Pengembangan E-Modul Laju Reaksi Berbasis Discvery Learning Untuk Kelas Xi Sma/Ma
Pengembangan E-Modul Laju Reaksi Berbasis Discvery Learning Untuk Kelas Xi Sma/Ma
Pengembangan E-Modul Laju Reaksi Berbasis Discvery Learning Untuk Kelas Xi Sma/Ma
Abstract
The learning process in the 2013 curriculum refers to the scientific approach using discovery
leanning models. The purpose of this study is to develop e-module based on discovery
learning in the reaction rate material for science of class XI SMA/MA and determine the
level of validity and practicality of the e-module developed. The type of research conducted
is research and development (R&D) with a 4-D development model. The e-module which is
carried out is validity test and practicality test. Validity test is carried out by 2 chemistry
lecturers at FMIPA UNP, 3 chemistry teachers (chemistry teacher at SMAN 1 Hiliran
Gumanti, chemistry teacher at SMAN 1 Payung Sekaki, chemistry teacher at SMAN 1 Danau
Kembar). While the practicality test was carried out by 3 chemistry teachers and 19 students
for class XI of Science at SMAN 1 Hiliran Gumanti 2018/2019 academic year. The research
instrument used was a validity questionnaire and practical questionnaire whose results would
be analyzed using the Cohen Kappa formula. This study produces e-module based on
discovery learning in the reaction rate material with a mean moment of kappa 0.89 with a
very high validity level. The results of the teacher practicality test and the practicality test of
the students were obtained by means of sequential kappa moments of 0.90 and 0.87 with a
very high degree of practicality.
A. Pendahuluan
Kurikulum 2013 menuntut siswa untuk aktif dan mampu berpikir kreatif, sehingga hasil
belajarnya dapat meningkat. Dalam pelaksnaanya, sekolah harus memfasilitasi implementasi
dari kurikulum 2013 agar tujuan pembelajaran dapat tercapai [13]. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dalam Kurikulum 2013 menggunakan sebuah pendekatan pembelajaran yaitu
pendekatan saintifik. Selain pendekatan, dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran juga
memerlukan sebuah model pembelajaran yang dapat mendukung tercapainya kurikulum
2013. Salah satu model pembelajaran yang relevan dengan Kurikulum 2013 adalah model
discovery learning.
Pembelajaran discovery atau penemuan merupakan suatu model pembelajaran dimana
guru harus kreatif dan mampu menciptakan suasana yang kondusif sehingga peserta didik
dapat aktif dan mandiri untuk mancari tahu informasi (Sani, 2014: 97-98). Dengan
pembelajaran discovery learning siswa terpacu untuk untuk bisa berpikir kreatif sehingga
mampu menyelesaikan persoalan sendiri [7]. Ciri-ciri model discovery learning yaitu, (1)
berpusat pada siswa, (2) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menghubungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan, dan (3) suatu kegiatan menggabungkan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada [9].
143
Perkembangan teknologi mempengaruhi segala aspek termasuk aspek pendidikan. Hal ini
dibuktikan dengan adanya peningkatan dalam kualitas pendidikan. Keberadaan teknologi
membuat terjadinya pertukaran informasi secara interaktif dan proses pembelajaran menjadi
lebih aktif dan menyenangkan [6]. Pembelajaran dengan penggunaan teknologi pada
kurikulum 2013 dapat membantu siswa agar lebih mudah memahami pembelajaran.
Terutama untuk mata pelajaran yang memiliki karakteristik tertentu, seperti fisika, kimia, dll
[11]. Salah satu materi kimia yang dipelajari di kelas XI adalah materi laju reaksi. Dimana
pada materi ini terdapat beberapa pengetahuan yang harus dicapai oleh siswa diantaranya;
pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, dan pengetahuan prosedural.
