Buat Bahan Sistem Informasi Korporat
Buat Bahan Sistem Informasi Korporat
Buat Bahan Sistem Informasi Korporat
Abstract: The aim of the study was to investigate the development of domestic
supplier performances as the result of modern retail-supplier business relationships
which they had controlled by the effect of combinations on competition and buyer
power. The paper presents the results of a survey of packaged processed foods
suppliers, which formed part of a wider study of buyer-supplier relationships in
Indonesia's modern retail supply chains. The findings of this study indicate that the
results demonstrate the heterogeneity relationships between supplier and modern retail
in the main commodity grocery sectors. The extent to which modern retail challenged
by competition, supply chain strategy and market share are likely to influence the way
in which modern retail deal with suppliers. A part of the suppliers indicated that they
get benefited substantially from the presence of modern retail, however, they also face
several challenges brought about by buyer power as imposition of several unfair
relationship terms, price fixing, and poorly supervision as cause of the development and
growth of suppliers limitedly. This study attempts to show the results of the research in
Indonesia to empirically measure the effect of competition and buyer power on modern
retail-supplier relationships. The further research is needed to refine the results of this
initial study.
Keywords: Competition, Buyer Power, Modern Retail-Supplier Relationships.
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengembangan kinerja
pemasok domestik sebagai hasil dari hubungan bisnis ritel-supplier yang modern yang
mereka telah dikendalikan oleh pengaruh kombinasi pada kompetisi dan kekuatan
pembeli. Makalah ini menyajikan hasil survei terhadap kemasan makanan olahan
pemasok, yang merupakan bagian dari studi yang lebih luas dari hubungan pembeli-
pemasok dalam rantai pasokan ritel di Indonesia modern. Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa basil menunjukkan hubungan antara pemasok dan heterogenitas
ritel modern di sektor komoditas bahan makanan utama. Sejauh mana ritel modern
ditantang oleh kompetisi, strategi rantai pasokan dan pangsa pasar cenderung
mempengaruhi cara di mana kesepakatan ritel modern dengan pemasok. Sebuah bagian
dari pemasok mengindikasikan bahwa mereka mendapatkan manfaat substansial dari
kehadiran ritel modern, bagaimanapun, mereka juga menghadapi beberapa tantangan
yang ditimbulkan oleh kekuatan pembeli sebagai pengenaan beberapa istilah hubungan
yang tidak adil, penetapan harga, dan pengawasan buruk sebagai penyebab
pengembangan dan pertumbuhan pemasok secara terbatas. Penelitian ini mencoba
untuk menunjukkan basil penelitian di Indonesia untuk mengukur secara empiris
pengaruh persaingan dan kekuasaan pembeli pada hubungan ritel-supplier modern.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memperbaiki hasil penelitian awal ini.
Kata kunci: Kompetisi, Pembeli Power, Hubungan Retail-Pemasok.
