Pertanggungjawaban Hukum Praktik Tukang Gigi Yang Melebihi Wewenangnya Devi Dharmawan, Ivonne Jonathan

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PRAKTIK TUKANG GIGI YANG

MELEBIHI WEWENANGNYA

Devi Dharmawan, Ivonne Jonathan


Universitas Hang Tuah, Jalan Arief Rachman Hakim No.150, Keputih, Sukolilo, Keputih, Sukolilo, Kota
SBY, Jawa Timur 60111

Abstract
Background: The public's lack of understanding of the different professions of dental
artisans, dental technicians, and dentists has an impact on the practice that exceeds the
authority carried out for years without any legal consequences borne by dental artisans.
Although the regulations concerning work that can be done by dental artisans have
been clearly explained in Permenkes No. 39 of 2014 this is still violated by dental
artisans. In this case the people are victims because of ignorance and high local
wisdom in certain areas. Method: This study uses a type of normative juridical legal
research. Normative legal research is research that focuses its study by viewing law as
a whole system rule which includes a set of principles, norms and rules of law, both
written and unwritten. Results: Giving the right to claim compensation to the patient is
an effort to provide protection for each patient for a result that arises both physically
and non-physically due to a mistake or negligence by health personnel. Conclusion:
Dental workers can be charged with the Criminal Code article 359, 360, 361, namely
whoever is due to his mistake (negligence) causes other people to be injured, severely
disabled, or even die. In addition, the Consumer Protection Act No.8 of 1999 Article 4
of the Consumer Protection Law has the right to comfort, security and safety in
consuming goods and / or services can be used.

Keywords: Dental Artisan Practice, Legal Liability, Authority

PENDAHULUAN Gigi bermacam-macam, mulai dari


Profesi Tukang Gigi telah banyak menambal, mencabut, melakukan implan
dikenal oleh masyarakat Indonesia, gigi, pasang kawat gigi, membuat dan
bahkan sebelum dunia Kedokteran Gigi memasang gigi tiruan. Praktek tersebut
berdiri di Indonesia. Sejak awal Januari hampir menyamai kompetensi seorang
2013, jumlah Profesi Tukang Gigi yang dokter gigi. Dibekali dengan pendidikan
terdata sebanyak ± 75.000. Masih secukupnya, bahkan yang sekedar
banyaknya praktek tukang gigi autodidak, seorang sudah bisa menjadi
menandakan bahwa masyarakat kita Tukang Gigi. Para tukang gigi ini
meminati jasa Tukang Gigi. Meskipun bertindak layaknya profesional. Mereka
tidak memiliki standar keamanan medis menyediakan layanan orthodonti seperti
seperti Dokter Gigi, namun biaya yang pemasangan behel dan veneer. Harga
dikeluarkan untuk membayar jasa tukang murah menjadi andalan para tukang gigi
gigi relatif terjangkau. Maka tak jarang untuk menarik pasien. Dari sudut pandang
jika Tukang Gigi masih melekat di hati praktisi medis, tindakan Tukang Gigi
masyarakat Indonesia. Pelayanan Tukang memang dianggap tak memenuhi kaidah

