Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480
Analisis Gempa Nias Tahun 2005
Sherly Defannya Serdani 10070319126
Salsabilla Zahra Kaulika 10070319127
Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam
Bandung, Indonesia.
*
[email protected] Abstract. The island of Sumatra is an area located at the confluence of two
plates, namely Indo-Australia and the Eurasian Plate. The West Sumatra
region has a high level of seismicity. The oblique convergence of the Indo-
Australian plate to Eurasia that dips beneath Sumatra produces a potential for a
shallow and moderate earthquake in the Sundanese fore-arc region. Potential
earthquakes are also on land along the Sumatra fault and at sea along the
Mentawai fault. In the area of the arc face known the potential for a large
earthquake with a potential tsunami. The results of research on the growth of
microatols in the Mentawai islands show that the period of major earthquake
return in Mentawai is around 200 years (Hilman, 2005). However, not all
repetitions of large earthquakes in the fore-arc area cause tsunami repetition.
Data shows that the Nias earthquake of March 28, 2005 with a magnitude of
8.7. The epicenter was at 2 ° 04 ′ 35 ″ LU 97 ° 00 ′ 58 ″ East, 30 km below the
surface of the Indian Ocean did not cause a tsunami. As one form of step in
disaster mitigation for people in the earthquake zone, observation of
geodynamic activity is currently needed to model earthquake potentials. One
possible reason is that the epicenter is not in the megathrust area. As one form
of step in disaster mitigation for people in the earthquake zone, observation of
geodynamic activity is currently needed to model earthquake potentials.
Keywords: Earthquake, Magnitude, Geodynamics
Abstrak. Pulau Sumatera merupakan wilayah yang terletak pada pertemuan
dua lempeng, yaitu Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Wilayah Sumatera
Barat memiliki tingkat seismisitas yang tinggi. Konvergensi oblique dari
lempeng Indo-Australia terhadap Eurasia yang menunjam di bawah Sumatera
menghasilkan potensi gempa dangkal dan sedang di wilayah muka busur (fore-
arc) Sunda. Potensi gempa juga berada di darat sepanjang patahan Sumatera
serta di laut sepanjang patahan Mentawai. Di wilayah muka busur diketahui
adanya potensi gempa besar yang berpotensi tsunami. Hasil penelitian
terhadap pertumbuhan mikroatol di kepulauan Mentawai menunjukkan bahwa
periode ulang gempa besar di Mentawai adalah sekitar 200 tahun (Hilman,
2005). Namun tidak semua pengulangan gempa besar di daerah fore-arc ini
menimbulkan pengulangan tsunami. Data menunjukkan bahwa gempa Nias 28
Maret 2005 dengan kekuatan magnitude sebesar 8,7. Pusat gempanya berada
1
2 | Kelompok 6 Geologi Lingkungan
di 2° 04′ 35″ LU 97° 00′ 58″ BT, 30 km di bawah permukaan Samudra Hindia
tidak menimbulkan tsunami. Sebagai salah satu bentuk langkah dalam mitigasi
bencana bagi masyarakat di zona gempa, pengamatan aktivitas geodinamika
saat ini dibutuhkan untuk pembuatan model potensi gempa bumi. Salah satu
kemungkinan sebabnya adalah episenternya tidak berada di daerah megathrust.
Sebagai salah satu bentuk langkah dalam mitigasi bencana bagi masyarakat di
zona gempa, pengamatan aktivitas geodinamika saat ini dibutuhkan untuk
pembuatan model potensi gempa bumi.
Kata Kunci : Gempa, Magnitude, Geodinamika
1. Pendahuluan
Pulau
Sumatera merupakan wilayah yang terletak pada pertemuan dua lempeng, yaitu Indo-Australia dan
Lempeng Eurasia. Lempeng Indo-Australia bergerak dengan arah utara-timur laut dan mempunyai
kecepatan sekitar 60 mm/tahun (Natawidjaja, 2007). Sumatera merupakan pulau di Indonesia yang
memiliki potensi gempa bumi yang cukup besar, tercatat sering kali terjadi gempa bumi di pulau
Sumatera bahkan sering diiringi dengan gelombang tsunami akibat lokasi sumber gempa yang terlalu
dekat dengan wilayah daratan dan besarnya kekuatan gempa yang terjadi. Zona subduksi Sumatra
adalah jalur gempa bumi yang paling banyak menyerap dan mengeluarkan energi gempa bumi.
Dalam sejarah, tercatat sudah banyak Gempa bumi yang terjadi dengan magnitudo (skala Richter dll)
diatas 8 (Natawidjaja, 2007 dalam Puspita, 2015).
