2008 Tjs
2008 Tjs
2008 Tjs
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
ii
ABSTRACT
TRI JOKO SANTOSO. Identification of Indonesian Begomoviruses in Tomato
and Genetic Diversity Analysis of AV1 Gene as well Its Use for Developing Virus
Resistant Plant. Under directions of SUDARSONO, HAJRIAL ASWIDINNOOR,
SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, and MUHAMMAD HERMAN.
iii
transgenic tobacco plants and the accumulation of the virus in the transgenic
plants tissue. Result of conventional breeding showed that F1-doublecross plants
(crossing between F1-TYLCV and F1-CMV plants) revealed a resistant
phenotype indicating integration of both two resistance genes in one plant has
been occured following effication and PCR analysis. The resistant-doublecross F1
plants then were selected for the horticultural traits and subjected to performing
the advanced breeding for developing Indonesian multiple virus resistance
tomatoes.
iv
RINGKASAN
v
primer universal untuk Begomovirus dipotong dengan menggunakan empat
macam enzim restriksi, yaitu DraI, EcoRI, RsaI dan PstI untuk melihat
keragaman genetiknya. Pola pemotongan dengan enzim restriksi dari delapan
isolat Begomovirus dan fragmen RFLP prediksi isolat Begomovirus dari DNA
database GenBank digunakan untuk menentukan identitas genetik dan keragaman
di antara isolat-isolat Begomovirus tersebut. Produk amplifikasi PCR yang
dipotong dengan empat macam enzim restriksi mengindikasikan bahwa ada
polimorfisme dari fragmen-fragmen DNA di antara 8 isolat Begomovirus yang
berasal dari daerah-daerah di Jawa dan Sumatera tersebut. Analisis filogenetik
menunjukkan bahwa isolat-isolat Begomovirus terbagi menjadi 3 kelompok yang
berbeda. Isolat-isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali berkerabat
dekat dengan Tomato Leaf Curl Virus-Java (ToLCV-Java) atau ToLCV-Java (A),
isolat Malang dan Blitar berkerabat dekat dengan Ageratum Yellow Vein Virus-
China (AYVV-China), sedangkan isolat Kaliurang berkerabat dengan Tomato
Yellow Leaf Curl Virus-China (TYLCV-China) atau ToLCV-Laos.
Amplifikasi PCR menggunakan asam nukleat total dan primer spesifik
untuk gen AV1 Begomovirus, sekuensing secara langsung dari produk PCR, dan
analisis sekuen asam nukleotida dan asam amino menggunakan BLAST telah
dilakukan. Hasil dari percobaan adalah (i) adanya pita DNA hasil amplifikasi PCR
membuktikan bahwa sampel-sampel tomat yang sakit terinfeksi oleh Begomovirus
(ii) hasil analisis BLAST menggunakan sekuen nukelotida dan asam amino
menunjukkan bahwa fragmen DNA hasil amplifikasi PCR adalah gen AV1 dari
Begomovirus, (iii) identitas asam nukleat dan asam amino dari gen AV1 di antara
isolat-isolat Begomovirus mengindikasikan bahwa isolat-isolat tersebut adalah
isolat Ageratum yellow vein virus (AYVV) Indonesia, dan (iv) hasil analisis
filogenetik mengindikasikan bahwa delapan isolat Begomovirus tersebut terbagi
menjadi dua kelompok yang berbeda.
Serangkaian tahapan untuk konstruksi gen AV1 Begomovirus juga telah
dilakukan diantaranya adalah amplifikasi gen AV1 menggunakan primer spesifik,
transformasi ke bakteri E. coli DH5α dan kloning gen tersebut ke vektor ekspresi
pBI121. Transformasi genetik dilakukan dengan cara eksplan potongan daun
tanaman tembakau yang ditumbuhkan secara in vitro ditransformasi melalui ko-
kultivasi dengan A. tumefaciens yang mengandung konstruksi gen AV1. Hasil
percobaan menunjukan bahwa gen AV1-Begomovirus berhasil diamplifikasi dan
disisipkan ke dalam vektor ekspresi pBI121. Tanaman-tanaman tembakau hasil
transformasi genetik dengan gen AV1 telah dihasilkan dan diaklimatisasi di rumah
kaca dan diketahui telah membawa gen ketahanan terhadap kanamisin (gen nptII)
dan gen AV1.
Analisis molekuler dan uji keefektifan gen AV1 pada tanaman-tanaman
tembakau transgenik putatif generasi T0 untuk mendapatkan ketahanan terhadap
Begomovirus menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara
keberadaan atau integrasi gen AV1 Begomovirus pada tanaman tembakau
transgenik dengan fenotipe ketahanan terhadap infeksi virus. Integrasi gen AV1
yang bersifat kopi tunggal lebih tahan terhadap infeksi virus dibandingkan
integrasi gen yang multi-kopi. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1
Begomovirus diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi virus pada
jaringan tanaman. Analisis hibridisasi Northern atau Western perlu dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga
vi
mekanisme ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail.
Pemuliaan konvensional dilakukan untuk mendapatkan galur-galur tomat
yang tahan TYLCV (Begomovirus) yang dikombinasikan dengan ketahanan
terhadap CMV. Materi tanaman yang digunakan dalam percobaan adalah tanaman
generasi F1-TYLCV (hasil persilangan galur tahan dan rentan TYLCV) dan
tanaman generasi F1-CMV (hasil persilangan galur rentan dan galur transgenik
tahan CMV). Hasil percobaan menunjukkan bahwa bioasai tanaman-tanaman F1-
doublecross (F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan dan F1DC-CL6046/R8-110-
11//FLA456/CL6046) dengan TYLCV diperoleh masing-masing 10 dan 9
tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Hal ini mengindikasikan bahwa
tanaman-tanaman F1-kombinasi tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap
TYLCV. Deteksi gen CP-CMV dengan teknik PCR mengindikasikan bahwa gen
tersebut juga telah terbawa pada tanaman-tanaman F1-DC. Dengan demikian,
pada penelitian ini telah diperoleh tanaman-tanaman F1-doublecross/F1-DC (hasil
persilangan antara F1-TYLCV tahan dan F1-CMV tahan) yang memperlihatkan
fenotipe yang tahan terhadap TYLCV dan membawa gen ketahanan terhadap
CMV. Tanaman-tanaman F1-DC ini akan dijadikan sebagai materi untuk
pengembangan varietas tomat tahan TYLCV dan CMV selanjutnya.
vii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
viii
IDENTIFIKASI BEGOMOVIRUS INDONESIA PADA TOMAT
DAN ANALISIS DIVERSITAS GENETIK GEN AV1 SERTA
PEMANFAATANNYA UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN
TAHAN VIRUS
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Agronomi
ix
x
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul
“Identifikasi Begomovirus Indonesia Pada Tomat dan Analisis Diversitas
Genetik Gen AV1 serta Pemanfaatannya Untuk Pengembangan Tanaman
Tahan Virus”. Disertasi ini memuat dua bab yang merupakan pengembangan dari
naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 4 berjudul “Identitas dan
keragaman genetik Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting pada
tomat berdasarkan teknik PCR-RFLP” telah diterbitkan (AgroBiogen 4[1]: 9-7.
April 2008). Bab 5 berjudul “Identity and sequence diversity of Begomovirus
associated with yellow leaf curl disease of tomato in Indonesia” juga telah
diterbitkan (Microbiology Indonesia 2[1]: 1-7. April 2008).
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Prof Dr Ir Sudarsono MSc selaku ketua komisi pembimbing, Dr
Ir Hajrial Aswidinnoor MSc, Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat MSc dan Dr
Muhammad Herman selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan dan
penelitian di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga
disampaikan kepada Dr Ir Endang Nurhayati MS, Dr Ir Agus Purwito MSc dan Dr
Ir Ati Srie Duriat, APU (Profesor Riset) selaku dosen penguji luar komisi pada
ujian tertutup dan terbuka yang telah banyak memberi masukan dan saran. Di
samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih yang tidak terkira kepada
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian dan Sekretaris Badan Litbang Pertanian atas ijin dan
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah
Pasca Sarjana, IPB. Demikian juga kepada pimpinan proyek USAID-ABSP II dan
PTAAP II Badan Litbang Pertanian beserta staf yang telah membiayai sekolah ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Rektor IPB dan Ketua Program
Studi Agronomi yang telah menerima penulis untuk menjadi mahasiawa program
doktor dan atas bimbingan serta dorongan yang telah diberikan selama penulis
menjalani masa studi.
Penulis juga mengungkapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
Bapak dan Ibu, Bapak dan Ibu mertua serta seluruh keluarga atas segala lantunan
doa, jerih payah dan kasih sayangnya sehingga penulis mempunyai motivasi untuk
menyelesaikan studi dan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
untuk istri tercinta dan anak-anak tersayang atas kesabaran dan ketabahan dalam
mendampingi, memberi motivasi dan inspirasi selama penulis menempuh studi.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan staf peneliti
serta para teknisi yang tergabung dalam tim penelitian transformasi padi di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan moril dan
membantu dalam pelaksanaan penelitian.
Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tulisan ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan. Maka dari itu, penulis sangat berharap adanya kritik
dan saran dari pembaca demi sempurnanya tulisan ini. Semoga tulian karya ilmiah
xii
ini dapat bermanfaat di kemudian hari. Amien.
xiii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah, pada tanggal 19 Mei 1972 dari
pasangan Bapak Ngadimin Hadi Sumarto dan Ibu Sri Natun sebagai anak kedua
dari lima bersaudara. Pada tahun 2005 menikah dengan Atmitri Sisharmini MSi
dan dikaruniai dua orang anak putri dan putra, Aulia Izzati Putri (2,5 tahun) dan
Rais Arkan Nugraha (6 bulan).
Pada tahun 1984 penulis menyelesaikan pendidikan SD di SDN II Meger,
Ceper, Klaten kemudian melanjutkan ke SMPN I Ceper dan lulus pada tahun
1987. Pada tahun 1990 lulus dari SMAN I Klaten. Penulis memperoleh gelar
Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada di
Yogyakarta pada tahun 1995. Pada tahun 2004 memperoleh gelar Magister Sains
dari Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
melalui beasiswa pendidikan dan dana penelitian dari proyek ARMP II, Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Pada tahun 2004 melanjutkan studi
program Doktor (S3) dengan biaya dari proyek USAID-ABSP II dan PTAAP
(Departemen Pertanian) pada program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor.
Penulis saat ini bekerja sebagai staf peneliti di Kelompok Peneliti Biologi
Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN) Bogor, sejak tahun 1996 sampai
sekarang.
xiv
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................... 1
Tujuan Penelitian ......................................................................... 6
Strategi dan Alur Penelitian .......................................................... 6
Abstrak ........................................................................................... 20
Abstract ........................................................................................... 21
Pendahuluan .................................................................................. 22
Bahan dan Metode .......................................................................... 23
Hasil ............................................................................................... 26
Pembahasan ..................................................................................... 29
Simpulan ......................................................................................... 33
Daftar Pustaka ................................................................................ 34
Abstrak ........................................................................................... 36
Abstract .......................................................................................... 37
Pendahuluan .................................................................................. 38
Bahan dan Metode ......................................................................... 39
Hasil ............................................................................................... 43
Pembahasan .. ................................................................................. 49
Simpulan ........................................................................................ 51
Daftar Pustaka ................................................................................ 52
xv
V. IDENTITY AND SEQUENCE DIVERSITY OF BEGOMOVIRUS
ASSOCIATED WITH YELLOW LEAF CURL DISEASE OF
TOMATO IN INDONESIA
Abstrak ............................................................................................ 54
Abstract ........................................................................................... 55
Introduction ................................................................................... 56
Materials and Method ..................................................................... 57
Results .............................................................................................. 60
Discussions ..................................................................................... 66
Conclusion ....................................................................................... 67
References ....................................................................................... 68
Abstrak ........................................................................................... 70
Abstract .......................................................................................... 71
Pendahuluan .................................................................................. 72
Bahan dan Metode .......................................................................... 74
Hasil ............................................................................................... 79
Pembahasan .................................................................................... 86
Simpulan ......................................................................................... 88
Daftar Pustaka ................................................................................ 89
Abstrak ............................................................................................ 91
Abstract ........................................................................................... 92
Pendahuluan .................................................................................. 93
Bahan dan Metode .......................................................................... 95
Hasil ............................................................................................... 97
Pembahasan .................................................................................... 104
Simpulan ......................................................................................... 107
Daftar Pustaka ................................................................................. 107
xvi
Hasil ............................................................................................... 119
Pembahasan ..................................................................................... 126
Simpulan ......................................................................................... 130
Daftar Pustaka ................................................................................. 130
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Deskripsi gejala dominan pada tanaman tomat sakit yang
ditemukan di beberapa lokasi pengambilan sampel ..................... 27
xviii
Begomovirus ...... 114
13. Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terserang CMV ..... 115
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram alur strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan
dari selutruh kegiatan penelitian ........................................................ 8
2. Taksonomi dari famili Geminiviridae: tipe spesies, organisasi
genom, tanaman inang dan vektor serangganya. ............................... 9
3. Organisasi genom masing-masing genus dari famili Geminiviridae
dan serangga vektor utamanya .......................................................... 11
4. Morfologi gejala pada tanaman tomat yang diduga terinfeksi oleh
Begomovirus yang ditemukan di lapang ........................................... 26
5. Elektroforesis gel dari fragmen DNA hasil optimasi teknik
amplifikasi PCR menggunakan primer universal untuk mendeteksi
Begomovirus pada sampel koleksi Laboratorium Virologi, PS
Proteksi Tanaman, IPB .................................................................... 27
xx
14. Agarose gel electropherogram of polymerase chain reaction (PCR)
amplified DNA fragments of putative AV1. The DNA fragments
were amplified by PCR using AV1 specific primers and total
nucleic acid of diseased tomato sample …....................................... 60
17 Elektroforesis pada gel agarosa 1%. (a) produk amplifikasi gen AV1
dari dua isolat Begomovirus (CP 8 dan CP11) menggunakan primer
spesifik CPPROTEIN-V1 dan CPPROTEIN-C1. (b) DNA plasmid
rekombinan pCP8 (1-6) dan pCP11 (1-6) hasil isolasi dari koloni
tunggal bakteri E. coli DH5α ……………………………………… 79
18. Peta plasmid biner pBI121 yang membawa gen pelapor gus dan gen
marker nptII pada struktur T-DNAnya ............................................. 80
19. Elektroforesis fragmen gen AV1 yang dipotong dari vektor pGEM-T
easy dan fragmen gen GUS dari vektor ekspresi pBI121 dengan
enzim restriksi XbaI dan SacI pada gel agarosa 1%. AV1 = fragmen
gen AV1 yang berukuran 780 bp; GUS = fragmen gen GUS yang
berukuran 2000 bp ........................................................................... 81
21. Peta konstruksi plasmid biner pBI-CP yang membawa gen AV1
Begomovirus dengan promoter 35S-CaMV dan terminator nos, dan
gen marker nptII pada struktur T-DNA .......................................... 82
xxi
26. Analisis hibridisasi Southern Blot pada sampel tanaman tembakau
trasngenik putatif generasi T0 yang positif PCR dan 2 tanaman yang
negatif PCR (no.10 & 20) dengan pelacak gen AV1 .......................... 102
29. Beberapa gejala tanaman F1-CMV setelah inokulasi dengan CMV .. 122
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xxiii
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) adalah salah satu komoditas
sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Komoditas ini mempunyai banyak fungsi di antaranya adalah
bahwa buah tomat dapat berfungsi sebagai sayuran, buah meja, minuman, bahkan
sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan (Duriat 1996). Di bidang kesehatan,
tomat merupakan salah satu komoditas yang mendapat perhatian besar karena
selain kandungan vitamin dan mineral, tomat juga mengandung senyawa
antioksidan yang bermanfaat untuk pencegahan penyakit kronis termasuk di
antaranya adalah penyakit jantung koroner dan beberapa penyakit kanker
(Weisburger 1998). Buah tomat kaya akan senyawa-senyawa karotenoid termasuk
likopin (lycopene). Tomat juga termasuk dalam lima besar tanaman sayuran
penting di Indonesia selain kubis, bawang putih, kacang kapri dan cabai. Produksi
tomat pada tahun 2006 mencapai hampir 640.385 ton dengan produktifitas 11,74
ton/ha dan luas panen 54.527 ha (Deptan 2007).
Infeksi virus daun (kuning) menggulung yang menyebabkan penyakit
“keriting daun” pada tomat [Tomato (Yellow) Leaf Curl Virus, TYLCV/ToLCV]
dari salah satu anggota genus Begomovirus (Famili Geminiviridae), adalah salah
satu kendala biotik yang serius pada produksi tomat di seluruh dunia. Gejala-
gejala tanaman yang terinfeksi virus ini diantaranya adalah penghambatan
pertumbuhan, daun menguning dan menggulung (keriting) serta tanaman menjadi
kerdil. Virus ini dapat menginfeksi tanaman tomat baik pada tanaman muda atau
tua yang ditanam di lapang terbuka atau di rumah kaca, dan menyebabkan
kehilangan produksi yang dapat mencapai 100% apabila menginfeksi tanaman
sewaktu masih muda. Virus ini telah ditemukan di beberapa negara tropik,
subtropik dan mediterania seperti negara-negara di Timur Tengah, Eropa Barat
Daya, Afrika, Asia Tenggara dan kepulauan Karibia (Green & Kalloo 1994;
Czosnek & Laterrot 1997; Jones 2003), bahkan juga ditemukan di daerah dengan
iklim temperate (Moriones & NavasCastillo 2000) yang kejadian penyakitnya
berkisar antara 20 - 100% dan dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100%
(Polston & Anderson 1997; Dellate 2005). Di Indonesia, serangan yang berat dari
virus ini dapat menginfeksi hampir 90-100% tanaman tomat dan mengakibatkan
pengurangan hasil antara 50-100% (AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003
issue). Sudiono et al. (2001) melaporkan bahwa serangan virus daun kuning
menggulung pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya mencapai 50-
70%.
Usaha pengendalian penyakit keriting yang disebabkan infeksi TYLCV
sampai saat ini masih sulit untuk dilakukan karena tidak ada pestisida yang dapat
diaplikasikan secara langsung untuk mengontrol virus tersebut. Pengendalian
biasanya dilakukan secara tidak langsung antara lain dengan mengurangi sumber
inokulum dengan cara mencabut atau menghilangkan tanaman-tanaman yang
telah menunjukkan gejala serangan virus, mengendalikan perkembangan serangga
vektor, melakukan pergiliran tanaman, dan pemberantasan gulma yang dapat
menjadi inang pembawa virus. Akan tetapi cara-cara pengendalian ini terkadang
kurang efektif karena proses penularan virus ini dapat terjadi dengan cepat
mengingat penularan virus ini dilakukan oleh serangga vektor. Penggunaan
varietas tahan merupakan pilihan yang tepat untuk mengendalikan virus karena
metode ini relatif lebih aman dan murah bila dibandingkan dengan metode
pengendalian yang lain.
Terdapat dua pendekatan utama untuk pengembangan ketahanan genetik
terhadap virus yang tergantung pada sumber gen yang digunakan (Dasgupta et al.
2003). Gen ketahanan dapat berasal dari virus itu sendiri atau berasal dari sumber
yang lain. Pendekatan pertama didasarkan pada konsep ketahanan yang berasal
dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR). Pendekatan PDR memanfaatan
elemen genetik yang berupa gen utuh atau bagian gen dari genom virus kemudian
diklon dan diintroduksikan ke tanaman, yang selanjutnya akan mempengaruhi
satu atau beberapa tahap penting dalam siklus hidup virus. Pemanfaatan gen
selubung protein (coat protein gene) (Vidya et al. 2000) merupakan salah satu
contoh dari pendekatan PDR ini. Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang
berasal bukan dari patogen (non pathogen-derived resistance), yang didasarkan
pada pemanfaatan gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang
bertanggungjawab untuk adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan
patogen, dan untuk memperoleh tanaman transgenik yang tahan terhadap virus
2
tersebut. Penggunaan pendekatan non-PDR, diantaranya dilakukan oleh Hanson et
al. (2000). Meskipun tidak sepopuler pendekatan PDR, pendekatan non PDR
memberikan harapan dan peluang yang besar untuk mengembangkan ketahanan
yang bersifat durabel (dapat bertahan lama dan berkelanjutan) ketika
dikombinasikan dengan pendekatan PDR.
Galur-galur tomat hasil pemuliaan secara konvensional yang mempunyai
ketahanan terhadap TYLCV (Begomovirus) telah dikembangkan oleh The Asian
Vegetables Research and Development Center (AVRDC), Taiwan dan telah diuji
serta terbukti efektif terhadap beberapa strain TYLCV Asia termasuk diantaranya
Taiwan, India Selatan dan Thailand (AVRDC Centerpoint newsletter – spring
2003 issue). Galur-galur tomat yang tahan CMV juga telah dikembangkan oleh
AVRDC melalui pendekatan rekayasa genetik menggunakan gen protein selubung
(coat protein gene). Sampai sekarang ini, galur transgenik tahan CMV tersebut
telah dievaluasi di lapang dan menunjukkan tingkat ketahanan yang memadai
untuk mengendalikan infeksi virus. Melalui proyek kerjasama ABSP II yang
didanai oleh USAID, persilangan antara tomat varietas Indonesia (Intan dan
CL6046) dengan varietas tomat yang tahan TYLCV (FLA 456 dan FLA 478) atau
varietas tomat transgenik tahan CMV (R7-110-11) telah dilakukan di AVRDC
dan menghasilkan tanaman tomat generasi F1 dari masing-masing persilangan
(tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV). Tanaman tomat generasi F1-TYLCV dan
F1-CMV tersebut kemudian didonasikan ke Indonesia (BB BIOGEN) sebagai
materi untuk pengembangan tomat tahan multi-virus.
3
ketahanan yang tinggi.
4
negara India dan Taiwan, telah berhasil diidentifikasi secara molekuler. Urutan
DNA genom dari isolat-isolat tersebut telah dapat dibandingkan sehingga dapat
diketahui tingkat kesamaannya (Zeidan et al. 1998). Kemajuan di bidang biologi
molekuler telah menghadirkan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi virus. Salah satu teknik molekuler yang banyak
diaplikasikan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) karena teknik ini sangat
sensitif dan spesifik untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen-patogen
tanaman. Selain itu, PCR dapat digunakan untuk mengetahui komposisi populasi
patogen dan diversitas genetik virus (Rojas et al. 1993). Spesifisitas PCR
didasarkan pada penggunaan primer-primer oligonukleotida yang komplementer
dengan daerah yang mengapit sekuen DNA yang diamplifikasi. Deteksi virus
dengan metode serologi mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah
rendahnya titer dari antigen sehingga virus sulit untuk dideteksi, adanya reaksi
silang antibodi dengan antigen heterolog dan adanya pengaruh pengaturan
produksi antibodi oleh lingkungan dan tahap perkembangan dari tanaman.
Sedangkan metode deteksi dengan PCR mempunyai keuntungan antara lain
metode ini hanya membutuhkan sampel DNA yang sedikit yang dapat diperoleh
dari jaringan tanaman yang segar, disimpan di lemari es atau bahkan jaringan
yang telah kering. Selain itu deteksinya tidak dipengaruhi oleh tahap
perkembangan tanaman dan faktor lingkungan. Teknik ini juga relatif lebih mudah
untuk dilakukan dan memungkinkan untuk analisis sekuen (sequencing)
berdasarkan fragmen produk PCR yang terbentuk.
Di Indonesia, keragaman genetik Begomovirus pada tingkat molekuler
(urutan basa DNA) belum banyak dilaporkan. Usaha identifikasi melalui teknik
hibridisasi asam nukleat dan polymerase chain reaction (PCR) telah dirintis oleh
beberapa peneliti (Hidayat et al. 1999; Aidawati et al. 2005). Namun demikian,
informasi yang lebih mendetail mengenai urutan sekuen DNA dari Begomovirus
yang mungkin berkaitan dengan sekuen-sekuen fungsional atau yang dapat
menunjukkan adanya keragaman genetik di antara Begomovirus belum pernah
dilakukan.
5
Tujuan Penelitian
6
genetiknya untuk menentukan identitas dan hubungan kekerabatan antar isolat
Begomovirus tersebut. Studi diversitas genetik dilakukan dengan melihat adanya
perbedaan situs enzim restriksi dari masing-masing isolat Begomovirus
berdasarkan teknik PCR-RFLP (Percobaan 2). Untuk mempelajari secara lebih
detail adanya diversitas genetik di antara isolat Begomovirus, dilakukan analisis
sekuen nukleotida dan asam amino dari gen AV1 yang merupakan gen yang
mempunyai sekuen yang konservatif (conserved sequences) (Percobaan 3). Di
samping informasi tentang keragaman genetik dari isolat-isolat Begomovirus yang
menginfeksi tomat, dari penelitian 3 juga diharapkan dapat diperoleh identitas
genetik Begomovirus Indonesia dengan Begomovirus yang ada di database DNA
(GenBank).
Upaya untuk mengendalikan penyakit yang berasosiasi dengan
Begomovirus dapat ditempuh dengan menggunakan varietas-varietas tomat yang
tahan, maka pada penelitian disertasi ini dilakukan dua pendekatan yang berbeda
untuk merakit tanaman tahan terhadap Begomovirus. Pertama, pendekatan non-
konvensional melalui teknik rekayasa genetik dengan menggunakan gen yang
berasal dari Begomovirus itu sendiri, yang sering disebut dengan pathogen-
derived resistance (PDR). Untuk pendekatan ini dilakukan konstruksi gen AV1
Begomovirus (menyandikan protein selubung) pada vektor ekspresi dan konstruk
gen AV1 diintroduksikan ke tanaman tembakau menggunakan vektor bakteri A.
tumefaciens (Percobaan 4). Transformasi genetik tanaman tembakau (tanaman
model) dengan gen AV1 dimaksudkan untuk mempelajari fungsi dan efektifitas
gen AV1 sebelum diintroduksikan ke tanaman target. Tanaman-tanaman tembakau
transgenik putatif yang dihasilkan pada penelitian 4 digunakan sebagai materi
untuk analisis deteksi keberadaaan gen AV1 pada genom menggunakan teknik
PCR dan Southern Blot serta untuk evaluasi keefektifan gen AV1 terhadap
Begomovirus (Percobaan 5). Kedua, pendekatan konvensional dilakukan dengan
memanfaatkan gen ketahanan terhadap TYCLV yang ada pada galur-galur dari
AVRDC melalui persilangan dengan tomat-tomat Indonesia untuk mendapatkan
tanaman tomat Indonesia yang tahan terhadap TYLCV (Begomovirus)
(Percobaan 6). Untuk memudahkan pemahaman terhadap strategi penelitian yang
digunakan maka dibuat diagram alur penelitian (Gambar 1).
7
Koleksi tanaman tomat
terinfeksi Begomovirus
TOMAT TAHAN
BEGOMOVIRUS
Gambar 1 Diagram alur strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan dari
seluruh kegiatan penelitian
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
Famili Geminiviridae
(Ribeiro 2006)
Whitefly
9
Mastrevirus mempunyai sebuah genom monopartit, terdiri dari sebuah
DNA utas tunggal berbentuk sirkuler (circular ssDNA) dengan ukuran sekitar 2,6
– 2,8 kb. Kelompok virus ini biasanya menginfeksi tanaman monokotil dan
ditularkan oleh kutu daun (leafhoppers, Hemiptera dari famili Cicadellidae)
dengan cara persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Genom dari genus ini
mengkodekan empat protein: dua pada utas v-sense (movement protein, MP dan
capsid protein, CP) dan dua pada utas c-sense (RepA dan Rep). Genus ini banyak
ditemukan di Afrika dan termasuk dalam genus ini adalah Maize streak virus
(MSV) dan Wheat dwarf virus (Agrios 1997; van Regenmortel et al. 1999;
Gutierrez 2000).
