Debate 2
Debate 2
This lesson plan is based on the idea that having students support
opinions that are not necessarily their own during debates can
help improve students fluency. In this manner, students
pragmatically focus on correct production skills in conversation
rather than striving to "win" the argument. For more on this
approach please see the following feature: Teaching
Conversational Skills: Tips and Strategies
Level: Upper-intermediate to advanced
Outline:
You are going to debate the pros and cons of international multi
nation corporations. It is important to remember that you have
been placed in your group based on what seems to be
the opposite of what you really think. Use the clues and ideas
below to help you create an arguement for your appointed point
of view with your team members. Below you will find phrases and
language helpful in expressing opinions, offeringexplanations and
disagreeing.
Opinions, Preferences:
Disagreeing:
For Multinationals
Against Multinationals
Gambar ilustrasi lomba debat Bahasa Indonesia/ sumber foto: dokumentasi pribadi
Debat merupakan kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih; baik perorangan
maupun kelompok. Tujuannya adalah mempengaruhi lawan untuk mengikuti opini atau
gagasan si pembicara; atau dalam konteks lomba untuk meyakinkan juri kalau argumentasi
tim tersebut yang paling baik, paling logis, dan paling bermanfaat bagi masyarakat.
Mekanisme dalam debat sangat banyak, termasuk istilah-istilah soal debat itu sendiri. Saat ini
saya hanya menyampaikan tugas pembicara pertama (pro atau kontra) disertai dengan contoh.
Tugas pembicara pertama, baik pro maupun kontra meliputi lima hal:
Pembukaan
Menyampaikan pembembagian tugas masing-masing pembicara dan garis besar bahan yang
akan disampaikan.
Mendefinisikan topik debat beserta batasan argumentasi.
Menyampaikan argument berdasarkan tugas pembicara pertama sekaligus meringkas point-
point pembicaraan yang telah disampaikan.
Saya akan jelaskan satu persatu dan disertai dengan contoh penerapannya
Pembukaan
Dalam pembukaan lomba debat, tugas seorang pembicara pertama adalah menyampaikan
ucapan terima kasih kepada moderator, memberi salam kepada dewan juri dan menyapa
seluruh hadirin (termasuk tim lawan).
Contoh:
Dewan juri yang terhormat, tim lawan, dan hadirin yang kami muliakan.
Bagian ini seorang pembicara pertama bertugas untuk menjelaskan peran dan tugas dari
masing-masing pembicara (P 1, P 2, dan P 3).
Contoh:
Sebelum kita mendebatkan mosi kita pada siang hari ini, izinkanlah kami dari SMA Kristen
Kanaan Jakarta untuk memperkenalkan diri. Saya Clarista sebagai pembicara pertama. Tugas
saya ialah memberi batasan pada mosi, menjelaskan kata kunci, dan mengutarakan dasar
argumentasi tim kami.
Di sebelah kiri saya ada Vania sebagai pembicara kedua, tugasnya adalah menanggapi
argumentasi tim lawan, menguatkan argumentasi tim kami dengan contoh dan fakta-fakta
berdasarkan kontruksi berpikir tim pro. Selanjutnya yang paling ujung Evan sebagai
pembicara ketiga akan menanggpi kembali pernyataan dari tim kontra. Kemudian
menguatkan argumentasi tim kami, dan merangkum pernayataan dari pembicara pertama dan
kedua.
Bagian akhir dari sistematika debat ini akan ditegaskan kembali oleh saya sendiri sebagai
pembicara pertama tim pro dalam pidato penutup.
Bagian ini pembicara pertama menjelaskan dasar argumentasi yang diambil dari kata kunci
pada mosi yang diperdebatkan oleh kedua tim. Disini perlu diingat bahwa setiap argument
harus mendukung tim tersebut. Misalnya tim A berada pada posisi yang mendukung atau pro.
Mosinya adalah MENDENGARKAN MUSIK SAAT BERKENDARA TIDAK
BERBAHAYA. Jadi argumentasinya harus mendukung bahwa mendengarkan musik saat
berkendara tidak berbahaya.
