Bioadsorben Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate L.) Dalam Menurunkan Kadar Timbal (PB) Pada Larutan PB
Bioadsorben Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate L.) Dalam Menurunkan Kadar Timbal (PB) Pada Larutan PB
Bioadsorben Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate L.) Dalam Menurunkan Kadar Timbal (PB) Pada Larutan PB
Bioadsorben Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate L.) Dalam Menurunkan Kadar Timbal (Pb) Pada
Larutan Pb
ABSTRACT
Research has been conducted on bioadsorbent of kepok banana peel in the form of activated carbon in reducing
lead levels in Pb solution. This study aims to analyze the ability of bioadsorbent kepok banana peel in reducing
lead levels in Pb solution. This research was started by making bioadsorbent of Kepok banana peel in the form
of 100 mesh activated carbon and activated 2.5M H2 SO4. Measurement of lead levels before and after the
addition of bioadsorbent of kepok banana peel using spectrophotometric methods using AAS type UV-1800 and
then analyzed using One Way ANOVA test. The results showed that the average lead level before treatment was
4.96 mg / L and after being treated with additional bioadsorbent of kepok banana peel with a variation of 1
gram, 2 gram and 3 gram in sequence of 3.76 mg / L, 0.93 mg / L and 0.22 mg / L. The biggest decrease
occurred in the addition of a dose of 3 grams, namely 95.6% and the lowest in the addition of a dose of 1 gram,
24.1%. One Way ANOVA test shows the results of p <0.05 so that there are significant differences.
Keywords: lead (Pb), bioadorbent, kepok banana skin
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang bioadsorben kulit pisang kepok berbentuk karbon aktif dalam menurunkan
kadar timbal pada larutan Pb. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan bioadsorben kulit pisang
kepok dalam menurunkan kadar timbal pada larutan Pb. Penelitian ini diawali dengan pembuatan bioadsorben
kulit pisang kepok dalam bentuk karbon aktif dengan ukuran 100 mesh dan diaktivasi H2 SO4 2,5M. Pengukuran
kadar timbal sebelum dan sesudah penambahan bioadsorben kulit pisang kepok menggunakan metode
spektrofotometri menggunakan AAS tipe UV-1800 dan selanjutnya dianalisis menggunakan uji One Way
ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar timbal sebelum diberi perlakuan sebesar 4,96 mg/L dan
sesudah diberi perlakuan penambahan bioadsorben kulit pisang kepok dengan variasi dosis 1 gram, 2 gram dan
3 gram secara berurutan sebesar 3,76 mg/L, 0,93 mg/L dan 0,22 mg/L. Penurunan terbesar terjadi pada
penambahan dosis 3 gr yaitu 95,6% dan terendah pada penambahan dosis 1 gram yaitu 24,1%. Uji One Way
ANOVA menunjukkan hasil p < 0,05 sehingga terdapat perbedaan yang signifikan.
Kata kunci: timbal (Pb), bioadsorben, kulit pisang kepok
PENDAHULUAN
Timbal (Pb) merupakan logam berat yang dapat mencemari lingkungan dan bersifat racun bagi manusia.
Timbal yang terdapat di lingkungan perairan berasal dari sumber alami maupun dari aktifitas manusia. Sumber
utama masuknya timbal dalam perairan berasal dari limbah cair industri baterai, kabel, cat atau pewarna dan
pemurnian logam(1).
Limbah cair industri adalah hasil buangan proses atau sisa dari suatu kegiatan atau usaha yang berwujud
cair dimana kehadirannya pada suatu saat dan tempat tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai
nilai ekonomis sehingga cenderung untuk dibuang(2). Limbah cair yang umumnya terdapat di perairan adalah
logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena dapat merusak habitat serta ekosistem perairan,
dan merupakan zat yang beracun serta bersifat karsinogenik(3).
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001, kadar maksimum cemaran timbal (Pb) dalam
perairan sebesar 0,03 ppm. Kadar timbal (Pb) yang melebihi nilai baku mutu di dalam badan air dapat
menyebabkan pencemaran terhadap perairan dan kematian pada biota air. Timbal (Pb) merupakan logam berat
yang dapat terakumulasi dalam organ tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Biota dalam air dan sumber air yang
tercemar timbal, apabila dimanfaatkan sebagai sumber pangan maka akan terakumulasi di dalam tubuh dan
menyebabkan gangguan kesehatan yang bersifat kronis dan akut. Keracunan timbal kronis ditandai dengan
depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu dan sulit tidur. Sedangkan keracunan timbal akut
menyebabkan gangguan sistem syaraf , menurunkan tekanan darah dan berat badan bahkan kematian(4). Logam
berat timbal (Pb) pada dosis 250 mg/kg/bb yang diberi perlakuan terhadap hewan uji yaitu tikus putih selama 10
minggu menunjukkan dampak negatif terhadap kerusakan sistem syaraf(5).
