Anatomi Teori Hegemoni Antonio Gramsci
Anatomi Teori Hegemoni Antonio Gramsci
Anatomi Teori Hegemoni Antonio Gramsci
Endah Siswati
Universitas Islam Balitar
Jl. Majapahit No.4 Blitar, Jawa Timur 66139
Email: [email protected]
ABSTRACT
Antonio Gramsci is a great intellectual among the left, who is called the
greatest thinker after Karl Marx. Gramsci's ideas are contained in many articles
published in the mass media, and in his works such as; Prison Notebook, The
Modern Prince and Other Political Writing, Selection from Prison Notebooks,
Letters from Prison, Selection from Political Writing, Selection from Cultural
Writing, and so on.
Of all the works and writings, hegemony is considered as the central and
original idea developed by Gramsci. The hegemonic theory is seen to have brought
about great change and led to a debate of thought over theories of social change,
especially for those who want radical and revolutionary change.
Gramsci's concepts of hegemony, civil society, political society, counter-
hegemony, war of position, war of movement, organic intellectuals and their role in
social transformation are ideas that are considered brilliant, and make important
contributions to the development of social theories, and foster critical political
awareness. His concept of hegemony also encouraged the re-formulation of class
character, the social forces and the true meaning of power and domination. These
things are the basis of writing this article.
ABSTRAK
Gramsci bukan filsuf yang melahirkan teori hanya dari kontemplasi, tetapi dari
pengalaman, pengamatan, dan interpretasi kehidupan sosial politik dan fenomena
sosial yang berlangsung di sekitar kehidupannya. Untuk mengetahui konteks sosial-
politik dan fenomena sosial yang melatarbelakangi kemunculan teori hegemoni
Gramsci, maka harus dilacak perkembangan kondisi sosial politik di Italia pada masa
kehidupan Gramsci.
Pada saat Gramsci memulai aktifitas kuliah di Turin, Gramsci untuk pertama
kalinya menjumpai kehidupan kota industri modern. Turin adalah kota industri yang
bergelimang kemewahan, dan sangat bertolak belakang dengan kehidupan di desa
pertanian. Gramsci juga melihat hubungan sosial politik yang timpang antara kelas
buruh di kota dan petani di desa. Perbedaan yang tajam tersebut melanggengkan
konflik antara daerah industri ‘Utara’ dan kawasan pedesaan ‘Selatan’. Kemiskinan
dan ketidakadilan yang dialami Gramsci sejak kecil di daerah Selatan,
membentuknya menjadi seorang revolusioner, yang aktif melakukan perjuangan
politik di Turin. Gramsci tidak hanya menuangkan ide-ide intelektual, tetapi juga
terlibat dengan organisasi-organisasi massa militant. Gramsci selalu menuliskan
setiap aspek masyarakat Turin dan kondisi sosial politiknya, sekaligus menganalisa
sejumlah pemogokan dan demonstrasi buruh di Turin, serta peristiwa politik lainnya
di Italia maupun dunia internasional.
Ketika Perang Dunia I berakhir, situasi ekonomi Italia terpuruk, buruh menjadi
makin menderita, dan keresahan sosial merebak di seluruh Italia. Para buruh pabrik
baju di Turin diradikalisasi oleh perang. Mereka bereaksi dengan mendirikan
organisasi oposisi melawan organisasi staf pabrik yang sudah ada. Gerakan ini
meluas ke pabrik-pabrik lain, termasuk ke pabrik mobil Fiat, perusahaan otomotif
besar di Italia. Gerakan ini juga melebihi serikat-serikat buruh reformis yang
umumnya dikuasai oleh Partai Sosialis Italia (Patria & Arief, 2015).
Pada bulan Mei 1919, Gramsci dan pemuda sosialis di Turin, seperti Tasca,
Togliatti dan Terracini mendirikan L’Ordine Nuovo, sebuah koran mingguan yang
ditujukan sebagai organ kebudayaan proletar. Media ini, melalui ide-ide politiknya
mendorong dan merekomendasi dilakukannya pemberontakan buruh militan di Italia
Utara. Gramsci meyakini bahwa kapitalisme telah menjadi matang sehingga titik
transisi menuju komunisme bisa terjadi.
