antar sudut anal,
15= tinggi pertengahan telson, 16=lebar pertengahan telson, 17=panjang marginal
spine 1, 18=panjang marginal spine II, 19=panjang marginal spine III, 20=panjang
marginal spine IV, 21=panjang marginal spine V, 22=panjang marginal spine VI,
23=diameter capit chelicera, 24=diameter capit pedipalpi, 25=diameter capit kaki
jalan I, 26=diameter capit kaki jalan II, 27=diameter capit kaki jalan III, 28=
diameter capit kaki jalan IV.

148 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Meilana et al.

(warna badan, bentuk frontal prosoma, ben- sampel darah sebanyak 250 µl darah yang te-
tuk duri prosoma, duri ophistoma dan pro- lah diawetkan dengan alkohol absolut (1:2).
soma, ukuran sudut anal, bentuk sudut anal, Pencucian dilakukan dengan akuades seba-
bentuk telson, duri marginal, gerigi pada nyak 3 kali untuk menghilangkan kandungan
telson, bagian depan operkulum, pedipalp 1, alkohol. Ekstraksi DNA dilakukan meng-
pedipalp 2, ukuran duri marginal, dan tebal gunakan kit komersial (Gene Aid, Taiwan)
lapis cangkang). berdasarkan prosedur manual pabrik dengan
Karakter morfometrik mimi yang te- beberapa modifikasi. Hasil isolasi kemudian
lah diukur diantaranya yaitu XX1: (1. Pan- dilakukan pengujian kualitas DNA total yaitu
jang total (X1), 2. Panjang telson (X2), 3. dengan elektroforesis. Pembacaan DNA total
Panjang badan (X3), 4. Panjang prosoma pada gel agarosa 1,2% menggunakan larutan
(X4), 5. Panjang median ridge (X5), 6. Pan- buffer TAE1x dan pewarnaan dengan meng-
jang depan occeli (X6), 7. Panjang ophistoma gunakan etidium bromida 5 μl. Berdasarkan
(X7), 8. Tebal ventral messel (X8), 9. Lebar hasil elektroforesis, DNA yang memiliki ku-
maksimum prosoma (X9), 10. Jarak antar alitas baik (pita DNA terlihat jelas) dapat
mata majemuk (X10), 11. Jarak antar auri- dilanjutkan ke tahap amplifikasi fragmen
culata spine (X11), 12. Jarak antar marginal DNA gen CO1. Amplikasi ruas gen COI di-
process (X12), 13. Jarak antar sudut posterior lakukan menggunakan kit komersial Kapa
(X13), 14. Jarak antar sudut anal (X14), 15. Ekstra HotStart dengan teknik PCR (Poly-
Tinggi pertengahan telson (X15), 16. Lebar merase Chain Reaction). Primer yang digu-
pertengahan telson) (X16). XX2: (17. Pan- nakan adalah primer universal (primer F for-
jang marginal spine 1 (X17), 18. Panjang ward dan F riverse) yang didesain oleh Butet
marginal spine II (X18), 19. Panjang mar- (2013, unpublished data). Tahapan amplifi-
ginal spine III (X19), 20. Panjang marginal kasi yang digunakan adalah predenaturasi
spine IV (X20), 21. Panjang marginal spine (suhu 95°C selama 3 menit), denaturasi (suhu
V (X21), 22. Panjang marginal spine VI 95°C selama 1 menit), annealing (suhu 52°C
(X22), 23. Diameter capit chelicera (X23), selama 1 menit), elongasi (suhu 72 °C selama
24. Diameter capit pedipalpi (X24), 25. Dia- 1 menit) sebanyak 35 siklus, post PCR (suhu
meter capit kaki jalan I (X25), 26. Diameter 72°C selama 5 menit), dan storeage (suhu
capit kaki jalan II (X26), 27. Diameter capit 15°C selama 10 menit). Kemudian produk
kaki jalan III (X27), 28. Diameter capit kaki PCR divisualisasikan pada gel aragosa 1.2%
jalan IV (X28)). Jantan dan betina dapat di- dengan metode elektroforesis. Produk PCR
lihat dari karakter capit pedipalpi dan capit yang memiliki kualitas baik kemudian dila-
kaki jalan I. Ciri pada jantan yaitu, capit kukan sekuensing yaitu untuk mengetahui ru-
pedipalpi dan capit kaki jalan I membengkok nutan basa-basa nukleotida penyusun gen tar-
dan besar, sedangkan pada betina sama get. Sekuensing dilakukan di Singapura de-
dengan kaki jalan yang lainnya kecil dan ngan metode sanger.
lurus. Setelah dilakukan pengukuran mimi
kemudian dilepaskan kembali. 2.3. Analisis Data
2.3.1. Morfologi
2.2.2. Molekuler Analisis data karakter morfologi dian-
Satu sampel dari tiap lokasi diambil taranya membentuk konstruksi pohon fenetik
darahnya untuk keperluan analisis molekuler. berdasarkan 14 karakter morfologi dengan
Tahapan analisis molekuler meliputi aplikasi PAUP. Analisis statistik yang digu-
ekstraksi DNA genomik, elektroforesis nakan yaitu uji Kruskal-Wallis untuk kom-
DNA, amplifikasi dan visualisasi fragmen parasi karakter morfometrik di semua wila-
DNA, dan sekuensing DNA. Sebanyak satu yah dengan aplikasi SPSS 17, uji Mann-
contoh dari masing-masing lokasi diambil Whitney untuk menentukan karakter penciri

