102 294 1 PB PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam

Volume 9 No. 2 Juli - Desember 2018


P-ISSN: 2085-3696; E-ISSN: 2541-4127
Page: 239 -Muliadi:
Selamat 258 Epistemologi Ekonomi Islam…

EPISTEMOLOGI EKONOMI ISLAM DAN MAQASID SYARIAH DALAM KURIKULUM


EKONOMI ISLAM DI PERGURUAN TINGGI

Selamat Muliadi
Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
E-mail: [email protected]

Abstract. The Epistemology of Sharia Economy and Maqasid Sharia in Islamic


Economics Curriculum in the Higher Education. The potencies and roles of
Universities both Islamic Higher Education (PTA) and Public Higher Education (PTU) in
providing human resources through Islamic economic and finance learning
development that accommodates the competencies of industries demand. Islamic
economic as discipline has foundation of epistemology. The main problem in the
development of economic and Islamic finance in Indonesia is still the gap between the
needs of industry and graduate from college. This study aims to analyze how
epistemology and the development Islamic economic and curriculum structure of
Islamic economics in universities that teach Islamic economic and what is effective
approach to be applied so that graduates can meet the needs of financial industry
Islamic economic. The method used in this study is a content analysis is used to explain
the depth of the curriculum of Islamic economic in university. Based on the results of the
study found that the difference was the presence of Islamic economic learning system in
higher education so that graduates produced by universities that teach Islamic
economic is still little that can meet the market needs of Islamic financial industry.
Keywords: Epistemology, Islamic economics, and Curriculum

Abstrak. Epistemologi Ekonomi Islam dan Maqasid Syariah Dalam Kurikulum


Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi. Potensi dan peran Universitas baik Pendidikan
Tinggi Islam (PTA) dan Pendidikan Tinggi Publik (PTU) dalam menyediakan sumber
daya manusia melalui pengembangan pembelajaran ekonomi dan keuangan Islam
yang mengakomodasi kompetensi permintaan industri. Ekonomi Islam sebagai
disiplin memiliki fondasi epistemologi. Masalah utama dalam pengembangan
ekonomi dan keuangan Islam di Indonesia masih kesenjangan antara kebutuhan
industri dan lulusan dari perguruan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis bagaimana epistemologi dan pengembangan ekonomi Islam dan
struktur kurikulum ekonomi Islam di universitas yang mengajarkan ekonomi Islam
dan apa pendekatan yang efektif untuk diterapkan sehingga lulusan dapat memenuhi
kebutuhan industri keuangan ekonomi Islam. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis isi yang digunakan untuk menjelaskan kedalaman
kurikulum ekonomi Islam di universitas. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
bahwa perbedaan itu adalah adanya sistem pembelajaran ekonomi Islam dalam
pendidikan tinggi sehingga lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi yang

239
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

mengajarkan ekonomi Islam masih sedikit yang dapat memenuhi kebutuhan pasar
industri keuangan syariah.
Kata Kunci: Epistemologi, Ekonomi Islam, Kurikulum

PENDAHULUAN
Kalau dirunut dalam sejarah, sesungguhnya telah sepuluh abad sebelum orang-
orang Eropa menyusun teori-teori tentang ekonomi, telah diturunkan oleh Allah
Subhanallahu wa Ta’ala di daerah Arab sebuah analisis tentang ekonomi yang unggul.
Analisis ekonomi tersebut tidak hanya mencerminkan keadaan bangsa Arab pada
waktu itu, sehingga hanya bermanfaat untuk bangsa Arab saja saat itu, tetapi juga
untuk seluruh dunia. Sistem ekonomi tersebut merupakan suatu susunan baru yang
bersifat universal, bukan merupakan ekonomi nasional bangsa Arab, sistem ekonomi
tersebut dinamakan dengan ekonomi Islam.1
Meskipun pembelajaran ekonomi Islam di perguruan tinggi agama Islam (PTAI)
telah berlangsung cukup lama, namun sampai saat ini pemebelajarannya belum
memiliki pola yang sama. Berbeda halnya dengan pembelajaran ekonomi umum
(konvensional) di perguruan tinggi umum (PTU) yang telah mapan dan relatif
memiliki bentuk yang baku. Implikasinya adalah pembelajaran ekonomi Islam di
PTAI memiliki variasi dan pola yang beragam. Di samping itu, tugas mendesak
eksponen ekonomi Islam dan pengelola jurusan/prodi ekonomi Islam saat ini adalah
tidak sekedar merumuskan pola pengajaran atau kurikulum studi ekonomi Islam
yang baku dan terstandard, tetapi tidak kalah pentingnya adalah memastikan
kurikulum yang dirumuskan harus relevan dengan kebutuhan pasar saat ini. Bahkan
lebih jauh dari itu, alumni prodi ekonomi Islam harus memiliki etos kewirausahaan
yang membuatnya mandiri.2
Di dalam sistem pendidikan ekonomi Islam integratif, muatan kurikulum perlu
menggambarkan sasaran hendak akan di capai, yang meliputi penguasaan bahasa
Arab dan Inggris, penguasaan ilmu dasar kesyariahan, penguasaan ilmu ekonomi
umum, penguasaan ilmu ekonomi Islam serta penguasaan metodologi penelitian.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang memegang peran strategis
dalam pengembangan ekonomi Islam, termasuk pengembangan industri keuangan
syariah. Akan tetapi sampai saat ini, secara keilmuan ekonomi Islam masih mencari