Gempa Bumi Sumatera 2005 terjadi pada pukul 23.09 WIB pada 28 Maret 2005 dengan
kekuatan magnitude sebesar 8,7. Pusat gempanya berada di 2° 04′ 35″ LU 97° 00′ 58″ BT, 30 km di
bawah permukaan Samudra Hindia, 200 km sebelah barat Sibolga, Sumatera atau 1400 km barat laut
Jakarta, sekitar setengah jarak antara pulau Nias dan Simeulue. Getarannya terasa hingga Bangkok,
Thailand, sekitar 1.000 km jauhnya, gempa ini merupakan gempa Bumi terbesar kedua di dunia
sejak tahun 1964.
2. Landasan Teori
Menurut Pujianto, (2007) gempa bumi merupakan salah satu fenomena alam yang dapat
disebabkan oleh buatan/akibat kegiatan manusia maupun akibat peristiwa alam. Akibat dari kedua
tersebut tanah menjadi bergetar sebagai efek dari menjalarnya gelombang energi yang memancar dari
pusat gempa/fokus. Energi yang memancar dari fokus adalah akibat dari peristiwa mekanik
(tumbukan, gesekan, tarikan) ataupun peristiwa khemis (ledakan akibat peristiwa reaksi kimia), energi
yang terjadi akibat peristiwa-peristiwa tersebut menyebar kesegala arah pada media tanah.
Gempa bumi mempunyai sifat berulang. Suatu Gempa bumi yang terjadi di suatu daerah akan
terjadi lagi di masa yang akan datang dalam periode waktu tertentu. Istilah perulangan Gempa bumi
ini dinamakan siklus Gempa bumi. Satu periode siklus gempa bumi ini biasanya berlangsung dalam
kurun waktu puluhan sampai ratusan tahun (Shimazaki dan Nakata dalam Awaluddin, 2010).Secara
garis besar, siklus seismic dibagi dalam tiga fase yaitu: interseismic, coseismic, dan postseismic.
Berikut gambar siklus seismic pada gempa bumi.
ANALISIS GEMPA NIAS TAHUN 2005 3
Gambar 1 Siklus gempa bumi
(Perfettini, 2004 dalam Yuzariyadi, 2015)
Berdasarkan kepada penyebabnya, gempa bumi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Gempa Tektonik
Adalah Gempa yang di sebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Lempeng tektonik bumi
kita ini terus bergerak, ada yang saling mendekat saling menjauh, atau saling menggeser secara
horizontal. Karena tepian lempeng yang tidak rata, jika terjadi gesekan, maka timbullah friksi. Friksi
ini kemudian mengakumulasi enersi yang kemudian dapat melepaskan energi goncangan menjadi
sebuah gempa.
b. Gempa Vulkanik
Adalah gempa yang disebabkan oleh kegiatan gunung api. Magma yang berada pada kantong
di bawah gunung tersebut mendapat tekanan dan melepaskan energinya secara tiba-tiba sehingga
menimbulkan getaran tanah. Gempa ini disebabkan oleh kegiatan vulkanik (gunungapi). Magma yang
berada pada kantong di bawah gunung tersebut mendapat tekanan dan melepaskan energinya secara
tiba-tiba sehingga menimbulkan getaran tanah. Gempa vulkanik dapat menjadi gejala/petunjuk akan
terjadinya letusan gunung berapi. Namun gempa vulkanik ini biasanya tidak merusak karena
kekuatannya cukup kecil, sehingga hanya dirasakan oleh orang-orang yang berada dalam radius yang
kecil saja dari sebuah gunungapi.
c. Gempa Runtuhan
Adalah gempa lokal yang terjadi apabila suatu gua di daerah topografi karst atau di daerah
pertambangan runtuh atau massa batuan yang cukup besar di sebuah lereng bukit runtuh/longsor.
Kekuatan gempa akibat runtuhan massa batuan ini juga kecil sehingga tidak berbahaya.
d. Gempa Buatan
Adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas manusia, misalnya dalam kegiatan
eksplorasi bahan tambang atau untuk keperluan teknik sipil dalam rangka mencari batuan dasar
(bedrock) sebagai dasar fondasi bangunan. Kekuatannya juga kecil sehingga tidak menimbulkan
bahaya bagi manusia dan bangunan.
Perencanaan Wilayah dan Kota
4 | Kelompok 6 Geologi Lingkungan
Sebenarnya mekanisme gempa tektonik dan vulkanik sama. Naiknya magma ke
permukaan juga dipicu oleh pergeseran lempeng tektonik pada sesar bumi. Biasanya ini
terjadi pada batas lempeng tektonik yang bersifat konvergen (saling mendesak). Hanya
saja pada gempa vulkanik, efek goncangan lebih ditimbulkan karena desakan magma,
sedangkan pada gempa tektonik, efek goncangan langsung ditimbulkan oleh benturan kedua lempeng
tektonik. Bila lempeng tektonik yang terlibat adalah lempeng benua dengan lempeng samudera,
kemudian sesarnya berada di dasar laut (thrust), benturan yang terjadi berpotensi menimbulkan
tsunami.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Di sebelah barat Pulau Sumatera terdapat banyak pulau kecil dan sedang, mulai dari Simeulue di
utara sampai Enggano di selatan (tenggara). Pulau-pulau ini merupakan
batuan sedimen yang terangkat akibat peristiwa tektonik serta subduksi (tumbukan) lempeng India-
Australia dengan Eurasia, yang sudah berlangsung sejak puluhan juta
tahun yang lalu. Karena pulau-pulau ini dekat dengan bidang pergesekan kedua lempeng,
maka ia dekat dengan sumber gempa, sehingga gempa-gempa yang bersumber di dekat
pulau ini biasanya kedalamannya sangat dangkal. Tentu saja resiko ancaman kerusakan
akibat gempa menjadi lebih besar. Ditambah dengan adanya patahan-patahan/sesar naik
(thrust) di bawah pulau sampai ke batas lempeng, yakni palung (trench), maka ada satu
lagi potensi bencana yang mengikut gempa yang terjadi yaitu tsunami. Namun kebolehjadian tsunami
ini frekuensinya tidak terlalu besar, karena ada 4 (empat) syarat
terjadinya tsunami, yakni:
1. Episenter berada di dasar laut
2. Kekuatan gempa > 6,5 SR
3. Kedalaman pusat gempa sangat dangkal (< 30 km)
4. Terjadi dislokasi batuan secara vertikal.
Gempa Bumi dapat menyebabkan kerusakan dalam skala besar, saat terjadi gempa bumi
terjadi pemecahan batuan di sepanjang jalur batuan yang lemah. Oleh karena itu, kekuatan patahan
batuan pada gempa dangkal pasti lebih rendah dari rata-rata batuan yang di amati secara umum.
Tipikal penyebaran dari kekuatan rata-rata kekuatan patahan pada batuan kerak bumi memiliki
kedalaman yang bervariasi.
Kondisi saat terjadinya gempa dan mekanisme gempa:
Gempa bumi akan menyebabkan ekspansi volume, dan ekaspansi volume tersebut harus
menembus rintangan. Kondisi saat terjadinya gempa gaya tektonik melebihi jumlah kekuatan dari batu
yang menembus rintangan. Gaya tektonik mlebihi jumlah kekuatan batuan patah, gaya gesekan batas
patahan dan resistensi dari rintangan. Oleh karena itu, gempa dangkal di tandai dengan luncuran
ANALISIS GEMPA NIAS TAHUN 2005 5
plastic dari batu yang menembus rintangan. Dengan demikian, ada 4 pola yang mungkin terjadi saat
gempa bumi dangkal terjadi. Gempa bumi dengan fokus yang dalam diyakini hasil dari aliran batu
jarak jauh yang memecahkan kemacetan. Gempa bumi dangkal dan dalam adalah pelepasan energi
yang di sebut slip atau aliran.
Pulau Nias secara geologi akan bergerak keutara sepanjang 5cm pertahun. Gempa yang
melanda Nias adalah sebagai bukti dari pergerakan itu. Lempeng Indian akan bergerak keatas dan
masuk kedalam Lempeng Eurasian, dan peristiwa ini disebut juga sub duction.
Gambar 2 Pergerakan Lempeng Indian Kearah Utara.
Dimana Pulau Nias Akan Bergerak 5 cm Pertahun
(USGS, 2005)
Type Gempa Nias 28 Maret 2005 dan efeknya terhadap Nias:
1. Ukuran Gempa 8,7 Skala Richter
2. Ukuran intensitas skala MMI, Skala XII(yang tertinggi) di Gunung Sitoli, di Medan Skala VI,
Penang Skala V, Kuala Lumpur Skala II.
3. Termasuk gempa dangkal, hypocenternya sekitar 30 km di permukaan bumi. Rusak yang
terparah pada bangunan terjadi pada daerah yang terdekat di daerah hypocenter.
4. Soil liquefaction terjadi cukup banyak
5. Tidak terjadi Tsunami.
Dari type gempa tersebut dapat di lihat hypocenternya termasuk gempa dangkal yaitu sekitar 30
km, pada gempa tersebut jarak epicenternya dekat terhadap Pulau Nias.
Gempa Pulau Nias April 2005 memiliki skala intensitas III – IV MMI (Modified Mercally
Intensity) dan sebarannya berarah barat laut – tenggara (NW – SE). Frekuensi gempa susulan yang
menurun, baik jumlah maupun besarannya, merupakan petunjuk bahwa blok batuan yang telah
terpatahkan yang menjadi penyebab gempa, sedang menuju proses keseimbangan. Pada suatu kejadian
gempa, apalagi dengan besaran yang tinggi, akan terbentuk zona pecah (rupture zone) di sekitar pusat
gempa. Zona pecah merupakan suatu area yang masih belum stabil setelah pelepasan energi, sehingga
Perencanaan Wilayah dan Kota
6 | Kelompok 6 Geologi Lingkungan
masih berpotensi bergerak hingga sumber gempa mencapai fase keseimbangan. Zona pecah diperlukan
untuk mengetahui karakteristik sumber gempa guna penyusunan peta bahaya gempabumi (seismic
hazard) dan juga dapat dipergunakan untuk pemodelan tsunami.
Tidak munculnya tsunami dari gempa Nias 28 Maret 2005, kemungkinan disebabkan oleh
lokasi episenternya tidak di daerah megathrust (lihat Gambar 3). Selain itu kedalaman pusat gempa
yang 30 km di bawah permukaan laut adalah batas kritis untuk timbulnya tsunami. Dari keempat
syarat untuk terjadinya sebuah tsunami seperti disebutkan di atas, maka kemungkinan syarat yang
ketiga atau keempat tidak terpenuhi. Karena itu tsunami tidak terjadi.
Gambar 3. Episenter Gempa Nias 8,7 SR 28/03/2005
(USGS,2005)
4. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat di simpulkan bahwa gempa di Pulau Nias yang terjadi pada
tanggal 28 Maret 2005 di sebabkan oleh tumbukan Lempeng India-Australiayang bergerak sekitar 5cm
pertahun ke utara terhadap Eurasia. Gempa tersebut tidak menimbulkan tsunami karena terjadi pada
epycentrum yang dangkal, gempa tersebut juga tidak mengakibatkan kerusakan yang parah karena
hanya daerah yang dekat dengan epicenter gempa saja yang berdampak terhadap bangunan. Pada
Gempa Nias 2005 banyak menimbulkan likuifaksi seperti di pusat Gunung Sitoli.
5. Saran
Untuk masa mendatang perlu diterapkan perancangan bangunan yang tahan Gempa di Nias,
apa lagi bangunan bertingkat. Perda untuk tata cara membangun perlu dibuat khusus untuk
ANALISIS GEMPA NIAS TAHUN 2005 7
Nias. Jika diperlukan dibuat perda bahwa di Nias dilarang membangun bangunan bertingkat.
Atau usulan bahwa di Nias hanya diperbolehkan bangunan dari konstruksi kayu.
Perlu diadakan penelitian likuifaksi untuk pulau Nias, karena kondisi tanahnya secara geologis
sangat berpotensi terhadap likuifaksi. Dari data- data gempa yang 28 Maret 2005 sebenarnya
dapat dipetakan didaerah mana terjadi likuifaksi dan ini bisa dibuat oleh Pemda Nias selama
data masih kelihatan dilapangan.
6. Daftar Pustaka
[1] Barazangi, Muawia and Bryan L. Isacks. 1979. Subduction of The Nezca Plate Beneath Peru:
Evidence From Spatial Distribution Of Earthquakes. Departemen of Geologycal Science New
York.
[2] Mustafa, Badrul. 2010. Analisis Gempa Nias Dan Gempa Sumatera Barat Dan Kesamaannya
Yang Tidak Menimbulkan Tsunami. Dalam Jurnal Teknik Sipil Universitas Andalas. Vol.2
No.1
[3] Nurdianasari, Ika dkk. 2017. Analisis Deformasi Postseismik Gempa Nias 2005 Menggunakan
Data Gps. Dalam Jurnal Geodesi Undip. Vol.6 No.4
[4] Nasrollahi, Yashar and Behrouz Behnam. 2017. Evacuation Based Design of Urban Regions For
Earthquakes Disaster. International Journal Of Civil Engineering. Iran University of
Technology
[5] Peek-Asa, Corine dkk. 1998. Fatal and Hospitalized Injuries Resulting from The 1994 Northridge
Earthquake. International Journal of Epidemiology.
[6] Tarigan, Johanes. 2005. Analisa Dampak Gempa 26 Desember 2004 dan 28 Maret 2005 Terhap
Kerusakan Bangunan di Nias Serta Perancangan Bangunan di Masa yang Akan Datang.
Dalam Jurnal Sistem Teknik Industri Vol. 6 No.4
Perencanaan Wilayah dan Kota