Italia setelah Perang Dunia I juga mengalami pertarungan politik partai, baik
partai kanan ataupun kiri. Pada 1921, Partai Komunis Italia (PCI) didirikan secara
terbuka. Selanjutnya, Mussolini, mantan sosialis revolusioner yang keluar dari partai
pada awal Perang Dunia I, mendirikan fasci, sebuah kelompok tempur untuk
melindungi veteran perang dan melawan usaha anti patriotik dari kelompok ekstrem
kiri. Pada waktu itu banyak kalangan melihat bahwa fasisme (fascimo) yang
dibentuk Mussolini adalah tindakan untuk mencegah revolusi komunis dan sebagai
upaya mengatasi kelumpuhan politik partai-partai moderat. Pada Oktober 1922,
fasisme memenangkan persaingan politik di Italia, dengan ditunjuknya Mussolini
sebagai perdana menteri. Kemenangan fasisme melenyapkan hak-hak politik rakyat,
termasuk hak para aktivis masa itu.
Sebagai anggota kunci Partai Sosialis Italia dan kemudian pemimpin Partai
Komunis Italia, Gramsci melihat kegagalan gerakan massa pekerja revolusioner, dan
menjadi saksi bangkitnya fasisme reaksioner yang justru didukung oleh banyak
massa kelas pekerja. Dua peristiwa tersebut sangat mempengaruhi perkembangan
pemikiran Gramsci dan menyadarkannya bahwa meskipun kapitalisme telah
berkembang menjadi matang, tetapi perubahan menuju komunisme hanya bisa terjadi
jika kaum proletar sudah memiliki kesadaran terhadap kondisi-kondisi ini, serta
mampu melakukan pengorganisasian internal agar mampu mengambil langkah
selanjutnya secara mandiri. Sepanjang kaum proletar masih terhegemoni kelas
borjuis, maka gerakan radikal pekerja untuk melakukan counter hegemoni tidak akan
tercapai.
Secara sederhana, kehidupan Gramsci terbagi dalam tiga fase. Fase pertama
adalah masa kecilnya di Sardinia sampai masa studinya di Universitas Turin (1891-
1918), fase kedua adalah tahun-tahun aktifitas politik Gramsci (1918-1926), dan fase
ketiga adalah tahun-tahun Gramsci dipenjara, dan melahirkan pemikiran-pemikiran
puncaknya (1926-1937). Berikut ini, akan dipaparkan secara ringkas riwayat dan
latar belakang kehidupan Gramsci.
Gramsci lahir dari keluarga kelas bawah, 22 Januari 1891, di Ales, Propinsi
Cagliari, Sardinia. Gramsci adalah anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan
Francesco Gramsci, seorang pegawai kantor panitera daerah di Ghilarza, dengan
Giusppina Marcias. Pada tahun 1897, saat Gramsci berusia 6 tahun, ayahnya
ditangkap dan dipenjara selama lima tahun atas tuduhan korupsi, sehingga keluarga
Gramsci jatuh miskin. Ibunya, Giusppina membawa anak-anaknya pindah ke
Ghilarza, tempat dimana Antonio Gramsci menyelesaikan Sekolah Dasar. Selepas
SD, karena kemiskinan keluarga, Gramsci sempat berhenti sekolah selama dua tahun
Fase kedua berlangsung sekitar tahun 1919-1920, masa dimana Italia dilanda
banyak kekacauan di pabrik dan aksi pemogokan buruh. Gramsci terlibat dalam
gerakan buruh secara besar-besaran di Turin dengan menjadi teoritisi utama gerakan
Dewan Pabrik (the factory council’s movement). Fase ketiga, antara tahun 1921-
1925, adalah masa ketika Gramsci mulai menjadi pengurus Partai Komunis Italia
(yang mencapai puncaknya ketika diangkat menjadi Sekretaris Umum PKI (1924-
1926)), hingga masuknya Gramsci sebagai tahanan politik rezim fasis Mussolini.
Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni adalah bahwa suatu kelas dan
anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara
kekerasan dan persuasi. Hegemoni bukan hubungan dominasi dengan menggunakan
kekuasaan, tetapi hubungan persetujuan dengan mengunakan kepemimpinan politik
dan ideologis. Dengan demikian, berbeda dengan makna aslinya dalam bahasa
Yunani yang berarti penguasaan satu bangsa atas bangsa lainnya, hegemoni dalam
pengertian Gramsci adalah sebuah organisasi konsensus dimana ketertundukan
diperoleh melalui penguasaan ideologi dari kelas yang menghegemoni1.
1
Simon, Roger. 2004. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
JURNAL TRANSLITERA EDISI 5/2017 21
konsensus terjadi bukan karena kelas pekerja menganggap struktur sosial yang ada
itu sebagai keinginannya, tetapi lebih karena mereka kekurangan basis konseptual
yang memungkinkan mereka memahami realitas sosial secara efektif.
Dua hal disebut Gramsci sebagai penyebab kurangnya basis konseptual kaum
buruh, yaitu pendidikan dan mekanisme kelembagaan. Pendidikan yang ada tidak
membangkitkan kemampuan kaum buruh untuk berfikir kritis dan sistematis. Di lain
pihak, mekanisme kelembagaan (sekolah, gereja, partai-partai politik, media massa,
dan sebagainya), menjadi kaki tangan kelompok yang berkuasa untuk menentukan
ideology yang mendominasi. Gramsci menarik kesimpulan bahwa watak sebuah
konsensus dalam masyarakat kapitalis sesungguhnya adalah kesadaran yang
bertentangan (contradictory consciousness). Dengan demikian, hegemoni yang
dilakukan oleh kelas borjuis adalah hasil konsensus yang samar-samar. Berdasar
realitas ini, Gramsci mengemukakan tiga tingkatan hegemoni, yaitu hegemoni
integral (integral), hegemoni yang merosot (decadent), dan hegemoni yang minimum
(Patria & Arief, 2015).
Hegemoni total (integral), ditandai dengan afiliasi massa yang mendekati total.
Masyarakat menunjukkan tingkat kesatuan moral dan intelektual yang kokoh, yang
tampak dari hubungan organis pemerintah dan yang diperintah. Hubungan tersebut
tidak diwarnai kontradiksi dan antagonism baik secara sosial maupun etis. Hegemoni
yang merosot (decadent), ditandai dengan adanya potensi disintegrasi atau potensi
konflik yang tersembunyi di bawah permukaan, artinya meskipun sistem yang ada
telah mencapai kebutuhan dan sasarannya, tetapi mentalitas massa tidak sungguh-
sungguh selaras dengan pemikiran yang dominan dan subyek hegemoni. Hegemoni
minimum, adalah hegemoni yang bersandar pada kesatuan ideologis antara elit
ekonomi, politik dan intelektual, yang berlangsung bersamaan dengan keengganan
terhadap setiap campur tangan massa dalam hidup bernegara. Kelompok-kelompok
hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan dan aspirasinya dengan kelas lain
dalam masyarakat.
Selanjutnya, masyarakat sipil (civil society) menunjuk pada organisasi lain, selain
negara, dan di luar system produksi material dan ekonomi, yang didukung dan
dilaksanakan oleh orang atau komponen di luar system produksi dan negara.
Komponen utama masyarakat sipil didefinisikan sebagai sebuah institusi religious
(Patria & Arief, 2015). Dalam suratnya tanggal 7 September 1931, Gramsci
menunjukkan bahwa masyarakat sipil mencakup apa yang disebut organisasi-
organisasi swasta (private), seperti gereja, serikat dagang, sekolah, dan sebagainya.
Gramsci juga menambahkan bahwa dalam masyarakat sipil lah kaum intelektual
menjalankan tugasnya secara khusus.
Peran intelektual dalam masyarakat sipil dan dalam transisi menuju sosialisme,
adalah tema yang dibahas secara luas dalam catatan-catatannya di penjara. Ada dua
tema penting dari pandangan Gramsci tentang intelektual. Pertama, tentang perlunya
menghapus perbedaan antara kerja manual dan kerja intelektual yang telah
berlangsung lama di bawah kapitalisme, baik dalam proses produksi, dalam
masyarakat politik dan masyarakat sipil. Kedua, tentang hubungan antara
pengetahuan dan kekuasaan, atau tentang kekuasaan yang lahir dari monopoli
pengetahuan oleh kelas yang berkuasa, dan perlunya perubahan mendasar dalam
hubungan antara manusia dan pengetahuan dalam transisi menuju sosialisme.
Intelektual baru yang dibutuhkan oleh kelas pekerja berbeda dengan intelektual
kelas borjuis. Gramsci berpendapat bahwa partai revolusioner lah yang memainkan
peran kunci sebagai intelektual organik kelas pekerja. Setiap anggota partai harus
dianggap sebagai seorang intelektual organik, apapun tingkat pendidikannya. Partai
Strategi membangun suatu kelompok besar yang terdiri dari berbagai kekuatan
sosial yang disatukan dengan konsepsi yang sama tentang dunia disebut Gramsci
sebagai perang posisi (war of position). Dalam menganalisis perang posisi antara
dua kelas utama untuk meraih hegemoni, Gramsi membedakan strategi-strategi yang
dilakukan kaum borjuis dan kaum pekerja. Revolusi pasif (passive revolution) adalah
strategi yang diterapkan kaum borjuis untuk meraih hegemoni dimana pemain
utamanya bukanlah rakyat, tetapi revolusi dari atas. Revolusi pasif merupakan
respon khas kaum borjuis ketika hegemoni yang mereka kembangkan sebelumnya
terancam, sehingga perlu dilakukan proses pengorganisasian kembali secara
menyeluruh untuk mendapatkan kembali kekuatan hegemoniknya. Sebaliknya, kelas
pekerja menjalankan revolusi anti pasif (anti-passive revolution) sebagai strategi
untuk meraih hegemoni dengan cara memperkuat perjuangan kelas yang bersifat
demokratis kerakyatan secara terus menerus.