Berdasarkan observasi yang dilakukan dengan memberikan angket kepada siswa dan
wawancara terhadap guru diperoleh informasi (1) materi laju reaksi masih kurang dipahami
oleh siswa, (2) bahan ajar yang digunakan di sekolah masih sederhana, berupa buku cetak,
modul, dan LKS, (3) siswa masih belum memahami materi dengan bahan ajar yang
digunakan oleh guru. Selain itu, bahan ajar tersebut juga belum memenuhi tahapan discovery
learning. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan bahan ajar berbasis teknologi dengan
memodifikasi modul cetak menjadi format elektronik atau yang dikenal e-modul. E-modul
adalah suatu bahan belajar mandiri yang digunakan dalam pembelajaran, disusun secara
sistematis dan disajikan dalam format elektronik.
Terdapat beberapa kelebihan e-modul dibandingkan dengan modul cetak lainnya yaitu
memudahkan dalam navigasi karena sifatnya yang interaktif, dapat menampilkan/memuat
gambar, video, dan animasi serta dilengkapi tes/ kuis formatif [15]. Selain itu, e-modul dinilai
efisien oleh guru karena mudah digunakan siswa untuk belajar [18]. E-modul dengan tahapan
model discovery learning sangat membantu siswa agar dapat mempelajari materi dengan
mudah dan membantu siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan [1]. Berdasarkan
permasalahan tersebut, penulis ingin melakukan penelitian untuk mengembangkan bahan ajar
dalam bentuk e-modul berbasis discovery learning dengan judul “Pengembangan E-Modul
Laju Reaksi Berbasis Discovery Learning untuk Kelas XI SMA/MA”.
B. Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan atau Research and
Development (R&D). Model pengembangan yang digunakan ini adalah model 4-D (four D
models) yang terdiri atas 4 tahap, yaitu pendefinisian (define), perancangan (design),
pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate) [2]. Penelitian ini dibatasi sampai uji
validitas dan uji praktikalitas terhadap e-modul yang dikembangkan. Subjek penelitian ini
adalah 2 orang dosen kimia FMIPA UNP, 3 orang guru kimia, dan siswa kelas XI IPA
SMAN 1 Hiliran Gumanti..
Tahap pendefinisian (define) dilakukan dengan cara menetapkan dan mendefinisikan
syarat-syarat dalam pembelajaran. Tahap ini diawali dengan menganalisis tujuan dari batasan
materi dan bahan materi berdasarkan kurikulum 2013 revisi 2018. Tahap ini meliputi: (a)
tahap analisis ujung depan dilakukan dengan wawancara dengan guru kimia; (b) analisis
siswa dilakukan dengan penyebaran angket kepada siswa yang bertujuan untuk memahami
karakteristik siswa; (c) analisis tugas dilakukan dengan menganalisis kompetensi dasar (KD)
3.6 dan 3.7 yang selanjutnya dilakukan perumusan indikator sesuai dengan KD tersebut; (d)
analisis konsep dilakukan dengan cara mengidentifikasi konsep-konsep utama pada materi
laju reaksi; (e) analisis tujuan pembelajaran dilakukan dengan pengubahan hasil analisis tugas
dan analisis konsep ke dalam tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa.
Tahap perancangan (design) bertujuan untuk merancang e-modul laju reaksi berbasis
discovery learning. Perancangan terdiri dari: cover, petunjuk belajar, peta konsep, lembar
kegiatan, lembar kerja siswa, soal evaluasi, dan kunci jawaban.
