Metodologi Studi Hadits Tematik Kontemporer
Metodologi Studi Hadits Tematik Kontemporer
Metodologi Studi Hadits Tematik Kontemporer
Dani Kosasih
Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten
[email protected]
Abstrak:
This study examines the development, orientation and characteristics of the study of
contemporary traditions in all online journals PTKI Indonesia on the portal Moraref.
According to R. Michel Feener and Daniel Djuned, the study of hadith in Indonesia is
growing dynamically and PTKI is at the center of its development. This is contradictory to
Martin Van Bruinessen and Ahmad Rafiqi's assertion that the opposite is even less likely to
develop. The methodology used by the author is descriptive-content analysis. Where the
authors make all the journal articles containing the hadith studies in the Moraref Portal as
the main data in the study, in addition to the literature relating to the study of hadith as
secondary data. This research found Characteristics of study of Hadith in Indonesia if traced
through ejournals that have been indexed Moraref categorized in six categories, namely
thematic Hadith Studies with the number of articles 80 articles, Hadith scholarship as many
as 74 articles, Studies of Hadits and hadith thinking with 49 articles, as many as 35 articles
Hadith Studies orientalisme as many as 36 articles Studies of living hadith as many as 18
articles. So the most dominant in the study of hadith in Indonesia is a thematic research both
in religious rituals and social issues.
Kata kunci: Hadis kontemporer, PTKI, Studi Hadis
Pendahuluan
Ungkapan “Wa laa tamuutunna illa wa antum kaatibuun”, menjadi populer dikalangan
akademisi jakarta, khususnya para pengkaji Hadis. Tulisan merupakan warisan yang sangat
berharga bagi diri penulisnya dan generasi berikutnya. Seandainya dulu para ulama tidak
menuliskan pengetahuannya, tentu kita tidak akan mendapatkan kekayaan intelektual seperti
saat ini dan akan sangat sulit melacak peta keilmuan dan perkembangannya. Dalam sejarah
studi Hadis di indonesia abad ke XVII dinilai sebagai awal perkembangan kajian Hadis di
indonesia1 .
Penulisan literatur ilmu Hadis di Indonesia memiliki jumlah dan pola yang cukup beragam.
Akan tetapi pengulangan topik ulama klasik pada literatur buku diindonesia sangat dominan
yang menyebabkan perkembangan ilmu Hadis sangat monoton. Ada anggapan bahwa ilmu
Hadis akan mendapatkan perkembangnya di perguruan tingggi.
Tepatnya saat studi Hadis tidak hanya diajukan untuk dipelajari, tapi sampai pada tahap
pengaplikasian dan penelitian. Atas dasar anggapan tersebutlah kajian ilmu Hadis di
perguruan tinggi menjadi amat penting dan menarik untuk diteliti. 2 Perkembangan Studi
Hadis di Indonesia
a. Paradigma Kajian Hadis Kajian Hadis tidak tervatas kepada kajian Riwayat dan Dirayat
saja, akan tetapi sudah memasuki aspek kesejarahan, pemahaman dan kajian Hadis sarjana
1
Hasep Saputra, Perkembangan Studi Hadis di Indonesia (Pemetaan dan Analisis Geneologi) Disertasi UIN
Jakarta, 2014 hal 88
2
Qibtiyatul Maisaroh, Kajian Ilmu Hadis di Pergurun Tinggi (Studi atas Karya Tesis di UIN Sunan Kalijaga
Tahun 1990-2010), Skripsi IAIN Surakarta, Tahun 2017, Hal 5
barat. Kebangkitan studi Hadis disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya respon terhadap
gugatan orientalis terhadap Hadis, terbebasnya negara-negara muslim dari belenggu
kolonialis, munculnya paham salafi-takfiri, dan berkembangnya ilmu pengetahuan, sosial dan
budaya masyarakat modern. Para pengkaji Hadis kontemporer lebih terfokus kepada kajian
matan Hadis dan pemahamannya. Kajian Sharah Hadis dengan pendekatan hermenetik
menjadi sebuah metode yang tren di indonesia seiring berkembangnya filsafat, sosial dan
kebahasaan. Semangat kembali kepada Qur’an dan Sunnah harus diimbangi dengan kerangka
berpikir yang sistematis dalam memahami Hadis nabi.
b. Perbedaan Metodologi Kajian Hadis; sarjana barat dan timur tengah Kajian pensharahan
Hadis ditimur tengah terpola dengan empat pola; Tahlili, Ijmali, Maudu’i dan Muqaran.
Kajian pemahaman Hadis yang bersifat tekstual-normatif, banyak dipengaruhi oleh madhab
kebahasaan kufah-Basrah dimasa klasik. Penyelesaian Hadis Mukhtalif menjadi kajian utama
sarjana timur dalam pemahaman Hadis. Sentuhan peradaban barat dengan islam pertama kali
terjadi pada perang Mu’tah atau pada saat Andalusia direbut oleh bangsa eropa.
