0% found this document useful (0 votes)
73 views12 pages

Evaluasi Sistem Drainase Menggunakan Storm Water Management Model (SWMM) Dalam Mencegah Genangan Air Di Kota Tarakan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1/ 12

Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil ISSN 2581-1134

Vol. 3 No. 2 Desember 2019

Evaluasi Sistem Drainase Menggunakan Storm Water Management Model


(SWMM) dalam Mencegah Genangan Air di Kota Tarakan

Rahmat Faizal1, Noerman Adi Prsetya2, Zikri Alstony3, Aditya Rahman4


1,2,3,4
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Borneo Tarakan
E-mail: [email protected]

Received 19 September 2019; Reviewed 09 Oktober 2019; Accepted 21 November 2019


Journal Homepage: http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borneoengineering

Abstract

Tarakan City experiences problems with standing water during the rainy season, especially in the
west Tarakan sub-district which is the center of Tarakan. This puddle not only submerged
settlements and offices but also shops and access roads that caused considerable economic losses.
An evaluation was carried out by using the Storm Water Management Model (SWMM). SWMM is a
rainfall-runoff simulation model used for simulating the quantity and quality of surface runoff from
urban areas. Based on the evaluation using SWMM software, the drainage system in Tarakan,
especially in Jalan Mulwarman has several inundated channels, namely channels 2, 3, 4, 5, 6, 7,
11, 12, 13, 14. This is influenced by the dimensions of the drainage channel that cannot
accommodate existing water runoff and sediment thickness that covers the drainage channels so
that the capacity is reduced, if it rains it will cause puddles at several points in Tarakan City. In
order to deal with these puddles, it is necessary to change the dimensions of the channel and
routinely dredge sediments that cover the drainage channels.

Keywords: SWMM, Drainage, Evaluation, Sediment.

Abstrak

Kota Tarakan mengalami permasalahan mengenai genangan air pada saat musim hujan,
khususnya di daerah kecamatan tarakan barat yang merupakan pusat kota tarakan. Genangan ini
bukan hanya merendam pemukiman dan perkantoran tetapi juga pertokoan dan akses jalan yang
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Dengan adanya permasalahan ini dilakukan
evaluasi dengan menggunakan Storm Water Management Model (SWMM). SWMM merupakan
model simulasi hujan-aliran (rainfall-runoff) yang digunakan untuk mensimulasikan kuantitas
maupun kualitas limpasan permukaan dari daerah perkotaan. Berdasarkan evaluasi menggunakan
software SWMM diperoleh sistem drainase di Torakan terutama di Jalan Mulwarman terdapat
beberapa saluran yang tergenang yaitu pada saluran 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 12, 13, 14. Hal ini
dipengaruhi oleh dimensi saluran drainsae tidak dapat menampung limpasan air yang ada serta
tebalnya endapan sedimen yang menutupi saluran drainase sehingga daya tampung berkurang,
akibatnya jika terjadi hujan maka akan menimbulkan genangan air di beberapa titik di Kota
Tarakan. Sehingga untuk mengatasi genangan air tersebut perlu dilakukan perubahan
dimensi saluran dan rutin melakukan pengerukan endapan sedimen yang menutupi
saluran drainase.

Kata kunci: SWMM, Drainase, Evaluasi, Sedimen

143
Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

1. Pendahuluan

Kota tarakan berada pada sebuah pulau kecil dengan luas wilayah 250,80 km², yang secara
administratif berada dalam wilayah provinsi kalimantan utara yang merupakan provinsi termuda di
indonesia. Secara geografis kota tarakan merupakan daerah yang cukup strategis karena merupakan
gerbang masuk ke wilayah kalimantan utara sekaligus sebagai pusat perdagangan, industri dan jasa.
Letaknya yang strategis inilah yang membuat Kota Tarakan merupakan kota/kabupaten dengan
pertumbuhan ekonomi dan tingkat kepadatan penduduk tertinggi diantara lima kabupatan lainnya.

Hampir setiap tahun kota tarakan mengalami permasalahan mengenai genangan air pada saat
musim hujan, khususnya di daerah kecamatan tarakan barat yang merupakan pusat kota tarakan.
Genangan ini bukan hanya merendam pemukiman dan perkantoran tetapi juga pertokoan dan akses
jalan yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.

