Publikasi Ilmiah Tentang BIM
Publikasi Ilmiah Tentang BIM
Publikasi Ilmiah Tentang BIM
ABSTRACT
Building Information Modeling (BIM) implementation in the Indonesian construction industry is still regarded as very low
although it is not new and potentially offers greater efficiency and performance gain during the design and construction
stage. The available literature of BIM application in the Indonesian construction industry is also scanty. This research aims
at exploring the BIM implementation in Indonesia from its users’ perspectives. This research employed a qualitative
approach through semi-structured interviews with knowledgeable and experienced BIM practitioners. Based on the
interviews, the respondents choose to use BIM as they perceive benefits in doing so, including better controlling construction
projects, earlier detecting conflict during the design phase, reducing the request for information, and using it as a
promotion for getting new projects. No disadvantage of BIM is hitherto acknowledged. However, there are hindrance
factors, which can impede the BIM application, including high-up front investment cost, and a transition in working culture.
The respondents concur that BIM has excellent potential in the future following the growing industry awareness and the
market trend. From an academic and practical viewpoint, these findings can at least enrich the existing body of knowledge
and pave the way for a better understanding of the implementation of BIM in the Indonesian construction industry.
ABSTRAK
Penerapan Building Information Modeling (BIM) di industri konstruksi di Indonesia masih dianggap rendah meski BIM
bukan hal baru dan menawarkan keuntungan efisiensi dan kinerja selama tahap desain dan konstruksi. Literatur
tentang aplikasi BIM di industri konstruksi Indonesia juga masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan
mengeksplorasi penerapan BIM di Indonesia dari perspektif penggunanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif melalui wawancara semi-terstruktur dengan praktisi yang berpengetahuan dan berpengalaman dengan BIM.
Berdasarkan hasil wawancara, alasan responden menggunakan BIM karena mendapatkan manfaat yaitu dapat
mengontrol proyek konstruksi lebih baik, mendeteksi lebih dini potensi konflik selama fase desain, dan menjadi sarana
promosi guna mendapatkan proyek baru. Kekurangan BIM sejauh ini belum ditemukan. Beberapa faktor penghambat
adalah biaya investasi awal yang tinggi dan pergeseran budaya kerja. Responden sepakat bahwa BIM memiliki potensi
yang baik ke depannya seiring dengan tumbuhnya kesadaran dari industri dan tren pasar. Dari perspektif akademis dan
praktis, temuan ini setidaknya dapat memperkaya pengetahuan eksisting dan memberikan dasar untuk pemahaman
yang lebih baik tentang penerapan BIM di industri konstruksi Indonesia.
Kata Kunci: Building Information Modeling, eksplorasi, konstruksi, Indonesia, wawancara semi-terstruktur
44
PENDAHULUAN dan terakhir 7D adalah 6D+manajemen fasilitas
daur hidup.
Kemajuan di dunia informasi dan teknologi Serangkaian penelitian yang dilakukan di
diharapkan mampu mengatasi masalah koordinasi Kanada, Jerman, dan Australia menunjukkan
yang biasa terjadi dalam pelaksanaan proyek perusahaan konstruksi menikmati kemajuan usaha
konstruksi guna memperbaiki produktivitas dengan mengadopsi inovasi teknologi dalam
industri konstruksi yang rendah (Johnson dan menyelesaikan kebutuhan terkait konstruksi
Laepple 2003). Selama tiga dekade terakhir industri (Karen, Steve dan Stephen 2009). Namun, di sisi
konstruksi telah mengalami peningkatan drastis lain, ada sejumlah tantangan adopsi BIM di negara
dalam penggunaan teknologi dan informasi berkembang antara lain tidak kompetennya
(Weinberger dan Fischer 2006). Salah satu solusi desainer/kontraktor, buruknya estimasi,
digital yang paling menjanjikan di sektor konstruksi perubahan manajemen, sosial dan isu teknologi, isu
adalah Building Information Modeling (BIM) (Azhar konstruksi di lapangan, serta teknik yang tidak tepat
2011). (Long, et al. 2004).
BIM merupakan seperangkat teknologi, proses Di Indonesia BIM sebenarnya sudah dikenal
dan kebijakan yang seluruh prosesnya berjalan oleh industri konstruksi meski penerapannya masih
secara kolaborasi dan berintegrasi dalam model sangat terbatas, yang mana penerapan tersebut
digital (Nurcahyadi 2017). BIM dapat digambarkan didorong terutama oleh kompleksitas proyek
sebagai alat yang memungkinkan penyimpanan dan konstruksi yang semakin meningkat. Secara
penggunaan kembali informasi dan pengetahuan teoretis, teknologi BIM menawarkan sejumlah
domain selama siklus proyek (Vanlande, Nicolle dan keunggulan dan telah banyak kajian yang dilakukan
Cruz 2008). tentang penerapan BIM di sektor konstruksi
BIM adalah sumber pengetahuan bersama (Ozorhon dan Cinar 2017). Namun untuk konteks
untuk informasi tentang fasilitas yang dapat Indonesia, penelitian yang terkait dengan BIM
diandalkan untuk pengambilan keputusan selama masih relatif terbatas. Di sisi lain, ada sejumlah
siklus hidupnya dari konsepsi hingga perusahaan konstruksi di Indonesia yang memiliki
pembongkaran (Azhar, Behringer, et al. 2012). pengetahuan dan pengalaman secara langsung
Oleh karena itu, BIM memiliki peran utama dengan teknologi ini yang perlu dikaji dan
dalam mengoordinasikan dan mengintegrasikan didokumentasikan secara akademis untuk
pertukaran informasi dan pengetahuan antara memperkaya body of knowledge penerapan BIM
berbagai disiplin ilmu dan fase dalam proyek. pada sektor konstruksi di Indonesia.
Penggunaan BIM dalam proyek konstruksi Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi
memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas penerapan BIM pada industri konstruksi di
produk dan memungkinkan desain bangunan lebih Indonesia. Ada empat pertanyaan riset yang
berkelanjutan (Eastman, et al. 2008). Berdasarkan dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: (i)
survei yang dilakukan di AS dan Inggris, termasuk sejauh mana penerapan BIM oleh pelaku industri
manfaat BIM adalah kreativitas, keberlanjutan, konstuksi nasional; (ii) apakah keunggulan dan
peningkatan kualitas, pengurangan sumber daya kelemahan BIM menurut persepsi penggunanya;
manusia (SDM), serta pengurangan biaya dan (iii) apakah faktor-faktor yang dapat menghambat
waktu (Yan dan Demian 2008). adopsi BIM; dan (iv) bagaimana potensi penerapan
Dasar pemikiran BIM adalah kolaborasi oleh BIM pada penyelenggaraan proyek konstruksi ke
pemangku kepentingan yang berbeda pada depan?
berbagai fase siklus hidup pelaksanaannya dari Selain manfaat akademis yang telah
mulai memasukkan data, mengekstrak, disampaikan, hasil temuan penelitian ini dapat
memperbaharui atau memodifikasi informasi digunakan sebagai langkah awal untuk memahami
dalam BIM untuk mendukung dan mewakili peran BIM secara lebih baik berdasarkan persepsi
dari pemangku kepentingan tersebut. Manfaat penggunanya selama ini dan menjadi salah satu
paling besar dalam penggunaan BIM adalah rujukan untuk menentukan langkah-langkah
pengurangan biaya, penghematan waktu, dan strategis yang tepat guna mendorong penerapan
kontrol yang lebih efisien di seluruh siklus hidup BIM dengan skala yang lebih luas pada industri
proyek (Bryde, Broquetas dan Volm 2013). konstruksi nasional.
Banyak istilah baru, konsep dan aplikasi BIM
yang telah dikembangkan seperti 4D, 5D, 6D dan 7D.
Notasi “D” dalam BIM berarti dimensi dan memiliki KAJIAN PUSTAKA
tujuan yang berbeda untuk industri konstruksi.