19
Jurnal Manajemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
PENDAHULUAN
Dalam mengantisipasi praktek perdagangan tidak sehat, pola pikir otoritas persaingan di
negara maju dan negara berkembang, semakin mengalami perkembangan dari mulai pola
pikir konvensional, evolusi sampai dengan modern (Berasategi 2013). Pola pikir
konvensional mengemukakan tinjauan mengenai kekuatan penjual yang meliputi Inter-
brand competition dan intra-brand competition. Inter-brand competition adalah
persaingan antar pemasok dan atau ritel modern dalam memasarkan produknya atas dasar
merek atau label dengan strategi diferensiasi, sedangkan intra-brand competition adalah
persaingan diantara ritel modern dalam menjual produk dari merek yang sama dan
menyangkut syarat harga atau non-harga (OECD 2013). Dalam tinjauan konvensional
tersebut, ritel modern dengan kekuatan pembeli dapat memperoleh harga pembelian
produk lebih rendah dan juga dapat menentukan harga jual produk lebih rendah (Chen
2008). Dalam evolusinya, ritel modern meningkatkan pangsa pasar dan konsentrasi,
sehingga meningkatkan kekuatan pembeli yang menyebabkan ketidak-seimbangan
kekuatan posisi tawar dalam rantai pasokan, pengurangan persaingan pemasok,
mempengaruhi konsumen melalui pengurangan inovasi, kerugian jangka panjang,
pengurangan pilihan dan harga lebih tinggi. Pengaruh tersebut sering diabaikan, sehingga
mempengaruhi terhadap kesinambungan konsumsi dan produksi (Nicholson dan Young
2012). Pola pikir persaingan modern, menyatakan platform ritel modern adalah tempat
yang memiliki kendala dan potensi terjadinya persaingan tidak sehat (competitive
bottlenecks) dan memiliki dua-sisi pasar (two-sided markets) (Rochet dan Tirole 2002,
2005; Amstrong dan Wright 2012). Ritel modern dalam mengurangi peningkatan kekuatan
posisi tawar pemasoknya, melakukan peningkatan kekuatan pasarnya terlebih dahulu,
dengan penguasaan pangsa pasar di pasar konsumen (downstream market). Penguasaan
pasar dan posisi dominan dapat digunakan sebagai sarana negosiasi persyaratan pada pasar
pemasok (upstream market), dengan menerapkan syarat-syarat yang memberi keuntungan
lebih, termasuk pemotongan harga. Contoh dua-sisi pasar di atas adalah pada pasar kartu
kredit, dimana bank akan memiliki dua sisi pasar yang dihadapi, yaitu pasar nasabah
pemegang kartu kredit dan pasar merchant (Berasategi 2010, 2013).
Dalam persaingan ritel modern, kepentingan pemasok dan konsumen berkaitan erat.
Kerugian pada satu kelompok cenderung merugikan ke kelompok lainnya, pemasok dan
konsumen berada dalam perahu yang sama. Ketertarikan konsumen terhadap perilaku
persaingan ritel modern dapat dinilai melalui konsep pelayanan, harga, kualitas dan range
(Nicholson dan Young 2012). Pelayanan meliputi semua pengalaman yang dirasakan oleh
konsumen dalam melakukan belanja di ritel modern, antara lain pengaturan antrian,
kebersihan, ketertiban, karyawan yang siap membantu, kenyamanan parkir dan lokasi
geografis. Harga dan kualitas secara langsung dikendalikan oleh ritel modern melalui
persyaratan. Range berkaitan dengan pengendalian ritel modern terhadap pemasok dan
konsumen serta bertindak sebagai "penjaga gawang" rantai pasokan. Ritel modern tidak
memproduksikan produk apapun, namun menciptakan situasi, dimana pemasok
memperoleh tempat penyimpanan produk pada kondisi yang ditentukan oleh ritel modern,
sedangkan konsumen memiliki kelemahan untuk menjangkau produsen, sehingga
konsumen membeli produk berdasarkan apa yang dipilih oleh ritel modern (Nicholson dan
Young 2012).
Persaingan ritel modern dan pemasoknya di Indonesia sangat ketat seiring dengan
peningkatan jumlah gerai ritel modern maupun pemasoknya sangat cepat, yang
disebabkan liberalisasi regulasi industri ritel. Persaingan sangat ketat tersebut membentuk
20
Martadisastra, Daryanto, Arif in & Gumbira: Pengaruh Persaingan ban Kekuatan Pembeli...