Tarakan barat memiliki kondisi topografi yang landai dengan kondisi lahan yang kritis akibat dari
perubahan tata guna lahan yang berubah menjadi daerah pemukiman dan pertokoan yang padat.
Bertambahnya kawasan hunian berikut fasilitasnya menyebabkan pemanfaatan lahan yang semula
terbuka dan bersifat lolos air yang berfungsi sebagai daerah resapan, berubah menjadi kawasan
tertutup perkerasan dan bersifat kedap air, sehingga mengurangi fungsinya sebagai daerah resapan.
Pada saat musim hujan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi lingkungan. Dalam kondisi
normal seharusnya air hujan sebagian besar masuk ke dalam tanah, sebagian lainnya dialirkan, dan
ada yang menguap. Permasalahan muncul ketika air tersebut tidak masuk ke dalam tanah (infiltrasi)
dan tidak ada sistem pembuangan yang baik, sehingga akan menjadi limpasan di permukaan tanah,
hal itu menyebabkan genangan yang dalam kapasitas lebih besar. Maka, untuk mengatasi hal
tersebut perlu adanya suatu sistem untuk mengatur pembuangan kelebihan air yang tidak meresap
ke dalam tanah, yang kita kenal dengan sebutan Sistem Drainase.

Sistem penanggulangan banjir yang cepat dan tepat hendaknya segera dirancang untuk
mengantisipasi banjir yang sering mengancam. Sebuah model yang telah dikembangkan dan
digunakan di Amerika mungkin dapat menjadi salah satu solusi pemecahan masalah yang terjadi.
Storm Water Management Model (SWMM) merupakan model yang mampu untuk menganalisa
permasalahan kuantitas dan kualitas air yang berkaitan dengan limpasan daerah perkotaan. Storm
Water Management dikembangkan oleh EPA (Environmental Protection Agency – US). SWMM
tergolong model hujan aliran dinamis yang digunakan untuk simulasi dengan rentang waktu yang
menerus atau kejadian banjir sesaat. Model ini paling banyak dikembangkan untuk simulasi proses
hidrologi dan hidrolika di wilayah perkotaan. SWMM telah diaplikasikan secara luas untuk
pemodelan kuantitas dan kualitas air di wilayah perkotaan Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan
Australia. Model ini telah digunakan untuk analisa hidrolika yang komplek dalam masalah saluran
pembuangan, manajemen jaringan drainase Dengan menggunakan SWMM, kondisi yang terjadi di
lapangan dapat dimodelkan dengan memasukkan parameter-parameter yang tercatat pada kondisi
sesungguhnya (Rossman, Lewis A, 2010). Hal ini menjadikan program SWMM dapat secara akurat
memberikan hasil simulasi relatif sama dengan keadaan di lapangan. Dengan berbagai keunggulan
dan belum banyak dikembangkan di Indonesia maka penulis memilih program SWMM untuk
digunakan dalam evaluasi Sistem Drainase dalam Mencegah Genangan Air di Kota Tarakan.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jalan Mulawarman, Kecamatan tarakan barat, Kota Tarakan Kalimantan
Utara. Pemilihan lokasi ini dilakukan karena setiap terjadi hujan dilokasi tersebut selalu terjadi
genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi mengingat jalan tersebut adalah jalan strategis
di kota tarakan.

Faizal, et.al 144


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

Sumber: Google Map (22 April 2019)

Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian

3.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data sekunder dan primer,
pengumpulan sekunder berupa data curah hujan harian, data elevasi dan pola aliran, data tata guna
lahan yang diperoleh dari dari beberapa instansi maupun dari internet. Adapun data primer berupa
dimensi dan panjang saluran drainase yang diperoleh dari lokasi penelitian.

3.2. Analisis data


3.2.1. Periode Ulang dan Analisis Frekuensi
Hujan rancangan dihitung dengan periode ulang tertentu yang diperoleh dari analisis frekuensi.
Periode ulang merupakan waktu dimana hujan dengan besaran waktu tertentu akan disamai atau
dilampui sekali dalam jangka waktu tertentu (Bambang Triatmojo, 2009). Tujuan analisis frekuensi
mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian melalui penerapan
distribusi (Suripin, 2004).

Ada 4 metode yang digunakan dalam analisis frekuensi yaitu Distribusi Normal, Distribusi Log
Normal, Distribusi Gumbel, dan Distribusi Log Pearson III (Bambang Triatmojo, 2004). Parameter
statistik dasar yang digunakan adalah nilai rata-rata (X) , standar deviasi (sd), Koefisien Skewness
(Cs), Koefisien Variasi (Cv) dan Koefisien Kurtosis (Ck). Menurut Rohmat (2009), metode Green
Ampt merupakan fungsi dari parameter hidraulik tanah, yaitu permeabilitas, suction head, dan
kelembaban tanah. Parameter-parameter tersebut mempunyai hubungan erat dengan karakteristik
fisik tanah.

3.2.2. Uji Keselarasan Distribusi

Untuk menguji apakah jenis distribusi yang dipilih sesuai dengan data yang ada yaitu dengan uji
Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov (Bambang Triatmojo, 2009) sebagai berikut:
a. Uji Chi-Kuadrat
Metode uji kesesuaian chi kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Uji Chi–Kuadrat mengunakan parameter 𝑋2 dapat dihitung dengan rumus:

Faizal, et.al 145


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

( )
∑ 1

Keterangan:
𝑋 2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung
N = Jumlah Sub Kelompok dalam satu grup
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelas

b. Uji Smirnov-Kolmogorov
Dikenal dengan uji kecocokan non parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan
fungsi distribusi tertentu, namun dengan memperhatikan kurva dan penggambaran data
pada kertas probabilitas. Dari gambar dapat diketahui jarak penyimpangan setiap titik data
terhadap kurva. Jarak penyimpangan terbesar merupakan nilai ∆𝑚𝑎𝑘𝑠 dengan
kemungkinan didapat nilai lebih kecil dari nilai ∆𝑘𝑟𝑖𝑡𝑖𝑘, maka jenis distribusi yang dipilih
dapat digunakan.
3.2.3. Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air per-satuan waktu. Sifat umum intensitas hujan
adalah makin singkat hujan berlangsung maka intensitasnya makin tinggi dan makin besar periode
ulangnya makin tinggi intensitasnya (M. Rizal Z dkk, 2016). Untuk memperoleh grafik IDF dari
data curah hujan harian dilakukan dengan metode Mononobe. Persamaan ini digunakan apabila
data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian.

( ) 2

Keterangan Rumus :
I = intensitas hujan (mm/jam),
R24 = tinggi hujan maksimum harian (mm),
t = durasi hujan (jam)

3.2.4. Model SWMM

a. Pembagian subcatchment
Langkah awal dalam penggunaan SWMM adalah pembagian subcatchment pada area
penelitian. Pembagian tersebut sesuai dengan daerah tangkapan air (DTA) yang ditentukan
berdasarkan pada elevasi lahan dan pergerakan limpasan ketika terjadi hujan.

b. Pembuatan Model Jaringan


Pembuatan model jaringan dilakukan berdasarkan sistem jaringan drainase yang ada di
lapangan. Model jaringan ini terdiri dari subcatchment, node junction, conduit, outfall node,
dan raingauge. Setelah model jaringan selanjutnya dimasukkan semua nilai parameter yang
dibutuhkan untuk semua properti tersebut.

c. Simulasi Respon Aliran pada Time Series


Simulasi respon aliran pada time series dilakukan untuk melihat respon debit aliran terhadap
waktu berdasarkan sebaran curah hujan. Nilai yang dimasukkan adalah nilai sebaran curah

Faizal, et.al 146


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

hujan terhadap waktu dengan total nilai sesuai dengan curah hujan rancangan hasil dari
analisis hidrologi.
d. Simulasi model
Simulasi ini dilakukan setelah model jaringan drainase dan semua parameter berhasil
dimasukkan. Simulasi dapat dikatakan berhasil jika continuity error < 10 %. Dalam simulasi
SWMM besarnya debit banjir dihitung dengan cara memodelkan suatu sistem drainase.
Aliran permukaan (Q) terjadi jika air yang ada di dalam tanah mencapai maksimum dan
tanah menjadi jenuh. Menurut Rossman (2009), nilai Q dapat dihitung dengan persamaan
(4). Selanjutnya limpasan yang terjadi (Q) akan mengalir melalui conduit atau saluran yang
ada.