Salah satu metode yang digunakan dalam menurunkan logam berat adalah pengolahan secara fisika
dengan metode adsorpsi menggunakan karbon aktif. Metode adsorpsi dengan karbon aktif umum digunakan
karena mudah diaplikasikan dan efektif untuk menurunkan kadar logam berat dalam limbah cair(6). Namun,
karbon aktif memerlukan biaya yang cukup tinggi karena harganya yang relatif mahal(7). Syarat-syarat untuk
menjadi adsorben yang baik adalah memiliki luas permukaan pori yang besar, dapat berikatan dengan adsorbat,
mudah diperoleh, harga relatif murah, tidak korosif dan aman bagi lingkungan(8).
Teknik adsorpsi terhadap logam berat telah dikembangkan dalam bentuk karbon aktif alami yang
harganya relatif murah. Salah satu bentuk karbon aktif hayati adalah dari kulit durian (Durio zibethius L.).
Namun, karbon aktif kulit durian (Durio zibethius L.) ini hanya mengandung kadar karbon 62,5% sehingga
belum memenuhi syarat SNI 06-3730-1995 yaitu > 65%. Kadar karbon yang belum memenuhi syarat akan
mempengaruhi daya adsorpsi menjadi kurang maksimal(9). Dalam mengurangi dampak pencemaran logam berat
timbal (Pb) dalam badan air yang melebihi baku diperoleh alternatif bahan alami lain yang memenuhi uraian
persyaratan SNI 06-3730-1995 yaitu menggunakan kulit pisang kepok. Karbon aktif alami dari kulit pisang
kepok memiliki kandungan karbon sebesar 77% sehingga memenuhi persyaratan sebagai adsorben(10).
Pemilihan kulit pisang sebagai adsorben ini disebabkan karena Indonesia merupakan salah satu negara
terbesar dalam memproduksi buah pisang. Produksi buah pisang di Indonesia pada tahun 2015 mencapai
7.300.000 ton. Jawa Timur merupakan provinsi yang memberikan kontribusi paling tinggi yaitu 21,87% atau
1.596.510 ton dari produksi pisang nasional(11). Jawa Timur merupakan salah satu daerah sentra industri olahan
buah pisang tak terkecuali Kota Surabaya. Rumah tangga usaha produksi buah pisang di Kota Surabaya
mencapai 566 rumah tangga(12). Jenis buah pisang yang banyak diproduksi adalah pisang kepok (Musa
acuminate L.)(13). Produksi buah pisang kepok (Musa acuminate L.) yang tinggi, juga berdampak terhadap
tingginya limbah kulit pisang yang dihasilkan. Limbah kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) selama ini belum
dimanfaatkan secara maksimal, hanya dibuang sebagai limbah organik atau digunakan sebagai makanan
ternak(14).
Kulit pisang kepok (Musa acuminate L.) memiliki komposisi banyak mengandung air sebesar 73,60 %
dan karbohidrat sebesar 11,48%(15). Kulit pisang kepok mengandung selulosa sebesar 17,04%(16). Selain itu
dalam 10 gram kulit pisang kepok juga mengandung zat pektin sebesar 52,1%(17). Zat pektin dan selulosa pada
kulit pisang raja dapat digunakan sebagai adsorben timbal (Pb), dengan berat adsorben sebanyak 0,3 gram per 50
ml dengan pH 4 dan waktu kontak selama 20 menit mampu menurunkan kadar timbal (Pb) sebesar 2,89 mg/g.
Namun, kandungan selulosa dan zat pektin kulit pisang raja lebih sedikit dari kulit pisang kepok(18).
Mohapatra(19) menjelaskan bahwa pada kulit pisang raja hanya mengandung selulosa 8,4% dan zat pektin
sebesar 21%. Zat pektin dan selulosa dapat digunakan sebagai adsorben logam berat timbal (Pb) maupun lainnya
yang terdapat pada limbah cair. Zat pektin mengandung asam galacturonic yang berfungsi untuk mengikat ion
logam yang merupakan gugus fungsi gula karboksil (-COOH). Selulosa yang terkandung juga memiliki
kemampuan mengikat ion logam yang terdapat di dalam air(20). Selulosa memiliki dua gugus yaitu gugus fungsi
karboksil (-COOH) dan gugus fungsi hidroksil (-OH). Selulosa adalah gugus polimer yang bersifat selektif
terhadap senyawa polar. Air adalah senyawa polar sehingga air dapat melewati pori-pori selulosa namun
senyawa polutan tertahan. Kandungan zat pektin dan selulosa terbanyak pada kulit pisang yang sudah matang(21).
