Faktor Keprilakuan Organisasi Dalam Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Faktor Keprilakuan Organisasi Dalam Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Faktor Keprilakuan Organisasi Dalam Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
LYNA LATIFAH
ARIFIN SABENI
Universitas Diponegoro
ABSTRACT
This study examines the role conflict and organizational factors in Government
Financial Accounting System (Sistem Akuntansi Keuangan Daerah) implementation. It
is argued that attention to organitational factor enhance cognitif conflict that is then
conflict associeted with successful Government Financial Accounting System
implementation, specifically the usefulness of Government Financial Accounting System
for transparancy, eficiency and accountability. Lack of attention to these factors
generates affective conflict that is associated with less successful implementation.
Data were collected from 138 officers of local government in Central Java and
Yogyakarta province. The data then analyzed using Path Analysis with AMOS 4.01
software.
Result of an empirical study of 138 respondens indicated that organitational
factor such as top support have a significant positive influence on Government
Financial Accounting System implementation. However, it shows that organizational
factors such training and clarity objective does not have a significant positive influence
on Government Financial Accounting System implementation. We also find attention to
organitational factor enhance cognitive conflict and afective conflict that is then
conflict associated with successful Government Financial Accounting System
implementation does not have significant associations.
ASPP-13 1
I. PENDAHULUAN
sebuah sistem yang powershare pada setiap level pemerintahan serta menuntut
informasi keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan, tepat waktu, dan dapat
dipercaya sehingga dituntut untuk memiliki sistem informasi yang andal. Dalam rangka
mulai memikirkan investasi untuk pengembangan sistem informasi akuntansi (Sri Dewi
Wahyundaru, 2001). Oleh karena itu diperlukan sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah yang baru untuk menggantikan sistem lama yang selama ini digunakan
yang telah diterapkan sejak 1981. Sistem MAKUDA tersebut sudah tidak dapat lagi
bahwa faktor perilaku dari individu pengguna sistem sangat menentukan kesuksesan
implementasi (Bodnar dan Hopwood, 1995). Faktor perilaku yang akan dibahas dalam
penelitian ini meliputi faktor organisasional (pelatihan, kejelasan tujuan, dan dukungan
ASPP-13 2
atasan) serta adanya konflik kognitif dan afektif yang juga berpengaruh dalam
bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh seperti faktor teknologi, faktor organisasi,
Ittner (2004) menunjukkan bahwa beberapa faktor teknik dan faktor organisasional
akan meningkatkan kegunaan sistem ABCM pada perusahaan. Hal ini menunjukkan
perilaku seperti komitmen dari sumber daya yang terlibat, dukungan manajemen
inovatif lainnya. Penelitian ini akan menguji pengaruh faktor perilaku terhadap
menguji pengaruh faktor perilaku seperti faktor organisasional, konflik kognitif dan
Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
ASPP-13 3
1.2. Rumusan Masalah
meningkatkan kegunaan sistem baru. Bagi praktisi, hasil penelitian ini diharapkan bisa
ASPP-13 4
dijadikan masukan bagi organisasi khususnya Pemerintah Daerah agar memperhatikan
Social Cognitive Theory (SCT) menjelaskan fungsi psychososial dalam tiga hal
yang berhubungan timbal balik yaitu perilaku, faktor personal yang meliputi (kognitif,
Gambar 2.1
Skema Hubungan antara Perilaku (Behavior) B, Faktor Personal (Kognitif,
Afektif dan Biological Event) (P), Lingkungan Eksternal (E)
B E
Sumber: (Bandura, 1989)
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh lingkungan
di dalam organisasi dan faktor personal yang meliputi afektif dan kognitif. Faktor
akan dibahas dalam penelitian ini meliputi pelatihan, kejelasan tujuan serta dukungan
atasan.