Curtovirus mempunyai sebuah genom monopartit dan ditularkan oleh kutu
daun (leafhopper) dengan cara persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Virus ini
menginfeksi tanaman dikotil. Protein selubungnya lebih mirip dengan protein
selubung dari genus Mastrevirus, akan tetapi ssDNA tunggalnya diorganisasi
lebih mirip dengan DNA A bipartit dari genus Begomovirus. Di samping
menyandikan movement protein (MP) dan coat protein (CP), genom dari genus ini
juga menyandikan protein (V2) pada utas v-sense-nya sedangkan empat protein
dikodekan pada utas c-sense. Protein-protein tersebut adalah Rep, Rep yang
homolog pada genus mastrevirus, protein C2, REn (Replication enhancer protein)
dan protein C4. Virus yang termasuk dalam genus ini adalah beet curly top virus
(BCTV). Genus ini kebanyakan ditemukan di India, Amerika dan negara-negara
Mediterania (van Regenmortel et al. 1999).
Genus Topocuvirus sebenarnya hampir mirip dengan Curtovirus dan
hanya dibedakan dalam famili vektor yang menularkan. Virus dari genus ini
ditularkan oleh treehopper (Hemiptera: Micrutalis malleifera) dan bukan kutu
daun dan menginfeksi tanaman dikotil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
genus ini merupakan hasil rekombinasi dengan virus lain dari genus yang berbeda
(Briddon et al. 1996). Virus dari genus ini pertama kali ditemukan di Florida
(Stoner & Hogan 1950). Genom dari virus genus ini adalah berukuran sekitar
2861 nukleotida dan mengkodekan 6 protein yang mirip dengan Curtovirus
(Briddon et al. 1996). Hanya satu virus yang termasuk dalam genus ini yaitu
Tomato pseudo-curly top virus.
10
Gambar 3 Organisasi genom masing-masing genus dari famili Geminiviridae dan
serangga vektor utamanya. MSV=Maize streak virus, BCTV=Beet
curly top virus, TPCTV=Tomato pseudo-curly top virus,
TGMV=Tomato golden mosaic virus, TYLCV=Tomato yellow leaf
curl virus
11
Genus Begomovirus meliputi virus-virus yang menginfeksi tanaman
dikotil. Genus ini terdiri dari virus-virus dengan genom bipartit yang mempunyai
gen-gen yang terletak pada dua molekul DNA utas tunggal sirkuler yang berbeda
(DNA A dan DNA B dengan ukuran masing-masig 2,6-2,8 kb)) atau monopartit
dengan semua gen-nya terletak pada satu DNA utas tunggal sirkuler (2,8 kb).
Begomovirus ini ditularkan oleh serangga kutu kebul (whiteflies) dari genus
Bemisia dengan sifat penularan persisten, sirkulatif dan non-propagatif.
Komponen DNA A dan DNA B mengandung gen-gen yang menyandikan protein
pada utas sense virus (v-sense) dan utas sense komplementer (c-sense).
Komponen DNA A mengandung satu gen (AV1) pada v-sense dan 3 gen (AC1,
AC2, dan AC3) pada c-sense. Pada komponen DNA B mempunyai satu gen
(BV1) pada v-sense dan satu gen (BC1) pada c-sense. Produk protein dari gen
BV1 ditempatkan pada inti sel dan berfungsi mengikat DNA, sehingga genom
virus yang baru dibentuk dapat dipindahkan ke sitoplasma. Produk protein BC1
ditempatkan pada dinding sel dan membran seluler, dan berfungsi untuk
meningkatkan kerja eksklusif dari plasmodesmata dalam pergerakan virus dari sel
ke sel. Kedua movement protein ini berhubungan dalam penentuan kisaran inang
virus, namum hanya gen BC1 yang berperan dalam menentukan keparahan gejala
dan patogenisitas pada Begomovirus. Contoh virus yang termasuk kelompok ini
adalah Bean golden mosaic virus (BGMV) dan Tomato yellow leaf curl virus
(TYLCV) (van Regenmortel et al. 1999).
12
dari keempat genus geminivirus dan meliputi sekuen origin untuk replikasi rolling
circle (Horrison & Robinson 2002; Zhou et al. 2003). Genom Begomovirus
mengkodekan 6 open reading frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara
parsial (V1,V2, C1, C2, C3, dan C4) dan transkripsi gen-gen dari Begomovirus
terjadi dalam 2 arah pada kedua komponen transkripsi dari genom yang
dipisahkan oleh daerah intergenik (Rybicki et al. 2000).
Protein-protein yang disandikan oleh genus Begomovirus adalah:
- Protein selubung (capsid protein, CP), ORF V1; yang digunakan untuk
menyelubungi genom dan juga sangat penting untuk penyebaran virus
(Briddon et al. 1989). CP dan pre-CP (V2) juga penting untuk pergerakan
lokal atau sistemik yaitu untuk pergerakan keluar masuk genom virus dari
inti sel inang (Gafni & Epel 2002). Komponen AV1 juga berperan dalam
melindungi ssDNA virus dan penularan oleh serangga vektor. Protein ini
juga penting untuk perpindahan virus ketika masuk ke dalam sistem
pencernaan serangga kutu kebul untuk melindungi partikel virus dari
degradasi (Morin et al. 2000).
- Protein yang berhubungan dengan replikasi (replication-associated
protein, Rep), ORF C1; merupakan protein yang hanya terlibat dalam
proses replikasi virus (Desbiez et al. 1995).
- Protein untuk aktivasi transkripsi (transcriptional activator protein), ORF
C2; protein yang terlibat dalam pengaktifan transkripsi dari promoter
protein selubung. Protein ini ditemukan terlokalisasi pada inti dan
berperan dalam patogenisitas virus (van Wezel et al. 2001).
- Protein untuk meningkatkan replikasi (replication enhancer protein), ORF
C3; protein ini berinteraksi dengan protein C1 dan meningkatkan
akumulasi DNA virus (HanleyBowdoin et al. 2000)
- Protein C4 merupakan protein yang penting untuk penentu gejala dan
terlibat dalam inisiasi pembelahan sel (Krake et al. 1998). Protein C4
mungkin berinteraksi dengan ORF RepC1 dan mematahkan mekanisme
pertahanan tanaman (van Wezel et al. 2002).
- Produk protein yang disandikan oleh pre-CP (V2/MP) dan ORF C4 diduga
terlibat dalam pergerakan DNA virus dari sel ke sel (Rojas et al. 2001).
13
DNA A dari spesies bipartit mempunyai susunan yang hampir sama
dengan genom dari Begomovirus monopartit. Untuk Begomovirus bipartit Dunia
Baru, komponen DNA A tidak mempunyai gen AV2. Komponen DNA B
menyandikan BV1 dan BC1, protein-protein yang penting untuk pergerakan virus
dari sel ke sel dan untuk infeksi sistemik (Sanderfoot et al. 1996), dan dapat
mempengaruhi kisaran inang (Ingham et al. 1995). Meskipun tidak secara
langsung terlibat dalam interaksi dengan vektor kutu kebul, sekuen DNA B
mempengaruhi efisiensi akuisisi virus oleh serangga dengan menentukan lokasi
Begomovirus pada jaringan tanaman (Liu et al. 1997).
Infeksi Begomovirus ini telah terjadi pada beberapa tanaman penting
seperti kacang-kacangan, mentimun, tomat, cabai dan ubikayu pada daerah tropis
dan sub-tropis serta beberapa rumput (Roye et al. 1997; Ambrozevicius et al.
2002). Di beberapa negara di Timur Tengah, Eropa Barat Daya, Afrika Tropis,
Asia Timur dan Tenggara dan Australia, Begomovirus yang menyerang tanaman
tomat adalah Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) atau Tomato leaf curl virus
(ToLCV) (Zeidan et al. 1998). Sedikitnya 17 Begomovirus telah dilaporkan
menginfeksi tomat di daerah Amerika dan Karibia, seperti misalnya Texas pepper
virus, TYLCV, ToMoV, TGMV, Tomato yellow mosaic virus dan lain-lain.
Begomovirus ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci,
ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Idris et al.
2001; Brown & Czosnek 2002). Periode makan akuisisi dan inokulasi
minimumnya telah banyak dilaporkan untuk banyak Begomovirus dan pada
umumnya masing-masing adalah 10-60 menit dan 10-30 menit (Idris & Brown
1998; Brown & Czosnek 2002). Periode laten virus ini di dalam vektornya lebih
dari 20 jam. Virus dapat bertahan di dalam vektor selama lebih dari 20 hari namun
tidak sepanjang masa hidup kutu kebul. Virus tersebut dapat dibawa oleh serangga
pada tahapan larva atau dewasa namun tidak diturunkan ke keturunannya.
14
(Harrison & Robinson 1999; Morales & Anderson 2001); pemanfaatannya sebagai
vektor dan induser pembungkaman gen (Atkinson et al. 1998; Kjemtrup et al.
1998); dan kontribusinya sebagai model untuk mempelajari mekanisme
pergerakan makromolekul secara intraseluler dan interseluler (Rojas et al. 1998;
Gutierrez 1999; Lazarowitz 1999).
Di samping itu, perhatian yang serius terhadap kelompok virus ini
dikarenakan oleh munculnya strain-starin Begomovirus baru melalui rekombinasi
dan pseudo-rekombinasi di antara strain dan/atau spesies pada berbagai tanaman,
peran dari komponen DNA-β seperti satelit virus dan penemuan adanya integrasi
sekuen Begomovirus ke dalam genom tanaman seperti pada spesies Nicotiana
(Navas-Castillo et al. 2000; Saunders et al. 2000; Harper et al. 2002; Ribeiro et al.
2002). Penemuan-penemuan ini mengindikasikan bahwa rekombinasi telah
berkontribusi terhadap keragaman genetik dari Begomovirus dan terhadap
munculnya varian-varian dan spesies virus baru. Adanya infeksi yang bersamaan
(mixed infection) dari dua atau lebih Begomovirus pada satu tanaman juga
merupakan aspek yang penting dalam memunculkan keragaman genetik dari
Begomovirus. Hal ini disebabkan karena infeksi yang bersamaan memberikan pre-
kondisi untuk terjadi rekombinasi yang dapat memunculkan strain virus baru yang
lebih ganas atau spesies Begomovirus yang baru (Sanz et al. 2000; Ribeiro et al.
2003).
Beberapa peneliti telah mempelajari adanya keragaman genetik dari
Begomovirus, diantaranya adalah keragaman genetik Begomovirus yang
menginfeksi kedelai, kacang-kacangan dan rumput-rumputan (Rodriguez-Pardina
et al. 2006), keragaman genetik pada infeksi campuran dari Begomovirus yang
menginfeksi tomat, cabai dan ketimun (Ala-Poikela et al. 2005; Ambrozevicious
et al. 2002), dan pada ubikayu (Bull et al. 2006).
15
menggunakan antiserum yang disiapkan untuk mendeteksi virus tertentu.
Antiserum dengan bantuan bufer alkalin digunakan pada plate plastik mikrotiter
untuk menguji sap tanaman yang terinfeksi virus. Di antara jenis teknik ELISA
adalah double antibody sandwich-ELISA (DAS-ELISA) dan triple antibody
sandwich-ELISA (TAS-ELISA). Nono-Womdim & Atibalentja (1993)
menggunakan DAS-ELISA untuk mengidentifikasi PVMV pada cabai (Capsicum
annuum). TAS-ELISA menggunakan monoklonal antibodi untuk mendeteksi
virus, seperti Begomovirus pada tomat (Credi et al. 1989; Pico et al. 1999).
Teknik ELISA ini relatif lebih murah khususnya apabila antiserum dapat
diproduksi secara lokal dan juga cukup memadai untuk diagnosa virus. Namun
demikian, metode deteksi serologi mempunyai beberapa kelemahan diantaranya
adalah rendahnya titer dari antigen, adanya reaksi silang antibodi dengan antigen
heterolog dan adanya pengaruh pengaturan produksi antibodi oleh lingkungan dan
tahap perkembangan (Harrison 1991; Pico et al. 1999).
Teknik PCR adalah sebuah teknik molekuler yang sangat sensitif dan
spesifik untuk deteksi dan identifikasi patogen tanaman (Rojas et al. 1993), dan
teknik tersebut dapat digunakan untuk mempelajari dengan akurat komposisi
populasi patogen dan keragaman genetik virus (Gilbertson et al. 1991; Robertson
et al. 1991). Kespesifikan dari teknik PCR didasarkan pada penggunaan primer-
primer oligonukleotida yang komplementer dengan daerah yang diapit pada
sekuen DNA yang diamplifikasi. Karena PCR mengamplifikasi asam nukleotida,
teknik ini sangat bermanfaat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi
oleh metode deteksi serologi, seperti rendahnya jumlah antigen, reaksi silang dari
antibodi dengan antigen-entigen heterolog dan regulasi produksi antigen yang
dipengaruhi oleh tahap perkembangan atau lingkungan. Selain itu, dengan teknik
PCR, jumlah sampel DNA yang sedikit dari sampel tanaman yang segar, atau
disimpan dilemari es serta kering dapat digunakan untuk analisis PCR.
Metode PCR telah digunakan untuk mendeteksi dan menentukan
variabilitas genetik virus tanaman, termasuk diantaranya luteovirus (Robertson et
al. 1991), potyvirus (Langeveld et al. 1991), geminivirus yang ditularkan hama
wereng yang menginfeksi tanaman monokotil (Rybicki & Hughes 1990) dan
geminivirus yang ditularkan oleh kutu kebul (Gilbetson et al. 1991; Navot et al.
16
1992; Hidayat et al. 1999; Aidawati et al. 2005).
Rampersad & Umaharan (2003) bahkan telah mengembangkan suatu
teknik untuk mendeteksi Begomovirus menggunakan PCR. Ada tiga teknik PCR
yang digunakan yaitu PCR standar, PCR penempelan langsung (direct-binding
PCR) dan immunocapture PCR. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
teknik immunocapture PCR yaitu teknik PCR yang menggunakan interaksi
antibodi-antigen untuk mengikat virus kemudian digunakan sebagai cetakan untuk
analisis PCR merupakan teknik yang paling efektif untuk mendeteksi
Begomovirus.
Teknik deteksi secara molekuler yang lain adalah teknik hibridisasi asam
nukleat. Teknik juga merupakan teknik yang sensitif untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi Begomovirus pada tanaman yang terinfeksi (Pico et al. 1999;
Rodriguez et al. 2003). Hibridisasi asam nukleat menggunakan sebuah membran
nilon untuk memblot sap virus dan sebuah pelacak (probe). Teknik ini dapat
digunakan untuk mendeteksi virus dalam jumlah sampel yang cukup banyak
dalam waktu yang sama, namun biasanya teknik ini mempunyai banyak tahapan
yang harus dilakukan dan hanya dapat dilakukan di laboratorium yang
mempunyai fasilitas untuk itu.
17
tanaman tahan terhadap TYCLV menggunakan spesies liar yang berbeda seperti
L. peruvianum (Lapidot et al. 1997; Vidavsky & Czosnek 1998), L. chilense
(Scott et al. 1996), L. pimpinellifolium (Vidavsky et al. 1998), dan L. hirsutum
(Vidavsky & Czosnek 1998; Hanson et al. 2000).
Kultivar tomat komersial yang tahan TYLCV hasil pemuliaan
konvensional adalah TY20 yang membawa gen ketahanan dari L. peruvianum,
yang menunjukkan penundaan perkembangan gejala dan akumulasi virus
(Pilowsky & Cohen 1990; Rom et al. 1993). Pada kebanyakan kasus, sumber
ketahanan TYLCV dikendalikan oleh banyak gen (Pico et al. 1996; Pico et al.
1999). Setelah hampir 20 tahun, program pemuliaan secara konvensional hanya
menghasilkan sedikit kultivar tomat komersial yang ada di pasaran.
18
Sedangkan strategi yang lain, meskipun berbeda dalam konstruk gen yang
digunakan, semua bertujuan untuk menghalangi replikasi dari virus dengan meng-
nonaktifkan gen Rep. Yang et al. (2004) telah berhasil merekayasa tomat tahan
TYLCV menggunakan konstruk transgen Rep dan C4 yang menunjukkan tidak
adanya DNA virus dan gejala yang dapat diamati pada tanaman tomat
transforman.
Dari hasil penelitian, dari pendekatan PDR yang dilakukan (terutama
untuk non-begomovirus), ketahanan tanaman transgenik yang diperoleh
disebabkan oleh ekspresi sekuen transgen virus pada tahap transkripsi dan bukan
pada tahap translasi (Chellappan et al. 2004; Vanitharani et al. 2004). Mekanisme
yang mendasari kasus ini adalah adanya pembungkaman RNA (RNA silencing)
atau interferensi RNA (RNA interference, RNAi), sebuah mekanisme
penghancuran sekuen spesifik pada tanaman yang menggambarkan mekanisme
pertahanan antivirus secara alami (Voinnet 2001; Vanitharani et al. 2003;
Chellappan et al. 2004). Karena Begomovirus mempunyai genom DNA maka
prospek penggunaan pendekatan berdasarkan RNAi masih terbatas.
Pembungkaman RNA berdasarkan transgen pada gen Rep dan C4 belum begitu
berhasil. Studi ini menunjukkan bahwa jika virus mencapai level threshold dari
ekspresi replikasi pada sel-sel yang terinfeksi awal, maka penyebaran virus tidak
dapat lagi dihalangi (Noris et al. 2004).
Sekuen Begomovirus yang tidak menyandikan protein (IR) juga telah
diteliti untuk menghasilkan ketahanan terhadap virus. Pooggin & Hohn (2003)
menjelaskan bahwa ekspresi baik sense dan antisense sekuen promoter dari Vigna
mungo yellow mosaic virus (VMYMV) pada IR menghasilkan ketahanan pada
tanaman terinfeksi VMYMV.
19
III. DETEKSI BEGOMOVIRUS YANG MENGINFEKSI
TOMAT MENGGUNAKAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN
REACTION (PCR)
Abstrak
20
Abstract
21
Pendahuluan
22
serta sebagian negara di Asia) atau bipartit (Thailand) (Fauquet & Stanley 2005).
Begomovirus ditularkan dengan cara penularan persisten sirkulatif (Idris et al.
2001; Brown & Czosnek 2002).
Dengan ditemukannya beberapa kejadian penyakit yang berasosiasi
dengan Begomovirus di beberapa daerah sentra produksi tomat dan hal ini
berpotensi menjadi ancaman yang serius pada produksi tomat, maka sangat
diperlukan pengembangan teknik deteksi Begomovirus pada tanaman dalam
hubungannya dengan pengendalian penyakit. Secara tradisional, metode serologi
telah menjadi cara yang rutin digunakan untuk deteksi dan diagnosis virus.
Namun demikian, metode deteksi serologi mempunyai beberapa kelemahan
diantaranya adalah rendahnya titer dari antigen, adanya reaksi silang antibodi
dengan antigen heterolog dan adanya pengaruh pengaturan produksi antibodi oleh
lingkungan dan tahap perkembangan (Horrison 1991; Pico et al. 1999) Kemajuan
di bidang biologi molekuler telah menghadirkan beberapa teknik yang dapat
digunakan untuk deteksi dan identifikasi virus, salah satunya adalah Polymerase
Chain Reaction (PCR). Teknik ini sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi dan
identifikasi patogen-patogen tanaman. Teknik PCR juga dapat digunakan untuk
mengetahui mengenai komposisi populasi patogen dan diversitas genetik virus
(Rojas et al. 1993).
Tujuan penelitian adalah untuk mendeteksi Begomovirus yang
menginfeksi tanaman tomat pada beberapa daerah produksi tomat di Jawa Timur,
Daerah Istimewa Jogjakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat menggunakan teknik
PCR.
23
serangga kutu kebul, dimana isolat-isolat tersebut sebelumnya telah dikoleksi dari
beberapa daerah di Jawa dan Sumatera untuk mengoptimasi teknik amplifikasi
PCR dalam hubungannya dengan deteksi Begomovirus.
Optimasi teknik amplifikasi PCR dilakukan untuk melihat efektifitas
pasangan primer degenerate spesifik dan reagen-reagen komponen PCR lain di
dalam mendeteksi Begomovirus yang ditularkan oleh kutu kebul pada tanaman
tomat.
24
Rojas et al. (1993) menggunakan sepasang primer universal untuk Begomovirus
PAL1v 1978 dan PAR1c 715. Sekuen primer PAL1v1978 (Forward) adalah 5’
GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCCNGT 3’ dan PAR1c715 (Reverse)
adalah 5’ GATTTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCCA 3’. Total volume
reaksi PCR adalah 25 µl yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan, dNTPs
dengan konsentrasi 25 µM, primer Forward dan Reverse masing-masing dengan
konsentrasi 0,2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi 1,5 mM, enzim Taq DNA
polymerase 0,15 unit dalam larutan bufer 1X (20mM Tris-HCl pH 8.0, 100mM
KCl, 0,1mM EDTA, 1mM DTT, 50% glycerol, 0,5%, Tween 20, dan 0,5%
nonidet P40). Setiap reaksi ditutup dengan mineral oil untuk mencegah
penguapan. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (PCT-100, MJ
Research Inc. USA) dengan program sebagai berikut: tahap denaturasi pada suhu
940C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 500C selama 1 menit, dan
pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 3 menit. Tahapan program
PCR tersebut diulang sebanyak 30 siklus. Pada tahap terakhir proses PCR
dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 3 menit. Setelah proses PCR
selesai, sampel disimpan pada suhu 40C atau bisa langsung divisualisasi dengan
elektroforesis gel.
25
Hasil
Morfologi gejala pada tanaman tomat sakit dan diduga disebabkan oleh
infeksi Begomovirus yang ditemukan di lapang menunjukkan adanya variasi
morfologi gejala dari setiap lokasi yang disurvei (Gambar 4). Deskripsi gejala
dominan dari tanaman tomat sakit yang dapat diamati di lapang dari masing
masing-masing lokasi yang disurvei juga mengindikasikan adanya variasi
morfologi gejala tersebut (Tabel 1).
a b
c d
e f
Gambar 4 Morfologi gejala pada tanaman tomat yang diduga terinfeksi oleh
Begomovirus yang ditemukan di lapang: (a). Wanasari, Sukabumi (b).
Cibitung, Bogor (c). Karangpandan, Sragen (d). Kaliurang, Daerah
Istimewa Jogjakarta (e). Batu, Malang dan (f). Pare, Blitar
26
Tabel 1 Deskripsi gejala dominan pada tanaman tomat sakit yang ditemukan di
beberapa lokasi pengambilan sampel
Galingging
Brastagi
Pedasan
Kopeng
Sedayu
Ketep
Air
2000 bp
1500 1500 bp
600
Gambar 5 Elektroforesis gel dari fragmen DNA hasil optimasi teknik amplifikasi
PCR menggunakan primer universal untuk mendeteksi Begomovirus
pada sampel koleksi Lab. Virologi, PS Proteksi Tanaman, IPB.
Sedayu, Pedasan, Kopeng, dan Ketep merupakan sampel dari Jawa
Tengah; Galingging dan Brastagi adalah sampel dari Sumatera Utara
27
Amplifikasi DNA Begomovirus dengan teknik PCR
Amplifikasi DNA genom Begomovirus dengan teknik PCR menggunakan
sepasang primer universal pada 15 sampel tanaman sakit yang dikoleksi dari
Malang (8 sampel dari daerah Batu dan 7 sampel dari daerah Pujon) diperoleh 8
sampel yang membentuk pita DNA yang berukuran sekitar 1500 bp (Gambar 6A).
Sementara itu, dari 7 sampel tanaman sakit yang dikoleksi dari Blitar diperoleh 5
sampel yang positif menghasilkan pita DNA dengan ukuran yang diharapkan
(Gambar 6B). Tanaman-tanaman yang positif ketika diamplifikasi dengan PCR
tersebut mengindikasikan bahwa tanaman-tanaman tersebut menunjukkan
keberadaan dan terinfeksi oleh Begomovirus.
Amplifikasi PCR yang dilakukan pada tanaman-tanaman sakit yang
dikoleksi dari daerah sentra produksi tomat yang lain seperti Sragen (Jawa
Tengah), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat) serta Kaliurang (Daerah Istimewa
Jogjakarta) juga mengindikasikan adanya infeksi Begomovirus pada tanaman-
tanaman tersebut (Tabel 2, Lampiran 1).
Batu Pujon
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 M
2000 bp
1500 bp 1600
1000
A
M 1 2 3 4 5 6 7
2000 bp
1600 1500 bp
1000
B
28
Tabel 2 Frekuensi kejadian penyakit yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus
dari beberapa lokasi pengambilan sampel berdasarkan amplifikasi PCR
Pembahasan
Morfologi atau tipe gejala yang umum dijumpai pada tanaman tomat yang
terinfeksi oleh Begomovirus adalah helaian daun menggulung/keriting, tanaman
menjadi kerdil dengan arah cabang dan tangkai daun cenderung tegak. Anak daun
29
menjadi berukuran kecil-kecil, mengkerut dan terdapat cekungan pada pinggir
daun dengan atau tanpa warna kuning. Bunga dan buah sering tidak terbentuk,
kalaupun terbentuk buahnya jarang dan ukurannya kecil (Green & Kaloo 1994).
Pada penelitian ini, tipe gejala tanaman tomat terinfeksi Begomovirus tersebut
juga ditemukan dan teridentifikasi di beberapa daerah sentra produksi tomat di
Jawa dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Dari deskripsi gejala yang berhasil
diidentifikasi pada tanaman tomat sakit dari masing-masing daerah tersebut
menunjukkan adanya variasi tipe gejala yang muncul. Variasi tipe gejala tersebut
dapat meliputi morfologi dan keparahan gejala. Di daerah Cibitung (Bogor),
hampir seluruh tanaman tomat menunjukkan morfologi gejala seperti terinfeksi
Begomovirus yang sangat parah dimana daun-daun menjadi sangat keriting, kecil-
kecil dan tanaman menjadi kerdil (Gambar 4b dan Tabel 1). Sementara itu, di
daerah Pagerwangi (Lembang), tipe gejala yang diamati pada tanaman sakit tidak
terlalu spesifik seperti gejala terinfeksi oleh Begomovirus (Gambar 7 dan Tabel
1). Adanya perbedaan tipe gejala yang muncul yang diduga akibat infeksi
Begomovirus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti telah dijelaskan oleh
Agrios (1997) bahwa keparahan gejala yang diakibatkan oleh infeksi virus
tergantung pada beberapa hal diantaranya umur tanaman pada saat terinfeksi,
lingkungan yang sesuai untuk perkembangan virus dan virulensi dari virus yang
menyerang tanaman tersebut serta keberadaan dari vektor serangga sebagai agen
penularan virus.
a b
Gambar 7 Tipe gejala pada tanaman tomat sakit yang ditemukan di daerah
Pagerwangi, Lembang, Jawa Barat. a) Daun mengalami mosaik
ringan, b). Daun sedikit menggulung dan berwarna agak kekuningan
30
Telah dilaporkan sebelumnya bahwa teknik amplifikasi PCR berhasil
digunakan untuk mendeteksi Begomovirus pada tanaman tomat (Rojas et al. 1993;
Navot et al. 1992; Pico et al. 1999; Aidawati et al. 2005) atau cabai (Hidayat et
al. 2006). Pada penelitian ini, teknik PCR juga berhasil digunakan untuk
mendeteksi keberadaan Begomovirus pada sampel-sampel tanaman tomat sakit
yang dikumpulkan dari beberapa daerah sentra produksi tomat di Jawa dan Daerah
Istimewa Jogjakarta. Pemilihan teknik PCR untuk deteksi Begomovirus karena
teknik ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan beberapa teknik yang lain
seperti serologi atau hibridisasi asam nukleat. Salah satu kelebihan tersebut adalah
bahwa teknik ini relatif mudah dilakukan karena Begomovirus mempunyai genom
yang berupa DNA. Begomovirus melakukan replikasi melalui sebuah DNA
intermediet yang berbentuk sirkuler dan utas ganda (Gutierrez 2000). Bentuk
replikatif inilah yang dapat bertindak sebagai sebuah DNA cetakan untuk
amplifikasi PCR. Teknik PCR juga mempunyai spesifisitas yang tinggi. Hal ini
didasarkan pada penggunaan primer yang digunakan untuk mendeteksi
Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat yaitu primer PAL1v1978 dan
PAR1c715 (Rojas et al. 1990) yang secara spesifik akan menempel pada utas
sense komplementer sekuen ORF AL1 dan utas sense ORF AR1 dari bentuk
replikatif genom Begomovirus. Jadi hanya genom Begomovirus saja yang akan
terdeteksi ketika diamplifikasi dengan primer tersebut dan bukan virus yang lain.