konsentrasi, kekuatan posisi tawar, kekuatan pembeli ritel modern meningkat, sehingga
mengakibatkan timbulnya perilaku anti-persaingan dan hubungan pemasok-ritel modern
menjadi tidak seimbang serta merugikan pemasok (Muslimin dan Nuryati 2007, Muslim
dan Febriana 2008, Pandin 2009). Walaupun pemerintah telah mengantisipasi
penyimpangan tersebut dengan menerbitkan beberapa regulasi dan kebijakan persaingan,
yaitu Perpres 112/2007, Permendag 53/2008, UU 5/1999, UU 8/1999. Namun pelanggaran
persaingan tersebut masih terjadi. Pada tahun 2005, ritel modern Carrefour
memberlakukan hubungan usaha yang memberatkan pemasoknya dan kedua pada tahun
2009, ritel modern Carrefour meningkatkan konsentrasi pasar dan mengeksploitasi surplus
pemasoknya, sehingga mengakibatkan ketidak-seimbangan dan dampak negatif terhadap
persaingan. Kebijakan persaingan dapat digunakan untuk mengatasi pelanggaran akibat
konsentrasi pasar dan kekuatan pembeli (Dodd dan Asfaha 2008). Penting sekali untuk
menjamin persaingan sehat, dimana konsentrasi pasar ritel modern tidak mengakibatkan
penyalahgunaan kekuatan pasar dalam membentuk penguasaan pasar (Chowdhury et al.
2005). Otoritas persaingan Indonesia berdasarkan kebijakan persaingan UU/5/1999 telah
menghukum dan memberikan sanksi denda terhadap ritel modern Carrefour terhadap
kedua pelanggaran persaingan tersebut (KPPU 2009).
Kondisi ketidak-seimbangan hubungan pemasok-ritel modern dalam persaingan
tersebut melibatkan berbagai faktor kompleks. Namun sangat menarik untuk dilakukan
penelitian, diantaranya sampai sejauh mana persaingan, kekuatan posisi tawar dan
kekuatan pembeli tersebut pada saat ini mempengaruhi kemitraan atau hubungan usaha
pemasok-ritel modern. Oleh karena itu tujuan penelitian ini dapat ditentukan, sebagai
berikut: (1) Mengetahui pengaruh persaingan terhadap hubungan pemasok-ritel modern;
(2) Mengetahui pengaruh kekuatan pembeli terhadap hubungan pemasok-ritel modern.
Kajian Teoritis. Penelitian ini menggunakan grand theory yang paling mendekati model
pengaruh persaingan dan kekuatan pembeli (buyer power) terhadap hubungan pemasok-
ritel modern, yaitu teori organisasi industri, khususnya paradigma struktur pasar, perilaku,
kinerja dan model persaingan kekuatan lima porter (Porter's five forces) serta dilengkapi
dengan konsep kekuatan pembeli dan konsep hubungan pemasaran (relationship
marketing), khususnya konsep hubungan pembeli-penjual.
Persaingan. Porter (1980, 1985) dalam Hunt (2001) mengemukakan bahwa persaingan
adalah usaha yang terus menerus dilakukan antar perusahaan untuk meraih keunggulan
komparatif dalam sumberdaya yang akan menghasilkan posisi keunggulan bersaing di
pasar dan paling penting adalah meraih kinerja keuangan super. Udayasankar et al. (2009)
menambahkan bahwa persaingan adalah mekanisme operasi pasar yang membolehkan
perilaku usaha beroperasi secara wajar dan memiliki kecenderungan, bila persaingan lebih
ketat menyebabkan pasar menjadi lebih efisien. Persaingan merupakan pertandingan antar
perusahaan dalam menjual barang dan jasa, yang perusahaan hasilkan kepada konsumen
(KPPU 2009). Perusahaan melakukan antisipasi terhadap perubahan regulasi yang
mempengaruhi struktur pasar persaingan (Akpinar 2007).
Struktur pasar persaingan dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu pasar
persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar persaingan monopolistis, pasar oligopoli.
Karakteristik pasar persaingan sempurna, jumlah perusahaan banyak dan kemampuan
setiap perusahaan sangat kecil untuk mempengaruhi harga pasar. Pasar monopoli, hanya
ada satu produsen atau penjual barang atau jasa dalam pasar bersangkutan. Barang dan
jasa yang dihasilkan tidak mempunyai substitusi. Pasar persaingan monopolistis, banyak
21
Jurnal Mona jemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
Pendatang Baru
Ancaman
Pendatang Baru
v
Kekuatan Posisi Para Pesaing Industri Kekuatan Posisi
Tawar Pemasok Tawar Pembell
Pemasok Pembeli
Persaingan Antara
Perusahaan Yang Ada
Ancaman Substitusi
Produk atau Jasa
Substitusi
22
Martadisastra, Daryanto, Arif in & Gumbira: Pengaruh Persaingan ban Kekuatan Pembeli...