240
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
bentuk yang kokoh, termasuk di dalam pengembangan dan pembentukan sumber
daya manusia.3
Ilmu ekonomi Islam dihadapkan dengan berbagai tugas dan tantangan. Pertama,
merumuskan konsep perilaku ideal agen-agen ekonomi berdasarkan nilai-nilai Islam
(normative) dan kemungkinan efek bagi perekonomian. Kedua, mengevaluasi dan
menganalisis perilaku ideal agen-agen ekonomi (positivism) dalam perekonomian.
Ketiga, membandingkan dan menjelaskan ketimpangan yang mungkin terjadi di
antara perilaku ideal dan perilaku riil. Keempat, adalah merumuskan strategi terbaik
untuk mengarahkan perilaku agen-agen ekonomi, sehingga dapat mendekati dan
mencapai perilaku ideal yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Dalam rangka mewujudkan sistem ekonomi Islam dan maqasid syariah yang
mampu menghantarkan masyarakat global ke arah lebih sejahtera, kerja keras
ekonom dan agamawan sangat dituntut untuk merumuskan pendekatan dan metode
multi dimensi. Metode yang bukan saja sebatas ilmu mengajarkan etika dan nilai,
tetapi juga menghasilkan postulat-postulat brilian untuk kesejahteraan dunia. Pada
titik inilah pentingnya maqasid syariah sebagai koridor dasar untuk istinbat hukum
ekonomi Islam. Dengan demikian, diharapkan akan ditemukan satu konsep ekonomi
Islam yang ideal, baik dalam teori maupun praktik untuk diterapkan sebagai sistem
ekonomi yang global, tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadits, tetap seirama
dengan tuntutan zaman semakin kompleks, variatif serta dapat mereda pertentangan
yang tengah terjadi di dalam praktek ekonomi Islam itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang di atas, fokus utama dari tulisan ini adalah
begaimana epistemologi ekonomi Islam dan pengembangan di dalam kurikulum
ekonomi Islam di perguruan tinggi dan pendekata yang efektif untuk diterapkan agar
lulusannya dapat memenuhi kebutuhan industri keuangan ekonomi Islam.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik analisis
tyang digunakan adalah content analysis (analisis isi). Analisis isi secara sederhana
diartikan sebagai metode untuk mengumpulkan dan menganalisis muatan dari
sebuah teks. Teks dalam penelitian ini berupa struktur kurikulum ekonomi Islam
yang diterapkan pada perguruan tinggi Islam. Content analysis merupakan penelitian
yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isu suatu informasi tertulis atau
tercetak dalam media massa. Content analysis merupakan metode penelitian yang
241
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

digunakan untuk mengetahui simpulan dari sebuah teks atau dengan kata lain adalah
metode penelitian yang ingin mengungkap gagasan penulis termanifestasi maupun
yang laten. Pemahaman dasar dari content analysis adalah banyak kata yang dapat
diklasifikasikan ke dalam kategori yang lebih kecil. Setiap kategori dibuat
berdasarkan kesamaan makna kata dan kemiripan makna kata dari setiap teks.
Dengan asumsi itu, akan dapat mengetahui fokus dari peneliti, pembuat teks dan
pembicara dengan menghitung jumlah kategori yang ada dalam teks tersebut.

PEMBAHASAN
Definisi Ilmu Ekonomi Islam
Memahami makna ekonomi di dalam Islam dimulai dari pelacakan kata
ekonomi (al-iqtishad). Dalam literatur Arab disebutkan al-qashd (ekonomis), berarti
kelutusan cara dan juga bermakna adil ataupun keseimbangan. Kata al-iqtishad kalau
digandengkan dengan al-ilm menjadi ilm al-iqtishad berarti ilmu yang berkaitan
dengan ekonomi. Menurut Umar Chapra, ilmu ekonomi Islam adalah sebagai cabang
ilmu pengetahuan yang berupaya membantu mewujudkan kesejahteraan bagi
manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya yang sejalan dengan
tujuan-tujuan syariah (maqasid al-syariah). Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia menjadi target semuanya dapat membantu mengarahkan dirinya pada
cakrawala pengetahuan yang luas, baik dalam dataran teoritis maupun praktis. Fokus
ilmu ekonomi adalah mewujudkan kesejahteraan manusia. Semua sektor kehidupan
manusia harus berinteraksi secara signifikan dengan ekonomi untuk mewujudkan
kesejahteraan itu.4
Namun permasalahannya, kesejahteraan di dalam masyarakat tidak mesti ada,
karenanya harus diciptakan. Dalam mewujudkan kesejahteraan manusia ada empat
tugas yang harus diemban oleh ekonomi Islam, yaitu: pertama, ilmu ekonomi Islam
harus mempelajari perilaku sebenarnya dari masing-masing individu, kelompok,
perusahaan, pasar dan pemerintah. Kedua, ilmu ekonomi Islam harus
mempertimbangkan nilai-nilai Islam dan menganalisis secara ilmiah dampaknya
terhadap selera dan preferensi konsumen dan perilaku individu. Semuanya itu
berorientasi pada nilai-nilai moral yang dapat mengarah kepada terbentuknya upaya
pencapaian tujuan kemanusiaan. Ketiga, ilmu ekonomi Islam harus mampu
242
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
menjelaskan bahwa pranata ekonomi yang dimilikinya jelas berbeda dengan pranata
ekonomi lainnya. Keempat, ilmu ekonomi Islam harus bisa memberikan kontribusi
positif, baik menyangkut teori maupun praktik guna menghadapi perubahan sosial-
ekonomi dan politik, yaitu strategi yang dapat membantu mengarahkan semua pelaku
pasar (penjual, pembeli dan terkait dengan aktivitas pasar) yang dapat
mempengaruhi alokasi dan distribusi sumber daya. Keempat tugas tersebut tidak
hanya berguna untuk menganalisis sebab-sebab utama dari permasalahan yang
dihadapi oleh negara-negara Muslim, tetapi juga dapat mengarahkan umat Islam
kepada penentuan sikap, permasalahan dapat diselesaikan tanpa mengesampingkan
maqasid al-syariah.5

Maqasid Syariah Sebagai Koridor Pengembangan Ilmu dan Norma Ekonomi


Islam
Maqasid syariah berasal dari bahasa Arab, yaitu maqasid adalah jamak dari
maqshud (tujuan atau sasaran). Secara terminologi, maqasid syariah dapat diartikan
sebagai tujuan syariah. Bagi sebagian ulama, maqasid juga diartikan sebagai
“mashlahah”.6 Maqasid syariah menjelaskan hikmah di balik aturan syariat Islam.
Maqasid syariah dapat dianggap juga sebagai sejumlah tujuan yang dianggap Ilahi dan
konsep akhlak yang melandasi proses at-Tasyri’ al-Islamiy, seperti prinsip keadilan,
kehormatan manusia, kebebasan berkehendak, kesucian dan lain sebagainya.
Maqasid syariah merupakan tema sangat penting, namun sering terlupakan. Secara
umum, syariah ditujukan untuk memperoleh kemaslahatan baik bagi individu
maupun kelompok dan aturan-aturannya akan di konstruksikan untuk melindungi
kemaslahatan dan memungkinkan manusia untuk memperoleh kehidupan yang
sempurna di muka bumi.7
Untuk memperbaiki kekurangan pada orientasi individualistik klasifikasi
maqasid klasik, para ulama kontemporer telah memperluas konsep maqasid, meliputi
jangkauan yang lebih luas seperti masyarakat, bangsa bahkan manusia secara umum.
Perluasan dari jangkauan maqasid syariah memberi kesempatan bagi para ulama
kontemporer untuk merespons tantangan global dan membantu merealisasikan
maqasid menjadi rencana-rencana praktis untuk reformasi dan pembaharuan. Dalam
rangka untuk merevisi maqasid klasik oleh para ulama kontemporer berhasil
243
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