Hwang, Zhao dan Yang (2019) melakukan
Implikasinya pada proses konstruksi adalah bahwa
kajian dampak BIM terhadap rework pada proyek
perancang konstruksi dan kontraktor dapat
konstruksi dan berdasarkan analisis data empiris
memodelkan situasi kehidupan nyata sebelum
menemukan bahwa proyek konstruksi yang
pindah ke lokasi proyek. Notasi 3D berarti tinggi,
menggunakan BIM memiliki persentase rework
panjang dan lebar, 4D adalah 3D+waktu, 5D adalah
yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak
4D+estimasi biaya, 6D adalah 5D+keberlanjutan,
45
menggunakan BIM. Lebih lanjut, dari penelitian ini Ahn, Kwak dan Suk (2016) mengeksplorasi
juga disimpulkan bahwa BIM secara umum strategi transformasi kontraktor yang akan
memberikan dampak penurunan biaya dan durasi memungkinkan mereka untuk berhasil mengadopsi
proyek. Penelitian ini diklaim sebagai penelitian dan menerapkan BIM untuk proyek konstruksi
pertama yang mengorelasikan pemanfaatan BIM besar. Penelitian ini memberikan kerangka dan
dengan rework. strategi transformasi organisasi untuk kontraktor
Frans dan Messner (2019) menemukan yang akan mengadopsi BIM dan memaksimalkan
beberapa temuan terkait adopsi BIM dengan potensi manfaat yang dapat dicapai pada proyek di
keterlibatan kontraktor, metode pengadaan organisasi mereka. Hasil penelitian juga
kontraktor, kriteria pemilihan kontraktor, jenis menunjukkan perusahaan konstruksi harus
kontrak konstruksi, pemanfaatan bangunan, jenis membuat departemen dan divisi BIM, dengan
klien, dan luas bangunan. Sebagai contoh, adopsi tujuan untuk mendukung baik implementasi BIM
tertinggi terjadi jika kontraktor sudah mulai dalam pengembangan bisnis. Departemen ini
dilibatkan sejak desain konseptual dan pradesain seharusnya diisi oleh dua atau tiga ahli BIM. Mereka
dan terendah jika dilakukan pemisahan keduanya juga menunjukkan bahwa untuk meningkatkan
dalam fase pelelangan. Pemilihan kontraktor implementasi BIM di perusahaan adalah dengan
menggunakan best value atau kontrak cost plus fee cara mengadakan diskusi BIM untuk berbagi
cenderung menghasilkan tingkat adopsi BIM yang pengetahuan dan pengalaman. Struktur organisasi
tinggi. BIM di perusahaan konstruksi juga menentukan
Abubakar, et al. (2018) membahas tingkat peran dan tanggung jawab para ahli BIM di
kesadaran responden terhadap BIM dan persepsi perusahaan dan bagaimana mereka ditugaskan
mereka tentang faktor pendorong serta hambatan untuk proyek berdasarkan pada berbagai jenis dan
untuk pengadopsiannya di industri konstruksi tingkat kompleksitas proyek.
Nigeria. Mereka mendapatkan faktor-faktor yang Gardezi, et al. (2014) mengidentifikasi dan
memengaruhi adopsi teknologi BIM di industri menentukan prioritas faktor-faktor yang
konstruksi Nigeria. Temuan mengungkapkan menghambat implementasi BIM di industri
bahwa ketersediaan profesional terlatih untuk konstruksi Malaysia. Hasil penelitian mereka adalah
menangani piranti BIM, ketersediaan perangkat tantangan untuk implementasi BIM yang dihadapi
lunak dan keterjangkauan, dan lingkungan yang sebagian besar disebabkan faktor biaya, tren pasar,
mendukung dapat menjadi penggerak BIM yang dan perilaku organisasi. Koordinasi yang erat di
paling signifikan dalam industri konstruksi Nigeria, antara pemegang saham industri dengan visi dan
diikuti oleh minat klien dalam penggunaan BIM di lingkungan khusus perlu dikembangkan dalam
proyek-proyek mereka dan kesadaran teknologi di industri konstruksi untuk menikmati manfaat yang
antara para pemangku kepentingan industri. dihasilkan dari penerapan BIM. Dukungan otoritas
Perubahan budaya kerja memiliki peringkat dan konsultasi ekstensif antara praktisi profesional
tertinggi sebagai penghalang yang paling signifikan, dan industri adalah satu-satunya kunci
diikuti oleh kendala hukum, tingginya biaya keberhasilan.
perangkat lunak, dan kurangnya dukungan Giel dan Issa (2013) mengidentifikasi besarnya
kebijakan pemerintah. penghematan biaya terkait dengan penerapan BIM
Akintola, Venkatachalam dan Root (2017) untuk menjadi bahan pertimbangan dalam
memaparkan hasil temuan penelitian tentang pengambilan keputusan pemilik dalam berinvestasi
penerapan BIM di Afrika Selatan. Mereka BIM. Mereka menegaskan tingginya keuntungan
menyatakan tantangan utama penerapan BIM atas investasi BIM dalam konteks perusahaan yang
terletak pada adanya persepsi bahwa proses dan diteliti. Namun yang mungkin lebih bernilai dari
prosedur BIM kompleks dan rumit, kurangnya keuntungan terukur ini adalah pengurangan request
profisiensi, dan pengetahuan berdasarkan for information (RFI), change order, dan
pengalaman yang berbeda-beda. keterlambatan yang merupakan beberapa manfaat
Ozorhon dan Cinar (2017) menyelidiki faktor- kualitatif dalam menggunakan BIM selama
faktor penentu keberhasilan dalam implementasi prakonstruksi.
BIM di negara-negara berkembang. Hasil penelitian Won, et al. (2013) menunjukkan bahwa aplikasi
mereka menunjukkan bahwa faktor terkait SDM, perangkat lunak BIM harus dipilih dengan
faktor terkait industri, faktor terkait proyek, faktor mempertimbangkan faktor teknis terlebih dahulu,
terkait kebijakan, dan faktor terkait sumber daya seperti seberapa baik aplikasi perangkat lunak saat
adalah sumber utama keberhasilan ini mendukung kinerja proyek, bagaimana aplikasi
mengaplikasikan BIM. Ada 16 faktor kunci sukses perangkat lunak interoperable dengan aplikasi lain,
yang dikelompokkan ke dalam faktor-faktor seberapa baik model besar dapat ditangani serta
tersebut; tiga yang terpenting adalah ketersediaan kemudahan pemodelan dan penambahan pustaka
staf yang mumpuni, kepemimpinan yang efektif, dan baru. Namun, selain keempat faktor teknis ini, tiga
ketersediaan informasi dan teknologi. faktor nonteknis berikut juga diidentifikasi sebagai
faktor penting dan harus mendapat perhatian
46
khusus: apakah ada kasus BIM yang dianggap membantu industri seperti yang terjadi di
berhasil, bagaimana dampak ekonomi yang Singapura, beberapa negara Skandinavia, dan AS.
diharapkan (keuntungan atas investasi), dan Pengguna dan penyedia konstruksi diminta untuk
apakah subkontraktor utama atau mitra bisnis saat mengambil pendekatan proaktif atas penggunaan
ini menggunakan aplikasi perangkat lunak. teknologi BIM; dalam beberapa kasus bahkan
Eadie, et al. (2013) mengukur penggunaan BIM dibutuhkan kepemimpinan dan pembinaan.
sepanjang siklus hidup proyek. Hasil penelitian Yan dan Demian (2008) mengidentifikasi
mereka menunjukkan aspek kolaborasi di semua manfaat penggunaan BIM dan hambatan dalam
pemangku kepentingan yang terkait dalam pelaksanaannya. Hasil penelitian menunjukkan
pengadopsian BIM menghasilkan dampak positif banyak orang tidak mau belajar bagaimana
secara ekonomis pada seluruh siklus hidup proyek. menerapkan BIM, atau mereka mungkin berpikir
Namun, ada sejumlah kendala berkaitan dengan teknologi desain saat ini cukup bagi mereka untuk
kurangnya keahlian dalam tim proyek dan merancang proyek. Meskipun baru beberapa
organisasi eksternal yang dapat mengakibatkan perusahaan menggunakan BIM, pada umumnya
motivasi untuk menerapkan BIM menjadi rendah. mereka menyadari dan menunjukkan minat pada
Kjartansdottir (2011) mengeksplorasi proses BIM. Beberapa perusahaan juga mengklaim bahwa
implementasi BIM, sejauh mana BIM digunakan, dan mereka akan mengadopsi BIM dalam waktu 3 tahun.
apakah perusahaan dan organisasi lain dalam
sektor konstruksi di Islandia menerapkan BIM
untuk proyek-proyek mereka. Hasil penelitiannya METODE PENELITIAN
menunjukkan peraturan terkait BIM kurang untuk Penelitian ini menggunakan pendekatan
mendukung implementasi BIM di Islandia. Tingkat kualitatif [referensi detail tentang pendekatan ini
adopsi BIM di Islandia adalah 40%. Penelitian dapat diacu pada Berg (2001) atau Stake (2010)].