121
122 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129

tindakan medis semestinya. Persoalan ini melalui rontgen dan mencetak gigi.
pula yang menjadi perhatian pemerintah, Tujuannya, untuk menemukan struktur
sehingga mencoba membuat aturan gigi ideal yang ingin dicapai di masa akhir
mainnya terhadap penyelengaraan terapi. Di tukang gigi, tahapan ini jelas
kegiatan praktik Tukang Gigi. Sayangnya, dilompati.
meski telah diberi batasan untuk bisa Berdasarkan uraian diatas peneliti
berpraktik membuat dan memasang gigi tertarik untuk mengetahui bentuk
akrilik lepasan, tapi di lapangan tak pertanggungjawaban tukang gigi yang
menjamin praktik di luar kewenangan memberikan jasa pelayanan kesehatan gigi
tukang gigi berjalan sesuai aturan. Pada di luar kewenangan yang telah diatur
akhirnya, diserahkan ke masyarakat agar dalam perundang-undangan berdasarkan
paham dan sadar saat memilih perawatan hukum positif di Indonesia dari segi
ortodonti. Perawatan gigi dan mulut yang pidana, perdata, administrasi, serta hukum
dilakukan bukan oleh seorang profesional kesehatan. Adapun judul penelitian ini
berisiko kesehatan pada pasien. adalah “Pertanggungjawaban hukum
Sayangnya, tak semua masyarakat praktik tukang gigi dalam hukum positif
memperhatikan persoalan ini. Permintaan di Indonesia.”
jasa perawatan gigi dengan harga murah
masih menjadi pilihan masyarakat. drg. METODE PENELITIAN
Widya Apsari, Sp. PM, spesialis penyakit Penelitian ini menggunakan tipe
mulut memberikan penjelasan risiko penelitian hukum yuridis normatif.
perawatan ortodonti yang dilakukan di Penelitian hukum normatif adalah
tukang gigi. Dari pemakaian behel penelitian yang memfokuskan kajiannya
misalnya, para tukang gigi tak mengetahui dengan memandang hukum sebagai suatu
hitungan pasti kekuatan kawat gigi yang kaidah sistem utuh yang meliputi
dipasang. Akibatnya, gigi dapat seperangkat asas, norma dan aturan
melenceng, bahkan lepas, dan membuat hukum, baik yang tertulis maupun tidak
bentuk rahang jadi tak proporsional. Lalu tertulis.
pada pemasangan veneer dengan Pendekatan dalam penelitian
pengalaman yang tidak tepat, atau hukum ini berfungsi sebagai sudut
langsung menempel akrilik tanpa melihat pandang dan kerangka berpikir seorang
masalah gigi lain, seperti ompong atau peneliti dalam melakukan analisa.
karang gigi. Tindakan tersebut bisa Berbagai pendekatan yang digunakan
mengakibatkan pembengkakan gusi dan dalam penelitian ini yaitu :
infeksi menahun. “Tidak tepatnya a. Pendekatan perundang-undangan
penanganan dapat terlihat dari bentuk (Statute Approach)
rahang yang miring, terlihat monyong, Pendekatan penelitian ini dilakukan
atau mulutnya seperti tidak bisa dengan menganalisa berbagai peraturan
menutup,” kepada Tirto. Kondisi tersebut perundang – undangan yang terkait
diakibatkan karena metode penanganan dengan isu hukum. Penulis menggunakan
singkat dan tak berdasar yang dilakukan peraturan perundang-undangan dan
tukang gigi saat melakukan tindakan. norma-norma hukum yang berhubungan
Sedangkan untuk pemasangan behel di dengan kewenangan tukang gigi sebagai
dokter gigi terlebih dulu harus dasar dalam melakukan analisis.
Devi Dharmawan, Pertanggungjawaban Hukum Praktik Tukang Gigi 123