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 149
Karakter Morfologi dan Identifikasi Molekuler . . .

bagi masing-masing populasi mimi antar po- sifik karakter mana yang memiliki beda nya-
pulasi dengan SPSS 17, analisis Multinomial ta antar lokasi, sehingga dilakukan uji Mann-
logistic yaitu untuk menguji konektivitas Whitney untuk mengetahui karakter yang
antar lokasi dengan SPSS 16. Analisis kluster berbeda nyata (p<0,05) antar lokasi. Hasil uji
untuk melihat kelompok-kelompok yang ter- Mann-Whitney disajikan pada Tabel 2.
bentuk berdasarkan karakter morfometrik
yang diukur dengan SPSS 16. Tabel 1. Rincian jumlah Tachypleus gigas
jantan dan betina yang tertangkap
2.3.2. Molekuler selama penelitian.
Analisis data molekuler diantaranya
jarak genetik yaitu untuk mengetahui besar Lokasi T. gigas
perbedaan basa nukleotida mimi dari masing- sampling Jantan Betina
masing wilayah dengan MEGA 5.0 dan po- Banten 6 -
hon filogeni untuk mengetahui hubungan
Subang - 19
kekerabatan antarspesies dengan MEGA 5.0.
Semarang 1 2
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Demak 10 13
Surabaya 7 4
3.1. Hasil
3.1.1. Morfologi T. gigas
Dari sampel yang diambil secara
acak, diperoleh sebanyak 62 individu dari
lima lokasi yaitu, 6 ekor jantan dari Banten,
19 ekor betina dari Subang, 1 ekor jantan dan
2 betina dari Semarang, 10 jantan dan 13
betina dari Demak, 7 jantan dan 4 betina dari
Surabaya (Tabel 1). Ketidak-seimbangan Gambar 3. Konstruksi pohon fenetik Tachy-
kelimpahan, antara jantan dan betina, diduga pleus gigas berdasarkan 14 karak-
adanya masa dimana mimi jantan yang tidak ter morfologi (keterangan: TG=
memiliki pasangan berkumpul di pantai dan Tachypleus gigas, BTN= Banten,
bertindak sebagai satelit untuk menunggu SBG= Subang, SRB= Surabaya,
giliran memijah. DMK= Demak, SMG= Semarang).
Dendogram yang terbentuk berdasar-
kan kemiripan dan perbedaan 14 sifat fenotip Sebanyak 14 karakter morfometrik T.
mimi didapatkan informasi bahwa T. gigas gigas dari ke-5 lokasi tersebut memiliki hu-
Banten, Subang, dan Surabaya memiliki ka- bungan sifat beda nyata (p<0,05) antar lo-
rakter yang hampir sama, sedangkan Sema- kasi. Sebanyak 15 karakter tubuh, Surabaya
rang dan Demak memiliki karakter berbeda memiliki ukuran tubuh (X1-X2 dan X4-X16)
dengan lokasi lain (Gambar 3). Perbedaan lebih besar dan 5 anggota tubuh (pan-jang
karakter ini diduga dipengaruhi oleh faktor marginal spine VI (X22), diameter capit che-
lingkungan yang berbeda. licera (X23), diameter capit kaki jalan II
Hasil uji Kruskal Wallis berdasarkan (X26), diameter capit kaki jalan III (X27),
27 karakter morfometrik T. gigas yang telah diameter capit kaki jalan IV (X28)) yang
dirasiokan secara keseluruhan diperoleh hasil relatif lebih besar dibandingkan daerah Se-
sebanyak 13 karakter yang tidak berbeda marang, Demak, Subang, dan Banten. T.
nyata (p>0,05) pada lokasi Semarang, De- gigas Semarang dan Demak memiliki uku-
mak, Surabaya, Subang, dan Banten. Namun, ran relatif sama, begitu juga dengan Subang
pada uji ini tidak dapat diketahui secara spe- dan Banten.

150 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Meilana et al.

Tabel 2. Perbandingan karakter morfometrik Tachypleus gigas pada lokasi Semarang, De-
mak, Surabaya, Subang, dan Banten.

