Produksi Gas Metan Ruminansia Sapi Perah Dengan Pakan Berbeda Serta Pengaruhnya Terhadap Produksi Dan Kualitas Susu
Produksi Gas Metan Ruminansia Sapi Perah Dengan Pakan Berbeda Serta Pengaruhnya Terhadap Produksi Dan Kualitas Susu
Produksi Gas Metan Ruminansia Sapi Perah Dengan Pakan Berbeda Serta Pengaruhnya Terhadap Produksi Dan Kualitas Susu
2 Juni 2015
ISSN 2303-2227 Hlm: 65-71
Produksi Gas Metan Ruminansia Sapi Perah dengan Pakan Berbeda serta
Pengaruhnya terhadap Produksi dan Kualitas Susu
Methan Production of Dairy Cow Ruminants with Different Feed and Effect on The Production and
Quality of Milk
2
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
3
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Correspondence author : [email protected]
ABSTRACT
The study aims to analyze the influence of feed given (rice straw) of methane gas generated
from the digestion occurs in the rumen, production and quality of milk produced, and the influence of
methane gas generated on the production and quality of milk produced. Materials used is 12 tail of dairy
cow FH (Friesian Holland) inlactation 2 – 4 at KUNAK, rice straw and elephant grass feed, concentrates,
pulp, animal feces, 500 ml fresh milk samples of each dairy cattle, and others. Variables measured was
feed intake and digestibility,production of methane gas, as well as the production and quality of milk.
The data was processed with SPSS using random design complete with 3 treatments, each 4 dairy cattle.
The results showed that the average feed intake and digestibility was found highest on treatment by rice
straw feed, production of methane gas generated is also the highest of 6601.90 KJ/d due to high crude
fiber content, but most milk production low at 10.06 l / head / day because it is influenced bymethane gas
generated on the production.On average the quality of milk in rice straw feeding treatment was higher
than other treatments.
Keywords: rice straw, elephant grass, methane gas, milk of dairy cattle FH.
Metode Penelitian ransum dengan pakan jerami padi lebih disukai ternak
Peneliti mengambil data yang diperlukan, sampel sapi perah dibanding ransum dengan pakan rumput gajah.
pakan, feses, dan susu di peternakan KUNAK.Variabel yang Faktor tersebut dipengaruhi oleh kurangnya sumber energi
diteliti adalah konsumsi dan kecernaan pakan, produksi gas dari jerami padi dibanding rumput gajah dimana pada
metan, serta produksi dan kualitas susu. Konsumsi pakan jerami padi lebih banyak mengandung serat kasar sehingga
adalah selisih antara pemberian pakan dan sisa pakan. belum cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dari ternak.
Kecernaan pakan diperoleh berdasarkan rumus berikut D’Mello (2000) menyatakan bahwa konsumsi ransum pada
dasarnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi,
sehingga ternak akan berhenti makan apabila telah merasa
ℎ − ℎ tercukupi kebutuhan energinya.
(%) = 100 %
ℎ Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan nyata
antara perlakuan pada masing-masing peubah. Konsumsi
Gas metan yang ditimbulkan diukur menggunakan rumus Bahan Organik (BO), lemak, serat kasar, dan Bahan Ekstrak
berikut (Jentsch et al. 2007) : Tanpa Nitrogen (BETN) pakan paling tinggi pada jerami
padi karena konsumsi Bahan Kering (BK) jerami padi
Metan(kj⁄d) = 1,62xdCP-0,38xdCfat+ 3,78 xdCF+ 149 xdNFE yang juga paling tinggi. Kandungan serat kasar dan BETN
+ 1142 (g⁄d) memang lebih tinggi jerami padi dibanding rumput gajah
Keterangan : (Tabel 1). Penelitian Sukmawati (2011) menunjukkan
dCP = Kecernaan protein kasar konsumsi bahan organik yang tidak berbeda karena bahan
dCfat = Kecernaan lemak kasar kering ransum yang juga tidak berbeda. Konsumsi protein
dCF = Kecernaan serat kasar ditemukan paling tinggi pada perlakuan A (ransum dengan
dNFE = Kecernaan Nitrogen free extract pakan rumput gajah). Hal ini berkaitan dengan kandungan
protein rumput gajah yang jauh lebih tinggi dibanding
Produksi susu dihitung selama 5 hari berturut-turut pagi jerami padi (Tabel 1) yaitu rumput gajah 10,25% sementara
dan sore hari. Kualitas susunya diuji dengan analisis bahan jerami padi hanya 4,80%.
