Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (Radd) Untuk Janda Dan Duda Dalam Hukum Waris Islam
Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (Radd) Untuk Janda Dan Duda Dalam Hukum Waris Islam
Abstract
This study aims to find out how current legal devices could give legal certainty on excess of
family heritage partition (radd) for widowers and widows in Islamic laws as well as analyse
judicial consideration on which matters regarding excess of family heritage partition (radd) for
widower and widow are based.The writer used normative law method which consists of statute
approach and conceptual approach.The comprehension of radd in Islamic scholars views differ
from each other in terms of heirs. Some scholars accept the concept of radd whereas some do
not. Scholars who do not accept radd base their views on An-Nisa verse 14 and hadiths which
state that radd should be given to baitul mal as Muslims representative. On the other hand,
scholars who accept the concept of radd refer their arguments to Al-Anfal verse 75 and hadiths
which state that kinship has more influence to inheritance matter rather than relations based
on religions or marriages. Nevertheless, scholars who accept radd also differ from each other
in terms who has the right to receive radd. The matters of radd have been regulated on article
193 of Islamic Law Compilation (KHI). Radd should be given to all heirs with no exception
including husband (widower) or wife (widow). Based on rational thinking, husband (widower)
or wife (widow) are allowed to receive radd since under no circumstances is husband or wife
unable to give heritage to their wife or husband. However, in different context and cases, it can
be reconsidered without setting aside scholars arguments.
Key words: heir, radd, widow, widower
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui dan memperbaharui sejauh mana perangkat hukum
yang ada mampu memberikan kepastian hukum kedudukan kelebihan pembagian harta warisan
(radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam dan menganalisis tentang pertimbangan
yuridis yang dijadikan dasar pertimbangan dalam memutus perkara yang terkait dengan
kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda. Penulis menggunakan metode
hukum normatif yang terdiri dari pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach). Pemahaman konsep radd dalam pandangan para ulama
memiliki perbedaan mengenai ahli waris penerima radd. Ada ulama yang menerima radd
dan ada juga yang menolak radd. Ulama yang menolak radd berdasakan Surat An-Nisa ayat
14 dan hadits, yaitu radd diserahkan kepada baitul mal sebagai perwakilan dari umat Islam.
Sedangkan ulama yang menerima radd memperkuat argumennya dengan dalil surat Al-Anfal
ayat 75 dan hadits, yaitu hubungan kekerabatan nasab jauh lebih berpengaruh dalam kewarisan
dibandingkan dengan hubungan agama atau perkawinan. Karena dipandang lebih maslahah
dan dapat membantu kehidupan keluarganya. Ternyata ulama yang menerima radd juga
menimbulkan perbedaan tentang siapa saja ahli waris yang berhak menerima radd. Masalah
radd diatur dalam pasal 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Radd diberikan kepada semua ahli
waris tanpa kecuali, termasuk suami (duda)/istri (janda). Secara lebih rasional suami (duda)/
istri (janda) boleh menerima radd, karena dalam keadaan apapun tidak mungkin seorang suami
(duda)/istri (janda) terhalang mewaris atau terhijab
Kata kunci: ahli waris, radd, janda, duda
1 Afdol, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya: Erlangga University Press, 2009), hlm. 3.
Iwan Setyo Utomo, Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (RADD) untuk Janda ... 271
aliran atau mazhab fiqih, empat diantaranya waris Islam tersebut. Di dalam hukum waris
yang terkenal adalah mazhab Hanafi, Maliki, Islam hal-hal yang diatur adalah masalah
Syafii, dan Hambali. Dalam perkembanganya bagaimana pengaturan harta peninggalan dari
hukum Islam yang mengatur masalah pewaris harus diberlakukan, kepada siapa saja
muamalah diatur dalam Kompilasi Hukum harta peninggalan pewaris itu dipindahkan
Islam dan dijadikan hukum positif melalui dengan tujuan untuk mempermudah
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang dalam menentukan ahli waris yang berhak
Pelaksanaan Kompilasi Hukum Islam mendapatkan warisan dan yang tidak berhak
(selanjutnya disebut KHI) yang mengatur mendapatkan warisan serta bagaimana
masalah hukum perkawinan, kewarisan, pengaturan tata cara dan perpindahan harta
wasiat, hibah, wakaf dan shodaqoh. Diantara peninggalan tersebut.