b. Pendekatan konseptual (Conseptual 4. Peraturan Menteri Kesehatan


Approach) Nomor 39 Tahun 2014 tentang
Pendekatan ini dilakukan dengan Pembinaan, Pengawasan dan
menelaah pandangan – pandangan, Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi.
kaidah-kaidah dan doktrin – doktrin yang 5. Peraturan Menteri Kesehatan
berkembang di dalam ilmu hukum. Nomor 1872 Tahun 2011 tentang
Penulis menggunakan pendekatan ini Pencabutan Peraturan Menteri
untuk mengkaji terhadap teori – teori, Kesehatan Nomor
asas-asas, definisi tertentu yang dipakai 339/MENKES/PER/V/1989 tentang
sebagai landasan pengertian dan landasan Pekerjaan Tukang Gigi
dalam pelaksanaan yang berkaitan dengan 6. Peraturan Menteri Kesehatan
pertanggungjawaban hukum tukang gigi Nomor 339 Tahun 1989 tentang
apabila melakukan praktik melebihi Pekerjaan Tukang Gigi
wewenangnya. b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah
1. Bahan Hukum bahan hukum yang dapat memberikan
Jenis bahan hukum yang informasi mengenai bahan hukum primer
digunakan dalam penelitian ini adalah seperti teori hukum dan karya dari
bahan hukum primer dan sekunder. Bahan kalangan hukum lainnya. Bahan hukum
hukum primer merupakan data yang sekunder dalam proposal tesis berjudul
diperoleh langsung dari narasumber atau pertanggungjawabanhukum praktik
langsung dari sumber pertama di lapangan tukang gigi dalam hukum positif di
melalui penelitian. Bahan sekunder Indonesia ini meliputi karya – karya
merupakan data yang diperoleh dari ilmiah, serta buku – buku yang
dokumen-dokumen resmi, buku-buku dan berhubungan dengan penelitian normatif
hasil penelitian. Bahan hukum adalah ini.
segala sesuatu yang dapat dipakai atau
diperlukan untuk tujuan menganalisis HASIL PENELITIAN
hukum yang berlaku. Bahan hukum yang Pemasangan kawat gigi pada
dikaji dan yang dianalisis dalam penelitian praktek yang terjadi di masyarakat bukan
hukum normatif terdiri dari : hanya dilakukan oleh dokter gigi, tetapi
a. Bahan Hukum Primer juga oleh Tukang Gigi. Keberadaan
Bahan hukum primer adalah bahan Tukang Gigi sebagai orang yang dapat
hukum yang memiliki kekuatan mengikat membuka praktek membuat dan
yang didapatkan dari peraturan perundang memasang gigi tiruan lepasan diatur di
- undangan. Peraturan perundang- dalam Permenkes No.39 tahun 2014
undangan yang digunakan dalam proposal tentang Pembinaan, Pengawasan dan
tesis ini meliputi : Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi. Dalam
1. Undang-Undang Dasar Negara Permenkes No.39 tahun 2014 tentang
Republik Indonesia Tahun 1945. Pembinaan, Pengawasan dan Perizinan,
2. Undang-Undang Nomor 36 Pekerjaan Tukang Gigi pada Pasal 1
Tahun 2009 Tentang Kesehatan angka (1) disebutkan definisi Tukang gigi
3. Undang-Undang Nomor 29 tahun adalah setiap orang yang mempunyai
2004 tentang Praktik Kedokteran kemampuan membuat dan memasang gigi
124 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129

tiruan lepasan. Selain itu juga di atau surat izin praktik sebagaimana
dalamPermenkes Nomor 339 dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2)
/MENKES/PER/V/1989 tentang dipidana dengan pidana penjara paling
Pekerjaan Tukang Gigi disebutkan lama 5 (lima) tahun atau denda paling
bahwa: Tukang gigi adalah mereka yang banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima
melakukan pekerjaan di bidang puluh juta rupiah). Disini memberikan
penyembuhan dan pemulihan kesehatan larangan kepada siapa saja yang bukan
gigi dan tidak mempunyai pendidikan berlatar belakang pendidikan dokter atau
berdasarkan ilmu pengetahuan dokter gigi untuk membuka praktik,
kedokteran gigi serta telah mempunyai termasuk dalam kriteria ini adalah Tukang
izin Menteri Kesehatan untuk melakukan gigi. Apabila hal ini tetap dilakukan maka,
pekerjaannya. Diatur pula wewenang yang bersangkutan dapat dikenakan
seorang tukang gigi meliputi: a. membuat pidana penjara atau denda. Hal ini
sebagian/seluruh gigi tiruan dari aklirik; kemudian diajukan permohonan pengujian
dan b. memasang gigi tiruan lepasan. Pasal 73 ke Mahkamah Konstitusi oleh
Mengenai legalitas praktik Tukang gigi ini Hamdani Prayoga. MK mengabulkan
sempat dicabut dengan dikeluarkannya permohonan pengujian Pasal 73 ayat (2)
UU No.29 tahun 2004 tentang Praktek dan pasal 78 UU No. 29 Tahun
Kedokteran serta Peraturan Menteri 2004tentang Praktik Kedokteran. MK
Kesehatan No. menyatakan kedua pasal itu
1871/MENKES/PER/IX/2011 tentang inkonstitusional bersyarat.
pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Menurut MK, Pasal 73 ayat (2)
No. 339/MENKES/PER/V/1989 tentang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
pekerjaan tukang gigi. Pencabutan mempunyai kekuatan hukum mengikat
tersebut berakibat pada tidak diberikannya sepanjang tidak dimaknai,“Setiap orang
izin berpraktik maupun memperpanjang dilarang menggunakan alat, metode atau
izin praktik tukang gigi. cara lain dalam memberikan pelayanan
Pada UU No.29 tahun 2004, Pasal kepada masyarakat yang menimbulkan
73 ayat (2) berbunyi, “Setiap orang kesan seolah-olah yang bersangkutan
dilarang menggunakan alat, metode atau adalah dokter atau dokter gigi yang telah
cara lain dalam memberikan pelayanan memiliki surat tanda registrasi dan/atau
kepada masyarakat yang menimbulkan surat izin praktik, kecuali tukang gigi
kesan seolah-olah yang bersangkutan yang mendapat izin praktik dari
adalah dokter atau dokter gigi yang telah Pemerintah”. Rumusan awal Pasal 73
memiliki surat tanda registrasi dan/atau ayat (2) berbunyi, “Setiap orang dilarang
surat izin praktik”.Dalam Pasal 78 menggunakan alat, metode atau cara lain
disebutkan “Setiap orang yang dengan dalam memberikan pelayanan kepada
sengaja menggunakan alat, metode atau masyarakat yang menimbulkan kesan
cara lain dalam memberikan pelayanan seolah-olah yang bersangkutan adalah
kepada masyarakat yang menimbulkan dokter atau dokter gigi yang telah
kesan seolah-olah yang bersangkutan memiliki surat tanda registrasi dan/atau
adalah dokter atau dokter gigi yang telah surat izin praktik”. Membandingkan dua
memiliki surat tanda registrasi dokter rumusan itu, Putusan MK berarti
atau surat tanda registrasi dokter gigi menambahkan frasa “…..kecuali tukang
Devi Dharmawan, Pertanggungjawaban Hukum Praktik Tukang Gigi 125

gigi yang mendapat izin praktik dari keamanan, dan keselamatan dalam
Pemerintah”.Frasa yang sama juga mengkonsumsi barang dan/atau jasa;hak
disisipkan MK ke dalam Pasal 78. untuk memilih barang dan/atau jasa serta
Keberadaan tukang gigi dapat mendapatkan barang dan/atau jasa
menjadi alternatif bagi masyarakat untuk tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
mendapatkan pelayanan kesehatan gigi kondisi serta jaminan yang dijanjikan;hak
yang terjangkau. Hal ini didasarkan atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
pemikiran hingga saat ini pemerintah mengenai kondisi dan jaminan barang
belum dapat menyediakan pelayanan gigi dan/atau jasa;hak untuk didengar pendapat
yang terjangkau bagi seluruh masyarakat. dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
Dalam putusan, MK menyatakan dokter yang digunakan;hak untuk mendapatkan
gigi dan tukang gigi seharusnya saling advokasi, perlindungan, dan upaya
bersinergi dan mendukung satu sama lain penyelesaian sengketa perlindungan
dalam upaya meningkatkan kesehatan gigi konsumen secara patut;hak untuk
masyarakat. Seyogyanya, profesi tukang mendapat pembinaan dan pendidikan
gigi dapat dimasukkan dalam satu jenis konsumen;hak untuk diperlakukan atau
pelayanan kesehatan tradisional Indonesia dilayani secara benar dan jujur serta tidak
yang harus dilindungi negara dalam suatu diskriminatif;hak untuk mendapatkan
peraturan tersendiri. Berdasarkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penilaian hukum itu, Mahkamah penggantian, apabila barang dan/atau jasa
berpendapat Pasal 73 ayat (2) UU Praktik yang diterima tidak sesuai dengan
Kedokteran bertentangan dengan UUD perjanjian atau tidak sebagaimana
1945 secara bersyarat, bertentangan mestinya;hak-hak yang diatur dalam
dengan konstitusi jika larangan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
pasal itu diberlakukan terhadap tukang lainnya.
gigi yang telah memiliki izin dari Sedangkan tukang gigi selaku
pemerintah. Terkait Pasal 78, MK pelaku usaha mempunyai kewajiban
menyatakan pasal itu merupakan satu sebagaimana diatur di dalam Pasal 7 UU
kesatuan yang tidak terpisahkan dari Pasal Perlindungan Konsumen yaitu beritikad
73 ayat (2). Pasal 78 UU Praktik baik dalam melakukan kegiatan
Kedokteran harus dinyatakan usahanya;memberikan informasi yang
konstitusional bersyarat, konstitusional benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
sepanjang norma Pasal 78 tidak termasuk dan jaminan barang dan/atau jasa serta
tukang gigi yang mendapat izin dari memberi penjelasan penggunaan,
pemerintah. perbaikan dan
pemeliharaan;memperlakukan atau
PEMBAHASAN melayani konsumen secara benar dan
Menyangkut masalah perlindungan jujur serta tidak diskriminatif;menjamin
hukum terhadap pasien pengguna jasa mutu barang dan/atau jasa yang
tukang gigi dalam praktik yang bukan diproduksi dan/atau diperdagangkan
merupakan kompetensinya, maka pasien berdasarkan ketentuan standar mutu
yang merupakan konsumen, menurut barang dan/atau jasa yang
Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen berlaku;memberi kesempatan kepada
mempunyai hak atas kenyamanan, konsumen untuk menguji, dan/atau
126 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129

mencoba barang dan/atau jasa tertentu Perlindungan Konsumen). Akan tetapi,


serta memberi jaminan dan/atau garansi ketentuan ganti rugi tersebut tidak berlaku
atas barang yang dibuat dan/atau yang jika pelaku usaha dapat membuktikan
diperdagangkan;memberi kompensasi, bahwa kesalahan tersebut merupakan
ganti rugi dan/atau penggantian atas kesalahan konsumen.
kerugian akibat penggunaan, pemakaian Selanjutnya apabila praktek
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa tersebut melebihi kompetensinya sebagai
yang diperdagangkan;memberi tukang gigi sehingga menyebabkan luka
kompensasi, ganti rugi dan/atau atau bahkan kematian karena kealpaan
penggantian apabila barang dan/atau jasa (kesalahannya) dapat didakwa dengan
yang diterima atau dimanfaatkan tidak KUHP pasal 359 yaitu barang siapa
sesuai dengan perjanjian. karena kesalahannya (kealpaannya)
Jika pada saat tukang gigi menyebabkan orang lain mati, diancam
melakukan pemasangan behel atau dengan pidana penjara paling lama lima
pencabutan gigi yang menimbulkan tahun atau pidana kurungan paling lama
kerugian pada pasien/konsumen, tukang satu tahun. Sedangkan pada pasal 360
gigi berkewajiban untuk memberikan barang siapa karena kesalahannya
kompensasi dan ganti rugi kepada pasien. (kealpaannya) menyebabkan orang lain
Hal ini sesuai dengan ketentuan yang mendapat luka-luka berat, diancam
diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU dengan pidana penjara paling lama lima
Perlindungan Konsumen yaitu “Pelaku tahun atau pidana kurungan paling lama
usaha bertanggung jawab memberikan satu tahun. Pada pasal (2) barang siapa
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, karena kesalahannya (kealpaannya)
dan/atau kerugian konsumen akibat menyebabkan orang lain luka-luka
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang sedemikian rupa sehingga timbul penyakit
dihasilkan atau diperdagangkan.” Ganti atau halangan menjalankan pekerjaan
rugi tersebut dapat berupa pengembalian jabatan atau pencarian selama waktu
uang atau penggantian barang dan/atau tertentu, diancam dengan pidana penjara
jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau paling lama sembilan bulan atau pidana
perawatan kesehatan dan/atau pemberian kurungan paling lama enam bulan atau
santunan yang sesuai dengan ketentuan pidana denda paling tinggi empat ribu
peraturan perundang-undangan yang lima ratus rupiah. Kemudian pasal 361
berlaku (Pasal 19 ayat (2) UU jika kejahatan yang diterangkan dalam
Perlindungan Konsumen). Pemberian bab ini dilakukan dalam menjalankan
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang suatu jabatan atau pencarian, maka pidana
waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal ditamhah dengan sepertiga dan yang
transaksi (Pasal 19 ayat (3) UU bersalah dapat dicabut haknya untuk
Perlindungan Konsumen. Walaupun menjalankan pencarian dalam mana
tukang gigi tersebut telah memberikan dilakukan kejahatan dan hakim dapat
ganti rugi, pemberian ganti rugi tersebut memerintahkan supaya putusannya
tidak menghapuskan kemungkinan adanya diumumkan.
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian Pemberian hak untuk menuntut
lebih lanjut mengenai adanya unsur ganti rugi kepada pasien tersebut
kesalahan (Pasal 19 ayat (4) UU merupakan suatu upaya untuk
Devi Dharmawan, Pertanggungjawaban Hukum Praktik Tukang Gigi 127

memberikan perlindungan bagi setiap bidang penyembuhan dan pemulihan


pasien atas suatu akibat yang timbul baik kesehatan gigi yang tidak mempunyai
fisik maupun non fisik karena kesalahan pendidikan berdasarkan ilmu pengetahuan
atau kelalaian tenaga kesehatan. kedokteran gigi serta tidak memiliki izin
Perlindungan ini sangat penting karena menteri kesehatan untuk melakukan
akibat kelalaian dari dokter tersebut pekerjaannya. Permenkes Nomor 339
mungkin dapat menyebabkan rasa sakit, Tahun 1989 juga mengatur mengenai
luka, atau kerusakan pada tubuh. Dalam kewenangan pekerjaan tukang gigi yaitu
menentukan besarnya ganti rugi yang membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik
harus dibayarkan, pada dasarnya harus sebagian atau penuh dan memasang gigi
berpegang pada asas bahwa ganti kerugian tiruan lepasan. Adapun larangan tukang
yang harus dibayarkan sedapat mungkin gigi yang diatur dalam Permenkes Nomor
membuat pihak yang rugi dikembalikan 339 Tahun 1989 yaitu melakukan
pada kedudukan semula seandainya tidak penambalan gigi dengan tambalan apapun,
terjadi kerugian atau dengan kata lain melakukan pembuatan dan pemasangan
kerugian menempatkan sejauh mungkin gigi tiruan cekat/mahkota/tumpatan tuang
orang yang dirugikan dalam dalam dan sejenisnya, menggunakan obat-obatan
kedudukan yang seharusnya andaikata yang berhubungan dengan tambalan gigi
perjanjian dilaksanakan secara baik atau baik sementara maupun tetap; melakukan
tidak terjadi perbuatan melanggar hukum. pencabutan gigi, baik dengan suntikan
Dengan demikian ganti kerugian harus maupun tanpa suntikan, melakukan
diberikan sesuai dengan kerugian yang tindakan-tindakan secara medis termasuk
sesungguhnya tanpa memperhatikan pemberian obat-obatan. Jadi, karakteristik
unsur-unsur yang tidak terkait langsung wewenang praktik tukang gigi dianggap
dengan kerugian itu, seperti ilegal bila melakukan praktek di luar
kemampuan/kekayaan pihak yang kewenangannya. Pertanggungjawaban
bersangkutan. hukum tukang gigi apabila melakukan
praktik diluar kewenangannya dapat
KESIMPULAN DAN SARAN ditinjau dari hukum pidana, perdata,
Karakteristik wewenang praktik administrasi, dan hukum kesehatan.
tukang gigi bersifat legal apabila sesuai Tukang gigi dapat didakwa dengan KUHP
dengan dasar hukum pekerjaan tukang pasal 359, 360, 361 yaitu barang siapa
gigi telah diatur oleh pemerintah yaitu karena kesalahannya (kealpaannya)
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor menyebabkan orang lain luka, cacat berat,
53/DPK/1/K/1969 dan Peraturan Menteri bahkan mati. Selain itu, Undang-Undang
Kesehatan Nomor Perlindungan Konsumen No.8 tahun 1999
339/MENKES/PER/V/1989 tentang Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen
Pekerjaan Tukang Gigi. Aturan tersebut mempunyai hak atas kenyamanan,
mengatur mengenai wewenang, larangan keamanan, dan keselamatan dalam
dan perizinan tukang gigi. Pengertian mengkonsumsi barang dan/atau jasa dapat
tukang gigi dalam Peraturan Menteri digunakan. Sedangkan dalam Kitab
Kesehatan Nomor Undang – Undang Hukum Perdata dapat
339/MENKES/PER/V/1989 adalah dikenakan Pasal 1365, 1366, dan 1367
mereka yang melakukan pekerjaan di tentang perbuatan melanggar hukum, yang
128 Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 8, No 1, Mei 2019, hlm 01-129