Analisis ancaman pendatang baru meliputi pengujian hambatan masuk (barrier to entry)
dan reaksi perusahaan terhadap pesaing baru. Sumber hambatan pemain baru untuk
masuk dalam persaingan di pasar, yaitu: (1) Skala ekonomi; (2) Differensiasi produk; (3)
Persyaratan kapital; (4) Biaya peralihan (5) Akses ke saluran distribusi; (6) Skala biaya
kerugian independen; (7) Kebijakan pemerintah (Porter, 1990, 2004). Untuk mengurangi
ancaman dari pendatang baru, yaitu: Meningkatkan citra merek, mendayagunakan paten
dan melakukan persekutuan dengan asosiasi produk. Persaingan perusahaan di pasar
mengambil bentuk berupa perebutan posisi dengan menggunakan berbagai taktik, antara
lain: Persaingan harga, perang iklan, perkenalan produk (Porter 2004, Ehmke et al. 2009).
Perusahaan di pasar memiliki kesaling-tergantungan, biasanya mengundang reaksi
pesaingnya, apabila ada aksi. Persaingan antara perusahaan meningkatkan intensitasnya,
ketika salah satu perusahaan mengalami tekanan persaingan, maka tekanan persaingan
tersebut dijadikan peluang oleh perusahaan untuk memperbaiki posisinya. Intensitas
persaingan adalah tingkat persaingan pasar (Dunn dan Young 2004 dalam Chuah et al.
2010). Ketika pemasok produk yang sama berjumlah banyak, maka tingkat persaingan
pemasok ketat, sehingga intensitas persaingan tinggi. Persaingan juga dapat ditinjau
sebagai fungsi halangan masuk ke pasar dan tingkat diferensiasi. Karakteristik intensitas
persaingan tinggi adalah siklus hidup produk pendek, permintaan konsumen kritis
terhadap biaya dan kualitas serta cepatnya peluncuran produk baru (Atuahene-Gima dan
Ko 2001 dalam Chuah et al. 2010).
23
Jurnal Manajemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
sempurna, harga penjualan normal berada diatas harga kompetitif dan kekuatan pembeli
adalah kekuatan pengimbang (Chen 2008).
Pembeli skala usaha besar memiliki kekuatan terbesar pada saat melakukan
pembelian barang dalam jumlah besar. Apabila pemasok menjual pada pembeli skala
besar, pembeli akan memiliki leverage signifikan untuk memaksa pemasok menurunkan
harga jual barang lebih rendah dan persyaratan lain yang menguntungkan pihak pembeli,
karena pemasok khawatir kehilangan pembeli utama dan menempatkan pemasok dalam
posisi lemah. Pembeli juga memiliki kekuatan untuk mengatur para pemasok. Namun
tidak semua pembeli memiliki tingkat kekuatan posisi tawar yang sama dan kepekaan
terhadap harga, kualitas atau pelayanan. Keberadaan pembeli yang kuat mengurangi
potensi laba di pasar. Dengan melakukan penekanan harga, melakukan negosiasi
peningkatan kualitas, memperbanyak pelayanan dan mengatur pesaing pemasok satu sama
lain, pembeli dapat meningkatkan persaingan di pasar. Selanjutnya, memungkinkan dapat
mengurangi laba industri (Porter 2004, Ehmke et al. 2009).