mengemukakan maqasid universal baru, yang dideduksi langsung dari teks-teks suci,
bukan dari literatur warisan madzhab fiqh Islami.
Mashlahah merupakan sebuah konsep yang sangat kuat, meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia, baik ekonomi, individu dan kolektif sangat relevan dengan
pencapaian kesejahteraan sosial dan masyarakat sesuai dengan tujuan syariah. Poin
utamanya adalah bahwa Islam menentukan tujuan utama hidup manusia. Segala hal
yang mendukung terwujudnya tujuan ini disebut dengan mashlahah, sedangkan
untuk kebalikannya disebut dengan mafaashid. Konsep mashlahah juga diterapkan
dalam prilaku konsumen dimana manusia cenderung untuk memilih brang dan jasa
yang memberikan mashlahah yang maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas
Islam, bahwa setiap agen ekonomi ingin meningkatkan mashlahah yang
diperolehnya.8
Masuknya teori maqasid syariah dalam wilayah ekonomi Islam dapat
ditemukan secara langsung dalam landasan etika. Para pelaku ekonomi tidak hanya
dituntut untuk dapat menguasai sumber-sumber ekonomi yang strategis, tetapi juga
memanfaatkannya untuk kepentingan umat dengan mengacu pada kemaslahatan
dharuriyah, hajiyyah dan tahsiniyyah. Bagi kajian ekonomi, teori maqasid syariah
adalah salah satu usaha logis yang wajib diterapkan sebagai konsekuensi pemahaman
ekonomi berkeadilan di satu sisi dan berkebutuhan di sisi lain. Selain itu, akan
dipahami kemaslahatan sebagai kebutuhan manusia, termasuk juga dikaitkan dengan
lapangan ekonomi akan mengikuti teori-teori ekonomi yang sesuai dengan
pencapaian visi dan misi Islam. Survei-survei dari perkembangan sosial dan kondisi
real dalam masyarakat serta inferensi tekstual harus dijadikan acuan dalam
menentukan strategi ekonomi.
Pengetahuan tentang maqasid syariah adalah hal yang sangat penting, untuk
mengerti dan memahami agar dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam memahami
redaksi al-Qur’an dan Sunnah, membantu menyelesaikan dalil yang saling
bertentangan (ta’arud al-adillah) dan yang sangat penting lagi adalah untuk
menetapkan suatu hukum dalam sebuah kasus yang ketentuan hukumnya tidak
tercantum dalam al-Qur’an dan Sunnah jika menggunakan kajian semantik
(kebahasaan). Metode istinbat al-hukm dengan menggunakan qiyas (analogi), istihsan
dan maslahah al-mursalah merupakan metode yang bisa dipakai dalam
244
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
pengembangan hukum Islam dengan menggunakan maqasid syariah sebagai
dasarnya.9

Metodologi Ilmu Ekonomi Islam


Kajian metodologi ilmu ekonomi Islam dibagi menjadi dua tingkat, pertama,
kajian metodologi dalam penggalian asas-asas ekonomi Islam. Kedua, kajian
metodologi dalam rangka penyusunan bangunan ilmu ekonomi Islam, kajian tentang
langkah-langkah yang ditempuh. Kajian metodologi yang pertama tidak dapat
dipisahkan dari kajian epistemologi yang berkembang dalam sejarah pemikiran Islam.
Dalam perspektif epistemologi Islam, wahyu menjadi bagian dari hubungan
sistematik, yakni menjadi salah satu sumber pengetahuan yang penting, pengetahuan
wahyu menjadi pengetahuan apriori. Wahyu menempati posisi sebagai salah satu
pembentuk konstruk mengenai realitas, sebab wahyu memberikan pedoman bagi
tindakan seorang Muslim.10
Framework kerja metodologis berupa langkah-langkah penyusunan ilmu
ekonomi Islam, diantaranya: Langkah pertama: identifikasi fungsi dasar dari
ekonomi, yaitu produksi, konsumsi dan distribusi tanpa memandang perbedaan
ideologi. Langkah kedua: perumusan asas-asas ekonomi yang memiliki makna
universal, abadi dan diterapkan dalam semua fungsi faktor ekonomi. Disinilah tempat
kerja metodologi pertama kali dilakukan. Metode yang digunakan dalam perumusan
asas ini adalah metode induktif tematik. Langkah ketiga: identifikasi cara operasi
yang kemudian disusun dalam bentuk konsep yang praktis dengan variabel-variabel
yang berakar pada syariah. Tetapi konsep ini tidak berarti bersifat abadi, masih
terbuka untuk direkonstruksi tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip universal
di atas. Komitmen selalu terbuka bagi kemungkinan terjadinya rekonstruksi dan
pengembangan konsep ekonomi Islam yang sudah dirumuskan dengan tetap
bertumpu pada nilai-nilai universal dan kondisi empiris masyarakat. Langkah
keempat: menguraikan barang dan jasa sebagai instrument asas-asas dibangun di atas
dengan mempertimbangkan kondisi riil dari sosio-ekonomi masyarakat setempat.
Dalam hal ini, teori kebenaran pragmatis dan positifis diperlukan untuk membimbing
perumusan konsep berpikir rasional-empiris, yakni dengan melihat kenyataan yang
terjadi dalam masyarakat dijadikan acuan dalam menentukan barang dan jasa yang
245
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