Selain itu, teknik PCR hanya membutuhkan sedikit sampel DNA dan deteksinya
tidak dipengaruhi oleh tahap perkembangan dan lingkungan. Sementara itu, teknik
serologi kurang ideal ketika digunakan untuk mendeteksi Begomovirus karena
memiliki kesulitan di dalam produksi antiserum yang berkualitas tinggi
(Muniyappa 1991; Khan & Ahmad 2005) karena Begomovirus hanya
terkonsentrasi pada jaringan floem dan berada dalam konsentrasi yang rendah
pada tanaman inang. Selain itu, antiserum yang digunakan terkadang
menunjukkan adanya reaksi silang dengan geminivirus yang lain. Meskipun
memiliki banyak kelebihan, namun teknik PCR juga mempunyai kelemahan di
antaranya adalah teknik ini relatif mahal dibandingkan dengan teknik serologi dan
tidak dapat digunakan untuk menentukan lokasi akumulasi virus pada jaringan
tanaman, seperti halnya teknik hibridisasi in situ.
31
Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa beberapa daerah di
Jawa Tengah dan Jawa Barat telah diidentifikasi adanya Begomovirus yang
menginfeksi tanaman tomat (Sudiono et al. 2001; Aidawati et al. 2005; Sukamto
et al. 2005; Kon et al. 2006). Pada penelitian ini, selain di daerah Jawa Tengah
dan Jawa Barat, juga telah terdeteksi adanya penyakit yang berasosiasi dengan
Begomovirus di daerah Jawa Timur, Daerah Istimewa Jogjakarta (Tabel 2) dan
Sumatera Utara (Gambar 5). Hal ini diindikasikan dengan hasil amplifikasi PCR
dari sampel-sampel tanaman sakit menggunakan primer degenerate untuk
Begomovirus yang menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran yang diharapkan
(1500 bp). Dari hasil amplifikasi PCR juga diperoleh informasi frekuensi kejadian
penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus pada daerah-daerah yang disurvei.
Frekuensi kejadian penyakit di daeah Cibitung (Bogor) adalah 100% yang berarti
bahwa dari semua sampel yang diamplifikasi menunjukkan positif terinfeksi
Begomovirus (Tabel 2). Hal ini didukung oleh adanya morfologi gejala yang
sangat parah yang ditemukan di daerah tersebut (Gambar 4b, Tabel 1). Adanya
gejala yang parah pada tanaman tomat di daerah tersebut diduga disebabkan
karena proses terjadinya infeksi Begomovirus oleh serangga kutu kebul pada saat
tanaman masih muda. Sebaliknya, di daerah Lembang frekuensi kejadian
penyakitnya adalah 0% yang berarti dari tanaman-tanaman yang dikoleksi dari
daerah tersebut tidak terinfeksi oleh Begomovirus meskipun tanaman-tanaman
tersebut mempunyai gejala seperti terinfeksi. Gejala-gejala yang muncul pada
tanaman tomat sakit di daerah Lembang kemungkinan disebabkan oleh infeksi
virus lain, kekurangan unsur hara atau reaksi tanaman terhadap insektisida yang
disemprotkan.
Dengan terdeteksinya dan teridentifikasinya Begomovirus menggunakan
teknik PCR ini menunjukkan bahwa Begomovirus telah ditemukan dan menyerang
pertanaman tomat yang berada di daerah-daerah yang disurvei yang secara
geografis terletak pada kawasan, bahkan pulau yang berbeda. Hal ini
mengindikasikan bahwa infeksi Begomovirus tersebut telah terjadi di beberapa
daerah di Jawa dan Sumatera. Adanya informasi penyebaran Begomovirus dan
frekuensi kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus mungkin
berhubungan erat dengan vektor yang menularkan. Begomovirus merupakan virus
32
yang ditularkan melalui vektor serangga kutu kebul (Bemisia tabaci Genn. dari
famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Brown & Czosnek 2002).
Penularan dan penyebaran Begomovirus sangat tergantung pada aktivitas dari
serangga vektor tersebut untuk menginfeski tanaman yang satu ke tanaman yang
lain atau berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Oleh karena itu,
penularan oleh vektor serangga ini diduga juga berperan di dalam penyebaran
Begomovirus dari satu tempat ke tempat yang lain dan tingginya frekuensinya
kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus.
Dengan dideteksinya Begomovirus pada pertanaman tomat di beberapa
daerah di Jawa dan Sumatera, maka penelitian yang lebih mendetail perlu
dilakukan. Informasi mengenai identitas dan keragaman genetik dari isolat-isolat
Begomovirus yang telah berhasil dideteksi tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Untuk
memperoleh gambaran tentang identitas dan keragaman genetik dari isolat-isolat
Begomovirus di Jawa dan Sumatera maka pada penelitian selanjutnya akan
digunakan delapan isolat Begomovirus yang berasal dari delapan daerah yang
berbeda. Jadi dari satu daerah hanya akan diwakili oleh satu isolat Begomovirus.
Dasar pengambilan hanya 1 sampel dari masing-masing daerah adalah bahwa
geminivirus ditularkan oleh serangga vektor kutukebul, maka tanaman-tanaman
sakit dalam satu lokasi/daerah yang sama diduga disebabkan oleh infeksi
Begomovirus yang sama pula. Oleh karena itu, satu isolat Begomovirus untuk
setiap daerah diharapkan sudah mewakili isolat Begomovirus yang ada dalam
dalam daerah tersebut.
Simpulan
33
Daftar Pustaka
Brown JK and Czosnek H. 2002. Whitefly transmission of plant viruses. Adv Bot
Res 36: 65-100
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-
15
Fauquet CM, Stanley J. 2005. Revising the way we conceive and name viruses
below the species level: A review of geminivirus taxonomy calls for new
standardized isolate descriptors. Arch Virol 150:2151-2179
Green SK, Kalloo G. 1994. Leaf curl and yellowing viruses of pepper and tomato:
An overview. Technical Bulletin No 21. Asian Vegetables Research and
Development Center. Tainan, ROC
Guitierrez C. 2000. Geminiviruses and the plant cell cycle. Plant Mol Biol 43:763-
772
Harrison BD. 1991. Recognition and differentiation of seven whitefly-transmitted
geminiviruses from India and their relationship to Africa cassava mosaic
and Thailand mung bean yellow mosaic viruses. Ann Applied Biology
118:299-308
Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus
associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J
Indon Microbiol 11 (2): 87-90
Idris AM, Smith SE, Brown JK. 2001. Ingestion, transmission and persistence of
Chino del tomate virus (CdTV), a New World Begomovirus, by Old and
New World biotypes of the whitefly vector Bemisia tabaci. Ann Applied
Biology 139: 145-154
Khan and Ahmad. 2005. Diagnosis, monitoring and transmission characteristics of
Cotton leaf curl virus. Current Science 88 (11): 1803-1089
Kon T, Hidayat SH, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2006. The Natural
occurrence of two distinct begomovirus associated with DNAβ and a
recombinant DNA in a tomato plant. Phytopathol 96: 517-525
Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging
virus complex causing epidemics worldwide. Virus Res 71: 123-134
Muniyappa V, Swanson MM, Duncan GH, Horrison BD. 1991. Partial
purification properties and epitope variability of Indian tomato leaf curl
Geminivirus. Ann Applied Biology 188:595-604
34
Navot N, Zeidan M, Pichersky E, Zamir D, Czosnek H. 1992. Use of the
polymerase chain reaction to amplify tomato yellow leaf curl virus DNA
from infected plants and viruliferous whiteflies. Phytopathol 82: 1199-
1202
Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1999. Improved diagnostic techniques for tomato
yellow leaf curl virus in tomato breeding programs. Plant Dis 83:1006-
1012
Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted
geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:1358-
1369
Rodriguez PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of Begomovirus
infecting soybean, bean and associated weeds in Mortwestern Argentina.
Fitopatol Bras 31:342-348
Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate
primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted
geminivirus. Plant Dis 77:340-347
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and
host range study of tomato-infecting begomovirus. Di dalam: Proceeding
of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001.
Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 208-217
Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005.
Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java,
Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566
Van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens E, Estes MK,
Lemon SM, Maniloff J. Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR, Wickner
RB. 1999. Virus Taxonomy. Seventh Report of the International
Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press
35
IV. IDENTITAS DAN KERAGAMAN GENETIK BEGOMOVIRUS
YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT KERITING PADA
TOMAT BERDASARKAN TEKNIK PCR-RFLP *)
Abstrak
Kata kunci: Begomovirus, Tomato leaf curl virus, keragaman genetik, teknik
PCR RFLP, Ageratum yellow vein virus
*) Bagian dari disertasi ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah terakreditasi
AgroBiogen 4(1): 9-17. April 2008
36
Abstract
37
Pendahuluan
38
Penggunaan teknik PCR untuk mendeteksi dan mengidentifikasi
Begomovirus mempunyai keuntungan antara lain hanya membutuhkan sedikit
contoh DNA dan jaringan tanaman yang diduga terserang. Selain itu,
penggabungan teknik PCR dengan RFLP juga dapat digunakan untuk melakukan
analisis keragaman genetik spesies Begomovirus yang menginfeksi tanaman
(Aidawati et al. 2005; Rojas et al. 1993). Informasi tentang identitas dan
keragaman Begomovirus yang menginfeksi pertanaman tomat di beberapa lokasi
di Indonesia juga telah dilaporkan. Isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat
dari Lembang, Jawa Barat (Kon et al. 2006) dan isolat-isolat Begomovirus dari
Magelang dan Purwokerto, Jawa Tengah (Sukamto et al. 2006) mempunyai
identitas yang mirip dengan Ageratum yellow vein virus (AYVV).
Tujuan umum penelitian adalah untuk mempelajari keragaman genetik
Begomovirus yang menyerang pertanaman tomat di Indonesia. Tujuan khusus
penelitian adalah (1) mengamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan cetakan
total DNA tanaman sakit dan primer spesifik untuk genom Begomovirus, (2)
menentukan pola pita hasil restriksi produk PCR dan menganalisis RFLP, dan (3)
menentukan identitas dan menganalisis keragaman genetik Begomovirus yang
menginfeksi sampel tanaman tomat sakit dari 8 sentra produksi tomat di Jawa dan
Sumatera.
Pengumpulan sampel
39
Isolasi Total DNA dari Tanaman Sakit
Ekstraksi total DNA dari contoh tanaman sakit dilakukan dengan
menggunakan metode CTAB (Doyle & Doyle 1990) dengan penambahan 2%
polyvinil pyrolidone (PVP) ke dalam larutan penyangga yang digunakan untuk
ekstraksi. Daun tanaman seberat 2 g dibekukan dengan nitrogen cair dan digerus
menggunakan mortar dan pistil hingga hancur. Gerusan daun dimasukkan ke
dalam tabung mikro (2,0 ml), ke dalamnya ditambahkan larutan pengekstrak
(EDTA – 20 mM, Tris-HCl, pH 8 – 100 mM, NaCl – 1.4 M, CTAB – 2%, PVP –
2% dan Mercaptoethanol – 0,2%) sebanyak 700 µl dan diinkubasi pada suhu 650C
selama 30 menit. Campuran dibolak-balik setiap 10 menit agar homogen.
Total DNA dipisahkan dari bagian-bagian sel lainnya dengan
menambahkan larutan fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1 v/v/v) sebanyak
700 µl, tabung dibolak-balik selama 5 menit, dan campuran disentrifugasi dengan
kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipisahkan dari bagian sel
lainnya dan dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml. Untuk mengendapkan total
DNA, ke dalam tabung ditambahkan natrium asetat (1/10x volume supernatan)
dan isopropanol dingin (0,7x volume supernatan), tabung dibolak-balik perlahan-
lahan dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Setelah
supernatan dibuang, endapan total DNA yang didapat dicuci dengan etanol 70%
dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Setelah
dikeringkan, endapan DNA dilarutkan dengan larutan penyangga TE (1x) dan
disimpan sebagai stok DNA. Stok DNA disimpan dalam freezer bersuhu -800C
dan siap digunakan sebagai templat (cetakan) dalam proses PCR.
40
digunakan mengamplifikasi sebagian genom Begomovirus yang terdiri atas bagian
gen replicase, daerah intergenik dan gen protein selubung dengan panjang produk
amplifikasi sebesar 1500 pasang basa.
Komponen reagen untuk amplifikasi PCR terdiri atas stok total DNA
sebagai templat 2-5 µl, dNTPs dengan konsentrasi 10 µM – 0,625 µl, primer
PAL1v1978-F dan PAR1c715-R masing-masing 5 µM – 1 µl, MgCl2 50 µM –
0,75 µl, enzim Taq DNA polymerase 5 unit/µl 0,2 µl dan larutan penyangga PCR
10x – 2,5 µl. Amplifikasi PCR dilakukan menggunakan tabung PCR dengan
volume 0.2 ml. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (MJ Research
tipe PCT-100). Pemrograman reaksi amplifikasi dilakukan sebagai berikut: satu
siklus denaturasi pada suhu 940C selama 5 menit, diikuti dengan 30 siklus yang
terdiri atas tahapan denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit, penempelan primer
(primer annealing) pada suhu 550C selama 1 menit, pemanjangan primer (primer
extension) pada 720C selama 3 menit dan diakhiri dengan satu siklus reaksi
pemanjangan primer pada suhu 720C selama 3 menit.
Fragmen DNA hasil amplifikasi dievaluasi dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa. Elektroforesis gel agarosa (1%) dilakukan dengan
menggunakan larutan penyangga Tris-Boric acid EDTA (TBE 0,5x), voltase 90
volt, dan selama 45 menit. Ukuran produk amplifikasi PCR ditentukan dengan
pembanding menggunakan DNA standar (100 bp ladder dari Invitrogen). Setelah
dilakukan pewarnaan dengan menggunakan larutan etidium bromida (10 mg/l)
selama 10 menit, hasil elektroforesis dibilas dengan air destilata selama 20-30
menit dan divisualisasi menggunakan perangkat Chemidoc gel system (Biorad).
Jika amplifikasi PCR berhasil diperoleh fragmen DNA dengan ukuran 1500
pasang basa, maka mengindikasikan keberadaan Begomovirus dalam sampel
tanaman tomat sakit yang dianalisis. Sebaliknya, apabila amplifikasi PCR
diperoleh fragmen DNA tidak berukuran 1500 bp atau tidak diperoleh potongan
DNA maka ini mengindikasikan contoh tanaman tomat sakit terinfeksi oleh virus
lain atau tidak terinfeksi oleh Begomovirus.
41
menggunakan enzim restriksi DraI (TTT↓AAA), EcoRI (G↓AATTC), RsaI
(GT↓AC) dan PstI (CTGCA↓G). Berdasarkan runutan nukleotida dari berbagai
isolat Begomovirus yang tersimpan di dalam DNA data base
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi), empat enzim restriksi yang dipilih
tersebut mampu memotong fragmen genom Begomovirus yang diamplifikasi
menggunakan pasangan primer PAL1v1978-F dan PAR1c715-R.
Pemotongan masing-masing hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan
empat enzim restriksi terpilih dilakukan mengikuti prosedur yang disarankan oleh
produsen enzim restriksi (Invitrogen). Campuran reaksi restriksi terdiri atas
produk PCR 10 µl, masing-masing enzim restriksi 10 unit, larutan penyangga
yang sesuai untuk masing-masing enzim restriksi 1,5 µl dan ditambahkan double
distilled water sehingga mencapai total volume 15 µl. Campuran reaksi diinkubasi
pada suhu 370C selama 12 jam. Berbagai ukuran potongan DNA hasil restriksi
dipisahkan berdasarkan ukurannya (difragmentasi) dengan elektroforesis gel
agarosa (1,5%) menggunakan prosedur sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Visualisasi hasil fragmentasi potongan DNA dilakukan menggunakan Chemidoc
gel system (Biorad).
42
Hasil
a b
c d
43
Amplifikasi genom dengan teknik PCR
Amplifikasi DNA genom dari isolat-isolat Begomovirus yang
dikoleksi dari delapan daerah yang berbeda dengan teknik PCR menggunakan
primer degenerate universal menghasilkan fragmen DNA hasil amplifikasi pada
semua sampel yang diindikasikan dengan terbentuknya amplikon berukuran
sekitar 1500 bp (Gambar 9). Fragmen DNA hasil amplifikasi berukuran 1500 bp
ini merupakan materi yang digunakan untuk analisis keragaman genetik dari 8
isolat Begomovirus tersebut.
1 2 3 4 5 6 7 8 M
Fragmen
Begomovirus
(1500 bp)
44
mengindikasikan adanya polimorfisme di antara isolat-isolat Begomovirus
tersebut (Gambar 10). Banyaknya situs enzim restriksi yang dimiliki oleh fragmen
DNA produk PCR berukuran 1500 bp dari delapan isolat Begomovirus bervariasi
antara 0–3 situs. Isolat Begomovirus dari Malang dan Blitar (Jawa Timur) tidak
memiliki situs enzim EcoRI (Gambar 10b) yang ditunjukkan dengan tidak adanya
fragmen-fragmen hasil pemotongan dari fragmen DNA produk PCR (1500 bp)
tersebut, sedangkan isolat Kaliurang (DI Jogjakarta) tidak memiliki situs enzim
EcoRI dan PstI (Gambar 10b dan 10d). Jumlah situs enzim restriksi yang paling
banyak dimiliki oleh isolat Malang apabila fragmen produk PCR dipotong dengan
enzim RsaI (Gambar 10c).
M 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 M
2000 bp 2000 bp
1500 1500
600 600
200
200
a b
M 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 M
2000 bp 2000 bp
1500 1500
600 600
200 200
c d
45
Keragaman Genetik Berdasarkan PCR-RFLP
Untuk melihat keragaman genetik delapan isolat Begomovirus yang
dianalisis, profil fragmen DNA hasil pemotongan dengan empat macam enzim
restriksi diskor dan dianalisis menggunakan program NTSys pc 2.1. Dendrogram
hasil analisis berdasarkan PCR-RFLP tersebut menunjukkan bahwa keragaman
genetik isolat-isolat Begomovirus dari 8 daerah yang berbeda terbagi menjadi 3
kelompok pada tingkat similaritas 70% atau koefisien similaritas 0,7 (Gambar 11).
Kelompok pertama terdiri atas isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali.
Kelompok kedua terdiri atas isolat Malang dan Blitar. Sedangkan isolat Kaliurang
terpisah dengan dua kelompok yang lain dan berada pada kelompok ketiga. Pada
kelompok satu, terdapat isolat-isolat yang mempunyai kemiripan 100%. Isolat
Brastagi, Bogor dan Sragen merupakan isolat yang identik, demikian juga dengan
isolat Ketep dan Boyolali (Gambar 11).
Isolat Brastagi
ToLCBra
Isolat Bogor
ToLCCib
Isolat Sragen
ToLCSra
Isolat Ketep
ToLCKet
Isolat Boyolali
ToLCBoy
Isolat Malang
ToLCMal
Isolat Blitar
ToLCBli
Isolat Kaliurang
ToLCKal
46
Terdapat keragaman di dalam ukuran dan jumlah fragmen DNA yang
dihasilkan ketika fragmen DNA produk PCR dan fragmen DNA prediksi dipotong
dengan empat macam enzim restriksi (Tabel 3). Jumlah potongan fragmen DNA
yang paling banyak dihasilkan oleh pemotongan dengan enzim restriksi RsaI
(Tabel 3) yang menghasilkan 15 fragmen dengan ukuran yang berbeda.
Sedangkan jumlah fragmen DNA yang paling sedikit ditunjukkan oleh enzim
EcoRI (Tabel 3). Terdapat juga isolat-isolat Begomovirus tidak mempunyai situs
enzim restriksi. Ada 11 isolat yang tidak mempunyai situs enzim EcoRI, termasuk
3 isolat Begomovirus dalam studi ini (Tabel 3). Sementara itu, ada 5 isolat
Begomovirus yang tidak mempunyai situs enzim PstI, termasuk isolat Kaliurang
(Tabel 3).
Tabel 3 Ukuran fragmen DNA yang dihasilkan dari pemotongan produk PCR
dari 8 isolat Begomovirus dan prediksi RFLP isolat-isolat dari DNA
database menggunakan enzim restriksi DraI, EcoRI, RsaI dan PstI
47
G1
Isolat-Brastagi*
G2
Isolat-Bogor*
G3
Isolat-Sragen*
Isolat-Ketep*
G6 I
Isolat-Boyolali*
G8
G12
ToLCV-Java
G14
ToLCV-Java(A)
Isolat-Malang*
G4
G5
Isolat-Blitar*
G9
AYVV-China II
G13
ToLCV-Malaysia
ToLCV-Philippine
G15
G19
ToLCV-Bangladesh
Isolat-Kaliurang*
G7
ToLCV-Laos
G11
G17
TYLCV-China III
ToLCV-Taiwan
G18
AYVV-Taiwan
G10
ToLCV-Vietnam
G16
0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Koefisien similaritas
48
Analisis keragaman genetik berdasarkan fragmen situs restriksi dan
fragmen prediksi RFLP menghasilkan sebuah dendrogram yang menggambarkan
adanya identitas dan keragaman genetik di antara isolat-isolat Begomovirus
(Gambar 12). Isolat-isolat Begomovirus terbagi dalam tiga kelompok dan 8 isolat
Begomovirus dalam studi ini menyebar diantara ketiga kelompok tersebut.
Kelompok 1 terdiri atas lima isolat Begomovirus pada studi ini dan dua
isolat Begomovirus dari database (ToLCV-Java dan ToLCV-Java[Ageratum]).
Kelompok 2 terdiri atas isolat Malang dan Blitar serta empat isolat dari database
yaitu AYVV-China, ToLCV-Malaysia, ToLCV-Philippine dan ToLCV-Bangladesh.
Kelompok 3 terdiri atas isolat Kaliurang (ToLCV-Kaliurang) dan 5 isolat dari
database yaitu ToLCV-Laos, TYLCV-China, ToLCV-Taiwan, AYVV-Taiwan dan
ToLCV-Vietnam.
Pembahasan
Begomovirus merupakan virus yang sangat mudah dideteksi dan
diidentifikasi baik dengan mengamati gejala spesifik atau menggunakan teknik
PCR. Berdasarkan gejala-gejala yang dapat diamati dilapang (Gambar 8) dan hasil
amplifikasi PCR (Gambar 9) dapat diindikasikan adanya insiden penyakit keriting
daun yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus pada tanaman tomat di beberapa
daerah sentra produksi tomat.
Polimorfisme fragmen DNA yang terbentuk didasarkan pada adanya
variasi di dalam ukuran fragmen yang dihasilkan ketika dipotong dengan
menggunakan enzim restriksi. Perbedaan ukuran fragmen restriksi juga
menggambarkan adanya perbedaan posisi situs restriksi dari enzim yang
digunakan. Berdasarkan hasil analisis produk PCR dengan RFLP terlihat adanya
polimorfisme di antara fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan produk PCR
dari 8 isolat Begomovirus yang dianalisis (Gambar 10). Hasil ini mengindikasikan
adanya keragaman genetik di antara 8 isolat Begomovirus yang dianalisis.
Berdasarkan dendrogram yang dihasilkan dari analisis keragaman genetik
8 isolat Begomovirus (Gambar 11), secara geografis terdapat beberapa isolat yang
berasal dari daerah yang berdekatan berada pada satu kelompok, seperti isolat
Ketep dengan Boyolali dan Isolat Malang dengan Blitar. Namun demikian, hal
49
sebaliknya juga terjadi dimana isolat-isolat yang berasal dari daerah dengan jarak
yang berjauhan, berada pada kelompok yang sama yaitu isolat Brastagi (Medan),
Bogor (Jawa Barat) dan Sragen (Jawa Tengah) dengan tingkat similaritas 100%.
Adanya distribusi tomat dari satu daerah ke daerah yang lain dimungkinkan
sebagai penyebab terjadinya penyebaran Begomovirus tersebut ke beberapa
daerah. Seperti diketahui bahwa Begomovirus merupakan virus yang ditularkan
oleh vektor serangga kutukebul (Bemisia tabaci Genn. famili Aleyrodidae) dengan
cara persisten sirkulatif (Brown & Czosnek 2002). Serangga kutu kebul yang
terikut sewaktu distribusi buah tomat dapat menularkan virus yang dibawanya.
Identitas dan keragaman genetik dari isolat-isolat Indonesia dalam studi
ini dapat ditentukan berdasarkan informasi dari hasil analisis filogenetik antara
isolat-isolat lokal Indonesia dengan isolat Begomovirus dari database DNA
dengan melihat kemiripan genetik yang diindikasikan dengan posisinya dalam
kelompok yang sama (Gambar 12). Secara umum, delapan isolat Begomovirus
dalam studi tersebar dalam tiga kelompok yang berbeda dan mempunyai identitas
genetik yang mirip dengan isolat-isolat dari database. Isolat Brastagi, Bogor,
Sragen, Ketep dan Boyolali mempunyai identitas yang mirip dengan isolat
ToLCV-Java dan ToLCV-Java[Ageratum]. Ini berarti bahwa isolat Brastagi,
Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali berkerabat dekat dengan isolat Tomato leaf
curl virus (ToLCV). Isolat Malang dan Blitar mempunyai identitas yang mirip
dengan Ageratum yellow vein virus dari China (AYVV-China). Hal ini
mengindikasikan bahwa isolat Malang dan Blitar mempunyai kekerabatan yang
dekat dengan AYVV-China. Sedangkan isolat Kaliurang mempunyai identitas
genetik yang lebih dekat dengan ToLCV-Laos atau TYLCV-China. Hal ini
mengindikasikan bahwa isolat Kaliurang mungkin berkerabat dekat dengan
ToLCV-Laos atau TYLCV-China.
Analisis keragaman genetik Begomovirus dengan menggunakan teknik
PCR-RFLP dapat memberikan informasi tentang adanya polimorfisme pola
genetik diantara isolat-isolat Begomovirus yang dipelajari. Teknik PCR-RFLP
sebelumnya juga telah digunakan juga untuk identifikasi dan studi variasi genetik
pada spesies Begomovirus namun dengan jenis enzim dan sampel yang berbeda
(Rojas et al. 1993; Aidawati et al. 2005). Teknik ini juga digunakan untuk
50
mengkarakterisai spesies cendawan (Malvarez & Oliveira 2003). Namun
demikian, teknik ini masih terdapat kekurangannya dimana keragaman genetik
yang diperoleh hanya berdasarkan pada beberapa basa nukleotida dari enzim
restriksi yang digunakan, sehingga belum mencakup seluruh genom Begomovirus.