kering, lemak, bahan kering tanpa lemak, protein, dan berat Kecernaan Nutrien Pakan
jenis susu. Data diolah dengan SPSS menggunakan analisis Kualitas pakan yang dikonsumsi ternak dapat
statistik berupa RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan diketahui dengan melihat seberapa banyak makanan
pola 3x4 (3 perlakuan masing-masing 4 ekor ternak sapi yang dikonsumsi dapat dicerna dan diserap nutrisinya
perah FH sebagai ulangan).Kadar nutrisi ransum ternak dalam tubuh ternak. Tillman et al. (1998) menyatakan
sapi perah berdasarkan 100% berat kering, meliputi kadar bahwa kecernaan adalah zat pakan dari suatu bahan pakan
air, abu, lemak, protein, serat kasar, karbohidrat, dan BETN yang tidak dieksresikan dalam feses, dimana bagian itu
yang telah diananlisis pada Laboratorium PAU Institut diasumsikan diserap oleh tubuh ternak. Nilai kecernaan
Pertanian Bogor dapat dilihat pada Tabel 1. suatu bahan pakan menunjukan bagian dari zat-zat makanan
yang dicerna dan diserap sehingga siap untuk mengalami
HASIL DAN PEMBAHASAN metabolisme (Schneider & Flatt 1975).Kecernaan pakan
seperti yang tertera pada Tabel 3 dihitung berdasarkan
Konsumsi Nutrien Pakan banyaknya bahan pakan yang dikonsumsi (Tabel 2) dan
Konsumsi nutrien erat kaitannya dengan suplai banyaknya jumlah feses yang dikeluarkan, begitupun
energi ke tubuh ternak sapi perah. Kualitas pakan yang dengan nutrien yang tercerna.
dikonsumsi perlu diperhatikan dalam memenuhi gizi tubuh Hasil analisis ragam menunjukkan tidak
ternak baik untuk produksi susu ataupun untuk energi gerak berbedanya perlakuan A dan B, begitupun A dan C namun
tubuh. Rata-rata konsumsi nutrien pakan pada ternak sapi berbeda antara perlakuan B dan C. Ransum dengan pakan
perah ditampilkan pada Tabel 2. jerami padi (B) nyata lebih tinggi kecernaan BK dan BO
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi dibanding ransum dengan pakan kombinasi (C). Kecernaan
bahan kering ransum pada semua perlakuan berbeda nyata bahan kering dan bahan organik yang tinggi disebabkan
pada taraf 5 % (P<0,05). Konsumsi Bahan Kering (BK) karena tingginya konsumsi BK jerami padi (Tabel 2), juga
pakan tertinggi ditemukan pada ransum perlakuan B dipengaruhi oleh jumlah dan aktivitas mikroba dalam
(pemberian pakan jerami padi) dan terendah pada perlakuan rumen, dimana semakin tinggi jumlah bakteri dalam rumen
A (pemberian pakan rumput gajah), menunjukkan bahwa maka semakin tinggi kecernaan suatu bahan pakan.