hubungan sesama manusia (muamalah), hal Seseorang berhak mendapatkan
yang seringkali menimbulkan permasalahan warisan atau mewaris menurut hukum
adalah masalah kewarisan dalam hukum waris waris Islam disebabkan karena adanya
Islam di Indonesia. hubungan perkawinan dan kekerabatan serta
Hukum waris merupakan masalah yang memerdekakan budak. Sedangkan yang
penting dan perlu diperhatikan dalam hukum menghalangi seseorang dalam mendapatkan
Islam. Hal tersebut karena masalah kewarisan warisan atau mewaris adalah pembunuhan,
kemungkinan akan dialami oleh setiap orang. berlainan agama, perbudakan dan berlainan
Menurut para fuqaha hukum kewarisan Islam, negara.
ialah ilmu yang menjelaskan mengenai orang Salah satu masalah yang sering muncul
yang berhak menerima pusaka, orang yang dalam hukum waris Islam adalah sistem
tidak berhak menerima pusaka, serta kadar pembagian harta peninggalan atau warisan,
atau bagian yang diterima setiap ahli waris yaitu mengenai siapa saja ahli waris yang
dan cara membaginya.2 berhak mendapatkan warisan dalam jumlah
Hukum waris Islam bersumber pada Al bagian kadar masing-masing. Dalam hukum
Qur’an, yaitu Surat An Nisaa ayat 7, ayat waris Islam, sistem pembagian harta warisan
11, ayat 12, ayat 33 dan ayat 176. Dengan tentunya berbeda dengan sistem pembagian
dasar 5 (lima) ayat tersebut, diharapkan harta warisan dalam sistem hukum adat
dapat menyelesaikan mengenai masalah maupun hukum perdata. Dalam hukum
kewarisan Islam. Selain dari Al Qur’an, waris Islam juga dikenal istilah aul yaitu
sumber hukum waris Islam dapat diambil pembagian harta peninggalan atau warisan
dari hadits Nabi dan ijtihad, dengan maksud yang akan dibagikan kepada para ahli waris
dapat melengkapi penjelasan tentang hukum jika terdapat kekurangan harta, sedangkan
2 Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 18.
272 ARENA HUKUM Volume 10, Nomor 2, Agustus 2017, Halaman 269-286
yang terdapat kelebihan harta dinamakan setuju sama sekali, ada juga sebagian yang
dengan radd. Dalam penelitian ini penulis menyetujui dengan syarat, dan sebagian
lebih memfokuskan pada ahli waris yang lagi secara tegas menerimanya. Di bawah
berhak menerima adanya sisa (kelebihan) ini adalah beberapa pendapat para ulama
harta peninggalan atau warisan yang sudah mengenai masalah radd, yaitu:
ditentukan, secara lazim disebut dengan radd. 1. Pendapat Zaid bin Tsabit, diikuti oleh
Sisa (kelebihan) harta peninggalan atau ‘Urwah,Az-Zuhri, Malik danAsy-Syafi’i;4
warisan ini tentunya akan menimbulkan suatu Mereka memberi penjelasan bahwa tidak
perselisihan jika tidak diatur secara jelas ada radd terhadap seorangpun ahli waris
mengenai siapa-siapa ahli waris yang berhak (ashabul furudh) dan jika tidak ada ahli
menerimanya serta penyebab adanya masalah waris ashabah sisa (kelebihan) hartanya
radd. Mengenai aturan hukum waris Islam itu diserahkan kepada baitul maal.
khususnya mengenai masalah radd diatur 2. Pendapat Utsman bin Affan;5 Beliau
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal berpendapat bahwa adanya radd untuk
193, yaitu: semua ahli waris (ashabul furudh)
“Apabila dalam pembagian harta termasuk kepada istri (janda) dan suami
warisan diantara para ahli waris (duda) menurut kadar bagian masing-
dzawil furudh menunjukkan bahwa
angka pembilang lebih kecil masing.
daripada angka penyebut, sedangkan Pendapat Ali bin Abi Thalib, ‘Umar,
tidak ada ahli waris ashabah, maka jumhur sahabat dan tabi’in, mahzab Abu
pembagian harta warisan tersebut
dilakukan secara radd, yaitu sesuai Hanifah, Ahmad dan pendapat yang dipegang
dengan hak masing-masing ahli aliran Syafi’i serta sebagian pengikut Malik
waris sedangkan sisanya dibagi ketika baitul mal rusak;6 Mereka berpendapat
berimbang diantara mereka.”3
bahwa radd akan diberikan kepada semua
Dalam hukum waris Islam mengenai ahli waris (ashabul furudh), kecuali janda dan
penyelesaian kelebihan sisa harta warisan duda serta ayah dan kakek.