Karakter Lokasi
(rata-rata±SD) Semarang Demak Surabaya Subang Banten
X1/X3 1,9974±0,029 1,9589±0,1597 2,1519±0,3688 1,9685±0,1287 1,9362±0,1920
X2/X3 0,9974±0,0299 0,9561±0,2616a 1,1546±0,2311b 0,9955±0,1438 1,0003±0,2036
X4/X3 0,5751±0,0051 0,5504±0,0636 0,5984±0,0945 0,5590±0,0519 0,5664±0,0080
X5/X3 0,3168±0,0103 0,2973±0,0154b 0,3379±0,0477a 0,3171±0,0232ac 0,3216±0,0276ad
X6/X3 0,2606±0,0019 0,2589±0,0229 0,2715±0,0516 0,2546±0,0220 0,2547±0,0141
X7/X3 0,4249±0,0051bd 0,3554±0,1144b 0,4922±0,0757c 0,4479±0,0233ad 0,4420±0,0199de
X8/X3 0,2137±0,0076 0,2065±0,0144 0,2149±0,0345 0,2072±0,0109 0,2071±0,0053
XX11
X9/X3 0,9370±0,0353 0,9440±0,1330 1,0267±0,1536 0,9721±0,0736 0,9898±0,0307
(mm)
X10/X3 0,5142±0,0136 0,4913±0,0300 0,5430±0,1123 0,4954±0,0233 0,4974±0,0283
X11/X3 0,5329±0,0007 0,5303±0,0230 0,5972±0,1318 0,5399±0,0313 0,5620±0,0477
X12/X3 0,6152±0,0189 0,6047±0,0386a 0,6876±0,1374b 0,6134±0,0384 0,6508±0,0437db
X13/X3 0,7862±0,0142 0,7767±0,0704a 0,8594±0,1460 0,8184±0,0368b 0,8191±0,0358
X14/X3 0,2606±0,0019 0,2537±0,0316a 0,2892±0,0624 0,2777±0,0143b 0,2798±0,0200
X15/X3 0,0429±0,0035abd 0,0421±0,0070b 0,0581±0,0123ce 0,0471±0,0043d 0,0508±0,0034ed
X16/X3 0,0381±0,0011abd 0,0388±0,0055b 0,0516±0,0115ce 0,0432±0,0053d 0,0456±0,0017ed
X17/X3 0,1106±0,0254 0,1092±0,0189 0,1200±0,0341 0,1201±0,0093 0,1269±0,0145
X18/X3 0,1085±0,0486 0,1160±0,0263a 0,1291±0,0292 0,1366±0,0152b 0,1349±0,0198
X19/X3 0,0990±0,0418ab 0,1023±0,0385b 0,1247±0,0512 0,1447±0,0128c 0,1504±0,0295
X20/X3 0,0308±0,0239abc 0,0780±0,0560b 0,1114±0,0637cd 0,1436±0,0118d 0,1519±0,0251ade
X21/X3 0,0378±0,0207ab 0,0718±0,0578b 0,1068±0,0651 0,1456±0,0158cd 0,1475±0,0184ad
XX22 X22/X3 0,0308±0,0239abc 0,0700±0,053b 0,1388±0,0134bc 0,1388±0,0134d 0,1322±0,0152cde
(mm) X23/X3 0,0249±0,0019 0,0233±0,0026ac 0,0274±0,0062b 0,0226±0,0042c 0,0247±0,0043
X24/X3 0,0357±0,0001abc 0,0443±0,0100b 0,0569±0,0178cd 0,0529±0,0059d 0,0584±0,0033ade
X25/X3 0,0250±0,0133ab 0,0425±0,0103b 0,0561±0,0167cd 0,0522±0,0057d 0,0568±0,0027ade
X26/X3 0,0337±0,0017 0,0328±0,0021ac 0,0376±0,0064bd 0,0317±0,0032c 0,0350±0,0010d
X27/X3 0,0337±0,0018 0,0329±0,0020abc 0,0358±0,0066bd 0,0314±0,0030c 0,0356±0,0015d
X28/X3 0,0456±0,0080 0,0440±0,0028ad 0,0517±0,0114b 0,0388±0,0044c 0,0388±0,0023cd
Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan sifat beda nyata
berdasarkan hasil uji Mann-Whitney (p<0,05), X1-X28 (Gambar 1), 1XX1: tubuh dan 2XX2:
bagian anggota tubuh.

3.1.1.1. Analisis Kluster Morfometrik T. T. gigas Surabaya membentuk kelom-


gigas pok terpisah berdasarkan karakter morfo-
Analisis kluster disajikan dalam ben- metrik karena pada daerah ini memiliki ukur-
tuk dendrogram. Analisis ini bertujuan untuk an tubuh dan anggota tubuh yang relatif lebih
mengetahui tingkat kesamaan karakter mor- besar dibandingkan daerah lainnya. T. gigas
fometrik antar populasi setiap lokasi berda- Semarang dan Demak memiliki ukuran tubuh
sarkan 27 karakter morfometrik yang telah dan anggota tubuh relatif sama sehingga
dirasiokan (Gambar 4). Diperoleh hasil bah- keduanya membentuk satu kelompok, begitu
wa daerah Semarang dan Demak memiliki juga dengan Subang dan Banten.
tingkat kemiripan karakter yang tinggi se-
hingga membentuk satu kluster, dengan ting- 3.1.1.2. Pengelompokan T. gigas
kat kemiripan sebesar 66,11%. Subang dan Analisis logistik dilakukan untuk me-
Banten memiliki tingkat kemiripan sebesar lihat adanya konektivitas antar lokasi berda-
51,66%, sedangkan Surabaya membentuk sarkan 27 karakter yang telah dirasiokan
karakter tersendiri dengan tingkat kemiripan (Tabel 3). Berdasarkan analisis tersebut dipe-
sebesar 20,01%. roleh R2 sebesar 93,8% hal ini berarti varia-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 151
Karakter Morfologi dan Identifikasi Molekuler . . .