Tabel 1 Analisa proksimat bahan makanan ternak berdasarkan bahan kering 100%
Bahan Pakan (%) Perlakuan (%)
Kadar Nutrisi (%)
RG JP AT K A B C
Abu 15,12 18,33 1,54 25,15 8,80 10,18 9,49
Protein 10,25 4,80 11,09 7,20 10,50 8,15 9,32
Lemak 2,75 2,04 3,50 5,06 3,27 2,97 3,12
Karbo-hidrat 71,89 74,83 83,87 62,58 77,44 78,71 78,07
SK 25,60 27,67 10,56 15,05 17,30 18,19 17,74
BETN 46,29 47,16 73,31 47,53 60,14 60,52 60,33
Keterangan :
A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%,
C = Pakan Rumput Gajah 21,5% + Jerami Padi 21,5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, RG = Rumput Gajah, JP = Jerami Padi,
AT = Ampas Tahu, K = Konsentrat
yang hilang sebagai gas metan, terbukti dengan tingginya tetapi perlakuan A dan C tidak berbeda. Produksi susu
produksi gas metan perlakuan B (jerami padi) sementara sapi perlakuan A dan C nyata lebih tinggi dibandingkan
produksi susunya rendah. Prayitno et al (2014) menyatakan dengan perlakuan B. Faktor terjadinya hal tersebut adalah
bahwa produksi VFA dan CH4 sangat tergantung dari jenis dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Rumput
pakan dan sistem pemberian. Umumnya pakan berserat akan gajah mengandung kadar protein dan kadar lemak yang
menghasilkan asam asetat dan CH4 (methan) lebih tinggi lebih tinggi dibanding pakan jerami padi (Tabel 1). Damron
dibandingkan pakan asal biji-bijian. Peningkatan kadar (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti
serat dalam ransum menghasilkan rasio asetat propionat dan makanan berpengaruh paling besar terhadap produksi
produksi CH4 yang lebih tinggi (Jhonson & Jhonson 1995; susu. Jumlah pemberian pakan serat dan konsentrat dapat
Moss et al. 2000). mempengaruhi jumlah produksi dan kualitas susu. Menurut
Semakin tinggi kandungan serat kasar, semakin Chaturvedi dan Wali (2001), alternatif sistem untuk kualitas
tinggi pula kecernaan serat kasar. Faktor tersebut adalah protein dan kebutuhannya untuk ruminansia berdasarkan
diduga disebabkan karena adanya bakteri metanogen dalam pada protein kasar pakan yang terbagi dalam dua golongan,
rumen yang berkontribusi mencerna selulosa dan lignin dan yaitu rumen degradable protein dan undegradable dietary
mengubahnya dalam bentuk gas metan, sehingga energi protein. Lolosnya protein yang berkualitas tinggi dari
dari makanan tercerna lebih banyak ke produksi gas metan degradasi rumen dapat meningkatkan produksi susu secara
(Tabel 4) dibanding produksi susu (Tabel 5). Menurut langsung maupun tidak langsung.
Thalib dan Widiawati (2010), kualitas sumber hijauan Produksi susu dipengaruhi oleh tinggi rendahnya
yang tersedia sangat rendah yaitu tinggi kandungan serat serat kasar pada bahan pakan. Semakin tinggi kandungan
menyebabkan produktivitas sapi perah dalam negeri rendah serat kasar suatu bahan pakan semakin rendah produksi
sebaliknya emisi gas metan enteriknya tinggi. Haryanto susunya. Energi yang diperoleh tubuh ternak dari pakan
dan Thalib (2009) menyatakan bahwa energi di dalam yang kadar serat kasarnya tinggi tidak cukup untuk
pakan yang dimakan ternak ruminansia sekitar 2% – 15% produksi susu yang tinggi. Parakkasi (1999) dan D’Mello
tidak dapat dimanfaatkan dan dikeluarkan kembali dalam (2000) menyatakan bahwa konsumsi ransum pada dasarnya
bentuk gas metan. Persentase produksi gas metan bervariasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga
tergantung pada berbagai faktor, antara lain jenis dan tipe ternak akan berhenti makan apabila telah merasa tercukupi
ternak, kandungan bahan organik dalam pakan, kandungan kebutuhan energinya. Tetapi jika ransum tidak padat
komponen serat di dalam pakan, nilai degradabilitas energi (tinggi serat), maka daya tampung (distensi) alat
komponen serat tersebut oleh mikrobial rumen dan kondisi pencernaan, terutama organ fermentatif akan menjadi
lingkungan rumen (Haryanto dan Thalib 2009). faktor pembatas utama konsumsi ransum.