Kandungan gugus fungsi yang terdapat pada selulosa dan zat pektin kulit pisang kepok dapat dimanfaatkan
sebagai adsorben logam berat dalam bentuk karbon aktif hayati. Selain itu, kulit pisang kepok (Musa acuminate
L.) harganya relatif murah, mudah diperoleh di pasaran, dan juga ramah lingkungan. Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan bioadsorben kulit
pisang kepok dalam menurunkan kadar timbal (Pb).
METODE
Jenis penelitian ini termasuk penelitian Eksperimental Murni dengan desain “Pretest-Posttest with
Control Group”. Populasi dalam penelitian ini adalah larutan timbal dengan sampel 13 liter larutan timbal.
Masing-masing wadah perlakuan dan kontrol berisi 500 ml larutan timbal.
Teknik pengumpulan data adalah:
1) Prosedur pembuatan larutan timbal (Pb): Serbuk timbal (Pb) asetat sebanyak 65 mg dilarutkan kedalam 13
liter air.
2) Prosedur pembuatan bioadsorben kulit pisang kepok: Kulit pisang kepok yang sudah matang dicuci dengan
air mengaliur hingga bersih, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari satu hari. Kulit pisang kepok
dipotong ukuran ± 5 mm, lalu dikarbonisasi dengan suhu 400oC selama 2 jam hingga menjadi karbon.
Bioadsorben yang dihasilkan diayak dengan ukuran 100 mesh, lalu diaktivasi menggunakan H2SO4 2,5 M
selama 24 jam.
3) Prosedur pengaplikasian bioadsorben kulit pisang kepok: Sebanyak 1 gr, 2 gr dan 3 gr bioadsorben kulit
pisang kepok dimasukkan ke dalam masing-masing 500 ml larutan timbal dengan pH 4. Diaduk
menggunakan flokulator dengan kecepatan 90 rpm selama 60 menit dan diendapkan selama 30 menit.
Kemudian saring sampel dan tambahkan 3-4 tetes NaOH 3% hingga pH menjadi netral ke dalam sampel
larutan timbal.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Uji One Way Anova.
HASIL
Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah Penambahan Bioadsorben Kulit Pisang Kepok
Tabel 1 menunjukkan rata-rata kadar timbal (Pb) setelah diberi penambahan bioadsorben kulit pisang
kepok dengan variasi dosis 1 gr, 2 gr, dan 3 gr. Rata-rata kadar timbal (Pb) pada sampel sebelum perlakuan
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kadar timbal (Pb) sesudah dilakukan perlakuan dengan penambahan
bioadsorben kulit pisang kepok dalam bentuk karbon aktif hayati 100 mesh pada pH 4 dengan kecepatan
pengadukan 90 rpm selama 60 menit, waktu pengendapan selama 30 menit dengan variasi dosis1 gr, 2 gr dan 3
gr, kadar timbal (Pb) mengalami penurunan dengan kandungan rata-rata kadar timbal (Pb) sebesar 3,76 mg/L,
0,93 mg/L dan 0,22 mg/L secara berurutan.
Tabel 1. Kadar Timbal Pada Larutan Pb Sebelum dan Sesudah Penambahan Bioadsorben Kulit Pisang Kepok
Penurunan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah Penambahan Bioadsorben Kulit Pisang Kepok
Berdasarkan hasil yang terdapat dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa penurunan tertinggi rata-rata kadar
timbal (Pb) terjadi pada kode sampel C dengan penambahan 3 gr bioadsorben sebesar 4,74 mg/L (95,6%)
dengan sisa rata-rata kadar timbal (Pb) sebesar 0,22 mg/L, dibandingkan dengan besar penurunan yang terjadi
pada kode sampel A dan B dengan penambahan dosis 1 gr dan 2 gr bioadsorben kulit pisang kepok secara
berurutan sebesar 1,2 mg/L (24,1%) dengah sisa rata-rata kadar timbal (Pb) 3,76 mg/L dan 4,03 mg/L (81,3%)
dengan sisa rata-rata kadar timbal (Pb) 0,93 mg/L.