Selanjutnya, semua hubungan sosial antara berbagai lembaga selain negara dalam
masyarakat kapitalis, disebut Gramsci sebagai masyarakat sipil (civil society).
Masyarakat sipil memiliki posisi dan peran penting dalam membentuk kesadaran
massa, dan merupakan wadah dimana kelompok sosial yang dominan mengatur
konsensus dan hegemoni. Masyarakat sipil sekaligus adalah wadah dimana
kelompok-kelompok sosial yang lebih rendah (subordinat) menyusun perlawanan
dan membangun hegemoni alternatif atau hegemoni tandingan (counter hegemony).
Cicil society dan political society adalah dua struktur utama dalam suprastuktur
yang mewakili dua wilayah yang berbeda tetapi berkaitan, yaitu wilayah adanya
kekuatan (force) dalam political society, dan wilayah adanya persetujuan dalam civil
society. Political society merujuk pada keunggulan kelompok sosial melalui cara
Gabungan dari civil society dan political society, atau dengan kata lain, hegemoni
yang dilindungi oleh tameng koersif, disebut negara integral. Negara integral adalah
istilah yang digunakan Gramsci untuk menyebut negara sebagai sebuah kombinasi
kompleks antara kediktatoran dan hegemoni, dimana kelas yang berkuasa tidak
hanya mempertahankan dominasi tetapi juga berusaha untuk memenangkan
persetujuan aktif dari mereka yang dikuasai.
Dari berbagai kata kunci dan penjelasan yang dikemukakan Gramsci, beberapa
proposisi dapat dirumuskan untuk menggambarkan teori hegemoni. Pertama,
hegemoni adalah kemenangan kelas yang berkuasa yang didapatkan melalui
mekanisme konsensus berbagai kekuatan sosial politik. Kedua, dalam
mempertahankan kekuasaan dan dominasi yang dimilikinya, kaum borjuis (blok
historis) terus mengembangkan usaha yang berkesinambungan untuk merevisi
konsensus dan ketertundukan kelas proletar, terutama melalui pendidikan dan
mekanisme kelembagaan. Tiga, krisis hegemoni pada kelas penguasa hanya dapat
memunculkan aksi jika kesadaran massa yang terhegemoni sudah terbentuk, dan siap
melakukan aksi. Perkembangan kesadaran kelas yang terhegemoni ini yang diyakini
akan menghasilkan perubahan revolusioner. Empat, titik transisi menuju sosialisme
dapat terjadi ketika kapitalisme telah berkembang pada taraf kematangannya, tetapi
hanya bisa terjadi jika kaum proletar sudah mencapai kesadaran yang memadai
terhadap kondisi yang ada, serta mampu mengorganisir diri secara internal untuk
menentukan langkah selanjutnya (Suyanto & Amal, 2010).
j. Metodologi
KESIMPULAN
Sebagai seorang sosialis, Gramsci meyakini bahwa masyarakat yang ideal adalah
masyarakat sosialis, dimana kaum buruh tidak lagi menjadi korban eksploitasi dan
dominasi kaum borjuis, serta tidak terpedaya oleh konsensus terselubung yang
sengaja diciptakan kaum borjuis untuk mendapatkan ketertundukan kaum proletar.
Saat transisi menuju sosialisme akan terjadi ketika kapitalisme telah berkembang
matang dan terjadi krisis hegemoni. Namun revolusi dan transisi hanya bisa terjadi
jika kaum proletar sudah mencapai kesadaran yang memadai tentang kondisi yang
ada, serta mampu mengorganisir diri secara internal untuk menentukan langkah
selanjutnya. Jadi, sepanjang kaum proletar masih terhegemoni kelas borjuis, maka
gerakan radikal pekerja untuk melakukan counter hegemoni dan revolusi tidak akan
tercapai.
Menurut Gramsci, kelas pekerja hanya bisa menjadi kelas hegemonik dengan
cara memperhatikan berbagai kepentingan dari kelas dan kekuatan sosial lain, serta
DAFTAR PUSTAKA