Q = W 1/n (d – dp)2/3 S ½ 2

Keterangan :
Q = debit aliran yang terjadi (m3 /det)
W = lebar subcatchment (m)
n = koefisien kekasaran Manning
d = kedalaman air (m)
dp = kedalaman air tanah (m)
S = kemiringan subcatchment

e. Output SWMM
Output dari simulasi ini antara lain runoff quantity continuity, flow routing continutiy,
highest flow instability indexes, routing time step, subcatchment runoff, node depth, node
inflow, node surcharge, node flooding, outfall loading, link flow, dan conduit surcharge yang
disajikan dalam laporan statistik simulasi rancangan.
f. Visualiasi hasil
Visualisasi hasil yang ditampilkan berupa jaringan saluran drainase hasil output dari
simulasi, profil aliran dari beberapa saluran utama dan yang diketahui tergenang, dan grafik
aliran yang terjadi pada saluran.melalui conduit atau saluran yang ada.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1. Analisis Hidrologi
Pada penelitian ini menggunakan data curah hujan jangka pendek harian 10 tahun terakhir yang
diperoleh dari stasiun BMKG Kota Tarakan pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2018, data
curah hujan ini yang dijadikan dasar dalam melakukan Perhitungan intensitas curah hujan. Data
curah hujan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 3.1 Data Curah Hujan Harian tahun 2009-2018
Tahun Curah Hujan (mm) Tahun Curah Hujan (mm)
2009 100,3 2014 117,4
2010 137,9 2015 103,6
2011 114,6 2016 137,0
2012 137,5 2017 133,6
2013 117,4 2018 331,3

3.1.1 Analisis Frekuensi Curah Hujan


Dalam analisi frekuensi diperlukan data-data statistik dasar sebagai syarat dalam menentukan jenis
distribusi yang akan digunakan. Berdasarkan data curah hujan yang ada diperoleh statistk dasar
yang dapat dihat pada tabel 4.2

Faizal, et.al 147


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

3.2. Tabel parameter statisitik data curah hujan


Parameter Statistik Hasil
Nilai Rerata (x) 143,06
Standar deviasi (Sd) 67,60
Koefisien skewnes (Cs) 2,910
Koefisien kurtosis (Ck) 8,858
Koefisien variasi (Cv) 0,473
Nilai Tengah 125,5

Setelah diperoleh data-data perhitungan statisti dasar berupa nilai rata-rata (𝑥), Standar deviasi
(SD), koefisien variasi (Cv), koefisien skewness (Cs), koefisien kurtosis (Ck) langkah seanjutnya
adalah dengan menentukan distribusi yang akan digunakan. Distribusi yang sering digunakan
dalam melakukan analsis frekuensi hujan adalah distribusi Normal, distribusi Log-normal,
distribusi gumbel, dan distribusi log pearson III. Penentuan jenis distribusi dilakukan dengan
mencocokkan parameter statistik dasar dengan menghitung parameter-parameter pada tabel 4.2
kemudian dibandingkan dengan syarat masing-masing jenis distribusi yang hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.3.
3.3. Hasil Perhitungan Parameter Statistik Dasar untuk Penentuan Pola
Distribusi Hujan
No Distribusi Data Persyaratan Hasil Ket
Hitungan
1 Normal Cv = 0,473 Cs 0 2,910 Kurang
Ck 3 8,858 Kurang
2 Log Normal Cs = Cv3 + 3Cv 1,523 Kurang
Ck = Cv8+ 6 7,390 Kurang
Cv6+15Cv4+16Cv2+3
3 Gumbel Cs = 1,14 2,910 Kurang
Ck = 5,4 8,858 Kurang
4 Log Pearson Cs 0 2,910 Mendekati
III Cv 0,473 Mendekati