Contoh argumentasi:
Hadirin sekalian, mosi yang diperdebatkan pada siang hari ini adalah MENDENGARKAN
MUSIK SAAT BERKENDARA TIDAK BERBAHAYA. Agar pembicaraan ini terarah maka
kami tim pemerintah membatasi latar dari kata kunci berkendara di wilayah Jakarta.
Selanjutnya ada tiga kata kunci yang menjadi dasar argument tim pro.
Pertama mendengarkan musik, kedua berkendara, dan terakhiradalah berbahaya.
Mendengarkan berasal dari kata dasar dengar, yakni suatu aktifitas menangkap suatu bunyi
melalui indra pendengaran tanpa harus berusaha memahami maksud dibalik bunyi tersebut
(Keraf, 12:1992). Hal ini tentu berbeda dengan kata menyimak yakni berusaha secara
sunggu-sunggu untuk memahami bunyi yang ditangkap melalui indra pendengaran atau
telinga. Sedangkan musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung
irama tertentu, seperti regge, pop, dandut, dan lain sebagainya.
Jadi mendengarkan musik yang kami maksudkan adalah upaya mendengarkan instrument
musik tertentu tanpa berusaha memahami bunyi-bunyi tersebut.
Kata kunci kedua adalah berkendara, yakni duduk di atas sesuatu yang dinaiki atau
ditunggangi. Sesuai mosi ini maka yang dimaksudkan dengan kata dinaiki atau ditunggangi
ialah kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Jadi bukan kuda atau unta yang
kami maksudkan pada kata kunci yang kedua ini.
Terakhir adalah berbahaya. Kata kunci tersebut kami maknai sebagai suatu keadaan yang
tidak normal.
Jadi berkendara sambil mendengarkan musik sama sekali tidak berbahaya karena tidak ada
upaya untuk memahami bunyi musik tersebut sehingga kosentrasi saat berkendara tetap ada.
Oleh karena itu kami tim pro sangat mendukung mosi ini dengan dua dasar argumentasi.
Pertamakarena mendengarkan musik dan berkendara adalah dua aktifitas yang berbeda dan
melibatkan dua indra yang berbeda pula sehingga tidak menimbulkan bahaya; sekali lagi
kami tegaskan bahwa mendengar disini adalah upaya sambil lalu tanpa ada usaha
memahami arti atau makna dari bunyi-bunyi tersebut.
Kedua berangkat dari kata kunci ketiga tentang bahaya yang kami makna sebagai suatu
keadaan; kata tersebut bukan kata benda melainkan kata sifat. Yakni keadaan tersebut bisa
terjadi jika orang atau oknum dengan sengaja menimbulkan hal itu terjadi. Artinya selama
yang bersangkutan tidak mengijinkan hal itu terjadi maka bahayapun tidak akan terjadi.
Dasar argumentasi ini terlepas dari konteks teologi tentang Tuhan.
Bagian ini berisi rangkuman dari dasar argument yang dijelaskan oleh pembicara pertama.
Contoh
Jadi sekali lagi kami tegaskan bahwa bahaya tidak akan terjadi hanya karena orang
mendengarkan musik saat berkendara. Selama yang bersangkutan tidak mengijinkan keadaan
tersebut terjadi. Apalagi hanya karena mendengarkan musik tanpa ada upaya memahami
musik tersebut. Kata lainnya adalah sang pengendara masih bisa berkosentrasi dengan
kendaraan yang dikendarai. Poinya ialah suatu keadaan bisa terjadi hanya jika seseorang
mengijinkan keadaan tersebut terjadi.
Baca Juga: Mengapa Harus Ada Materi Debat dalam Pelajaran Bahasa Indonesia
Format lengkap dari pembicara pertama tim pro adalah sebagai berikut:
Sebelum kita mendebatkan mosi kita pada siang hari ini, izinkanlah kami dari SMA Kristen
Kanaan Jakarta untuk memperkenalkan diri. Saya Clarista sebagai pembicara pertama. Tugas
saya ialah memberi batasan limitasi pada mosi, menjelaskan kata kunci, dan mengutarakan
dasar argumentasi tim kami.