Sarjana barat atau orientalis mulai menampakkan keseriusannya dalam kritik Hadis pada
pertengahan abad ke 19, Goldziher, Schacht, Snouck Hurgonje meragukan keotentikan Hadis
dan menawarkan teori baru dalam kritik Hadis, baik sanad maupun matan. Hermeunetik
misalnya ditawarkan dalam pemahaman matan, Commonlink yang dikembangkan Juynball,
Projecting Back oleh Schacht dalam kritik sanad serta metode kritik Isnad cum matan ala
Motzki.3 Kajian Hadis diindonesia masih menjadi bagian pembelajaran Quran dan Fikih.
Sebelum abad ke 19 kajian Hadis lebih menekankan kepada aspek sanad dan pengumpulan
Hadis. Pada abad ke 20, penulisan lebih dengan tujuan pembelajaran ilmu Hadis sebagai
pengantar disekolah dan perguruan tinggi, sedangkan pada abad 21 sampai sekarang lebih
fokus kepada berbagai pendekatan dalam memahami Hadis Nabi.4
Dinamika Pemikiran Pengkaji Hadis diIndonesia Abad XXI
a. Awal Perkembangan Studi Hadis di Indonesia Pada abad XVII para ulama di nusantara
mulai merintis kajian mengenai Hadis, Nurudin al-Raniri, Abdul Rauf al-Sinkili dan
Muhammad Yusuf al-Makasari. Dan diakhir abad IXX, Sheikh Nawawi (Banten) dan Sheikh
Mahfuz} (Termas) menjadi ulama Hadis nusantarayang diperhitungkan di Mekkah. Penulis
mencatat 38 literatur Hadis pada abad XX, karakteristiknya masih bersifat pengantar daripada
pembahasan ilmu Hadis.
b. Kriteria Kajian Hadis Masa Modern di Indonesia Pada awal abad kedua dan ketiga hijriah
kriteria kesahihan Hadis belum dibakukan secara rinci. Kriteria kesahihan sanad dan matan
baru dirinci belakangan, termasuk bukhari hanya memasukkan Hadis yang sanadnya sahih,
hal ini dilihat dari penamaan kitab al-Jami’ al- Sahih al-Musnad (Himpunan Hadis yang sahih
sanadnya). Kritik matan dengan perbandingan Qur’an dan akal sangat relatif dan subjektif
terkait dengan pendekatan pemahaman dan aliran teologis. Begitupula dalam pemahaman
Hadis, ada dua kecenderungan tekstual dan kontekstual. Akan tetapi keduanya tidak
dikotomis secara hitam putih akan tetapi sifatnya temporal dan kondisional. Hadis yang tidak
lagi komunikatif dengan zaman, maka baru dimaknai dengan kontekstual. Dalam pengukuran
kesahihan Hadis, komparasi Hadis dengan al-qur’an juga menjadi halyang sangat penting
3
Ali Masrur, “Penerapan Metode Tradition-Historical Dalam Muṣannaf ‘Abd Al-Razzāq Al-Ṣan‘Ānī Dan
Implikasinya Terhadap Persoalan Dating Hadis Dan Perkembangan Fikih Mekkah,” Jurnal THEOLOGIA 24,
no. 1 (2013): 175–200.
4
Howard Federspiel, “‘Ḥadīṯ’ Literature In Twentieth Century Indonesia,” Oriente Moderno 21 (82), no. 1
(2002): 115–124.
seperti halnya abu Rayyah dan Muhammad Ghazali. Dalam perkembangannya kajian Hadis
pada masa awalnya mengkaji seputar sanad dan arbainaat 5 , di abad dua puluh masuk ke
pembahasan ilmu Hadis, dan diabad ke 21 lebih mengarah ke aspek pemahaman Hadis.
Metodologi Pemahaman Hadis di Indonesia
Metode pemahaman Hadis, pertama tradisionalis yang berupa pemahaman Hadis dengan
pendekatan tekstual dan kontekstual-historis, dengan memakai pendekatan tekstual dan
kontekstual. Kedua, modernis, yaitu memahami Hadis-Hadis Rasulullah dengan pendekatan
ilmiah dan logikadeduktif (Filosofis). Dalam perkembangannya pemahaman Hadis dan tafsir
bertemu dengan metode hermeneutik, dengan menyaringnya terlebih dahulu diharapkan bisa
memberikan pendekatan alternatif. Penulis memberikan contoh Hadis tentang larangan
perempuan bepergian jauh tanpa mahramnya. Dalam memahaminya penulis memaparkan
bahwa Hadis ini perlu dipahami melalui pendekatan kontekstual dimana mahram bisa
menjelma menjadi sistem keamanan, selain menggunakan pendekatan geografis, dimana
diindonesia berbeda dengan di arab dan kondisinya juga sudah berbeda dari segi keamanan.
Penulis memberikan contoh Hadis lain mengenai kepemimpinan perempuan, Hadis tentang
diharamkannya bedah plastik dan Hadis yang berkenaan dengan budaya arab.
Dalam permasalahan Hadis (khususnya di Indonesia), Hadis yang secara sanad bernilai sahih,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan sains, atau logika nalar manusia, ternyata para ulama
mempunyai dua pandangan.
Pertama, memandang Hadis tersebut tetap berkualitas sahih, hanya saja manusia belum dapat
menemukan rahasianya, serta akal manusia belum bisa menggapainya.