Suhu di peternakan sapi perah kunak daerah Standar deviasi yang tinggi pada perlakuan A disebabkan
Cibungbulang, Bogor berada di bawah 25oC. Faktor tersebut karena produksi susu yang beragam pada tiap ternak
juga memicu tingginya produksi gas metan pada sapi perah sapi perah yang digunakan. Faktor yang menyebabkan
yang diternakkan. Haryanto dan Thalib (2009), menyatakan beragamnya produksi susu tersebut ada 2 yaitu faktor
bahwa suhu lingkungan juga menyebabkan produksi internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
gas metan yang berbeda, dimana suhu rendah cenderung keturunan, kondisi ternak dan ambing, sertasiklus estrus
menyebabkan produksi gas metan yang lebih tinggi. (berahi). Faktor eksternal meliputi musim/iklim, makanan,
Produksi dan Kualitas Susu dan penyakit.
Tujuan utama dari pemeliharaan ternak sapi Keturunan sapi perah yang berasal dari induk dan
perah adalah untuk memperoleh produksi susu. Tingginya pejantan yang memiliki genetik rata-rata akan berbeda
produksi susu dengan penggunaan pakan yang efisien kemampuannya dalam memproduksi susu jika dibandingkan
akan menguntungkan peternak. Kualitas susu juga perlu dengan keturunan sapi perah yang berasal dari induk dan
diperhatikan oleh peternak untuk menunjang nilai jual pejantan yang memiliki genetik unggul. Kondisi ternak dan
dari susu sapi perah tersebut. Produksi dan kualitas susu ambing berpengaruh terhadap produksi susu. Bobot badan
sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi. Tabel sapi yang tinggi yaitu rata-rata 428,75 kg pada perlakuan A
5 menunjukkan rata-rata produksi dan kualitas susu sapi dapat berproduksi susu yang tinggi dan terdapat beberapa
perah FH yang diberi pakan rumput gajah, jerami padi dan ekor sapi yang digunakan pada perlakuan A memiliki
kombinasi keduanya. ambing besar. Ako (2013) menyatakan bahwa tubuh yang
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa produksi besar pada seekor sapi dapat menampung banyak makanan
susu dengan ransum pakan rumput gajah (A) dan kombinasi untuk diproses menjadi air susu, sedangkan ambing yang
(C) berbeda nyata dengan ransum pakan jerami padi (B), besar mempunyai banyak kelenjar untuk berproduksi
Tabel 4. Produksi gas metan (CH4)berdasarkan kecernaan bahan kering masing-masing ternak sapi perah
Sapi Perlakuan
A B C
1 6.192.108 6.633.964 6.112.298
2 5.667.826 6.526.494 6.209.314
3 6.101.592 6.598.249 6.371.779
4 6.096.609 6.648.894 6.112.708
Rata-rata CH4 (KJ/hari) 6014,53±235,3 a
6601,90±54,6 b
6201,52±122,3a
Keterangan :
A = Pakan Rumput Gajah 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%, B = Pakan Jerami Padi 43% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%,
C = Pakan Rumput Gajah 21,5% + Jerami Padi 21,5% + Konsentrat 6% + Ampas Tahu 51%. Superscript yang berbeda pada baris yang
sama, menunjukkan angka yang berbeda nyata pada taraf 5%.
susu, serta dapat menampung air susu dalam jumlah energi pakan yang hilang sebagai gas metan ditunjukkan
banyak. Terdapat sapi perah FH yang mengalami berahi dengan tingginya kecernaan serat kasar pakan (Tabel
pada perlakuan A, sehingga nafsu makannya berkurang 3) sehingga mengakibatkan berkurangnya energi untuk
menyebabkan produksi susu kurang maksimal. Ako (2013) produksi susu, maka produksi gas metan tinggi sementara
menyatakan bahwa beberapa sapi yang berahi menunjukkan produksi susunya menurun. Thalib dan Widiawati (2010)
gejala nervous (gelisah) dan mudah terkejut, tidak mau menyatakan bahwa kualitas sumber hijauan yang tersedia
makan atau makannya sedikit sehingga mengakibatkan sangat rendah yaitu tinggi kandungan serat menyebabkan
produksi susu turun. produktivitas sapi perah dalam negeri rendah, sebaliknya
Suhu/Iklim yang tinggi di peternakan KUNAK emisi gas metan enteriknya tinggi. Peningkatan produksi
yaitu 25oC menyebabkan produksi susu rendah. Batas susu akibat lebih banyak energi yang terkonsumsi juga akan
maksimum temperatur nyaman untuk sapi perah FH adalah menyebabkan emisi gas metan meningkat. Apabila efisiensi
21 oC (Soeharsono 2008). Beberapa ekor sapi pada perlakuan pakan hijauan yang dikonsumsi tinggi, maka persentase
A ditemukan kurang nafsu makan disebabkan karena energi kasar yang membentuk gas metan dan jumlah gas
sedang berahi sehingga konsumsi pakannya sedikit, meski metan per satuan produksi makin rendah dengan makin
demikian terdapat juga ternak sapi yang konsumsi pakannya tingginya produksi susu.
