Analisa Model Neraca Air Untuk Penerapan Irigasi Terputus Sri Di Tingkat Tersier

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

ANALISA MODEL NERACA AIR UNTUK PENERAPAN

IRIGASI TERPUTUS SRI DI TINGKAT TERSIER


(THE ANALYZE OF WATER BALANCE MODEL FOR THE IMPLEMENTATION
OF INTERMITTENT IRRIGATION FOR SRI ON TERTIARY UNIT)

Oleh:
Hanhan A. Sofiyuddin , Budi I. Setiawan**), Subari***), Lolly M. Martief*)
*)

ABSTRACT
This research aims to analyze water balance model of intermittent irrigation for SRI
implemented paddy cultivation. Experiment was conducted on cultivating season between
December 2008 and April 2009 (rainy season) at a tertiary level irrigation system in
Tasikmalaya, Jawa Barat Province, Indonesia. Irrigation, drainage, rain, water table and depth
of water pond data were collected, and evapotranspiration was estimated from meteorological
data, to provide the model with appropriate data input. Daily interval simulation was
conducted using water balance model. Water balance model showed the inflow-outflow
interaction of SRI intermittent irrigation application. SRI intermittent irrigation aims to provide
the soil a sufficient period of dry condition to let soil microorganism and paddy root grow
optimally. In rainy season frequent rain may cause soil wet for a considerable long time period.
According to the simulation result, to achieve optimum dry condition, drainage outlet should
be set at the same level as field soil elevation and irrigation interval between 2-10 days during
vegetative stage and 4-16 days during generative stage.
Keywords : SRI, intermittent irrigation, water balance, tertiary unit

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan irigasi terputus SRI di petak tersier
menggunakan model neraca air. Penelitian dilakukan dalam skala petak tersier pada musim
tanam Desember 2008 hingga April 2009 (musim hujan) di Tasikmalaya, Jawa Barat,
Indonesia. Untuk memperoleh data yang diperlukan, irigasi, drainase, hujan, tinggi muka air
tanah dan tinggi genangan diukur langsung di lapangan dan evapotranspirasi dihitung
menggunakan data klimatologi. Simulasi pada interval harian kemudian dilakukan
menggunakan model neraca air. Melalui simulasi ini tergambarkan interaksi inflow-outflow
pada penerapan irigasi terputus SRI. Irigasi terputus SRI bertujuan agar tanah berada dalam
kondisi kering (di bawah jenuh) dalam waktu cukup lama agar mikroorganisme dalam tanah
dan akar padi dapat tumbuh dengan optimal. Pada musim hujan, lahan cenderung berada
dalam kondisi basah karena frekuensi hujan yang sering. Berdasarkan hasil simulasi, agar
tanah dapat mencapai kondisi kering yang optimum, outlet drainase perlu diset setinggi
elevasi lahan dan irigas dilakukan dalam interval 2-10 hari pada fase vegetatif dan 4-16 hari
pada fase generatif.
Kata kunci : SRI, irigasi terputus, neraca air, petak tersier

*)
Balai Irigasi Pusat Litbang SDA, Balitbang PU
**)
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fateta IPB
***)
Peneliti Bidang Irigasi, Puslitbang SDA, Badan Litbang Dept. PU