secara radd ternyata ada perbedaan pendapat Dalam KHI Pasal 193, sisa (kelebihan)
diantara para ulama maupun ahli hukum harta peninggalan atau warisan dapat
waris Islam sebagian ulama ada yang tidak diselesaikan secara radd dan radd dapat
f. Saudara laki-laki seibu. Pasal 179 dan pasal 180 tersebut hanya
g. Ibu. menjelaskan mengenai bagian waris janda dan
h. Nenek yang shahih. duda secara umum tanpa menjelaskan tentang
Adapun untuk ayah dan kakek walaupun sisa (kelebihan) harta atau radd. Masalah sisa
termasuk ahli waris (ashabul furudh) dalam (kelebihan) harta atau radd dalam pembagian
beberapa keadaan, tetap tidak boleh menerima harta warisan ini akan menimbulkan suatu
radd. Apabila terdapat ayah dan kakek, maka perselisihan dalam hal ahli waris, jika tidak
masalah radd tidak mungkin akan terjadi, diatur secara jelas mengenai siapa-siapa ahli
karena keduanya menjadi ahli waris (ashabah) waris yang berhak menerimanya apalagi
dan mengambil sisanya. menyangkut jumlah harta tersebut tergolong
Ahli waris (ashabul furudh) yang tidak besar.
boleh menerima radd adalah suami (duda) dan
istri (janda) saja, karena hubungan kekerabatan Pembahasan
mereka bukan kekerabatan nasabiyah
A. Munculnya Radd
(hubungan darah) tetapi kekerabatan
sababiyah (hubungan perkawinan). Sehingga Tidak ada nash secara khusus dalam Al
hak suami dan istri hanya dapat mengambil Qur’an ataupun Sunah Rasul tentang radd.
bagiannya saja tanpa mendapat tambahan, hal Oleh karena itu terdapat perbedaan pendapat
ini karena terputus oleh kematian. Dan sisanya diantara para ulama tentang radd. Pada
ia kembalikan lagi kepada ahli waris lainnya. prinsipnya perbedaan pendapat para ulama
Menurut KHI yang mengatur tentang adalah ada atau tidak adanya radd. Masalah
bagian waris duda, terdapat pada pasal 179, radd muncul karena adanya sisa (kelebihan)
yaitu: harta setelah dibagikan serta tidak adanya
274 ARENA HUKUM Volume 10, Nomor 2, Agustus 2017, Halaman 269-286
ashabah. Munculnya radd ini bertujuan untuk 2. Pendapat Utsman bin Affan r.a.
mengembalikan sisa (kelebihan) harta warisan Radd adalah kelebihan (sisa) harta
tersebut kepada ahli waris dzawil furudh peninggalan atau warisan yang dikembalikan
sesuai dengan kadar bagian masing-masing. kepada seluruh ahli waris (ashabul furudh)
Radd terjadi jika memenuhi 3 (tiga) rukun, yang ada tanpa terkecuali, termasuk kepada
yaitu terwujudnya ahli waris ashabul furudh, suami istri menurut bagian mereka masing-
terwujudnya kelebihan (sisa) harta warisan, masing.7
dan tidak adanya ahli waris ashabah. 3. Pendapat Muslich Maruzi
Pendapat para ulama yang menerima Kelebihan (sisa) harta warisan atau radd
adanya radd adalah sebagai berikut: tersebut jika terjadi keadaan dimana jumlah
1. Pendapat Ali bin Abi thalib r.a. dan Umar semua bagian ahli waris ternyata lebih sedikit
bin Khattab r.a. daripada jumlah harta warisan yang ada (harta
Radd akan diberikan kepada ahli waris warisan lebih banyak daripada jumlah bagian-
ashabul furudh, kecuali suami, isteri, ayah bagian ahli waris).8
dan kakek pewaris. Karena suami dan istri 4. Pendapat ulama Syafi’iyah (Ibnu Saraqah,
bukanlah hubungan kekerabatan nasab. Dasar Qadi al-Husain al-Mutawally)
hukum yang menjadi pedoman mereka adalah Bahwa kelebihan (sisa) harta atau radd
Al Qur’an surat Al Anfal ayat 75, yang artinya: sebaiknya dikembalikan saja kepada ahli
“dan orang-orang yang memiliki waris ashabul furudh atau dzawil arham jika
7 Abdul Hamid dan Muhammad Muhyiddin, Ahkam Al-Mawarits fi Al-Syari’ah Al-Islamiyah‘ala Madhahib Al-
Arba’ah, Terjemahan Wahyudi Abdurrahim, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hlm. 239.