Tabel 2. Penurunan Kadar Timbal Sebelum dan Sesudah Penambahan Bioadsorben Kulit Pisang Kepok
Kode Sampel Rata-Rata Kadar Timbal (Pb) Larutan Rata-Rata Persentase
Pb (mg/L) Penurunan Penurunan (%)
Sebelum Sesudah (mg/L)
A 4,96 3,76 1,2 24,1
B 4,96 0,93 4,03 81,3
C 4,96 0,22 4,74 95,6
Pengaruh Bioadsorben Kulit Pisang Kepok Terhadap Penurunan Kadar Timbal (Pb) Pada Larutan
Timbal (Pb)
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan metode One Way ANOVA dapat diketahui
bahwa nilai p significant sebesar 0,00 yang artinya p < 0,05 (α) maka terdapat pengaruh yang signifikan
sehingga terjadi penurunan kadar timbal (Pb) dalam larutan timbal (Pb) setelah dilakukan penambahan
bioadsorben kulit pisang kepok dengan variasi dosis 1 gr, 2 gr dan 3 gr. Berdasarkan uji lanjutan (Post Hoc Test)
menggunakan uji LSD (Least Significance Different) diperoleh hasil perbedaan rata-rata signifikan terjadi pada
perlakuan dosis 1 gr dengan 3 gr yaitu sebesar 2,73. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa penurunan kadar timbal (Pb) terbesar terjadi pada kode sampel C dengan penambahan 3 gr adsorben
yaitu sebesar 4,74 mg/L (95,6%) dengan rata-rata kadar timbal (Pb) sisa sebesar 0,22 mg/L, sedangkan
penurunan terkecil terjadi pada kode sampel A dengan penambahan 1 gr yaitu sebesar 1,2 mg/L (24,1%) dengan
rata-rata kadar timbal (Pb) sisa sebesar 3,76 mg/L.
PEMBAHASAN
Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah Penambahan Bioadsorben Kulit Pisang Kepok
Penurunan rata-rata kadar timbal (Pb) sesudah perlakuan penambahan bioadsorben kulit pisang kepok
disebabkan adanya komposisi kimia pada kulit pisang kepok. Menurut Margono(22), kemampuan dari komposisi
kimia suatu adsorben dapat menjadi dasar suatu adsorpsi dalam larutan. Kulit pisang kepok mengandung
selulosa sebesar 17,04%(16). Selain itu juga mengandung zat pektin sebesar 52,1% dalam 10 gram kulit pisang
kepok(17). Selulosa dan zat pektin dapat digunakan sebagai adsorben logam berat timbal. Selulosa memiliki
kemampuan dalam mengikat ion logam dalam air. Zat pektin juga mengandung asam galacturonic yang
merupakan gugus fungsi gula karboksil (-COOH) yang berfungsi dalam mengikat ion logam(20). Selulosa
memiliki dua gugus fungsi aktif karboksil dan hidroksil(21). Kandungan gugus fungsi yang terdapat dalam
selulosa dan zat pektin dapat digunakan sebagai adsorben logam berat dalam bentuk karbon aktif hayati(10). Hal
ini telah dibuktikan Metta Sylviana D(18) dalam penelitiannya bahwa kandungan selulosa dan zat pektin kulit
pisang raja dapat digunakan sebagai adsorben logam berat timbal (Pb).