Pemasok dapat berada dalam kondisi dibawah tekanan untuk menyetujui berbagai
biaya dalam syarat-syarat perdagangan, termasuk biaya promosi yang dibebankan ritel
modern dan beban tersebut harus dipenuhi secepatnya. Kondisi tersebut dapat dianggap
sebagai timbulnya transfer resiko dari ritel modern terhadap pemasok. Kekuatan pembeli
berasal dari sejumlah faktor yang meliputi skala usaha, longgarnya persaingan di pasar,
posisi ketergantungan pemasok, yang mendorong pembeli bertindak sebagai "penjaga
gawang" antara pemasok dan konsumen. Kekuatan pembeli dapat menyerap surplus
pemasok melalui diskon dan beban biaya yang dikenakan terhadap pemasok. Kondisi
tersebut dapat mempengaruhi daya saing pemasok dan mendistorsi persaingan dalam pasar
pemasok, sehingga pemasok akan mengurangi investasi, pengembangan produk baru dan
inovasi. Hal tersebut mengakibatkan kualitas produk menjadi lebih rendah dan pilihan
konsumen berkurang (Dodd dan Asfaha 2008, Nicholson dan Young 2012). Dalam
mengantisipasi terjadinya distorsi terhadap persaingan sehat dibutuhkan kebijakan
persaingan. Kebijakan persaingan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu : (1) Melalui
regulasi yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan mekanisme pasar ; (2)
Memberlakukan hukum persaingan untuk mengatur perilaku dan kegiatan dalam
persaingan atau bahkan untuk mengganti atau mendukung peraturan yang telah ada
sebelumnya (Lubis et al. 2009).
Kebijakan Persaingan Dan Perlindungan Konsumen. Kebijakan persaingan merupakan
salah satu bentuk intervensi pemerintah di pasar. Selain itu untuk meningkatkan efisiensi
ekonomi yang relatif beban nilai atau tidak memihak kepada konsumen atau produsen.
Kebijakan persaingan juga dapat bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen di pasar
atau meningkatkan kesejahteraan konsumen. Hal ini mengingat dalam dunia nyata seringkali
dalam bentuk pasar yang tidak sempurna, konsumen merupakan pihak yang dirugikan.
Kerugian konsumen tersebut tergambar dalam bentuk surplus konsumen yang berkurang
karena diambil oleh produsen. Kebijakan persaingan dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu : (1) Melalui regulasi yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan mekanisme pasar;
(2) Memberlakukan hukum persaingan untuk mengatur perilaku dan kegiatan dalam
persaingan atau bahkan untuk mengganti atau mendukung peraturan yang telah ada
sebelumnya (Lubis et al. 2009).
Di Indonesia di berlakukan kebijakan persaingan UU/5/1999 dan perlindungan
konsumen UU/8/1999. Kesejahteraan masyarakat dan atau konsumen sebagai tujuan utama
kebijakan persaingan. Perlindungan konsumen dan persaingan merupakan dua hal yang
24
Martadisastra, baryanto, Arifin & Gumbira: Pengaruh Persaingan ban Kekuatan Pembeli...
saling berhubungan dan saling mendukung. Harga murah, kualitas tinggi dan pelayanan
yang baik merupakan tiga hal yang mendasar bagi konsumen dan persaingan merupakan
cara yang terbaik untuk menjaminnya. Oleh karena itu, hukum persaingan tentu harus sejalan
atau mendukung hukum perlindungan konsumen. Berdasarkan substansi UU/5/1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, potensi terbentuknya
persaingan tidak sehat para pelaku usaha di Indonesia diperlihatkan pada Tabel 1 di bawah
ini.
