Analisis Formulasi Kebijakan Penanggulangan Pandemi Covid-19 Di Indonesia Sesuai Uu Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
Analisis Formulasi Kebijakan Penanggulangan Pandemi Covid-19 Di Indonesia Sesuai Uu Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
Analisis Formulasi Kebijakan Penanggulangan Pandemi Covid-19 Di Indonesia Sesuai Uu Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
Abstract
This article analyzes the policy formulation of Law Number 6 of 2020 concerning Health
Quarantine and its implementation strategy in overcoming the Covid-19 outbreak in
Indonesia. As we know that this law was passed by President Joko Widodo on August 7 2018,
and the day after, namely August 8, 2018 it was promulgated by the Ministry of Law and
Human Rights in the Republic of Indonesia State Gazette 2018. The birth of this law cannot be
separated from the emergence of the International Helath Regulation (IHR) in 2005, which
obliges Indonesia to increase its capacity in conducting health surveillance and response as
well as Health Quarantine in areas and entrances, both ports, airports, and national land
border posts. In general, the aim of implementing health quarantine as referred to in Article 3
of this Law is Article 3 to protect the public from diseases and / or Public Health Risk Factors
that have the potential to cause a Public Health Emergency, prevent and ward off disease and
/ or Public Health Risk Factors that have the potential to cause Public Health Emergency,
increase national resilience in the field of public health and provide protection and legal
certainty for the public and health workers. This study is a study of public policy analysis by
emphasizing the policy formulation in the Health Quarantine Law and its implementation, as
well as the government's strategy to achieve the objectives referred to in this law.
Abstrak
Artikel ini menganalisis formulasi kebijakan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020
tentang Kekarantinaan Kesehatan dan strategi implementasinya dalam menanggulangi
wabah covid- 19 di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa UU ini disahkan oleh Presiden
Joko Widodo pada tanggal 7 Agustus 2018, dan sehari setelahnya, yaitu tanggal 8 Agustus
2018 diundangkan oleh Kementrian Hukum dan HAM dalam Lembaran Negara RI Tahun
2018. Lahirnya UU ini tidak bisa dilepaskan dari munculnya Internasional Helath Regulation
(IHR) tahun 2005, yang mewajibkan Indonesia meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan
surveilans kesehatan dan respon serta Kekarantinaan Kesehatan di wilayah dan Pintu Masuk,
baik Pelabuhan, Bandar Udara, maupun Pos Lintas Batas Darat Negara. Secara umum,
tujuan penyelenggaraan
1
kekarantinaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU ini adalah untuk
melindungi masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, mencegah dan menangkal
penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang berpotensi menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, meningkatkan ketahanan nasional di bidang kesehatan
masyarakat dan memberikan pelindungan serta kepastian hukum bagi masyarakat dan
petugas kesehatan. Studi ini merupakan kajian analisis kebijakan publik dengan menekankan
pada formulasi kebijakan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan dan implementasinya, sebagai
strategi pemerintah guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud UU ini.
PENDAHULUAN untuk
Perumusan Masalah
1. Bagaimana formulasi kebijakan untuk 4. Memberikan masukan kepada para
mengatasi wabah pandemi covid-19 pemangku kepentingan kebijakan,
sesuai dengan Undang-Undang Nomor khususnya mereka yang berkecimpung
6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan dalam kebijakan kekarantinaan
Kesehatan? kesehatan.
2. Bagaimana implementasi kebijakan
pemerintah sebagai strategi dalam
menangani wabah pandemic covid-
19?
3. Mengapa pada akhirnya Pemerintah Metode Penelitian
memilih kebijakan PSBB dan kemudian
diganti menjadi PPKM, baik PPKM Se- Penelitian ini merupakan analisis
Jawa dan Bali dan PPKM Mikro? kebijakan publik yang menitikberatkan pada
4. Mengapa Pemerintah tidak memilih analisis formulasi kebijakan Kekarantinaan
kebijakan Karantina di Wilayah Kesehatan sebagaimana tertera dalam UU
(Lockdown) sebagaimana Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
diamanatkan dalam UU Nomor 6 Kesehatan dan membandingkannya dengan
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan pilihan strategi kebijakan yang dibuat oleh
Kesehatan? pemerintah guna menanggulangi wabah
pandemi covid-19 di tanah air.