relevan. Langka kelima: menggunakan teori kebenaran interkontekstualitas (the


intercontextuality theory of truth), yakni beranggapan bahwa kebenaran yang muncul
adalah kebenaran setelah adanya proses dialektika antara realitas dan fakta. Bentuk
kebenaran ini berupa pernyataan yang muncul setelah terjadinya sebuah peristiwa.
Sumber otoritas dalam kerangka ilmu ekonomi Islam adalah sumber-sumber yang
ditelah dirumuskan, baik dalam bentuk pemahaman fiqh (normatif) maupun
pemahaman substantif (kemaslahatan umum, prinsip dan asas).11
Perjuangan panjang dari ilmu ekonomi konvensional untuk mengangkat
derajatnya agar sejajar dengan ilmu-ilmu alam menunjukkan bahwa kelahiran
metodologi ekonomi terjadi setelah ilmu ekonomi tumbuh dewasa. Dengan kata lain,
keberadaan dari metodologi dalam ekonomi tidak lain merupakan upaya justifikasi
atau pengabsahan ilmu ekonomi. Justru disinilah sebenarnya ekonomi konvensional
mengalami kesulitan mengembangkan diri. Kondisi ini disebabkan karena ekonomi
telah mendeklarasikan diri sebagai science yang menutup diri dari nilai etika dan
moral bahkan agama, karena telah menetapkan pilihannya sendiri berupa nilai
materi. Sandaran nilai mereka adalah ilmu pengetahuan yang dibangun dari proses
hypothetico deductive. Dengan penolakannya terhadap divine knowledge, menjadikan
ekonomi konvensional tidak memiliki hard core universal yang dapat dijadikan
sebagai rujukan atau kriteria untuk menilai mana yang benar dan salah, mana yang
bisa diterima dan ditolak.12
Berbeda dengan konvensional, ilmu ekonomi Islam telah lebih dahulu berusaha
membangun metodologi sebelum ilmu tersebut mencapai kemapanan. Ilmu
pengetahuan (‘ilm atau fiqh) pertama kali digunakan umat Islam dalam kaitannya
dengan pengetahuan tentang wahyu, tradisi serta maknanya. Dengan cara ini, ilmu
mulai memperoleh makna teknis ketika akan diterapkan dalam pengetahuan tentang
hukum Tuhan. Dalam hal ini, ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan diperoleh
melalui istidlal (melalui bukti). Istidlal mengisyaratkan pengamatan melalui
ekspriment, pengukuran dan pengamatan lebih lanjut. Dalam perkembangannya
terjadi perbedaan antara istiqra (investigasi terhadap data mentah) dengan cara
istinbath (menyimpulkan isi data).
Pertama, identik dengan metode empiris induktif, sedangkan yang kedua identik
dengan metode analisis. Fiqh muamalah merupakan salah satu produk awal dari
246
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
usaha fuqaha Muslim untuk menerjemahkan nas dan tradisi kenabian ke dalam
bentuk praksis (dalam bidang perekonomian). Ratusan kitab fiqh telah disusun oleh
fuqaha dalam semangat yang sama, meskipun sebenarnya secara general kajian dari
kitab tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam empat mazhab saja. Suatu hal yang
menarik bahwa kajian-kajian hukum di dalam kitab-kitab tersebut lebih banyak
didasarkan kepada kasus-kasus imajinatif yang digagas sendiri oleh fuqaha. Sebagian
besar dari kasus-kasus tersebut belum pernah atau bahkan tidak mungkin terjadi
dalam realitas keseharian. Ini menunjukkan bahwa dalam tradisi keilmuan Islam,
para fuqaha lebih dahulu membangun metodologi sebelum ilmu itu terbentuk.

Epistemologi Ekonomi Islam


Seluruh dari disiplin ilmu pengetahuan memiliki landasan epistemologi. Dengan
kata lain sebuah ilmu, baru dapat dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu jika ia
memenuhi syarat-syarat ilmiah (scientific). Epistemologi adalah cabang filsafat yang
membahas secara mendalam segenap proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Epistemologi ini pada umumnya disebut filsafat pengetahuan. Secara etimologi,
epistemologi berasal dari kata Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan, sedangkan logos berarti teori, uraian atau alasan. Jadi, epistemologi
dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan. Epistemologi pada hakikatnya
membahas tentang filsafat pengetahuan yang berkaitan dengan asal-usul
pengetahuan, bagaimana memperoleh pengetahuan (metodologi) dan kesahihan
(validitas) pengetahuan tersebut. Epistemologi atau teori pengetahuan merupakan
cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan.13
Dari sudut pandang epistemologi dapat diketahui bahwa ilmu ekonomi
diperoleh melalui pengamatan (empirisme) terhadap gejala sosial masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengamatan yang dilakukan kemudian
digeneralisasi melalui premis-premis khusus untuk mengambil kesimpulan yang
bersifat umum. Perubahan yang diamati dalam sistem produksi dan distribusi barang
dan jasa, dijadikan sebagai teori umum yang dapat menjawab berbagai masalah
ekonomi. Pemikiran Abu Yusuf tentang teori supply dan demand merupakan hasil
observasi di tengah masyarakat pada masanya. Ibnu Khaldun mengkaji problem
ekonomi masyarakat dan negara secara empiris. Teori tersebut diperoleh dari
247
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

pengalaman dan fakta di lapangan yang diteliti secara konsisten oleh para ahli
ekonomi. Berdasarkan cara kerja yang demikian, penemuan teori-teori ekonomi di
kelompokkan ke dalam context of discovery.14
Jika diterapkan dalam ilmu ekonomi, maka seluruh transaksi bisnis pada
dasarnya diperbolehkan jika tidak ada nash yang mengharamkannya. Pelarangan
terhadap praktik bunga dan riba dalam perbankan konvensional disebabkan adanya
beberapa nash yang mengharamkannya. Cara kerja seperti ini di dalam filsafat ilmu
dikenal dengan istilah context of justification. Ilmu ekonomi Islam kontemporer
disusun dengan mengikuti aturan main (rule of game) syariah dan kaidah ilmiah
keilmuan modern. Nilai-nilai Islam merupakan sumber informasi dan panduan
(guidence) di dalam proses perkembangan ilmu, sehingga aspek ontologis,
epistemologis dan aksiologis selalu dalam koridor Islam.15
Secara ontologis, ilmu ekonomi Islam membahas dua disiplin ilmu yang secara
bersamaan. Kedua disiplin ilmu itu adalah ilmu ekonomi murni dan ilmu fiqh
muamalah. Dalam operasional, ilmu ekonomi Islam akan selalu bersumber dari kedua
disiplin ilmu tersebut. Persoalan ontologis yang muncul adalah bagaimana
memadukan antara pemikiran ilmu ekonomi dengan pemikiran fiqh yang terdapat
dalam fiqh muamalah. Persoalan ini muncul mengingat bahwa sumber ilmu ekonomi
Islam adalah pemikiran manusia sedangkan sumber fiqh maumalah adalah wahyu
yang didasarkan pada petunjuk al-Qur’an dan Hadits. Perbedaan sumber ilmu
pengetahuan ini menyebabkan munculnya perbedaan penilaian terhadap
problematika ekonomi manusia. Fiqh muamalah diperoleh melalui penelusuran
langsung terhadap al-Qur’an dan Hadits oleh para fuqaha. Melalui kaidah-kaidah
ushuliyah dapat merumuskan beberapa aturan yang harus dipraktikkan dalam
kehidupan ekonomi umat. Rumusan tersebut didapatkan dari hasil pemikiran
(rasionalisme) melalui logika deduktif. Premis mayor yang disebutkan dalam wahyu
dapat dijabarkan melalui premis-premis minor untuk mendapatkan kesimpulan yang
baik dan benar.16
Aksiologi membahas tentang tujuan ilmu pengetahuan, dengan kata lain untuk
apa ilmu yang telah disusun akan digunakan. Kajian aksiologis ekonomi Islam adalah
membicarakan ekonomi Islam dari segi nilai dan manfaat dari ilmu. Dengan
pendekatan aksiologis, diperlukan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu ekonomi
248
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
Islam dalam menyelesaikan berbabagai persoalan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Tujuan ilmu ekonomi Islam adalah untuk mencapai falah atau
kebahagiaan dunia-akhirat. Ada dua pendekatan utama yang digunakan dalam
pengembangan dari ilmu ekonomi Islam, yaitu deduktif dan induktif.
Pendekatan deduktif diawali dengan mengekstraksi inti dari ajaran Islam
menjadi elemen-elemen teori ekonomi Islam. metode berpikir deduktif adalah metode
berpikir yang menerapakan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Metode qiyas dalam hal fiqh
sesungguhnya mirip dengan metode deduktif ini. Membuat kesimpulan umum dari
pernyataan khusus. Metode induktif atau disebut juga dengan metode empiris, adalah
menarik suatu kesimpulan dari yang bersifat khusus menjadi kesimpulan yang
bersifat umum. Contoh-contoh kongkrit dan fakta diuraikan terlebih dahulu,
kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan. Pada metode induktif, data dikaji
melalui proses yang berlangsung dari fakta.