8 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, dikutip dari Ahmad Rofiq, op.cit., hlm. 103.
9 Muhammad Ali As-Shabuni, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1388), hlm.
109-110.
10 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 434.
Iwan Setyo Utomo, Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (RADD) untuk Janda ... 275
Mas’ud (yang diikuti oleh Alqamah dan Imam suami ataupun istri serta nenek. Jika bersama
Ahmad bin Hanbal) mengutamakan ahli waris ahli waris ashabul furudh, maka yang memiliki
yang berhak menerima radd adalah ahli hubungan kekerabatan nasab. Jika tidak ada,
waris yang terdekat. Sebagai contoh Nenek, maka boleh mendapat pengembalian. Karena
yaitu nenek dekat dengan pewaris karena itulah nenek tidak boleh mendapat bagian
ada perantara perempuan lain (ibu) sehingga lebih dari apa yang telah ditetapkan, kecuali
membatasi nenek untuk mendapatkan hak jika tidak ada ahli waris ashabul furudh
waris. Dengan demikian nenek tidak berhak yang memiliki hubungan kekerabatan karena
mewaris daripada ahli waris yang mempunyai nasab.12 Adapun hadits Rasulullah SAW yang
hubungan kekerabatan yang lebih kuat. digunakan Ibnu Abbas untuk memperkuat
6. Pendapat Imam Ahmad bin hanbal dan pengecualiannya terhadap nenek, yaitu:
Imam Abu Hanifah “Dari Ibnu Buraidah r.a. yang
Bahwa kelebihan (sisa) harta atau radd menerangkan bahwa Nabi
setelah dibagikan kepada ahli waris ashabul Muhammad SAW menjadikan
bagian seperenam untuk nenek, jika
furudh, maka akan diberikan kepada ahli
tidak didapati ibu bersamanya (HR.
waris ashabul furudh senasab kecuali suami Abu Daud)”.
dan istri, baik baitul maal yang terorganisir
Dari penjelasan hadits tersebut, maka
secara adil maupun tidak, sehingga wajib
diberikan kepada ahli waris ashabul furudh. nenek tidak boleh mendapat bagian lebih dari
7. Pendapat Syi’ah Zaidiyah dan Imamiyah apa yang telah ditetapkan, kecuali jika tidak
Bahwa kelebihan (sisa) harta akan ada ahli waris dzawil furudh yang memiliki
diserahkan kepada ahli waris yang ada sesuai hubungan kekerabatan nasab.
dengan kadar bagian masing-masing. Pertama, Sedangkan pendapat para ulama atau
kelebihan (sisa) harta akan diberikan kepada fuqaha yang menolak adanya radd adalah:
suami bukan kepada istri. Kedua, kelebihan 1. Pendapat Zaid bin Tsabit, Urwah ibnu
(sisa) harta akan diserahkan kepada suami Zubeir, dan Sulaiman ibnu Yasar
atau istri secara mutlak dalam semua keadaan. Kelebihan (sisa) harta warisan setelah
Ketiga, kelebihan (sisa) harta diberikan
diambil dari ahli waris ashabul furudh
kepada suami atau istri manakala tidak ada
akan diserahkan kepada Baitul Mal untuk
imam yang adil, walaupun ada imam yang adil
kepentingan masyarakat Islam. Pendapat
maka kelebihan (sisa) harta akan diserahkan
tersebut memiliki beberapa alasan yang kuat,
kepada suami.11
yaitu:
8. Pendapat Ibnu Abbas
Kelebihan (sisa) harta akan diberikan a. Terdapat dalam Al Qur’an Surat An Nisaa
kepada ahli waris (ashabul furudh) selain ayat 13 dan 14, yang artinya:
11 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mahzab, Terjemahan Afif Muhammad, (Jakarta: Basri Press,
1994), hlm. 357.