Gambar 4. Dendrogram karakter morfometrik Tachypleus gigas pada daerah Semarang, De-
mak, Subang, Banten, dan Surabaya.

Tabel 3. Konektivitas antar lokasi Tachypleus gigas berdasarkan 27 karakter yang telah dira-
siokan.
Predicted
Observed
Percent
Semarang Demak Surabaya Subang Banten
Correct
Semarang 2 100,0%
Demak 0 21 100,0%
Surabaya 0 0 11 100,0%
Subang 0 0 0 18 100,0%
Banten 0 0 0 0 5 100,0%
Overall
3,5% 36,8% 19,3% 31,6% 8,8% 100,0%
Percentage

bel morfometrik antar tiap daerah dan 6,2% 3.1.2.2. Sekuensing DNA dan Pensejajaran
dijelaskan oleh variable di luar model. Ber- Urutan Basa Nukleotida Gen COI
dasarkan tabel classification, model memiliki Mimi
kemampuan untuk membedakan antar ke- Sebanyak lima sampel berhasil di
lompok populasi sebesar 100% yaitu individu sekuensing. Hasil sekuensing disejajarkan
diklasifikasikan sebagai individu asli yang dengan primer forward dan reverse. Me-
berasal dari Semarang (n=2), Demak (n=21), ngacu pada Tamura et al. (2011) analisis di-
Surabaya (n=11), Subang (18), dan Banten lakukan dengan menggunakan MEGA 5.0,
(n=5). Percent correct dapat mencapai hing- diperoleh hasil rata-rata komposisi basa nuk-
ga 100% diduga karena jumlah individu yang leotida T. gigas terdiri atas 33,9% basa timin
ditemukan sangat sedikit di setiap daerahnya. (T), 27,1 % basa adenin (A), 23,2% basa si-
tosin (C) dan 15,8% basa guanin (G).
3.1.2. Molekuler T. gigas Dengan demikian gen COI pada T. gigas di-
3.1.2.1. Amplifikasi Fragmen DNA Gen kategorikan sebagai kelompok kaya akan A-
CO1 Mimi T. Penjajaran sekuen nukleotida gen COI T.
Panjang urutan basa nukleutida yang gigas menghasilkan nilai conserved sebesar
berhasil teramplifikasi yaitu 500-750 bp 83,2% (452/ 543), variabel sebesar 12,3 %
(Gambar 5). Panjang produk PCR yang dipe- (4/543), dan singleton 12,3 % (4/ 543). Nilai
roleh berkualitas baik sehingga dapat dilan- ini menunjukkan variasi basa nukleotida
jutkan pada tahap pemurnian dan sekuensing. berupa karakteristik pembeda antar spesies.

152 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Meilana et al.

tundicauda, T. tridentatus, dan T. gigas) dari


Negara lain (outgroups) dari GenBank, dan
diperoleh hasil seperti pada Tabel 4. Nilai ja-
rak genetik terendah T. gigas dengan spesies
outgroups, yaitu 0,015 pada Tg BTN, Tg
DMK, Tg SBG, Tg SMG dengan Tg KJ825
849, sedangkan jarak tertinggi adalah pada T.
gigas dengan Cr AF370828 (>0,1).
Jarak genetik digunakan untuk mem-
bentuk pohon filogeni, lalu dari pohon ini
Gambar 5. Visualisasi DNA hasil pre-test dapat diketahui hubungan kekerabatan antar-
produk PCR pada gel agarosa spesies. Pohon filogeni dikonstruksi berda-
0,8%. Kolom kiri sampai ka- sarkan metode p-distance. Hasil analisis filo-
nan: marker 1 kb, 1) Tg BTN, geni diperoleh pemisahan yang nyata antara
2) Tg SBG, 3) Tg SMG, 4) Tg spesies Indonesia dengan spesies outgroups
DM, 5) Tg SRB. (keterangan: (Gambar 6).
TG= Tachypleus gigas, BTN =
Banten, SBG = Subang, SRB = 3.1.2.4. Nukleotida Spesifik dan Mutasi
Surabaya, DMK= Demak, SMG Gen COI Mimi
= Semarang). Sekuen nukleotida gen COI diseja-
jarkan dan diperoleh sebanyak 4 situs spe-
3.1.2.3. Jarak Genetik dan Konstruksi Po- sifik antar spesies. Ke-4 situs spesifik ini me-
hon Filogeni Mimi rupakan penciri yang membedakan T. gigas
Jarak genetik digunakan untuk meli- antar lokasi. T. gigas Indonesia dengan out-
hat kedekatan hubungan genetik antar indivi- groups sebanyak 73 situs spesifik. Ke-73 si-
du. Jarak genetik fragmen gen CO1 pada ke tus spesifik ini merupakan penciri yang
tiga spesies ditampilkan dalam bentuk mat- membedakan T. gigas dengan outgroups. Hal
riks. Jarak genetik antara spesies T. gigas In- ini menunjukkan adanya evolusi spesifik dari
donesia dibandingkan dengan spesies (C. Ro- ketiga spesies tersebut.

Tabel 4. Matriks jarak genetik fragmen gen CO1 pada spesies C. rotundicauda, T. tridentatus,
dan T. gigas Indonesia dibandingkan dengan spesies dari Negara lain (outgroup) dari
GenBank.