ASPP-13 5
2.1.2. Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD)
informasi keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan, tepat waktu, dan dapat
terdiri dari Laporan Perhitungan Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Nota
yang andal. Sistem ini diperlukan untuk memenuhi kewajiban pemerintah daerah dalam
Pokja, 2001).
informasi akuntansi (Sri Dewi Wahyundaru, 2001). Oleh karena itu diperlukan sistem
dan prosedur pengelolaan keuangan daerah yang baru untuk menggantikan sistem lama
yang selama ini digunakan oleh Pemerintah Daerah yaitu Manual Administrasi
Keuangan Daerah (MAKUDA) yang telah diterapkan sejak 1981. Sistem MAKUDA
tersebut sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan pemerintah untuk menghasilkan
pelatihan dalam desain, implementasi dan penggunaan suatu inovasi seperti adanya
ASPP-13 6
hubungan antara implementasi sistem baru tersebut dengan tujuan organisasi serta
menyediakan suatu sarana bagi pengguna untuk dapat mengerti, menerima dan merasa
nyaman dari perasaan tertekan atau perasaan khawatir dalam proses implementasi.
dengan suatu kejelasan tujuan, target yang jelas dan paham bagaimana mencapai tujuan,
mereka dapat melaksanakan tugas dengan ketrampilan dan kompetensi yang dimiliki.
baru. Menurut Shield (1995) dukungan manajemen puncak (atasan) dalam suatu inovasi
sangat penting dikarenakan adanya kekuasaan manajer terkait dengan sumber daya.
Manajer (atasan) dapat fokus terhadap sumber daya yang diperlukan, tujuan dan inisiatif
implementasi
Chenhall (2004) dalam penelitiannya tentang peran kognitif dan afektif dalam
faktor-faktor organisasional seperti komitmen dari sumber daya yang terlibat, dukungan
atasan, kejelasan tujuan dan pelatihan. Dari beberapa penelitian tersebut dapat dijadikan
ASPP-13 7
2.1.4. Hubungan Faktor Organisasional dalam Implementasi dengan Konflik
Kognitif dan Afektif
implementasi yang akan diuji meliputi dukungan atasan, kejelasan tujuan dan pelatihan.
implementasi dapat dilakukan apabila terjadi beberapa kondisi berikut ini: (1) terdapat
keanekaragaman kemampuan dan orientasi; (2) didukung oleh suatu komitmen; (3)
dibangun hubungan yang baik dalam tim untuk bekerjasama setiap waktu (Amason
puncak tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan tidak ada satupun faktor perilaku yang
ke arah perbaikan pengambilan keputusan. Manfaat yang dapat diperoleh dari konflik
kognitif berasal dari potensinya untuk meyediakan kesempatan untuk interaksi dengan
ASPP-13 8
dialectically style, berdebat, mempertahankan argumen yang dimiliki melawan argumen
lain dalam organisasi (Mitroff dan Emshoff, 1979; Janis, 1982; Schweiger dan
Sandberg, 1989 dalam Chenhall, 2004). Penelitian terdahulu mengenai konflik kognitif
telah dilakukan oleh Chenhall (2004) dengan kesimpulan bahwa ada hubungan positif
antara konflik kognitif dengan kegunaan ABCM. Oleh karena itu dikembangkan
seseorang di dalam suatu kelompok, pertikaian, frustasi dan friksi antara pribadi
seseorang dengan nilai dan norma yang ada (Petersen, 1983; Ross, 1989 dan Amason,
1996 dalam Chenhall, 2004). Konsekuensi yang tidak diinginkan dari konflik afektif di
kelompok dalam menerima ide baru, dan usaha saling menjatuhkan di antara para
manajer (Robbins, 1989 dan Pelled, 1996). Beberapa kasus yang terdapat dalam
seperti dukungan atasan, kejelasan tujuan dan pelatihan diharapkan akan dapat
ASPP-13 9
menghasilkan hasil yang diharapkan yaitu pengelolaan keuangan yang transparan,
ekonomis, efisien, efektif dan akuntabel. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H6: Faktor organisasional seperti pelatihan, kejelasan tujuan dan dukungan atasan dapat
H7: Faktor organisasional seperti pelatihan, kejelasan tujuan dan dukungan atasan dapat
puncak) dengan variabel intervening kognitif dan afektif konflik akan meningkatkan
ASPP-13 10
Gambar 2.2
Model Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengaruh Faktor Organisasional, Peran Konflik Afektif Dan Kognitif
Dalam Awal Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Konflik
Kognitif
H2a
Pelatihan
H4
H3a H1a
Kegunaan
H2b SAKD:
pengelolaan
H1b dana secara
Kejelasan
Tujuan transparan,efe
ktif, efisien
dan akuntabel
H3b
H1c
H2c
H4b H5
Dukungan
Atasan
H3c
Konflik
Afektif
ASPP-13 11
3.2. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data
Populasi dari penelitian ini adalah pegawai negeri sipil yang dalam hal ini yang
bekerja di bagian keuangan Kantor Sekertaris Daerah dan Badan Pengelolaan Keuangan
Daerah di Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah kota di Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta (D.I.Y). Propinsi Jawa Tengah terdiri dari 29 kabupaten dan 6
kota sedangkan Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri atas 4 kabupaten dan 1 kota.