Rekonstruksi Pembelajaran Ekonomi Islam di PTAI


Pembelajaran ekonomi Islam dengan berbagai macam konsentrasi di PTAI telah
berlangsung lebih kurang satu dasawarsa. Akan tetapi, pembelajaran masih dapat
digolongkan sebagai studi yang baru di dunia lembaga pendidikan tingga agama Islam
khususnya di PTAI. Hal ini dapat dilihat pada beberapa model yang dikembangkan
oleh PTAI yang membuka pembelajaran ekonomi Islam. Model-model yang ada
dengan berbagai variasinya tersebut secara garis besar dapat digolongkan ke dalam
dua model, yaitu:
Pertama, lebih menonjolkan pengajaran tentang fiqh muamalah dan keilmuan
syariah, hanya memberikan pengajaran tentang teori-teori ekonomi secara global
dengan pendekatan konseptual saja. Sementara itu, ilmu ekonomi dan perbankan
konvensional yang merupakan basis ilmu ekonomi itu sendiri kurang mendapatkan
porsi yang mencukupi. Demikian juga dengan ilmu dan teknologi sebagai pendukung
utama ilmu ekonomi, seperti matematika, statistik dan ekonometrik kurang
mendapatkan tempat. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemahaman yang
kurang tepat tentang ekonomi Islam secara utuh dan tidak dapat diandalkan serta

249
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

tidak dapat dianggap sebagai disiplin ilmu yang terukur menurut kriteria
pembelajaran yang sinergis antara contents, condaucts, contexts dan contours.
Kedua, lebih menonjolkan pengajaran tentang ekonomi konvensional dengan
semua tingkatan pendekatannya, tetapi sedikit memberikan pembelajaran tentang
teori ekonomi Islam. Pembelajaran tentang ushul fiqh, fiqh muamalah dan falsafah
hukum Islam kurang mendapatkan porsi di dalamnya. Barangkali dalam kondisi
tertentu, keadaan ini dirasa mencukupi ketimbang model pertama, karena basis
keilmuan ekonomi yang dikuasai dianggap mencukupi, sedangkan tentang teori
ekonomi Islam dianggap hanya merupakan tambahan yang tidak terlalu mendasar.
Namun, pada saat tertentu kondisi ini merupakan kelemahan yang menonjol apabila
dihadapkan kepada masalah-masalah perbedaan konsep tentang hakikat ekonomi
konvensional dan Islam. Dalam dataran pengembangan kondisi ini tidak akan dapat
menolong alumninya untuk mengadakan langkah-langkah kreatif dalam
mengembangkan ilmu ekonomi Islam yang disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat.17
Dua model tersebut di atas menunjukkan bahwa pembelajaran ekonomi Islam
di PTAI sedang dalam proses pencarian bentuk. Namun, menegasikan satu model dan
mangafirmasi model lain adalah suatu sikap yang tidak bijak. Akan tetapi, lebih baik
memberi ruang yang sama kepada kedua model tersebut untuk mengembangkan
studi ekonomi Islam yang relevan dengan kebutuhan pasar saat ini. PTAI perlu
merekonstruksi model pembelajarannya, yakni dengan berusaha memberikan
penekanan kepada kedua model di atas. Penekanan terhadap teori-teori ekonomi
secara umum harus mendapatkan prioritas, karena hal itu menjadi dasar dan fondasi
bagi setiap ekonom, termasuk ekonom Islam sehingga dapat menolong alumninya
mengadakan langkah kretaif dalam mengembangkan ilmu ekonomi Islam yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan dan tuntutan masyarakat saat ini semakin kompleks, karena itu
program-program studi yang di tawarkan oleh PTAI juga dapat dan sangat mungkin
bervariasi. Namun, program studi ekonomi Islam dapat mengadopsi pola yang telah
di kembangkan di PTU. Pola tersebut meliputi, program studi akuntansi, managemen
keuangan, dan ekonomi pembangunan, kemudian dapat direkonstruksi menjadi
program studi akuntansi syariah, managemen keuangan syariah, dan ekonomi
250
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
pembangunan syariah. Program-program studi ini dapat mengembangkan dirinya
melalui konsentrasi-konsentrasi yang dibutuhkan, tentu dengan mengingat berbagai
hal, minat masyarakat pengguna, ketersediaan dari sumber daya manusia dan lain
sebagainya.