Tujuan Penelitian
Secara teoritis, formulasi (perumusan)
Tujuan dari Penelitian ini adalah sebagai kebijakan adalah salah satu dan termasuk
berikut. tahapan awal dalam analisis kebijakan publik.
Sebagai suatu sistem siklus, secara umum
1. Untuk memberikan gambaran desain analisis kebijakan publik meliputi tahapan-
kebijakan penanggulangan wabah tahapan mulai dari identifikasi masalah,
pandemi covid-19 di Indonesia sesuai formulasi kebijakan, proses pembuatan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 keputusan, implementasi, dan evaluasi.
tentang Kekarantinaan Kesehatan
2. Menggambarkan Pilihan Kebijakan Menurut Dunn (2003:132), policy
pemerintah sebagai strategi formulation (formulasi kebijakan) adalah
implementasi untuk menangani wabah pengembangan dan sintesis terhadap
pandemi covid-19 alternatif-alternatif pemecahan masalah.
3. Menganalisis alasan pemerintah Sementara, Tjokroamidjojo dalam Islamy
memilih kebijakan PSBB dan kemudian (2000:24) menyebutkan perumusan kebijakan
diganti menjadi PPKM, baik PPKM sebagai alternatif yang terus menerus
Jawa-Bali, maupun PPKM Mikro dilakukan dan tidak pernah selesai, dalam
daripada memilih kebijakan Karantina memahami proses perumusan kebijakan kita
di Wilayah. perlu memahami aktor-aktor yang terlibat
dalam proses perumusan kebijakan. Pendapat akademisi, politisi, dan bahkan pemerhati
lain tentang formulasi kebijakan dikemukakan
oleh Anderson. Menurutnya, perumusan
kebijakan publik menyangkut upaya menjawab
pertanyaan bagaimana berbagai alternatif
disepakati untuk masalahmasalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi.
(Winarno, 2002).
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN
Tujuan Penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan
b. PSBB,
c. disinfeksi,
Mewabahnya Covid-19 di tanah air Kesehatan Masyarakat, dan PSBB. PSBB lah
mengharuskan Pemerintah mengambil opsi yang dikehendaki lahir lebih dahulu dengan
kebijakan untuk mencegah penularan dan keluarnya PP 21 Tahun 2020 tentang PSBB
penyebaran penyakit menular ini. Dari banyak Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-
opsi kebijakan tersebut, pada akhirnya 19. Sementara, sosok
Pemerintah lebih memilih kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Karantina Wilayah yang di dalamnya
sebagai instrumen pelaksanaan UU penuh dengan tanggung jawab yang harus
kekarantinaan Kesehatan daripada memilih diemban oleh ibu tersebut, harus bersabar
kebijakan lainnya, seperti Karantina Wilayah. untuk tidak lahir terlebih dahulu. Saudara
kembar yang lainnya berupa Kedaruratan
Jika diibaratkan seorang Ibu, UU Kesehatan Masyarakat justru dipaksa untuk
Kekarantinaan Kesehatan ini mengandung tiga menjadi seorang cucu dengan diterbitkannya
calon bayi bernama Karantina Wilayah, Kepres Nomor 11 tahun 2020 tentang
Kedaruratan
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Atas dasar “identifikasi
Masyarakat pada tanggal 31 Maret 2020.
Padahal, sesuai dengan pasal 10 dan 11 UU
Nomor 6 tahun 2020, ketentuan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah. Penerbitan Keppres ini
bersamaan dengan keluarnya PP 21 tahun
2020 tentang PSBB. Dengan demikian, dalam
waktu yang sama, lahir seorang anak dan cucu.
1. Mencermati perkembangan
kasus covid-19 yang juga belum
menunjukkan tanda-tanda
penurunan. Sampai tanggal 10
Januari 2021, terdapat kasus
rata-rata harian sebanyak 8954,
dengan angka tertinggi pada
tanggal 8 Januari yang
mencapai 10.617 kasus positif.