Dengan demikian, keragaman genetik yang dihasilkan mungkin belum
menggambarkan variasi genetik Begomovirus yang sesungguhnya. Penelitian
lebih lanjut perlu dilakukan untuk mempelajari keragaman genetik geminivirus
menggunakan teknik lain yang lebih akurat, seperti analisis sekuen nukleotida
atau asam amino. Selain itu perlu dilakukan kajian hubungan antara identitas
genetik dengan tingkat virulensi dari Begomovirus yang dipelajari.
Analisis keragaman genetik juga mengindikasikan adanya keragaman
genetik yang tinggi di antara isolat-isolat Begomovirus yang dianalisis (Gambar
10). Adanya keragaman genetik yang cukup tinggi ini diduga karena adanya
rekombinasi genetik di antara isolat-isolat Begomovirus. Kitamura et al. (2004)
melaporkan bahwa rekombinasi pada Begomovirus merupakan sebuah fenomena
yang sering terjadi dan dapat terjadi di antara spesies Begomovirus yang sama
bahkan di dalam atau antar genus.
Implikasi dari adanya keragaman genetik Begomovirus yang tinggi ini
adalah dapat menjadi pertimbangan bagi pemulia tanaman tomat di dalam usaha
untuk mengembangkan tanaman yang tahan. Suatu varietas yang tahan terhadap
satu isolat Begomovirus tertentu belum tentu akan tahan terhadap isolat
Begomovirus yang lain. Dengan demikian, pengembangan varietas tahan dapat
diarahkan untuk merakit satu varietas yang dapat tahan terhadap beberapa isolat
Begomovirus yang ada atau dengan merakit beberapa varietas yang tahan terhadap
masing-masing isolat Begomovirus.
Simpulan
51
antara isolat-isolat Begomovirus yang berasal dari daerah-daerah di Jawa
dan Sumatera tersebut.
3. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat-isolat Begomovirus terbagi
menjadi 3 kelompok yang berbeda. Isolat-isolat Brastagi, Bogor, Sragen,
Ketep dan Boyolali berkerabat dekat dengan Tomato leaf curl virus-Java
(ToLCV) atau ToLCV-Java (A), isolat Malang dan Blitar berkerabat dekat
dengan Ageratum yellow vein virus-China (AYVV-China), sedangkan
isolat Kaliurang berkerabat dengan Tomato yellow leaf curl virus-China
(TYLCV-China) atau ToLCV-Laos.
Daftar Pustaka
Brown JK and Czosnek H. 2002. Whitefly transmission of plant viruses. Adv Bot
Res 36: 65-100
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-
15
Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus
associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J
Indon Microbiol 11 (2): 87-90
Kitamura K, Murayama A, Ikegami M. 2004. Evidence for recombination among
isolates of tobacco leaf curl Japan virus and honeysuckle yellow vein
mosaic virus. Arch Virol 149:1221-1229
Kon T, Hidayat SH, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2006. The Natural
occurrence of two distinct begomovirus associated with DNAβ and a
recombinant DNA in a tomato plant. Phytopathol 96: 517-525
Malvarez G, Oliveira V. 2003. A PCR/RFLP technique to characterize fungal
species in Eucalyptus grandis Hill ex. Maiden ectomycorrhizas.
Mycorrhiza 13:101-105
Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1999. Improved diagnostic techniques for tomato
yellow leaf curl virus in tomato breeding programs. Plant Dis 83:1006-
52
1012
Poikela MA, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT,
Kvarnheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infections of
begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua.
Plant Pathol 54: 448-459
Rodriguez PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of Begomovirus
infecting soybean, bean and associated weeds in Mortwestern Argentina.
Fitopatol Bras 31:342-348
Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate
primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted
geminivirus. Plant Dis 77:340-347
Santoso, TJ, Duriat SA, Hidayat SH. 2007. Deteksi geminivirus pada tomat
menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Widya Riset
9(4). Dalam proses penerbitan
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and
host range study of tomato-infecting begomovirus. Di dalam: Proceeding
of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001.
Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 208-217
Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005.
Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java,
Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566
53
V. IDENTITY AND SEQUENCE DIVERSITY OF
BEGOMOVIRUS ASSOCIATED WITH YELLOW LEAF CURL
DISEASE OF TOMATO IN INDONESIA*)
Abstrak
Kata kunci: Begomovirus, analisis sekuen, gen AV1, Tomato leaf curl virus
*) Bagian dari disertasi ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah terakreditasi
Microbiology Indonesia 2 (1): 1-7. April 2008
54
Abstract
Keywords: Begomovirus, sequence analysis , AV1 gene, tomato leaf curl virus
55
Introduction
The family Geminiviridae is one of the largest group of plant viruses. The
morphology of geminivirus particles is unique having a geminate shape and a
small size (≈ 30 x 20 nm). They are characterized by a circular, single stranded,
DNA genome which replicates in the host cell nucleus and is encapsidated in
twinned incomplete icosahedral particles. The family Geminiviridae is divided
into four genera, i.e. Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus and Begomovirus,
based on the viral genome structure, host range and type of insect vector (Van
Regenmortel et al. 1999). Mastreviruses and Curtoviruses have a monopartite
genome and are transmitted by various leafhopper species, but infect
monocotyledonous and dicotyledonous plants, respectively. The genus
Topocuvirus is made up of the tomato pseudo-curly - top virus, which has a
monopartite genome, is transmitted by treehopper species, and which infects
dicotyledonous plants. Members of the genus Begomovirus have monopartite (one
~2.9-kb DNA) or bipartite (two ~2.6-kb DNAs referred to as “DNA-A” and
“DNA-B”) genome, is transmitted by whiteflies (e.g. Bemisia tabaci Gennadius)
and infects dicotyledonous plants (Harrison 1985).
Begomoviruses are considered to be emerging plant viruses, due to their
increasing incidence and the severity of the diseases which they cause in a number
of economically important crops, mostly in tropical and subtropical regions in the
world (Polston & Anderson 1997). In Indonesia, begomoviruses are currently
spreading threat for cultivated tomato in some tomato production areas and
causing substantial yield losses. These viruses have also been reported to infect
some other plants such as chilli pepper (Capsicum annuum L.), ageratum
(Ageratum conyzoides L.) and tobacco (Nicotiana benthamiana L.) (Sudiono et al.
2001).
Partial characterization of the genomic sequence of the Indonesia tomato-
leaf-curl virus (ToLCIDV) was first reported in 1999 (DDBJ, accession number
AF189018). Similar characterization was performed for six begomoviruses
infecting tomato plants from Bandung, West Java (ToBadI-5, ToBadII-20,
ToBadII-23, ToBadIII-1), Purwokerto, Central Java (ToPur-6), and Magelang,
56
Central Java (ToMag-2) (Sukamto et al. 2005). Meanwhile, the complete
nucleotide sequence identification has been reported for the tomato-leaf-curl Java
virus (Kon et al. 2006).
In this paper, we report sequence analysis of the coat protein gene isolated
from eight begomovirus isolates infecting tomato plants collected from different
location in Java and Sumatra. It is important to understand the genetic diversity of
begomoviruses infecting tomato plants as basic information for developing
disease control strategies.
Sample collection
Tomato plant showing typical symptoms of begomovirus infection
(yellow mosaic, leaf curling, and stunting) were collected from several tomato
producing areas (8 districts, 5 provinces) in Indonesia (Figure 13 and see
RESULTS Table 4). Samples were placed in plastic bags or bottles and carried to
the laboratory for DNA extraction and to screenhouse for virus isolation and
propagation in host plant.
57
and resuspended in 100 µl of sterile distilled water. This DNA extract was stored
at -20oC for further use.
The coat protein gene was amplified by the PCR technique using two
oligonucleotide specific primers for the geminivirus coat protein gene that were
provided by Dr. Sylvia Green from the Asian Vegetable Research Development
Centre (AVRDC-Taiwan), i.e the CPPROTEIN-V1 (5’-
TAATTCTAGATGTCGAAGCGACCCGCCGA-3’) and the CPPROTEIN-C1
(5’-GGCCGAATTCTTAATTTTGAACAGAATCA-3’). PCR reactions were
prepared in 25 µl total volume, containing 10X buffer (100 mM Tris-HCl, 500
mM KCl, pH 8.3), MgCl2 (75 mM), dNTP mix (4 mM), 10 µM of each primer, 1
unit of Taq DNA polymerase and 2 µl of the DNA template. The amplication
profile consisted of 30 cycles of denaturation at 94oC for 1 min, primer annealing
at 55oC for 1 min and primer extension at 72oC for 2 min and followed by
postextension at 72oC for 5 min. PCR products were analysed in agarose gels
(1%) and stained with ethidium bromide and visualized under UV light using the
Chemidoc gel system (Biorad).
58
search tool or NCBI BLAST(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST) (Altschul et
al. 1990). The identity of the virus was determined based on the highest
percentage value of the AV1 gene nucleic acid and amino acid sequence among
the evaluated isolates and available sequences in the GenBank DNA database.
The sequences were aligned using ClustalW (Thompson et al. 1994) while
phylogenetic analysis was conducted using online tool facilities available at
http://www.genebee.msu.su/clustal/advanced. html. The distance matrices were
calculated using the Kimura two-parameters model (Kimura 1980). Results of the
analysis were used to construct phylogenetic tree and the robustness of the
internal branches of the tree was estimated by bootstrap analysis using 1000
replicates
a b
c d
Figure 13 Tomato plants exhibited various leaf-curl symptoms. Subsequent experiment
indicated they were infected by Begomoviruses. (a) Leaf curling, smaller
leaflet and stunting symptoms on tomato from Bogor, West java, (b) Leaf
curling and mosaic symptoms on tomato from Sragen, Central Java, (c)
Severe upward leaf curling and yellowing symptoms on tomato from
Kaliurang, DI Yogyakarta, and d) Leaf curling symptom on tomato from
Blitar, East Java.
59
Results
1 2 3 4 5 6 7 8 M
1 0 0 0 -b p
AV1 850
gene
650
60
Table 4 Isolate identity, observed symptoms on collected tomato samples, location
of collected samples, and number of determined nucleic acid and
predicted amino acid sequences based on the polymerase chain reaction
amplified putative AV1 gene.
Size of sequences
Isolate Observed symptoms on Location of
identity collected tomato sample collected sample Nucleotide Amino acid
(bp) (residues)*
ToLC-Blt Leaf curling and Blitar, E. Java 580 193
stunting
ToLC-Mlg Yellowing, severe Malang, E. Java 529 176
upward leaf curling, and
stunting
ToLC-Srg Leaf curling, stunting Sragen, C. Java 685 227
and mosaic
ToLC-Mgl Leaf curling, stunting Magelang, C. Java 707 235
and smaller leaflet
ToLC-Byl Leaf curling and Boyolali, C. Java 702 233
stunting
ToLC-Klu Severe upward leaf Kaliurang, DI. 605 201
curling, yellowing, and Yogyakarta
stunting
ToLC-Bgr Severe leaf curling, Bogor, W. Java 666 221
cupping, smaller leaf,
and stunting
ToLC-Btg Leaf curling and Brastagi, N.
stunting Sumatra 706 234
61
ToLC-Btg VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLC_Srg VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLC_Bgr VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLC_Mlg VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLC-Blt VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLC-Klu VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVCCVTD
ToLC-Byl VFVTNKRRTWTNRPMYRKPSMYSMYRSPDVPKGCEGPCNVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLC_Mgl VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
AYVV VLVTNRRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
SCLV-Jpn VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRMYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLCV_Mal VLVTNKRRAWTQRPMYRKPRMYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD
ToLCV_JvA VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSFESRHDVSHVGKVCCITD
ToLCV-Jv VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRMYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSFESRHDVSHVGKVCCITD
PepLCV-Mal VLVTNKRRSWANRPMNRKPRIYRMYKSPDVPRGCEGPCKVQSYEQRHDVAHVGKVICVSD
CasMV-SA VQGTNKRRSWTLRPMYRKPRMYRMYRSPDVPRGCEGPCKVQSYEQRDDVKHTGAVRCVSD
* **:**:*: *** *** :* **::****:******:***:*.*.*: *.* * *::*
ToLC-Btg VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKVWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-AMDFG
ToLC_Srg VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKVWMDGDIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-ALDFG
ToLC_Bgr VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-AMDFG
ToLC_Mlg VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-AMDFR
ToLC-Blt VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYMLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFHLVRDRRPYGS-AMDFG
ToLC-Klu VTRGNGLTHRMGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGS-AMDFG
ToLC-Byl VTRGNGLTHRVGKRFCVRSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGS-AMDFG
ToLC_Mgl VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGS-AMDFG
AYVV VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPFGT-AMDFG
SCLV-Jpn VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPFGT-AMDFG
ToLCV_Mal VTRGNGFTHRVGKRFCVKSIYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPFGT-AMDFG
ToLCV_JvA VTRGLGLTHRTGKRFCVKSVYIMGKVWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPYSS-PQDFG
ToLCV-Jv VTRGLGLTHRTGKRFCVKSVYIMGKVWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPYSS-PQDFG
PepLCV-Mal VTRGNGLTHRVGKRFCIKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPFGT-PQDFG
CasMV-SA VTRGSGITHRVGKRFCVKSIYVLGKIWMDENIKKQNHTNQVMFFLVRDRRPYGTSPMDFG
**** *:*** *****::*:*::**:*** :**.:**** ***.*******:.: . **
ToLC-Btg QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYACKEQAMV
ToLC_Srg QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFSSTVTGGQYACKRQAWV
ToLC_Bgr QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKYTSTVTGGQYACKEQALV
ToLC_Mlg QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYACKEQAWV
ToLC-Blt QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYAAKEQASV
ToLC-Klu QVFTMYDNEPSTATIKNDLRDRYQGVRKLSSTVTGGQYAGKGQASV
ToLC-Byl QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYASKEQALV
ToLC_Mgl QVYNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYASKEQALV
AYVV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYASKEQALV
SCLV-Jpn QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYACKEQALV
ToLCV_Mal QVFNMYDNEPSTATVKNDMRDRYQVLRKFTATVTGGQYASKEQALV
ToLCV_JvA QVFNMYDNEPSTATVKNDMRDRFQVLRKFSSTVTGGQYACKEQALV
ToLCV-Jv QVFNMYDNEPSTATVKNDMRDRFQVLRKFTSTVTGGQYACKEQSLV
PepLCV-Mal QVFNMYDNEPSTATVKNDNRDRFQVLRRFQATVTGGQYASKEQAIV
CasMV-SA QVFNMFDNEPSTATIKNDLRDRFQVLRKFHATVVGGPSGMKEQALI
**:.*:********:*** ***:* :*: :**.** . * *: :
62
Table 5. Percentages of sequence identities of AV1 gene among suspected
Begomoviruses isolates determined in this research and three
Begomoviruses available in the GenBank database.
63
from Singapore (AYVV) and Taiwan (AYVV-Tw). However, their sequences
were quite diverse based on the arm length of the phylogenetic tree. Results of this
analysis also indicated that three Begomovirus isolates from Indonesia identified
in previous study (ToLCV-Jv, ToLCV-JvA, and TYLCV-Lbg) did not belong to
the same clade as the isolates identified in this research. The three isolates were
more closely related to PepLCV-Mal than to the eight isolates identified in this
research.
Table 6 Distance matrices (%) based on predicted AV1 gene amino acid
sequences of suspected Begomoviruses isolates determined in this
research, Ageratum yellow vein virus (AYVV), Soybean crinkle leaf
virus (SCLV), Pepper leaf curl virus (PepLCV), Tomato leaf curl virus
(ToLCV), and Cassava mosaic virus (CasMV).
64
*
*
*
*
*
*
*
*
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20
Figure 16 Phylogenetic relationship based on predicted AV1 gene amino acid sequences
of suspected Begomoviruses isolates determined in this research (indicated
with *), and other Begomoviruses available in the GenBank DNA database.
The AV1 gene for AYVV - Ageratum yellow vein virus (X74516), AYVV-Tw
- Ageratum yellow vein Taiwan virus (NC_004627), AYVV-Ch - Ageratum
yellow vein China virus - [G68] (AJ849916), SCLV - Soybean crinkle leaf
virus (AB050781), SLCV-Jpn - Soybean crinkle leaf virus-[Japan]
(AB050781), SLCV-Thai - Soybean crinkle leaf virus-[Thailand]
(EF064788), ToLCV-JvA - Tomato leaf curl Java virus-[Ageratum]
(AB162141), TYLCV-Lbg - Tomato yellow leaf curl Indonesia virus-
[Lembang] (AF189018), ToLCV-Jv - Tomato leaf curl Java virus
(NC_005031), ToLCV-Bang - Tomato leaf curl Bangladesh virus
(AF188481), ToLCV-Lao - Tomato leaf curl Laos virus (AF195782),
ToLCV-Mal - Tomato leaf curl Malaysia virus (NC_004648), ToLCV-Vt
Tomato leaf curl Vietnam virus (NC_004153), ToLCV-Ch - Tomato leaf curl
China virus (ToLCV-Ch), PepLCV-Mal - Pepper leaf curl virus-[Malaysia]
(AF414287), StLCV - Stachytarpheta leaf curl virus (AJ810157), CasMV-SA
- South African cassava mosaic virus (AJ575560), BLCV-Mdgr - Bean leaf
curl Madagascar virus (AM701757), and WmChStV - Watermelon chlorotic
stunt virus (NC_003708) isolates, respectively, were obtained from GenBank
DNA database, available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi .
65
Discussions
66
and CasMV. It was not the case for the eight identified Begomovirus isolates in
this study since their predicted amino acid sequence identities and their distances
were either more than 90% and less than 10% (against PepLCV) or more than
80% and less than 20% (against CasMV), respectively.
Although the eight Begomovirus isolates identified in this study exhibited
more than 90 % of the AV1 gene amino acid sequence identities and less than
10% of the distances, results of phylogenetic analysis indicated they belonged into
two different clades. Such results indicated the their AV1 gene might have
originated from the same progenitor sequences but separated different way
because of accumulated mutations. Another possible explanation for such cases
might be because of the occurence of recombination. Differences in accumulated
mutations might not be the answer since the occurence of Begomovirus associated
tomato diseases in Indonesia was only recently. Therefore, recombination might
be the possible cause of such differentiation. More studies would be required
before such possibility be decided. Kitamura et al. (2004) has proposed that
recombination is a very frequent event and widespread phenomenon among
Geminiviruses. Such recombination might occur either at species and genera
levels, respectively. It was also suggested that the genome recombination within
Geminiviruses contributed significantly to the evolution processes of
Geminiviruses.
Based on the analysis above, it is suggested that the existence of
Begomovirus genetic diversity in various regions in Indonesia need further
investigation. Moreover, the prevalence of distinct Begomovirus species or
isolates should also be investigated. Such data will aid the development of control
strategies for viruses and support development of Begomovirus resistance tomato
cultivars through plant breeding.
Conclusion
1. Positive results of the PCR amplification proved that diseased tomato samples
collected from eight locations in Java and Sumatera were infected with at least
one isolate of Begomovirus
67
2. The Blast analysis results using nucleotide and amino acid sequences showed
that the PCR amplified DNA fragment was AV1 gene
3. Identity of nucleic acid and amino acid among AV1 gene among
Begomoviruses indicated that the isolates determined in this research were
Indonesian isolates of AYVV
4. Results of phylogenetic analysis of eight Begomovirus isolates identified in
this study indicated they belonged into two different clades.
Reference
68
Polkela MA, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT,
Kvarnheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infections of
begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua.
Plant Pathol 54: 448-459
Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted
geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:1358-
1369.
Rodriguez PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of Begomovirus
infecting soybean, bean and associated weeds in Mortwestern Argentina.
Fitopatol Bras 31:342-348
Santoso TJ, Hidayat SH, Herman M, Aswidinnoor H, Sudarsono. 2008. Identitas
dan keragaman genetik Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit
keriting pada tomat berdasarkan teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR)-Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP). J Agrobiogen
4(1):- (in press)
Shih SL, Roff MMN, Nakhla MK, Maxwell DP, Green SK. 1998. A new
geminivirus associated with a leaf curl disease of tomato in Malaysia. J of
Zhiwu Baohuxue Hui Huikan 40: 435-435
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and
host range study of tomato-infecting begomovirus. In : Proceeding of
Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. Aug 22-24, 2001. p.
208-217.
Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005.
Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java,
Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566.
Tan PH. Wong SM, Wu M, Bedford ID, Saunders K. Stanley J. 1995. Genome
organization of Ageratum yellow vein virus, a monopartite whitefly-
transmitted geminivirus isolated from a common weed. J Gen Virol
76:2915-2922
Thompson JD, Higgins DG, Gibson TJ. 1994. Clustal W: improving the
sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence
weighting, position-specific gap penalties and weight matrix choice. Nuc
Ac Res 22: 4673-4680
Van Rogenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens E, Estes MK,
Lemon SM, Maniloff J. Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR, Wickner
RB. 1999. Virus Taxonomy. Seventh Report of the International
Committee on Taxonomy of Viruses. Academic Press, San Diego.
69
VI. KONSTRUKSI GEN AV1- BEGOMOVIRUS PADA
VEKTOR EKSPRESI DAN INTRODUKSINYA KE
TEMBAKAU MENGGUNAKAN VEKTOR A. tumefaciens
Abstrak
70
Abstract
71
Pendahuluan
Serangan penyakit keriting daun pada tanaman tomat dan cabai yang
disebabkan oleh infeksi Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV), salah satu
anggota Begomovirus telah laporkan di berbagai daerah di Indonesia (Aidawati et
al. 2005, Hidayat et al. 2006). Penurunan hasil akibat serangan penyakit keriting
daun pada tanaman tomat di daerah Bogor, Jawa Barat dan sekitarnya dilaporkan
dapat mencapai 50-70% (Sudiono et al. 2001). Selain itu, serangan penyakit
keriting daun ini dilaporkan dapat menyebabkan penurunan hasil hingga 50-100%
(AVRDC Centerpoint Newsletter – spring 2003 issue) dibandingkan dengan
tanaman tomat yang sehat.
72
Untuk kasus Indonesia, sumber gen ketahanan untuk mengendalikan Begomovirus
belum ditemukan pada koleksi plasma nutfah tomat. Oleh karena itu, diperlukan
pendekatan lain untuk pengembangan kultivar tomat tahan penyakit keriting yang
disebabkan oleh Begomovirus.
Sebuah konsep ketahanan yang berasal dari patogen (pathogen-derived
resistance, PDR) yang dapat digunakan untuk pengembangan varietas tomat tahan
penyakit keriting (Sanford & Johnson 1985; Dasgupta et al. 2003). Pendekatan
PDR ini memanfaatkan elemen genetik yang dapat berupa gen utuh atau bagian
gen dari genom virus kemudian diklon dan digabungkan dengan sekuen
pengendali (promoter dan terminator) dan diintroduksikan ke tanaman melalui
transformasi genetik tanaman, sehingga akan mempengaruhi satu atau beberapa
tahap penting dalam siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein (coat
protein gene) merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini
(Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999; Vidya et al. 2000; Raj et al.
2005).
Gen AV1 menyandikan protein selubung (coat protein) dan merupakan
gen-gen yang terletak pada utas viral-sense dari Begomovirus monopartite
termasuk Tomato (yellow) leaf curl virus (Horrison BD 1985). Produksi protein
selubung diregulasi oleh gen AC2. Protein selubung mempunyai beberapa fungsi
dan merupakan dasar dari metode serologi untuk deteksi dan identifikasi
Begomovirus. Gen penyandi protein selubung virus (AV1) diisolasi dari virus
untuk memperoleh resistensi non-konvensional terhadap virus dan telah terbukti
efektif untuk mengendalikan geminivirus pada tanaman (Sinisterra et al. 1999;
Raj et al. 2005).
Analisis fungsional ekspresi gen AV1 Begomovirus untuk memperoleh
tanaman tomat tahan terhadap virus dapat dilakukan dengan mengintegrasikan gen
AV1 ke dalam genom dan meregenerasikan tanaman transgenik. Tanaman
tembakau merupakan tanaman model yang dapat digunakan untuk mempelajari
tujuan tersebut karena regenerasi tanaman tembakau sangat mudah dilakukan.
Selain itu, tanaman tembakau juga merupakan salah satu inang dari Begomovirus
sehingga mempermudah untuk pengujian ekspresi gen melalui infeksi virus
(Lazarowitz & Lazdins 1991). Beberapa penelitian untuk mempelajari gen-gen
73
dari virus untuk memperoleh sifat ketahanan telah dilakukan (Pascal et al. 1993;
Sinisterra et al. 1999; Mubin et al. 2007).
Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan konstruksi gen AV1
Begomovirus pada plasmid vektor ekspresi dan mengintroduksikan transgen
tersebut ke tanaman tembakau menggunakan vektor bakteri Agrobacterium
tumefaciens.
74
Purifikasi dan elusi fragmen DNA hasil PCR
Hasil amplifikasi PCR sebanyak 25 ul di elektroforesis dalam 1% gel
agarosa dengan bufer TBE 0,5X. Dengan pewarnaan pada etidium bromida, pita
DNA diambil dari gel dibawah sinar ultraviolet. Kemudian potongan gel
dipurifikasi menggunakan “S.N.A.P DNA purification kit” (Invitrogen) dan dielusi
menggunakan 40 ul air steril.
α
Transformasi plasmid rekombinan pada bakteri E. coli DH5α
Plasmid rekombinan hasil ligasi kemudian ditransformasi ke dalam bakteri
E. coli DH5α dengan metode CaCl2 (heat shock) dari Sambrook et al. (1989).
Sebanyak 200 ul sel kompeten segar (E. Coli DH5α) ditambahkan dengan 10 ul
plasmid hasil ligasi dan diinkubasi di dalam es selama 30 menit, kemudian diberi
kejutan panas pada suhu 420C selama 90 detik dan diinkubasi kembali dalam es
selama 2 menit. Campuran tersebut dijadikan volume akhir 1 ml dengan ditambah
media LB cair (Luria Bertani) sebanyak 800 ul dan digoyang pada suhu 370C
selama 1 jam. Setelah itu, campuran disentrifugasi dan diambil supernatannya
sebanyak 800 ul. Pelet bakteri kemudian dilarutkan kembali pada media cair yang
tersisa (200 ul) dan disebar merata di atas media agar padat yang mengandung
antibiotik ampisilin 50 mg/ml dan diinkubasi pada suhu 370C selama 16 jam.
Koloni bakteri yang terbentuk ditumbuhkan pada 3 ml media LB cair yang
mengandung 50 mg/ml ampisilin dan digoyang pada suhu 370C selama satu
malam.
75
verifikasi plasmid dengan memotong plasmid menggunakan enzim restriksi.
Enzim yang digunakan adalah EcoRI. Komposisi reaksi digesti adalah 10x buffer
(2 ul), DNA plasmid (10 ul), enzim EcoRI 1 unit/ul (1 ul) dan air steril (7 ul)
dengan total volume 20 ul. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu 370C
selama 2 jam dan hasil pemotongan dielektroforesis pada 1% gel agarosa.
Fragmen sisipan dimurnikan dari gel dan dielusi kembali dengan air steril.
76
Persiapan eksplan potongan daun tembakau secara in vitro dan ko-kultivasi
Daun tembakau yang berukuran 2,5–3,5 cm diambil dari perkecambahan
in vitro dan dipotong-potong melintang menjadi 2-3 potongan persegi untuk
digunakan sebagai eksplan. Sebanyak 15-20 eksplan direndam dalam suspensi
bakteri Agrobacterium pada cawan petri yang mengandung 30 mM asetosiringon
selama 30 menit. Eksplan ditanam pada media ko-kultivasi (MS0 dengan vitamin
B5 + 100 mM asetosiringon + 30 g/l sukrosa + 3 g/l phytagel dan pH 5.7) dan
dikulturkan selama 3 hari pada suhu 270C di ruang gelap.