Tabel 1. Potensi Terjadinya Persaingan Tidak Sehat
Perjanjian Antar Kegiatan Posisi Dominan
Pelaku Usaha Yang Dilarang
Oligopoli Monopoli Posisi Dominan
Penetapan Harga Monopsoni Jabatan Rangkap
Resale Price Maintenance Diskriminasi Pemilikan Saham
Pembagian Wilayah Jual Rugi Penggabungan,
Peleburan
dan Pengambilalihan
Pemboikotan Persekongkolan
Kartel
Trust
Oligopsoni
Integrasi Vertikal
Perjanjian Tertutup
Perjanjian dengan Pihak Luar
Sumber: UU/5/1999
Hubungan Pembeli-Penjual. Hubungan pemasaran (relationship marketing) adalah
konsep yang meliputi interaksi antara pembeli dan penjual pada suatu titik dimana
beberapa hubungan atau kemitraan dikembangkan untuk memberikan ruang transaksi
kedepan. Tujuan hubungan pemasaran adalah untuk mengembangkan dan melayani
konsumen melalui kemitraan atau hubungan pemasok dengan pembeli. Hubungan
pembeli-penjual (buyer-seller relationships) adalah hubungan atau kemitraan yang hams
memiliki manfaat bagi kedua pihak. Hubungan tersebut berkembang melalui pertukaran
kemanfaatan bersama. Agar hubungan berlangsung, kerukunan diperlukan, saling
berinteraksi, periode pertukaran berkelanjutan diperlukan. Hubungan adalah beberapa
interaksi yang terjadi dalam kisaran waktu tertentu. Hubungan antara dua kesatuan
(kesatuan, dapat berupa organisasi, orang, masyarakat atau bahkan negara), setiap
kesatuan memiliki peran dan norma perilaku yang diharapkan (Fournier 1998,
Bhattacharya dan Bolton 2000, De Wulf et al. 2001, Ross dan Robertson 2007 dalam
Walz 2009).
Definisi utama hubungan pembeli-penjual adalah sekurang-kurangnya terjadi satu
kali interaksi ekonomi, interaksi selanjutnya diharapkan terjadi sesuai dengan berjalannya
waktu. Interaksi adalah antar hubungan. Para pihak hams mengetahui indentitas satu sama
lain, para pihak harus meyakini bahwa hubungan itu ada, kesaling-tergantungan. Definisi
lain hubungan adalah para pihak harus berbagi informasi, hams percaya satu sama lain,
25
Jurnal Manajemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
harus yakin hubungan itu ada, sekurang-kurangnya ada satu kali interaksi ekonomi, para
pihak harus mengetahui indentitas satu sama lain (Walz 2009).
Beberapa faktor utama yang menentukan hubungan pemasok-ritel modern menjadi
terintegrasi adalah commitment, conflict, conflict resolution, cooperation, trust (Maloni
dan Benton 1999). Bisnis membutuhkan mitra perusahaan lain yang memungkinkan untuk
berbagi biaya, berbagi resiko, meningkatkan kompetensi inti dan kecepatan untuk sampai
ke pasar (Reagan 2002). Derajat minimal kerjasama yang dibutuhkan untuk suatu
hubungan dan kerjasama yang lebih erat mencerminkan tingkat kepercayaan dan saling
membantu. Kesaling-tergantungan dipengaruhi oleh kelembagaan persaingan, struktur
pasar dan perilaku yang menentukan tersedianya pilihan dan sumberdaya kekuatan posisi
tawar mitra prospektif di pasar (Scott. 2004). Hubungan pemasok-pembeli adalah dua atau
lebih perusahaan melakukan kerjasama dan terlibat dalam berbagi informasi, penyelarasan
keputusan dan pelurusan insentif yang bertujuan meraih kinerja super (Simatupang dan
Sridharan 2005).
Hubungan pemasok-ritel modern dalam rantai pasokan dipengaruhi lima kekuatan
eksternal, yaitu perilaku konsumen, perilaku pesaing, lingkungan sosial ekonomi,
lingkungan teknologi, lingkungan kebijakan regulasi dan faktor-faktor internal yang
mempengaruhi dan menentukan hubungan pemasok dengan ritel modern. Pemasok dan
ritel modern melakukan perubahan aktivitas operasi dan pemasaran yang didukung
teknologi informasi, sehingga kesaling-tergantungannya cenderung mengalami perubahan
(Dunne dan Lusch 2005). Dalam sebuah jaringan kerja rantai pasokan harus dibuat
berdasarkan perhitungan serta memperhatikan dampak terhadap biaya persediaan, fasilitas
dan proses. Diperlukan sebuah sistem informasi terpadu yang bertugas dalam
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi kepada setiap
pemangku kepentingan (Daryanto 2007). Komitmen hubungan dan pengelolaan rantai
pasokan sangat penting dalam meningkatkan kinerjanya (Baofeng 2007).