Tg1 Tg1 Tg1 Tg1 Tg1 Cr3 Tt2 Tg1


Spesies_lokasi
BTN SBG DMK SMG SRB AF370828 HQ588752 KJ82584911
4 5 6 7 8 9 10

Tg1 BTN4
Tg1 SBG5 0,000
Tg1 DMK6 0,007 0,007
1 7
Tg SMG 0,007 0,007 0,000
Tg1 SRB8 0,009 0,009 0,002 0,002
Cr3 AF3708289 0,107 0,107 0,112 0,112 0,114
Tt2 HQ58875210 0,088 0,088 0,088 0,088 0,090 0,114
Tg1 KJ82584911 0,015 0,015 0,015 0,015 0,018 0,107 0,086
1
Tg=T. gigas, 2Tt=T. tridentatus, 3Cr=C. rotundicauda, 4BTN=Banten, 5SBG=Subang,
6
DMK=Demak, 7SMG=Semarang, 8SRB=Surabaya, 9AF370828=USA, 10 HQ588752=Sweden,
11
KJ825849= Central Arabian Sea

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 153
Karakter Morfologi dan Identifikasi Molekuler . . .

T. gigas Semarang
96
T. gigas Surabaya
93 T. gigas Demak
T. gigas Banten
100
90 T. gigas Subang

KJ825849 T. gigas
HQ588752 T. tridentatus
AF370828 C. rotundicauda

0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00

Gambar 6. Konstruksi pohon filogeni berdasarkan gen CO1 pada spesies T. gigas Indonesia
dibandingkan dengan spesies dari Negara lain (outgroups) dari GenBank
(outgroups: AF370828=USA, HQ588752=Sweden, KJ825849= Central Arabian
Sea).

Berdasarkan hasil penjajaran sekuen habitat yang berbeda seperti karapas populasi
nukleotida gen CO1 diperoleh situs mutasi. mimi yang ada di Malaysia memiliki karapas
Situs mutasi ditemukan pada spesies T. gigas yang lebih besar dibandingkan dengan ka-
yaitu delesi sebanyak 1 pada situs ke 107, rapas yang ada di India dan Thailand (Chat-
sedangkan insersi tidak ditemukan. terji, 1999; Srijaya et al., 2010).
Pada penelitian ini, Demak dan Su-
3.2. Pembahasan bang merupakan lokasi dengan jumlah tang-
Sebanyak 5 lokasi penelitian dipero- kapan mimi terbanyak, dalam sehari seba-
leh jumlah jantan dan betina masing masing nyak 23 ekor dan 19 T. gigas telah tertang-
spesies berbeda. Terjadi ketidakseimbangan kap. Sebanyak 378 ekor mimi tertangkap se-
antara spesies jantan dan betina pada T. gi- lama 10 bulan Maret – Desember 2003 pene-
gas, betina lebih banyak ditemukan. Menurut litian yang telah dilakukan oleh Muslihah
Johnson and Brockmann (2010) perbedaan (2004) di Mayangan Subang. Kepadatan po-
perbandingan komposisi jantan dan betina pulasi, umur, ketersediaan pangan, dan pe-
disebabkan adanya masa di mana mimi jan- ngaruh kondisi lingkungan mempunyai hubu-
tan yang tidak memiliki pasangan berkumpul ngan yang signifikan dengan perubahan di-
di pantai dan bertindak sebagai satelit untuk mensi tubuh mimi (Chatterji et al., 2000;
menunggu giliran memijah. Zadeh et al., 2011). Di Balramgari, Orissa
T. gigas Surabaya membentuk kelom- pertambahan panjang dan lebar karapak T.
pok terpisah berdasarkan karakter morfo- gigas dipengaruhi oleh kepadatan dan keter-
metrik karena pada daerah ini memiliki ukur- sediaan pakannya. Makanan mimi tersedia di
an tubuh dan anggota tubuh yang relatif lebih banyak tempat, jenis makanan mimi dianta-
besar dibandingkan daerah lainnya. Peruba- ranya ikan mati, polycaeta, bivalvia,
han ukuran tubuh mimi dipengaruhi oleh ke- moluska, serta alga (Chatterji et al., 2000).
padatan populasi, ketersediaan pangan, dan Basa T. gigas didominasi oleh basa
pengaruh kondisi lingkungan (Chatterji et al., adenin (A) dan timin (T). Jusuf (2001) me-
2000; Zadeh et al., 2011). Penelitian yang nyatakan bahwa A-T memiliki ikatan hidro-
telah dilakukan oleh Chatterji et al., (2000) gen yang terdiri dari dua ikatan dan bersifat
diperoleh hasil bahwa pertambahan panjang lemah dibandingkan dengan G-C yang memi-
dan lebar karapas dipengaruhi oleh keter- liki tiga ikatan hidrogen. Sehingga, A-T lebih
sediaan pakan dan kepadatan populasi. Mimi mudah terpisah dan menyebabkan spesies ini
memiliki ukuran karapas yang berbeda pada memiliki kemungkinan terjadi mutasi. Urutan

154 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Meilana et al.