membawa kerugian kepada seorang lain. sesuai peraturan perundang-undangan


Adanya sanksi administrasi seperti yang berlaku.
teguran tertulis, pencabutan ijin sementara
maupun tetap. Dari segi hukum kesehatan DAFTAR RUJUKAN
Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik
tentang Kesehatan yaitu dapat menuntut Indonesia Tahun 1945
ganti rugi terhadap penyelenggara Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
kesehatan yang menimbulkan kerugian Tentang Kesehatan
akibat kesalahan atau kelalaian dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran pasal
pelayanan kesehatan yang diterimanya. 36 tahun 2014 tentang tenaga
Karakteristik wewenang praktik kesehatan
tukang gigi yang ilegal dapat dicegah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
dengan sosialisasi ke tukang gigi, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
masyarakat, serta pemerintahan setempat Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
agar lebih berhati-hati serta mematuhi 53/DPK/1/K/1969 tentang
hukum positif di Indonesia. Setelah pendaftaran dan perizinan praktik
mengetahui resiko terhadap pelanggaran tukang gigi
yang di lakukan oleh tukang gigi tak Peraturan Menteri Kesehatan No.
berizin, seharusnya masyarakat lebih 339/MENKES/PER/V/1989
berhati-hati dan diharapkan kesadaran tentang pekerjaan tukang gigi
masyarakat dalam memilih pelayanan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
kesehatan yang terbaik demi kesehatan 1871/Menkes/Per/IX/2011 tentang
hidup masing masing. Diharapkan agar pencabutan Permenkes no 339
pemerintah bersama tenaga kesehatan tahun 1989
yang ada dapat mengadakan penyuluhan Peraturan Menteri Kesehatan No. 39
pada masyarakat tentang apa yang boleh Tahun 2014 tentang pembinaan,
dilakukan oleh tukang gigi dan resikonya. pengawasan, perizinan, pekerjaan
Serta dapat mengupayakan untuk tukang gigi
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan Abdulkadir Muhammad, Hukum
mulut yang lebih terjangkau kepada Perikatan, Alumni, Bandung,
masyarakat. Apabila tetap melanggar 2002, hlm 142.
peraturan perundang-undangan maka Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia
tukang gigi dapat dituntut dari hukum Indonesia, 2005.
positif yang ada di Indonesia. Kurangnya Depkes Republik Indonesia. 2007.
pengawasan dari pemerintah juga Kebijakan Obat Tradisional
berdampak pada banyaknya praktik NasionaI. Jakarta : Departemen
tukang gigi yang melebihi wewenangnya. Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian kesehatan dan dinas M. Sadar, dkk, Hukum Perlindungan
kesehatan kabupaten/kota hendaknya Konsumen Indonesia, Akademia,
lebih disiplin dalam menerapkan berbagai Jakarta, 2012, hal.2-3
sanksi administrasi misalnya berupa Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
teguran tertulis, pencabutan ijin sementara Penelitian Kesehatan. Jakarta :
maupun tetap agar tukang gigi praktik Rineka Cipta
Devi Dharmawan, Pertanggungjawaban Hukum Praktik Tukang Gigi 129

Osterberg T, Lundgren M, Emilson CG,


Sundh V, Birkhed D, Steen B.
1998. Utilization of dental services
in relation to socioeconomic and
health factors in the middle-aged
and elderly Swedish population.
Swedia: Göteborg University.
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang,
Yuridika, No.5-6, (1997), hlm.1.
R. Abdul Djamali dan Lenawati
Tedjapermana, Tanggung Jawab
Hukum Seorang Dokter Dalam
Menangani Pasien, Abardin,
Jakarta, 2013, hlm. 128.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung: 2000, hlm
55
Tengker, F., 1991, Pelayanan Kesehatan
dan Pendemokrasian, Bandung :
Nova, hlm.15.
Titik Triwulan dan Shinta Febrian,
Perlindungan Hukum bagi Pasien,
Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010,
hlm 48.
Wangsarahadja K. Kebutuhan pelayanan
kesehatan gigi dan mulut pada
masyarakat berpenghasilan rendah.
M.I.Kedokteran
Gigi;2007:22(30):90-7.
Williams JK, Cook PA, Isaacson KG,
Thom AR. Alat-alat ortodonsi
cekat. Jakarta: EGC;2000. h. 1-2
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan
Melawan Hukum, Mandar Maju,
Bandung, 2000, hlm 2.
Yuningsih, Rahmi, 2012. Pengobatan
Tradisional di Unit Pelayanan
Kesehatan. Info Singkat
Kesejahteraan Sosial. Vol. IV, No.
05/I/P3DI/Maret/2012.

You might also like