Kedua, Hadis tersebut tidak sahih, sebab ada illat yang mencacatkannya. Selanjutnya metode
penyelesaian Hadis yang bertentangan dengan sains. Yaitu dengan meneliti validitas Hadis
baik sanad maupun matan, selanjutnya ketika sudah dinyatakan valid, maka dilihat konteks
ketika Hadis itu disabdakan, kemudian membedah substansi Hadis mushkil tersebut apakah
untuk memberi informasi ilmu pengetahuan, ataukah hanya untuk warning dan itibar saja.
Tidak lupa juga dipertimbangkan fungsi nabi ketika menyabdakan Hadis itu dan
mengelompokkan Hadis tersebut apakah termasuk kedalam ajaran pokok islam, ataukah
ajaran yang bersifat ijtihad nabi, atau bahkan bersifat tindakan keseharian nabi sebagai suri
tauladan. Dan terakhir menggunakan ayat dan pandangan para ulama yang relevan untuk
memperkuat bahan analisis terhadap pemahaman Hadis tersebut. Perdebatan tentang
autentitas dan kevalidan Hadis selalu terjadi diantara para sarjana barat maupun timur, sejak
jaman sahabat sampai sekarang. Hal ini disebabkan karena perbedaan metodologi dalam
menentukan kesahihan Hadis dikalangan para pengkaji Hadis.
Al-Albānī mendaifkan beberapa Hadis dalam Sahih Muslim, begitu juga dengan Nabia abbot
dan Fuat sezgin. Yang membuat kriteria baru dalam standar kritik Hadis. Sementara Cook,
Calder, Schacht dan Juynboll meragukan riwayat Hadis Ahad, Commonlink dianggap sebagai
sebuah rekayasa. Bahkan Al-Bukhārī pun bisa berpendapat demikian, karena beliau
mensyaratkan Liqā’ dalam ketersambungan sanadnya. Dalam kritik Hadis, kritik sanad
dilakukan pertama kali selanjutnya dilakukan kritik matan. Hal ini sangat logis karena sebuah
matan tidak bisa disandarkan kepada Nabi kecuali sanadnya tidak sahih. Namun demikian
kesahihan/kethiqahan sanad tidak dapat menjamin kesahihan matan secara otomatis.
5
Evie Hidayati, “Metodologi Ahmad Lutfi Fathullah Dalam Penyusunan Kitab Hadis Arba’in: Telaah Terhadap
Buku 40 Hadis Mudah Dibaca Sanad Dan Matan,” AT- TAHDIS: Journal of Hadith Studies 1, no. 1 (March 31,
2017): 37–38,
Setidaknya ketika matan dianggap daif/bermasalah, diindikasikan adanya unsur uzur yang
timbul dari periwayat matan Hadis. Urgensi kritik matan bukan hanya ditujukan untuk
mendeteksi uzur/ketidaksengajaan dari perawi, akan tetapi justru untuk mendeteksi faktor
kesengajaan oleh perawi untuk tujuan tertentu dalam Hadis palsu misalnya.
Kritik Matan Hadis Embrio dari kritik matan Hadis ini sudah dimulai semenjak masa
Rasulullah dengan cara mengkonfirmasi berita kepada Rasul dan atau sahabat yang lain.
Selanjutnya kritik matan pada masa sahabat lebih bersifat komparatif, yaitu membandingkan
riwayat dengan riwayat sahabat yang lain. Metode komparatif ini berkembang dengan
membandingkan riwayat sahabat dengan koleksi tulisan Hadis yang ada dan
membandingkannya dengan kandungan al Quran. Kritik matan Hadis pada masa Tabi’īn
tidak berbeda jauh dengan pada masa Sahabat, yang membedakan hanyalah motivasi yang
melatarbelakanginya, dimana pada masa tabi’īn kritik dilakukan guna untuk membukukan
Hadis dan melestarikannya. Hal ini terjadi juga dengan pemahaman Hadis. Perkembangannya
baru terlihat setelah islam berkembang kedaerah-daerah non-arab. Terbukti dengan
munculnya kitab-kitab sharah Hadis seperti Tanwīrul hawālik, Fathul bārī dan Faidul bārī.
Selanjutnya para pengkaji Hadis menyusun buku yang berkaitan dengan kritik (Naqd) Hadis
dan metodologi pemahaman Hadis.
Seperti yang dilakukan oleh Nūr al-Dīn ‘Itr dengan karyanya Manhaj an-Naqd Fī Ulūm al-
Hadīth, M.M al A’z{ami dengan studies in hadith and Literatur juga Manhaj al-Naqd ‘Inda
al-Muhadithīn; Nashatuhū wa Tārikhuhu, Salah al-Din bin Ahmad alIdlibī dalam Manhaj an
Naqd al-Mutūn Inda Ulamā al-Hadīth al-Nabawī. Muhammad Thahir al-Jawabī dalam Juhūd
al-Muhadithīn fi Naqd Matan alHadith al-Nabawī al-Sharīf. Musfir Abdullah al-Damimī
dalam karyanya Maqayīs Naqd Mutūn al-Sunnah.