Pada tabel 4.3 diperoleh bahwa parameter statistik dari perbandingan untuk distribusi Normal, Log
Normal dan distribusi Gumbel tidak ada yang mendekati persyaratan. Sedangkan, Namun untuk
distribusi Log Pearson III dengan persyarataan Cs ≠ 0 dimana nilai Cs sebesar 2,910. Setelah
dibandingkan nilai Cs tidak menekati dengan 0, hal ini sesuai dengan persyaratan. Sedangkan
untuk persyaratan kedua yaitu Cv ≈ 0 didapatkan bahwa nilai Cv sebesar 0,473 dan nilai tersebut
mendekati 0,3. Maka dari kedua persyaratan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pola distribusi
hujan yang digunakan adalah distribusi Log Person III.
Pengujian distribusi hujan dengan menggunakan distribusi Log-Person III diperoleh koefisien
skewness (Cs) 2,456 sehingga nilai K dapat diperoleh dengan mengggunakan tabel persamaan Log
Pearson III Per 5 Tahun dengan nilai 0,518. Sehingga dapat diperoleh hujan rancagan distribusi
log-pearson III yang dapat dilihat pada Tabel 4.4
Berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum (2014) mengenai Tata Cara Perencanaan Sistem
Drainase Perkotaan. Dalam menentukan periode kala ulang curah hujan berdasarkan tipologi kota
,dimana kota Tarakan merupakan kota sedang dengan tangkapan air lebih lebih dari 500 Ha,
dengan demikian periode kala ulang yang digunakan dalam merencakan drainase adalah kala ulang
5-10 tahun.

Faizal, et.al 148


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

Tabel 3.4 Perhitungan hujan rancagan distribusi log-pearson III


T (tahun) K LOG XT (mm) XT (mm)
2 -0,36 2,075 118,759
5 0,518 2,204 159,852
10 1,25 2,311 204,791
25 2,262 2,460 288,442
50 3,048 2,576 376,347

3.1.2 Analisis Intensitas Hujan


Untuk analisis intensitas hujan diperlukan distribusi intensitas hujan selama 360 menit. Dengan
durasi mulai dari 5 menit sampai 360 menit dan dengan periode ulang 1 tahun sampai 20 tahun.
Tabel distribusi intensitas hujan dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5. Distribusi intensitas Hujan


T Periode Ulang (Tahun)
(Jam) 2 5 10 25 50
0,08 221,75 298,48 382,40 538,60 702,74
0,17 134,16 180,58 231,35 325,85 425,16
0,25 103,74 139,65 178,90 251,98 328,77
0,5 65,36 87,97 112,70 158,74 207,112
0,75 49,88 67,13 86,01 121,14 158,06
1 41,17 55,42 70,99 99,99 130,47
2 25,94 34,91 44,73 62,99 82,19
3 19,79 26,64 34,13 48,07 62,73
4 16,34 21,99 28,18 39,68 51,78
5 14,08 18,95 24,28 34,20 44,62
6 12,46 16,78 21,50 30,28 39,51

Pada tabel 4.5 terlihat semakin singkat hujan yang berlansung maka semakin tinggi pula intensitas
hujan yang terjadi, begitupun sebalikanya semakin lama hujan berlansung maka semakin rendah
pula intensitas hujan yang yang terjadi, data hujan ini akan dijadikan sebagai inputan pada software
Storm Water Management Model (SWMM) yang digunakan dalam mengevaluasi sistem drainase
yang ada.

3.2. Analisis Drainase Dengan EPA SWMM 5.1


Dalam melakukan analisis drainase dilakukan menggunakan software EPA SWMM 5.1 dengan
membagi subcatcment area menjadi 15 subcatcment, 16 Junction, 5 outfall, dan 16 conduit.