tinggi. Ako (2013) menyatakan bahwa ternak sapi yang Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan
kekurangan makanan menyebabkan menurunnya produksi yang diberikan berpengaruh nyata terhadap kadar bahan
susu dan persentase laktosa susu, tetapi meningkatkan kering susu, protein, dan lemak, tidak berpengaruh pada
kandungan lemak air susu. Sebaliknya, bila mendapat berat jenis dan bahan kering tanpa lemak. Kadar bahan
makanan secukupnya dapat meningkatkan produksi kering susu pada penelitian ini tergolong pada kisaran normal
susu dan umumnya persentase lemak susu menurun. yaitu berkisar dari 11% - 13% sesuai dengan ketetapan
Penyakit juga mempengaruhi produksi dan kualitas susu Milk Codex, yaitu kualitas susu yang dianggap normal
sapi perah FH. Ternak sapi perah yang terserang penyakit harus mengandung bahan kering susu tidak kurang dari
akan mempengaruhi sistem stabilitas tubuh seperti salah 10.8% (Sudono et al. 1999). Berdasarkan analisis ragam,
pencernaan sehingga akan berdapak pada produksi susu perlakuan pakan jerami padi (B) nyata lebih tinggi kadar
yang tidak maksimal. bahan keringnya dibanding dengan perlakuan kombinasi
Tinggi rendahnya produksi susu juga dipengaruhi (C), sementara antara perlakuan pakan rumput gajah (A)
oleh produksi gas metan di dalam rumen. Gambar 1 dengan perlakuan B dan C tidak jauh berbeda. Kadar bahan
menunjukkan keterkaitan antara produksi susu dengan kering susu yang tinggi dipengaruhi oleh kadar lemak susu
produksi gas metan dalam rumen. Grafik tersebut yang juga nyata lebih tinggi pada perlakuan pakan jerami
menunjukkan bahwa produksi susu akan menurun apabila padi dibanding kombinasi. Sukmawati (2011) menyatakan
produksi gas metan meningkat, sebaliknya produksi susu bahwa kadar bahan kering susu dalam penelitiannya
akan meningkat apabila produksi gas metan menurun. meningkat seiring dengan meningkatnya kadar lemak.
Kualitas pakan dalam hal ini tingginya kandungan serat BK susu ditentukan berdasarkan rumus Fleisman yaitu
kasar pada pakan jerami padi (B) menyebabkan tingginya berdasarkan kadar lemak dan BJ susu. Oleh karenanya,
kadar BK susu sangat dipengaruhi oleh kadar lemak dan BJ
susu.