Ritel modern harus melakukan kemitraan lebih erat dengan pemasok dan harus
membangun infrastruktur sebelum menerapkan konsep manajemen dan mendorong
vertikalisasi serta integrasi rantai pasokan (Hanf 2008). Perusahaan memperbaiki
kelemahannya mempergunakan manajemen hubungan kemitraan untuk memaksimumkan
kinerja rantai pasokannya. Terbukti dari basil penelitian bahwa dengan berbagi
sumberdaya informasi dan penggunaan e-process, perusahaan dapat meningkatkan
keeratan hubungannya dengan mitra untuk meningkatkan daya saing dan dapat
memaksimumkan kinerj a rantai pasokannya (Chou et al. 2011).
Dalam kaitan bisnis, kekuatan (power) dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu
perusahaan (source) untuk mempengaruhi tujuan dan kegiatan perusahaan lain (target)
(Maloni dan Benton 1999). Asimetri kekuatan atau ketidakseimbangan kekuatan adalah
perbedaan dalam kekuatan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Hubungan asimetri
kekuatan adalah hubungan dimana satu pihak memiliki kekuatan lebih besar daripada
pihak lainnya dan terjadi ketidak-seimbangan serta berpotensi terjadinya konflik dan
menghambat hubungan kerjasama usaha satu pihak dengan pihak lainnya (Casciaro dan
Piskorski 2005 dalam Schepers 2007). Terdapat hambatan dalam hubungan atau
kemitraan, dimungkinkan karena satu pihak berupaya keras merealisasikannya. Namun
pihak lain kemungkinan menghentikan kepercayaan (Dwyer, Schurr dan Oh 1987 dalam
Mitrega 2009).
Persekutuan strategis ritel modern dengan pemasok dapat mengantisipasi perubahan
yang menghambat. Pentingnya membedakan persekutuan strategis dan operasional dalam
26
Martadisastra, baryanto, Arifin & Gumbira: Pengaruh Persaingan ban Kekuatan Pembeli...
METODE
Metodologi penelitian ini adalah penelitian kuantitatif bersifat deskriptif dan verifikatif.
Populasi atau unit analisis adalah perusahaan pemasok kelompok bahan makanan yang
beralamat dan beroperasi sebagian besar di Jakarta dan sekitarnya. Perusahaan pemasok
tersebut berskala besar, menengah, kecil dan mikro (UU 20/2008 UMKM). 217
perusahaan pemasok dipilih dengan sampling strata non-proporsional. Sebagai bagian dari
penelitian kuantitatif, 217 kuesioner (Malhotra 2004) dikirimkan kepada masing-masing
kelompok skala perusahaan pemasok dan kemudian 101 kuesioner dapat dikumpulkan,
empat kuesioner tidak lengkap, sehingga diperoleh 97 kuesioner yang ditanggapi secara
valid oleh pemasok makanan kemasan, yang terdiri dari 48 perusahaan pemasok skala
usaha besar, 18 skala menengah, 10 skala kecil dan 23 skala mikro. Kuesioner yang dibuat
bertindak sebagai instrumen pengukuran yang sesuai dengan kerangka konseptual dan
27
Jurnal Manajemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
ketentuan praktis. Seluruh data primer dikumpulkan dari jawaban pertanyaan yang
terstruktur pada kuesioner. Kuesioner menggunakan five pointlikert scale dan hybrid
ordinally-interval scale (Hermawan 2009). Penelitian ini menggunakan cakupan waktu
bersifat one shot dengan tipe cross-sectional, yang surveinya dilakukan pada bulan Mei —
Juli 2013. Penelitian ini bersifat verifikatif, yaitu untuk mengetahui hubungan antar
variabel melalui pengujian hipotesis dan pemodelan serta teknik solusi menggunakan
metode Partial Least Square-PLS (Chin 2000, Yamin dan Kumiawan 2011, Ghozali 2011,
Mateos 2011).