Faizal, et.al 149


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

Gambar 1. Sistem jaringan drainase jalan Mulawarman

3.2.1. Kondisi Topografi


Kondisi topografi disetiap juction di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Data dan elevasi disetiap node dan outfall
Node Elevasi Max Dept Node Elevasi Max dept
(m) (m) (m) (m)
J1 9,14 1,19 J9 4,57 1,19
J2 8,23 1,80 J10 4,51 1,13
J3 8.17 1,80 J11 5,49 2,1
J4 7,62 1,01 J12 5,36 2,1
J5 5,27 1,19 J13 5,30 2,1
J6 5,18 1,19 J14 5,79 1,19
J7 5,29 1,19 J15 5,24 1,19
J8 4,88 1,19 J16 4,97 1,19
O1 7,62 - O4 4,28 -
O2 4,94 - O5 5,09 -
O3 4,88 -

Gambar 2. Long section J1-J2-O1 kala ulang 5 tahun

Faizal, et.al 150


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

Gambar 2. Menunjukkan sistem drainase yang berada disamping masjid darul faizim menunjukkan
adanya limpasan yang terjadi pada saluran yang memotong jalan terjadi dikarenakan kapasitas
saluran yang berbentuk circular tidak dapat menampung debit air akibat hujan, hal ini juga
diperparah dengan ketebalan sedimen yang menutupi disepanjang saluran. Sehingga perlu
dilakukan perubahan dimensi saluran terutama pada saluran circular yang memotong jalan.

Gambar 3. Long section J1-J2-O1 kala ulang 5 tahun setelah perubahan dimensi

Pada gambar 3 terlihat bahwa setelah dilakukan perubahan dimensi saluran dapat menampung
limpasan air yang ada. Perubahan dimensi dapat dilakukan dengan melakukan penambahan
kedalaman saluran, pada conduit 1 kedalaman awalnya 1,19 m dirubah menjadi 1,5 m, untuk
conduit 2 berupa saluran circular memiliki dimensi yang terlalu kecil dengan diameter dalam
menerima air limpasan sehingga perlu dilakukan penambahan dimensi saluran circular, pada
conduit 3 perlu dilakukan penambahan kedalaman dari yang sebelumnya 2 m menjadi 2,5 m.
Penambahan dimensi dilakukan hanya pada kedalaman dikarenakan samping kiri kanan saluran
berupa bangunan permanen sehingga tidak memungkinkan dilakukan pelebaran saluran.

Gambar 4. Long section J4-J5- J6-J7-O1 kala ulang 5 tahun

Pada gambar 4 adalah sistem drinase yang berada di jalan nusa indah hingga drainase di samping
toko roti flo, terlihat adanya limpasan air yang tidak dapat tertampung oleh drainase hal ini
diakibatkan oleh adanya belokan drainsae dan dimensi yang tidak cukup dalam mengalirkan
limpasan air, selain itu juga dipengaruhi kondisi topografi yang landai. Oleh karena itu genangan
air terparah sering terjadi di lokasi ini tiap turun hujan.

Faizal, et.al 151


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

Gambar 5. Long section J4-J5- J6-J7-O1 kala ulang 5 tahun setelah perubahan dimensi

Pada gambar 4 adalah profil Long section J4-J5- J6-J7-O1 kala ulang 5 tahun setelah perubahan
dimensi, perubahan dimensi juga hanya dilakukan pada kedalaman hal ini dikarenkan saluran
berada pada wilayah yang padat. Pada conduit 4 atau saluran yang menghubungkan junction 4
junction 5 perlu dilakukan penambahan kedalaman menjadi 2 meter yang sebelumnya hanya 1
meter, begitupun dengan lebar saluran dari hanya 0,75 m menjadi 1 m. Untuk connduit 5 yang
menghubungkan junction 5 dan junction 6 dilakukan oenambahan kedalaman dari 1 m menjadi 2 m
sehingga saluran dapat menampung limpasan yang ada. Pada conduit 6 dilakukan merupakan
saluran jenis circular dengan kedalaman 2,5 yang sebelumnya hanya 1 m. Pada conduit 7 dilakukan
panambahan kedalaman dari 1 m menjadi 2,5 meter, dengan penambahan kedalaman section J4-
J5- J6-J7-O1 maka saluran dapat mengalirkan limpasan air yang ada.

Gambar 6. Long section J8-J9- J10-O3 kala ulang 5 tahun

Pada gambar 6 terlihat pada conduit 11 dan conduit 12 tidak dapat menampung limpasan air dari
saluran yang berasal dari perumnas hal ini disebabkan dimensi saluran yang kecil dan juga
diperparah tebalnya sedimen yang menutupi conduit 11 dan conduit 12. Oleh karena itu perlu
dilakukan perubahan dimensi dan pengerukan sedimen pada kedua saluran tersebut limpasan air
dapat mengalir dengan lancar seperti yang ditunjukkan pada gambar 7. Perubahan dimensi
dilakukan pada conduit 11 dengan menambah kedalaman menjadi 2,5 m yang sebelunya hanya 1 m
dan pada conduit 12 dengan menambah kedalaman yang sebelumnya hanya 1,5 m menjadi 2,5
meter sehingga terlihat pada gambar 7 air dapat mengalir dn debit air pada conduit 10 dapat terurai.

Faizal, et.al 152


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

Gambar 7. Long section J8-J9- J10-O3 kala ulang 5 tahun setelah perubahan dimensi

Pada gambar 8 merupakan profil drainase di jalan mulawarman gang celebes hingga jalan
hasanuddin. Telihat dan saluran circular yang memotong jalan tidak dapat menampung limpasan
air yang ada hal ini dikarenakan dimensi saluran yang kecil sehingga juga berpengaruh terhadap
volume air di saluran drainase di gang celebes. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dimensi
sehingga limpasan air yang ada dapat mengalir.

Gambar 8. Long section J11-J12- J13-O4 kala ulang 5 tahun

Gambar 9 merupakan Long section J11-J12- J13-O4 kala ulang 5 tahun setelah dilakukan
perubahan dimensi. Pada conduit 13 dilakukan penambahan kedalaman saluran menjadi 3 m dari
sebelumnya hanya 2 m selain itu juga dilakukan penambahan lebar salurn dari 2,5 m menjadi 3 m.
Untuk saluran circular yang memotong jalan dilakukan penambahan kedalaman menjadi 3 dari
sebelumnya hanya 2 meter. Pada conduit 15 tidak dilakukan perubahan dimensi karena saluran
dianggap cukup mengalirkan limpasan air dari conduit 13 dan conduit 14.

Gambar 9. Long section J11-J12- J13-O4 kala ulang 5 tahun setelah perubahan dimensi

Faizal, et.al 153


Borneo Engineering: Jurnal Teknik Sipil Vol. 3 No. 2, Desember 2019

4. Kesimpulan

Sistem drainase ditarakan terutama di jalan mulwarman sudah tidak dapat lagi menampung
limpasan yang ada hal ini dipengaruhi dimensi saluran dan tebalnya endapan sedimen yang
menutupi saluran drainase sehingga daya tampung berkurang akibatnya jika terjadi hujan maka
akan menimbulkan genangan air di beberapa titik dikota tarakan. Dalam mengatasi genangan air di
Kota Tarakan perlu dilakukan perubahan dimensi saluran dan melakukan pengerukan endapan
sedimen yang menutupi saluran drainase dibeberapa titil

5. Daftar Pustaka

Departemen Pekerjaan Umum. 2014. Tata Cara Perencanaan Sistem Drainase Perkotaan.
Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.
Google earth. http://earth.google.com (diakses pada tanggal 22 April 2019)
M Rizal Zarkani, Bambang Sujatmoko, dan Rinaldi. 2016. Analisa Drainase Untuk
Penanggulangan Banjir Menggunakan EPA SWMM (Studi Kasus: Perumahan
Mutiara Witayu Kecamatan Rumbai Pekanbaru). Jurnal. Pekanbaru: Fakultas Teknik
Sipil Jurusan Teknik Sipil, Universitas Riau.
Rohmat, D. 2009. Tipikal Kuantitas Infiltrasi Menurut Karakteristik Lahan (Kajian
Empirik di DAS Cimanuk Bagian Hulu). Jurnal Forum Geografi Vol. 23 No. 1.
Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia
Rossman, Lewis A. 2009. Storm Water Management Model Applications Manual.
Cincinnati : National Risk Management Research Laboratory Office Of Research And
Development U.S. Environmental Protection Agency
Rossman, Lewis A. 2010. Storm Water Management Model User’s Manual Version 5.0.
Cincinnati : National Risk Management Research Laboratory Office Of Research And
Development U.S. Environmental Protection Agency.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi.

Faizal, et.al 154

You might also like