Penurunan Kadar Timbal (Pb) Sebelum dan Sesudah Penambahan Bioadsorben Kulit Pisang Kepok
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan tertinggi kadar timbal (Pb) pada perlakuan dengan
penambahan bioadsorben kulit pisang kepok dalam bentuk karbon aktif hayati sebanyak 3 gr dengan rata-rata
penurunan sebesar 4,74 mg/L, sedangkan penurunan terendah terjadi pada perlakuan penambahan bioadsorben
sebanyak 1 gr dengan rata-rata penurunan sebesar 1,2 mg/L. Hal ini sejalan dengan penelitian Sanjaya dan
Rizky(23) bahwa semakin tinggi dosis adsorben dalam bentuk karbon aktif hayati yang terdapat di larutan yang
mengandung Pb, maka semakin besar kemampuan adsorpsi terhadap ion logam Pb tersebut, sehingga
meningkatkan penurunan kadar ion logam didalam larutan. Hal ini menjelaskan bahwa penurunan kadar ion
logam tergantung dari tinggi rendahnya dosis suatu adsorben. Besarnya kapasitas adsorpsi suatu adsorben
disebabkan banyaknya permukaan karbon aktif yang berinteraksi dengan ion logam Pb. Luas permukaan
partikel karbon aktif berhubungan dengan ukuran adsorben. Luas permukaan adsorben dalam penelitian ini
menggunakan ukuran 100 mesh. Dalam hal ini, pemilihan ukuran partikel 100 mesh pada penelitian ini
dianggap sudah tepat karena semakin kecil ukuran partikel maka jumlah pori-pori pada permukaan adsorben
semakin banyak yang terbuka sehingga kemampuan mengikat ion logam menjadi lebih baik. Menurut
Yamliha(24) luas permukaan adsorben sangat mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara adsorben dan
adsorbat. Partikel adsorben memiliki variasi ukuran 60 mesh (0,50 mm), 80 mesh (0,25) dan 100 mesh (0,15
mm). Luas permukaan yang besar memiliki daya serap yang lebih optimum terhadap ion logam. Darmayanti(25)
menegaskan bahwa interaksi secara elektrostatis antara karbon aktif yang mengandung gugus fungsional dengan
ion logam Pb akan membentuk Pb(COOH)2 dan Pb(OH)2 yang berupa endapan. Hal ini dibuktikan banyaknya
endapan yang terjadi pada perlakuan penambahan 3 gr bioadsorben kulit pisang kepok dalam bentuk karbon
aktif dari pada perlakuan penambahan 1 gr dan 2 gr bioadsorben.
Dosis karbon aktif dalam proses adsorpsi juga dipengaruhi oleh waktu kontak optimum dan kecepatan
pengadukan(23). Safrianti(26) di dalam penelitiannya menjelaskan bahwa waktu kontak yang optimum dalam
proses adsorpsi logam berat timbal (Pb) adalah 90 menit. Pada waktu kontak 90 menit gugus aktif dari selulosa
dalam mengikat ion logam timbal mencapai kondisi yang optimum. Dalam waktu kontak lebih dari 90 menit,
gugus aktif dari selulosa mencapai keadaan konstan sehingga proses adsorpsi mengalami penurunan. Isna
Syauqiah, dkk.(6) menegaskan bahwa kecepatan pengadukan mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara
adsorben dan adsorbat. Kecepatan pengadukan yang efektif untuk proses adsorpsi adalah 90 rpm dengan waktu
pengadukan 60 menit. Hal ini dikarenakan, kemampuan karbon aktif untuk membentuk ikatan dengan ion logam
semakin besar. Dalam kecepatan pengadukan diatas 90 rpm, proses adsorpsi terjadi penurunan karena
pengadukan yang terlalu cepat membuat ikatan antar partikel adsorben dan adsorbat terlepas.
Pengaruh Bioadsorben Kulit Pisang Kepok Terhadap Penurunan Kadar Timbal (Pb) Pada Larutan
Timbal (Pb)
Penambahan variasi dosis adsorben dalam bentuk karbon aktif kulit pisang memberikan pengaruh yang
besar dalam penurunan kadar timbal (Pb) larutan timbal (Pb), semakin banyak dosis bioadsorben yang
digunakan dalam proses adsorpsi maka semakin tinggi terjadi penurunan kadar logam berat timbal (Pb). Hal ini
sesuai dengan penelitian Sanjaya dan Rizky(23) bahwa tingginya kemampuan adsorpsi suatu adsorben dalam
mengikat ion logam di dalam larutan dipengaruhi oleh banyaknya dosis adsorben yang digunakan. Besar
kemampuan adsorpsi terjadi karena banyaknya permukaan karbon aktif yang berinteraksi dengan ion logam Pb.
Banyaknya luas permukaan karbon aktif selain berhubungan dengan banyaknya jumlah adsorben juga
dipengaruhi oleh ukuran partikel karbon aktif.
Luas permukaan karbon aktif mempengaruhi dalam proses adsorpsi logam berat dalam air(22). Dalam
penelitian ini bioadsorben kulit pisang kepok dalam bentuk karbon aktif hayati menggunakan ukuran partikel
100 mesh. Yamliha, dkk(24) menjelaskan bahwa terdapat variasi ukuran adsorben 60 mesh (0,50 mm), 80 mesh
(0,25 mm) dan 100 mesh (0,15 mm). Semakin kecil ukuran partikel adsorben maka luas permukaan semakin
besar sehingga memiliki daya serap yang lebih baik dalam proses adsorpsi.