144
3.1.2 Analisis siswa. Analisis siswa diperoleh dari hasil pemberian angket kepada siswa.
Berdasarkan hasil angket yang diberikan, diketahui bahwa (1) siswa masih sulit memahami
materi laju reaksi. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget Siswa SMA dari usianya (11
tahun ke atas) termasuk kedalam tahap Operasional Formal [17]. Tahap operasional formal
dapat ditandai dengan diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Jadi pada tahap ini para
siswa sudah mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks, (2)
sebagian besar siswa telah biasa mengoperasikan komputer terlihat dari penggunaan
145
laptop/komputer oleh siswa untuk membuat tugas sekolah, mengakses internet, hiburan
ataupun untuk keperluan lainnya, (3) siswa menyukai pembelajaran yang menggunakan
media yang menarik seperti video, animasi, gambar dan lainnya. Hasil analisis siswa
dijadikan gambaran awal dalam pembuatan e-modul, sehingga dihasilkan e-modul berbasis
discovery learning pada materi laju reaksi yang cocok untuk digunakan siswa.
3.1.3 Analisis tugas. Dilakukan dengan cara menganalisis kompetensi dasar (KD) sesuai
kurikulum 2013 revisi 2018 yang terdapat pada KD 3.6 dan 3.7. KD 3.6 Menjelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi laju reaksi menggunakan teori tumbukan. KD 3.7. Menentukan
orde reaksi dan tetapan laju reaksi berdasarkan data hasil percobaan. Berdasarkan KD
tersebut dirumuskan indikator pencapaian kompetensi yaitu 1) menjelaskan konsep laju
reaksi, 2) menuliskan ungkapan laju reaksi, 3) menjelaskan konsep teori tumbukan, 4)
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi menggunakan teori tumbukan, 5)
menentukan orde reaksi berdasarkan data hasil percobaan, 6) menentukan persamaan laju
reaksi berdasarkan data hasil percobaan.
3.1.4. Analisis konsep. Berdasarkan analisis konsep dapat ditentukan atribut-atribut konsep
yang dipelajari pada materi laju reaksi. Konsep-konsep utama pada materi laju reaksi adalah,
persamaan laju reaksi, tetapan laju reaksi, orde reaksi, jenis-jenis tumbukan, faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi, dan energi aktivasi.
3.1.5. Ananlisis tujuan pembelajaran. Berdasarkan IPK yang telah didapatkan, dapat
ditentukan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran laju reaksi yaitu melalui model
discovery learning dengan 6 tahap (stimulation, problem statement, data collection, data
processing, verification, generalization) dengan strategi belajar mandiri dengan berbasis
komputer peserta didik diharapkan mampu menjelaskan konsep laju reaksi, menuliskan
ungkapan laju reaksi, menjelaskan konsep teori tumbukan, menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi menggunakan teori tumbukan, menentukan orde reaksi
berdasarkan data hasil percobaan, dan menentukan persamaan laju reaksi berdasarkan data
hasil percobaan.
3.3.1. Uji validitas. Validasi e-modul dilakukan dengan cara memberikan penilaian terhadap
e-modul dengan menggunakan angket validitas. Uji validitas dilakukan oleh 5 orang validator
yang terdiri dari 2 orang dosen kimia FMIPA UNP, 3 orang guru kimia SMA (SMAN 1
Hiliran Gumanti, SMAN 1 Payung Sekaki, dan SMAN 1 Danau Kembar). Menurut Sugiyono
(2012: 125) bahwa uji validitas dapat digunakan pendapat para ahli dengan jumlah minimal 3
orang. Komponen yang dinilai pada uji validitas ini adalah komponen isi, komponen
kebahasaan, komponen penyajian, dan komponen kegrafikan. Hasil yang diperoleh dapat
dilihat pada Gambar 1.
146
Pada komponen isi diperoleh rata-rata momen kappa sebesar 0,88 dengan tingkat
kevalidan yang sangat tinggi. Kategori momen kappa yang sangat tinggi berarti isi e-modul
laju reaksi yang dikembangkan telah sesuai dengan tuntutan Komptetensi Dasar (KD) yaitu
KD 3.6 dan 3.7 pada silabus Kurikulum 2013 revisi 2018. Hal ini telah sesuai dengan
Depdiknas (2008) bahwa agar modul mudah digunakan oleh siswa maka modul harus
menggambarkan Kompetensi Dasar, Indikator, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
oleh siswa.
Pada komponen kebahasaan diperoleh rata-rata momen kappa sebesar 0,89 dengan
tingkat kevalidan yang sangat tinggi. Nilai momen kappa tersebut menginformasikan bahwa
e-modul laju reaksi berbasis discovery learning sudah komunikatif dan menggunakan bahasa
yang jelas serta konsisten dalam penggunaan simbol/lambang. Bahasa yang digunakan telah
sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar sehingga tidak menimbulkan
kerancuan pemahaman bagi siswa. Penggunaan bahasa pada e-modul hendaknya
menggunakan kalimat yang sederhana dan mudah untuk dipahami. Selain itu, kalimat harus
dipola sedemikian rupa sehingga menjadi komunikatif dan akrab bagi siswa. Penulisan yang
komunikatif berpengaruh terhadap minat belajar siswa [4].
Pada komponen penyajian e-modul diperoleh rata-rata momen kappa sebesar 0,89 dengan
kategori kevalidan sangat tinggi. Kategori momen kappa yang sangat tinggi menunjukkan
bahwa e-modul laju reaksi berbasis discovery learning yang dikembangkan telah disajikan
sesuai dengan indikator dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Penyajian e-modul
telah disusun berdasarkan langkah-langkah keilmuan yakni stimulasi (stimulation),
identifikasi masalah (problem statement), pengumpulan data (data collection), pengolahan
data (data processing), pembuktian (verification), dan penarikan kesimpulan (generalization)
[5]. Setiap langkah siswa dituntut melalui soal-soal, gambar, video, animasi ataupun materi-
materi yang dapat menambah infomasi siswa sehingga siswa bisa paham dengan materi dan
siswa bisa menyimpulkan materi pembelajaran dengan benar. Soal-soal pada e-modul sudah
mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pada komponen kegrafikan diperoleh rata-rata momen kappa sebesar 0,90 dengan tingkat
kevalidan yang sangat tinggi. Nilai momen kappa tersebut menginformasikan bahwa e-modul
laju reaksi berbasis discovery learning yang dihasilkan memiliki tulisan yang dapat dibaca
dengan jelas, memiliki layout atau tampilan cover antar bagian dalam e-modul menarik serta
gambar, animasi dan video yang ditampilkan teramati dengan jelas. Hasil validasi yang
diperoleh dari validator kemudian dilakukan beberapa revisi terhadap rancangan e-modul laju
reaksi yang dikembangkan sesuai saran dari validator.
147
3.3.2. Revisi. Pada tahapan ini dilakukan pengecekan secara keseluruhan dari e-modul yang
dibuat sebelum diujicobakan kepada peserta didik. Beberapa komponen yang diperbaiki pada
e-modul laju reaksi berbasis discovery learning sesuai saran dari validator diantaranya; (1)
warna pada cover yang sedikit mencolok, (2) penambahan video animasi pada informasi
materi sehingga lebih menuntun siswa dalam menjawab soal, (3) memperbaiki soal-soal yang
sedikit rancu dan kurang jelas. E-modul yang telah direvisi selanjutnya diberikan kepada
validator untuk didiskusikan kembali. Revisi selesai apabila e-modul laju reaksi berbasis
discovery learning yang dikembangkan dinyatakan valid oleh validator.
3.3.3. Uji coba. Hasil praktikalitas menunjukkan bahwa bahwa e-modul laju reaksi berbasis
discovery learning untuk Kelas XI SMA/MA sudah praktis untuk digunakan dengan rata-rata
momen kappa yang diperoleh sebesar 0,90 (dari angket respon guru) dengan kategori
kepraktisan sangat tinggi (sangat praktis) dan 0,87 (dari angket respon siswa) dengan kategori
kepraktisan sangat tinggi.. Hasil praktikalitas oleh guru dan siswa dapat dilihat pada Gambar
2.
Menurut ( Latisma, 2011) pada uji paktikalitas pelaksanaan tes nya tidak memerlukan
waktu yang panjang dan tidak memerlukan tenaga serta biaya yang banyak. Jadi, suatu tes
belajar dikatakan praktis apabila kemudahan penggunaan, efisiensi waktu belajar dan manfaat
penggunaan e-modul telah dilaksanakan oleh penggunanya dan bisa dilakukan berulang-
ulang. Sesuai dengan pendapat (Mudjijo, 1999:59) Suatu bahan ajar dikatakan praktis jika
bahan ajar tersebut dapat dengan mudah digunakan dalam pembelajaran.
D. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dihasilkan e-
modul laju reaksi berbasis discovery learning untuk kelas XI SMA/MA dengan model
pengembangan 4-D. E-Modul yang dihasilkan mempunyai kevalidan dan kepraktisan sangat
tinggi.
Referensi
[1]. Annisa, Rahim dkk. 2017. Pengembangan Modul elektronik Berbasis Discovery
Learning Menggunakan 3D Pageflip Profesional pada Materi Gerak Lurus untuk Kelas
X SMA. Artikel Skripsi. Jambi: UNJA.
[2]. Boslaugh, S., dan Paul A. W. 2008. Statistics in a Nutshell, a desktop quick reference.
Beijing, Cambridge, Famham, KÖln, Sebastopol, Taipei, Tokyo: O’reilly.
[3]. Depdiknas. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Penddikan. Jakarta: Dikmenum. Dpdiknas
[4]. Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung :Pustaka Media.
148
[5]. Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia
[6]. Husaini, M. 2014. Pemanfaatan Teknologi dalam Bidang Pendidikan (E-education).
Jurnal Mikrotik. 2 (1)
[7]. Ikhwan, Chairi. 2012. Pengembangan LKS dengan Pengembangan Saintifik Berbasis
Discovery Learning pada Materi Hukum Dasar Kimia untuk Pembelajaran Kelas X
SMA/MA. Artikel Skripsi. Padang: FMIPA UNP.
[8]. Kemendikbud. 2017. Panduan Praktis Penyusunan E-modul Pembelajaran. Direktorat
Pembina SMA.
[9]. Kristin, F., & Rahayu, D. 2016. Analisis Model Pembelajaran Discovery Learning
dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SD. Jurnal Pendidikan Dasar Perkhasa, 2(1),
90-98.
[10]. Latisma. 2011. Evaluasi Pendidikan. Padang: UNP Press
[11]. Litia, Dita Mulyar dkk. 2018. Pengembangan Modul Elektronik Model Discovery
Learning Materi Hukum Newton tentang Gerak dengan Video Stop Motion. Prosiding
Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF, Vol VII.
[12]. Mudjijo. 1995. Tes Hasil Belajar Siswa. Jakarta: Bumi Aksara.
[13]. Nichen, Irma Chintia dkk. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Hasil Belajar Siswa. Perspektif
Ilmu Pendidikan, 32 (1)
[14]. Rudi Chandra. 2018. Pascal Programming Module Development In Mathematics
Education Courses. Jurnal online Jouranl of Residu. http://ojs.rc-
institut.id/index.php/education/article/view/41. ISSN PRINT 2598-814X, ISSN Online:
2598-8131 Volume 2 Issue 3, March 2018
[15]. Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum
2013. Jakarta: PT Bumi Aksara.
[16]. Suarsana,I. M., dan G.A. Mahayukti. 2013. Pengemabangan E-modul Berorientasi
Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa.
Jurnal Pendidikan Indonesia. 2(2). 264-275.
[17]. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
Dan R & D. Bandung: Alfabeta.
[18]. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
[19]. Zainul, R dkk. 2018. Pengenalan dan Pengembangan E-modul bagi Guru-guru Anggota
MGMP Kimia dan Biologi Kota Padang panjang.
https://osf.io/preprints/inarxiv/yhau2/.
149