meliputi dukungan atasan, kejelasan tujuan, dan pelatihan. Dukungan atasan diartikan
sebagai keterlibatan manajer dalam kemajuan proyek dan menyediakan sumber daya
yang diperlukan. Kejelasan tujuan didefinisikan sebagai kejelasan dari sasaran dan
Daerah diukur dengan menggunakan 9 item instrumen yang dibangun oleh Shield dan
Young (1989) dan Shield (1995) yang telah dimodifikasi. Skor dari item dari 1= tidak
ASPP-13 12
3.3.2. Konflik Kognitif dan Afektif
Konflik merupakan kesenjangan antara ide individu dan lawannya. Hal ini
seringkali dihubungkan dengan situasi dimana sumber daya yang tersedia terbatas
sehingga individu organisasi berusaha saling menghalangi tercapainya tujuan dari yang
lain (Robbins, 1989). Menurut Schweiger dkk berpendapat bahwa konflik di satu pihak
dapat meningkatkan kualitas keputusan, namun dilain pihak dapat menurunkan
kemampuan individu untuk bekerjasama. Konflik yang mempunyai efek
menguntungkan disebut konflik kognitif sedangkan yang menimbulkan penyimpangan
disebut konflik afektif (Amason dan Schweiger, 1994). Konflik kognitif dan afektif
diukur dengan menggunakan 6 item yang dikembangkan oleh Jehn (1994) dan
digunakan oleh Jehn (1994) dan Amason (1996). Manager ditanya dengan keluasan
penggunaan Sistem Akuntasi Keuangan Daerah dengan skala 1=tidak ada hingga
5=sangat banyak.
penelitian ini menggunakan Path Analysis atau analisis jalur. Penelitian ini akan
mengukur dua bagian yaitu (1) pengaruh faktor organisasional dalam implementasi
(pelatihan, kejelasan tujuan, dukungan atasan,) melalui variabel konflik kognitif dan
ASPP-13 13
afektif kegunaan sistem akuntasi keuangan daerah, dan (2) pengaruh langsung antara
atasan) terhadap kegunaan Sistem Akuntasi Keuangan Daerah. Teknik analisis jalur ini
kuesioner kepada responden di Dinas, Badan dan Kantor Pengelolaan Keuangan serta
Sekertaris Daerah pada Pemerintah Kota dan Kabupaten di Jawa Tengah dan D.I.Y,
Kepala Bidang dan Kepala Seksi serta staff bagian pembukuan dan anggaran di
Purworejo.
Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data selama 3 bulan yang dimulai pada
tanggal 10 Oktober 2005 sampai dengan 30 Januari 2006. Kuesioner yang disebarkan
sejumlah 283 eksemplar dan yang dikembalikan sejumlah 157 eksemplar, dengan
pendidikan setara Sarjana 65,06%. Lama bekerja dari responden bervariasi dan
seimbang antara yang sudah berpengalaman lebih dari 3 th 57,53% dan yang bekerja
ASPP-13 14
4.1.3 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
ini menggunakan SPSS versi 11.5 yang akan disajikan dalam tabel 4.3 yang akan
disajikan dalam lampiran. Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan pelatihan yang
diadakan masih sedikit, kejelasan tujuan masih kurang dan dukungan atasan sangat
kuat. Konflik kognitif maupun afektif jarang terjadi. Sistem Akuntansi Keuangan
Uji reliabilitas data dilakukan dengan melihat nilai Cronbrach Alpha (α) dari
variabel yang diteliti. Hasil pengujian reliabilitas data menunjukkan bahwa nilai
Cronbrach Alpha (α) dari keenam variabel berada diatas 0,60. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi tingkat
program SPSS 11,5 menunjukkan bahwa instrumen terbukti valid. Hal ini dapat dilihat
melalui hubungan korelasi masing-masing item terhadap skor total menunjukkan tingkat
signifikansi (**) pada level di bawah 0,01. Variabel kejelasan tujuan menunjukkan
tingkat signifikansi antara 0,000-0,024. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan korelasi
masing-masing item terhadap skor total valid pada tingkat signifikansi 0,01-0,05.
1. Ukuran sampel
ASPP-13 15
Sampel minimum yang diharapkan dapat kembali minimal 100 eksemplar,
sesuai dengan ketentuan yang diisyaratkan untuk analisis data menggunakan Structural
Equation Model Hair et al., (1998). Jumlah tersebut pantas atau mencukupi sebagai
ukuran sampel untuk kepentingan analisis. Data yang dapat digunakan untuk dianalisis
Dengan menggunakan critical ratio sebesar + 2,58, pada tingkat signifikansi 0,1
(1%) disimpulkan bahwa ada beberapa data yang mempunyai sebaran tidak normal. Hal
ini dapat dibuktikan bahwa nilai c.r dari variabel KG, dan AFC berada diatas 2,58.
Berbagai macam statistik non parametrik mengemukakan aturan yang harus dilakukan
bahwa analisis data tidak dapat dilanjutkan apabila data tidak berdistribusi normal.
Namun sekarang terdapat perspektif baru di dalam estimasi non parametrik yang
berkaitan dengan parameter dan confidance interval estimation untuk variabel metrik.
Kita tidak perlu berasumsi bahwa confidance interval untuk parameter mengikuti suatu
distribusi normal. Pendekatan non parametrik ini dikenal dengan resampling (Hair et.al,
mengukur nilai parameter dari sampling. Metode yang digunakan untuk resampling
yaitu dengan bootstrap. Dikarenakan data yang diperoleh dalam penelitian ini tidak
3. Evaluasi Outlier
Dari hasil komputasi terlihat bahwa tidak ada nilai z-score yang lebih besar
atau sama dengan 3, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada univariate outlier
dalam data penelitian ini. Pengujian terhadap multivariate outlier dilakukan dengan
melihat kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat p<0,001 dievaluasi dengan Chi-
Square (χ2) pada derajat bebas sebesar jumlah variabel yang digunakan dalam
penelitian. Apabila hasil menunjukkan nilai mahalanobis distance > χ2, maka
ASPP-13 16
diidentifikasi sebagai multivariate outliers. Hasil pengolahan data dengan menggunakan
AMOS 4.01 dalam lampiran B tidak terlihat adanya multivariate outlier dibuktikan
dengan tidak adanya kasus yang memiliki mahalanobis distance > χ2.
multicollinearity atau singularity (Tabachnick & Fidell, 1998 dalam Ferdinan, 2005).
Pengujian data menggunakan AMOS 4.01 pada lampiran B menunjukan bahwa nilai
data yang digunakan pada penelitian ini layak digunakan karena tidak terdapat
Hasil pengujian hipotesis penelitian (H1a) menunjukan bahwa nilai critical ratio
(CR) adalah 1,094 dan nilai probabilitas (p) adalah 0,274. Dengan demikian hasil uji
statistik tidak berhasil membuktikan adanya hubungan positif pelatihan dengan kegunaan
SAKD. Hasil pengujian hipotesis penelitian (H1b) menunjukan bahwa nilai critical ratio
(CR) adalah -1,991 dan nilai probabilitas (p) adalah 0,047. Dengan demikian hasil uji
statistik tidak berhasil membuktikan adanya hubungan positif kejelasan tujuan dengan
kegunaan SAKD karena nilai CR menunjukkan nilai yang negatif. Hasil pengujian hipotesis
penelitian (H1c) menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah 4,531 berada di atas
ambang batas nilai kritis 1,96 pada signifikansi 5% dan nilai probabilitas (p) adalah 0,00.