nukleotida bersifat conserve pada tingkat bandingkan daerah Semarang, Demak, Su-
spesies, hal ini ditunjukkan oleh sekuen nuk- bang, dan Banten. Dihasilkan nukleotida de-
leotida pada gen CO1 T. gigas. Keberadaan 4 ngan panjang 650 pb bersifat conserve. Ana-
situs nukleotida spesifik menjadi penciri spe- lisis menggunakan software MEGA 5.0 me-
sies T. gigas, yang menunjukkan adanya evo- nunjukkan sebanyak 73 situs spesifik yang
lusi spesifik pada spesies ini. merupakan penciri yang membedakan T. gi-
Konstruksi pohon filogeni spesies T. gas in-groups dengan T. gigas dari Central
gigas dengan outgroups (T. gigas, C. Rotun- Arabian Sea, T. tridentatus dari Sweden dan
dicauda, dan T. tridentatus Negara lain), Carcinoscorpius rotundicauda dari USA se-
menunjukkan adanya pemisahan secara jelas. bagai outgroups.
Hal ini menunjukkan bahwa ketiga spesies
tersebut memiliki karakter nukleutida yang UCAPAN TERIMA KASIH
berbeda dibandingkan dengan outgroups
(Negara lain). Menurut penelitian yang telah Penulis mengucapkan terima kasih ke-
dilakukan oleh Obst et al. (2012) dengan pada staf Laboratorium Biologi Molekuler
menggunakan fragmen gen 16S, 228S, dan MSP, Biologi Makro MSP, dan Laborato-
CO1 diperoleh hasil bahwa konstruksi pohon rium Terpadu, FPIK, IPB atas fasilitas dan
filogeni C. rotundicuada terpisah dengan ge- bantuan yang diberikan. Penulis juga mengu-
nus Tachypleus, hal ini juga berkaitan dengan capkan terima kasih kepada para reviewer
perbedaan ekologi. C. rotundicuada merupa- yang telah banyak memberikan masukan dan
kan spesies yang memiliki keragaman gene- komentar untuk memperbaiki paper ini.
tik paling tinggi dibandingkan dengan genus
Tachypleus dan Limulus, hal ini disebabkan DAFTAR PUSTAKA
oleh perbedaan faktor ekologi C. Rotundi-
cuada yang berhabitat di estuari dan mang- Balisani, S.L. 1994. Studi perkembangan em-
rove. Wilayah ini merupakan wilayah yang brio blangkas Carcinoscorpius rotun-
sedikit terpapar oleh air dari lautan terbuka, dicauda (Latreille) hasil pemijahan
sehingga gene flow antara populasi spesies semi alami dan buatan. Skrpisi. Ins-
ini lebih terbatas. titut Pertanian Bogor. 67hlm.
Identifikasi molekuler dari penelitian Beekey, M.A., J.H. Mattei, and B.J. Pierce.
ini telah menunjukan kepastian taksonomi 2013. Horseshoe crab eggs: A rare
(taxonomy certainty). Sehingga dapat dijadikan resource for predators in Long Island
sebagai acuan untuk kajian genetika populasi, Sound. J. of Experimental Marine
kajian stok, hingga tercapai data yang cukup Biology and Ecology, 439:152-159.
untuk melakukan tindakan pengelolaan sum- Cartwrigt-Taylor, L., J. Lee, and C.C. Hsu.
berdaya mimi melalui konservasi. Berdasarkan 2009. Population structure and bree-
hasil penelitian ini, sangat penting untuk di- ding pattern of the mangrove hor-
lakukan pelarangan tegas terhadap reklamasi seshoe crab Carcinoscorpius rotun-
pantai, dan dilakukannya konservasi mimi. dicauda in Singapore. Aquatic Bio-
logy, 8:61-69.
IV. KESIMPULAN Cartwrigt-Taylor, L., Y.V. Bing., H.C. Chi.,
and L.S. Tee. 2011. Distribution and
T. gigas Surabaya memiliki ukuran abundance of horseshoe crabs Tachy-
tubuh (X1-X2 dan X4-X16) lebih besar dan 5 pleus gigas and Carcinoscorpius ro-
anggota tubuh (panjang marginal spine VI tundicauda around the main island
(X22), diameter capit chelicera (X23), dia- Singapore. Aquatic Biology, 13:127-
meter capit kaki jalan II (X26), diameter ca- 136.
pit kaki jalan III (X27), diameter capit kaki
jalan IV (X28)) yang relatif lebih besar di-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 155
Karakter Morfologi dan Identifikasi Molekuler . . .