M. Syuhudi Ismail dengan Kaidah Kasahihan Sanad Hadis; Telaah kritis dan Tinjauan
Sejarah, Ali Mushtafa Yakub dengan Imam Bukhari dan Metodologi Kritik Hadis, Afif
Muhammad dalam Kritik Matan;Menuju Pendekatan Kontekstual Pemahaman Hadis Nabi
SAW, dan Said Aqil Husin Munawwar dengan Studi Hadis Kontemporer; Rekonstruksi
Metodologi atas Kriteria Kesahihan Hadis.
Pemahaman Hadis secara khusus terdapat dalam bukunya Syuhudi Ismail Hdis Nabi Yang
Tekstual dan Kontekstual, beliau menggunakan istilah Ma’ānil hadith untuk menunjuk
kepada pemahaman Hadis. Kriteria kritik matan yang ditulis oleh para Ulama seperti Khātib
al Baghdādī, Ibnu Jauzī dan Salahudin al-Idlibī merumuskan empat kriteria pokok; yaitu
tidak bertentangan dengan Qur’an, Hadis Nabi yang Sahih, Akal dan Fakta sejarah. Dua yang
terakhir masih menjadi perdebatan karena tolok ukur yang tidak pasti. Akal hanya berfungsi
untuk menganalisa hal-hal yang bisa diindera oleh panca indera. Oleh karena itu akal tidak
dapat atau tidak patut untuk menghakimi kesahihan seuah Hadis, peran akal sesungguhnya
adalah dalam hal pemaknaan dan pemahaman Hadis.
Al-Qaradhawi misalnya mendasarkan hokum dan pemahaman Teks Shara dalam kerangka
Maqāsid Sharī’ah, di era Kontempoer pemahaman terhadap Hadis harus berdasar kepada
multi disiplin Ilmu dan pendekatan dengan menghubungkan aspek terkait (interkonektif)
seperti Aspek Historis, Sosiologis, Psikologis, Antropologis, Medis dan Geografis yang
mampu menjawab berbagai hikmah dibalik sebuah larangan dan perintah. Sebagai bahan
perbandingan, dalam penafsiran al-Quran terdapat juga Tafsir bil Ra’yi, yaitu menafsirkan
Al-Quran dengan menggunakan akal. Terdapat juga tafsir Ilmi, yaitu penafsiran dengan ilmu-
ilmu terkait melalui analisa logika. Ketika posisi Hadis sudah disahihkan sanad dan
Matannya maka posisinya pun sama sakralnya dengan Al-Quran sebagai sumber ajaran islam.
Selanjutnya Hadis pun bisa dijelaskan dengan metode sharh Bil Ra’yi. Dengan memakai
berbagai pendekatan yang pas dengan permasalahan ketika mengucapkan teks tersebut.
Sebagai sebuah contoh pemaknaan Hadis dengan melihat konteksnya “pergilah dan jejalilah
mulut isteri-isteri mereka dengan debu” Hadis ini perlu dimaknai dengan melihat konteks,
karena tidak mungkin memaknainya hanya dengan teks yang ada. Konteks yang terjadi
adalah ketika para isteri sahabat menangisi kepergian suaminya dikarenaan gugur dimedan
perang mereka tidak berhenti menangis dan nabi memerintahkan seorang sahabat untuk
menghentikan tangisan mereka, akan tetapi mereka tidak mau berhenti menangis, sehingga
nabi mengucapkan Hadis diatas karena situasi psikologi nabi yang lelah karena berperang.
Hal ini yang dimaknai dan dijelaskan oleh sahabat Aishah r.a. dalam metodenya mensharah
Hadis. Aishah tidak menolak Hadis ini dengan akal sebagaimana yang terjadi dalam kritik
Matan. Demikian fungsi akal dalam pemahaman Hadis nabi.
Sesuai dengan fungsi dan kemampuannya yang relevan. Banyak literatur baik yang berbentuk
buku dan artikel yang membahas tentang posisi akal dalam kritik matan Hadis dan
pemahamannya diantaranya Nur al-Din Itr dengan karyanya Manhaj anNaqd Fi Ulum al-
Hadith, M.M al Azami dengan studies in hadith and Literatur juga Manhaj an Naqd ‘Inda al-
Muhadithin; Nashatuhū wa Tārikhuhu, Salah al-Din bin Ahmad al-Idlibi dalam Manhaj an
Naqd al-Mutun Inda Ulama al-Hadith al- Nabawi.
Muhammad Thahir al-Jawabi dalam Juhud al-Muhadithin fi Naqd Matan al-Hadith al-
Nabawi al-Sharīf. Musfir Abdullah al-Damimī dalam karyanya Maqayīs Naqd Mutūn al-
Sunnah. M. Syuhudi Ismail dengan Kaidah Kasahihan Sanad Hadis; Telaah kritis dan
Tinjauan Sejarah, Ali Mushtafa Yakub dengan Imam Bukhari dan Metodologi Kritik Hadis,
Afif Muhammad dalam Kritik Matan;Menuju Pendekatan Kontekstual Pemahaman Hadis
Nabi SAW, dan Said Aqil Husein Munawwar dengan Studi Hadis Kontemporer; Jonathan
Brown dengan Artikelnya How we know early hadith critices did matn criticism and why it’s
so hard to find it, Christopher Meleheart dengan Bukhari and early hadith criticism dan abdul
Ghafur Baloch dengan Key of the Found Upon Inscription Recod of Hadith yang berpendapat
bahwa akal mempunyai peran dalam kritik matan Hadis.