Jensen dan Johannesson (2013) memperlihatkan Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara
tingkat adopsi yang lebih rendah oleh perusahaan dari beberapa responden yang memiliki
konstruksi di Islandia yang rata-rata tidak mencapai pengetahuan dan pengalaman mempraktikkan BIM.
10% sementara negara-negara Skandinavia lainnya Pengalaman yang dimiliki oleh organisasi yang
rata-rata jarang di bawah 10%. pernah menerapkan BIM menjadi sumber data
Azhar (2011) mencari tren BIM saat ini, terbaik untuk penelitian ini yang berusaha
manfaat, risiko yang mungkin terjadi, dan tantangan mengidentifikasi masalah potensial dalam adopsi
masa depan BIM untuk industri konstruksi. Hasil BIM di Indonesia. Pengalaman ini sangat berharga
penelitiannya mendapatkan rata-rata return on bagi perusahaan konstruksi lainnya karena mereka
investment (ROI) dari penerapan BIM pada 10 dapat membantu mengidentifikasi dan mengurangi
proyek konstruksi di AS antara tahun 2005 dan masalah sebelum menerapkan BIM. Karena alasan
2007 dengan nilai proyek bervariasi antara $14 juta inilah penelitian ini difokuskan pada elisitasi
dan $88 juta adalah 634%, yang dengan jelas persepsi dari responden yang merepresentasikan
menggambarkan potensi manfaat ekonominya. pengguna BIM.
Namun, ia juga menyarankan tim yang Cakupan isu yang terlalu luas terkait konsepsi
mengimplementasikan BIM berhati-hati tentang penerapan BIM mendorong Penulis untuk
legalitas menyangkut kepemilikan data dan memetakan terlebih dahulu isu-isu yang paling
pembagian risiko. Masalah-masalah tersebut harus relevan berdasarkan kajian pustaka. Gambar 1
diatur dalam dokumen kontrak. Namun, untuk memperlihatkan hasil pemetaan yang selanjutnya
menghindari konflik sejak dini yang mungkin dielaborasi menjadi pertanyaan-pertanyaan yang
muncul antara pengguna BIM dan klien tentang akan diajukan kepada responden melalui
kepemilikan data ini, hal tersebut seharusnya dapat wawancara semi-terstruktur.
diklarifikasi dan disepakati sejak proses pengadaan
berlangsung. Wawancara Semi-Terstruktur
Aranda-Mena, et al. (2008) mengidentifikasi
tantangan, pendorong bisnis serta manfaat untuk Responden penelitian ini difokuskan pada
konsultan arsitektur dan teknik, kontraktor dan mereka yang bekerja di perusahaan konstruksi yang
perakit baja. Hasil penelitian mereka adalah BIM sudah dan berpotensi mengadopsi BIM di
memerlukan biaya tinggi di awal tetapi perusahaan Indonesia. Pengumpulan data dilakukan melalui
yang mengadopsi akan pulih dengan cepat dan wawancara semi-terstruktur. Hal yang perlu
kinerja mereka akan meningkat secara drastis. dipahami adalah wawancara semi-terstruktur
Namun, responden penelitian ini harus mencari bukanlah percakapan bebas atau kuesioner yang
spesialis BIM untuk membantu mereka dalam sangat terstruktur (Grimsholm dan Poblete 2010).
proses transformasi dari budaya kerja konvensional Metode ini merupakan wawancara mendalam (in-
berbasis 2D ke budaya kerja yang lebih depth interview) yang mana responden harus
memungkinkan BIM termanfaatkan lebih optimal, menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka yang
dan pemerintah harus mencari cara untuk telah diset sebelumnya (Jamshed 2014).
47
Pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara Setiap pertanyaan disematkan kode untuk
disusun berdasarkan rumusan hasil dari tinjauan kemudahan analisis. Kodifikasi juga dilakukan
literatur. Ada 36 pertanyaan yang dihasilkan yang untuk responden penelitian.
dikelompokkan ke dalam enam faktor yaitu faktor Data yang diperoleh dari wawancara
terkait industri, faktor terkait proyek, faktor terkait selanjutnya dianalisis sebagai berikut. Hasil
kebijakan (regulasi), faktor terkait sumber daya, wawancara ditranskripsikan terlebih dahulu dan
faktor terkait investasi dan faktor terkait risiko BIM. berdasarkan transkrip tersebut, dilakukan
Sebagai contoh, pada faktor terkait sumber daya penandaan kata-kata kunci yang merujuk pada
manusia, ada dua pertanyaan yang diajukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah
tentang: (i) bagaimana ketersediaan tenaga ahli BIM teridentifikasi dan disusun matriks dengan kolom
pada perusahaan saat ini, (ii) apakah ada merujuk pada kode responden dan baris pada kode
persyaratan khusus yang harus ditetapkan untuk pertanyaan. Matriks ini dihasilkan setelah melalui
tenaga ahli BIM. Selain pertanyaan-pertanyaan yang proses pencarian, pemilahan, penilaian,
dirumuskan dari pemetaan isu sesuai Gambar 1, ada perangkuman, dan selanjutnya penggabungan yang
set pertanyaan yang sifatnya umum, termasuk lama mengerucut pada jawaban atas empat pertanyaan
perusahaan mengadopsi BIM, pandangan umum riset, sebagaimana telah disampaikan pada bagian
tentang penerapan BIM, manfaat yang dirasakan lain makalah ini; baca selengkapnya dalam
saat menerapkan BIM. Untuk informasi yang lebih Mieslenna (2019).
detail pembaca dapat merujuk Mieslenna (2019).
2 Request for information (RFI) adalah permintaan memungkinkan ketidakkonsistenan yang terjadi (contoh,
informasi yang diajukan oleh kontraktor kepada enjinir ketidakkonsistenan notasi, dimensi, perbedaan
yang mewakili klien untuk klarifikasi dokumen proyek, dokumen) dapat terdeteksi awal sehingga risiko konflik
sebagai contoh, spesifikasi atau gambar pada tahap selama tahap prakonstruksi dan konstruksi dapat
pelelangan dan/atau konstruksi. Dengan adanya BIM, dimitigasi lebih dini.
klarifikasi dokumen akan lebih mudah terfasilitasi dan
49
“BIM itu alat komunikasi yang sangat Namun, kehati-hatian tetap harus dikedepankan
baik sekarang. Dengan BIM kita bisa karena adanya risiko kegagalan implementasi BIM
membuat denah, tampak, potongan yang tinggi. Oleh karena itu, belajar dari
dan 3D langsung bisa pengalaman proyek percontohan sebelumnya
dikomunikasikan dengan klien karena sangat direkomendasikan untuk menurunkan risiko
estimasi hasil biaya langsung keluar.” ini yang menyebabkan kesia-siaan investasi
(R3) teknologi, SDM dan waktu, sebagaimana
pernyataan berikut ini:
BIM untuk memudahkan komunikasi juga
ditekankan oleh satu responden sebagai berikut. “BIM jika tidak diimplementasikan
secara maksimal, akan menjadi
“Selama ini pelaksanaan proyek selalu sampah saja. Jadi tidak dapat benefit
terlambat dikarenakan faktor dari waktu, mutu, biaya. Jadi menjadi
koordinasi yang memakan waktu pembuangan investasi teknologi, SDM,
lama. Hal itu disebabkan setiap pelaku dan membuang waktu juga. Risikonya
memiliki perspektif sendiri-sendiri itu kalau kita gagal atau
baik dari pihak perencana, pelaksana melakukannya secara sembrono,
dan subkon. BIM adalah alat bahasa otomatis bisa menjadi cacat atau
digital yang sama, sehingga mau kacau dalam koordinasi, output,
dilihat dari mana pun tetap sama. lapangan, kualitas pekerjaan, dan
Sehingga dengan menggunakan BIM cacat waktu untuk memperbaiki
kita bisa berbicara dengan bahasa dengan cara rework lagi”.