20,00 1,710
16,00
Hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa kadar
1,680
lemak susu sapi perah dengan ransum pakan rumput gajah
12,00 dan jerami padi nyata lebih tinggi dibanding kombinasi,
1,650 disebabkan oleh tingginya kecernaan serat kasar perlakuan
8,00 A dan B dibanding perlakuan C. Tingginya kandungan dan
1,620 kecernaan serat kasar bahan pakan menyebabkan produksi
4,00 asam asetat dalam rumen meningkat, sehingga kadar lemak
susu yang dihasilkan dari perubahan asam asetat menjadi
asam lemak juga meningkat. Maheswari (2004) menyatakan
0,00 1,590
A B C
A B
Prod Susu (L)
C
CH4 (kj/d) bahwa lemak susu tergantung dari kandungan serat kasar
dalam pakan. Kadar lemak susu dipengaruhi oleh pakan
karena sebagian besar komponen susu disintesis dalam
Gambar 1. a) Grafik produksi susu ; b) Grafik produksi emisi gas metan (CH4) ambing dari substrat yang sederhana yang berasal dari pakan
dan diperkuat dengan pendapat Folley (1973) bahwa adanya mikroba dalam rumen. Produksi gas metan yang tinggi
serat kasar yang tinggi dalam pakan menghasilkan asam pada enterik ternak sapi perah perlakuan pakan jerami
asetat dalam jumlah tinggi dalam rumen. Apabila produksi padi dipengaruhi oleh tingginya kecernaan serat kasar
asam asetat dalam rumen berkurang, mengakibatkan pakan jerami padi sehingga menghasilkan produksi asam
kadar lemak susu yang rendah (Laryska & Nurhajati asetat dan CH4 (metan) tinggi, diikuti dengan energi yang
2013). Tanuwiria et al. (2008) menyatakan bahwa hijauan hilang sebagai gas metan sehingga energi untuk produksi
yang dimakan oleh ternak, kemudian mengalami proses susu rendah menyebabkan produksi susu yang dihasilkan
fermentatif didalam rumen oleh mikroba rumen. Hasil perlakuan pakan jerami padi juga rendah. Walaupun secara
proses fermentatif berupa VFA, terdiri dari : propionat, keseluruhan, kualitas susu yang dihasilkan sapi dengan
asetat, dan butirat. Asetat masuk kedalam darah dan diubah penggunaan pakan jerami padi lebih tinggi nilai nutrisinya
menjadi asam lemak, kemudian akan masuk ke dalam sel-sel dibanding sapi dengan penggunaan pakan rumput gajah
sekresi ambing dan menjadi lemak susu (Mutamimah et al. maupun kombinasi.
2013). Secara umum, kadar lemak susu berada pada kisaran
normal, sesuai dengan ketetapan Milk Codex yaitu normal Saran
jika mengandung lemak susu tidak kurang dari 2,8%. Untuk membantu peternak sapi perah khususnya
Kadar BKTL susu pada penelitian masuk dalam di daerah KUNAK yang banyak memanfaatkan jerami
kisaran normal yaitu berkisar 8,5 % sesuai ketetapan Milk padi sebagai pakan ternak, sebaiknya ransum pakan ternak
Codex adalah 8% (Sudono et al. 1999). Berdasarkan analisis dikombinasikan dengan pakan rumput gajah agar produksi
ragam, kadar BKTL susu penelitian ini tidak berbeda antar susu yang dihasilkan tidak menurun drastis sehingga tidak
perlakuan, namun ditemukan paling tinggi pada perlakuan merugikan peternak dan juga bisa menjaga lingkungan
pakan jerami padi. Tingginya kadar BKTL susu pada dengan meminimalisir gas metan yang ditimbulkan dari
perlakuan pakan jerami padi dipengaruhi oleh tingginya enterik sapi perah.
kadar protein susu tersebut. Eckles et al.(1980) menyatakan
bahwa bahan kering tanpa lemak sangat tergantung pada UCAPAN TERIMA KASIH
kandungan protein, laktosa dan mineral.
Kadar protein susu perlakuan B (jerami padi) Ucapan terima kasih kepada penyelenggara
nyata lebih tinggi dibanding perlakuan A (rumput gajah) beasiswa pendidikan “DIKTI” yang telah memberi bantuan
dan kombinasi (C). Bobot badan dan kualitas pakan dana penelitian.
mempengaruhi tingginya kadar protein susu.Sapi perah
perlakuan A mempunyai rata-rata bobot badan yaitu 428,75 DAFTAR PUSTAKA
kg dan perlakuan C rata-rata bobot badan 398,25 kg lebih
berat dibanding bobot badan sapi perah perlakuan B yaitu Astuti A, Ali A, Subur P, Sasmito B. 2009. The effect of
rata-rata 393 kg, sehingga memungkinkan protein yang high quality feed supplement addition on the nutrient
diperoleh dari pakan pada perlakuan A dan C banyak yang consumption and digestibility of early lactating dairy
ke bobot badan, bukan ke produksi susu.Indriani et al. cow. Buletin Peternakan. ISSN 0126-4400 33(2): 81-
(2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa produksi 87, Juni 2009.