Dengan demikian hasil uji statistik berhasil membuktikan adanya hubungan positif
ASPP-13 17
4.2.4.2 Pengujian Hipotesis Hubungan Faktor Organisasional dengan Konflik
Hasil pengujian hipotesis 2a menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah -
2,328. Namun CR menunjukkan angka negatif yang berarti terdapat hubungan negatif
antara training dengan konflik kognitif. Dengan demikian hasil uji statistik tidak berhasil
membuktikan adanya hubungan positif pelatihan dengan kegunaan konflik kognitif. Hasil
pengujian hipotesis 2b menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah -2,095 dan nilai
probabilitas (p) adalah 0,036. Dengan demikian hasil uji statistik tidak berhasil
membuktikan adanya hubungan positif kejelasan tujuan dengan konflik kognitif karena
nilai CR negatif. Hasil pengujian hipotesis 2c menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR)
adalah 1,012 dan nilai probabilitas (p) adalah 0,311. Dengan demikian hasil uji statistik
tidak berhasil membuktikan adanya hubungan positif dukungan atasan dengan konflik
kognitif.
Hasil pengujian hipotesis 3a menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah -
2,697 dan nilai probabilitas (p) adalah 0,007. Dengan demikian hasil uji statistik berhasil
membuktikan adanya hubungan negatif antara pelatihan dengan konflik afektif. Hasil
pengujian hipotesis 3b menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah -2,107 dan nilai
probabilitas (p) adalah 0,035. Dengan demikian hasil uji statistik berhasil membuktikan
adanya hubungan negatif kejelasan tujuan dengan konflik afektif. Hasil pengujian hipotesis
3c menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah -0,214 dan nilai probabilitas (p)
adalah 0,831. Dengan demikian hasil uji statistik tidak berhasil membuktikan adanya
Hasil pengujian hipotesis 4 menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah
1,572 dan nilai probabilitas (p) adalah 0,116. Dengan demikian hasil uji statistik tidak
berhasil membuktikan adanya hubungan positif konflik kognitif dengan kegunaan SAKD.
ASPP-13 18
Hasil pengujian hipotesis 5menunjukan bahwa nilai critical ratio (CR) adalah -1,737 dan
nilai probabilitas (p) adalah 0,082. Dengan demikian hasil uji statistik tidak berhasil
standarsized total effect lebih besar dibandingkan standarsized direct effect. Dengan
standarsized total effect lebih besar dibandingkan standarsized direct effect. Dengan
terdapat hubungan positif antara pelatihan dengan kegunaan SAKD. Hasil temuan ini
juga tidak dapat mendukung hasil penelitian Chenhall (2004) yang berhasil
tingkat signifikansi 10%. Hasil penelitian Cavalluzo dan Ittner (2004) juga berhasil
implementasi sistem pengukuran kinerja pada tingkat signifikansi 10%. Hasil yang
ASPP-13 19
berbeda ini kemungkinan disebabkan fenomena di lapangan, dimana pelatihan yang
diadakan terkait dengan implementasi SAKD masih sedikit. Selain itu, pelatihan yang
diadakan masih belum melibatkan seluruh pegawai di bidang verifikasi dan anggaran.