12 Ibid., hlm. 173.
276 ARENA HUKUM Volume 10, Nomor 2, Agustus 2017, Halaman 269-286
2. Pendapat Imam Syafii dan Imam Maliki jumlah ahli waris. Bagian mereka sesuai fardh
Sisa (kelebihan) harta setelah dibagikan yaitu 2/3, dan sisanya diselesaikan secara
kepada ahli waris ashabul furudh, maka radd. Jadi pembagian hak waris masing-
radd tidak bisa dikembalikan kepada ahli masing sesuai dengan jumlah mereka. Contoh
waris ashabul furudh, tetapi harus diserahkan kasusnya adalah:
kepada baitul maal.14 Demikian pula tidak Pewaris meninggalkan harta sejumlah Rp.
boleh diserahkan kepada ahli waris dzawil 12.000.000,-. Ahli warisnya terdiri dari ibu.
arham, baik untuk kas baitul maal teratur Maka berapakah bagian ibu?
2. Adanya pemilik bagian yang berbeda ahli waris tersebut adalah empat (4). Karena
(tanpa suami atau isteri) berdasarkan dari hasil penjumlahan yang
Harta peninggalan dibagikan berdasarkan tadinya 6 berubah menjadi 4. Contoh kasusnya
jumlah bagian ahli waris, bukan pada adalah:
jumlah mereka. Sebagai contoh, pewaris Pewaris meninggalkan harta sejumlah
meninggalkan satu anak perempuan (1/2) Rp 12.000.000,-. Ahli warisnya terdiri dari
dan satu cucu perempuan pihak anak laki- ibu dan dua saudara seibu. Maka berapakah
laki (1/6). Berdasarkan jumlah bagian kedua bagian ibu dan dua saudara seibu?
3. Adanya pemilik bagian yang sama satu, dan mengenai sisanya tiga perempat
(ternasuk suami atau istri) (3/4) bagian dibagikan secara merata kepada
Harta peninggalan dibagikan kepada ahli kedua anak perempuan tersebut. Contoh
waris yaitu yang tidak menerima radd suami kasusnya adalah:
(duda) atau istri (janda) dan sisanya kemudian Pewaris meninggalkan harta sejumlah
dibagikan kepada ahli waris lain (ashabah)
Rp 12.000.000,-. Ahli warisnya adalah
sesuai dengan jumlah mereka. Misalnya:
suami atau duda dan dua anak perempuan.
pewaris meninggalkan ahli waris suami
Maka berapakah bagian suami dan dua anak
dan 2 anak perempuan. Maka suami berhak
perempuan?
memperoleh seperempat (1/4) bagian berarti
4. Adanya pemilik bagian yang berbeda duda atau janda. Selanjutnya dapat diselesaikan
(termasuk suami atau istri) dengan melihat 3 perihal pembanding yaitu
Pembagian harta peninggalan dengan 2 tama’atsul (kemiripan), tawa’afuq (sepadan),
cara, yaitu pertama, berdasarkan susunan ahli dan taba’ayun (perbedaan). Contoh kasusnya
warisnya tanpa ada duda atau janda dan yang adalah:
kedua, berdasarkan susunan ahli warisnya ada
278 ARENA HUKUM Volume 10, Nomor 2, Agustus 2017, Halaman 269-286
Pewaris meninggalkan harta sejumlah Rp dan saudara seibu. Maka berapakah bagian
24.000.000,-. Ahli warisnya adalah istri, ibu istri, ibu dan saudara seibu?