(Center for Systems Science
and Engineering (CSSE) at Johns
Hopkins University)
Sumber: the Center for Systems Science and 2. Adanya upaya mengalihkan tanggung
Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University
jawab dari Pemerintah Pusat kepada
Dari grafik di atas dapat terbaca bahwa kasus Pemerintah Daerah dengan memilih
harian tertinggi terjadi pada tanggal 16 Januari opsi kebijakan PSBB daripada memilih
2021, yaitu sebanyak 14.224 kasus. Fakta ini kebijakan Karantina Wilayah.
menunjukkan bahwa angka tersebut masih Pengalihan tanggung jawab tersebut
lebih tinggi dari kasus harian tertinggi PSBB
terbaca dari formulasi Permenkes
tanggal 8 Januari 2021 sebelum penerapan
PPKM, yaitu sebanyak 10.617 kasus positif. Nomor 9/2020. Mestinya, tanggung
Angka ini bisa menjadi gambaran bahwa saat jawab pemerintah pusat juga
diterapkannya kebijakan PPKM, masih terjadi dicantumkan dalam Permenkes ini
kasus harian tertinggi positif covid-19, sebagai bentuk akuntabilitas Negara
meskipun kita juga melihat adanya trend terhadap rakyat.
penurunan angka kasus harian positif.
Data statistik menunjukkan, sejak 3. Patut diduga bahwa Pemerintah Pusat
diberlakukannya PPKM Mikro yang telah
tidak secara cermat mengidentifikasi
diberlakukan sampai 9 jilid, terdapat trend
masalah dengan merumuskan dampak
sedikit penurunan angka kasus harian positif
covid-19, yaitu pada tanggal 19 Mei mencatat dari masalah sebagai masalah. Hal itu
kasus terendah yaitu mencapai 4871 kasus, terlihat dalam konsideran PP 21/2020.
dan yang tertinggi tercatat pada tanggal 5 Juni Ketidakcermatan mengidentifikasi
2021 yang mencapai 6594 kasus. masalah berpotensi tidak tepatnya
formulasi kebijakan sehingga tujuan
kebijakan tersebut tidak tercapai.
Belum adanya
tanda-tanda menurunnya kasus
covid-19 di Indonesia, bahkan
menunjukkan
statistic yang fluktuatif menunjukkan daerah, tetapi sudah menjadi
bahwa opsi kebijakan yang dipilih oleh persoalan nasional dan global.
pemerintah, baik PSBB, maupun PPKM Sehingga, tanggung jawab terbesar
perlu untuk dievaluasi lebih lanjut. ada pada pemerintah pusat.
Semestinya, Pemerintah Pusat
4. Dilihat dari strukturnya, Permenkes mengambil alih tanggung jawab penuh
No. 9 Tahun 2020 lebih bersifat teknis persoalan ini, bukan semata-mata
administratif yang tidak sensitif membebankan kepada pemerintah
terhadap situasi kedaruratan daerah serta melakukan evaluasi dan
kesehatan masyarakat yang menilai kinerja pemerintah daerah.
membutuhkan tindakan cepat dan Keberhasilan penanganan pandemi ini
fleksibel. Semestinya, desain atau adalah tanggung jawab seluruh
formulasi kebijakan yang dimuat komponen bangsa, dengan komponen
dalam Permenkes ini memenuhi utamanya adalah pemerintah pusat
prinsip- prinsip responsivitas dan sebagai penyelenggara pemerintahan
fleksibilitas dengan mengedapankan tertinggi yang dibantu oleh
azas kepentingan umum. pemerintah daerah.
6. Dalam paradigm pelaksanaan Good Firdaus Syam. 2013. Analisis Dan Evaluasi
Governance, transparansi, Peraturan Perundang-Undangan
akuntabilitas, dan , non diskriminatif, Tentang Kekarantinaan. Pusat
dan responsibilitas dan rule of law Perencanaan Pembangunan Hukum
menjadi prinsip yang penting dan Nasional Badan Pembinaan Hukum
utama. Oleh karena itu, setiap Nasional Kementerian Hukum Dan
pelaksanaan kebijakan, termasuk Hak Asasi Manusia R.I.
dalam penanggulangan pandemic
Islamy, M. Irfan. 2000. Prinsip-prinsip
covid-19 harus mengedepankan
Perumusan Kebijakan Negara.
prinsip-prinsip tersebut. Pandemi ini
Jakarta. Sinar Grafika
bukanlah persoalan lokal semata yang
dibebankan kepada pemerintah Prasetiyani, Netty dan Tim Covid-19 FPKS DPR
RI.2020. Buku Putih
Penanganan
Pandemi Covid-19 Lockdown". Diakses di
di
Indonesia.Jakarta, Buku Republika.
Artikel