145 Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009


I. PENDAHULUAN interval dan jumlah kebutuhan irigasi
Ketersediaan air yang semakin menurun sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
belakangan ini menyebabkan perlunya Parameter tersebut dapat dihitung
dilakukan upaya-upaya antisipatif. Sektor menggunakan pemodelan neraca air.
pertanian yang selama ini dinyatakan Tulisan ini berisi tentang pemodelan
sebagai pengguna air terbanyak (80% neraca air pada penerapan irigasi
dari konsumsi air nasional) merupakan intermittent SRI dalam petak tersier.
sektor strategis yang diharapkan dapat
II. TINJAUAN PUSTAKA
memberi dampak signifikan bila dapat
Konsep water balance atau neraca air
menghemat air. Menyikapi hal tersebut,
dapat digunakan untuk mendekati
saat ini penghematan air pertanian mulai
nilai-nilai proses hidrologi yang terjadi di
dikembangkan melalui irigasi hemat air,
lapangan. Secara garis besar neraca air
baik untuk budidaya padi maupun non
merupakan penjelasan tentang hubungan
padi. System of Rice Intensification (SRI)
antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran
merupakan salah satu upaya nyata dalam
ke luar (outflow) di suatu daerah untuk
mendukung penghematan air irigasi
suatu periode tertentu dari proses
untuk budidaya padi. Selain hemat air,
sirkulasi air. Di lahan padi sawah beririgasi,
produksi budidaya padi dengan metode
komponen-komponen yang mem-
SRI mengasilkan produksi di atas
pengaruhi neraca air adalah:
rata-rata produksi nasional (4-5 ton/Ha)
- Komponen inflow : irigasi dan hujan
bahkan dilaporkan ada yang mencapai 15
- Komponen outflow: drainase,
ton/Ha (Tabel 1).
seepage, evapotranspirasi, perkolasi
Tabel 1 . Beberapa hasil demplot SRI
Evapotranspirasi terdiri dari dua proses,
Pengamatan Produksi (ton/Ha) yaitu proses menguapnya air dari tanah
(evaporasi) dan proses menguapnya air
DISIMP 5,96-11,25 dari tajuk tanaman (transpirasi). Karena
AOSC 7,85-12.6 sulit untuk dibedakan, proses evaporasi
BBWS* 6,2-13,2 (E) dan transpirasi (T) dirumuskan
PT Sampoerna 8-12 sebagai satu kesatuan sebagai
*
Hasil demplot BBWS Masuji-Sekampung, evapotranspirasi (ETc), dirumuskan dalam
Citanduy-Ciwulan, Brantas, Pemali Juana tahun bentuk :
2008 ETc = ETo x Kc
Pemberian air SRI dilakukan secara Dimana, ETc : evapotranspirasi tanaman
intermittent (terputus) menggunakan potensial (mm/hari), ETo : evaporasi
alternasi genangan dangkal (±2 cm) atau tanaman acuan (mm/hari), Kc : koefisien
macak-macak hingga retak rambut. tanaman.
Dengan genangan dangkal tersebut
ETo merupakan evapotranspirasi tanaman
diharapkan pertumbuhan akar padi dan
acuan yaitu rumput setinggi 10 cm yang
aktivitas biota tanah akan semakin baik
tumbuh subur dan tidak kekurangan air.
sehingga produktivitas padi dapat
ETo hanya bergantung kepada faktor iklim,
meningkat.
oleh karena itu telah banyak
Agar irigasi hemat air tersebut benar- dikembangkan rumus-rumus pendekatan
benar tercapai maka perencanaan untuk menghitung ETo yang umumnya
pemberian irigasi perlu dilakukan secara berupa rumus-rumus empiris
matang. Parameter yang perlu diketahui berdasarkan kondisi yang ada di lapangan.
dalam perencanaan irigasi antara lain Rumus-rumus tersebut antara lain:

Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009 146


Blaney Criddle, Hergreaves, Penman, III.METODOLOGI
Penman Modifikasi, Penman Mounteith,
3.1. Lokasi Penelitian
Radiasi, Panci Evaporasi, Thornthwaite,
Wickman, IRRI, Lowry Johnson, Penelitian dilakukan di petak tersier CMA 5
Christiansen, dan lain-lainnya. Ki (17,82 Ha) Daerah Irigasi Ciramajaya,
Tasikmalaya pada musim tanam I antara
Nilai koefisien tanaman bervariasi selama
bulan Desember dan April 2009 (MT I
masa pertumbuhan. Untuk tanaman
2009). Petak tersier CMA 5 Ki terdiri dari 4
semusim seperti padi, pada masa awal
Kwarter dengan luasan Kwarter I: 2,15 Ha,
pertumbuhan nilai koefisien tanaman
Kwarter II: 5,65 Ha, Kwarter III: 3,84 Ha
relatif kecil dan berangsur naik sampai
dan Kwarter IV: 6,17 Ha. Lahan umumnya
fase pembungaan lalu turun saat
mengambil air dari saluran kwarter dan
menjelang panen. Berdasarkan hasil
mengalirkannya secara plot-to-plot ke
penelitian Field Trial (Balai Irigasi, 2007b)
setiap petakan. Denah dan arah aliran
nilai koefisien tanaman untuk padi
pada setiap petakan terdapat pada
dengan metode budidaya SRI secara
Gambar 1. Tanah di tersier ini termasuk ke
berurutan dalam periode dua mingguan
dalam klasifikasi tekstur liat berpasir
adalah 0,53; 0,66; 0,80; 0,87; 0,70
dengan tingkat perkolasi sedang.
sedangkan untuk padi konvensional
dengan genangan dangkal 2 cm adalah
0,90; 1,56; 1,91; 1,78; 0,11.

Gambar 1. Denah dan arah aliran di tersier CMA 5 Ki.

147 Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009


Pengaplikasian SRI di petak tersier ini tersier pada MT II 2008 (musim
dimulai pada MT II 2007 melalui demplot kemarau) dan MT I 2009 (musim hujan).
penelitian (skala lahan petani) oleh Balai Luasan tanam SRI pada MT I 2009
Irigasi. Budidaya padi SRI yang terdapat pada Tabel 2. Penelitian ini
dilaksanakan adalah SRI yang difokuskan pada kwarter 3 dan 4 karena
berkembang di Jawa Barat yang hampir seluruh lahannya ditanami SRI.
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Pengaturan pemberian air irigasi di lahan
a. Irigasi terputus macak-macak (jenuh
dilakukan oleh petani dengan bantuan
lapang) atau genangan dangkal (± 2
dan pengawasan pelaksana lapang
cm) sampai retak rambut; penelitian. Secara skematis pola irigasi di
b. Tanam benih muda (10 hari setelah lahan tergambar pada Gambar 2.
semai) dan satu lubang satu;
c. Jarak tanam lebar 30 cm x 30 cm, 40 Tabel 2. Luasan tanam pada MT I di tersier CMA 5
Ki ( dalam satuan Ha)
cm x 40 cm;
d. Penggunaan pupuk organik Kuarter SRI Konvensional
(kompos); 1 1,16 0,99
e. Penyiangan minimal empat kali; 2 2,31 3,34
f. Pengendalian hama terpadu. 3 3,84 -
Pengaplikasian SRI terus berkembang 4 6,09 0,08
hingga pelaksanaan penelitian skala Total 13,40 4,41

Genangan ditinggikan untuk


5,0 memepermudah penyiangan
Genangan air (mm)

4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
Small
crack

Awal Vegetatif Anakan Pembungaan Pematangan Penge-


ringan

Fase Pertumbuhan
Gambar 2. Skema pemberian air SRI

Kondisi air dari macak-macak dibiarkan sampai genangan 2 cm untuk


sampai retak rambut (Gambar 3), memudahkan operasi alat penyiang.
kemudian diairi lagi sampai Setelah penyiangan selesai biasanya
macak-macak. Kondisi ini dilakukan sawah dibiarkan menjadi macak-macak
selama periode vegetatif dan dengan sendirinya.
pertumbuhan anakan (sampai dengan ±
Pada waktu mulai fase pembungaan (±
45 – 50 HST). Pengeringan lahan pada
51 HST–70 HST) dan pengisian bulir
periode vegetatif bertujuan untuk
sampai masak susu (± 71 HST– 95 HST),
menciptakan aerasi yang baik di daerah
sawah diairi dan terus dipertahankan
perakaran sehingga merangsang
macak-macak. Pada fase ini tanaman
pertumbuhan akar yang kuat dan
padi sangat peka terhadap kekurangan
merangsang pertumbuhan anakan. Pada
air. Pemberian air secara intermittent
saat penyiangan, air irigasi diberikan
juga dapat dilakukan dengan mengairi

Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009 148


lahan sampai 2 cm dan irigasi kembali dikeringkan. Pengeringan pada periode
diberikan saat retak rambut. pematangan bertujuan untuk
mempercepat dan menyeragamkan
Pada fase pematangan bulir sampai
proses pematangan bulir padi.
panen (± 96 HST–105 HST), sawah

Gambar 3. Kondisi visual lahan saat genangan 2 cm (kiri) macak-macak (tengah) dan retak rambut (kanan)

3.2. Pemodelan Neraca Air metode Blaney-Criddle berdasarkan


Pemodelan dilakukan menggunakan persamaan:
persamaan neraca air yang disimulasikan ETo  p  0.4Tmean  8 
ETo
dalam interval harian. Persamaan yang
Dimana, ETo adalah evapotranspirasi
digunakan adalah :
acuan (mm/hari), p adalah persentase
ΔH + I + R = P + ETc + D + S rata-rata harian penyinaran matahari dan
Tmean adalah suhu udara rata–rata harian
Dimana ΔH = perubahan simpanan air
(oC). Nilai p ditentukan berdasarkan posisi
(mm), I = irigasi (mm), R = hujan (mm),
lintang lokasi stasiun klimatologi
P = perkolasi (mm), ETc =
Nariewatie (Tasikmalaya) yaitu 0,27.
evapotranspirasi (mm), D = drainasi
(mm) dan S = seepage (mm). Berdasarkan hasil pengukuran kehilangan
air di saluran didapatkan nilai efisiensi
Kondisi simpanan air di tanah dipengaruhi
irigasi sebesar 67,9%. Dengan demikian
oleh air yang masuk (hujan dan irigasi)
didapatkan hasil perhitungan neraca air
dan air yang keluar (evapotranspirasi,
seperti pada Tabel 3. Data pengukuran
drainasi dan perkolasi). Irigasi dan
menunjukkan bahwa genangan pada 51
drainase dilakukan untuk mengatur
HST adalah 0 mm, selisih inflow-outflow
kondisi air sehingga simpanan air sesuai
hasil perhitungan adalah 78 mm dan H
dengan perlakuan yang dikehendaki. Pola
pada 91 HST adalah 0 mm. Dengan
irigasi terputus pada SRI dilakukan
demikian terdapat perbedaan Hsim dan H
dengan mengairi lahan saat terjadi retak
pengukuran sebesar 78 mm (6,6 % dari
rambut atau berdasarkan pengukuran di
total inflow) atau 1,95 mm/hari.
lapangan pada saat kadar air 80% dari
jenuh lapang sampai tinggi genangan di Hasil evaluasi model tersebut me-
lahan maksimum 2 cm. nunjukkan bahwa model neraca air dapat
digunakan untuk menganalisis pemberian
Karena keterbatasan data, evapo-
air irigasi hemat air di tersier CMA 5 Ki.
transpirasi acuan dihitung menggunakan

149 Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009


Tabel 3. Neraca air CMA 5 Ki MT I 2009 pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
51 – 91 HST (40 hari)
Curah hujan cukup besar menyebabkan
kebutuhan irigasi yang diperlukan hanya
Komponen neraca air Jumlah (mm)
sedikit. Pada fase vegetatif (1 – 50 HST)
Inflow tercatat hujan sebanyak 789 mm dengan
Hujan 408 jumlah hari hujan sebanyak 60 hari
Irigasi 767 dimana 23 hari hujan lebih dari 10 mm.
Outflow Pada fase generatif (51 – 90 HST)
Drainasi 567 tercatat hujan sebanyak 340 mm dengan
jumlah hari hujan sebanyak 27 hari
Perkolasi 243
dimana 11 hari hujan lebih dari 10 mm.
Evapotranspirasi 240 Distribusi curah hujan selama musim
Seepage 48 tanam terdapat pada Gambar 4.
Total Inflow 1175
Total Outflow 1097
Inflow-Outflow (ΔHsim) 78
,