Selain massa bioadsorben dalam larutan, waktu kontak memberikan pengaruh yang besar dalam proses
adsorpsi. Hal ini berkaitan dalam menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum yang terjadi pada waktu
kesetimbangan. Proses adsorpsi dalam penelitian ini dilakukan dengan waktu kontak selama 90 menit, dimana
pengadukan dilakukan selama 60 menit dengan kecepatan 90 rpm dan diendapkan selama 30 menit. Hal ini telah
dibuktikan oleh Safrianti(26) di dalam penelitiannya bahwa waktu kontak yang optimum dalam proses adsorpsi
logam berat timbal (Pb) adalah 90 menit. Hal ini disebabkan pada waktu kontak 90 menit gugus aktif dari
selulosa dalam mengikat ion logam timbal mencapai kondisi yang optimum. Dalam waktu kontak lebih dari 90
menit, gugus aktif dari selulosa mencapai keadaan konstan sehingga proses adsorpsi mengalami penurunan. Isna
Syauqiah, dkk (6) menegaskan bahwa kecepatan pengadukan mempengaruhi dalam proses adsorpsi antara
adsorben dan adsorbat. Kecepatan pengadukan yang efektif untuk proses adsorpsi adalah 90 rpm dengan waktu
pengadukan 60 menit. Hal ini dikarenakan, kemampuan karbon aktif untuk membentuk ikatan dengan ion logam
semakin besar. Dalam kecepatan pengadukan diatas 90 rpm, proses adsorpsi terjadi penurunan karena
pengadukan yang terlalu cepat membuat ikatan antar partikel adsorben dan adsorbat terlepas.
Di samping massa, luas permukaan dan waktu kontak, temperatur juga memberikan kontribusi dalam
proses adsorpsi. Menurut Isna Syauqiah, dkk (6) faktor temperatur aktivasi adsorben dengan pemanasan secara
fisik juga mempengaruhi proses adsorpsi antara adsorben dan adsorbat. Pemanasan akan menyebabkan pori-pori
permukaan adsorben terbuka sehingga meningkatkan daya serap adsorben terhadap adsorbat, pemanasan yang
terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga menurunkan kemampuan adsorpsi. Kecepatan adsorpsi
akan meningkatkan dengan naiknya suhu dan sebaliknya. Namun dalam penelitian ini menggunakan aktivasi
secara kimia yaitu menggunakan larutan H2SO4. Larutan H2SO4 baik digunakan sebagai aktivator untuk
adsorben dari selulosa dan zat pektin, karena selain mengaktifkan permukaan karbon, juga mempunyai sifat
higroskopis yang dapat menyerap kandungan air pada karbon(18). Metode ini digunakan untuk menurunkan
kadar air dalam kulit pisang kepok yang dapat menghambat proses adsorpsi. Kulit pisang kepok memiliki
kandungan air yang tinggi sebesar 73,60%(15). Tiara dkk, (21) menegaskan bahwa kadar air yang tinggi serta
getah yang terdapat di dalam tumbuhan dapat menghambat kerja zat pektin menjadi tidak optimal. Air dan getah
berpotensi mengurangi proses adsorpsi terhadap ion logam sehingga menurunkan mutu adsorben. Untuk
mengurangi kadar air serta getah maka dilakukan dengan pemanasan dan karbonisasi menjadi karbon yang
kemudian diaktivasi menjadi karbon aktif. Menurut Atmoko (27) aktivasi karbon aktif bertujuan untuk membuka
pori-pori karbon yang tertutupi oleh zat-zat sisa proses karbonisasi sehingga kemampuan daya serapnya menjadi
lebih optimal.
Pemilihan suatu bahan dalam pembuatan bioadsorben juga berperan besar dalam proses adsorpsi logam
berat. Kandungan kimia dalam suatu adsorben merupakan hal yang sangat penting karena dapat menjadi dasar
suatu proses adsorpsi (22). Kulit pisang kepok memiliki kandungan kimia yang berupa selulosa sebesar 17,04%
(16)
dan mengandung zat pektin sebesar 52,1% dalam 10 gram kulit pisang kepok(17). Selulosa dan zat pektin
yang mengandung gugus fungsi karboksil (-COOH) memiliki kemampuan dalam mengikat ion logam yang
terdapat dalam air (20). Hal ini telah dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Metta Sylviana D (18)
bahwa kandungan selulosa dan zat pektin kulit pisang raja dapat digunakan sebagai adsorben logam berat timbal
(Pb).