4. Harta warisan pewaris sejumlah 12 h.a. kakek dan 2 saudara kandung laki-laki.
Ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, Maka cara penyelesaiannya:
Tabel 10. Contoh Kasus Penghitungan Radd untuk Janda dan Duda 6
Ahli Waris Bagian AM (12) HW (Rp 24.000.000,-) Penerimaan
Isteri (janda) ¼ 3 3/12 x Rp 24.000.000,- = Rp 6.000.000,-
(sisa harta Rp 24.000.000 – Rp 6.000.000 = Rp 18.000.000)
Nenek 1/6 2 2/6 x Rp 18.000.000,- = Rp 6.000.000,-
2 saudara seibu 1/3 4 4/6 x Rp 18.000.000,- = Rp 12.000.000,-
6 Jumlah = Rp 24.000.000,-
Sisa harta diberikan kepada nenek dan 2 saudara seibu
Sumber: Data Primer, diolah, 2017
7. Harta warisan pewaris sejumlah Rp. isteri (janda), 8 anak perempuan, dan 6
48.000,000,-. Ahli warisnya adalah 4 nenek. Maka cara penyelesaiannya:
Tabel 11. Contoh Kasus Penghitungan Radd untuk Janda dan Duda 7
Ahli Waris Bagian AM (24) HW (Rp. 48.000.000,-) Penerimaan
4 Isteri (janda) 1/8 3 3/24 x Rp. 48.000.000,- = Rp. 6.000.000,-
(sisa harta Rp 48.000.000 – Rp 6.000.000 = Rp 42.000.000)
8 anak perempuan 2/3 16 4/5 x Rp 42.000.000,- = Rp. 33.600.000,-
6 nenek 1/6 4 1/5 x Rp 42.000.000,- = Rp. 8.400.000,-
20 Jumlah = Rp. 48.000.000,-
Sisa harta diberikan kepada 8 anak perempuan dan 6 nenek
Sumber: Data Primer, diolah, 2017
8. Harta warisan pewaris berupa sawah (duda) dan 5 anak perempuan. Maka cara
seluas 12 h.a. Ahli warisnya adalah suami penyelesaiannya:
Tabel 12. Contoh Kasus Penghitungan Radd untuk Janda dan Duda 8
Ahli Waris Bagian AM (12) HW (12 h.a) Penerimaan
Suami (duda) ¼ 3 3/12 x 12 h.a = 3 h.a
(sisa harta 12 h.a – 3 h.a = 9 h.a )
5 anak perempuan 2/3 8 8/8 x 9 h.a = 9 h.a
8 Jumlah = 12 h.a
Sisa harta diberikan kepada 5 anak perempuan
Sumber: Data Primer, diolah, 2017
D. Pendapat Para Fuqaha atau adalah pendapat Sayyidina Utsman bin Affan
Ulama tentang Radd untuk Janda r.a.15 bahwa radd dapat diberikan kepada
dan Duda semua ahli waris ashabul furudh, termasuk
Pendapat para fuqaha atau ulama yang suami (duda) ataupun istri (janda) menurut
menyetujui tentang radd untuk janda dan duda perbandingan kadar bagian mereka masing-
15 Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Juz 7, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), hlm. 46. Lihat juga Hasan Yusuf
Ghazali, al-Miras ala al-Mazahibul Arba’ah dirasatan watatbikhan, (Ttp: Daar al-Fikr, 2003), hlm. 113.
Iwan Setyo Utomo, Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (RADD) untuk Janda ... 281
masing. Hal ini dikarenakan jumlah bagian suami istri dari golongan ashabul
ahli waris lebih banyak dari asal masalah, furudh, menurut perbandingan
furudh mereka. Dan sisa harta
sehingga semua terkena pengurangan peninggalan dikembalikan kepada
dalam penerimaan menurut perbandingan salah seorang suami istri, bila tidak
mereka masing-masing. Dengan demikian didapatkan seorang ‘ashabah nasab
atau salah seorang ashabul furud
suami (duda) atau istri (janda) juga terkena atau seorang dzawil arham.”17
pengurangan. Jika harta warisan yang
Penetapan radd kepada suami atau istri
dibagikan kepada ahli waris masih terdapat
setelah adanya pembagian harta warisan
sisa (kelebihan) harta tanpa terkecuali, maka
kepada ahli waris dzawil arham terjadi karena
semua harus mendapat tambahan menurut
hubungan suami atau istri memiliki hak
perbandingan kadar bagian mereka masing-
terhadap harta pasangannya daripada orang-
masing.
orang berhak lainnya. Dengan demikian,
Meskipun pada prinsipnya suami (duda)
Kitab Undang-undang Hukum Warisan
dan istri (janda) tidak berhak menerima radd,
Mesir mengambil pendapat mayoritas ulama
tetapi dalam Undang-undang kewarisan
mengenai masalah radd kepada selain suami
Mesir yang mengambil pendapat dari Utsman
atau istri. Namun, mengecualikan satu kasus
bin Affan menetapkan bahwa adanya radd
yang diambil dengan pendapat Utsman bin
karena salah satu dari suami (duda) atau
Affan, yaitu untuk salah satu dari suami atau
istri (janda) yang meninggal tidak memiliki
istri ketika tidak ada ahli waris dzawil arham.