Chatterji, A., R. Vijayakumar, and A.H. Pa- (subkelas Xi-phosura) dalam rangka
Crulekar. 1992. Spawning migration perngembangan dan pemanfaatan
of the horseshoe crab, Tachypleus gi- sumberdaya hayati laut untuk kebu-
gas (Muller), in relation to lunar tuhan industri farmasi di Indonesia.
cycle. Asian Fisheries Science, 5:123- Laporan penelitian tahun I. Proyek
128. pengembangan pendidikan ilmu ke-
Chatterji, A., 1999. New record of the sym- lautan. Direktorat Jenderal Pendi-
patric distribution of two Asian spe- dikan Tinggi. Fakultas Perikanan.
cies of the horseshoe crab. Indian J. IPB, Bogor. 56hlm.
of Marine Science, 77(6):43-48. Fachrul, M.F. 1989. Aspek biologi mimi
Chatterji, A., A.H. Parulekar, and R. Vijaya- (Xilphosura). Term paper. Fakultas
kumar. 2000. Morphometric characte- Pasca Sarjana Institut Pertanian Bo-
ristics in the horseshoe crab Tachy- gor. 15hlm.
pleus gigas (Artropoda: Merostoma- Ferari, K.M., and N.M. Targett. 2003. Che-
ta). Indian J. of Marine Science, 29: mical attractants in horseshoe crab,
333-335. Limulus polyphemus, eggs: the po-
Christianus, A. and C.R. Saad. 2007. Horse- tential for an artificial bait. J. of Che-
shoe crabs in Malaysia and the world. mical Ecology, 29:477-496.
Fishery Mail, 16:8-9. Hu, M., Y. Wang, Y. Chen, S.G. Cheung,
Chiu, H.M.C. and B. Morton. 2004. The be- P.K.S. Shin, and Q. Li. 2009. Sum-
havior of juvenil horseshoe crabs, Ta- mer distribution and abundance of ju-
chypleus tridentatus (Xiphosura), on venile Chinese horseshoe crabs Ta-
nursery beach at Shin Hau Wan, chypleus tridentatus along an inter-
Hongkong. Hydrobiologia,523:29-35. tidal zone in Southern China. Aquatic
Dietl, J., C. Nascimento, and R. Alexander. Biologi, 7:107-112.
2000. Influence of ambient flow Hurton, L., 2003. Reducing post-bleeding
around the horseshoe crab Limulus mortality of horseshoe crabs (Limulus
polyphemus on the distribution and polyphemus) used in the biomedical
orientation of selected epizoans. industry. Thesis. Virginia Polytechnic
Estuaries, 23:509–520. Institute and State University. 80hlm.
Ding, J.L., K.C. Tan, S. Thangamani, N. Harrington, B.A. 2001. Red Knot (Calidris
Kusuma, W.K. Seow, T.H.H. Bui, J. canutus). In: A. Poole and F. Gill
Wang, and B. Ho. 2005. Spatial and (eds.). The birds of North America.
temporal coordination of expression The birds of North America, Inc.,
of immune response genes during Philadelphia, Pennsylvania. 24pp.
Pseudomonas infection of horseshoe Hebert, P.D.N., S. Ratnasingham, and J.R.
crab, Carcinoscorpius rotundicauda. De Waard. 2003. Barcoding animal
Nature Publishing Group, 6(7):557- life: cytochrome c oxidase subunit 1
574. divergences among closely related
Eidman, M., Mayunar, dan S. Redjeki. 1997. species. Proc R Soc., 270:96-99.
Pematangan gonad mimi ranti, Car- IUCN (International Union for Conservation
cinoscorpius rotundicauda (Latreil- of Nature). 2015. Red list of threa-
le) dan mimi bulan Tachypleusgigas tened species. http://www. Iucnre-
(Muller) dengan berbagai jenis pakan. dlist.org. [Retrieved on Mei 2015].
J. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Ismurwanti, C. 1994. Studi awal pengaruh
Indonesia, 5(1):1-6. konsentrasi diazinon-60 ec terhadap
Eidman, M., A.M. Samosir, dan U. Aktani. perkembangan embrio dan penetasan
1992. Studi biologi mimi/belangkas telur mimi ranti Carcinoscorpius ro-

156 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Meilana et al.