Sementra G.H.A Juynball dengan karyanya The autencity of the tradition literature;
Discussion in Modern Egypt dan Abu Muzaffar al-San’ani dalam buku al-Hujjah fi Bayani
al- Muhajjah berpendapat bahwa akal tidak mampu untuk berperan dalam pengujian
kesahihan matan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini ditujukan untuk
memposisikan akal pada posisi yang tepat, yaitu pada tahap akhir penelitian (pemahaman
Hadis) Metodologi Kritik Hadis Orientalis
1) Metodologi Josep Schacht6 Dia dikenal dengan teori Commonlink dan Projecting
Backnya dalam kajian sanad Hadis. Dalam penelitian matan dia mengambil kitab al-Maghazi
dengan riwayat Zuhri. Dia menolak Hadis yang ada didalamnya karena menurutya Hadis
yang menyebutkan bahwa Rasul akan memotong tangan Fatimah jika seandainya mencuri
adalah Hadis yang lemah, karena menurutnya ini tidak masuk akal jika tidak ada
pengistimewaan bagi keluarga Rasul.
2) Metodologi CookIa secara khusus membangun teori (Profilation) perkembangan Sanad.
Dimana menurutnya sanad sengaja dibuat untuk memperkuat satu matan Hadis yang sama.
Menurutnya hal ini bisa terjadi dengan beberpa cara, diantaranya dengan menghilangkan
6
A. Amrulloh, “EKSISTENSI KRITIK MATAN MASA AWAL: Membaca 188 | Temuan Dan Kontribusi
Jonathan Brown,” Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 4, no. 1 (August 1, 2015), accessed October 8,
2017, http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/kon/article/view/127.
perawi sejaman, dan dengan cara seorang Commonlink menyandarkan Hadis kepada guru
yang berbeda serta yang ketiga dengan cara mengabaikan Hadis yang terisolasi.
3) Metodologi Calder Berbeda dengan orientalis sebelumnya, ia menolak teori Commonlink
yang memalsukan Hadis. Menurutnya Commonlink merupakan hasil dari persaingan
kelompok pada masa dan sesudah paruh kedua dari abad ketiga Hijriyah. Ketika sebuah
matan diterima oleh subuah kelompok kemudian kelompok ini membuatkan sanad untuk
matan tersebut.
4) Metodologi G.H.A Juynboll Dalam dating sebuah Hadis, ia selalu mengajukan tiga
pertanyaan yaitu dimana, kapan dan oleh siapa Hadis itu disebarkan. Dalam penelitiannya, ia
menunjukkan biasanya sanad yang berjalur tunggal adalah perawi ketiga, keempat, dan
kelima dari Nabi. Jalur tunggal ini disebut dengan single strand dan murid commonlink
disebut dengan partial commonlink. Teori commonlink ini berhubungan erat dengan sistem
isnad, dimana abdullah ibn Zubair melakukan pemberontakan pada tahun 63-73 Hijriah
terhadap Bani Umayyah, semenjak itu para periwayat Hadis harus menyebutkan sanadnya,
maka untuk mengisi kekosongan dari tahun 63 sampai kepada Rasulullah dibuatlah isnadnya.
5) Metodologi Motzki7 Menurutnya Commonlink merupakan penghimpun Hadis dan
meriwayatkan Hadis secara sistematis. Single strand bukan berarti hanya ada satu jalur sanad
saja. Motzki menolak jika Commonlink dianggap sebagai pemalsu Hadis. Karena jika ada
pemalsuan, hal itu bisa diketahui dengan membandingkan varian teks dari sanad yang
berbeda.
6) Metodologi John Louis Esposito Ia dikenal sebagai orang yang mengedepankan islam
yang universal dan penuh kedamaian dalam beberpa karyanya. Dalam studi Hadis secara
tidak langsung memberikan kebebasan kepada rasio untuk memahami maksud teks secara
universal, tidak parsial yang sesuai dengan tujuan agama islam, Rahmatan lil ‘Alamin.
Kritik Hadis Diantara Berbagai Metodologi Pada umumnya para ulama telah melakukan
penelitian Hadis dan menggunakan akal dalam hal keterpenuhan atau tidaknya kesahihan
sebuah sanad dan dalam metode memahami sebuah Hadis. Dalam sejarahnya kritik matan
Hadis pertama kali ditulis oleh Ibnu Qayyim (1350M) dalam bukunya al-Manār al-Munīf,
400 tahun setelah Ulum al-Hadith berkembang.
Kehadiran Kitab ini memberi pengaruh kepada karya-karya sesudahnya diantaranya, Maqāyīs
Naqd Mutūn al-Sunnah (1984) yang ditulis oleh Musfir al-Daminī, Juhūd Muhadithīn Fī
Naqd Matn al-Hadith al-Nabawi al-Sharif (1986) oleh Muhammad Thahir al-Jawābi, dan al-
Sunnah al-Nabawiyyah Baina Ahl Fiqh wa Ahl al-Hadīth oleh Muhammad al-Ghazālī.