Kendala-Kendala Rekonstruksi Pembelajaran Ekonomi Islam di PTAI


Permasalahan yang dihadapi oleh perguruan tinggi termasuk di dalamnya PTAI
dalam mengembangkan pembelajaran ekonomi Islam terkait dengan kompetensi
lulusan dihasilkan, yaitu terletak pada tenaga pengajar, kurikulum, kompetensi inti,
kondisi kekinian pada pembelajaran ekonomi Islam, sarana praktikum, sistem
informasi dan referensi ekonomi Islam yang masih minim dan kebijakan pimpinan.
Kendala yang dihadapi oleh PTAI dalam merekonstruksi pembelajaran ekonomi Islam
agar dapat menghasilkan kompetensi lulusan yang dibutuhkan pasar sebagai berikut:
Pertama, tenaga pengajar adalah kunci penting pada perguruan tinggi. Tenaga
pengajar ekonomi Islam pada PTAI bersumber dari alumni jurusan atau prodi
ekonomi Islam PTAI yang memiliki keunggulan penguasaan aspek ilmu-ilmu
kesyariahan, tetapi memiliki kelemahan pada penguasaan aspek ekonomi dari alumni
fakultas ekonomi PTU yang memiliki keunggulan pada penguasaan aspek ekonomi,
tetapi memiliki kelemahan pada penguasaan aspek ilmu-ilmu kesyariahan. Oleh
karena itu, hal yang paling penting dilakukan meskipun sulit diwujudkan adalah
menyediakan tenaga pengajar integratif mampu memadukan antara aspek ilmu-ilmu
syariah dengan aspek ilmu ekonomi.
Kedua, kurikulum dan kompetensi inti. Hingga saat ini belum ada kebijakan di
tingkat nasional dalam hal standarisasi kurikulum inti ekonomi Islam. Kurikulum inti
yang dimaksudkan disini adalah sejumlah mata kuliah wajib diberikan untuk
menghasilkan kompetensi utama menjadi seorang sarjana ekonomi Islam, yang
disepakati oleh elemen perguruan tinggi dan asosiasi profesi yang kompeten di
bidang ekonomi Islam. Industri keuangan syariah membutuhkan lulusan siap pakai
dan langsung bekerja tanpa harus dilakukan pendidikan, pelatihan dan adaptasi yang
terlalu lama, sehingga dibutuhkan biaya untuk up grading karyawan baru cukup
tinggi. Akan tetapi, industri keuangan syariah menilai bawah masih terjadi mis-match
antara kurikulum yang disusun oleh perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar.
251
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

Ketiga, kondisi kekinian pada pembelajaran ekonomi Islam. Hal ini merupakan
masalah struktur akademik posisi kajian ekonomi Islam. Masalah ini dapat dilihat
pada sebagian besar dari PTAI yang telah membuka program studi ekonomi Islam
dengan nama dan pemahaman berbeda-beda. Misalnya, prodi muamalah, prodi
ekonomi Islam, prodi keuangan syariah dan lain sebagainya. Perbedaan struktur
akademik ini menjadi salah satu kendala dalam memenuhi kebutuhan sumber daya
ekonomi Islam sesuai dengan kompetensi diharapkan, yaitu sumber daya manusia
integratif.
Keempat, sarana praktikum, sistem informasi dan akses referensi untuk
ekonomi Islam yang masih minim. Sarana dan prasarana memadai berkorelasi positif
dengan efektivitas kegiatan belajar mengajar pada ekonomi Islam pada perguruan
tinggi. Karena itu, jika sarana praktikum, sistem informasi dan akses referensi
ekonomi Islam yang dimiliki oleh PTAI tidak memadai, maka akan menjadi salah satu
kendala dalam proses pembelajaran ekonomi Islam di PTAI tersebut. Akibatnya, tidak
dapat melahirkan output yang dapat berkompetisi dan memenuhi keinginan pasar.
Karena itu, sarana dan prasarana yang mendukung proses pembelajaran ekonomi
Islam di PTAI harus memadai.
Kelima, kebijakan pimpinan dan kultur akademik, pembelajaran ekonomi Islam
perguruan tinggi sangat didukung oleh pimpinan dan kultur akademiknya. Dengan
demikian jika pimpinan PTAI memahami bahwa pembelajaran ekonomi Islam yang
baik adalah dapat menghasilkan output kompeten dan diinginkan oleh pasar maka
akan mendukung dilakukan rekonstruksi pembelajaran ekonomi Islam sesuai yang
dikehendaki pasar dan tentunya hal ini harus didukung pula kultur akademik di PTAI
tersebut.

Langkah Strategis Pengembangan Kurikulum Ekonomi Islam


Untuk mencetak sumber daya manusia yang profesional dan berkualitas,
menguasai sistem ekonomi Islam dan terampil dalam mengelola industri-industri
keuangan dan bisnis Islam sangat ditentukan oleh kurikulum dari suatu institusi
pendidikan. Dalam merespon kebutuhan di atas, berbagai perguruan tunggi yang ada
di Indonesia menawarkan pengajaran ekonomi Islam. Pengajaran ekonomi Islam
yang ada sekarang ini dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu
252
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
Kategori pertama, membuka program studi perbankan syariah di fakultas
syariah/ilmu agama Islam di PTAI maupun PTAIN. Pola pendekatan kurikulum yang
menjadi acuan pengajaran program dari studi tersebut diterapkan bobotnya terlalu
mengandalkan pengajaran ilmu-ilmu syariah tetapi kurang mengandalkan pengajaran
ilmu ekonomi dan perbankan modern. Hal ini terjadi karena jurusan yang diberikan
masih dalam lingkup fakultas syariah/ilmu agama Islam. Boleh jadi kelemahan ini
merupakan akibat sifat alami dari pendidikan PTAI/PTAIN yang memang terfokus
pada pengajaran ilmu-ilmu agama (Islamic studies). Porsi pengajaran ilmu ekonomi
dan perbankan konvensional kurang dibarengi dengan pengajaran iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi) seperti, matematika dan statistika.
Kategori kedua, memasukkan konsentrasi kajian perbankan Islam dalam
fakultas ekonomi universitas umum. Berbeda dari kajian dan pengajaran yang di
tawarkan oleh PTAI, fakultas ekonomi tetap mengajarkan semua teori ilmu ekonomi
konvensional dengan semua tingkatan pendekatan. Dengan kata lain, kurikulum
nasional yang berlaku bagi seluruh fakultas berjalan tetap seperti biasa, kemudian
mahasiswa diberikan konsentrasi kepada perbankan Islam. pendekatan ini memiliki
kelemahan, pengajaran ushul fiqh, fiqh muamalah dan falsafah hukum Islam tidak
memadai. Ketiadaan subjek-subjek mengakibatkan mahasiswa tidak memiliki
pandangan yang benar tentang konsep-konsep, teori dan landasan filosofi ekonomi
Islam yang sebenarnya, justru dapat diturunkan dari mata kuliah tersebut.
Mahasiswa pada gilirannya tidak dapat membedakan secara tegas perbedaan
konseptual beberapa hal dalam bidang ekonomi, antara konsep Islam dan
konvensional. Pada tingkat intelektual yang tinggi, ketiadaan mata kuliah ini akan
menghambat mahasiswa untuk dapat melakukan langkah-langkah kreatif dan
pengembangan ekonomi Islam yang dibutuhkan masyarakat sebagai tantangan
perkembangan zaman.
Kategori ketiga, pengajaran ekonomi Islam di bawah naungan fakultas ekonomi
Universitas Islam (swasta). Posisi ini tampaknya menjadi keunggulan tersendiri
untuk mengembangkan ilmu ekonomi Islam di lingkungan perguruan tinggi. Jika
kategori pertama meletakkan pengajaran ekonomi Islam di bawah payung fakultas
ilmu agama Islam, sementara kategori kedua sebagai naungan konsentrasi perbankan
Islam, kategori ketiga dipandang sebagai tempat untuk pengembangan dan
253
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