ahli waris ashabah, ashabul furudh ataupun
dzawil arham, maka salah satu dari suami Sedangkan Fathur Rachman
isteri dapat menerima radd. Undang-undang menyimpulkan bahwa ahli waris dzawil
Mesir Pasal 30 mengatur mengenai masalah furudh yang berhak menerima radd yang
radd untuk suami (duda) dan istri (janda).16 terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum
Undang-undang ini mengambil pendapat dari Kewarisan Mesir, diantaranya adalah ibu,
jumhur ulama tentang penetapan radd kepada nenek, anak perempuan, cucu perempuan
dzawil furudh selain suami (duda) atau istri dari anak laki-laki, saudari kandung, saudari
(janda). Aturan tersebut terdapat dalam Kitab seayah, saudara-saudari seibu, salah satu dari
Undang-undang Hukum Kewarisan Mesir suami atau istri dengan syarat tidak ada ahli
Pasal 30, yaitu: waris ashabah maupun ahli waris dzawil
“Apabila furudh tidak dapat arham. Dengan demikian, salah satu dari
menghabiskan harta peninggalan suami atau istri dapat menerima kelebihan
dan tidak terdapat ‘ashabah nasab, (sisa) harta jika tidak ada lagi ahli waris
sisanya dikembalikan kepada selain
16 Wahbah Al-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu: Hak-hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan, Terjemahan Abdul
Hayyie al-Kattani, dkk, (Jakarta: Gema Isnani, 2011), hlm. 436-437.
17 Fatchur Rahman, op.cit., hlm. 427.
282 ARENA HUKUM Volume 10, Nomor 2, Agustus 2017, Halaman 269-286
selain mereka. Jadi mereka diakhirkan dalam dalam penyelesaian masalah radd adalah
penerimaan kelebihan (sisa) harta atau radd. radd dapat diberikan kepada semua ahli waris
Pemahaman konsep tentang radd menurut dzawil furudh kecuali suami (duda) atau isteri
para ulama atau fuqaha memiliki perbedaan (janda). Hal tersebut dikarenakan hubungan
terkait dengan ahli waris yang menerima kekerabatan nasab lebih diutamakan daripada
radd. Pendapat ulama yang menjelaskan hubungan perkawinan saja. Sebagaimana
tentang radd terbagi menjadi 2 (dua), yaitu yang terdapat dalam Al Qur’an Surat Al Anfal
ulama yang menerima radd dan ulama yang ayat 75. Namun dilihat dari segi keumuman
menolak radd. Para ulama yang menolak dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI),
radd adalah Zaid bin Tsabit, Urwah ibnu lebih mengutamakan pendapat Utsman bin
Zubeir, Sulaiman ibu Yasirm Imam Syafii, Affan yang menyatakan bahwa radd dapat
dan Imam Maliki menjelaskan bahwa radd diberikan kepada semua ahli waris tanpa
akan diberikan kepada baitul mal sebagai terkecuali, termasuk suami (duda) ataupun
perwakilan masyarakat Islam. Penjelasan istri (janda) dengan alasan bahwa pada
tersebut diperkuat dengan dalil Al Qur’an saat terjadi kekurangan harta (aul), suami
Surat An Nisaa ayat 14 dan hadits Nabi SAW. maupun istri juga ikut menanggungnya.
Sedangkan para ulama yang menerima adanya Demi ditegakkannya keadilan hukum di
radd diperkuat dengan dalil Al Qur’an Surat dalam masyarakat, maka ketika adanya
Al Anfal ayat 75 dan hadits Nabi SAW, yaitu kelebihan (sisa) harta warisan, suami ataupun
hubungan kekerabatan yang terjadi karena istri diikutsertakan sebagaimana partisipasi
nasab jauh lebih kuat dan berpengaruh dalam mereka dalam hal permasalahan kekurangan
hal kewarisan dibandingkan dengan hubungan harta (aul).