Anggapan kritik matan belum ditulis secara komprehensif mungkin ada benarnya, akan tetapi
secara praktek para ulama Hadis ketika mengkaji kualitas perawi Hadis secara otomatis
sebenarnya menguji juga riwayatnya. Dan dalam ilmu Musthalah al-Hadith terdapat istilah
yang memfokuskan pada bahasan Matan seperti Maqlub, Mudraj, Shad dan yang lainnya.
Al-Idlibi mensyaratkan kesahihan sanad dengan beberapa kriteria, yaitu tidak bertentangan
dengan kandungan Qur’an, tidak bertentangan dengan Hadis Shahih, tidak bertentangan
dengan akal, indera dan fakta sejarah.
Dan keempat makna Hadis tidak rendah, serampangan tidak menyerupai perkataan nabi.
Literatur ilmu Hadis di Indonesia dalam berbagai model dan pembahasan banyak ditulis oleh
7
Masrur, “Penerapan Metode Tradition-Historical Dalam Muṣannaf ‘Abd Al-Razzāq Al-Ṣan‘Ānī Dan
Implikasinya Terhadap Persoalan Dating Hadis Dan Perkembangan Fikih Mekkah.”
intelektual Indonesia, Hasbi Ash Shiddieqy menulis Sejarah dan Pengantar Ulumul Hadits 8
merupakan buku ilmu Hadis pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya
berkembang berbagai model penulisan dalam bidang ini sampai era 2000an, ada model
tematik, seperti karya Muhammad Syuhudi Ismail berjudul Kaidah Keshahihan Sanad Hadis, 9
buku Teori Common Link G.H.A Juynboll Melacak Akar Hadits Nabi20 karya Ali Masrur,
dan buku karya Wahyudin Darmalaksana berjudul Hadis di Mata Orientalis: Telaah atas
Pandangan Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht.
Sebagiannya buku yang berasal dari kumpulan artikel di antaranya karya Ali Musthafa Yaqub
dengan buku berjudul Imam Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis, begitu juga
buku Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, yang dieditori oleh Sahiron
Syamsuddin dan buku berjudul Wacana Studi Hadis Kontemporer, 10 ditulis oleh Konsorium
Tafsir Hadis IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam dekade terakhir, penulisan literatur
ilmiah masuk pada era ejurnal yang mulai mengakar di perguruan tinggi.
Dosen sebagai seorang pendidik sekaligus peneliti dituntut untuk menulis artikel di jurnal
online. Bahkan menjadi persyaratan dalam kenaikan Jabatan Fungsional. Hanya saja beda
dulu beda sekarang, kemajuan teknologi dan informasi menjadikan proses penulisan dan
penerbitan menjadi sangat mudah. Buku sudah berubah menjadi e-book, jurnal menjadi e-
jurnal. Dari full paper menuju paperless Di perguruan tinggi, selain dosen dituntut untuk
menulis artikel jurnal, mahasiswa juga diwajibkan untuk mencari literatur ilmiah dalam setiap
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Bahkan dituntut untuk menulis artikel
dijurnal. Karena e-jurnal mampu menjawab dengan efektif pertanyaan; informasi apa yang
paling penting, cara apa yang paling baik dalam mengakses dan mentransformasikannya
kembali. layanan e- journal di perguruan tinggi memberikan dampak yang besar dalam dunia
pendidikan terutama dalam memperoleh informasi ilmiah secara mudah, cepat, dan murah.
Hal ini mempengaruhi perkembangan studi Hadis di indonesia, ditambah dengan dibukanya
prodi khusus ilmu Hadis setelah keluarnya pembidangan keilmuan dalam KMA No. 36 tahun
2009, di mana studi keilmuan Tafsir Hadis dijadikan dua prodi yakni Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir serta Ilmu Hadis. Hal ini didukung oleh Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam
No. 3389 tahun 2013 tentang penamaan perguruan tinggi agama Islam, fakultas dan jurusan
pada perguruan tinggi agama Islam.
Artikel pada Scholarly Journal/jurnal ilmiah merupakan intisari dari penelitian keilmuan
dibidangnya yang akan melahirkan teori, pendekatan, metode dan kajian yang mengandung
keorisinalitasan dan kebaruan. Dan sudah pasti e-jurnal menjadi rujukan ilmiah yang akan
banyak dirujuk dalam penelitian studi Hadis. Untuk itu, Kementerian Agama membentuk
sebuah portal akademik benama Moraref, yang memuat 417 jurnal PTKI, dengan 27.534
judul artikel yang dapat diakses secara online dengan misi menjadi rujukan literatur dunia
islam. Sekitar lebih dari 250 artikel dalam studi Hadis juga terdapat didalamnya.
Ragam dan karakteristiknya bermacam-macam yang merepresentasikan kecenderungan
penulisnya dan tren yang sedang ngehits dalam kajian Hadis di indonesia, baik dari segi
metodologi, studi tokoh, kritik Hadis, living Hadis, pendekatan alternatif dan pengaruh
sarjana timur - barat dalam studi Hadis. Dalam menanggapi hal ini peran E-Jurnal PTKI di
Indonesia menjadi elemen terpenting dalam pengembangan studi Hadis di
8
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ulumul Hadis, cetakan 10 (Jakarta: Bulan Bintang, 1991).