Pada penelitian ini pH mempunyai pengaruh penting dalam proses adsorpsi. Kondisi optimum dalam
proses adsorpsi terjadi pada kondisi pH 4. Pada saat proses adsorpsi antara bioadsorben kulit pisang kepok
dengan adsorbat, limbah cair buatan yang mengandung timbal (Pb) sudah dalam suasana pH 4. Menurut
Rahmansyah, dkk (28) karbon aktif kulit pisang kepok selain mengandung karbon, juga mengandung gugus
fungsi hidroksil (-OH) dan karboksil (-COOH) dari bahan baku. Tumin, dkk (29) menjelaskan bahwa pada pH
terlalu asam yaitu 2-3 proses adsorpsi karbon aktif terhadap ion logam sangat kecil, hal ini dikarenakan terjadi
persaingan antara ion H+ pada permukaan karbon aktif dengan ion logam yang bersifat kation untuk berinteraksi
dengan gugus fungsi karbon aktif. Hewett (20) menegaskan bahwa pada pH 3 gugus fungsi karboksil (-COOH)
mengalami protonasi dengan ion H+ yang ada di larutan menjadi HCOOH. Darmayanti (25) menjelaskan didalam
penelitiannya bahwa pada pH 4 merupakan pH yang optimum dalam proses adsorpsi ion logam. Pada pH 4 ion
H+ mulai berkurang pada permukaan karbon aktif dan larutan sehingga menyebabkan persaingan dengan ion
Pb2+ menjadi berkurang sehingga senyawa karbon yang bersifat adsorp akan mengikat ion logam Pb2+, selain itu
gugus fungsional karbon aktif yang terdiri dari hidroksil (-OH) dan karboksil (-COOH) akan berinteraksi secara
elektrostatis dengan ion logam Pb2+ sehingga membentuk Pb(OH)2 dan Pb(COOH)2. Berikut adalah reaksi kimia
yang terjadi:
Ghazy dan Er-Morsy(30) menyatakan bahwa kemampuan adsorpsi terhadap ion logam Pb2+ pada pH 5 dan
6 akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ion Pb2+ mengalami hidrolisis menjadi PbOH+. Timbal
yang terhidrolisis akan mengurangi muatannya menjadi +1 sehingga mengurangi interaksi dengan permukaan
karbon aktif. Darmayanti (25) menjelaskan bahwa pada pH yang melewati optimum yaitu diatas 6, interaksi
karbon aktif dengan ion logam akan berkurang karena mengalami kejenuhan dan lebih banyak ion Pb2+
berinteraksi secara elektrostatis dengan ion OH- dari larutan sehingga membentuk Pb(OH)2 yang mengendap.
Pengendapan ini akan mempengaruhi interaksi karbon aktif dengan ion Pb2+ dalam larutan, dimana semakin
banyak ion Pb2+ dalam larutan bukan disebabkan oleh adsorpsi karbon aktif, melainkan adanya interaksi
elektrostatis antara ion Pb2+ dengan OH- yang terdapat dalam larutan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudarmaji, et al. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan [Internet]. [cited 2017
Oct 24]. Available from: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-2-03.pdf
2. Asmadi, Suharno. Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2012.
3. Kurniasari L. Pemanfaatan Mikroorganisme dan Limbah Pertanian Sebagai Bahan Baku Bioasorben
Logam Berat. Jurnal Momentum. 2010;6(2):5-8.
4. Palar H. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta; 2012.
5. Elfiah U. Pengaruh Pemberian Pb Asetat Dosis Tinggi Terhadap Ketebalan Mielin N. Ischiadicus Tikus
Putih (Rattus norvegicus). Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2007;23(1):1-5.
6. Syauqiah I, et al. Analisis Variasi Waktu dan Kecepatan Pengaduk pada Proses Adsorpsi Limbah Logam
Berat dengan Arang Aktif. Jurnal Teknik. 2011;1(12):11-20.
7. Manurung R. Proses Aerobik sebagai Alternatif untuk Mengolah Limbah Sawit. Jurnal Teknik Kimia
USU. 2004;1(1):1-9.
8. Arfan Y. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Dasar Batubara dengan Perlakuan Aktivasi Terkontrol serta
Uji Kinerjanya. Skripsi. Jakarta: Departemen Teknik Kimia FT UI; 2006.
9. Marlinawati, Bohari, Alimuddin. Pemanfaatan Arang Aktif dari Kulit Durian (Durio zibethinus L.) sebagai
Adsorben Ion Logam Kadmium (II). Jurnal Kimia Mulawarman. 2015;13(1):23-27.