tundicauda (Latreille). Skripsi. Insti- Novitsky, T.J. 1994. Limulus amebocyte


tut Pertanian Bogor. 64hlm. lysate (LAL) detection of endotoxin
John, B.A., B.Y. Kamaruzzaman, K.C.A. in human blood. J. of Endotoxin Re-
Jalal, and K. Zaleha. 2012. Feeding search, 1(4):253-263.
ecology and food preferences of Car- Obst, M., S. Faurby, S. Bussarawit, and P.
cinoscorpius rotundicauda collected Funch. 2012. Molecular phylogeny of
from the pahang nesting grounds. extant horseshoe crabs (Xiphosura,
Sains Malaysiana, 41(7): 855-861. Limulidae) indicates Paleogene diver-
Johnson, S.L. and H.J. Brockmann. 2010. sification of Asian species. Molecular
Costs of multiple mates: an experi- Phylogenetics and Evolution, 62(1):
mental study in horseshoe crabs. Ani- 21-26.
mal Behaviour, 80:773-782. Purnomo, Y.A. 1992. Biologi reproduksi
Jusuf, M. 2001. Genetika I: struktur dan eks- mimi ranti Carcinoscorpius rotundi-
presi gen. Sagung Seto. Jakarta. 285 cauda (Latreille) betina yang tertang-
hlm. kap di Perairan Rembang, Jawa
Lee, C.N. and B. Morton. 2005. Experi- Tengah. Skripsi. Institut Pertanian
mentally derived estimates of growht Bogor. Bogor. 64hlm.
by juvenile Tachypleus tridentatus Rahmalia, E. 1995. Pembuahan buatan dan
and Carcinoscorpius rotundicauda studi awal pengaruh konsentrasi sapo-
(Xiphosura) from nursery beaches in nin terhadap perkembangan emrio
Hong Kong. J. Marine Biology Eco- dan larva mimi bulan Tachypleus gi-
logy, 318:39-49. gas (Muller). Fakultas Perikanan. Ins-
Li, H.Y. 2008. The conservation of horse- titut Pertanian Bogor. Bogor. 66hlm.
shoe crabs in Hong Kong. Thesis. Rubiyanto, E. 2012. Studi populasi mimi
University of Hong Kong. 312p. (Xiphosura) di Perairan Kuala Tung-
Muslihah. 2004. Beberapa aspek biologi kal, Kabupaten Tanjung Jabung Ba-
reproduksi mimi bulan Tachypleus gi- rat, Jambi. Tesis. Universitas Indone-
gas di Perairan Mayangan, Kabupa- sia. 66hlm.
ten Subang, Jawa Barat. Skripsi. Ins- Santoso, A.R. 1992. Pemijahan dan perkem-
titut Pertanian Bogor. Bogor. 63hlm. bangan embrio Mimi Tachypleus gi-
Mishra, J.K. 2009. Horseshoe crabs, their gas (Muller). Skripsi. Institut Perta-
ecobiological status along the nort- nian Bogor. 47hlm.
heast coast of India and the necessity Selander, R.K., S.Y. Yang, R.C. Lewontin,
for ecological conservation. Dalam: and W.E. Johnson. 1970. Genetic va-
Tanacredi J.T. et al. (eds.). Biology riation in the horseshoe crab (Limu-
and conservation of horseshoe crabs. lus polyphemus), a phylogenetic ‘‘re-
Springer Science & Business Media, lic’’. Evolution, 24(2):402-414.
Heidelberg. 89-96pp. Shin, P., H.Y. Li, and S.G. Cheung. 2009.
Mulya, M.B. 2014. Pelestarian, pemanfaatan Horseshoe crabs in Hongkong: Cur-
sumberdaya genetika mimi ranti rent population status and human ex-
(Carcinosscorpius rotundicauda, L) ploitation. In: Tanacredi et al. (eds.).
dan mimi bulan (Tachypleus gigas, Biology and conservation of horse-
M). Skripsi. Universitas Sumatera shoe crabs. Springer Science & Busi-
Utara. 9hlm. ness Media, Heidelberg. 347-360pp.
Novitsky, T.J., Thomas, Dawson, E. Michael, Smith, D.R. 2007. Effect of horseshoe crab
Paus, and J. Erik. 2002. Artificial spawning density on nest disturbance
bait. United States Patent. United and exhumation of eggs: a simulation
States. 1295p. study. Estuaries, 30:287-295.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 157
Karakter Morfologi dan Identifikasi Molekuler . . .

Solihin, D.D. 1994. Peran DNA mitokondria Vauziyah, C. 1995. Perkembangan embrio
(mtDNA) dalam studi keragaman ge- mimi bulan Tachypleus gigas (Mul-
netik dan biologi populasi pada he- ler) dari perairan Teluk Banten pada
wan. Hayati, 1(1):1-4. berbagai salinitas media. Institut Per-
Suparta. 1992. Keragaman sifat-sifat morfo- tanian Bogor. 64hlm.
metrik mimi, Tuchypleus gigas Walls, E.L., J. Berkson, and S.A. Smith.
(MULLER) dan Carcinoscorpius ro- 2002. The horseshoe crab, Limulus
tundicauda (LATREILLE) di perair- polyphemus: 200 million years of
an pantai Kabupaten Pandeglang, Ja- existence, 100 years of study. Review
wa Barat dan perairan pantai Kabu- Fisheries Sciences, (10):39-73.
paten Rembang, Jawa Tengah. Skrip- Yeo, D.S.A., J.L. Ding, and B. Ho. 1996.
si. Institut Pertanian Bogor. 69hlm. Neuroblastoma cell culture assay
Srijaya, T.C., P.J. Pradeep, S. Mitun, A. shows that Carcinoscorpius rotundi-
Hasan, F. Shaharom, and A. Chatterji. cauda haemolymph neutralizes tetro-
2010. A new record on the morpho- dotoxin. Pergamon, 34(9):1054-1057.
metric variation in the population of Zadeh, S.S., A. Christianus, C.R. Saad, P.
horseshoe crab (Carcinoscorpius ro- Hajeb, and M.S. Kamarudin. 2011.
tundicauda Latreille) obtained from Comparations in prosomal width and
two different ecological habitats of body weight among early instar sta-
Peninsular Malaysia. Our Nature, (8): ges of Malaysian Horseshoe crabs,
204-211. Carcinoscorpius rotundicauda and
Taylor, L.C., J. Lee, and C.C. Hsu. 2011. Po- Tachypleus gigas in the laboratory.
pulation structure and breeding pat- In: Tanacredi et al. (eds.). Biology
tern of the mangrove horseshoe crab and conservation of hor-seshoe crabs.
Carcinoscorpius rotundicauda in Si- Springer Science & Business Media.
ngapore. Aquatic Biology, 8(1):61-69. Heidelber. 267-274pp.

Diterima : 7 Agustus 2015


Direview : 23 Mei 2016
Disetujui : 25 Mei 2016

158 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81

You might also like