9
Muhammad Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995). Buku ini
merupakan disertasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
10
Amir Mahmud (ed.), Wacana Studi Hadis Kontemporer (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2002).
Indonesia.11Dengan mengamini anggapan bahwa pembelajaran ilmu Hadis di Indonesia
didominasi perguruan tinggi. Maka dari itu penulis merasa, bahwa meneliti dan menganilis
orientasi dan karakteristik studi Hadis di perguruan tinggi melalui jurnal online yang
diinisiasi oleh Moraref (Kemenag) menjadi hal yang penting. Selain untuk mengetahui
perkembangan studi Hadis pada umumnya juga untuk melihat peran e-jurnal PTKI dalam
perkembangan studi Hadis di Indonesia. Penelitian ini memiliki dua permasalahan penting
yang akan dijawab. Pertama, bagaimana pengaruh e-jurnal Moraref dalam perkembangan
studi Hadis di indonesia? Dan kedua, apa karakteristik pemikiran Hadis kontemporer yang
sedang berkembang di indonesia? darimana dan akan kemana? Penelitian ini sangat
signifikan dalam membuktikan teori adanya perkembangan yang perlahan namun pasti dalam
studi Hadis di indonesia, serta mengidentifikasi kecenderungan para pengkaji Hadis di
indonesia (PTKI) dalam merespon maupun memunculkan isu baru dalam studi Hadis.
Terlebih e-jurnal merupakan sarana baru dalam penyebaran karya ilmiah yang orisinal,
berbobot dan accesable. Sehingga bisa diketahui keorisinalan ide dan gagasan khas indonesia
dalam studi Hadis yang berbeda dengan kajian Hadis timur maupun barat. Ada banyak
peneliti yang sudah menulis tentang perkembangan pemikiran Hadis kontemporer di
Indonesia, seperti Munirah dengan judul Tesisnya, M. Tasrif dalam bukunya Kajian Hadis
diIndonesia: Sejarah dan Pemikiran dan Hasep Saputra dalam Perkembangan Studi Hadis di
Indonesia (Pemetaan dan analisis Geneologi). Selain dari perkembangan studi Hadis secara
umum, beberapa penelitian tentang dinamika studi Hadis di perguruan tinggi yang sangat
respon dengan perkembangan teknologi dan paradigma pendidikan juga menjadi perhatian
beberapa peneliti, seperti, Alfatih Suryadilaga yang meneliti mengenai Kajian Hadis di Era
Global dan kebijakan di beberapa perguruan tinggi, begitupun Suryadi Alfatih Suryadi laga
dan Fadli Lukman ketiganya memberikan perhatian akan dinamika yang terjadi di perguruan
tinggi
1. Peranan e-jurnal dalam Ilmu pengetahuan
a. Pemanfaatan E-Jurnal dalam memenuhi kebutuhan informasi civitas akademik Universitas
Hasanudin
b. Mengenal Elektronik Jurnal dan Manfaatnya bagi Pengembangan Karier Pustakawan
c. Peran E-Journal dalam Knowledge Sharing sebagai Basis Pengelolaan Pengetahuan di
Universitas Kristen Satya Wacana Karakteristik Studi Hadis di Indonesia Pada Portal
Moraref
1. Karakteristik Studi Hadis di Indonesia Pada Portal Moraref Dalam penelitian ini, peneliti
mengakses portal moraref dan menemukan 292 artikel Jurnal yang berhasil diunduh dan
diteliti dengan cara memasukkan term hadith, Hadis, sunnah dan sunah pada menu pencarian
judul artikel. Dari artikel-artikel tersebut penulis mengelompokkannya kedalam beberapa
kategori berikut. Peneliti juga hanya mengunduh artikel-artikel jurnal yang bisa diunduh,
sedangkan yang sulit/tidak bisa diunduh tidak dicantumkan disini karena jumlahnya juga
sangat kecil tidak lebih dari 2% dari artikel yang berhasil terunduh. Dalam penelitian ini,
ditemukan bahwa karakteristik studi Hadis di Indonesia terbagi dalam enam kategorisasi,
1. KeIlmuan Hadis sebanyak 74 artikel
2. Studi Hadis orientalisme sebanyak 36 artikel
11
Qibtiyatul Maisaroh, Kajian Ilmu Hadis di Pergurun Tinggi (Studi atas Karya Tesis di UIN Sunan Kalijaga
Tahun 1990-2010), Skripsi IAIN Surakarta 2017. Hal 6
3. Perkembangan Hadis Indonesia sebanyak 35 artikel
4. Studi living Hadis sebanyak 18 artikel
5. Studi Hadis tematik sebanyak 80 artikel
6. Studi tokoh dan pemikiran Hadis sebanyak 49 artikel Selanjutnya peneliti akan membahas
secara lebih rinci kandungan dari artikel-artikel jurnal tersebut yang terwakili oleh abstrak.