80
70
Hujan (mm/hari)

60
50
40
30
20
10
0
1 7 13 19 25 31 37 43 49 55 61 67 73 79 85 91 97
Hari Setelah Tanam

Gambar 4. Distribusi curah hujan selama musim tanam

Untuk menganalisa pola pemberian air kurang baik bagi pertumbuhan akar dan
irigasi yang telah dilaksanakan, simulasi aktivitas mikroba tanah terutama pada
dilakukan menggunakan data fase vegetatif. Kondisi simpanan air di
evapotranspirasi dan hujan pada saat itu. bawah jenuh lapang terjadi pada 41 hari
Kondisi air di lahan dijaga agar berada di atau 39% dari total waktu budidaya.
atas batas bawah (80% jenuh lapang) Hasil simulasi pada kondisi tersebut
dengan memberikan irigasi hingga batas terdapat pada Gambar 5. Agar kondisi
atas tercapai (setinggi outlet drainase). tanah kering dapat tercapai lebih lama,
Pada kondisi normal outlet drainase diset outlet drainase di lahan diset setinggi
pada ketinggian 2 cm. Kelebihan tinggi lahan (0 cm) atau lebih rendah. Kondisi
genangan karena hujan dari outlet lahan dibawah jenuh menjadi lebih lama,
drainase akan langsung terdrainase yaitu sebanyak 81 hari atau 80% dari
keluar lahan. total waktu budidaya. Grafik simpanan
air tanah berdasarkan simulasi tersebut
Pada kondisi outlet drainasi 2 cm, lahan
terdapat pada Gambar 6.
lebih banyak berada dalam kondisi di
atas jenuh lapang. Hal ini berdampak

Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009 150


30
20
10

S (mm)
0
-10
-20
-30
S
-40
80% Field capacity
-50
0 20 40 60 80 100
Hari Setelah Tanam

Gambar 5. Grafik simpanan air tanah hasil simulasi pada outlet drainasi 2 cm

10
0
-10
-20
S (mm)

-30
-40
-50 S
-60 80% Field capacity
-70
0 20 40 60 80 100
Hari Setelah Tanam

Gambar 6. Grafik simpanan air tanah hasil simulasi

Hujan lebih dari 10 mm per hari dapat Tabel 4. Neraca air berdasarkan simulasi pada
tinggi outlet drainase 0 cm
memperpanjang interval irigasi. Rencana
(satuan dalam mm)
awal pengaplikasian interval irigasi
adalah 5 harian. Berdasarkan simulasi Fase
neraca air pada outlet drainase setinggi 0 Komponen
neraca air Pema-
cm, interval irigasi memanjang hingga 16 Vegetatif Generatif
tangan
hari. Pada masa vegetatif irigasi hanya
Hujan 389 340 200
diberikan 10 kali dengan interval 2 hari
–10 hari. Pada masa generatif irigasi Irigasi 201 182 0
hanya diberikan pada 5 kali dengan Drainase 211 62 98
interval 4 hari–14 hari. Pada akhir masa
Perkolasi 242 191 79
generatif, hujan terjadi berturut-turut
selama 10 hari sehingga irigasi tidak Evapotranspirasi 203 241 77
diperlukan sejak 76 HST hingga 90 HST.
Irigasi pada musim tanam ini diberikan
Total hujan, irigasi, drainase, perkolasi secara berlebih. Berdasarkan hasil
dan evapotranspirasi tiap fase budidaya pengukuran, irigasi yang diberikan
terdapat pada Tabel 4. selama musim tanam adalah sebesar
1548 mm dengan drainase sebesar 938