pengajaran ekonomi Islam pada sebuah fakultas. Penguasaan terhadap fiqh


muamalah dan maqasid syariah kurang diperhatikan bukan saja di fakultas ekonomi
Universitas Islam swasta melainkan juga pada fakultas ilmu agama Islam. Padahal
penguasaan terhadap materi ini sangat dibutuhkan ketika mahasiswa berhasil
menjadi pemerhati, pelaku dan praktisi bisnis di lapangan.
Dengan demikian, pembelajaran ideal yang dapat dilakukan dengan cara
pengembangan sistem pendidikan integratif. Muatan kurikulum menggambarkan
sasaran-sasaran yang hendak dicapai meliputi:
1. Penguasaan bahasa Arab dan bahasa Inggris.
2. Penguasaan ilmu-ilmu dasar kesyariahan, seperti qawaid fiqhiyyah, ushul fiqh
dan fiqh muamalah.
3. Penguasaan ilmu ekonomi Islam.
4. Penguasaan ilmu ekonomi umum termasuk keuangan dan akuntansi.
5. Penguasaan metodologi penelitian (tools of analysis), baik penelitian kualitatif
maupun kuantitatif sehingga outputnya adalah sumber daya manusia yang
memiliki kapabilitas, kompetensi dan keilmuan yang luas baik dalam ilmu
syariah maupun ilmu ekonomi.

Dalam pengembangan kurikulum, setidaknya harus memiliki kurikulum


berbasis kompetensi yang memadukan antara ilmu syariah dan ilmu umum, serta
mengintegrasikan antara teori dengan praktik yang secara berkelanjutan. Dengan
pengembangan ekonomi Islam melalui Perguruan Tinggi yang diharapkan akan
melahirkan para sarjana ekonomi Islam yang memiliki skill baik dalam bidang
syariah maupun ilmu-ilmu umum pada akhirnya mampu merespon segala bentuk
permasalahan pengembangan ekonomi Islam, sehingga keberadaan lembaga
keuangan syariah terus mendapatkan kepercayaan publik.
Untuk itu, langkah strategis yang dapat di lakukan oleh perguruan tinggi untuk
melaksanakan program pendidikan ekonomi Islam agar outputnya dapat memenuhi
kebutuhan dari ilmu ekonomi Islam, diantaranya:
Pertama, memfasilitasi tenaga pengajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
secara rutin mengirimkan para staf pengajar untuk mengikuti pelatihan, seminar,
workshop maupun pendidikan terkait ekonomi Islam.

254
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
Kedua, melakukan standarisasi kurikulum untuk ekonomi Islam tingkat
nasional, standarisasi ini bukan berarti kurikulum seluruh perguruan tinggi harus
sama melainkan ada kesepakatan mengenai kompetensi dasar minimal.
Ketiga, memperbanyak riset tentang ekonomi Islam, baik yang berskala mikto
maupun makro, mendorong penulisan kajian dan karya ilmiah melalui penerbitan
buku, jurnal ilmiah, seminar dan lokakarya.
Keempat, memperkuat berbagai sarana dan prasana pembelajaran baik yang
bersifat teknis, seperti pengadaan untuk lcd proyektor, komputer, wi-fi dan
pengadaan laboratorium praktik bagi mahasiswa.
Kelima, mengembangkan networking yang lebih luas dengan berbagai institusi
pendidikan ekonomi Islam, lembaga keuangan dan non-keuangan Islam, baik di
dalam maupun luar negeri.

KESIMPULAN
Dasar ilmu pengetahuan Islam adalah pendangan hidup Islam itu sendiri. Ilmu
tidak muncul dai “hampa budaya” atau budaya yang tidak memiliki latar belakang
epistemologi atau tanpa worldview. Di dalam bidang ekonomi Islam, penerapan
epistemologi adalah dengan memasukkan nilai (etika) yang diambil dari worldview
Islam ke dalam ekonomi mainstream. Teori ekonomi Islam yang oleh sebagian ilmuan
dan ekonom Muslim diklaim sudah merupakan disiplin ilmu yang absah (valid)
secara epistemologi dan merupakan sistem ekonomi siap dioperasionalkan, ilmu
ekonomi yang baru lahir dalam abad modern. Teori ekonomi lahir di tengah-tengah
masyarakat dunia yang sudah didominasi oleh sistem ekonomi kapitalis yang sudah
ada lebih dulu. Sistem ekonomi Islam ini mendapat kritik epistemologi dari kalangan
positifis yang berkisar pada validitas ilmu ekonomi Islam secara epistemologi,
mengingat ilmu ini tidak pernah actual dalam sejarahnya atau hanya sekedar gagasan
konsep saja.
Adapun sumber-sumber dari ilmu ekonomi Islam adalah sama dengan sumber-
sumber dalam hukum Islam sebagai otoritas beragama. Disamping juga mengacu
kepada sumber-sumber nash juga sumber-sumber fiqh. Dalam rangka menggali asas
atau prinsip umum yang akan menjadi ruh semua sektor ekonomi ini secara umum
menerapkan metode induktif tematik. Adapun dalam rangka penerapan asas tersebut
255
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

ke dalam faktor barang dan jasa menggunakan metode deduktif. Dengan melihat
sumber dan metode perumusan konsep ilmu ekonomi Islam, akan lebih fleksibel
dalam mengiringi dinamika sosial-ekonomi manusia. Dalam rangka uji validitas,
sebagaimana dalam semua disiplin ilmu keislaman, ilmu ekonomi ini menggunakan
teori kebenaran komprehensip. Ilmu ekonomi Islam sudah dapat disebut sebagai ilmu
pengetahuan absah secara epistemologi, mengingat sudah memenuhi standar ilmiah.
Pembelajaran ekonomi Islam dengan berbagai macam konsentrasi pada
Perguruan Tinggi Agama Islam telah berlangsung lebih kurang satu dasawarsa. Untuk
memenuhi keinginan pasar, PTAI perlu merekonstruksi model kurikulum, yakni
dengan berusaha memberikan penekanan dan memadukan secara integratif terhadap
aspek ilmu syariah dan aspek ilmu ekonomi. Di dalam pengembangan lembaga
pendidikan ekonomi Islam ke depan, ada beberapa hal sangat penting untuk
dikembangkan, yaitu menerapkan kurikulum yang mengintegrasikan ilmu ekonomi
dengan ilmu ekonomi Islam secara berkelanjutan.

PUSTAKA ACUAN
Akram, Muhammad. “Methodology of Islamic Economics,”. Journal of Islamic
Economics, vol.1, No. 1, August 1987, Malaysia: International Islamic University
Malaysia.
Amalia, Euis., Rianto, Nur. “ Kesesuaian Pembelajaran Ekonomi Islam di Perguruan
Tinggi Dengan Kebutuhan SDM pada Industri Keuangan Syariah di Indonesia.
Jurnal Inferensi, Vol. 7, No. 1, Juni 2013, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Anshori, Isa. “Maqāṣid Al-Syariah Sebagai Landasan Etika Global”. Jurnal Hukum
Islam, Vol. 01, No. 01, Maret 2009, Surabaya: Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
‘Audah, Jasser. Maqasid asy-Syariah as Philosophy of Islamic Law: A System Approach.
London: The International Institute of Islamic Thought, 2008.
‘Audah, Jaser. Al-Maqashid Untuk Pemula, alih bahasa, Ali ‘Abdelmon’im, judul
terjemahan. Yogyakarta: Suka Press, 2013.
Chapra, Umar. The Future of Economics: an Islamic Perspective. Leicester: Islamic
Foundation, 2000.
Colander, David. Economics Eighth Edition. United States : McGraw-Hill Irwin, 2010.
256
Selamat Muliadi: Epistemologi Ekonomi Islam…
Kattsoff, Louis. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1992.
Kholis, Nur. “Membedah Konsep Ekonomi Islam”. Jurnal La_Riba, Vol. 3, No. 2,
Desember 2009, Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2006.
Mughits, Abdul. “Epistemologi Ilmu Ekonomi Islam”. Jurnal Hermeneia, Vol. 2, No. 2,
Juli-Desember 2003, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Mustansyir, Rizal. Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Pusparini, Martini Dwi. “Konsep Kesejahteraan Dalama Ekonomi Islam Perspektif
Maqasid Syariah”. Islamic Economics Journal, Vol. 1, No. 1, Juni 2015,
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Sanrego, Yulizar. “Membangun Konstruksi Keilmuan Ekonomi Islam”. Jurnal Islamica,
vol. 5, No. 1, September 2010, Surabaya: UIN Sunan Ampel.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2005.
Syaparuddin. “Rekonstruksi Pembelajaran Ekonomi Islam pada Perguruan Tinggi
Agama Islam”. Jurnal At-Taradhi, Vol. 3, No. 1, Juni 2012, Watampone: Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Watampone

Catatan Akhir:
1
Nur Kholis, “Membedah Konsep Ekonomi Islam” Jurnal La_Riba, Vol. 3, No. 2 (Desember 2009),
hlm. 269-270.
2
Syaparuddin, “Rekonstruksi Pembelajaran Ekonomi Islam pada Perguruan Tinggi Agama Islam”,
Jurnal At-Taradhi, Vol. 3, No. 1 (Juni 2012), hlm. 12-13.
3
Euis Amalia dan M. Nur Rianto, “ Kesesuaian Pembelajaran Ekonomi Islam di Perguruan Tinggi
Dengan Kebutuhan SDM pada Industri Keuangan Syariah di Indonesia, Jurnal Inferensi, Vol. 7, No. 1 (Juni
2013), hlm. 135.
4
Umar Chapra, The Future of Economics: an Islamic Perspective (Leicester: Islamic Foundation,
2000), hlm. 125.
5
Ibid, hlm. 126.
6
Jasser ‘Audah, Maqasid asy-Syariah as Philosophy of Islamic Law: A System Approach, (London:
The International Institute of Islamic Thought, 2008), hlm. 2.
7
Jaser ‘Audah, Al-Maqashid Untuk Pemula, alih bahasa, Ali ‘Abdelmon’im, judul terjemahan,
(Yogyakarta: Suka Press, 2013), hlm. 4
8
Martini Dwi Pusparini, “Konsep Kesejahteraan Dalama Ekonomi Islam Perspektif Maqasid
Syariah”, Islamic Economics Journal, Vol. 1, No. 1 (Juni 2015), hlm. 54.
9
Isa Anshori, “Maqāṣid Al-Syariah Sebagai Landasan Etika Global”, Jurnal Hukum Islam, Vol. 01,
No. 01, (Maret 2009), hlm. 16.
10
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006), hlm. 17.

257
Islamiconomic: Jurnal Ekonomi Islam
Vol.9 No.2 Juli - Desember 2018

11
Abdul Mughits, “Epistemologi Ilmu Ekonomi Islam”, Jurnal Hermeneia, Vol. 2, No. 2 (Juli-
Desember 2003), hlm. 189-190.
12
Muhammad Akram, “Methodology of Islamic Economics,”, Journal of Islamic Economics, vol. 1,
No. 1, (August 1987), hlm. 19.
13
Rizal Mustansyir, Ilmu Filsafat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Hal 50
14
David Colander, Economics. Eighth Edition, (United States of America : McGraw-Hill Irwin,
2010), hlm. 84.
15
Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1992), hlm. 191.
16
Yulizar Sanrego, “Membangun Konstruksi Keilmuan Ekonomi Islam”, Jurnal Islamica, vol. 5,
No. 1, (September 2010), hlm. 187.
17
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2005), hlm. 89.

258

You might also like