Abstak merupakan intisari dari sebuah artikel hasil penelitian. Abstrak paling tidak
mengandung tiga hal, yaitu, tujuan/hasil penelitian, Perdebatan akademik dan Metodelogi
penelitian. Peneliti menemukan ada beberapa artikel jurnal yang tidak memuat abstrak
penelitian, hal ini sangat disayangkan karena mengurangi kesempurnaan dari layout sebuah
jurnal. Kekurangan kedua terletak pada komponen sebuah abstrak, yang mana ada beberapa
artikel yang abstraknya tidak mengandung tidak komponen diatas, disamping beberapa ada
yang sangat panjang dan sebagian lainnya sangat singkat sekali. Seyogyanya kedepan bisa
diselaraskan dan dibuat aturan baku dari pihak pengella jurnal maupun dari pihak moraref
selaku pengindeks jurnal-jurnal islamic studies di PTKIN.
Pertama, keilmuan Hadis. Hasil penelitian dalam bidang ini meliputi istilah dan teori-teori
yang berkaitan dengan Autoritas dan Autentitas Hadis. Kritik Hadis sangat dominan dalam
penelitian ini. Kritik Hadis merupakan upaya untuk membuktikan kevalidan sebuah Hadis
dengan teori dan metode yang beragam, seperti kritik matan , kritik sanad dan kritik orientalis
(dating) .
Kedua, Kajian Living Hadis. Kajian ini menggunakan pendekatan dari konteks ke teks,
dimana praktik keagamaan yang terjadi dimasyarakat Nusantara dianalisis persepsi semua
orang yang terlibat dalam praktik tersebut untuk digali akar teks keagamaan mana yang
menjadi sumber dari tradisi tersebut. Tentunya praktik keagamaan tersebut telah mengalami
akulturasi budaya dengan masyarakat lokal dan penjelasan dari tokoh agama setempat dalam
penafsirannya terhadap teks turut ambil peran dalam pelestarian tradisiterm hadith, Hadis,
sunnah dan sunah pada menu pencarian judul artikel.
Dari artikel-artikel tersebut penulis mengelompokkannya kedalam beberapa kategori berikut.
Peneliti juga hanya mengunduh artikel-artikel jurnal yang bisa diunduh, sedangkan yang
sulit/tidak bisa diunduh tidak dicantumkan disini karena jumlahnya juga sangat kecil tidak
lebih dari 2% dari artikel yang berhasil terunduh. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa
karakteristik studi Hadis di Indonesia terbagi dalam enam kategorisasi,
1. KeIlmuan Hadis sebanyak 74 artikel
2. Studi Hadis orientalisme sebanyak 36 artikel
3. Perkembangan Hadis Indonesia sebanyak 35 artikel
4. Studi living Hadis sebanyak 18 artikel
5. Studi Hadis tematik sebanyak 80 artikel
6. Studi tokoh dan pemikiran Hadis sebanyak 49 artikel Selanjutnya peneliti akan membahas
secara lebih rinci kandungan dari artikel-artikel jurnal tersebut yang terwakili oleh abstrak.
Abstak merupakan intisari dari sebuah artikel hasil penelitian.
Abstrak paling tidak mengandung tiga hal, yaitu, tujuan/hasil penelitian, Perdebatan
akademik dan Metodelogi penelitian. Peneliti menemukan ada beberapa artikel jurnal yang
tidak memuat abstrak penelitian, hal ini sangat disayangkan karena mengurangi
kesempurnaan dari layout sebuah jurnal. Kekurangan kedua terletak pada komponen sebuah
abstrak, yang mana ada beberapa artikel yang abstraknya tidak mengandung tidak komponen
diatas, disamping beberapa ada yang sangat panjang dan sebagian lainnya sangat singkat
sekali. Seyogyanya kedepan bisa diselaraskan dan dibuat aturan baku dari pihak pengella
jurnal maupun dari pihak moraref selaku pengindeks jurnal-jurnal islamic studies di PTKIN.
Pertama, keilmuan Hadis.
Hasil penelitian dalam bidang ini meliputi istilah dan teori-teori yang berkaitan dengan
Autoritas dan Autentitas Hadis. Kritik Hadis sangat dominan dalam penelitian ini. Kritik
Hadis merupakan upaya untuk membuktikan kevalidan sebuah Hadis dengan teori dan
metode yang beragam, seperti kritik matan , kritik sanad dan kritik orientalis (dating) .
Kedua, Kajian Living Hadis.
Kajian ini menggunakan pendekatan dari konteks ke teks, dimana praktik keagamaan yang
terjadi dimasyarakat Nusantara dianalisis persepsi semua orang yang terlibat dalam praktik
tersebut untuk digali akar teks keagamaan mana yang menjadi sumber dari tradisi tersebut.
Tentunya praktik keagamaan tersebut telah mengalami akulturasi budaya dengan masyarakat
lokal dan penjelasan dari tokoh agama setempat dalam penafsirannya terhadap teks turut
ambil peran dalam pelestarian tradisi keagamaan tersebut. Hal ini sebagai alternatif yang
ditawarkan para pengkaji Hadis terutama dipelopori oleh para sarjana Hadis UIN Sunan
Kalijaga Jogjakarta. Kajian ini melahirkan satu jurnal khusus yang berkaitan dengan tema
living Hadis. Dari 18 artikel megenai living Hadis 7 diantaranya berasal dari jurnal Living
Hadis. Kajian ini melengkapi kekurangan yang ada pada kajian teks, dengan mengedepankan
dan menonjolkan kajian konteks dari pemahaman Hadis itu sendiri. Kajian teks dan konteks
saling melengkapi satu sama lain.