Di sebelah kiri saya ada Vania sebagai pembicara kedua, tugasnya adalah menanggapi
argumentasi tim lawan, menguatkan argumentasi tim kami dengan contoh dan fakta-fakta
berdasarkan kontruksi berpikir tim pro. Selanjutnya yang paling ujung Evan sebagai
pembicara ketiga akan menanggpi kembali pernyataan dari tim kontra. Kemudian
menguatkan argumentasi tim kami, dan merangkum pernayataan dari pembicara pertama dan
kedua.
Bagian akhir dari sistematika debat ini akan ditegaskan kembali oleh saya sendiri sebagai
pembicara pertama tim pro dalam pidato penutup.
Hadirin sekalian, mosi yang diperdebatkan pada siang hari ini adalah MENDENGARKAN
MUSIK SAAT BERKENDARA TIDAK BERBAHAYA. Agar pembicaraan ini terarah maka
kami tim pemerintah membatasi latar dari kata kunci berkendara di wilayah Jakarta.
Selanjutnya ada tiga kata kunci yang menjadi dasar argument tim pro.
Pertama mendengarkan musik, kedua berkendara, dan terakhiradalah berbahaya.
Mendengarkan berasal dari kata dasar dengar, yakni suatu aktifitas menangkap suatu bunyi
melalui indra pendengaran tanpa harus berusaha memahami maksud dibalik bunyi tersebut
(Keraf, 12:1992). Hal ini tentu berbeda dengan kata menyimak yakni berusaha secara
sunggu-sunggu untuk memahami bunyi yang ditangkap melalui indra pendengaran atau
telinga. Sedangkan musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung
irama tertentu, seperti regge, pop, dandut, dan lain sebagainya.
Jadi mendengarkan musik yang kami maksudkan adalah upaya mendengarkan instrument
musik tertentu tanpa berusaha memahami bunyi-bunyi tersebut.
Kata kunci kedua adalah berkendara, yakni duduk di atas sesuatu yang dinaiki atau
ditunggangi. Sesuai mosi ini maka yang dimaksudkan dengan kata dinaiki atau ditunggangi
ialah kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Jadi bukan kuda atau unta yang
kami maksudkan pada kata kunci yang kedua ini.
Terakhir adalah berbahaya. Kata kunci tersebut kami maknai sebagai suatu keadaan yang
tidak normal.
Jadi berkendara sambil mendengarkan musik sama sekali tidak berbahaya karena tidak ada
upaya untuk memahami bunyi musik tersebut sehingga kosentrasi saat berkendara tetap ada.
Oleh karena itu kami tim pro sangat mendukung mosi ini dengan dua dasar argumentasi.
Pertamakarena mendengarkan musik dan berkendara adalah dua aktifitas yang berbeda dan
melibatkan dua indra yang berbeda pula sehingga tidak menimbulkan bahaya; sekali lagi
kami tegaskan bahwa mendengar disini adalah upaya sambil lalu tanpa ada usaha
memahami arti atau makna dari bunyi-bunyi tersebut.
Kedua berangkat dari kata kunci ketiga tentang bahaya yang kami makna sebagai suatu
keadaan; kata tersebut bukan kata benda melainkan kata sifat. Yakni keadaan tersebut bisa
terjadi jika orang atau oknum dengan sengaja menimbulkan hal itu terjadi. Artinya selama
yang bersangkutan tidak mengijinkan hal itu terjadi maka bahayapun tidak akan terjadi.
Dasar argumentasi ini terlepas dari konteks teologi tentang Tuhan.
Jadi sekali lagi kami tegaskan ulang; bahwa bahaya tidak akan terjadi hanya karena orang
mendengarkan musik saat berkendara. Selama yang bersangkutan tidak mengijinkan keadaan
tersebut terjadi. Apalagi hanya karena mendengarkan musik tanpa ada upaya memahami
musik tersebut. Kata lainnya adalah sang pengendara masih bisa berkosentrasi dengan
kendaraan yang dikendarai. Poinya ialah suatu keadaan bisa terjadi hanya jika seseorang
mengijinkan keadaan tersebut terjadi.
Baca juga: