Etika Profesi Advokat
Etika Profesi Advokat
Etika Profesi Advokat
Volume 12 Nomor 24
Agustus 2016
Agus Pramono
ETIKA PROFESI ADVOKAT SEBAGAI UPAYA PENGAWASAN DALAM
MENJALANKAN FUNGSI ADVOKAT SEBAGAI PENEGAK HUKUM1
Agus Pramono
Guru SMA Kristen Purwodadi Grobogan
[email protected]
Abstract
Indonesia as a state of law based on Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945
guarantees equality for all before the law (equality before the law). In realizing the principles of law in the society
and state, the role and function of Advocate as a profession that is free, independent and responsible is
important, in addition to the judiciary and law enforcement agencies such as the police and prosecution. The
problems in this dissertation are: (1) What are the basic ratiologic advocate violation of professional ethics
Advocate? and (2) How does the concept of behavioral guidelines advocate in practicing a profession as legal
counsel in an effort to control the Advocate in law enforcement? The method used is normative research enables
researchers to utilize the findings of empirical legal science and other sciences for the benefit and the analysis and
explanation of law without changing the character of law as a normative science. The method used in this
research is the approach of legislation or statute approach, arguing that research must necessarily normative
approach legislation, because examined are various rules of law as well as its central theme a focus of research.
The results of basic research advocate consideration as a respectable profession and became an important part of
chess dynasty law enforcement, Advocate has responsibility in undertaking to participate in the realization of the
rule of law. The responsibility is not merely a necessity but a legally mandated obligations arising from the
demands of conscience. The obligations of an advocate is reflected in the ability of responsible advocate against
God, professional code of ethics, rules of law and society. Ultimately lawyer also required to be able to account
for his actions to the public as an implementation of a sense of responsibility to God, codes and regulations. The
concept of behavioral guidelines advocate in practicing a profession as a lawyer as Advocate control efforts in law
enforcement by law or code of ethics which is already adequate, but rather on how to implement them. Relating
to the existence of a single container and how to manage the Honorary Council (DK) Organization. Monitoring
system needs to be upgraded with the supervision of the Advocate smoothed by the Advocate Organization with
the Honorary Council to enforce the Law on Advocates and the Code of Conduct.
Keywords: advocate, professional ethics, law enforcement
A. Pendahuluan
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip negara hukum
menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan
bertanggung jawab merupakan hal yang penting, selain lembaga peradilan dan instansi
penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan,
Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk
kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat
dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat merupakan
profesi yang bebas yang tidak tunduk pada hirarki jabatan dan tidak tunduk pada perintah
atasan, dan hanya menerima perintah atau order atau kuasa dari klien berdasarkan
perjanjian yang bebas, baik yang tertulis, ataupun yang tidak tertulis, yang tunduk pada
kode etik profesi Advokat, tidak tunduk pada kekuasaan politik, yang mempunyai
1
10.5281/zenodo.1250113.
136
Etika Profesi Advokat Sebagai Upaya...
kewajiban dan tanggung jawab publik.2 Kode etik profesi ini bertujuan agar ada pedoman
moral bagi seorang profesional dalam bertindak menjalankan tugas profesinya itu.3 Kode
etik merupakan prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi yang disusun secara
sistematis. Hal ini berarti, tanpa kode etik yang sengaja disusun secara sistematis itupun
suatu profesi tetap bisa berjalan karena prinsip-prinsip moral tersebut sebenarnya sudah
melekat pada profesi itu.4
Profesi Advokat dalam memberi jasa hukum dan bertugas menyelesaikan persoalan
hukum kliennya baik secara litigasi maupun nonlitigasi, Menurut Frans Hendra Winata,
tugas advokat adalah mengabdikan dirinya pada masyarakat sehingga dia dituntut untuk
selalu turut serta dalam penegakan Hak Asasi Manusia, dan dalam menjalankan profesinya
ia bebas untuk membela siapapun, tidak terikat pada perintah klien dan tidak pandang bulu
siapa lawan kliennya, apakah dia dari golongan kuat, penguasa, pejabat bahkan rakyat
miskin sekalipun.5
Pada hakikatnya profesi advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan
hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara,
selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum
lainnya. Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat
dapat berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi.
Peran tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi
advokat yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah
memberikan rambu-rambu agar profesi advokat dijalankan sesuai dengan tujuan untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hal yang paling mudah dilihat adalah dari sumpah atau
janji advokat yang dilakukan sebelum menjalankan profesinya. Sumpah tersebut pada
hakikatnya adalah janji seorang yang akan menjalani profesi sebagai advokat, kepada
Tuhan, diri sendiri, dan masyarakat. Seandainya setiap advokat tidak hanya
mengucapkannya untuk formalitas, tetapi meresapi, meneguhi, dan menjalankannya, tentu
kondisi penegakan hukum akan senantiasa meningkat lebih baik. Kekuasaan kehakiman
akan benar-benar dapat menegakkan hukum dan keadilan.6
Dalam mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan
keadilan juga ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. Dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah memberikan aturan tentang pengawasan,
tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan pemberhentian advokat yang pelaksanaannya
dijalankan oleh Organisasi Advokat. Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2003 tentang Advokat misalnya menentukan bahwa advokat dapat dikenai tindakan dengan
alasan: 1) mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya; 2) berbuat atau
2 Rapaun Rambe, Teknik Praktik Advokat, Grasindo, Jakarta, 2003, hlm. 37.
3 Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan
Pengurus), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005. hlm. 10.
4 Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Refika Aditama, Bandung, 2006,
hlm. 107.
5 Hendra Winata, Frans, Advokat Indonesia, Citra, Idealisme dan Kepribadian, Sinar Harapan, Jakarta,
137
DiH Jurnal Ilmu Hukum
Volume 12 Nomor 24
Agustus 2016
Agus Pramono
bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya; 3) bersikap,
bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan sikap
tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan; 4) berbuat
hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat
profesinya; 5) melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau
perbuatan tercela; dan 6) melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi
Advokat. Penerapan kode etik dalam profesi hukum sangat penting karena dipakai sebagai
salah satu bentuk ketahanan moral profesi Advokat dengan menjelaskan tentang fungsi
kode etik tersebut di dalam masyarakat tentang penegakan dan penerapan kode etik
tersebut.
Kode etik profesi Advokat ini adalah kode etik yang tercantum dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2003 tidak membedakan dalam perkara pidana maupun perkara
di luar pidana. Penerapan kode etik dalam profesi hukum sangat penting karena dipakai
sebagai salah satu bentuk ketahanan moral profesi Advokat dengan menjelaskan tentang
fungsi kode etik tersebut dalam masyarakat tentang penegakan dan penerapan kode etik
tersebut. Advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang sejajar dengan instansi
penegak hukum lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
ditegaskan bahwa seorang Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri
yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Advokat
sebagai Penegak Hukum ialah guna memberikan bantuan hukum kepada kliennya yang
bersangkutan dengan masalah hukum yang dihadapi. Kewenangan Advokat adalah sebagai
lembaga penegak hukum di luar pemerintahan.
B. Pembahasan
1. Kode Etik Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum
Pembukaan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) menyatakan bahwa advokat
adalah suatu profesi terhormat (officium mobile). Kata “mobile officium” mengandung arti
adanya kewajiban yang mulia atau yang terpandang dalam melaksanakan pekerjaan
mereka.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan 3 UU Advokat, maka seorang sarjana hukum
yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai Advokat dan akan menjadi anggota
organisasi Advokat (admission to the bar). Seseorang yang telah diangkat menjadi advokat,
maka ia telah diberi suatu kewajiban mulia melaksanakan pekerjaan terhormat (mobile
officium), dengan hak eksklusif (a) menyatakan dirinya pada publik bahwa ia pedoman
merumuskan dan mengklarifikasi tugas dan kewajiban advokat dapat dilihat empat sumber
(a) Undang-undang, (b) putusan pengadilan, (c) asas-asas, dan (d) kebiasaan dan praktek
organisasi advokat.
Kewajiban advokat kepada masyarakat tersebut di atas, dalam asas-asas etika
American Bar Association (ABA) termasuk dalam asas mengenai “Menjunjung Kehormatan
Profesi” (upholding the honor of the profession), dalam terjemahan bebas artinya bahwa advokat
itu harus selalu berusaha menjunjung kehormatan dan menjaga wibawa profesi dan
138
Etika Profesi Advokat Sebagai Upaya...
berusaha untuk tidak saja menyempurnakan hukum namun juga penyelenggaraan sistem
peradilannya.7
Suatu kewajiban advokat kepada masyarakat adalah memberi bantuan jasa hukum
kepada mereka yang secara ekonomi tidak mampu (miskin). Dalam KEAI Pasal 3
dinyatakan bahwa seorang advokat “tidak dapat menolak dengan alasan ...kedudukan
sosial” orang yang memerlukan jasa hukum tersebut, dan juga di Pasal 4 kalimat “mengurus
perkara cuma-cuma” telah tersirat kewajiban ini. Dalam asas ini dipertegas lagi dalam pasal
7 KEAI alinea 8 “...kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro
deo) bagi orang yang tidak mampu”. Asas etika ini dalam ABA dikenal sebagai “Kewajiban
Mewakili Orang Miskin” (duty to represent the indigent.)8 Meskipun di Indonesia telah ada
lembaga-lembaga yang membantu kelompok ekonomi lemah ini, khususnya dengan nama
Lembaga Bantuan Hukum (LBH atau yang serupa) dan Biro Bantuan Hukum (BBH atau
yang serupa), namun kewajiban advokat atau kantor advokat memberi jasa hukum kepada
klien miskin, tetap harus diutamakan oleh profesi terhormat ini.
2. Etika Kepribadian Advokat sebagai Pejabat Penasihat Hukum
Etika kepribadian Advokat sebagai pejabat penasihat hukum, maka advokat:
a. Berjiwa Pancasila;
b. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Menjunjung tinggi hukum dan sumpah jabatan;
d. Bersedia memberi nasihat dan bantuan hukum tanpa membedakan agama, suku,
keturunan, kedudukan sosial, dan keyakinan politik;
e. Tidak semata-mata mencari imbalan material, tetapi terutama untuk turut menegakkan
hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab;
f. Bekerja dengan bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib
menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia;
g. Memegang teguh rasa solidaritas sesama advokat dan wajib membela secara cuma-cuma
teman sejawat yang diajukan sebagai tersangka dalam perkara pidana;
h. Tidak dibenarkan melakukan pekerjaan yang dapat merugikan kebebasan, derajat, dan
martabat advokat, senantiasa menjunjung tinggi profesi advokat sebagai profesi
terhormat;
i. Bersikap benar dan sopan terhadap pejabat penegak hukum, sesama advokat, dan
masyarakat, serta mempertahankan hak dan martabat advokat di forum manapun juga.9
3. Etika Melakukan Tugas Jabatan sebagai Penasihat Hukum
Advokat sebagai pejabat penasihat hukum dalam melakukan tugas jabatannya:
a. Tidak memasang iklan untuk menarik perhatian, dan tidak memasang papan nama
dengan ukuran dan bentuk istimewa;
7 Asas (Canon) ke-29 ABA menyatakan “Lawyers should expose without fear or favor … corrupt or
dishonest conduct in the profession … The lawyer should aid in guarding the Bar against the admission to the
profession of candidates unfit or unqualified because deficient in either moral character or education.” (Canons
of Professional Ethics adopted by the American Bar Association, 1954).
8 Asas (Canon) ke-4 ABA menyatakan : “A lawyer assigned as counsel for an indigent prisoner ought not to
ask to be excused for any trivial reason, and should always exert his best efforts in his behalf”.
9 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Cet. 2. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 95-
99.
139
DiH Jurnal Ilmu Hukum
Volume 12 Nomor 24
Agustus 2016
Agus Pramono
b. Tidak menawarkan jasa kepada klien secara langsung atau tidak langsung melalui
perantara, melainkan harus menunggu permintaan;
c. Tidak mengadakan kantor cabang di tempat yang merugikan kedudukan advokat,
misalnya di rumah atau di kantor seorang bukan advokat;
d. Menerima perkara sedapat mungkin berhubungan langsung dengan klien dan menerima
semua keterangan dari klien sendiri;
e. Tidak mengizinkan pencantuman namanya di papan nama, iklan, atau cara lain oleh
orang bukan advokat tetapi memperkenalkan diri sebagai wakil advokat;
f. Tidak mengizinkan karyawan yang tidak berkualifikasi untuk mengurus sendiri perkara,
memberi nasihat kepada klien secara lisan atau tertulis;
g. Tidak mempublikasikan diri melalui media massa untuk menarik perhatian masyarakat
mengenai perkara yang sedang ditanganinya, kecuali untuk menegakkan prinsip hukum
yang wajib diperjuangkan oleh semua advokat;
h. Tidak mengizinkan pencantuman nama advokat yang diangkat untuk suatu jabatan
negara pada kantor yang memperkerjakannya dahulu;
i. Tidak mengizinkan advokat mantan hakim/panitera menangani perkara di pengadilan
yang bersangkutan selama tiga tahun sejak dia berhenti dari pengadilan tersebut.
4. Etika Advokat dalam Menjalankan Profesinya terhadap Klien
Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 menyatakan bahwa seorang advokat
memberi jasa hukum berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa,
mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan
hukum klien. Jasa hukum itu tentunya diberikan secara profesional, dalam arti kerangka
hukum harus sesuai kode etik dan standar profesi.
Dalam sebuah tulisan tiga tahun yang lalu untuk Acara Peringatan Ulang Tahun
Asosiasi Advokat Indonesia ke-15, dikatakan bahwa dalam membicarakan kode etik dan
standar profesi advokat harus dikaji melalui pendekatan kewajiban advokat kepada
Masyarakat, Pengadilan, Sejawat Profesi dan kepada Klien. Selanjutnya dikatakan bahwa
dalam membagi jasa hukum yang diberikan seorang advokat itu ke dalam beberapa
kategori:
a. Berupa nasihat lisan ataupun tulisan terhadap permasalahan hukum yang dipunyai
klien, termasuk disini membantu merumuskan berbagai jenis dokumen hukum. Dalam
kategori ini, advokat secara teliti antara lain memberi penafsiran terhadap dokumen-
dokumen hukum yang bersangkutan dalam kaitannya dengan peraturan perundang-
undangan Indonesia (ataupun mungkin internasional).
b. Jasa hukum membantu dalam melakukan negosiasi (proses tawar menawar dalam
perundingan) atau mediasi (menyelesaikan suatu perselisihan). Advokat harus
memahami keinginan klien maupun pihak lawan, dan tugas utamanya memperoleh
penyelesaian secara memuaskan para pihak. Kadang kala advokat harus pula diminta
menilai bukti-bukti yang diajukan pihak-pihak, tapi tujuan utama jasa hukum disini
adalah memperoleh penyelesaian di luar pengadilan.
140
Etika Profesi Advokat Sebagai Upaya...
c. Dalam kategori ini jasa hukum adalah membantu klien di Pengadilan, baik di bidang
hukum perdata, hukum pidana, hukum tata usaha (administrasi) negara, ataupun
(mungkin) di Mahkamah Konstitusi. Dalam kasus-kasus (hukum) pidana, maka bantuan
jasa hukum didahului pula oleh bantuan ketika klien diperiksa di Kepolisian dan
Kejaksaan.
5. Etika Hubungan Sesama Rekan Advokat sebagai Penasihat Hukum
Dalam ketentuan Bab IV KEAI mengatur asas-asas tentang hubungan antar teman
sejawat advokat. Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan menjalankan
profesi sebagai suatu usaha, maka persaingan adalah normal. Namun persaingan ini harus
dilandasi oleh “ ... sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai”
(KEAI, Pasal 5 alinea 1). Dalam persaingan melindungi dan mempertahankan kepentingan
klien, sering antara para advokat, atau advokat dan jaksa/penuntut umum, terjadi
“pertentangan”.
Alinea 4 dari Pasal 5 KEAI merujuk kepada penarikan atau perebutan klien. Dalam
bahasa ABA ini dinamakan “encroaching” atau “trespassing”, secara paksa masuk dalam hak
orang lain (teman sejawat advokat). Secara gamblang dikatakan adanya “obligation to refrain
from deliberately stealing each other’s clients”. Bagaimana dalam praktek nanti Dewan
Kehormatan KEAI akan mendefinisikan “stealing of clients” ini? Bagaimana akan ditafsirkan
“menarik atau merebut klien” itu? Kita harus menyadari bahwa adalah hak klien untuk
menentukan siapa yang akan memberinya layanan hukum; siapa yang akan mewakilinya;
atau siapa advokatnya.
Masalah lain dalam hubungan antar advokat ini adalah, tentang penggantian
advokat. Advokat lama berkewajiban untuk menjelaskan pada klien segala sesuatu yang
perlu diketahuinya tentang perkara bersangkutan. Pengaturan dalam Pasal 4 alinea 2 KEAI
tentang Pemberian Keterangan oleh advokat yang dapat menyesatkan kliennya. Advokat
baru sebaiknya menghubungi advokat lama dan mendiskusikan masalah perkara
bersangkutan dan perkembangannya terakhir.
Seorang advokat adalah berkomunikasi atau menegosiasi masalah perkara, langsung
dengan seseorang yang telah mempunyai advokat, tanpa kehadiran advokat orang ini. Asas
ini tercantum dalam Canon 9 ABA. Dalam asas ini tidak berlaku untuk mewawancarai saksi-
saksi dari pihak lawan dalam berperkara (alinea 5 dan 6, Pasal 7 KEAI). Suatu etika
hubungan sesama rekan Advokat sebagai sesama pejabat penasihat hukum:
a. Mempunyai hubungan yang harmonis antara sesama rekan advokat berdasarkan sikap
saling menghargai dan mempercayai;
b. Tidak menggunakan kata-kata tidak sopan atau yang menyakitkan hati jika
membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu sama lain di dalam sidang
pengadilan;
c. Mengemukakan kepada Dewan Kehormatan Cabang setempat sesuai dengan hukum
acara yang berlaku keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap
bertentangan dengan Kode Etik Advokat;
d. Dilarang menarik klien dari teman sejawat;
e. Dengan sepengetahuan teman sejawat yang telah menjadi advokat tetap kliennya, dapat
memberi nasihat kepada klien itu dalam perkara tertentu atau menjalankan perkara
untuk klien yang bersangkutan;
141
DiH Jurnal Ilmu Hukum
Volume 12 Nomor 24
Agustus 2016
Agus Pramono
f. Yang baru dapat menerima perkara dari advokat lama setelah dia memberi keterangan
bahwa klien yang semua kewajiban terhadap advokat yang lama;
g. Yang baru boleh melakukan tindakan yang sifatnya tidak dapat ditunda, misalnya naik
banding atau kasasi karena tenggang waktunya segera berakhir;
h. Yang lama selekas mungkin memberikan kepada advokat yang baru semua surat dan
keterangan penting untuk mengurus perkara itu.
6. Etika Pengawasan terhadap Advokat Melalui Pelaksanaan Kode Etik Advokat
Suatu etika pengawasan terhadap Advokat melalui pelaksanaan Kode Etik Advokat
sebagai berikut:
a. Pengawasan terhadap advokat melalui pelaksanaan Kode Etik Advokat dilakukan oleh
Dewan Kehormatan baik di Cabang maupun di Pusat dengan acara dan sanksi atas
pelanggaran yang ditentukan sendiri.
b. Tidak satu Pasal pun dalam Kode Etik Advokat ini yang memberi wewenang kepada
badan lain selain Dewan Kehormatan untuk menghukum pelanggaran atas Pasal-Pasal
dalam Kode Etik Advokat ini oleh seorang advokat.
c. Hal-hal yang belum diatur dalam Kode Etik Advokat ini dan atau-pun
penyempurnaannya diserahkan kepada Dewan Kehormatan Pusat untuk
melaksanakannya dengan kewajiban melaporkannya kepada Munas yang berikutnya.
7. Tanggung Jawab Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum
sebagai Upaya Pengawasan Advokat
Dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, selain pelaku kekuasaan kehakiman,
yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, badan-badan lain yang fungsinya
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman juga harus mendukung terlaksananya kekuasaan
kehakiman yang merdeka. Salah satunya adalah profesi advokat yang bebas, mandiri, dan
bertanggungjawab, sebagaimana selanjutnya diatur dalam Undang-Undang No.18 Tahun
2003.
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.18 Tahun 2003
memberikan status kepada Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan
setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Kedudukan tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah
profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No.18
Tahun 2003, yaitu”Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat
yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Organisasi
Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat
mandiri yang juga melaksanakan fungsi negara.
Profesi Advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap
proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, bahkan tata negara, selalu
melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya.
142
Etika Profesi Advokat Sebagai Upaya...
Dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama praktik mafia peradilan, advokat dapat
berperan besar dengan memutus mata rantai praktik mafia peradilan yang terjadi. Peran
tersebut dijalankan atau tidak bergantung kepada profesi advokat dan organisasi advokat
yang telah dijamin kemerdekaan dan kebebasannya dalam Undang-Undang No.18 Tahun
2003. Secara yuridis maupun sosologis advokat memiliki tanggung jawab yang sangat besar
dalam penegakan hukum.
Berhubungan dengan tanggung jawab advokat dalam penegakan hukum setidaknya
menurut penulis bahwa Advokat harus bertanggung jawab kepada empat hal yaitu:
bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, Kepada Kode Etik Advokat, Kepada
Aturan perundang-undangan dan terkahir kepada masyarakat. Selanjutnya perlu diuraikan
satu persatu agar lebih jelas. Pertama, tanggung jawab advokat kepada Tuhan. Manusia
adalah mahluk religious yang memiliki kecerdasan spiritual. Kedua, Tanggung Jawab kepada
kode Etik advokat. Ketiga, Tanggung jawab kepada Undang-Undang Advokat. Dalam
mewujudkan profesi advokat yang berfungsi sebagai penegak hukum dan keadilan juga
ditentukan oleh peran Organisasi Advokat. Dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003 telah
memberikan aturan tentang pengawasan, tindakan-tindakan terhadap pelanggaran, dan
pemberhentian advokat yang pelaksanaannya dijalankan oleh Organisasi Advokat. Keempat,
Tanggung jawab kepada masyarakat. Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup tanpa
bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Pada satu sisi
manusia merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab
seperti anggota masyarakat lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat
tersebut. Wajarlah apabila segala tingkat lkau dan perbuatannya harus dipertaggung
jawabkan kepada masyarakat.
8. Sinergitas Pedoman Kode Etik Advokat dengan Tanggung Jawab Profesi Advokat
Seorang Advokat dalam melaksanakan tugas jabatannya harus selalu dilandasi
dengan sikap bertanggung jawab. Hal ini jika dilakukan, menunjukkan bahwa seorang
Advokat dapat dikatakan telah melaksanakan profesinya secara profesional. Bertanggung
jawab di sini dimaksudkan bahwa setiap Advokat dalam melakukan suatu perbuatan akan
selalu dilandasi dengan alasan-alasan yang benar sehingga perbuatannya itu dapat
dipertanggungjawabkan. Setiap Advokat yang melakukan suatu perbuatan yang tidak
dilandasi dengan alasan yang kuat (tidak dilandasi oleh dasar hukum atau moral), maka
berarti perbuatannya itu tidak bertanggungjawab dan perbuatan demikian ini tidak boleh
sama sekali dilakukan oleh setiap Advokat. Selain hukum dan moral, “landasan yang benar”
yang dapat menjadi acuan seorang Advokat adalah Kode Etik Advokat.
Kode Etik Advokat pada dasarnya merupakan sebuah etika atau norma-norma dasar
yang menjadi acuan bagi seorang Advokat untuk bertindak dalam menjalankan tugas
jabatannya dalam kesehariannya. Tidak terbatas hanya kepada Advokat, setiap profesi baik
profesi hukum maupun profesi lainnya wajib mentaati kode etiknya masing-masing.
Menurut Hendry Panggabean dijelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga (3) kegunaan kode
etik dalam menjalankan suatu profesi, yaitu: 1) untuk meningkatkan wibawa profesi itu
sendiri; 2) memberikan parameter atau kehendak terhadap profesi; dan 3) memungkinkan
143
DiH Jurnal Ilmu Hukum
Volume 12 Nomor 24
Agustus 2016
Agus Pramono
anggota profesi mengatur diri sendiri disamping mentaati peraturan yang dikeluarkan
penguasa atau pemerintah.10
Menurut penulis perlu sinergitas hubungan antara kode etik dan tanggung jawab
profesi, sebab dengan etika inilah para profesional hukum dapat melaksanakan tugas
jabatannya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang
pada akhirnya akan melahirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat sebagai suatu wujud
pertanggung jawaban profesi.
9. Perilaku Advokat dalam Menjalankan Profesi sebagai Penasihat Hukum sebagai
Upaya Pengawasan Advokat dalam Penegakan Hukum
Dalam proses penegakan hukum di persidangan melibatkan banyak institusi yang
satu dengan yang lain mempunyai kewenangan yang berbeda-beda. Institusi yang
dimaksud antara lain Advokat, untuk memberikan jasa hukum, dimana saat menjalankan
tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai pendamping, pemberi pendapat hukum atau
menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya dalam rangka menegakkan hukum,
keadilan, dan kebenaran. Advokat harus mampu untuk mengidentifikasi suatu peristiwa
dengan mempergunakan ilmu pengetahuan hukum materiil dan hukum formilnya; begitu
pula Advokat mengetahui batas kewenangannya. Pengaturan semacam ini untuk
menjamin hak-hak klien dalam penyidikan.
Beberapa pasal dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2003 ini hanya memberikan
kekebalan terhadap Advokat dalam menjalankan profesinya dengan “itikad baik”.
Dalam hal ini dibuktikan bahwa Advokat tersebut dalam menjalankan profesinya tidak
dengan itikad baik, yang bersangkutan dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Advokat dalam berperkara membela kliennya dilarang untuk membocorkan rahasia
kliennya. Advokat pun tidak boleh menggunakan rahasia kliennya untuk merugikan
kepentingan klien tersebut. Advokat tidak boleh menggunakan rahasia kliennya untuk
kepentingan pribadi Advokat atau untuk kepentingan pihak ketiga. Sesuai Pasal 19
Undang-Undang No. 18 Tahun 2003, dan Kode Etik Profesi Advokat Pasal 4 huruf (h):
“Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh
klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya
hubungan antara Advokat dan klien itu.”
Advokat berhak memperoleh informasi dalam menjalankan profesinya, informasi
tersebut bisa berupa data, dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk pembelaan
kepentingan kliennya baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan
dengan kepentingan tersebut. Meminta keterangan yang diperlukan, dalam menjalankan
tugas kewajibannya memerlukan data keterangan dari instansi pemerintah atau organisasi
pemerintah ataupun swasta. Sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Advokat.
Hak menerima uang jasa, Advokat yang membela klien baik di dalam maupun di
luar sidang pengadilan berhak menerima uang jasa sebagai imbalannya, dari klien yang
11 Lasdin Wlas, Wlas, Lasdin, Cakrawala Advokat Indonesia, Liberty Yogyakarta 1989, hlm. 19.
12 Hendra Winata, Frans, Op. Cit. hlm. 14.
145
DiH Jurnal Ilmu Hukum
Volume 12 Nomor 24
Agustus 2016
Agus Pramono
salah satu unsur penegak hukum berkewajiban meyakinkan masyarakat diantara unsur
Penegak hukum lainnya untuk menciptakan suasana dan cakrawala baru di bidang
penegakkan hukum dan keadilan dengan melakukan pembenahan- pembenahan, baik
melalui internal di dalam tubuh organisasi profesi melalui standar etika profesi yang
bertanggung jawab dan secara eksternal dalam hubungan dengan lingkungan para penegak
hukum lainnya.
Kedudukan Advokat sebagai penegak hukum sesungguhnya sudah diisyaratkan
melalui UU No. 14 Tahun 1970, pada penjelasan pasal 35 mengisyaratkan perlu adanya
undang-undang bantuan hukum untuk menempatkan profesi Advokat sebagai salah satu
unsur penegak hukum untuk ikut serta mewujudkan prinsip-pnnsip terselenggaranya
pembangunan nasional di bidang hukum yang menjamin adanya kepastian hukum di
negara hukum ini, sehingga penegakan hukum dapat diartikan sebagai tegaknya sistem
hukum yang didasarkan pada nilai-nilai filosofis yang berorientasi pada kebenaran dan
keadilan, nilai sosial yang berorientasi pada tata nilai yang berlaku dan bermanfaat bagi
masyarakat serta nilai yuridis yang bertumbuh pada ketentuan perundang-undangan yang
menjamin ketertiban dan kepastian hukum, maka sebagai penegak hukum seorang Advokat
perlu melengkapi diri dengan pengetahuan hukum yang komprehensif dalam
keterkaitannya terhadap jenis-jenis kejahatan yang berkembang seiring dengan kemajuan
masyarakat, bukan hanya dalam lingkup nasional saja tetapi juga jenisjenis kejahatan
transnasional. Dan tidak kalah pentingnya sikap jujur dan profesional seorang Advokat
perlu menjadi ciri kepribadian yang dapat dipercaya oleh masyarakat dunia.
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dengan
tegas dan jelas menyebutkan bahwa status Advokat sebagai penegak hukum, bebas dan
mandiri yang dijamin oleh hukum dan perturan perundangundangan, oleh karenanya
legitimasi profesi Advokat sebagai penegak Hukum dalam membenkan pelayanan kepada
publik sangat diperlukan 3 (tiga) kondisi yang meliputi Keilmuan, Integritas dan Moralitas.
Dalam hal keilmuannya seorang Advokat tidak hanya memerlukan pengetahuan ilmu
hukum yang memadai yang diperoleh dari kelembagaan pendidikan formal, tetapi juga
sangat diperlukan memiliki wawasan yang komprehensif, bukan hanya terhadap
perkembangan yang dinamis dalam masyarakat Indonesia saja tetapi juga peka dalam
mengantisipasi lajunya perkembangan dunia, khusunya intensitas kejahatan transnasional
sebagaimana telah diindikasikan tersebut di atas.
Aspek integritas merupakan syarat utama kepribadian Advokat sebagai sosok
penegak hukum yang lazimnya juga mengemban jabatan terhormat sebagai offwium nobille,
maka kehadiran Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebut sebagai
Code of Law melengkapi aturan-aturan sebelumnya yang bersifat internal organisasi Advokat
menyangkut tata tertib, sikap dan perilaku anggota yang lazim yang disebut sebagai Code of
Ethics atau Code of Conduct, 13 yang merupakan aturan mengenai karakteristik batin atau
13Code of Law dalam hukum Law Review, Fakullas Hukum I'niversilas Pelila Harapan, Vol. IV No. I, Juli
2004 7 Lumhuun: Peran Advokat Sehiigai Penegak Hukum Menghadapil Transnational positif yang juga
mengikat publik.
146
Etika Profesi Advokat Sebagai Upaya...
nurani atau nurani serta perilaku Advokat menurut ketentuan organisai, sehingga oleh
karenanya sebagai keberadaan Advokat ditengah-tengah masyarakat akan lebih
menampakkan sosok Advokat sebagai penegak hukum yang officium nobille. Demikian pula
dengan moralitas seorang Advokat akan menjadi cerminan Advokat yang dipercaya, baik
oleh masyarakat Indonesia maupun asing di era globalisasi ini. Advokat sebagai sosok
penegak hukum khususnya dalam ikut serta mengisi dan memperbaiki kinerja peradilan di
Indonesia yang dikatakan sudah sangat rusak, sementara penegak hukum seperti Hakim,
Jaksa dan Polisi hampir-hampir tidak lagi dapat dipercaya masyarakat, maka peran Advokat
sebagai penegak hukum ditengah terpuruknya hukum dan keadilan merupakan tantangan
berat, belum lagi menghadapi meningkatnya intensitas kejahatan transnasional yang
semakin marak.14
Profesi advokat adalah merupakan organ negara yang menjalankan fungsi negara.
Profesi Advokat sama dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai organ negara
yang menjalankan fungsi negara. Bedanya adalah kalau Advokat adalah lembaga privat
yang berfungisi publik sedangkan Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman adalah lembaga
publik. Jika Advokat dalam menjalankan fungsi dan tugasnya diberikan kewenangan dalam
statusnya sebagai aparat penegak hukum maka kedudukannya sejajar dengan aparat
penegak hukum yang lain. Kesejajaran tersebut akan tercipta keseimbangan dalam rangka
menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih baik.
Analisis Advokat sebagai penegak hukum merupakan rangkaian proses penjabaran
nilai, ide, dan cita untuk menjadi sebuah tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran.15
Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya haruslah diwujudkan menjadi realitas yang nyata.
Eksistensi hukum menjadi nyata jika nilai-nilai moral yang terkandung dalam hukum dapat
diimplementasikan dengan baik.
Penegakan hukum pada prinsipnya harus memberikan manfaat atau berdaya guna
bagi masyarakat. Disamping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum
dalam rangka mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak dapat dipungkiri,
bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, juga sebaliknya apa
yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.
Pada dasarnya, penegakan hukum dapat terlaksana dengan baik jikalau antara unsur
masyarakat dan unsur penegak hukumnya saling berkesinambungan dalam menjunjung
tinggi prinsip serta tujuan hukum. Suatu unsur penegak hukum ia harus memenuhi syarat
formil dan syarat materiil. Syarat formil menentukan sah tidaknya kuasa hukum sedangkan
syarat materiil menggambarkan apa yang dilakukan kuasa hukum benar-benar kehendak
dari kliennya. Apabila ada perbedaan antara pihak formil dan pihak materiil maka yang
dimenangkan adalah pihak materiil yaitu klien, sebagai pihak yang berkepentingan.16
Pada hakikatnya peran advokat dalam penegakan hukum bukanlah untuk
memenangkan perkara yang dihadapinya akan tetapi untuk memperjuangkan kebenaran
14Law Review, Fakultas Hukum Uttiven Advokat sebagai penegak hukum berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, peran Advokat haruslah tidak menjadi Bad Man.
15 Satjipto Raharjo, Penegakan Hukum di Indonesia (Suatu Tinjauan Sosiologis), Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009, hlm. vii.
16 Mukti Arto, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia), Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 131-132.
147
DiH Jurnal Ilmu Hukum
Volume 12 Nomor 24
Agustus 2016
Agus Pramono
keadilan bagi klien (pihak yang berperkara) dikarenakan posisi kliennya masih tersangka
yang memerlukan bantuan untuk membuktikan ia bersalah atau tidak. Selain itu
pembaharuan dari sisi penegak hukum dalam hal ini advokat, juga perlu pembenahan dari
unsur masyarakatnya. Masyarakat sebagai pelaksana hukum dan pencari keadilan tidak
seharusnya membungkam para aparat penegak hukum demi kepentingannya, termasuk
membungkam pengacara demi memenangkan perkara yang dihadapinya.
C. Penutup
Dasar ratiologis Dewan Kehormatan Advokat memberikan sanksi terhadap
advokat yang dinyatakaan melakukan pelanggaran etika profesi advokat berkaitan
untuk perlindungan hukum bagi klien atau advokat lain yang dirugikan dan pemberian
sanksi guna pembinaan advokat yang melanggar. Advokat sebagai profesi mulia harus
menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan dan kode etik, sehingga apabila
melakukan pelanggaran yang merugikan profesi atau klien harus mendapat tindakan
berupa sanksi-sanksi yang dijatuhkan juga tidak menghilangkan haknya untuk tetap
jalankan profesi. Di sinilah martabat sebagai advokat tetap dihormati sedang sanksi adalah
bentuk penindakan atas pelanggaran yang dilakukan. Selain itu, rasiologis sanksi adalah
dalam rangka memberikan perlindungan hukum, khususnya terhadap pihak yang
dirugikan. Sesuai pendapat Pilipus M. Hadjon mengenai perlindungan hukum dibagi
menjadi dua macam, yaitu: pertama perlindungan hukum preventif, adanya peraturan
perundang-undangan yaitu Undang-Undang Advokat dan Kode etik harus ditaati oleh
setiap advokat. Kedua perlindungan hukum represif, adanya pemberian sanksi terhadap
pelanggaran Undang-Undang Advokat maupun Kode Etik Advokat.
Daftar Pustaka
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Frans Hendra Winata, 1995. Advokat Indonesia, Citra, Idealisme dan Kepribadian, Sinar Harapan,
Jakarta.
Jazim Hamidi, 2005, Makna dan Kedudukan Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus l945 dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran, Bandung
John Rawls, 1971, A. Theory of Justice, Belknap, Harvard.
Lasdin Wlas, Wlas, Lasdin, 1989, Cakrawala Advokat Indonesia, Liberty Yogyakarta.
Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, advokat, Notaris,
Kurator, dan Pengurus), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Mukti Arto, 2001, Mencari Keadilan (Kritik Solusi terhadap Praktik Peradilan Perdata di Indonesia),
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2006. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Rapaun Rambe, 2003, Teknik Praktek Advokat, PT. Grasindo, Jakarta.
Satjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Shidarta, 1990, Mengenai Batasan Profesi, lihat: Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary.
Ed. 6. St. Paul: West Publishing.
148