10. Wardani S, Elvitriana, Vera V. Potensi Karbon Aktif Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate L.) dalam
Menyerap Gas CO dan SO2. Jurnal Serambi Engineering. 2018;3(2):262-270.
11. Menteri Pertanian RI. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Hortikultura: Pisang. Jakarta: Pusat Data
dan Sistem Informasi Pertanian; 2016.
12. Badan Pusat Statistika Kota Surabaya. Jumlah Rumah Tangga Usaha Holtikultura Menurut Kecamatan dan
Jenis Tanaman Holtikultura Strategis yang Diusahakan Tahun 2013. Kota Surabaya: Badan Pusat Statistik;
2013.
13. Menteri Pertanian RI. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Pisang Edisi Kedua. Jakarta: Badan
Litbang Pertanian Departemen Pertanian RI; 2007.
14. Lubis Z. Penambahan kulit tepung pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat.
Medan: Universitas Sumatra Utara Press; 2012.
15. Dewati R. Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Ethanol. Skripsi. Surabaya: UPN
“Veteran” Surabaya; 2008.
16. Hernawati, Aryani A. Potensi Tepung Kulit Pisang sebagai Pakan Ternak Alternatif pada Ransum Ternak
Unggas. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Bandung: Universitas Pendidikan; 2007.
17. Hanum, et al. Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Pisak Kepok. Jurnal Teknik Kimia USU. 2012;1(1):49-53.
18. Dewi SM. Pemanfaatan Arang Kulit Pisang Raja Teraktivasi H2SO4 Untuk Menurunkan Kadar Ion Pb2+
Dalam Larutan. Skripsi. Semarang; Universitas Negeri Semarang; 2015.
19. Mohapatra, Debabandya, Sabyasachi, Namrata. Banana and Its By-Product Utilization: An Overview.
Journal of Scientific & Industrial Research. 2010;69(1):323-329.
20. Hewett EG. The Use Of Banana Peel As a Heavy Metal Extraction Medium in a Water Filter.
Massachusetts: STEM Research Project. Massachusetts Academy of math and Science; 2012.
21. Buanarinda TP, et al. Pembuatan Biosorben Berbahan Dasar Sampah Kulit Pisang Kepok (Musa
acuminate L.) yang Dikemas Seperti Teh Celup. Jurnal Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
2014;(1):61-63.
22. Margono. Penyediaan Air Bersih. Surabaya: Poltekkes Kemenkes Surabaya Press; 2010.
23. Sanjaya AS, Rizky P. Studi Kinetika Adsorpsi Pb Menggunakan Arang Aktif dari Kulit Pisang. Jurnal
Teknik Kimia. 2015;1(4):17-24.
24. Yamliha A, Bambang DA, Wahyunanto AN. Pengaruh Ukuran Zeolite terhadap Penyerapan
Karbondioksida (CO2) pada Aliran Biogas. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2013;(1)2:67-72.
25. Darmayanti NR, Supriadi. Adsorpsi Timbal (Pb) dan Zink (Zn) dari Larutannya Menggunakan Arang
Hayati (Biocharcoal) Kulit Pisang Kepok Berdasarkan Variasi pH. Jurnal Akad Kimia. 2012;1(4):159-165.
26. Safrianti I, Wahyuni N, Titin Anita Z. Adsorpsi Timbal (II) Oleh Selulosa Limbah Jerami Padi Teraktivasi
Asam Nitrat Pengaruh pH dan Waktu Kontak. Jurnal Kimia. 2012;1(1):1-7.
27. Atmoko RD. Pemanfaatan Karbon Aktif Batu Bara Termodifikasi TiO2 pada Proses Reduksi Gas Karbon
Monoksida (CO) dan Penejrnihan Asap Kebakaran. Skripsi. Depok: Fakultas Teknik Universitas
Indonesia; 2012.
28. Rahmansyah A, et al. Pembuatan Karbon Aktif Berbasis Kulit Pisang dengan Variasi Suhu Karbonisasi.
Jurnal Teknik Kimia. 2016;1(1):1-7.
29. Tumin ND, Chuah AL, Zawani Z, Rashid SA. Adsorption of Copper From Aqueous Solution by Elais
Guineensis Kernel Activated Carbon. Journal of Engineering Science and Technology. 2008;3(2):180-189.
30. Ghazy SE, El-Mosy SM. Sorption of Lead from Aqueous Solution by Modified Activated Carbon Prepared
from Olive Stones. African Journal of Biotechnology. 2009;8(17):4140-4148.