77
sebanyak 700 µl. Tabung dibolak-balik secara hati-hati selama 5 menit. Suspensi
disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil
dan ditambahkan dengan 1/10x volume 3M Natrium asetat dan 0.7x volume
isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk mengendapkan DNA
dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA
dicuci dengan ethanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 12000
rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan dan dilarutkan kembali dengan bufer TE
1x. Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan untuk cetakan dalam proses
PCR.
78
Hasil
pGEM-T easy
1 Kb plus
1 Kb plus
pCP11-1
pCP11-3
pCP11-2
pCP11-4
pCP11-6
pCP11-5
pCP8-2
pCP8-4
pCP8-6
pCP8-1
pCP8-3
pCP8-5
CP 11
CP 8
1000 bp 4000 bp
3000
Gen AV1 850 2000
780 bp 650 1600
500
1000
a b 650
Gambar 17 Elektroforesis pada gel agarosa 1%. (a) produk amplifikasi gen AV1
dari dua isolat Begomovirus (CP 8 dan CP11) menggunakan primer
spesifik CPPROTEIN-V1 dan CPPROTEIN-C1. (b) DNA plasmid
rekombinan pCP8 (1-6) dan pCP11 (1-6) hasil isolasi dari koloni
tunggal bakteri E. coli DH5α
79
Sebanyak 12 koloni bakteri yang terdiri dari 6 koloni pCP8 (pCP8-1,
pCP8-2, pCP8-3, pCP8-4, pCP8-5, dan pCP8-6) dan 6 koloni pCP11 (pCP11-1,
pCP11-2, pCP11-3, pCP11-4, pCP11-5, dan pCP11-6) dipilih untuk
memverifikasi plasmid rekombinan yang membawa gen AV1. Ternyata dari 12
koloni bakteri tersebut hanya 1 koloni yang tidak membawa plasmid rekombinan,
yaitu koloni pCP8-6 (Gambar 17b).
Untuk mendapatkan fragmen gen AV1 dan vektor ekspresi pBI121
mempunyai ujung yang kohesif sebelum diligasikan maka gen AV1 yang telah
diklon pada pGEM-T dipotong dengan 2 enzim restriksi XbaI dan SacI. Demikian
juga dengan vektor ekspresi pBI121. Enzim restriksi XbaI dan SacI hanya akan
memotong pada bagian gen GUS pada vektor plasmid pBI121 namun elemen
promoter 35S CaMV dan terminator NOS masih ada (Gambar 18). Bagian gen
GUS yang dipotong inilah nanti yang akan digantikan oleh gen AV1.
Pemotongan plasmid pCP8 dan pCP11 dengan enzim XbaI dan SacI dapat
menggambarkan orientasi dari sisipan gen AV1 pada pGEM-T easy (Gambar 19).
Dari 7 plasmid rekombinan yang dipotong dengan enzim restriksi terdapat lima
plasmid yang membawa gen AV1 dengan orientasi yang diinginkan yaitu pCP8-1,
pCP8-3, pCP8-4, pCP11-8, dan pCP11-11. Dua plasmid yang lain (pCP8-2 dan
pCP11-7) membawa gen AV1 dengan orientasi yang terbalik sehingga ketika
dipotong dengan enzim XbaI dan SacI tidak menghasilkan fragmen gen AV1.
GUS
pBI 121
13950 bp
Gambar 18 Peta plasmid biner pBI121 yang membawa gen pelapor gus dan gen
marker nptII pada struktur T-DNAnya
80
pCP11-11
1 Kb plus
pCP11-7
pCP11-8
pCP8-1
pCP8-2
pCP8-3
pCP8-4
pBI121
12000 bp
3000
2000
GUS
1600
1000
100
Gambar 19 Elektroforesis fragmen gen AV1 yang dipotong dari vektor pGEM-T
easy dan fragmen gen GUS dari vektor ekspresi pBI121 dengan
enzim restriksi XbaI dan SacI pada gel agarosa 1%. AV1 = fragmen
gen AV1 yang berukuran 780 bp; GUS = fragmen gen GUS yang
berukuran 2000 bp.
Selanjutnya hasil ligasi antara fragmen sisipan (gen AV1 atau gen GUS)
dan vektor pBI121 ditransformasi ke bakteri E. coli DH5α. Jumlah koloni yang
terbentuk pada transformasi plasmid rekombinan hasil ligasi antara gen AV1 dan
vektor ekspresi pBI121 adalah sebanyak 12 koloni untuk pBI121/AV1-CP8 dan
16 koloni untuk pBI121/AV1-CP11. Setelah diperoleh DNA plasmid dari koloni
tunggal bekteri hasil transformasi, dilakukan verifikasi untuk memilih plasmid
rekombinan yaitu memiliki gen AV1 sebagai sisipannya.
Dari delapan koloni tunggal yang mengandung plasmid rekombinan
diperoleh empat plasmid rekombinan yang mengandung sisipan gen AV1, masing-
masing 2 plasmid rekombinan dari CP8 (pCP8-1-2 dan pCP8-1-3) dan 2 plasmid
dari CP11 (pCP11-8-1 dan pCP11-8-2) (Gambar 20). Dari plasmid rekombinan
tersebut dapat dibuat peta plasmid yang baru (Gambar 21). Plasmid rekombinan
tersebut telah berhasil ditransformasi ke bakteri A. tumefacies dan menghasilkan
koloni tunggal bakteri yang siap digunakan untuk transformasi genetik tanaman
tembakau.
81
pCP11-8-1
pCP11-8-2
pCP11-8-3
pCP11-8-4
pCP8-1-1
pCP8-1-2
pCP8-1-3
pCP8-1-4
1 Kb plus
pBI121
12000 bp
3000
Gen GUS 2000
2000 bp 1600
1000
Gen AV1
780 bp 500
100
Gambar 20 Elektroforesis hasil verifikasi insersi fragmen gen AV1 dengan enzim
restriksi XbaI dan SacI. Fragmen gen GUS ditandai dengan pita DNA
berukuran 2000 bp dan fragmen gen AV1 ditandai dengan pita DNA
berukuran 780 bp.
Gambar 21 Peta konstruksi plasmid biner pBI-CP yang membawa gen AV1
Begomovirus dengan promoter 35S-CaMV dan terminator nos, dan
gen marker nptII pada struktur T-DNA
82
B. Introduksi gen AV1 ke tembakau dengan vektor A. tumefaciens
Introduksi gen AV1-Begomovirus ke tanaman tembakau melalui tahapan
transformasi genetik dengan bantuan vektor A. tumefaciens (Gambar 22)
dilakukan 4 kali (dua kali untuk masing-masing konstruksi gen CP8/AV1 dan
CP11/AV1). Transformasi dilakukan dengan jumlah total eksplan sebanyak 273
potongan daun. Dari empat kali transformasi dihasilkan sebanyak 1593 tunas yang
tahan pada media seleksi yang mengandung antibiotik kanamisin 100 mg/l dengan
rerata tunas per eksplan adalah sebesar 5,84. Setelah dipindahkan ke media
perakaran dan diaklimatisasi diperoleh sebanyak 1399 planlet yang tahan
kanamisin dengan rerata planlet per eksplan adalah 5,12 (Tabel 7). Dari data yang
diperoleh, rerata persentase keberhasilan tunas menjadi planlet adalah sebesar
88,52%.
Tabel 7 Jumlah tunas dan planlet yang dihasilkan serta persentase tunas menjadi
planlet pada transformasi genetik tembakau dengan gen AV1
Begomovirus melalui vektor A. tumefaciens
%-ase tunas
Konstruksi Transf. Jumlah Jumlah Jumlah
menjadi
gen ke - eksplan tunas* planlet**
planlet***
1 62 332 (5,44) 298 (4,88) 89,76
CP8/AV1
2 62 323 (5,38) 290 (4,83) 89,78
83
a b c
d e f
g h i
84
Analisis PCR untuk deteksi gen ketahanan terhadap kanamisin nptII
Amplifikasi gen nptII dengan PCR pada 46 tanaman tembakau transgenik
putatif generasi T0 menggunakan primer spesifik menghasilkan 35 tanaman yang
mengandung gen nptII (Gambar 23). Hal ini diindikasikan dengan terbentuknya
pita DNA berukuran sekitar 250 bp. Persentase tanaman yang mengandung gen
nptII dibandingkan dengan jumlah total tanaman yang dianalisis adalah sebesar
76,1%. Pada kontrol negatif yang digunakan (tanaman tembakau yang tidak
ditransformasi dan air) tidak menunjukkan adanya pita hasil amplifikasi (250 bp)
(Gambar 23). Hal tersebut menunjukkan bahwa prosedur teknik PCR yang
digunakan untuk amplifikasi gen nptII sudah benar dan tidak terdapat kontaminasi
oleh DNA dari sampel yang diuji atau DNA dari sumber yang lain.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 K- A + M
500 bp
nptII
300
100
M 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 K- A +
500 bp
300 nptII
100
85
Pembahasan
86
2000 bp dengan gen AV1 yang berukuran sekitar 780 bp. Proses ligasi standar atau
klasik dilakukan dengan cara menggabungkan satu fragmen DNA sisipan linier ke
satu DNA vektor (Sambrook et al. 1989). Pada penelitian ini, pendekatan ligasi
yang dilakukan adalah dengan ”competition approach” dimana ada dua gen
sisipan yang digabungkan dengan satu DNA vektor. Dalam hal ini, gen AV1 dan
gen gus akan berkompetisi untuk berligasi pada vektor ekspresi pBI121. Ini
dilakukan dengan cara meligasikan vektor ekspresi pBI121 (yang sebelumnya
telah dipotong dengan enzim XbaI dan SacI) dengan fragmen gen AV1. Skrining
plasmid rekombinan dilakukan dengan memotong kembali plasmid dengan enzim
XbaI dan SacI. Plasmid rekombinan yang diinginkan akan mudah teridentifikasi
karena fragmen gen AV1 (780 bp) dan gus (2000 bp) mempunyai ukuran yang
berbeda (Gambar 20).
Untuk mempelajari ekspresi gen AV1 dari Begomovirus yang
menyandikan protein selubung di dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap
penyakit keriting daun maka gen AV1 diintroduksikan ke dalam genom tanaman
tembakau. Integrasi gen AV1 ke dalam tanaman model ini diharapkan akan
memberikan informasi mengenai keefektifan gen tersebut untuk mengendalikan
penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus tersebut.
Tanaman model tembakau selama ini telah terbukti efektif untuk kegiatan
rekayasa genetika karena tanaman tersebut mempunyai kompetensi regenerasi dan
transformasi yang tinggi. Selain itu, tanaman tembakau juga merupakan salah satu
tanaman inang yang dapat diinfeksi oleh Begomovirus sehingga akan
memudahkan di dalam pengujian ketahanan terhadap virus. Beberapa penelitian
yang mempelajari ekspresi gen untuk ketahanan terhadap virus melalui
transformasi genetik menggunakan tanaman tembakau telah dilaporkan (Pascal et
al. 1993; Sinisterra et al. 1999; Mubin et al. 2007).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman tembakau mempunyai
kompetensi transformasi dan regenerasi yang tinggi. Kompetensi transformasi
diindikasikan oleh tingginya jumlah tunas yang dihasilkan pada media seleksi
yang mengandung antibiotik kanamisin 100 mg/l dengan rerata jumlah tunas per
eksplan adalah 5,84 (Tabel 7). Kompetensi regenerasi tanaman tembakau yang
tinggi diindikasikan oleh kemampuan eksplan beregenerasi membentuk tunas dan
87
akhirnya tumbuh menjadi planlet dengan persentase tunas menjadi planlet adalah
88,52% (Tabel 7). Perlakuan transformasi dengan bakteri A. tumefaciens dan
tekanan seleksi dari antibiotik kanamisin (100 mg/l) pada media regenerasi tidak
mempengaruhi kemampuan eksplan untuk membentuk tunas.
Salah satu parameter keberhasilan dari teknik transformasi adalah
tersisipnya gen yang diinginkan ke dalam genom tanaman. Untuk mendeteksi
keberadaan gen pada tanaman transgenik putatif dapat dilakukan dengan analisis
molekuler, salah satunya menggunakan teknik PCR. Meskipun teknik ini belum
menjamin bahwa transgen telah terintegrasi ke dalam genom tanaman namun
teknik ini dapat digunakan untuk skrining awal secara cepat tanaman transgenik
putatif. Pada penelitian ini, telah berhasil dideteksi tanaman tembakau transgenik
putatif yang membawa gen ketahanan terhadap kanamisin dengan teknik PCR
menggunakan primer spesifik gen nptII. Gen nptII ini berada satu konstruksi
dengan gen AV1 pada T-DNA, sehingga diharapkan tanaman yang terdeteksi
membawa gen nptII juga membawa gen AV1.
Tanaman yang diperoleh dari hasil transformasi genetik menggunakan gen
AV1 selanjutnya perlu untuk dikonfirmasi keberadaan, integrasi dan jumlah kopi
dari transgen yang diintroduksikan menngunakan teknik molekuler seperti teknik
PCR dan Southern Blot, meskipun planlet-planlet merupakan planlet-planlet yang
putatif transgenik karena telah lolos pada media seleksi. Selain itu, ekspresi dari
gen yang sudah terintegrasi pelu diuji dengan menggunakan virus target sehingga
akan diketahui tingkat efektifitas dari gen yang telah disisipkan.
Simpulan
1. Gen AV1 dari isolat Begomovirus yang berukuran sekitar 780 telah dapat
diamplifikasi dan dikonstruksi pada vektor ekspresi untuk digunakan dalam
transformasi genetik.
2. Transfomasi genetik tanaman tembakau dengan gen AV1 menggunakan vektor
bakteri A. tumefaciens telah menghasilkan transforman-transforman yang
membawa gen ketahanan terhadap kanamisin (gen nptII).
88
Daftar Pustaka
89
Mubin M, Mansoor S, Hussain M, Zafar Y. 2007. Silencing of the AV1 gene by
antisense RNA protects transgenic plants against a bipartite begomovirus.
Virol J 4(10):1-4
Pascal E, Goodlove PE, Wu LC, Lazarowitz. 1993. Transgenic tobacco plants
expressing the Geminivirus BL1 protein exhibit symptoms of viral disease.
Plant Cell 5: 795-807
Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1998. Evaluation of whitefly-mediated inoculation
techniques to screen Lycopersicon esculentum and wild relatives for
resistance to Tomato yellow leaf curl virus. Euphytica 101:259-271
Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted
geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:1358-
1369
Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated
tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing
Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV
infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679
Sanford JC, Johnson SA. 1985. The concept of parasite-derived resistance:
deriving resistance genes from the parasites own genome. J Theor Biol
115:395-405
Sambrook J. Fritsc EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning, a laboratory
manual2nd edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Book 1, 2 dan 3
Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants
transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus
show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and
host range study of tomato-infecting begomovirus. In : Proceeding of
Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. Aug 22-24, 2001. p.
208-217.
Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to
tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum.
Phytopathol. 88:910-914
Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000.
Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon
esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle
tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110
Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D.
Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf
curl virus: presence of viral DNA and symptom development. Plant Dis
75:279-281
90
VII. ANALISIS MOLEKULER DAN UJI KEEFEKTIFAN GEN
AV1 PADA TANAMAN TEMBAKAU TRANSGENIK UNTUK
KETAHAHAN TERHADAP BEGOMOVIRUS
Abstrak
Kata kunci: Analisis molekuler, teknik PCR, Southern blot, gen AV1-
Begomovirus, tembakau transgenik
91
Abstract
92
Pendahuluan
93
(dapat bertahan lama dan berkelanjutan).
Di dalam penelitian rekayasa genetik untuk menghasilkan tanaman
transgenik biasanya melibatkan beberapa tahap dalam teknik biologi molekuler
atau seluler, salah satunya adalah karakterisasi atau identifikasi gen yang telah
diintroduksi ke dalam jaringan tanaman (Bennet, 1993). Keberhasilan teknik
transformasi genetik ditandai dengan keberhasilan menyisipkan rangkaian gen
yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman, dapat diekspresikan dan tetap
terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel berikutnya. Oleh karena itu,
diperlukan upaya untuk mengkonfirmasi integritas gen yang diintroduksikan dan
menentukan jumlah kopi gen tersebut di dalam genom tanaman serta menentukan
gen tersebut dapat berfungsi dengan benar. Identifikasi jaringan yang
tertransformasi dapat dilakukan dengan sejumlah teknik molekuler diantaranya
adalah penggunaan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) (Chee et al. 1991;
Nain et al. 2005) dan Southern blot (Chee et al. 1991). Teknik PCR merupakan
metode deteksi secara cepat untuk mengetahui keberadaan transgen di dalam
jaringan tanaman putatif transgenik. Selain itu, teknik Southern Blot juga
merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi integrasi dan jumlah
kopi transgen yang terintegrasi. Beberapa penelitian rekayasa genetik untuk
mendapatkan tanaman transgenik tahan virus selalu melibatkan teknik molekuler
PCR dan hibridisasi Southern untuk mendeteksi transgen yang diintroduksikan
(Pascal et al. 1993; Raj et al. 2005).
Pada percobaan sebelumnya, transformasi genetik tanaman tembakau
dengan gen AV1-Begomovirus melalui vektor A. tumefaciens menghasilkan sekitar
1399 tanaman. Tanaman tembakau transgenik tersebut telah membawa gen
ketahanan terhadap antibiotik kanamsin (nptII). Namun demikian, analisis secara
molekuler untuk mendeteksi adanya gen AV1 pada tanaman tembakau transgenik
putatif dan uji keefektifan dari gen tersebut untuk mendapatkan ketahanan
terhadap Begomovirus belum dilakukan. Oleh karena ini, perlu dilakukan analisis
molekuler dan uji keefektifan dari gen AV1 terhadap Begomovirus dari tanaman-
tanaman tembakau transgenik putatif tersebut.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanaman tembakau
transgenik T0 yang membawa gen AV1 dan tahan terhadap infeksi Begomovirus.
94
Tujuan khusus penelitian adalah i) untuk menganalisis integrasi gen AV1 tanaman
tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan teknik PCR, ii)
menentukan jumlah kopi dari transgen yang terintegrasi ke dalam genom
tembakau transgenik T0, iii) menguji tanaman tembakau transgenik T0 yang
membawa gen AV1 dengan infeksi Begomovirus.
95
1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan bufer 1X. Setiap
reaksi dilakukan pada tabung mikro 200 ul. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan
program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu 940C selama 5 menit
sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 940C selama 30 detik, penempelan
0
primer pada suhu 55 C selama 1 menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada
suhu 720C selama 2 menit. Tahapan PCR diulang sebanyak 35 kali. Pada tahap
terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 5 menit
sebanyak 1 siklus. Selain DNA sampel, juga digunakan DNA plasmid pBI-CP
sebagai kontrol positif (+) dan DNA tanaman tembakau non transgenik serta air
(tanpa DNA cetakan) masing-masing digunakan sebagai kontrol negatif (-).
Setelah proses PCR selesai, sampel produk PCR dielektroforesis dengan gel
agarosa.
96
Pengamatan gejala tanaman tembakau terinfeksi oleh begomovirus
dilakukan dengan kategori: (-) tidak terinfeksi, tidak ada gejala yang muncul dan
(+) terinfeksi, muncul gejala pada tanaman yang diindikasikan dengan adanya
mosaik atau penggulungan daun seperti kerupuk.
Untuk mengetahui keberadaan Begomovirus dalam tanaman tembakau yang
telah dibioasai, maka dikonfirmasi dengan teknik PCR menggunakan primer
universal. Isolasi DNA total tanaman yang terinfeksi virus dilakukan dengan
menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) seperti
yang telah dilakukan sebelumnya. Amplifikasi PCR untuk mendeteksi adanya
Begomovirus dilakukan sesuai dengan prosedur dari Rojas et al. (1993). dengan
total reaksi 25 µl mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan dan sepasang primer
universal yaitu primer PAL1v1978 dan PAR1c715. Keberadaan Begomovirus
dalam jaringan tanaman tembakau transgenik setelah bioasai diindikasikan dengan
teramplifikasinya fragmen DNA berukuran 1500 bp.
Hasil
97
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 K- A P M
1000 bp
Gen AV1
850
(780 bp)
650
500
100
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 K- A P M
1000 bp
Gen AV1
(780 bp) 850
650
500
100
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 K- A P M
1000 bp
Gen AV1
850
(780 bp)
650
500
100
40 41 42 43 44 45 46 K- A P M
1000 bp
Gen AV1 850
(780 bp) 650
500
100
Gambar 24 Deteksi PCR gen AV1 pada 46 tanaman tembakau transgenik putatif
generasi T0 menggunakan primer spesifik. 1-46=sampel tanaman
tembakau transgenik putatif generasi T0, K-=tanaman tembakau non
transforman, A=Air, P=Plasmid, M=1 Kb plus ladder (In vitrogen)
98
transgenik putatif generasi T0 dengan Begomovirus di rumah kaca menunjukkan
adanya variasi respon setelah inokulasi (Tabel 8). Sebanyak 15 tanaman tembakau
transgenik putatif positif menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus dan ada 2
tanaman yang mati sebelum dilakukan pengamatan. Untuk melihat korelasi hasil
bioasai dengan hasil PCR dari masing-masing individu tanaman tembakau
transgenik putatif maka kedua hasil pengujian dibandingkan. Terdapat
kecenderungan bahwa tanaman tembakau yang positif PCR tidak menunjukkan
adanya gejala terinfeksi Begomovirus (Tabel 8).
Tabel 8 Deteksi PCR gen AV1 dan bioasai tanaman tembakau transgenik putatif
generasi T0 dengan Begomovirus di rumah kaca
99
Proses penularan virus dilakukan dengan menempatkan sampel tanaman
ke dalam suatu kurungan yang di dalamnya sudah ada tanaman yang sakit
terinfeksi virus dan serangga kutukebul sebagai vektor untuk menularkan
(Gambar 25a dan 25b). Indikasi tanaman tembakau yang terinfeksi oleh
begomovirus adalah munculnya gejala yang diawali dengan mosaik pada daun
dan selanjutnya helaian daun akan menggulung, bergelombang tidak beraturan
seperti bentuk kerupuk (Gambar 25c-f).
a ba
Tahan Rentan
c d
e f
Gambar 25 Bioasai tanaman tembakau transgenik menggunakan vektor serangga
kutukebul: a) Proses penularan virus oleh vektor kutu kebul pada
kurungan kedap serangga, b) Kutu kebul yang menempel pada daun
tanaman untuk menularkan virus (tanda panah), c) Gejala yang mulai
muncul pada daun muda setelah inokulasi virus (2 minggu setelah
inokulasi), d) Penampilan tanaman tembakau yang tahan dan rentan
setelah inokulasi virus, e) dan f) Gejala infeksi virus pada daun
tembakau yang menyerupai sepeti kerupuk
100
Tabel 9 Kategori respon tanaman tembakau transgenik putatif setelah dianalisis
PCR dan bioasai
* Hasil PCR: (+)=menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp, (-)=tidak menghasilkan
** Bioasai: (+)=menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus, (-)=tidak menunjukkan
101
setelah hibridisasi dengan pelacak gen AV1. Demikian juga dengan dua tanaman
yang tidak ditransformasi (NT), pita DNA tidak dihasilkan. Untuk kontrol positif
(P) berupa plasmid yang mengandung gen AV1, menghasilkan satu pita DNA.
Hasil deteksi keberadaan Begomovirus dengan teknik PCR pada beberapa
sampel tanaman tembakau transgenik menggunakan primer universal
menunjukkan pita DNA spesifik (Gambar 27). Virus terdeteksi pada enam
tanaman yaitu sampel tanaman no 21, 23, 26, 34, 35 dan 45. Sedangkan pada
tanaman no. 2, 24, 27, 32, dan 46, virus tidak berhasil terdeteksi. Sebagai kontrol
disertakan tiga tanaman yang terdiri dari tanaman yang tidak ditransformasi, tetapi
diinfeksi dengan virus (NT-I), tanaman yang tidak ditansformasi tetapi tidak
diinfeksi oleh virus (NT-NI) dan tanaman yang terinfeksi oleh Begomovirus (K+).
Dari ketiga tanaman kontrol, tanaman NT-I terdeteksi adanya virus di dalam
jaringan tanaman. Pada tanaman NT-NI tidak terdeteksi adanya virus di dalam
jaringan sementara untuk tanaman K+ terdeteksi dengan jelas.
M 2 21 23 24 26 27 32 34 35 45 46 10 20 NT NT P
12,0 kb
4,0
3,0
2,0
1,6
1,0 A
M 2 21 23 24 26 27 32 34 35 45 46 10 20 NT NT P
12,0 kb
4,0
3,0
2,0
1,6
1,0 B
102
Dari data analisis PCR, bioasai, Southern blot dan keberadaan virus dari
tanaman-tanaman tembakau transgenik generasi T0 maka dapat ditentukan
hubungan antara data-data dari keempat parameter tersebut (Tabel 10). Dari
hubungan antar parameter ini maka akan dapat ditentukan tingkat ketahanan
tanaman tembakau transgenik generasi T0 terhadap infeksi Begomovirus.
NT-NI
NT-I
2 21 23 24 26 27 32 34 35 45 46 K+ A M
4000 bp
3000
2000
1500 bp 1600
1000
Tabel 10 Hubungan antara analisis PCR, bioasai, jumlah kopi dan keberadaan
virus target dalam tanaman transgenik
Ada/tidaknya
No. Kode tanaman PCR* Bioasai** Jumlah kopi Kategori
virus***
1. 2 (CP11/I.2.1.3) + - 1 (satu) - Tahan
2. 21 (CP11/I.2.1.1) + + 3 (tiga) + Rentan
3. 23 (CP11/I.2.2.2) + + 2 (dua) + Rentan
4. 24 (CP11/I.3.4.1) + - 1 (satu) - Tahan
5. 26 (CP11/I.6.3.1) + + 4 (empat) + Rentan
6. 27 (CP8/II.1.3.1) + - 1 (satu) - Tahan
7. 32 (CP8/II.5.1.1) + - 1 (satu) - Tahan
8. 34 (CP8/II.13.1.1) + + 2 (dua) + Rentan
9. 35 (CP8/II.13.2.1) + - 1 (satu) + Toleran
10. 45 (CP11/IV.5.1.1) + - 2 (dua) + Toleran
11. 46 (CP11/IV.9.1.1) + - 4 (empat) - Rentan
103
Pembahasan
104
diduga disebabkan oleh tidak efektifnya gen AV1 yang telah terintegrasi ke dalam
genom tanaman dan disebut dengan istilah pembungkaman gen (gene silencing).
Pada penelitian ini juga diamati adanya tanaman-tanaman yang tidak membawa
gen AV1 (analisis PCR-nya negatif) menunjukkan gejala ketika terinfeksi oleh
virus. Namun, terdapat 3 tanaman yang tidak positif PCR memberikan respon
negatif yaitu tidak terdeteksi adanya gejala terinfeksi virus. Hal ini diduga
disebabkan oleh tidak terjadinya proses penularan virus oleh serangga kutukebul
pada ketiga tanaman tersebut. Salah satu kelemahan teknik bioasai dalam
penelitian ini adalah proses penularan virus sangat tergantung dari mobilitas
serangga kutukebul yang diinfestasikan, sehingga kemungkinan tidak terjadinya
proses infeksi virus oleh kutukebul atau escape bisa terjadi.
Analisis jumlah kopi dengan teknik Southern blot mengindikasikan bahwa
integrasi gen AV1 menggunakan vektor A. tumefaciens pada tanaman tembakau
dapat terjadi hanya satu kopi atau lebih (Gambar 26). Korelasi jumlah kopi gen
AV1 dengan respon gejala mengindikasikan bahwa tanaman dengan integrasi gen
hanya satu kopi mempunyai respon tidak menunjukkan gejala ketika diinokulasi
virus. Hasil ini didukung oleh analisis deteksi keberadaan virus dengan PCR pada
tanaman-tanaman tersebut dimana tidak terdeteksi adanya fragmen DNA spesifik
dari Begomovirus, sehingga dikateorikan sebagai tanaman tahan (Gambar 27,
Tabel 10). Sebaliknya, tanaman dengan integrasi gen AV1 lebih dari satu kopi
menunjukkan adanya gejala terinfeksi virus dan didukung oleh terdeteksinya
Begomovirus dalam tanaman sehingga dikategorikan rentan (Gambar 27, Tabel
10). Jumlah kopi gen lebih dari satu diduga akan menginduksi terjadinya
pembungkaman gen (gene silencing) sehingga transgen menjadi tidak terkespresi
dan tanaman menjadi tidak tahan serta virus dapat berkembang di dalam tanaman.
Pembungkaman gen yang disebabkan oleh adanya transgen multikopi
kemungkinan berhubungan dengan fenomena homology-dependent gene silencing
dimana tidak terkespresinya satu atau lebih gen karena adanya kesamaan susunan
nukleotida (homologi) (Meyer & Saedler 1996). Namun demikian, dugaan ini
mungkin tidak terjadi pada sampel no 46 dimana tanaman mempunyai gen
sebanyak 4 kopi namun tidak memperlihatkan respon gejala dan tidak ditemukan
adanya virus di dalam jaringan tanaman. Kemungkinan ada mekanisme lain pada
105
tanaman tersebut sehingga tanaman menjadi tahan meskipun integrasinya lebih
dari satu. Pada penelitian ini juga diamati adanya sampel tanaman (nomor 45)
dengan integrasi gen AV1 multikopi (2 kopi gen) dan tidak menunjukkan gejala
namun terdeteksi adanya virus di dalam jaringan tanaman tersebut. Hal ini diduga
berhubungan dengan adanya respon toleran atau penyembuhan (recovery) dari
tanaman tersebut.
Gen-gen protein selubung dari virus telah dimanfaatkan secara luas di
dalam teknik rekayasa genetik untuk perakitan tanaman tahan virus dengan genom
RNA (Bendahmane et al. 1997; Chowrira et al. 1998; Srivastava & Raj 2008).
Penelitian untuk memperoleh ketahanan terhadap Begomovirus menggunakan gen
protein selubung juga telah dilakukan (Kunik et al. 1994) dan hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketahanan terhadap TYLCV berasosiasi dengan keberadaan
dari produk transgen tersebut. Ketahanan yang diperoleh diindikasikan dengan
tidak adanya keparahan gejala dan akumulasi virus pada jaringan tanaman.
Pada penelitian ini, tanaman tembakau transgenik yang tahan Begomovirus
mengindikasikan adanya fenomena yang sama seperti penelitian sebelumnya. Gen
protein selubung yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gen yang
dikonstruksi secara utuh (full-length). Berdasarkan pola hubungan antara analisis
PCR, bioasai, jumlah kopi dan keberadaan virus di dalam jaringan tanaman
terlihat bahwa tanaman tembakau transgenik yang mengandung gen AV1 yang
terintegrasi satu kopi memperlihatkan respon tahan yang diindikasikan dengan
tidak adanya gejala yang terdeteksi dan akumulasi virus pada jaringan. Hal ini
berbeda dengan ketahanan mendasarkan pada RNA (RNA-mediated resistance)
dimana ketahanan ini sering berasosiasi dengan adanya integrasi multi-kopi dari
transgen atau pengulangan tandem dari transgen (Sijen et al. 1996). Berdasarkan
hal ini maka mekanisme ketahanan pada penelitian ini diduga bukan ketahanan
yang mendasarkan pada RNA namun berasosiasi dengan keberadaan produk dari
gen AV1. Jadi gen AV1 terintegrasi ke dalam genom tanaman tembakau dan
mengekspresikan protein selubung (terbentuk produk protein) yang
mempengaruhi siklus hidup dari virus dan tanaman memberikan respon
ketahanan. Dengan kata lain bahwa gen AV1 terekspresi ke dalam tanaman dan
terjadi akumulasi protein pembungkus sehingga ketika terjadi infeksi, virus akan
106
dibungkus oleh protein pembungkus tersebut dan virus tidak dapat berkembang.
Mekanisme ketahanan ini berperan pada tingkat awal proses replikasi virus
dengan menghalangi proses replikasi secara tidak terkendali dari partikel virus
(Aswidinnoor 1995). Namun demikian, mekanisme ketahanan ini masih perlu
dibuktikan lebih lanjut dengan melakukan analisis hibridisasi Northern atau
Western untuk mempelajari ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga
mekanisme ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail.
Simpulan
1. Telah diperoleh tanaman-tanaman tembakau transgenik yang membawa gen
AV1 Begomovirus berdasarkan amplifikasi PCR
2. Analisis hibridisasi Southern blot menunjukkan bahwa integrasi gen AV1 pada
genom tanaman tembakau yang bersifat satu kopi atau multi-kopi. Tanaman
dengan integrasi gen satu kopi menunjukkan respon tahan terhadap infeksi
virus dibandingkan integrasi gen yang multi-kopi.
3. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1 Begomovirus pada tanaman
tembakau transgenik diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi
virus pada jaringan tanaman.
Daftar Pustaka
107
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-
15
Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus
resistance. Current Scim 8(3): 341-354
Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus
associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J
Indon Microbiol 11 (2): 87-90
Kunik T, Salomon R, Zamair D, Zeidan M, Michelson L, Gafni Y, Czosnek H.
1994. Transgenic tomato plants expressing the tomato yellow leaf curl
virus capsid protein are resistant to the virus. Bio/Tech 12:500-504
Meyer P, Saedler H. 1996. Homology-dependent gene silencing in plants. Ann
Rev Plant Physiol Mol Biol. 47:23-48
Mubin M, Mansoor S, Hussain M, Zafar Y. 2007. Silencing of the AV1 gene by
antisense RNA protects transgenic plants against a bipartite begomovirus.
Virol J 4(10):1-4
Nain V, Jaiswal R, Dalal M, Ramesh B, Kumar PA. 2005. Polymerase Chain
Reaction Analysis of Transgenic contaminated by Agrobacterium. Plant
Mol Biol Rep 23:59-65
Panaud O, Magpantay G, McCouch SR. 1993. A protocol for non-radioactive
DNA labelling and detection in the RFLP analysis of rice and tomatoes
using single copy probes. Plant Mol Biol. 11(1)
Pascal E, Goodlove PE, Wu LC, Lazarowitz. 1993. Transgenic tobacco plants
expressing the Geminivirus BL1 protein exhibit symptoms of viral disease.
Plant Cell 5: 795-807
Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated
tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing
Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV
infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679
Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate
primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted
geminivirus. Plant Dis 77:340-347
Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants
transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus
show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706
Srivastava A, Raj SK. 2008. Coat protein-mediated resistance against an Indian
isolates of the Cucumber mosaic virus subgroup IB in Nicotiana
benthamiana. J Biosci 33:00-00
Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000.
Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon
esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle
tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110
108
VIII. PENDEKATAN KONVENSIONAL UNTUK KETAHANAN
TOMAT TERHADAP BEGOMOVIRUS YANG DIKOMBINASIKAN
DENGAN KETAHANAN TERHADAP CMV
Abstrak
109
Abstract
The use of resistant tomato plants s the best way to control Begomovirus.
A great effort has been made to obtain genetic resistance to Begomovirus, manly
directed against Tomato yellow leaf curl virus (TYCLV). Some accessions of
tomato wild relatives exhibited good levels of resistance and tolerance to TYLCV,
such as Lycopersicon chilense species. The objective of this research was to
obtain tomato lines resistant to TYLCV combined with resistance to CMV. Plant
materials that used in this experiment were FLA456 line as a TYLCV resistant
parent (AVRDC), Intan adn CL6046 (as susceptible parents), F1-TYLCV plants
(TYCLV resistant F1 plants) and F1-CMV plants (CMV resistant F1 plants).
Result of the experiments showed that F1-doublecross plants (crossing between
F1-TYLCV and F1-CMV plants) give a resistant phenotype indicating integration
of both two resistance genes in one plant has been occured following effication
and PCR analysis. Effication of F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan lines (21
lines) dan F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 lines (21 lines) with
Begomovirus has been obtained 10 and 9 plants respectively showing high level
resistant phenotype which no symptom could be observed. It indicated that those
F1-doublecross plants had carried the Begomovirus-resistance genes. To
confirmed that the Begomovirus resistant F1-doublecross plants also carried the
CMV-resistance gene, those lines were subjected to PCR analysis. Result of PCR
analysis also indicated that the CMV-resistance gene has been incorporoted in the
F1-DC lines. The resistant-doublecross F1 plants then were selected for the
horticultural traits and subjected to performing the advanced breeding for
developing Indonesian multiple virus resistance tomatoes.
110
Pendahuluan
111
yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR) yang
memanfaatkan elemen genetik virus dan diintroduksikan ke tanaman, sehingga
akan mempengaruhi siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein (coat
protein gene) merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini
(Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999; Vidya et al. 2000; Raj et al.
2005). Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal bukan dari patogen
(non pathogen-derived resistance, non PDR), yang memanfaatkan gen-gen
ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang bertanggungjawab untuk
adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan patogen. Penggunaan
pendekatan non-PDR telah dilakukan diantaranya oleh Hanson et al. (2000).
Usaha untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus (TYLCV)
melalui pendekatan non PDR telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti telah
mencari gen-gen ketahanan terhadap TYLCV di antara spesies Lycopersicon liar
dan telah menemukan beberapa gen yang menjanjikan, diantaranya pada spesies
L. chilense Dun, L. pimpinellifolium (Jusl.) Mill, L. hirsutum Dun dan L.
peruvianum (L.) Mill (Zakay et al. 1991; Kasrawi et al. 1998; Pico et al. 1998;
Vidavsky & Czosnek 1998).
Galur-galur tomat hasil pemuliaan secara konvensional yang mempunyai
ketahanan terhadap TYLCV telah dikembangkan oleh The Asian Vegetables
Research and Development Center (AVRDC), Taiwan dan telah diuji serta
terbukti efektif terhadap beberapa strain TYLCV Asia termasuk diantaranya
Taiwan, India Selatan dan Thailand (AVRDC Centerpoint newsletter – spring
2003 issue). AVRDC juga telah mengembangkan galur-galur tomat yang tahan
CMV melalui pendekatan rekayasa genetik menggunakan gen protein selubung
(coat protein gene). Sampai sekarang ini, galur transgenik tahan CMV tersebut
telah dievaluasi di lapang dan menunjukkan tingkat ketahanan yang memadai
untuk mengendalikan infeksi CMV. Di Indonesia, infeksi CMV merupakan
kendala produksi yang paling serius pada tanaman cabai dan juga ditemukan pada
pertanaman tomat. Serangan CMV dapat menyebabkan kerusakan yang paling
parah dan berdampak pada penurunan hasil sebesar 75%, bahkan hingga 100%
(Duriat 1996, DEPTAN 1999).
Melalui proyek kerjasama ABSP II yang di danai oleh USAID,
112
persilangan antara tomat varietas Indonesia (Intan dan CL6046) dengan varietas
tomat yang tahan TYLCV (FLA 456 dan FLA 478) atau varietas tomat transgenik
tahan CMV (R7-110-11) telah dilakukan di AVRDC dan menghasilkan tanaman
tomat generasi F1 dari masing-masing persilangan (tanaman F1-TYLCV dan F1-
CMV). Tanaman tomat generasi F1-TYLCV dan F1-CMV tersebut kemudian
didonasikan ke Indonesia (BB BIOGEN) sebagai materi untuk pengembangan
tomat tahan TYLCV dan CMV.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur tanaman
tomat yang tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) dikombinasikan dengan
ketahanan terhadap CMV.
Materi tanaman tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetua
tahan TYLCV, tetua tahan CMV, tetua rentan (Intan dan CL6046) dan 4 tanaman
F1 hasil persilangan tunggal serta tanaman cek rentan (Tabel 11).
Sifat
Materi Galur/Varietas Keterangan
ketahanan
Intan Varietas Toleran Introduksi dari AVRDC dan dirilis
terhadap oleh Balitsa tahun 1980 (Lampiran
panas (heat 3)
tolerance)
CL6046 Calon varietas Tahan layu Introduksi dari AVRDC dan telah
bakteri diseleksi oleh Balitsa
FLA456 (FLA456-4- Galur inbred Tetua tahan Ketahanan berasal dari Tyking dan
21-1) generasi F4 TYLCV L. chilense LA2779. Diidentifikasi
dari AVRDC membawa gen ketahanan pada 3
kromosom yang berbeda (3, 6 dan
11)
FLA478 (FLA478-6- Galur inbred Tetua tahan Ketahanan berasal dari Tyking dan
3-1-11) generasi F5 TYLCV L. chilense LA1938
dari AVRDC
CL5915-93D4-1-0-3 Galur inbred Rentan Tanaman pembanding (cek peka
TYLCV untuk TYLCV)
R8-110-11 Galur inbred Tahan CMV Galur transgenik yang membawa
generasi ke-8 gen CP-CMV
dari AVRDC
F1 FLA456/Intan - - F1-TYLCV
F1 FLA456/CL6046 - - F1-TYLCV
F1 Intan/R7-110-11 - - F1-CMV
F1 CL6046/R7-110-11 - - F1-CMV
113
Skrining ketahanan terhadap virus.
Tabel 12. Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terinfeksi Begomovirus
Indeks Gejala
0 Tidak ada gejala
1 Ringan (tepi daun sedikit menggulung dan menguning)
Sedang (tanaman sedikit kerdil, daun menguning dan
2
menggulung)
Parah (tanaman sangat kerdil, terjadi pengurangan ukuran
3 daun, daun menggulung dan menguning)
114
sebagai materi tanaman dalam persilangan ganda (double cross/intercross) untuk
mengkombinasikan gen ketahanan terhadap TYLCV dan CMV.
115
Tanaman F1-CMV yang menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap
inokulasi CMV digunakan sebagai materi untuk persilangan ganda.
116
1mM DTT, 50% glycerol, 0.5%, Tween 20, dan 0.5% nonidet P40). Urutan basa
dari pasangan primer CP-CMV adalah CP5-forward: 5’-
CTCTAGAGTTTCGTCTACTTATCT-3’ dan CP3-reverse: 5’-
CGAGCTCTGGTCTCCTTTTGAGAGAGACCCCATT-3. Setiap reaksi
dilakukan pada tabung mikro 0,2 ml. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin
PCR (MJ Research) dengan program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu
940C selama 1 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 940C selama 1
menit, penempelan primer pada suhu 500C selama 1 menit, dan
pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 2 menit. Tahap denaturasi-
penempelan primer-sintesis DNA diulang sebanyak 35 kali. Pada tahap terakhir
proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 10 menit
sebanyak 1 siklus. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1%, diwarnai
dengan etidium bromida dan divisualisasi dengan Chemidoc gel system. Sampel
tanaman F1-CMV yang membawa gen CP-CMV akan menunjukkan pita DNA
yang berukuran 1050 bp sedangkan yang tidak membawa gen CP-CMV tidak
akan terbentuk pita DNA (hasil PCR negatif). Tanaman F1-CMV yang positif
PCR (membawa gen CP-CMV) digunakan sebagai materi terpilih untuk
persilangan ganda.
117
untuk menampung serbuk sari (container glass) sehingga serbuk sari akan rontok.
Serbuk sari yang diperoleh kemudian ditutup rapat dengan parafilm dan disimpan
pada refrigerator untuk menghindari turunnya viabilitas serbuk sari sampai siap
digunakan untuk penyerbukan.
Emaskulasi.
Proses emaskulasi dimulai setelah tanaman berumur sekitar 55 – 65
setelah tanam. Bunga-bunga dari tandan kedua yang akan mekar kira-kira 2-3 hari
lagi dipilih untuk emaskulasi. Petala sudah sedikit keluar tapi belum membuka
dan mahkota bunga berwarna sedikit kekuningan atau lebih pucat. Pinset, gunting
dan sarung tangan disterilkan dengan disemprot alkohol 95% sebelum emaskulasi
dilakukan untuk mencegah kontaminasi. Stamen dari bunga yang akan
diemaskulasi dihilangkan dengan pinset yang berujung tajam sehingga dapat
dihindari terjadinya silang sendiri.
Penyerbukan
Bunga-bunga yang sudah diemaskulasi kemudian diserbuki dua hari
sesudahnya atau ketika mahkotanya sudah berubah warnanya menjadi kuning
terang, yang mengindikasikan bahwa putik sudah siap untuk diserbuki.
Penyerbukan dilakukan dengan mencelupkan kepala putik ke dalam kumpulan
serbuk sari pada tabung container. Setelah proses penyerbukan selesai, bunga-
bunga lain yang tidak disilangkan dihilangkan dari tanaman tetua betina untuk
mengurangi adanya kontaminasi sebelum panen. Kelopak bunga dari bunga yang
tealh diserbuki dipotong untuk memudahkan mendeteksi bauh-buah hasil
persilangan buatan.
118
Biji-biji yang sudah bersih kemudian dikeringkan pada kertas saring selama
semalam dan setelah kering biji-biji disimpan di suhu 4oC. Biji-biji yang dipanen
merupakan biji generasi F1-doublecross (F1-DC) yang siap digunakan untuk
penelitian selanjutnya.
Hasil
119
Galur-galur tanaman tomat F1 hasil persilangan yang diskrining dengan
TYLCV melalui penularan oleh serangga kutu kebul di rumah kaca memberikan
respon gejala yang bervariasi (Tabel 15). Tanaman yang tahan diindikasikan
dengan tidak ada gejala sedangkan tanaman rentan (terinfeksi TYLCV) akan
memunculkan gejala-gejala pada daun seperti terjadinya penggulungan daun atau
daun menjadi berukuran kecil dengan sedikit keriting (Gambar 28). Hasil skrining
menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tomat F1-TYLCV (F1 FLA456/Intan dan
FLA456/CL6046) sebagian besar tanaman memberikan respon tahan seperti pada
tetua tahan (FLA456) yang diindikasikan dengan tidak ada gejala yang dapat
diamati pada tanaman-tanaman tersebut. Sebanyak 30 dari 44 tanaman F1-
FLA456/Intan atau sekitar 68% yang menunjukkan fenotipe tahan (Tabel 15).
Sementara itu sebanyak 21 tanaman F1-FLA456/CL6046 atau sekitar 66%
menunjukkan respon tahan. Namun demikian, pada percobaan ini masih terlihat
adanya hasil skrining yang tidak konsisten. Beberapa tanaman yang diuji
menunjukkan kategori ‘terhindar’ (escape) seperti adanya 3 tanaman pembanding
yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi (Tabel 15). Tanaman-tanaman F1-
TYLCV (F1 FLA456/Intan dan F1 FLA456/CL6046) yang menunjukkan fenotipe
tahan digunakan sebagai materi tanaman untuk disilangkan dengan tanaman F1-
CMV yang tahan untuk mengkombinasikan gen-gen ketahanan terhadap virus,
TYLCV dan CMV.
* Tanaman pembanding
120
a b c
d e f
g h i Tahan
121
generasi F1 tersebut. Namun demikian, dari hasil skrining tersebut juga
menunjukkan teknik skrining yang belum konsisten.
a b Tahan
c d
e f
Gambar 29 Beberapa gejala tanaman F1-CMV setelah inokulasi dengan CMV: a)
Bibit tomat pada bak semai siap untuk diinokulasi, b) tanaman tahan
tanpa gejala, c) tanaman dengan gejala belang ringan d-f) tanaman
dengan gejala mosaik sedang (dalam tanda lingkaran)
122
Di samping menggunakan bioasai, skrining tanaman F1-CMV juga
dikonfirmasi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik untuk gen CP-
CMV. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan tanaman-tanaman F1-CMV yang
membawa gen CP-CMV sehingga akan mempermudah di dalam pemilihan materi
untuk persilangan ganda. Dari 12 tanaman F1-Intan/ R8-110-11 yang dianalisis,
diperoleh 8 tanaman yang membawa gen CP-CMV (Gambar 30). Hal tersebut
ditunjukkan dengan terbentuknya pita DNA hasil PCR yang berukuran sekitar
1050 bp. Sementara itu, untuk tanaman F1-CL6046/R8-110-11 diperoleh 10 dari
12 tanaman yang membawa gen CP-CMV (Gambar 31). Tanaman-tanaman yang
negatif PCR (tidak membawa gen CP-CMV) diduga merupakan tanaman hasil
dari silang sendiri (selfing) bukan hasil persilangan dari tanaman tetua rentan
dengan tetua tahan.
R8-110-11
Intan
1 Kb
Air
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1050 bp
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1050 bp
123
Berdasarkan hasil skrining tanaman-tanaman F1-TYLCV dengan TYLCV
dan tanaman-tanaman F1-CMV dengan CMV serta analisis keberadaan gen
dengan teknik PCR (untuk tanaman F1-CMV) maka dapat dipilih individu
tanaman dari masing-masing tanaman generasi F1 tersebut untuk digunakan
dalam persilangan ganda dalam rangka menggabungkan/mengkombinasikan dua
gen ketahanan terhadap virus yang berbeda (TYCLV dan CMV). Untuk tanaman
F1-TYLCV dipilih tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan (tidak ada gejala)
dan penampilan tanaman yang baik sedangkan F1-CMV dipilih tanaman yang
menunjukkan fenotipe tahan (tidak ada gejala), membawa gen ketahanan CP-
CMV dan penampilan tanaman di rumah kaca yang baik. Tanaman F1-TYLCV
dan F1-CMV terpilih tersebut kemudian disilang-gandakan untuk mendapatkan
benih F1-silang ganda (F1-DC) (Tabel 17).
Untuk identifikasi tanaman-tanaman F1-DC yang telah membawa dua gen
ketahanan terhadap virus yang berbeda maka satu tanaman F1-silang ganda (F1-
DC) dari masing-masing genotipe Intan dan CL6046 ditanam dan digunakan
untuk skrining ketahanan galur F1-DC terhadap TYLCV dan CMV. Skrining
ketahanan terhadap TYLCV dilakukan dengan menginokulasikan virus tersebut
melalui vektor serangga kutu kebul di rumah kaca. Sementara itu, skrining
tanaman F1-DC yang telah membawa gen ketahanan terhadap CMV hanya
dilakukan dengan mengidentifikasi keberadaan gen CP-CMV pada individu-
individu F1- DC tersebut menggunakan teknik PCR. Hal ini dilakukan karena
metoda untuk melakukan inokulasi ganda dengan dua virus yang berbeda belum
dioptimasi.
124
Tabel 18 Skrining tanaman tomat F1-DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan (39)
terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutu kebul
di rumah kaca
* Tanaman pembanding
* Tanaman pembanding
125
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 I A +
1050 bp
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 C A +
1050 bp
Pembahasan
126
konvensional atau non PDR telah dilaporkan (Zakay et al. 1991; Hanson et al.
2000). Pada penelitian ini, pengembangan galur tomat Indonesia yang tahan
terhadap TYLCV dilakukan dengan memanfaatkan gen-gen ketahanan yang
berasal dari tanaman kerabat liar. Galur tomat FLA456 yang telah dikembangkan
oleh AVRDC diidentifikasi membawa gen-gen ketahanan terhadap TYLCV yang
berasal dari spesies L. chilense LA2779. Sifat ketahanan terhadap TYLCV pada
galur FLA456 tersebut dikendalikan oleh tiga gen yang terintrogresi ke dalam tiga
kromosom yang berbeda yaitu kromosom 3, 6 dan 11 yang bersifat homosigot
atau heterosigot dominan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di AVRDC
menunjukkan bahwa tanaman-tanaman generasi F3 hasil persilangan dengan tetua
tahan FLA456 yang membawa ketiga gen tersebut akan memberikan tingkat
ketahanan yang tinggi (Elaine & Hanson 2006). Sementara, tanaman-tanaman
generasi F3 yang hanya membawa satu atau dua dari ketiga gen ketahanan
tersebut atau tanaman membawa ketiga gen namun tidak dalam keadaan
homosigot dominan atau heterosigot tidak menunjukkan respon tahan. Hasil
konfirmasi ketahanan tetua tahan FLA456 dan FLA478 dengan isolat TYLCV
Indonesia (isolat Kaliurang) mengindikasikan bahwa FLA456 mempunyai tingkat
ketahanan yang tinggi (Tabel 14) dibandingkan dengan FLA478 yang
diindikasikan dengan tidak adanya gejala yang muncul pada hampir semua
tanaman yang diuji dan diduga FLA456 yang dikirimkan ke Indonesia tersebut
membawa ketiga gen ketahanan dalam genomnya. Sementara, FLA478 yang
membawa gen ketahanan dari latarbelakang genetik yang berbeda dengan
FLA456 tidak menunjukkan respon ketahanan dengan isolat TYLCV tersebut
(semua tanaman muncul gejala). Skrining tanaman generasi F1-TYCLV (F1
FLA456/Intan dan FLA456/CL6046) dengan TYLCV isolat Kaliurang
menunjukkan adanya tingkat ketahanan yang bervariasi (keparahan gejala
bervariasi dari tidak ada gejala sampai parah) (Tabel 15). Berdasarkan hasil ini,
diduga gen-gen ketahanan yang dibawa oleh galur FLA456 bersifat heterosigot
sehingga tanaman-tanaman F1-nya masih mengalami segregasi. Sementara,
apabila gen-gen tersebut bersifat homosigot dominan maka pada tanaman F1
konstitusi genetiknya akan seragam sehingga tanaman hanya menunjukkan respon
tahan.
127
Pada penelitian ini juga diamati adanya inkonsistensi teknik
bioasai/skrining yang diindikasikan oleh adanya tanaman pembanding yang masih
menunjukkan fenotipe tahan (tidak ada gejala). Teknik penularan TYLCV
(Begomovirus) yang digunakan sangat bergantung atau mendasarkan pada
aktivitas serangga vektor kutu kebul yang diinfestasikan. Metode penularan virus
yang digunakan adalah metode penularan secara kelompok dimana tanaman-
tanaman sampel ditempatkan secara kelompok pada kurungan kedap serangga dan
sejumlah vektor kutu kebul diinfestasikan pada kurungan tersebut. Dengan
metode ini masih dimungkinkan adanya tanaman-tanaman sampel yang tidak
diinokulasi oleh kutu kebul (lolos atau escpae). Hal tersebut diduga yang
menyebabkan tanaman-tanaman pembanding (cek rentan) atau tetua rentan masih
ada yang tidak menunjukkan gejala.
Berbeda dengan kasus tetua tahan TYLCV, tetua tahan CMV hanya
membawa satu gen ketahanan (gen CP-CMV). Hal ini diketahui dari hasil analisis
Southern blot yang menunjukkan integrasi satu kopi dari gen tersebut pada genom
tanaman (Liu et al. 2006). Dengan demikian, konstitusi genetik pada tanaman F1
hasil persilangan tetua tahan dan rentan seharusnya seragam karena tetua tahan
yang digunakan sudah pada generasi ke-8 sehingga sifat ketahanannya sudah
stabil (homosigot). Hasil skrining menunjukkan bahwa tanaman F1-CMV
menunjukkan fenotipe lebih tahan dari tetua rentan setelah bioasai dengan CMV
dan mempunyai tingkat ketahanan seperti pada tetua tahan (Tabel 16). Namun
demikian, masih dijumpai tanaman tetua rentan yang tidak memperlihatkan gejala
terinfeksi. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, di
antaranya karena tidak sesuainya iklim mikro dari sekitar rumah kaca pengujian
untuk perkembangan dari CMV. Selain itu juga mungkin karena karaterisitik dari
CMV itu sendiri yang bersifat sangat tidak stabil sehingga tidak dapat
berkembang di dalam jaringan tanaman. Oleh karena itu masih diperlukan
perbaikan metode skrining untuk CMV atau kombinasi dengan teknik lain.
Skrining tanaman F1-CMV yang tahan dapat dikombinasikan dengan teknik PCR.
Tanaman F1-CMV dan F1-DC merupakan tanaman hasil persilangan antara
tanaman yang rentan CMV (Intan dan CL6046) dan galur transgenik tahan CMV
(R8-110-11). Sifat ketahanan yang ada pada galur transgenik berasal dari
128
terintegrasinya gen CP-CMV pada galur tomat tersebut. Deteksi gen tersebut pada
tanaman hasil persilangan dapat dilakukan karena tersedia primer spesifik untuk
gen CP-CMV. Deteksi gen CP-CMV pada tanaman-tanaman F1-CMV dan F1-DC
dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman-tanaman yang membawa gen CP-
CMV. Tanaman yang membawa gen CP-CMV diindikasikan dengan terbentuknya
pita DNA berukuran 1050 bp dan tanaman tersebut merupakan tanaman hasil
persilangan. Teknik PCR ini juga dapat digunakan untuk memonitor keberadaan
gen CP-CMV dari setiap generasi persilangan yang dilakukan sehingga akan
mempermudah di dalam melakukan seleksi.
Tanaman-tanaman F1-TYLCV yang menunjukkan respon tahan terhadap
TYLCV setelah skrining kemudian dikombinasikan dengan tanaman yang
membawa gen ketahanan terhadap CMV. Penggabungan gen tahan TYLCV dan
gen tahan CMV dilakukan dengan persilangan ganda (doublecross/Intercross)
antara tanaman F1-TYLCV tahan dan F1-CMV tahan dan membawa gen CP-
CMV. Pada penelitian ini telah diperoleh galur-galur tanaman F1 hasil persilangan
ganda (F1-DC) yang membawa dua gen ketahanan setelah dilakukan bioasai dan
analisis PCR. Bioasai dengan TYLCV pada galur tanaman F1-DC Intan/R8-110-
11//FLA456/Intan dan CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 diperoleh masing-
masing 10 dan 9 galur tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Galur-galur
tanaman F1-DC tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap Begomovirus.
Identifikasi dengan teknik PCR mengindikasikan bahwa gen CP-CMV juga telah
terbawa pada tanaman F1-DC tersebut. Galur-galur tanaman F1-DC yang tahan
TYLCV dan CMV ini selanjutnya dijadikan sebagai materi untuk pengembangan
varietas tomat tahan Begomovirus dan CMV melalui persilangan (silang
balik/backcross) dan seleksi sifat-sifat hortikultura serta analisis molekuler untuk
mendeteksi kestabilan gen ketahanan.
Pemanfaatan gen ketahanan dari tanaman kerabat liar (gen R) untuk
merakit tanaman tomat tahan TYLCV telah dilaporkan oleh beberapa peneliti
(Kasrawi et al. 1988; Michelson et al. 1994; Vidavsky & Czosnek 1998; Hanson
et al. 2000). Namun demikian, galur atau varietas tomat tahan yang dihasilkan
dari program pemuliaan konvensional tersebut tidak banyak di lapangan (Lapidot
et al, 1997; Mason et al. 2000). Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
129
inkompatibilitas dan sterilitas sebagai kendala pada persilangan antara tomat
budidaya dan kerabat liarnya, sehingga sulit untuk mendapatkan tanaman yang
fertil. Selain itu, galur-galur tahan yang telah ditanam dilapang atau dievaluasi
masih menunjukkan respon rentan dengan strain-strain Begomovirus yang lain.
Atau dengan kata lain, sifat ketahanan yang diperoleh menjadi tidak efektif
karena adanya spesifisitas dari strain TYCLV (keragaman genetik yang tinggi dari
virus) dan juga lokasi penanaman. Oleh karena itu, masih diperlukan alternatif
pendekatan lain di dalam merakit tanaman tomat yang tahan virus dan ramah
lingkungan serta dapat mengatasi adanya spesifisitas strain dari virus melalui
strategi proteksi silang. Pendekatan ini biasanya mendasarkan pada pemanfaatan
elemen genetik dari virus (PDR) untuk pengembagan tanaman transgenik tahan
melalui bioteknologi.
Simpulan
Daftar Pustaka
130
AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue
Bendahmane M, Fitchen JH, Zhang G, Beachy RN. 1997. Studies of coat protein-
Mediated Resistance to tobacco mosaic Tobamovirus: Correlation between
assembly of mutant coat proteins and resistance. J Virol 71(10): 7942-
7950
Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus
resistance. Current Scim 8(3): 341-354
Doyle JJ, Doyle JL. 1999. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 13-
15
Elaine G, Hanson P. 2006. ABSP II: Multiple virus resistant tomato for the
Philippine and Indonesia. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and
Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the
Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006.
Hanson P, Bernacchi, DM, Green S, Tanksley SD, Muniyappa V, Padmaja AS,
Chen HM, Kuo G, Fang D, Chen JT. 2000. Mapping a Wild Tomato
Introgression Associated with Tomato Yellow Leaf Curl Virus Resistance
in Cultivated Tomato Line. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 125(1):15-20
Kasrawi MA, Suwwan MA, Mansour. 1988. Sources of resistance to tomato
yellow leaf curl virus in Lycopersicon species. Euphytica 37:61-64
Lapidot M, Friedmann M, Pilowsky M, Ben-Joseph, Cohen S. 2001. Effect of
host plant resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on virus
acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathol 91:1209-
1213
Lazarowitz DC, Lazdins IB. 1991. Infectivity and complete nucleotide sequence
of the cloned genomic components of a bipartite squash leaf curl
geminivirus with a broad host range phenotype. Virol 180(1):58–69
Liu C-A, Green S, Hanson P. 2006. Development of tomato lines combining
conventionally-bred virus resistance with transgenic virus resistance. In:
2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute
of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines.
January 10-11, 2006.
Mason G, Rancati M, Bosco D. 2000. The effect of thiamethoxam, a second
generatuon neonicotinoid insecticide, in preventing transmission of tomato
yellow leaf curl geminivirus (TYLCV) by the whitefly Bemisia tabaci
(Gennadius). Crop protection 19:473-479
Michelson I, Zamir D, Czosnek H. 1994.Accumulation and translocation of
tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) in a Lycopersicon esculentum
breeding line containing the L. chilense TYLCV tolerance gene Ty-1.
Phytopathol 84:928-933
Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging
virus complex causing epidemics worldwide. Virus Research 71: 123-134
Muniyappa V et al. 1991. Reaction of Lycopersicon cultivars and wild accessions
to tomato leaf curl virus. Euphytica 56: 37-41
131
Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1998. Evaluation of whitefly-mediated inoculation
techniques to screen Lycopersicon esculentum and wild relatives for
resistance to Tomato yellow leaf curl virus. Euphytica 101:259-271
Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted
geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:1358-
1369
Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated
tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing
Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV
infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679
Roossinck M. 2001. Pathogen profile: Cucumber Mosaic virus, a model for RNA
virus evolution. Mol Plant Pathol 2(2): 59-63
Sanford JC, Johnson SA. 1985. The concept of parasite-derived resistance:
deriving resistance genes from the parasites own genome. J Theor Biol
115:395-405
Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants
transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus
show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and
host range study of tomato-infecting begomovirus. In : Proceeding of
Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. Aug 22-24, 2001. p.
208-217.
Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005.
Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java,
Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566
Sulyo Y, Duriat AS. 1997. Field evaluation of pepper accessions for resistance to
viruses. Di dalam AVNET-II Final Workshop Proceeding. AVRDC,
Tainan, Taiwan: hlm. 132-137
Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to
tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum.
Phytopathol. 88:910-914
Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000.
Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon
esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle
tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110
Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D.
Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf
curl virus: presence of viral DNA and symptom development. Plant Dis
75:279-281
132
IX. PEMBAHASAN UMUM
133
menentukan hubungan yang tepat antara suatu tipe gejala dengan spesies virus
tertentu dalam kaitannya dengan deteksi dan identifikasi Begomovirus. Tipe gejala
yang muncul biasanya sangat bergantung pada genotipe inang, kondisi
lingkungan, atau adanya tidaknya infeksi campuran dari beberapa virus (mixed
infections). Dengan diperolehnya klon infeksius dari Begomovirus (Abhary et al.
2006), akan memungkinkan untuk mempelajari dan menentukan dengan lebih
detail hubungan antara spesies virus dan tipe gejala yang dimunculkan. Akan
tetapi, penggunaan klon infeksius ini untuk menentukan hubungan gejala masih
kurang praktis, karena infeksi campuran dari beberapa virus banyak ditemukan di
lapang. Dengan kenyataan ini, pendekatan yang digunakan untuk karakterisasi dan
deteksi Begomovirus yang menginfeksi tomat dalam studi ini mendasarkan pada
data molekuler (PCR).
Hasil deteksi Begomovirus yang menginfeksi tomat dengan teknik PCR
pada studi ini mendukung hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil ini juga membuktikan bahwa Begomovirus telah muncul pada pertanaman
tomat di daerah-daerah lain yang sebelumnya belum pernah dideteksi. Dari 75
total sampel tanaman yang dikoleksi dari 7 daerah sentra produksi tomat (4
propinsi), diperoleh sebanyak 39 sampel yang positif menunjukkan adanya
Begomovirus. Pemilihan sampel untuk analisis keragaman genetik Begomovirus
dilakukan berdasarkan pada lokasi dimana sampel dikoleksi dan menunjukkan
hasil positif ketika dideteksi dengan PCR. Analisis sekuen pendahuluan untuk
mempelajari keragaman genetik dilakukan dengan menggunakan pendekatan
teknik PCR-RFLP menggunakan 4 macam enzim restriksi. Dengan teknik ini,
keragaman genetik yang dipelajari hanya mendasarkan pada sekitar 24 nukleotida
(dilihat dari panjang situs restriksi yang dikenali oleh enzim) dari total ±1500
nukleotida (fragmen hasil amplifikasi PCR). Fragmen 1500 merupakan fragmen
genom Begomovirus yang terdiri dari sekuen parsial ujung N gen AC1 (Rep),
daerah intergenik utuh (termasuk origin of replication) dan sekuen parsial ujung N
dari gen AV1(coat protein). Analisis delapan isolat Begomovirus yang berasal dari
daerah yang berbeda membagi isolat-isolat tersebut menjadi tiga kelompok dan
mengindikasikan adanya keragaman genetik di antara isolat-isolat tersebut.
Analisis sekuen yang lebih detail untuk melihat keragaman genetik isolat-
134
isolat Begomovirus dilakukan dengan menggunakan sekuen asam amino dari gen
AV1 (coat protein). Gen AV1 dari Begomovirus menyandikan protein selubung
(coat protein) dan merupakan gen yang paling konservatif (conserved gene).
Menurut Komisi Taksonomi Virus Internasional (International Committee on
Taxonomy of Viruses), sekuen gen AV1 telah dapat digunakan untuk identifikasi
dan klasifikasi Begomovirus yang belum diketahui (Khan & Ahmad 2005). Pada
penelitian ini, analisis sekuen nukleotida dan asam amino gen AV1 dari delapan
isolat Begomovirus mengindikasikan adanya keragaman genetik diantara isolat-
isolat Begomovirus. Berbeda dengan hasil analisis berdasarkan PCR-RFLP,
analisis filogenetik berdasarkan sekuen asam amino membagi isolat-isolat tersebut
menjadi dua kelompok yang berbeda namun semua isolat mempunyai kemiripan
genetik dengan Begomovirus yang lain, yaitu Ageratum yellow vein virus (AYVV)
atau Ageratum yellow vein virus-Taiwan (AYVV-Tw). Identitas sekuen gen AV1
dengan AYYV mempunyai tingkat kemiripan sekuen berkisar antara 92-95%
(sekuen nukleotida) dan 90-97% (sekuen asam amino). Menurut Rybicki (1998),
nilai identitas sekuen nukleotida 90% dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sebuah virus sebagai spesies (<90%) atau strain yang baru (>90%). Berdasarkan
identitas ini, maka isolat-isolat Begomovirus pada penelitian ini dikategorikan
sebagai strain AYVV Indonesia. Hal ini juga menggambarkan bahwa isolat-isolat
Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat pada studi ini kemungkinan
merupakan satu progenitor yang sama dengan AYVV.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Begomovirus telah mendapat
perhatian cukup luas karena beberapa alasan. Selain karena perkembangan
Begomovirus baru yang sangat cepat melalui rekombinasi dan pseudo-
rekombinasi di antara strain dan/atau spesies, juga karena kemampuannya untuk
menyebabkan kehilangan hasil yang nyata pada beberapa komoditas hortikultur,
termasuk tomat dan cabai. Beberapa pendekatan telah digunakan dalam usaha
untuk mengendalikan Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat, namun
hanya beberapa saja dari usaha tersebut yang terbukti efektif (Freitas-Astua et al.
2002). Usaha untuk mengendalikan kutu kebul secara biologi juga telah dilakukan
di dalam produksi tomat namun hasilnya tidak memuaskan (Mason et al. 2000)
Penggunaan varietas tomat yang tahan Begomovirus merupakan salah satu pilihan
135
strategi yang paling murah dan aman terhadap lingkungan. Mengingat adanya
rekombinasi yang berkontribusi terhadap keragaman Begomovirus sehingga
memunculkan varian-varian dan spesies baru, maka pengembangan tanaman
tomat tahan Begomovirus harus diarahkan pada ketahanan yang berspektrum luas
dan durabel (broad and durable resistance). Berdasarkan kenyataan tersebut,
maka pengembangan tanaman tomat tahan Begomovirus dapat dicapai dengan dua
pendekatan, yaitu pendekatan pathogen derived resistance (PDR) dan non-PDR.
Pendekatan PDR dilakukan dengan teknik rekayasa genetik menggunakan
sekuen utuh dari gen AV1 (gen CP) untuk mendapatkan tanaman tembakau (N.
tabaccum) sebagai tanaman model untuk mempelajari keefektifan gen tersebut
dalam ketahanan terhadap Begomovirus. Pendekatan ini telah menghasilkan
tanaman transgenik tembakau dengan tingkat ketahanan bervariasi antara yang
tahan, toleran dan rentan. Penelitian yang menggunakan gen CP utuh (full-length)
dari Begomovirus (TYLCV) juga telah dilakukan oleh Kunik et al. (1994) dan
Sinisterra et al. (1999) untuk memperoleh ketahanan terhadap TYLCV pada
tanaman tomat dan tembakau dan telah menghasilkan tanaman-tanaman yang
mengekspresikan ketahanan bervariasi antara tahan dan sangat rentan. Ketahanan
yang dihasilkan pada penelitian pertama ternyata berasoasiasi dengan ekspresi gen
CP pada level yang tinggi (coat protein-mediated resistance, CPMR), sedangkan
penelitian pada tembakau, ketahanan yang diperoleh berasosiasi dengan transkrip
RNA. Pemanfaatan gen CP melalui strategi PDR untuk memperoleh ketahanan
terhadap Begomovirus dilaporkan hanya efektif untuk Begomovirus yang
monopartit dibandingkan dengan bipartit. Hal ini kemungkinan berhubungan
dengan adanya kenyataan bahwa protein selubung (CP) diperlukan untuk infeksi
sistemik pada Begomovirus monopartit (Briddon et al. 1989; Rojas et al. 2001)
sehingga tanaman tomat yang mengekspresikan CP dari TYLCV (monopartit)
menunjukkan adanya penundaan perkembangan gejala dan penundaan ini sangat
bergantung pada tingkat ekspresi dari gen CP (Kunik et al. 1994). Sebaliknya, CP
dari Begomovirus bipartit tidak diperlukan untuk penyebaran sistemik dari virus,
karena nuclear shuttle protein (NSP) dapat menggantikan fungsi dari CP untuk
penyebaran (Ingham et al. 1995; Pooma et al. 1996). Oleh karena itu, strategi
menggunakan CP untuk memperoleh ketahanan terhadap Begomovirus bipartit
136
tidak akan menghasilkan ketahanan dengan level yang tinggi. Di Indonesia, strain-
strain Begomovirus yang telah dipelajari (berdasarkan sekuen nukleotidanya)
merupakan Begomovirus yang monopartit (data tidak ditampilkan). Oleh karena
itu, pemanfaatan strategi PDR dengan menggunakan gen CP masih relevan untuk
menghasilkan tanaman yang tahan Begomovirus (TYLCV).
Pada studi PDR ini, ketahanan yang diperoleh diduga juga karena adanya
akumulasi dari produk protein gen AV1. Berbeda dengan penelitian Kunik et al.
(1994) yang menganalisis ekspresi gen CP dengan menggunakan pendekatan
Western blot, penentuan adanya akumulasi protein dari gen AV1 pada studi ini
mendasarkan pada jumlah kopi gen dari analisis molekuler menggunakan
Southern blot. Integrasi gen AV1 dengan satu kopi gen menunjukkan adanya
tingkat ketahanan yang tinggi terhadap Begomovirus dan sebaliknya jumlah kopi
lebih dari satu gen memberikan respon tingkat ketahanan yang rendah. Hal ini
diduga karena integrasi gen multikopi menyebabkan tidak berfungsinya gen AV1
karena terjadinya pembungkaman gen (gene silencing) sehingga tidak terbentuk
protein. Selain itu, mekanisme ketahanan yang diperoleh melalui pendekatan PDR
ini kemungkinan bukan merupakan mekanisme ketahanan yang dimediasi oleh
RNA (RNA-mediated resistance). Hal ini didukung oleh beberapa alasan, di
antaranya adalah bahwa Begomovirus adalah virus dengan genom DNA,
mekanisme ketahanan melalui lintasan pembungkaman RNA alami (natural RNA
silencing pathways) berbeda dengan virus dengan genom RNA. Genom RNA
virus dapat secara langsung dihancurkan oleh siRNA (small interfering RNA)
sesuai dengan mekanisme dari lintasan pembungkaman sitoplasmik (cytoplasmic
silencing pathway), sedangkan komponen genom DNA Begomovirus bukan
merupakan target dari pembungkaman RNA sitoplasmik. Jadi hanya produk
transkripnya yang dapat menjadi target pada mekanisme ini. Namun demikian,
untuk mempelajari lebih detail mekanisme ketahanan yang terjadi pada tanaman
tembakau transgenik yang membawa gen AV1 Begomovirus maka perlu dilakukan
analisis Northern dan Western Blot untuk mengetahui ada tidaknya transkrip dan
produk proteinnya.
Pendekatan non-PDR dilakukan dengan menggunakan gen-gen ketahanan
yang tersedia secara alami (gen R) terutama pada spesies liar dan kemudian gen-
137
gen tersebut diintroduksikan ke varietas rentan dengan program pemuliaan
konvensional. Pada penelitian ini, pendekatan non-PDR dilakukan dengan
memanfaatkan gen ketahanan (gen R) dari spesies liar yang telah diintroduksikan
ke dalam galur tanaman tomat budidaya (galur FLA456 dari AVRDC). Tanaman-
tanaman tomat generasi F1 (F1-TYLCV dan F1-DC) telah dihasilkan melalui
persilangan konvensional dengan galur tahan Begomovirus dari AVRDC
(FLA456) dan tanaman-tanaman F1 tersebut menunjukkan adanya respon
ketahanan terhadap TYLCV (Begomovirus). Tanaman-tanaman F1 tahan yang
telah diperoleh akan digunakan sebagai materi untuk mengembangkan tanaman
tomat yang stabil mempunyai ketahanan terhadap Begomovirus melalui
serangkaian persilangan (silang balik dan silang sendiri). Namun demikian,
meskipun dari penelitian tahap awal ini telah dihasilkan beberapa tanaman F1
yang tahan, dari beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa pengembangan
tanaman tomat tahan melalui pendekatan tradisional/persilangan masih banyak
menemui hambatan. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah sumber gen
R biasanya terdapat pada spesies liar dan ini akan sulit untuk memindahkan ke
tanaman budidaya karena faktor inkompatibilitas dan sterilitas. Selain itu,
introduksi gen R dengan program pemuliaan konvensional banyak memakan
waktu dan tenaga, terutama untuk gen R yang bersifat resesif, dan terkadang
terjadi linkage drag. Pada studi ini, juga diperoleh informasi bahwa dari dua galur
AVRDC yang digunakan, hanya satu galur (FLA456) yang memberikan respon
tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) sedangkan galur yang lain memberikan
respon rentan (FLA478). Hal ini mengindikasikan bahwa galur-galur tahan yang
telah ditanam dilapang atau dievaluasi masih menunjukkan respon rentan dengan
strain-strain Begomovirus yang lain dan ketahanan yang diperoleh mempunyai
spektrum yang sempit. Oleh karena itu, kombinasi dari pendekatan PDR dan non-
PDR untuk pengembangan tanaman tomat tahan terhadap virus dengan sifat
ketahanan yang berspektrum luas dan tahan lama (durabel) kemungkinan besar
akan dapat dicapai.
Secara umum, pemanfaatan strategi PDR dengan rekayasa genetik akan
memberikan peluang menghasilkan tanaman transgenik yang tahan untuk setiap
virus (cross protection) dan akan mempunyai peranan penting pada pertanian
138
modern di masa mendatang. Penggunaan pestisida akan dapat dikurangi atau
dihindari dengan pemanfaatan tanaman transgenik yang tahan. Namun demikian,
pemanfaatan tanaman transgenik tahan virus masih mengalami kendala untuk
diaplikasikan terutama berkaitan dengan penerimaan produk transgenik oleh
masyarakat dan masalah keamanan hayati. Selain itu, pengembangan tanaman
transgenik tahan virus dengan strategi protein mediated resistance (PMR) masih
berhadapan dengan regulasi untuk pelepasannya karena berkaitan dengan produk
protein yang dihasilkan (perlu ada pengujian tersendiri) dan ini berbeda dengan
tanaman transgenik dari RNA mediated resistance yang biasanya tidak
menghasilkan protein.
139
X. SIMPULAN DAN SARAN UMUM
Simpulan Umum
Secara umum, dari serangkain percobaan diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Infeksi Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting daun pada
tomat telah dideteksi di beberapa daerah sentra produksi tomat di Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Jogjakarta dan Sumatera
menggunakan teknik PCR dengan primer universal
2. Analisis keragaman genetik 8 isolat Begomovirus berdasarkan teknik
PCR-RFLP menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut terbagi menjadi 3
kelompok yang berbeda. Kelompok 1 terdiri dari isolat Brastagi, Bogor,
Sragen, Ketep dan Boyolali serta berkerabat dekat dengan Tomato Leaf
Curl Virus-Java (ToLCV) atau ToLCV-Java (A). Kelompok 2 terdiri dari
isolat Malang dan Blitar serta berkerabat dekat dengan Ageratum Yellow
Vein Virus-China (AYVV-China), sedangkan kelompok 3 hanya terdiri
dari isolat Kaliurang dan berkerabat dengan Tomato Yellow Leaf Curl
Virus-China (TYLCV-China) atau ToLCV-Laos
3. Analisis sekuen nukelotida dan asam amino dari gen AV1 Begomovirus
menunjukkan bahwa identitas genetik dari 8 isolat Begomovirus pada
studi ini adalah Ageratum yellow vein virus (AYVV) Indonesia, dan
analisis filogenetik mengindikasikan bahwa 8 isolat Begomovirus tersebut
terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda
4. Gen AV1 Begomovirus telah dapat dikonstruksi pada vektor ekspresi untuk
digunakan dalam penelitian transformasi genetik tanaman.
5. Transfomasi genetik tanaman model tembakau dengan gen AV1
menggunakan vektor A. tumefaciens telah menghasilkan transforman-
transforman yang membawa gen ketahanan terhadap kanamisin (gen
nptII) dan gen AV1.
6. Skrining tanaman tembakau transgenik putatif dengan Begomovirus
menunjukkan adanya korelasi yang positif antara keberadaan atau
integrasi gen AV1 dengan ketahanan terhadap infeksi Begomovirus.
140
7. Analisis Southern Blot diperoleh informasi bahwa integrasi gen AV1 yang
bersifat kopi tunggal lebih tahan terhadap infeksi virus dibandingkan
integrasi gen yang multi-kopi.
8. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1 Begomovirus
diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi virus pada
jaringan tanaman tembakau transgenik.
9. Melalui pemuliaan konvensional telah berhasil diperoleh tanaman tomat
generasi F1-doublecross (F1-DC) yang tahan terhadap Begomovirus
(TYLCV) dan membawa gen ketahanan terhadap CMV
Saran Umum
Dari hasil percobaan-percobaan yang telah diperoleh dapat disarankan
bahwa:
1. Deteksi Begomovirus perlu dilakukan pada daerah-daerah lain di Indonesia
dan komoditas lain untuk lebih mendapat informasi tentang tingkat
penyebaran dan kejadian penyakit akibat infeksi virus tersebut.
2. Analisis sekuen sebaiknya dilakukan terhadap genom utuh dari
Begomovirus sehingga gambaran diversitas genetik dapat dipahami dengan
lebih baik.
3. Mekanisme ketahanan pada tembakau transgenik masih perlu dipelajari
lebih lanjut melalui analisis hibridisasi Northern atau Western untuk
melihat ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga mekanisme
ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail.
4. Gen AV1 yang telah dikonstruksi dan diketahui keefektifannya perlu
diaplikasikan untuk pengembangan tomat atau cabai transgenik tahan
terhadap Begomovirus.
141
DAFTAR PUSTAKA
Abhary MK, Anfoka GH, Nakhla MK, Maxwell DP. 2006. Post-transcriptional
gene silencing in controlling viruses of the Tomato yellow leaf curl virus
complex. Arch Virol 151:2349-2363
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. New York: Academic Press
Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi
geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase
Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol
Indones 10:29-32
Ala-Poikela M, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT,
Kvamheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infection of
begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua.
Plant Phytol 54: 448-459
Altschul SF, Gish W, Miller W, Myers EW, Lipinan DJ. 1990. Basic local
alignment search too. J of Mol Biol 215: 403-410
Ambrozevicius LP, Calegario RF, Fontes EPB, Carvalho MG, Zerbini FM. 2002.
Genetic diversity of begomovirus infecting tomato and associated weed in
Southeastern Brazil. Fitopatol Bras 27: 372-377
Aswidinnoor, H. 1995. Transformasi gen: sumber baru keragaman genetik dalam
pemuliaan tanaman . Zuriat. Vol. 6. No. 2:56-65.
Atkinson RG, Bieleski LR, Gleave AP, Janssen B, Morris BAM. 1998. Post-
transcriptional silencing of chalcone synthetase in petunia using a
geminivirus-based episomal vector. Plant Journal 15: 593-604
AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue
Bendahmane M, Gronenbaoru B. 1997. Engineering resistance against tomato
yellow leaf curl virus (TYLCV) using antisense RNA. Plant Mol Biol 33:
351-357
Bendahmane M, Fitchen JH, Zhang G, Beachy RN. 1997. Studies of coat protein-
Mediated Resistance to tobacco mosaic Tobamovirus: Correlation between
assembly of mutant coat proteins and resistance. J Virol 71(10): 7942-
7950
Bennet J. 1993. Genes for crop improvements. Genet. Eng. 16 : 93-113
Briddon RW, Watts J, Markham PG, Stanley J. 1989. The coat protein of beet
curly top virus is essential for infectivity. Virology 172:628-633
Briddon RW, Pinner MS, Stanley J, Markham PG. 1990. Geminivirus coat protein
gene replacement alters insect specificity. Virology 177:85-94
Briddon RW, Bedford ID, Tsai JH, Markham PG. 1996. Analysis of the
nucleotide sequencer of the treehopper-transmitted geminivirus, tomato
pseudo-curly top virus, suggests a recombinant origin. Virology 219: 387-
394
142
Briddon RW, Robertson I, Markham PG, and Stanley J. 2004. Occurrence of
South African cassava mosaic virus (SACMV) in Zimbabwe. Plant
Pathol. 53(2):233-233
Brown JK and Czosnek H. 2002. Whitefly transmission of plant viruses. Adv Bot
Res 36: 65-100
Bull SE, Briddon RW, Serubombwe WS, Ngugi K, Markham PG, Stanley J. 2006.