yang sama untuk mengefisienkan
waktu koordinasi.” (R2)
Namun, keunggulan BIM dari segi kolaborasi belum
sepenuhnya bisa tereksploitasi maksimal di Faktor-Faktor Penghambat
Indonesia. Hal tersebut disebabkan masih Meski belum dapat mengidentifikasi adanya
sedikitnya pengguna BIM jika dibandingkan dengan kelemahan BIM, beberapa responden
total pelaku konstruksi di Indonesia. BIM menyampaikan beberapa faktor yang dapat
membutuhkan kolaborasi terintegrasi dari hulu ke menghambat penerapan BIM di industri konstruksi
hilir: dari konsultan perencana sampai nasional, sebagaimana disampaikan berikut ini :
subkontraktor. Jika hanya sebagian saja pelaku yang
menggunakan BIM, proses koordinasi tetap akan
dilakukan melalui cara-cara konvensional dan hal a. Kebijakan penerapan BIM
ini mengakibatkan BIM tidak termanfaatkan secara Di Amerika Serikat, pemerintah sudah
optimal. Selain itu, proses konstruksi menjadi memandatkan penerapan BIM untuk proyek
terhambat karena salah satu pihak harus konstruksi mereka sejak tahun 2007 (Lee dan Yu
mengerjakan hal yang tidak dikerjakan oleh pihak 2016). Hal yang sama juga ditemui di China yang
lainnya, sebagaimana dipertegas dari salah satu mana penerapan BIM meningkat sejak
pernyataan responden: diberlakukannya kebijakan pemerintah dan
standar-standar industri (Jin, Hancock, et al. 2017).
“BIM itu esensinya kolaborasi, jadi Industri konstruksi Taiwan pun memiliki
semua pemangku kepentingan harus pengalaman yang sama (Juan, Lai dan Shih 2017).
menggunakan BIM. Jika hanya salah Namun demikian, ada kecemasan yang
satu pihak yang menggunakan BIM dirasakan oleh salah satu konsultan perencana yang
maka akan terlalu sulit, sehingga pihak justru berkeberatan jika pemerintah mengeluarkan
yang satu harus mengerjakan semua- regulasi yang mewajibkan penggunaan BIM untuk
semuanya sendiri.” (R2) seluruh proyek pemerintah:
Yang menarik, responden pada umumnya belum “Peraturan terkait BIM itu perlu
menemukan kelemahan BIM, sebagai contoh dua selama tidak menjadi penghambat,
pernyataan berikut. dalam arti penghambat tumbuhnya
usaha kecil dan menengah. Ketika BIM
“Belum ada. Sejauh ini sudah banyak menjadi keharusan, kasihan
yang menggunakan BIM.” (R8) perusahaan-perusahaan kecil
menengah. Bila BIM menjadi
“Tidak ada, karena kemudahan keseharusan bisa menjadi hal yang
menggunakan BIM itu malah menakutkan juga.” (R9)
menguntungkan.” (R9)
50
Sebagian besar responden penelitian ini (70%) “BIM itu lebih ke konstruksi teknologi
menegaskan fakta tingginya biaya investasi awal digital, bukan barang jadi dan bukan
pada tiga aspek: software, hardware, dan salah satu yang bisa kita sentuh dan
humanware. Dengan demikian, persyaratan untuk lihat. Tetapi berupa data dan
menerapkan BIM pada saat ini sebaiknya dibatasi informasi.” (R2)
untuk proyek-proyek dengan nilai tertentu
dikaitkan dengan alasan ekonomis. BIM Penelitian ini menyimpulkan kepemilikan data
membutuhkan investasi yang besar dan dalam praktik bisa beragam. Ada pengguna yang
menghasilkan ROI sebagaimana diharapkan dalam secara otomatis menyampaikan data kepada klien,
jangka panjang—meski perlu kehati-hatian sebagaimana pernyataan berikut.
menggunakan ROI untuk indikator keekonomisan
dalam konteks BIM karena kerap tidak “Kepemilikan data otomatis kita
merefleksikan manfaat dan biaya yang riil (Jin, serahkan ke pemilik proyek (klien).”
Hancock, et al. 2017)—sehingga perusahaan (R2)
dengan kualifikasi besar dan sebagian menengah
dapat menjadi calon pengguna bila diberlakukan Namun, praktik lain memperlihatkan hal yang
persyaratan adopsi BIM. Di Korea, pada tahun 2012 sebaliknya bahwa kepemilikan data berada pada
pemerintah menetapkan proyek-proyek pengguna, bukan klien. Untuk menghindari
pemerintah dengan nilai hanya di atas 50 milyar terjadinya konflik antara pengguna dan klien terkait
won (setara dengan Rp627 milyar dengan kurs kepemilikan data, klausul kontrak harus secara
Rp12,53/1 won) harus menerapkan BIM (Lee dan tegas mengatur hal tersebut.
Yu 2016). Standardisasi juga menjadi isu yang dihadapi
Terkait dengan hal ini, di Indonesia, oleh responden. Ada beberapa responden yang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan menyatakan kebutuhan standardisasi notasi
Rakyat (PUPR) telah menerbitkan Peraturan komponen konstruksi bangunan. Sebagai contoh,
Menteri PUPR No. 22/PRT/M/2018 yang notasi untuk kolom dan balok yang bisa
diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2018. Dalam diseragamkan untuk memudahkan komunikasi
lampiran peraturan tersebut disebutkan bahwa BIM antara konsultan perencana dan kontraktor
wajib diterapkan untuk bangunan gedung negara pelaksana. Penyeragaman ini direkomendasikan
tidak sederhana yang memiliki luas di atas 2000 m2 dan diatur dalam standardisasi yang berlaku
dan di atas dua lantai. Adapun luaran dari hasil nasional, misal, Standar Nasional Indonesia. Hal
desain menggunakan BIM meliputi gambar yang sama juga diterapkan di Korea (Lee dan Yu
arsitektur, gambar struktur, gambar utilitas, 2016). Standardisasi ini seharusnya juga termasuk
gambar lansekap, rincian volume pekerjaan, dan standar kompetensi kerja nasional Indonesia untuk
rencana anggaran biaya. Karena peraturan ini kategori BIM untuk memenuhi kebutuhan tenaga
masih relatif baru saat makalah ini disusun, ahli yang kerap kali menjadi kendala penerapan
dampaknya terhadap penerapan BIM masih perlu BIM.4
diuji di dalam pasar.3 Namun, penerbitan peraturan Terkait pemilihan jenis kontrak konstruksi
ini setidaknya dapat menjadi faktor pendorong untuk penerapan BIM yang lebih optimal, Bynum,
penerapan BIM. Issa dan Olbina (2013) menyatakan BIM lebih
Isu lain terkait kebijakan adalah pengaturan sesuai untuk kontrak rancang bangun (design-build;
tentang kepemilikan data dan distribusi informasi. DB). Ada pandangan beragam mengenai hal ini oleh
Keresahan terkait data dan informasi tersebar ke responden penelitian. Dari sudut pandang
pihak lain dirasakan oleh salah satu responden responden kontraktor, kontrak DB akan
karena perusahaan mereka memiliki pengalaman menguntungkan dalam proses koordinasi karena
buruk kebocoran data dan data perusahaan mereka kontrak konsultan perencana berada di bawah
digunakan oleh pihak lain. Padahal, data dan kontraktor, sebagaimana dipertegas salah satu
informasi adalah esensi dari BIM itu sendiri, pernyataan responden:
sebagaimana dipertegas salah satu responden:
3 Merujuk pada ketentuan, nilai proyek dengan kriteria 4 Saat makalah ini disusun terbit ISO 19650-1-2018 dan
teknis ini adalah Rp10,9 milyar di Provinsi Daerah ISO 19650-2-2018 yang memberikan rekomendasi
Istimewa Yogyakarta pada tahun 2019 dengan kerangka kerja untuk pertukaran, pencatatan, versioning,
menggunakan data Harga Satuan Bangunan Gedung dan pengorganisasian bagi seluruh aktor yang terlibat
Negara di provinsi ini untuk bangunan gedung negara dalam proyek konstruksi yang sementara ini dapat
tidak sederhana Rp4.990.000 per m2, koefisien untuk dua dimanfaatkan untuk membantu pengelolaan informasi
lantai 1,09. Di Provinsi DKI, jika diasumsikan Indeks dalam BIM.
Kemahalan Konstruksi tahun 2018 masih bisa digunakan,
nilai ini menjadi sekitar Rp11,3 milyar.