protein yang rendah disebabkan karena protein lebih banyak Ako A. 2013. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis (Edisi
dimanfaatkan untuk zat pembangun dan pengganti sel yang Revisi). Bogor (ID) : Percetakan IPB.
rusak, sehingga protein yang disintesis dalam kelenjar Chaturvedi OH, Walli TK. 2001. Effect of feeding graded
ambing lebih sedikit. Menurut Foley et al. (1973) kadar levels of undegraded dietary protein on voluntary
protein susu sapi berkisar 2,7%-4,8% dengan komponen intake, milk production and economic return in early
utamanya kasein. Protein susu berasal dari dua sumber yaitu lactating crossbred cowas. Asian-Aust.J.Anim.Sci. (14)
protein hasil sintesis de novo kelenjar ambing dan protein 8 : 1118-1124.
yang langsung ditransfer dari darah. Sekitar 90%-95% Damron WS. 2003. Introduction To Animal Science:
protein susu disintesis di ambing dari asam amino esensial Global, Biological, Social, And Industry Prospective.
dan non esensial asal dari asam amino dalam darah. Sisanya Second Edraya, Pearson Education, Inc, Upper Saddle
5%-10% protein susu lainnya langsung ditransfer dari darah River, new Jersey. Pp. 71-94 239-248.
tanpa mengalami perubahan. D’Mello JPF. 2000. Farm Animal Metabolism and
Berat jenis susu pada penelitian ini masih berada Nutrition. CAB International Publishing, Wallingford.
pada kisaran nornal yakni berkisar antara 1,0288 – 1,029. Eckles CH, Comb WB, MacyH. 1980. Milk and Milk
Berdasarkan analisis ragam, perlakuan yang diberikan Product. Bombay-New Delhi (IN) : Tata Mc Graw-Hill
tidak memberikan pengaruh nyata pada taraf 5% terhadap Publishing Company Ltd.
berat jenis susu. Eckles et al. (1980) menyatakan bahwa Foley RC, Bath DL, Dickinson FN, and Tucker HA.
perubahan berat jenis susu dipengaruhi oleh berat jenis 1973. Dairy Cattle Principles, Practices, Problem and
masing-masing komponen susunya, yaitu protein (1,346), Profits. Philadelphia : Lea and Febiger.
laktosa (1,666), lemak (0,93), dan garam (4,12). Dari Fonty G, Morvan B. 1995. Ruminal methanogenesis and
nilai tersebut menunjukkan bahwa berat jenis susu lebih its alternatives IV th International Symposium on the
banyak dipengaruhi oleh kadar laktosa, protein dan garam, Nutrition of Herbivores. France (FR) : Clermont -
sedangkan pengaruh lemak relatif kecil karena berat Ferrand. 16 - 17. Sept.
jenisnya paling rendah (Sukmawati 2011). Haryanto B, Thalib A. 2009. Emisi metana dari
fermentasienterik: kontribusinya secara nasional dan
KESIMPULAN faktor-faktor yang mempengaruhinya pada ternak.
WartazoaTh 2009. 19 (4) : 157-165.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Indriani AP, Muktiani A, Pangestu E. 2013. Konsumsi
rata-rata konsumsi pakan yang tinggi pada perlakuan pakan dan produksi protein susu sapi perah laktasi yang diberi
jerami padi dipengaruhi oleh kebutuhan akan suplai energi suplemen temulawak (curcuma xanthorrhiza) dan seng
yang tinggi. Kecernaan pakan yang tinggi pada perlakuan proteinat. Animal Agriculture Journal. 2(1) : 128 –
pakan jerami padi dipengaruhi oleh jumlah dan aktivitas 135. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj.
Johnson KA, Johnson DE.1995. Methane emissions from bogor. JI Petern. 1(3): 1057-1063, September 2013.
cattle. J Anim Sci. 73: 2483-2492 Schneider, B.H., and W.P. Flatt. 1975. The Evaluation of
Laryska N, Nurhajati T. 2013. Improvement of dairy milk Feed Through Digestibility Experiments. Athens (US)
fat content with feeding of commercial concentrate : Univesity of Georgia Press.P: 143-257
feed compared to a tofu waste. Agroveteriner. 1 (2), Sudono A, Abdulgani IK, Najib H, Rarah R. 1999.