Hal ini dapat dibuktikan dari jawaban responden yang dapat dilihat dari hasil
deskriptif variabel pelatihan pada tabel 4.3, rentang aktual berkisar antara 4-13 dengan
rata-rata 7,25.
terdapat hubungan negatif antara kejelasan tujuan dengan kegunaan SAKD. Hasil
penelitian ini berbeda dengan temuan Chenhall (2004), yang berhasil membuktikan
adanya hubungan positif antara kejelasan tujuan dengan kegunaan sistem ABCM pada
fenomena yang terjadi, dimana ada suatu ketidakjelasan tujuan dari SAKD. Hal ini
ada hubungan positif antara dukungan atasan dengan kegunaan SAKD. Hasil
penelitian ini berhasil mendukung penelitian Cavalluzzo dan Ittner (2004) yang
sistem sehingga dapat meningkatkan kegunaan dari sistem. Penelitian Chenhall (2004)
juga memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan
manajemen puncak dengan kegunaan ABCM pada tingkat signifikansi 5%. Hasil
pengujian dari hipotesis yang membahas hubungan faktor organisasional dan konflik
menunjukkan bahwa dari keenam hipotesis yang diajukan ada dua hipotesis yang
bahwa pelatihan berhubungan negatif dengan konflik kognitif. Begitu juga dengan hasil
antara kejelasan tujuan dengan konflik kognitif. Hipotesis 2c (H2c) tidak diterima yang
ASPP-13 20
berarti tidak ada hubungan antara dukungan atasan dengan konflik kognitif. Hasil ini
juga bertolak belakang dengan hasil penelitian Chenhall (2004) yang menyatakan
bahwa pelatihan dan kejelasan tujuan berhubungan positif dengan konflik kognitif
dalam tingkat signifikansi 5%. Namun penelitian Chenhall (2004) juga tidak berhasil
berhubungan negatif dengan konflik afektif. Hasil yang sama diperlihatkan pada
hipotesis 3b (H3b) dimana kejelasan tujuan berhubungan negatif dengan konflik afektif.
atasan dengan konflik afektif tidak dapat dibuktikan. Penelitian berbeda dengan hasil
penelitian Chenhall (2004) dimana hipotesis yang membahas mengenai hubungan faktor
organisasional pelatihan, kejelasan tujuan dan dukungan atasan, tidak ada hipotesis
yang diterima. Hasil penelitian Chenhall (2004) menyimpulkan bahwa tidak terdapat
berhubungan positif dengan kegunaan SAKD. Hal ini menunjukkan bahwa debat dan
implementasi yang dibuktikan dengan tidak dapat meningkatkan kegunaan dari SAKD.
Penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian Chenhall (2004) dimana konflik
perbedaan budaya. Menurut Fuad Mas’ud (2005), masyarakat yang berada dalam
budaya barat menerima konflik secara terbuka dan langsung. Hal tersebut biasa
tidak terbuka dan tidak secara langsung. Budaya timur menganggap tabu adanya adu
ASPP-13 21
kekompakan tim. Budaya barat sangat terbuka terhadap debat dan adu argumentasi
karena dianggap dapat meningkatkan pemahaman. Debat yang dilakukan murni karena
ingin mendapatkan pemahaman yang lebih baik akan informasi yang berkaitan dengan
implementasi sistem tanpa melibatkan emosi. Berbeda dengan fenomena yang ada di
Indonesia, dimana terjadinya debat dan perbedaan argumentasi akan melibatkan emosi
berhubungan negatif dengan kegunaan SAKD ditolak pada tingkat signifikansi 5% akan
tetapi hipotesis tersebut dapat diterima pada tingkat signifikansi 10%. Penelitian ini
mendukung penelitian dari Chenhall (2004) dimana hipotesis yang menyatakan bahwa
konflik afektif berhubungan negatif dengan kegunaan sistem ABCM diterima pada
tingkat signifikansi 10%. Dengan demikian penelitian ini dapat membuktikan teori yang
mengurangi kekohesifan kelompok dalam menerima ide baru, dan usaha saling
implementasi.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa dari faktor organisasional yang diuji, hanya dukungan atasan yang
tujuan terhadap kegunaan SAKD tidak berhasil dibuktikan. Konflik kognitif tidak
dengan kegunaan SAKD. Hipotesis tersebut diterima pada tingkat signifikansi 10%.