Genetic diversity and phylogeography of cassava mosaic viruses in Kenya.
J Gen Virol 87: 3053-3065
Chague V, Mercier JC, Guenard M, de Courcel A, Vedel F. 1997. Identification of
RAPD markers linked to a locus involved in quantitative resistance to
TYLCV in tomato by Bulked Segregant Analysis. Theor Appl Genet 95:
671-677
Chee PP, Drong RF, Slightom. 1991. Using polymerase chain reaction to identify
transgenic plant. Plant Mol Biol Manual C3:1-28
Chellappan P, Vanitharani R, Fauquet CM. 2004. Short interfering RNA
accumulation correlates with host recovery in DNA virus-infected hosts,
and gene silencing targets specific viral sequences. J Virol 78: 7465-7477
Chowrira GM, Cavileer TD, Gupta SK,Lurquin PF, Berger PH. Coat protein-
mediated resistance to pea enation mosaic virus in transgenic Pisum
sativum L. Transg Res 7:265-271
Credi R, Betti L, Canova A. 1989. Association of a geminivirus with a severe
disease of tomato in Sicily. Phytopath Medit 28: 223-226
Czosnek H, Laterrot. 1997. A worldwide survey of tomato yellow leaf curl
viruses. Arc Virol 142:1391-1406
Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus
resistance. Current Scim 8(3): 341-354
Day AG, Bejarano ER, Buck KW, Burell M, Lichtenstein CP. 1991. Expression
of an antisense viral gene in transgenic tobacco confers resistance to the
DNA virus tomato golden mosaic virus. Proc Natl Acad USA 88: 6721-
6725
Dellate H. 2005. Study of the pathosystem Begomovirus/Bemisia tabaci/tomato
on the South West island of the Indian ocean. [Disertation]: Wageningen
University, Wageningen, the Netherlands.
[DEPTAN] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1999. Pengendalian
Mosaik Mentimun pada cabai. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 21(4):1-3
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2007. Outlook Komoditas Pertanian
Hortikultura. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian.
Desbiez C, David C, Mettouchi A, Laufs J, Gronenborn B. 1995. Rep protein of
tomato yellow leaf curl geminivirus has an ATPase activity required for
viral DNA replication. Proc Natl Sci US America 92: 5640-5644
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:13-15
143
Duriat AS. 1996. Management of pepper viruses in Indonesia: problem and
progress. IARD J. 18(3): 45-50
Elaine G, Hanson P. 2006. ABSP II: Multiple virus resistant tomato for the
Philippine and Indonesia. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and
Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the
Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006
Fauquet CM, Stanley J. 2003. Geminivirus classification and nomenclature:
progress and problems. Ann Appl Biol 142:165-189
Fauquet CM, Bisaro DM, Briddon RW, Brown JK, Horrison BD, Rybicki EP,
Stenger DC, Stanley L. 2003. Revision of taxonomic criteria for species
demarcation in the family Geminiviridae, and an updated list of
begomovirus species. Arch Virol 148: 405-421
Fauquet CM, Stanley J. 2005. Revising the way we conceive and name viruses
below the species level: A review of geminivirus taxonomy calls for new
standardized isolate descriptors. Arch Virol 150:2151-2179
Freitas-Astua J, Purcifull DE, Polston JE, Hiebert E. 2002. Traditional and
transgenic strategies for controlling tomato-infecting Begomoviruses.
Fitopatol Bras 27:437-449
Gardiner WE, Sunter G, Brand L, Elmer JS, Rogers SG, Bisaro DM. 1988.
Genetic analysis of tomato golden mosaic virus: The coat protein is not
required for systemic spread or symptom development. Eur Mol Biol
Organ J 7:899-904
Green SK, Kalloo G. 1994. Leaf curl and yellowing viruses of pepper and tomato:
An overview. Technical Bulletin No 21. Asian Vegetables Research and
Development Center. Tainan, ROC
Greenberg BM, Glick BR. 1993. The use of recombinant DNA technology to
produce genetically modified plants. pp: 1-10. In D. Gierson (ed.) Methods
in plant molecular biology dan biotechnology. CRC Press, Inc. New York
Gilbertson RL, Rojas MR, Russel DR, Maxwell DP. 1991. Use of asymmetric
polymerase chain reaction and DNA sequencing to determine genetic
variability of bean golden mosaic geminivirus in the Dominican Republic.
J Gen Virol 72: 2843-2848
Gutierrez C. 1999. Geminivirus DNA replication. Cell Mol Life Sci 56: 313-329
Gutierrez C. 2000. Geminiviruses and the plant cell cycle. Plant Mol Biol 43:763-
772
HanleyBowdoin L, Settlage SB, Orozco BM, Nagar S, Robertson D. 2000.
Geminiviruses: Models for plant DNA replication, transcription, and cell
cycle regulation. Crit Rev in Biochem and Mol Biol 35: 105-140
Hanson P, Bernacchi, DM, Green S, Tanksley SD, Muniyappa V, Padmaja AS,
Chen HM, Kuo G, Fang D, Chen JT. 2000. Mapping a Wild Tomato
Introgression Associated with Tomato Yellow Leaf Curl Virus Resistance
in Cultivated Tomato Line. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 125(1):15-20
144
Harrison BD. 1985. Advances in geminivirus research. Ann Rev Phytopathol 23:
55-82
Harrison BD. 1991. Recognition and differentiation of seven whitefly-transmitted
geminiviruses from India and their relationship to Africa cassava mosaic
and Thailand mung bean yellow mosaic viruses. Ann Applied Biology
118:299-308
Harrison BD, Robinson DJ. 1999. Natural genomic and antigenic variation in
whitefly-transmitted geminiviruses (begomoviruses). Ann Rev Phytopatol
37:369-398
Harrison BD, Robinson DJ. 2002. Green shoots of geminivirology. Physiol Mol
Plant Pathol 60: 215-218
Harper G, Hull R, Lockhart B, Olszewski N. 2002. Viral sequences integrated into
plant genomes. Ann Rev of Phytopathol 40: 119-136
Herman M. 1996. Rekayasa genetika untuk perbaikan tanaman. Bul. Agrobio 1(1):
24-34
Hidayat SH, Rusli ES, Aidawati N. 1999. Penggunaan primer universal dalam
polymerase chain reaction untuk mendeteksi virus gemini pada cabe. Di
dalam: Prosiding Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional XV Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia. Purwokerto, 16-18 Sep 1999. hlm 355-359
Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus
associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J
Indon Microbiol 11 (2): 87-90
Hou YM, Sanders R, Ursin VM, Gilbertson RL. 2000. Transgenic plant
expressing geminivirus movement proteins: Abnormal phenotypes and
delayed infection by Tomato mottle virus in transgenic tomatoes
expressing the Bean dwarf mosaic virus BV1 or BC1 proteins. Mol Plant-
Microbe Interaction 13: 297-308
Idris AM, Smith SE, Brown JK. 2001. Ingestion, transmission and persistence of
Chino del tomate virus (CdTV), a New World Begomovirus, by Old and
New World biotypes of the whitefly vector Bemisia tabaci. Ann Applied
Biology 139: 145-154
Idris AM, Brown JK. 1998. Sinaola tomato leaf curl geminivirus: biological and
molecular evidence for a new subgroup III virus. Phytopatol 88: 648-657
Ingham DJ, Pascal E, Lazarowitz. 1995. Both bipartite geminivirus movement
proteins define viral host range, but only BL1 determines viral
pathogenicity. Virology 207: 191-204
Jones DR. 2003. Plant viruses transmitted by whiteflies. European J Plant Pathol
109: 195-219
Kasrawi MA, Suwwan MA, Mansour. 1988. Sources of resistance to tomato
yellow leaf curl virus in Lycopersicon species. Euphytica 37:61-64
Krake LR, Rezaian MA, Dry IB. 1998. Expression of the tomato leaf curl
geminivirus C4 gene produce viruslike symptoms in transgenic plants. Mol
145
Plant-Microbe Interact 11: 413-417
Khan JA, Ahmad J. 2005. Diagnosis, monitoring and transmission characteristics
of Cotton leaf curl virus. Current Sci 88(11):1803-1809
Kimura M. 1980. A simple method for estimating evolutionary rate of base
substitution through comparative studies of nucleotide sequences. J Mol
Evol 16: 111-120
Kitamura K, Murayama A, Ikegami M. 2004. Evidence for recombination among
isolates of tobacco leaf curl Japan virus and honeysuckle yellow vein
mosaic virus. Arch Virol 149:1221-1229
Kjemtrup S, Sampson KS, Peele CG, Nguyen LV, Conkling MA, Thompson WF,
Robertson D. 1998. Gene silencing from plant DNA carried by a
geminivirus. Plant Journal 14: 91-100
Kon T, Hidayat SH, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2006. The Natural
occurrence of two distinct begomovirus associated with DNAβ and a
recombinant DNA in a tomato plant. Phytopathol 96: 517-525
Kunik T, Salomon R, Zamair D, Zeidan M, Michelson I, Gafni Y, Czosnek H.
1994. Transgenic tomato plants expressing the tomato yellow leaf curl
virus capsid protein are resistant to the virus. Bio/Tech 12:500-504
Lapidot M, Friedman M, Lachman O, Yeheszkel A, Nahon S, Cohen S, Pilowsky
M. 1997. Comparison of resistance level to tomato yellow leaf curl virus
among commercial cultivars and breeding lines. Plant Disease 81: 1425-
1428
Lapidot M, Friedmann M, Pilowsky M, Ben-Joseph, Cohen S. 2001. Effect of
host plant resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on virus
acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathol 91:1209-
1213
Langeveld SA et al. 1991. Identification of potyviruses using the polymerase
chain reaction with degenerate primer. J Gen Virol 69: 1351-1357
Lazarowitz SG. Probing plant cell structure and function with viral movement
proteins. Current Opinion in Plant Biology 2: 332-338
Lazarowitz SG, Lazdins IB. 1991. Infectivity and complete nucleotide sequence
of the cloned genomic components of a bipartite squash leaf curl
geminivirus with a broad host range phenotype. Virol 180(1):58–69.
Liu C-A, Green S, Hanson P. 2006. Development of tomato lines combining
conventionally-bred virus resistance with transgenic virus resistance. In:
2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute
of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines.
January 10-11, 2006.
Liu S, Bedford ID, Briddon RW, Markham PG. 1997. Efficient whitefly
transmission of African cassava mosaic geminivirus requires sequences
from both genomic components. J Gen Virol 78: 1791-1794
Malvarez G, Oliveira V. 2003. A PCR/RFLP technique to characterize fungal
146
species in Eucalyptus grandis Hill ex. Maiden ectomycorrhizas.
Mycorrhiza 13:101-105
Malyshenko SI, Kondakova OA, Navarova JK, Kaplan IB, Taliansky ME,
Atabekov JG. 1993. Reduction of tobacco mosaic virus accumulation in
transgenic plants producing non-functional viral transport protein. J Gen
Virol 74: 1149-1156
Mason G, Rancati M, Bosco D. 2000. The effect of thiamethoxam, a second
generatuon neonicotinoid insecticide, in preventing transmission of tomato
yellow leaf curl geminivirus (TYLCV) by the whitefly Bemisia tabaci
(Gennadius). Crop protection 19:473-479
Meyer P, Saedler H. 1996. Homology-dependent gene silencing in plants. Ann
Rev Plant Physiol Mol Biol. 47:23-48
Michelson I, Zamir D, Czosnek H. 1994.Accumulation and translocation of
tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) in a Lycopersicon esculentum
breeding line containing the L. chilense TYLCV tolerance gene Ty-1.
Phytopathol 84:928-933
Morales FJ, Anderson PK. 2001. The emergence and dissemination of whitefly-
transmitted geminiviruses in Latin America. Arc Virol 146:415-441
Morin S, Ghanim M, Sobol L, Czosnek H. 2000. The GroEL protein of the
whitefly Bemisia tabaci interacts with the coat protein of transmissible
begomovirus in the yeast two-hybrid system. Virology 276: 404-416
Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging
virus complex causing epidemics worldwide. Virus Res 71: 123-134
Mubin M, Mansoor S, Hussain M, Zafar Y. 2007. Silencing of the AV1 gene by
antisense RNA protects transgenic plants against a bipartite begomovirus.
Virol J 4(10):1-4
Muniyappa V et al. 1991. Reaction of Lycopersicon cultivars and wild accessions
to tomato leaf curl virus. Euphytica 56: 37-41
Muniyappa V, Swanson MM, Duncan GH, Horrison BD. 1991. Partial
purification properties and epitope variability of Indian tomato leaf curl
Geminivirus. Ann Applied Biology 188:595-604
Nain V, Jaiswal R, Dalal M, Ramesh B, Kumar PA. 2005. Polymerase Chain
Reaction Analysis of Transgenic contaminated by Agrobacterium. Plant
Mol Biol Rep 23:59-65
Navas-Castillo J, Sanchez-Campos S, Noris E, Lauro D, Accotto GP. Moriones E.
2000. Natural recombination between Tomato yellow leaf curl virus-Is and
Tomato leaf curl virus. J Gen Virol 81: 2797-2801
Navot N, Zeidan M, Pichersky E, Zamir D, Czosnek H. 1992. Use of the
polymerase chain reaction to amplify tomato yellow leaf curl virus DNA
from infected plants and viruliferous whiteflies. Phytopathol 82: 1199-
1202
Nono-Wondim R, Atibalentja N. 1993. Identification and characterisation of
147
Pepper veinal mottle virus in Cameroon. FAO Plant Protection Bull 41:
121-123
Noris E, Accotto GP, Tavazza R, Brunetti A, Crespi S, Tavassa M. 1996.
Resistance to tomato yellow leaf curl geminivirus in Nicotiana
benthamiana plants transformed with a truncated viral C1 gene. Virology
224: 130-138
Noris E, Lucioli A, Tavazza R, Caciagli P, Accotto GP, Tavazza M. 2004.
Tomato yellow leaf curl Sardinia virus can overcome transgene-mediated
RNA silencing of two essential viral genea. J Gen Virol 85: 1745-1749
Panaud O, Magpantay G, McCouch SR. 1993. A protocol for non-radioactive
DNA labelling and detection in the RFLP analysis of rice and tomatoes
using single copy probes. Plant Mol Biol. 11(1)
Pascal E, Goodlove PE, Wu LC, Lazarowitz. 1993. Transgenic tobacco plants
expressing the Geminivirus BL1 protein exhibit symptoms of viral disease.
Plant Cell 5: 795-807
Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1996. Viral diseases causing the greatest economic
losses to the tomato. II. The tomato yellow leaf curl virus- a review.
Scienta Hort 67: 151-196
Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1999. Improved diagnostic techniques for tomato
yellow leaf curl virus in tomato breeding programs. Plant Dis 83:1006-
1012
Pilowsky M, Cohen S. 1990. Tolerance to tomato yellow leaf curl virus derived
from Lycopersicon peruvianum. Plant Dis 74: 248-250
Pilowsky M, Cohen S. 2000. Screening additional wild tomatoes for resistance to
the whitefly-borne tomato yellow leaf curl virus. Acta Physiol Plant. 22:
351-353
Poikela MA, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT,
Kvarnheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infections of
begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua.
Plant Pathol 54: 448-459
Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted
geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:1358-
1369
Pooggin M, Hohn T. 2003. RNAi targeting of DNA virus in plants. Nature
Biotech 21: 131-132
Pooma W, Gillette WK, Jeffrey JL, Petty IT. 1996. Host and viral factors
determine the dispensability of coat protein for bipartite geminivirus
systemic movement. Virology 218: 264-268
Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated
tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing
Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV
infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679
148
Rampersad SN, Umaharan P. 2003. Detection of two bipartite geminiviruses
infecting dicotyledonous weeds in Trinidad. Plant Disease 87: 602
Riazuddin S. 1994. Plant genetic engineering dan future agriculture. Gen Engineer
16: 93-113.
Ribeiro SG, Lacorte C, Inoue-Nagata AK, Carmo I, Orlandini D, Nagata T,
Zerbini FM. 2002. Tomato chlorotic mottle virus A novel tomato
Begomovirus from Brazil. Fitopatol Bras 27:5211 [Abstract]
Ribeiro SG, Ambreozevicius IP, Avila AC, Bezerra IC, Calegario RF, Fernandes
JJ, Lima MF, Mello RND, Rocha H, Zerbini FM. 2003. Distribution and
genetic diversity of tomato-infecting begomoviruses in Brazil. Arc Virol
148: 281-295
Ribeiro SG. 2006. Diversity and host interactions of emerging tomato
Begomovirus in Brazil. [Disertation]: Wageningen University,
Wageningen, the Netherlands.
Robertson NL, French R, Gray SM. 1991. Use of group-spesific primers and the
polymerase chain reaction for the detection and identification of
luteoviruses. J Gen Virol. 72: 1473-1477
Rodriguez-Pardina PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of
Begomovirus infecting soybean, bean and associated weeds in
Mortwestern Argentina. Fitopatol Bras 31:342-348
Rodriguez R, Ramos PL, Doreste V, Velazquez K, Peral R, Fuentes A, Pujol M.
2003. Establishment of a non-radioactive nucleic acid hybridization
technique for begomovirus detection. Biotec Aplicada 20: 164-169
Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate
primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted
geminivirus. Plant Dis 77:340-347
Rojas MR, Noueiry AO, Lucas WJ, Gilbertson RL. 1998. Bean dwarf mosaic
geminivirus movement protein recognize DNA in a form- and size-
specifik manner. Cell 95: 105-113
Rojas MR, Jiang H, Salati R, Xoconostle-Cazares B, Sudarshana MR, Lucas WJ,
Gilbertson RL. 2001. Functional analysis of proteins involved in
movement of the monopartite begomovirus, tomato yellow leaf curl virus.
Virology 291:110-125
Rom M, Antignus Y, Gidoni D, Pilowsky M, Cohen S. 1993. Accumulation of
Tomato Yellow Leaf Curl virus DNA in tolerant and susceptible tomato
lines. Plant Dis 77: 253-257
Roossinck M. 2001. Pathogen profile: Cucumber Mosaic virus, a model for RNA
virus evolution. Mol Plant Pathol 2(2): 59-63
Roye ME, McLaughlin WA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1997. Genetik diversity
among geminiviruses associated with the weed species Sida spp.,
Macroptilium lathyroides, and Wissadula amplissima from Jamaica. Plant
Dis 81: 1251-1258
Rybicki EP, Hughes FL. 1990. Detection and typing of maize streak virus and
149
other distantly related geminivirus of grasses by polymerase cahin reaction
amplification of a conserved viral sequence. J Gen Virol 71: 2519-2526
Rybicki EP. 1998. A proposal for naming geminiviruses: A reply by the
Geminiviridae study group chair. Arch Virol 143:421-424
Rybicki EP, Briddon RW, Brown JK, Fauquet CM, Maxwell DP, Harrison BD,
Markham PG, Stanley J. 2000. Geminiviridae. In Virsa taxonomy Seventh
Report of the International Committe on Taxonomy of Viruses, pp. 285-
297. van Hegenmortel HV, Fauquet CD, Bishop HL, Carsterns EB, DJ
McGeoch, Pringle CR, Wickner RB. London San Diego: Academic Press
Sambrook J. Fritsc EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning, a laboratory
manual2nd edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Book 1, 2 dan 3
Sanderfoot AA, Ingham DJ, Lazarowitz SG. 1996. A viral movement protein as a
nuclear shuttle. Plant Physiol 110: 23-33
Sanford JC, Johnson SA. 1985. The concept of parasite-derived resistance:
deriving resistance genes from the parasites own genome. J Theor Biol
115:395-405
Santoso, TJ, Duriat SA, Hidayat SH. 2007. Deteksi geminivirus pada tomat
menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Widya
Riset 9(4). Inpress
Santoso TJ, Hidayat SH, Herman M, Aswidinnoor H, Sudarsono. 2008. Identitas
dan keragaman genetik Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit
keriting pada tomat berdasarkan teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR)-Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP). J Agrobiogen
4(1): 9-17
Sanz AI, Fraile A, Garcio-Arenal E, Zhou X, Robinson DJ, Khalid S, Butt T,
Horrison BD. 2000. Multiple infection, recombination and genome
relationship among begomovirus isolates found in cotton and other plants
in Pakistan. J gen Virol 81: 1839-1849
Saunders K, Bedford ID, Briddon RW, Markham PG, Wong SM, Stanley J. 2000.
A unique virus complex causes Ageratum yellow vein disease. Proc Natl
Acad USA 97: 6890-6895
Scott HA, Stevens MR, Barten JHM, Thome CR, Polston JE, Scuster DJ, Serra
CA. 1996. Introgression of resistance to whitefly-transmitted
geminiviruses from Lycopersicon chilense to tomato. In Taxonomy,
Biology, Damage, Control and Management Bemisia. Edited by D.
Gerling. Andover, Hants, UK: Intercept
Shih SL, Roff MMN, Nakhla MK, Maxwell DP, Green SK. 1998. A new
geminivirus associated with a leaf curl disease of tomato in Malaysia. J of
Zhiwu Baohuxue Hui Huikan 40: 435-435
Sijen T, Wellink J, Hiriart JB, Kammen A Van. 1996. RNA-mediated virus
resistance role of repeated transgenes and delineation to targeted regions.
Plant Cell 8:2277-2294
Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants
150
transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus
show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706
Srivastava A, Raj SK. 2008. Coat protein-mediated resistance against an Indian
isolates of the Cucumber mosaic virus subgroup IB in Nicotiana
benthamiana. J Biosci 33:00-00
Stanley J, Frischmuth T, Ellwood S. 1990. Defective viral DNA ameliorates
symptoms of geminivirus infection in transgenic plants. Proc Natl Acad
USA. 87: 6291-6295
Stoner WN, Hogan WD. 1950. Viruses affacting vegetable crops in the everglades
area. Florida Agriculture Experimental Station Annual Report, 206.
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and
host range study of tomato-infecting begomovirus. Di dalam: Proceeding
of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001.
Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 208-217
Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005.
Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java,
Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566
Sulyo Y, Duriat AS. 1997. Field evaluation of pepper accessions for resistance to
viruses. Di dalam AVNET-II Final Workshop Proceeding. AVRDC,
Tainan, Taiwan: hlm. 132-137
Tan PH. Wong SM, Wu M, Bedford ID, Saunders K. Stanley J. 1995. Genome
organization of Ageratum yellow vein virus, a monopartite whitefly-
transmitted geminivirus isolated from a common weed. J Gen Virol
76:2915-2922
Thompson JD, Higgins DG, Gibson TJ. 1994. Clustal W: improving the
sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence
weighting, position-specific gap penalties and weight matrix choice. Nuc
Ac Res 22: 4673-4680
Van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens E, Estes MK,
Lemon SM, Maniloff J. Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR, Wickner
RB. 1999. Virus Taxonomy. Seventh Report of the International
Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press
Van Wezel R, Liu HT, Tien P, Stanley J, Hong YG. 2001. Gene C2 of the
monopartite geminivirus Tomato yellow leaf curl virus-China encodes a
pathogenicity determinant that is localized in the nucleus. Mol Plant-
Microbe Interact 14: 1125-1128
Van Wezel R, Dong X, Blake P, Stanley J. Hong Y. 2002. Differential roles of
geminivirus Rep and AC4 (C4) in the induction of necrosis in Nicotiana
benthamiana. Mol Plant Pathol 3: 461-471
Vanitharani R, Chellappan P, Fauquet C. 2003. Short interfering RNA-mediated
interference of gene expression and viral DNA accumulation in cultured
plant cells. PNAS 100: 9632-9636
Vanitharani R, Chellapan P, Pita JS, Fauquet CM. 2004. Differential roles of AC2
151
and AC4 of cassava geminiviruses in mediating synergism and
suppression of posttranscriptional gene silencing. J Virol 78: 9487-9498
Varma A, Malathi VG. 2003. Emerging geminivirus problems: a serious threat to
crop production. Ann Appl Biol 142:145-164
Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to
tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum.
Phytopathol. 88:910-914
Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000.
Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon
esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle
tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110
Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to
tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum.
Phytopathol. 88:910-914
Voinnet O. 2001. RNA silencing as a plant immune system against viruses.
Trends in Genetics 17: 449-459
Weisburger JH. 1998. International symposium on lycopene and tomato products
in disease prevention. Proc Soc Exp Biol Med 218: 93-143
Yang Y, Sherwood TA, Patte CP, Hiebert E, Polston JE. 2004. Use of Tomato
yellow leaf curl virus (TYLCV) rep gene sequences to engineer TYLCV
resistance in tomato. Phytopathol 94: 490-496
Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D.
Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf
curl virus: presence of viral DNA and symptom development. Plant Dis
75:279-281
Zamir D, Ekstein-Michelson I, Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Sarfatti M, Eshed
Y, Harel E, Pleban T, Vanoss H, Kedar N, Rabinowitch HD, Czosnek.
1994. Mapping and introgression of a tomato yellow leaf curl virus
tolerance gene, TY-1. Theor Appl Genet 88: 141-146
Zeidan M, SK Green, DP Maxwell MK Nakhla and H Czosnek. 1998. Molecular
analysis of whitefly-transmitted tomato geminiviruses from Southeast and
East Asia. Trop Agric Res and Ext. 1(2):107-115
Zhou X, Xie Y, Tao X, Zhang Z, Li Z, Fauquet CM. 2003. Characterization of
DNAβ associated with begomoviruses in China and evidence for co-
evolution with their cognate viral DNA-A. J Gen Virol 84: 237-247
152
LAMPIRAN
2000 bp
1500 bp 1600 bp
1000 bp
B. Kaliurang, DI Yogyakarta
M 1 2 3 4 5 6 7
2000 bp
1600 bp 1500 bp
1000 bp
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
2000 bp
1600 bp 1500 bp
1000 bp
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
2000 bp
1600 bp 1500 bp
1000 bp
153
Lampiran 2. Komposisi Media Dasar Murashige and Skoog
MS Komponen Konsentrasi µM
mM/µ Stok 50X Stok 100X
(mg/l) (mg/100ml) (mg/100ml)
1. KNO3 1900 N 9,500
NH4NO3 1650 18,8 8,250
41,2
2. CaCl2.2H2O 440 3,0 4,400
3. MgSO4.7H2O 370 1,5 3,700
KH2PO4 170 1,25 1,700
4. Na2EDTA 37,3 Na 0,373
FeSO4.7H2O 27,8 0,2 0.278
Fe
0,1
5. H3BO3 6,2 100 µM 0,620
MnSO4. H2O 16,9 100 µM 0,169
ZnSO4.7H2O 8,6 30 µM 0,860
KI 0,83 5,0 µM 0,083
Na2MoO4.2H2O 0,25 1,0 µM 0,025
CuSO4.5H2O 0.025 0,1 µM 0,0025
CoCl2.6H2O 0,025 0,1 µM 0,0025
6 Myo-inositol 100 1,000
Nicotinic acid 0,5 5
Pyridoxine-HCl 0,5 5
Glycine 2,0 20
Thiamine-HCl* 1,0 10
Sukrosa 3%
pH 5,8
* Modifikasi
Original : Thiamine-HCl 0,1 mg/l
154
Lampiran 3. Deskripsi Varietas/Galur Tomat
155
B. Deskripsi Tomat CL6046
156