51
“Jika kontrak pengerjaan BIM design sesuai untuk pengadaan yang menggunakan
and build maka kita bisa menjaga kontrak DB, meski sebagaimana yang sudah
outputnya. Akan tetapi kalau fixed didiskusikan sebelumnya, masih terjadi disensus
price (catatan: design-bid-build), lump antarresponden penelitian tentang hal ini dan
sum itu kan kita menerima output dari dibutuhkan penelitian ini lebih lanjut untuk menguji
pemangku kepentingan yang berbeda. hipotesis ini.
Jadi kami tidak bisa kontrol di sana,
karena kontraknya bukan di bawah b. Kebutuhan investasi
kita.” (R2)
Di Taiwan, keberatan menggunakan BIM terutama
disebabkan tingginya biaya peralihan (switching
Kontraktor merasa kontrak DB akan lebih mudah
cost) dan dukungan teknologi yang terbatas (Juan,
dikontrol bagi mereka dalam pengerjaan BIM.
Lai dan Shih 2016). Pada penelitian ini, sebagian
Namun, hal berbeda dirasakan konsultan perencana
besar responden juga menyatakan bahwa
karena dengan kontrak DB mereka merasa tidak
dibutuhkan investasi yang besar terkait perangkat
punya wewenang untuk langsung memberikan
lunak dan perangkat keras dalam mengadopsi BIM,
saran kepada klien, karena mereka berkontrak
sebagaimana dipertegas salah satu pernyataan
dengan kontraktor sehingga harus mengikuti apa
responden:
yang diinginkan oleh kontraktor; terlebih operator
BIM ada di pihak kontraktor, sebagaimana
“Perangkat lunak ini tidak murah, dan
dipertegas salah satu pernyataan responden:
perangkat keras untuk perangkat
lunak ini membutuhkan klasifikasi
“Sebetulnya kalau jadi klien kita
yang tidak umum. Jadi BIM ini capital
enaknya jangan yang design and build.
expenditure-nya tidak sedikit sehingga
Karena kalau design and build
BIM harus memberikan efisiensi yang
konsultan dibayar oleh kontraktor.
besar.” (R8)
Kita jadi tunduk sama kontraktor.
Walaupun kita profesional, tetapi
Pernyataan di atas diperkuat oleh responden
kontraktor inginnya optimalisasi jadi
lainnya yang mencari alternatif lain dengan
menekan biaya seminimum mungkin.
membeli perangkat lunak di negara tetangga karena
Walaupun masih memegang
dirasa tidak ada keringanan bagi para asosiasi
peraturan dan tingkat safety tentunya.
tertentu untuk pengadaannya, sebagaimana
Optimalisasi masuk standar jadi faktor
dipertegas dalam pernyataan berikut:
keamanan tetap ada, tetapi kita
biasanya kalau desain harus sesuai
“Mahal sekali harga di Indonesia,
dengan gaya yang keluar dari
sehingga mencari alternatif di
komputer.” (R10)
Singapura. Upgrade perangkat keras.
Karena mahalnya biaya, kita harus
Persepsi yang berbeda antara konsultan dan
menggunakan Graphisoft ArchiCAD®
kontraktor mengenai kontrak DB pada proyek
secara bergantian.” (R9)
konstruksi yang menggunakan BIM ini bisa menjadi
masukan bagi klien dan regulator. Hal ini terkait
Berbeda halnya dengan pendapat salah satu
dengan masukan konsultan perencana untuk bisa
responden yang beranggapan bahwa investasi
lebih leluasa menyampaikan pendapatnya jika
dalam mengadopsi BIM itu bukan merupakan hal
dimungkinkan berkomunikasi langsung kepada
yang besar karena itu merupakan investasi
klien.
perusahaan, sebagaimana dipertegas salah satu
Isu yang lebih kompleks akan ditemui pada
pernyataan responden:
penerapan BIM untuk pengadaan yang
menggunakan sistem design-bid-build yang mana di
“Kita sekarang kalau mau jadi
dalamnya mengatur secara tegas delineasi fungsi
konsultan mau masuk level mana, jika
antara konsultan dengan kontraktor, yang
kita mau masuk gred besar
mengakibatkan koordinasi antara keduanya
seharusnya tidak ada kendala masalah
menjadi lebih rumit. Di sisi lain penerapan BIM yang
investasi biaya. Jadi investasi
optimal sangat membutuhkan komunikasi dan
seharunya bukan seberapa jika kita
koordinasi yang efektif antara keduanya.
sudah bermain dengan level-level
Sebagaimana dipahami, salah satu keunggulan
yang di atas. Investasi tidak ada
utama dari kontrak DB ini terletak pada efektivitas
masalah terkait mengadopsi BIM”
komunikasi antara tim desain dan tim pelaksana
(R10)
konstruksi (Chen, et al. 2015) yang selaras dengan
faktor kunci sukses penerapan BIM. Oleh karena itu,
Sebuah penelitian dilakukan di industri konstruksi
penelitian ini menghipotesiskan bahwa BIM lebih
Taiwan dengan hasil temuan 60% responden
52
mengakui bahwa mereka enggan untuk mengadopsi untuk bersedia berinvestasi biaya, waktu, tenaga
perangkat lunak BIM terutama karena biaya kerja ahli baru, dan sebagainya.
pergantian yang terlalu tinggi dan dukungan Terkait dengan tingginya biaya yang harus
teknologi untuk BIM terbatas. Hasilnya konsisten diinvestasikan untuk menerapkan BIM, perlu atau
dengan studi sebelumnya yang mengungkapkan tidaknya pembebanan biaya implementasi BIM
penghambat mengadopsi BIM adalah biaya pada biaya total proyek masih menjadi perdebatan
investasi awal perangkat lunak. Namun, kesediaan dalam penelitian ini. Lebih kurang setengah
mereka sangat dipengaruhi oleh kebijakan responden menganggap perlu adanya pembebanan
pemerintah, motivasi pesaing, insentif keuangan, biaya ekstra sementara sisanya menganggap
dan dukungan teknologi (Juan, Lai dan Shih 2016). pembebanan tersebut tidak dibutuhkan mengingat
Isu lainnya yang menjadikan perusahaan BIM sudah menjadi investasi internal perusahaan.
enggan untuk berinvestasi adalah masih banyaknya Penambahan biaya proyek justru akan berpengaruh
perusahaan perencana yang belum menggunakan negatif bagi daya saing perusahaan, sebagaimana
BIM, sebagaimana salah satu pernyataan dipertegas salah satu responden:
responden:
“Jika kita menambahkan biaya itu akan
“Masih banyak perusahaan perencana berpengaruh dengan kompetensi dari
yang belum menggunakan BIM penawaran lelang. Katakan kalau kita
sehingga hal ini akan mempersulit tambahkan terkait BIM, bisa jadi kita
dalam berkomunikasi. Hal terpenting kalah dalam penawaran karena kita
untuk penerapan BIM pada awalnya menambahkan biaya BIM di sana. Jadi
berangkat dari konsultan perencana, kita dituntut untuk efisien dan sisa
pengenalan di awal dulu sampai efisien ini kita pakai untuk investasi
deteksi benturan (clash detection) BIM.” (R2)
baru sampai bisa aplikasi/desain final.
Kontraktor sebenarnya cuma Pernyataan tersebut didukung R3 yang menyatakan
mengendalikan saja, perencanaan itu bahwa pembebanan investasi ini dapat tergantikan
yang membutuhkan waktu. Karena oleh efisiensi dalam proses pengerjaan
idealnya BIM sebenarnya masuk dari menggunakan BIM:
awal perencanaan. Konstruksi hanya
untuk mengendalikan saja. Kalau “Seorang pebisnis pasti berpola pikir
memang nanti sudah banyak what you get is what you invest.
pelelangan proyek yang Investasi BIM ini tidaklah murah,
mensyaratkan penggunaan BIM baru kalau konsultan pola pikirnya
perusahaan akan berinvestasi di BIM.” bagaimana kita bisa membebankan
(R1) lebih. Tetapi ternyata cara kerjanya
bukan begitu. Bagaimana kita bekerja
Pada skala yang lebih luas, industri konstruksi ragu lebih baik supaya lebih efisien. Cara
untuk berinvestasi BIM karena, salah satunya, pandangnya harus lebih seperti itu.”
masih sedikit contoh nyata manfaat ekonomis dari (R3)
penerapan BIM. Investasi perangkat lunak dan
perangkat keras menjadi faktor penghambat dalam Salah satu studi mendukung argumentasi di atas
mengadopsi BIM karena kecemasan atas dengan hasil penelitian yang membuktikan bahwa
pengembalian investasi yang berdampak kerugian implementasi BIM memang mengeluarkan biaya
ekonomis bagi perusahaan. Namun, faktor yang tambahan pada tahap desain, tetapi biaya akan
paling dominan adalah masih kurangnya diimbangi pada tahap pembangunan (Lu, et al.
permintaan klien akan BIM dan belum banyaknya (2014); Lu, Fung, et al. (2015) dalam bentuk
konsultan perencana, subkontraktor, atau mitra kemudahan bagi tim mereka selama proses
bisnis yang sudah mengadopsi BIM. konstruksi. Jika ada pembebanan ekstra, biaya
Kekhawatiran akan investasi BIM teknologi akan menjadi beban finansial bagi para
berpengaruh dalam faktor sukses untuk klien yang justru akan berdampak negatif terhadap
mengadopsi BIM, sehingga pada konteks ini permintaan penerapan BIM oleh klien.
dukungan manajemen menjadi hal yang esensial Pada salah satu kasus yang digunakan dalam
menentukan keputusan adopsi/tidak mengadopsi Giel dan Issa (2013), kontraktor—yang
BIM ini. Hal serupa ditemukan dalam penelitian memenangkan kontrak konstruksi—menawarkan
(Lee, Yu dan Jeong 2013) yang menemukan bahwa layanan mengonversi gambar 2D ke dalam gambar
di Korea tingkat persetujuan untuk mengadopsi 3D atas desain awal. Atas layanan ini, kontraktor
BIM harus mendapatkan dukungan dari manajemen membebankan biaya tambahan kepada klien. Dari
yang diterjemahkan menjadi komitmen manajemen konversi ini teridentifikasi beberapa
ketidakonsistenan gambar desain awal.
53
Konklusi apakah pembebanan ekstra sudah dibangunnya asosiasi IBIMI, adanya
dibutuhkan pada situasi yang mana pihak klien sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan oleh
sendiri yang meminta diterapkannya BIM atau Kementerian PUPR, dan diselenggarakannya mata
mendapatkan jasa ekstra untuk memanfaatkan BIM kuliah BIM sebagaimana telah dijelaskan
masih bersifat elusif dan membutuhkan penelitian sebelumnya.
lebih lanjut untuk menjawabnya.
Strategi-Strategi Percepatan
c. Pergeseran budaya kerja
Beberapa strategi dapat diusulkan untuk
Pengadopsian BIM di suatu perusahaan meningkatkan skala penerapan BIM yang lebih luas.
mengharuskan adanya pergeseran dari proses kerja
konvensional ke BIM. Hal ini diakui oleh sebagian Pelatihan dan alih pengetahuan
responden sebagai hambatan terbesar. Proses
Pelatihan sebenarnya menjadi salah satu cara untuk
transisi ini kerap mengakibatkan adanya penolakan
dapat meningkatkan kapasitas dalam hal
dari sebagian staf karena keengganan
pengetahuan dan keterampilan mengoperasikan
menggunakan teknologi baru, sebagaimana
BIM. Namun, semua responden menyampaikan
dipertegas salah satu responden:
kritik mereka bahwa pelatihan yang diberikan oleh
pihak vendor dinilai kurang memadai dengan
“Perubahan budaya kerja sangat
kebutuhan mereka, sebagaimana dipertegas salah
terasa di perusahaan, karena para staf
satu responden:
harus berdedikasi penuh dalam
“Pelatihan yang dilakukan oleh vendor
mengerjakan BIM. Kebutuhan proyek
hanya pengenalan tools saja tidak
saat ini selalu mendesak untuk
mendalam ke detail perencanaan
dikerjakan dalam 2D, jika BIM masuk
proyek sehingga perusahaan perlu
di tengah-tengah proyek akan
mengembangkan sendiri.” (R10)
menyebabkan perlawanan
(resistensi), itu yang menjadi kendala
Perusahaan pada akhirnya mendapatkan
terbesar.” (R5)
pengetahuan terkait penerapan BIM pada proyek
mereka melalui proyek percontohan. Dari proyek-
Mengubah pola pikir staf dari konvensional ke BIM
proyek percontohan tersebut mereka mendapatkan
membutuhkan waktu. Meski sudah diadakan
pengalaman melalui trial and error tentang
pelatihan dan sosialisasi di perusahaan; hal ini tetap
bagaimana cara menerapkan BIM dalam suatu
menjadi salah satu kendala penting, sebagaimana
proyek yang tidak mereka dapatkan dari pelatihan
dipertegas salah satu responden:
vendor.
Mayoritas responden membangun sendiri
“Transisi SDM tidak mudah, dari
keahlian BIM di dalam perusahaan dengan
konvensional ke BIM. Training orang
melakukan pelatihan internal dan eksternal.
itu yang menjadi kendala karena
Namum demikian ada persyaratan yang harus
mengubah pola pikir bagi staf
dipenuhi yaitu kesesuaian dengan disiplin ilmu
perusahaan dari konvensional 2D ke
masing-masing. Hal ini mengingat BIM akan lebih
3D sangat perlu waktu.” (R6)
optimal jika ada multidisiplin dan kesesuaian
disiplin yang mengerjakan BIM, sebagaimana
Pada umumnya responden menyebutkan bahwa
dipertegas salah satu responden:
sebagian besar staf tidak ingin belajar cara
mengoperasikan BIM karena pendekatan
“Latar belakang disiplin ilmu bagi
konvensional yang selama ini dipraktikkan sudah
modeler itu sangat penting. Jika pelaku
lebih dari memadai dalam merancang proyek.
tidak hanya membuat model tetapi
Transisi budaya kerja ini merupakan kendala awal
juga mengerti logika disiplin ilmunya
pada saat baru mengadopsi BIM di perusahaan dan
bagaimana.” (R8)
membutuhkan waktu yang cukup panjang dengan
berbagai macam strategi perusahaan untuk
Salah satu responden berbagi pengalamannya
menyelesaikannya.
terkait hal ini. Saat awal mengadopsi BIM, mereka
meminta pihak vendor untuk mengerjakan BIM di
Potensi Ke Depan
proyek percontohan. Namun, hasil yang didapatkan
Seluruh responden penelitian meyakini penerapan sangat mengecewakan karena data BIM yang
BIM di masa depan sangat prospektif karena sudah diterima tidak sama dengan peraturan teknis yang
munculnya kesadaran industri atau tren pasar ada di Indonesia. Hal tersebut yang menjadikan
untuk implementasi BIM. Hal tersebut didukung perusahaan menyadari bahwa dibutuhkannya
dengan sudah mulai banyaknya tema-tema seminar kedisiplinan yang sesuai dalam pengerjaan BIM.
yang mengangkat isu BIM pada dunia konstruksi,
54
Strategi yang bisa diusulkan adalah Sinkronisasi implementasi
mendorong budaya pelatihan yang berkelanjutan
Pada internal organisasi pengguna BIM sendiri juga
melalui alih pengetahuan di dalam perusahaan;
dibutuhkan koordinasi dan sinkronisasi antardivisi
sebagai contoh, alih pengetahuan dari staf yang
untuk memungkinkan penerapan BIM bisa berjalan
sudah mengikuti pelatihan kepada rekan kerja yang
mulus. Satu responden menyatakan bahwa:
belum mendapatkan, sebagaimana dipertegas salah
satu responden:
“Hal yang menjadi kendala awal
adalah bagaimana menyamakan
“Kewajiban bagi staf yang sudah
tingkat kecepatan dalam
mengikuti pelatihan BIM di luar yaitu
implementasi dari setiap divisi.
dengan memberikan pelatihan
Kecepatan adopsi mereka tergantung
internal bagi junior atau rekan lainnya
dari kebijakan divisinya, ketersediaan
agar berkesinambungan dan
orangnya, kemampuan mereka untuk
mengurangi biaya pelatihan secara
menyediakan infrastrukturnya dalam
terus menerus selain eksternal.” (R6)
pengadaan alat bantu pendukung dan
ketersediaan proyeknya. Menambah
Selain budaya pelatihan dibutuhkan juga
tenaga ahli baru untuk menjadi
pendampingan dan supervisi kepada staf. Hal ini
koordinator tiap divisi sehingga lebih
dirasakan efektif karena dapat langsung
mudah dalam pemahaman di masing-
memberikan masukan dan mengontrol staf yang
masing divisi.” (R4)
masih dalam proses belajar.
Beberapa negara, misal Amerika Serikat,
Ahn, Kwak dan Suk (2016) merekomendasikan
Inggris dan Singapura, sudah membuat standarisasi
pentingnya pembentukan divisi khusus BIM namun
yang dapat digunakan oleh para pelaku konstruksi
penelitian ini menghasilkan kesimpulan lain. Perlu
dalam seluruh siklus tahapan BIM, sehingga dapat
tidaknya membentuk suatu divisi khusus BIM di
mempermudah bagi para pengguna BIM. Standar
dalam perusahaan masih menjadi pertanyaan,
tersebut di dalamnya mengatur pelatihan dan
kecuali jika divisi tersebut dapat dipastikan mampu
tenaga ahli apa saja yang dibutuhkan dalam BIM.
berkolaborasi dengan divisi-divisi lainnya dalam
Selain standar BIM, sertifikasi bagi tenaga ahli BIM
perusahaan. Salah satu responden penelitian ini
dibutuhkan agar dapat menjadi acuan industri
beranggapan dengan adanya divisi baru justru
konstruksi. Sampai saat ini belum ada sertifikasi
mengakibatkan staf lain tidak bersedia berperan
BIM, kecuali Ikatan Ahli Pracetak dan Prategang
serta, sebagaimana dipertegas dalam pernyataan
Indonesia yang telah menerbitkan sertifikat
berikut:
keahlian BIM pracetak bagi para anggotanya,
menurut informasi dari R5.
“Pada saat inisiasi program BIM,
Penelitian yang dilakukan oleh Young, et al.
inisiator meminta agar tidak dibuat
(2009) menyebutkan perlunya mempersiapkan
divisi khusus. Ketika membuat
generasi masa depan para pelaku konstruksi
divisi khusus BIM maka orang-
dengan memasukkan pendidikan BIM ke dalam
orang yang tidak tergabung di
kurikulum. Hal tersebut dikarenakan kondisi saat
dalam divisi BIM akan berpikir
ini terdapat banyak individu yang kurang terlatih
secara tidak bertanggung jawab
sehingga menjadi penghalang utama dalam
akan keberlanjutan BIM secara
penerapan teknologi BIM dalam industri
sistem. Yang dibutuhkan adalah
konstruksi.
partisipasi masukan dari seluruh
Beberapa universitas di Indonesia diketahui
staf perusahaan. Sehingga ada
telah memasukkan mata kuliah BIM dalam silabus
masukan dari semua divisi. Jika
program studi sarjana, pilihan program profesi, atau
membuat divisi BIM (khusus)
mata kuliah umum. Saat ini di Indonesia sudah
maka staf lain akan menutup diri
banyak dilakukan kolaborasi industri-akademi
dan menjadi tidak berkembang.
dalam hal BIM dalam format perwakilan dari
Divisi BIM bisa dibuat jika
perusahaan yang sudah mengadopsi BIM menjadi
manajemen bisa memastikan divisi
dosen tamu di universitas tersebut. Manfaat dari
BIM bisa masuk ke semua divisi di
dosen tamu yang merupakan pelaku langsung dari
perusahaan.” (R3)
pengguna BIM adalah untuk berbagi pengalaman
mereka dalam proses pelaksanaan BIM di proyek
Sebagai konklusi dapat disampaikan bahwa
konstruksi sehingga mahasiswa dapat memahami
penerapan BIM di Indonesia masih memiliki banyak
bagaimana teori-teori tentang BIM dapat
tantangan, tetapi potensinya sangat baik. Faktor-
diimplementasikan dalam praktik.
faktor penghambat adopsi BIM dapat diatasi dengan
strategi dari para pelaku BIM saat ini. Permasalahan
utama pada potensi BIM di Indonesia yang
55
diutarakan oleh responden adalah motivasi dari yang berkesinambungan, dan yang terpenting
perusahaan itu sendiri untuk mengadopsi BIM. Hal adalah transisi budaya kerja dari konvensional ke
tersebut diperkuat oleh penelitian Taylor dan Levvit BIM. Terlepas dari faktor-faktor penghambat ini,
(2007) dalam Won, et al. (2013) bahwa kesiapan potensi BIM untuk diterapkan ke depan sangat
nonteknis organisasi dianggap lebih bermasalah prospektif dengan sudah munculnya kesadaran
dalam proses adopsi BIM daripada kesiapan industri atau tren pasar untuk implementasi BIM.
teknologi, terutama selama periode awal adopsi.
Hal-hal nonteknis harus disiapkan sebelum
implementasi BIM. Keberhasilan adopsi BIM SARAN
bergantung pada seberapa baik perusahaan Selain keterbatasan penelitian yang teridentifikasi,
menyelaraskan teknologi BIM dengan proses kerja masih banyak isu lainnya yang belum tercakup
mereka daripada kesiapan teknologi. dalam penelitian ini. Beberapa isu tersebut antara
lain adalah peran sektor publik dalam regulasi BIM
Keterbatasan Penelitian saat ini, analisis benefit-cost ratio dalam
implementasi BIM pada proyek konstruksi di
Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan yang Indonesia, komponen pengukur kinerja BIM yang
dapat mengakibatkan perlunya kehati-hatian dalam menghasilkan sertifikasi keahlian BIM, persyaratan
melakukan generalisasi hasil temuan. Pertama, informasi BIM yang berhak dimiliki oleh klien dan
responden sebagai narasumber penelitian ini masih manajemen asetnya, perbandingan distribusi waktu
terbatas pada mereka yang tergabung dalam IBIMI. proyek konstruksi yang menggunakan BIM dan
Pada satu sisi, pemilihan ini lebih didasarkan pada yang tidak, studi kasus analisis konstruksi
pendekatan pragmatis namun di sisi lain, yang juga menggunakan BIM, dan strategi pengajaran BIM
berpotensi meninggalkan persoalan belum untuk mahasiswa teknik konstruksi. Oleh karena
terepresentasinya persepsi mereka yang berasal itu, penelitian ini merekomendasikan penelitian
dari institusi lainnya yang juga menjadi pemangku lanjutan untuk menjawab isu-isu di atas dengan
kepentingan dalam penerapan BIM di Indonesia. melibatkan responden yang representatif
Kedua, wawancara untuk pengumpulan data
dilakukan pada kurun waktu tertentu sementara
dalam praktik mungkin saja terjadi perubahan- UCAPAN TERIMA KASIH
perubahan yang mengakibatkan hasil temuan
menjadi kurang relevan lagi dengan situasi terkini. Penulis pertama sebagai kontributor utama
Pada konteks ini, beberapa hasil temuan penelitian makalah ini mengucapkan terima kasih kepada
ini dapat setidaknya dimanfaatkan sebagai Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
benchmark untuk penelitian-penelitian berikutnya Kementerian PUPR yang telah memberikan
mengenai penerapan BIM di Indonesia. beasiswa kepada Penulis pertama menyelesaikan
pendidikan magister di Program Pascasarjana
KESIMPULAN Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan.
Makalah ini merupakan bagian dari penelitian yang
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini adalah dilakukan Penulis pertama selama menjalani
kesimpulkan yang dapat dirumuskan. pendidikan tersebut. Penulis juga menyampaikan
BIM di Indonesia sudah mulai diadopsi oleh apresiasi kepada mitra bestari yang telah
beberapa pelaku konstruksi meski masih terbatas. memberikan komentar konstruktif yang
Proses adopsi BIM bisa dilakukan secara bottom-up meningkatkan kualitas makalah ini.
dan top-down dengan motivasi yang beragam antara
satu perusahaan dan perusahaan lain. DAFTAR PUSTAKA
Faktor-faktor keunggulan BIM yang teridentifikasi Abubakar, M., Y. Ibrahim, D. Kado, dan K. Bala. 2018.
adalah dapat mengendalikan proyek konstruksi, Contractors perception of the factors
mendeteksi konflik pada saat proses perencanaan, affecting building information modeling
mengurangi RFI, mengurangi limbah material, (BIM) adoption in the Nigerian
mengestimasi biaya, menghindari rework, construction industry. Proceedings of the
menghemat SDM, mempermudah dokumentasi, dan International Conference on Computing in
mendapatkan proyek baru. Kelemahan BIM sampai Civil and Building Engineering. Orlando.
saat ini belum ditemukan oleh para responden.
Secara umum, temuan ini konsisten dengan Ahn, Y.H., Y.H. Kwak, dan S.J. Suk. 2016. “Contractor
temuan-temuan studi terdahulu. transformation strategies for adopting
building information modeling.” Journal of
Faktor-faktor penghambat dalam adopsi BIM Management in Engineering 32 (1):
adalah kebutuhan investasi yang cukup besar, 5015005.
komunikasi antardivisi dalam internal organisasi,
ketersediaan spesialis BIM, kebutuhan pelatihan
56
Akintola, A., S. Venkatachalam, dan D. Root. 2017.
New BIM roles' legitimacy and changing Gardezi, S.S.S., N. Shafiq, M.F. Nurudin, S.A. Farhan,
power dynamics on BIM-enabled projects. dan U.A. Umar. 2014. Challenges for
Journal of Construction Engineering and implementation of building information
Management 143 (9) : 04017066. modeling (BIM) in Malaysian construction
industry. Applied Mechanics and Materials
Aranda-Mena, G., J. Crawford, A. Chevez, dan T. 567 : 559-564.
Froese. 2008. Building Information
Modeling demystified: does it make Giel, B.K., dan R.R.A. Issa. 2013. Return on
business sense to adopt BIM?. Proceedings investment analysis of using building
of the International Conference on information modeling in construction.”
Information Technology in Construction. Journal of Computing in Civil Engineering 27
Santiago. (5): 511-521.
Azhar, S. 2011. Building Information Modeling Grimsholm, E., dan L. Poblete. 2010. Internal and
(BIM): trends, benefits, risks, and External Factors Hampering SME Growth:
challenges for the AEC industry. Leadership A Qualitative Case Study of SMEs in
and Management in Engineering 11 (3): Thailand. Master Thesis. Gotland: Gotland
241-252. University.
Azhar, S., A. Behringer, A. Sattineni, dan T. Maqsood. Herr, C.M., dan T. Fischer. 2018. BIM adoption
2012. BIM for facilitating construction across the Chinese AEC industries: an
safety planning and management at extended BIM adoption model. Journal of
jobsites. Proceedings of the CIB W099 Computational Design and Engineering: in
International Conference on Modelling and press.
Building Health and Safety. Rotterdam : 82-
92. Hwang, B-G., X. Zhao, dan K.W. Yang. 2019. Effect of
BIM on rework in construction projects in
Berg, B.L. Qualitative Research Methods for the Singapore: status quo, magnitude, impact,
Social Sciences. 4th. Ed. Boston: Allyn and and strategis. Journal of Construction
Bacon, 2001. Engineering and Management 145 (2):
04018125.
Bryde, D., M. Broquetas, dan J.M. Volm. 2013. The
project benefits of building information Jamshed, S. 2014. Qualitative research method-
modeling. International Journal of Project interviewing and observation. Journal of
Management 31 (7) : 971-980. Basic and Clinical Pharmacy 5 (4): 87-88.
Bynum, P., R.R.A. Issa, dan S. Olbina. 2013. Building Jensen, P.A., dan E.I. Johannesson. 2013. Building
information modeling in support of information modelling in Denmark and
sustainable design and construction. Iceland. Engineering, Construction and
Journal of Construction Engineering and Architectural Management 20(1): 99-110.
Management 139 (1): 24-34.
Jin, R., C. Hancock, L. Tang, C. Chen, D. Wanatowski,
Chen, Q., Z. Jin, B. Xia, dan P. Wu. 2015. Time and cost dan L. Yang. 2017. Empirical study of BIM
performance of design-build projects. implementation-based perceptions among
Journal of Construction Engineering and Chinese practitioners. Journal of
Management 142 (2): 04015074. Construction Engineering and Management
33 (5): 04017025.
Eadie, R., M. Browne, H. Odeyinka, C. McKeown, dan
S. McNiff. 2013. BIM implementation Jin, R., C.M. Hancock, L. Tang, dan D. Wanatowski.
throughout the UK construction project 2017. BIM investment, returns, and risks in
lifecycle: an analysis. Automation in China's AEC industries. Journal of
Construction 36 : 145-151. Construction Engineering and Management
143 (12): 04017089.
Eastman, C., P. Teicholz, R. Sacks, dan K. Liston.
2008. BIM Handbook. New York: Wiley. Johnson, R.E., dan E.S. Laepple. 2003. Digital
Frans, B., dan J. Messner. 2019. Evaluating the Innovation and Organizational Change in
impact of building information modeling on Design Practice. CRS Center Working Paper
project performance. Journal of Computing 2, CRS Center, Texas A&M University.
in Civil Engineering 33(3): 04019015.
57
Juan, Y., W. Lai, dan S. Shih. 2017. Building di Indonesia.” Tesis Master, Program Studi
information modeling acceptance and Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik
readiness assessment in Taiwanese Parahyangan, Bandung.
architectural firms. Journal of Civil
Engineering and Management 23 (3): 356- Nurcahyadi, G. 2017. BIM Efisienkan Sektor
367. Konstruksi. 9 Oktober 2017.
http://mediaindonesia.com/read/detail/1
Juan, Y-K., W. Lai, dan S-G. Shih. 2016. Building 26254-bim-efisiensikan-sektor-konstruksi.
information modeling acceptance and
readiness assessment in Taiwanese Ozorhon, B., dan E. Cinar. 2017. Critical success
architectural firms. Journal of Civil factors of building information modeling
Engineering and Management 23 (3): 1-12. implementation. Journal of Management in
Engineering 33 (3): 4016054.
Karen, M., M. Steve, dan K. Stephen. 2009.
Relationship between construction firms Robson, C. 2002. Real World Research: A Resource for
and innovation outcomes. Journal of Social Scientists and Practitioner
Construction Engineering and Management Researchers. Oxford: Blackwell.
135, no. 8 (2009): 764-771.
Stake, R.E. 2010. Qualitative Research: Studying How
Kjartansdottir, I.B. 2011. BIM adoption in Iceland Things Work. New York: The Guilford Press.
and its relation to lean construction. Master
Thesis Reykjavík University. Vanlande, R., C. Nicolle, dan C. Cruz. 2008. IFC and
building lifecycle management. Automation
Lee, S., dan J. Yu. 2016. Comparative study of BIM in Construction 18 (1): 70-78.
acceptance between Korea and the United
States. Journal of Construction Engineering Weinberger, A., dan F. Fischer. 2006. A framework
and Management 142 (3): 05015016. to analyze argumentative knowledge
construction in computer-supported
Lee, S-K., J. Yu, dan H.D. Jeong. 2013. BIM acceptance collaborative learning. Computer and
model in construction organizations. Education 46 (1): 71-95.
Journal of Management in Engineering 31,
(3): 04014048. Won, J., G. Lee, C. Dossick, dan J. Messner. “Where to
focus for successful adoption of building
Long, N.D., S. Ogunlana, T. Quang, dan K.C. Lam. information modeling within organization.”
2004. Large construction projects in Journal of Construction Engineering and
developing countries: a case study from Management 139, no. 11 (2013): 4013014.
Vietnam. International Journal of Project
Management 22 (7): 553-561. Xu, J., et al. “Construction a BIM climate-based
framework: regional case study in China.”
Lu, W., A. Fung, Y. Peng, C. Liang, dan S. Rowlinson. Journal of Construction Engineering and
2014. Cost-benefit analysis of Building Management 144, no. 11 (2018):
Information Modeling implementation in 04018105.
building projects through demystification
of time-effort distribution curves. Building Yan, H., dan P. Demian. “Benefits and barriers of
and Environment 82: 317-327. building information modeling.”
Proceedings of the 12th. International
Lu, W., A. Fung, Y. Peng, C. Liang, dan S. Rowlinson. Conference on Computing in Civil and
2015. Demystifying construction project Building Engineering. Beijing, 2008.
time-effort distribution curves: BIM and
non-BIM comparison. Journal of Young, N.W., S.A. Jones, H.M. Bernstein, dan J.E.
Construction Engineering and Management Gudgel. The Businesss Value of BIM: Getting
31 (6): 04015010. Building Information Modeling to the
Bottom Line. Smart Market Report,
Mieslenna, C.F. 2019. Kajian penerapan building McGraw-Hill, 2009.
information modeling pada industri A/E/C
58