151 Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009


mm (irigasi yang masuk lahan sebesar V. KESIMPULAN DAN SARAN
610 mm). Hal ini jauh lebih besar bila
Dari hasil analisa ini dapat disimpulkan
dibandingkan dengan hasil simulasi pada
dan disarankan hal-hal sebagai berikut :
Tabel 4 dimana jumlah irigasi yang
diperlukan hanya sebesar 383 mm. Hal 1. Hujan yang terjadi pada hampir
ini disebabkan karena petani sudah setiap hari dapat menyebabkan
terbiasa dengan pola pengaliran kontinu. tanah terlalu lama berada dalam
Walaupun air tidak dimasukkan ke lahan, kondisi basah. Berdasarkan hasil
petani merasa aman apabila air terus simulasi agar periode kering dapat
mengalir di saluran karena bila terjadi cukup lama, tinggi outlet
sewaktu-waktu dibutuhkan dapat drainase perlu dipasang setinggi
dialirkan ke lahan. Pengaliran kontinu tanah di lahan (0 cm).
tersebut menyebabkan air irigasi banyak 2. Interval pemberian air irigasi dapat
yang dibuang/didrainase. lebih panjang dari rencana pola
operasi 5 harian. Interval pemberian
Analisa tersebut dilakukan berdasarkan
air irigasi antara 2 hari-10 hari di
jenis tekstur tanah dan tingkat perkolasi
fase vegetatif dan 4 hari-16 hari di
yang terdapat di tersier CMA 5 Ki. Pada
fase generatif.
jenis tanah dan perkolasi yang berbeda,
3. Agar penghematan optimal, irigasi
hasil pemodelan akan menunjukkan hal
terputus di tingkat lahan perlu
yang berbeda pula. Apabila tanah lebih
dipadukan dengan rotasi di tingkat
porous dan tingkat perkolasinya tinggi,
kwarter dengan memperhatikan
interval irigasi akan lebih pendek dan
keserempakan tanam dan
tinggi jagaan outlet drainase yang
kekompakan petani datang ke
optimal perlu disesuaikan kembali.
lahan.
Agar penghematan optimal, irigasi
terputus di tingkat lahan perlu dipadukan
dengan rotasi di tingkat kwarter. DAFTAR PUSTAKA
Pengaplikasian rotasi ini memerlukan
pemahaman dan kekompakan petani. Allen, R. G., et.al., 1998, Crop
Berdasarkan pengalaman uji coba pada Evapotranspiration - Guidelines for
MT II 2008 dan MT I 2009, rotasi di Computing Crop Water
tingkat kwarter banyak mengalami Requirements - FAO Irrigation and
kendala akibat pemahaman dan Drainage Paper 56. Food and
kekompakan petani yang kurang. Hal ini Agriculture Organization of the
memerlukan keserempakan tanam dan United Nations, Rome.
kekompakan petani. Jadwal penyiangan
perlu disesuaikan dengan jadwal rotasi. Ankum, P., 1988, Irrigation Water
Selain itu, apabila petani terlambat Requirement. Directorate General
mengairi sawah, kebutuhan air di sawah of Water Resources Development of
selama interval tersebut tidak akan the Republic Indonesia.
terpenuhi.
Arif S.S., 2006, Bahan Kuliah Irigasi dan
Drainase. Program Pasca Sarjana
Universitas Gajah Mada.

Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009 152


Balai Irigasi, 2007a, Penelitian Irigasi Laboratorium Lapangan (Field Trial)
Hemat Air pada Budidaya Padi Periode III (MT I 2008). Balai Irigasi,
dengan Metode SRI Lahan Petani Puslitbang SDA, Balitbang
Tasikmalaya (On Farm) Periode I Departemen PU.
(MT II 2007). Balai Irigasi,
Direktorat Jenderal Pengairan Departemen
Puslitbang SDA, Balitbang
Pekerjaan Umum, 1986, Standar
Departemen PU.
Perencanaan Irigasi, Kriteria
Balai Irigasi, 2007b, Penelitian Irigasi Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi
Hemat Air pada Budidaya Padi KP-01.
dengan Metode SRI di

Naskah diterima: 28 September 2009 – Naskah disetujui: 26 Oktober 2009

153 Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009

You might also like