perkawinan saja. Sehingga hubungan Pemahaman konsep tentang radd yang
kekerabatan karena nasab dipandang seharusnya diterapkan di Indonesia adalah
lebih maslahah dengan tujuan membantu dengan cara melihat sistem kekerabatan dalam
kehidupan ekonomi keluarganya Hak-hak satu keluarga. Hal ini dikarenakan adanya
yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT tidak peralihan hak tanggung jawab yang harus
bisa diganggu gugat atau ditambah kurang diemban sesudah pewaris meninggal dunia
begitu saja. Ternyata pendapat para ulama dan adanya kekayaan adat serta beragamnya
yang menerima adanya radd menimbulkan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat di
perbedaan juga, yaitu mengenai siapa-siapa Indonesia. Sehingga dalam penyelesaian
ahli waris yang berhak menerima radd dan permasalahan muncul berbagai kasus yang
boleh tidaknya istri (janda) atau suami (duda) berbeda dengan memperhatikan beberapa
dalam hal kewarisan penerimaan radd. kasus yang ada. Dengan demikian, pemahaman
Menurut pendapat para ulama atau fuqaha konsep tentang radd dalam masyarakat
Iwan Setyo Utomo, Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (RADD) untuk Janda ... 283
di Indonesia tidak boleh jauh dari tujuan harta setelah diambil dari ahli waris ashabul
diciptakannya hukum, yaitu kemaslahatan furudh dan tidak ada ahli waris ashabah,
dan keadilan yang harus diwujudkan dalam maka menurut Kompilasi Hukum Islam
masyarakat di Indonesia. Hal tersebut mengacu (KHI) kelebihan (sisa) harta tersebut akan
pada pertimbangan sistem kekerabatan, hak diberikan kepada semua ahli waris ashabul
asuh dan pemeliharaan anak setelah salah satu furudh, termasuk suami (duda) dan istri
dari istri atau suami meninggal dunia serta (janda). Sehingga menjadi konsekuensi bagi
perubahan sosial yang tidak bisa diabaikan suami (duda) atau istri (janda) dalam masalah
ketika radd akan diberikan kepada ahli waris radd jika akan mendapatkan tambahan harta
tanpa adanya kejelasan mengenai siapa-siapa warisan.
yang berhak menerimanya. Sikap tegas yang diambil dalam Kompilasi
Selain Al Qur’an dan sunnah Nabi, Hukum Islam (KHI) lebih mengutamakan
ijtihad merupakan salah satu dasar hukum kemaslahatannya untuk penyelesaian
Islam yang utama secara lebih rasional pembagian harta warisan agar tidak
untuk kemaslahatan, keadilan dan kepastian menimbulkan suatu keraguan bagi pihak yang
maka suami (duda) atau istri (janda) juga memiliki pedoman tersebut. Adapun kakek
berhak dalam menerima radd, karena dalam dan ayah keatas, dengan memperhatikan
keadaan apapun tidak mungkin seorang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 177,
suami (duda) atau istri (janda) terhalang yaitu:
atau terhijab untuk mewaris. Sehingga dapat “Ayah mendapatkan sepertiga bagian
dilihat dalam konteks yang berbeda dengan apabila pewaris tidak meninggalkan anak,
menyesuaikan beberapa kasus yang ada tanpa bila meninggalkan anak, ayah mendapatkan
boleh tidaknya istri (janda) atau suami (duda) radd dalam masyarakat Indonesia tidak boleh
dalam hal kewarisan penerimaan radd. jauh dari tujuan diciptakannya hukum, yaitu
Menurut pendapat para ulama dalam kemaslahatan dan keadilan yang diwujudkan
penyelesaian masalah radd adalah radd dapat dalam masyarakat di Indonesia harus mengacu
diberikan kepada semua ahli waris dzawil pada pertimbangan sistem kekerabatan, hak
furudh kecuali suami (duda) atau istri (janda), asuh dan pemeliharaan anak setelah salah satu
Iwan Setyo Utomo, Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (RADD) untuk Janda ... 285
dari istri atau suami meninggal dunia serta Islam yang utama secara lebih rasional untuk
perubahan sosial yang tidak bisa diabaikan kemaslahatan suami (duda) atau istri (janda)
ketika radd akan diberikan kepada ahli waris berhak dalam menerima radd, karena dalam
tanpa adanya kejelasan mengenai siapa saja keadaan apapun tidak mungkin seorang suami
yang berhak menerimanya. (duda) atau istri (janda) terhalang atau terhijab
Selain Al Qur’an dan sunnah rasul, untuk mewaris.
ijtihad merupakan salah satu dasar hukum
DAFTAR PUSTAKA