Juni 2013. Penuntun Praktikum Ilmu Produksi Ternak Perah.
Maheswari RRA. 2004. Penanganan dan Pengolahan Bogor (ID) : Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas
Hasil Ternak Perah. Bogor (ID) : IPB. Peternakan IPB.
Martin C, Doreau M, Morgavi DP. 2008. Methane Sugeng. 1998. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya.
Mitigation in Ruminants: From Rumen Microbes To Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
The Animal. Inra, Ur 1213. Herbivores Research Unit, Soeharsono. 2008. Laktasi. Produksi dan Peranan Air Susu
Research Centre of Clermont-Ferrand-Theix, F-63122. Bagi Kehidupan Manusia. Bandung (ID) : Penerbit
France (FR) : St Genès Champanelle. Widya Padjadjaran.
Mawar, A. 2011. Kecukupan Nutrien Makro pada Sapi Suprapto H, Suhartati FM, Widiyastuti T. 2013.
Pejantan di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Digestibility of Crude Fiber and crude Fat Complete
Barat. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Feed Jute Waste With Different Protein Sources on
Mc Donald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD and post Weaning Etawa Cross Breed Goat. Jurnal Ilmiah
Morgan CA. 1995. Animal nutrition. London (LD) Peternakan. Vol.1(3):938-946, September 2013.
: ELBS Longman. Sukmawati, NMS. 2011. Produktivitas dan emisi
Mc Donald P, Edward RA, Greenhalgh JFD. 1988. metan pada kambing perah peranakan etawah yang
Animal Nutrition. Scientific and Technical. John disuplementasi kaliandra dan complete rumen modifier
Wileys Sons. Inc. New York. (CRM) [Tesis]. Bogor (ID) : Institute Pertanian Bogor.
Moss AR, Jean-Pierre Jouany, Newbold J. 2000. Methane Tanuwiria UH, Yulianti A, Tawaf R. 2008. Pengaruh
production by ruminants: its contribution to global imbangan jerami padi fermentasi dan konsentrat dalam
warming. Annual Zootechnology. 49: 231-253. ransum terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro
Mutamimah L, Utami S, Sudewo ATA. 2013. Kajian kadar serta performans pada sapi perah laktasi. Prosiding
lemak dan bahan kering tanpa lemak susu kambing Seminar Nasional Fakultas Peternakan Unpad,
sapera di cilacap dan bogor. Jurnal Ilmiah Peternakan. Bandung. ISBN : 978-602-9508-0-8 :175-181. http://
1(3): 874-880, September 2013. pustaka.unpad.ac.id/archives/124784/.
Nugroho T. 2012. Kecernaan Nutrien pada Domba Thalib A, Widiawati Y. 2010. Peningkatan produksi dan
Lokal Jantan dengan Ransum Tongkol Jagung dan kualitas susu dengan emisi gas metan yang rendah
Kombinasi Berbagai Sumber Protein [Laporan]. Bogor melalui pemberian rmk sebagai imbuhan pada ransum
(ID) : Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. sapi perah. Prosiding Semiloka Nasional Prospek
Fakultas Peternakan IPB ( Tidak dipublikasikan). Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas –
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak 2020. http://digilib.litbang.deptan.go.id/.
Ruminansia. Jakarta (ID) : Indonesia University Pr. Thalib A. 2008. Buah lerak mengurangi emisi gas metana
Prayitno CH, Fitria R, Samsi M. 2014. Suplementasi heit- pada hewan ruminansia. Warta PPP. 30 (2).
chrose pada pakan sapi perah pre-partum ditinjau dari Tillman AD, Reksohadiprodjo S, Hartadi H,
profil darah dan recovery bobot tubuh post-partum. Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1998. Ilmu
Agripet Oktober 2014. 14 (2) : 89-95. Makanan Ternak Dasar Cetakan ke-6. Yogyakarta (ID)
Sagitarini D, Utami S, Triana YA. 2013. Kadar protein : UGM Pr.
dan nilai viskositas susu kambing sapera di cilacap dan Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminant.
2nd ed. Comstock Publishing Associates A Division.