ASPP-13 22
Penelitian ini mendukung penelitian dari Chenhall (2004) dimana faktor konflik afektif
berhubungan dengan kegunaan sistem ABCM. Hubungan tidak langsung antara faktor
organisasional dengan kegunaan sistem yang dimediasi dengan konflik kognitif ada
5.2. Implikasi
Penelitian ini mempunyai implikasi yang luas di masa yang akan datang, khususnya
implementasi inovasi sistem. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan
yang berhubungan dengan perilaku dari pengguna. Penelitian ini juga di harapkan dapat
implementasi sistem tidak hanya ditentukan oleh faktor teknis dan dana, namun faktor
5.3. Keterbatasan
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Chenhall (2004) yang berlatar
dalam melihat konflik. Budaya barat yang mengakui bahwa konflik kognitif merupakan
konflik positif . Hal ini tidak berlaku dalam budaya timur dimana konflik baik kognitif
maupun afektif ditekan karena menimbulkan perpecahan. Perbedaan budaya tersebut dapat
menimbulkan bias terhadap hasil penelitian. Hasil pengujian yang berbeda dengan peneliti
sebelumnya kemungkinan juga diakibatkan oleh perbedaan obyek yang diteliti dimana
penelitian Chenhall (2004) dilakukan pada perusahaan manufaktur sedangkan penelitian ini
Responden penelitian terbatas pada wilayah D.I.Y dan Jawa Tengah, sehingga
kemungkinan akan menghasilkan hasil yang berbeda, maka perlu untuk diperluas di
ASPP-13 23
Propinsi lain di Indonesia supaya dapat digeneralisasi. Penelitian ini hanya dilakukan pada
satu waktu (cross sectional), sehingga ada kemungkinan perilaku individu berubah dari
waktu ke waktu.
5.4 Saran
Penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lain, tidak terbatas pada faktor perilaku
tapi juga faktor teknis dalam rangka implementasi SAKD perlu untuk diteliti. Perlu
dilakukan penelitian dengan sampel yang lebih banyak dan tidak terbatas pada Dinas,
Kantor dan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah saja, namun diperluas untuk seluruh
pengembangan instrumen, yaitu disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan dari obyek
yang diteliti.
ASPP-13 24
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim (2004), Akuntansi Sektor Publik. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba
empat:Jakarta.
Abdul Halim (2004), Otonomi Daerah, Penganggaran Daerah dan Korupsi, Makalah
Bodnar, G.H dan William S., Hopwood (1995). Accounting Information System.
Prentice Hall International.6th.Ed.
Chenhall, R.H (2004), The Role of Cognitif and Affective Conflict in Early
Implementation of Activity-Based Cost Management. Behavioral Reaserch in
Accounting 16:19
Fisman, Raymond & Roberta Gatti (2002), Decentralization and corruption: Evidence
across countries. Journal of Public Economics 83: 325-345.
Hair, J.R., Anderson, R.E, Tatham, R.L, Black, W.C. (1998), .Multivariate Data
Analysis. Fifth Edition. Prentice Hall International Inc.
ASPP-13 25
Imam Ghozali (2004), Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan
Program AMOS Versi 5.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang
Indra Bastian (2002), Sistem Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Salemba Empat:
Jakarta.
Krumweide, K (1998), The Implementation stages of activity based costing and the
impact of contextual and organizational factors, Journal of Management
Accounting Research 10.
Mann, L. (1974) , Social Psychology and Modern Life, New York: Alfred A. Knopf,
INC.
Saifuddin Azwar (2005), Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar
Offset: Yogyakarta.
Shields, M. D., and S. M. Young (1989), Behavioral Model for Implementing Cost
Management System, Journal of Cost Management (Winter), 17:25
Sri Dewi Wahyundaru (2001), Akuntansi Sektor Publik dalam Otonomi Daerah.
Suara Merdeka. Edisi 21 Februari.
ASPP-13 26
Tim Pokja (2001), Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Tim Evaluasi dan Percepatan
Pelaksanaan Pertimbangan Keuangan Pusat dan Daerah:Jakarta.
ASPP-13 27
Tabel 4.1
Rincian Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner
Tabel . 4.2.
Jabatan, Lama menduduki Jabatan, Jenis Kelamin dan Pendidikan Terakhir
Tabel 4.3
STATISTIK DESKRIPIF VARIABEL
ASPP-13 28
Sumber: Data diolah, 2006
Tabel 4.4
Hasil Uji Reliablilitas
No. Variabel Nilai Cronbach Alpha
1 Pelatihan 0.8247
2. Kejelasan Tujuan 0,681
3. Dukungan Atasan 0,8194
4. Konflik Kognitif 0,8706
5. Konflik Afektif 0,9166
6. SAKD 0,8039
Sumber: Data diolah, 2006
Tabel 4.5
Hasil Uji Validitas
No. Variabel Pearson Signifikan Status
Correlation
1 Pelatihan 0,441**-0,833** 0,000-0,000 Valid
2. Kejelasan Tujuan 0,192* - 0,754** 0,000-0,024 Valid
3. Dukungan Atasan 0,240**-0,858** 0,000-0,000 Valid
4. Konflik Kognitif 0,520**-0,585** 0,000-0,000 Valid
5. Konflik Afektif 0,433**-0,868** 0,000-0,000 Valid
6. SAKD 0,356**-0,798** 0,000-0,000 Valid
Sumber: data diolah, 2006
Tabel 4.6.
Hasil Uji Normalitas Data
Assessment of normality
min max Skew c.r. kurtosis c.r.
DA 16.000 25.000 0,176 0,845 -0,906 -2,173
KT 16.000 25.000 0,197 0, 945 0,075 0,180
TRAIN 4.000 13.000 0,051 0.244 -0,791 -1,896
AFC 6.000 24.000 0,846 4,055 -0,117 -0,280
KG 4.000 16.000 0,655 3,142 -0,371 -0,890
SAKD 15.000 25.000 -0,024 -0,200 -0,674 1.617
Multivariate -3,882 -2,327
Sumber : data diolah, 2006
ASPP-13 29
Tabel 4.7.
Hasil Uji Univariat Outliers
Descriptive Statistics
Maximu Std.
N Minimum m Mean Deviation
Zscore(TRAIN) 138 -1.40554 2.48239 .0000000 1.00000000
Zscore(KT) 138 -2.11307 2.24646 .0000000 1.00000000
Zscore(DA) 138 -1.90796 1.62889 .0000000 1.00000000
Zscore(KG) 138 -1.31836 2.18597 .0000000 1.00000000
Zscore(AFC) 138 -1.03703 2.76235 .0000000 1.00000000
Zscore(SAKD) 138 -3.04571 1.46403 .0000000 1.00000000
Valid N (listwise) 138
Sumber: Data Diolah, 2006
Tabel 4.10
Hasil Analisis dan Interpretasi Parameter Estimasi
Standardized C.R. P Keputusan 5% Keputusan 10%
Estimate
Kg<-- train 0.121 -2.328 0.020 Signifikan Signifikan
Kg<-- kt 0.243 -2.095 0.036 Signifikan Signifikan
Kg<-- da 0.197 1.012 0.311 Tidak Signifikan Tidak Signifikan
Afc<-- train 0.161 -2.697 0.007 Signifikan Signifikan
Afc<-- kt 0.322 -2.107 0.035 Signifikan Signifikan
Afc<-- da 0.261 -0.214 0.831 Tidak Signifikan Tidak Signifikan
sakd<-- kg 0.073 1.572 0.116 Tidak Signifikan Tidak Signifikan
sakd<-- afc 0.055 -1.737 0.082 Tidak Signifikan Signifikan
sakd<-- train 0.074 1.094 0.274 Tidak Signifikan Tidak Signifikan
sakd<-- kt 0.146 -1.991 0.047 Signifikan Signifikan
sakd<-- da 0.118 4.531 0.000 Signifikan Signifikan
Sumber: data diolah, 2006
ASPP-13 30