Pada Tabel 2 di bawah ini diperlihatkan karakteristik perusahaan pemasok yang meliputi,
yaitu: (1) Perbandingan jumlah dan persentase responden yang menduduki jabatan pada
perusahaan pemasok; (2) Jumlah dan presentase hasil produksi dan perdagangan; (3) Skala
usaha perusahaan pemasok yang bertindak sebagai responden dalam penelitian ini.
Tabel 2. Karakteristik Perusahaan Pemasok
Jumlah Persentase (%)
Jabatan:
- Direksi 8 8.25
- Manajer 59 60.82
- Staf 30 30.93
Hasil Produksi Dan Perdagangan
- Makanan Kemasan 47 48.45
- Minuman Kemasan 29 29.90
- Perawatan Diri 18 18.56
- Makanan dan Minuman Kemasan 2 2.06
- Makanan, Minuman Kemasan dan Perawatan Diri 1 1.03
Skala Usaha:
- Besar (> Rp 10 Milyar) 46 47.42
- Menengah (Rp 500 Juta — Rp 10 Milyar) 18 18.56
- Kecil (Rp 50 Juta — Rp 500 Juta) 10 10.31
- Milcro (< Rp 50 Juta) 23 23.71
Sumber: data diolah menggunakan SPSS 18
Hasil Evaluasi Model Pengukuran. Dari hasil pengolahan seluruh konstruk penelitian
didapatkan nilai factor loading dan nilai cronbach alpha untuk pengujian validitas dan
reliabilitas uji coba instrumen dalam kuesioner dengan menggunakan SPSS 18. Pengujian
sampel sebanyak 30 responden pemasok memberikan nilai factor loading dari seluruh
indikator yang membentuk dimensi, faktor atau konstruk sudah memiliki nilai lebih besar
(0.553-0.960) dari 0.55 (Hair et al. 2006). Oleh karena itu disimpulkan seluruh indikator
tersebut dikatakan valid, dimana terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-
pernyataan tersebut sehingga dapat membentuk konstruk dari seluruh dimensinya.
Demikian juga dengan koefisien cronbach's alpha seluruh dimensi atau konstruk dengan
sejumlah item pertanyaan, seluruhnya lebih besar (0.797-0.960) dari 0,60 yang berarti
seluruh konstruk reliabel. Pada Gambar 3 di bawah ini diperlihatkan konstruk persaingan
antar ritel modern (RT), persaingan antar pemasok (PS), beban biaya (BB), penentuan
harga (HR), sanksi (SS) adalah konstruk first order. Konstruk persaingan dan kekuatan
28
Martadisastra, Daryanto, Arif in & Gumbira: Pengaruh Persaingan Dan Kekuatan Pembeli...
pembeli adalah konstruk second order, hubungan pemasok dengan ritel modern (PS-RT)
adalah konstruk third order. Variabel laten dalam penelitian ini merupakan konstruk
multidimensi. Masing-masing konstruk yaitu, konstruk first order masing-masing diukur
dengan indikator RT2 sampai dengan SS1 yang bersesuaian. Pada Gambar 3 di bawah ini
juga diperlihatkan hubungan keseluruhan variabel laten atau konstruk dan besaran
koefisien jalurnya.
RT2
RT3
BB2 SS1
RT4
RT5
RT6 0.777
RT8 0.830
RT9 0.812
RT10 0.800
RT11
PS2
PS3
PS4 0.932'
PS5
PS6 0.741
PS7 0.745
PS8 0.822
PS9 0.845
PS11 0.779
29
Jurnal Manajemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
nilai AVE. Berdasarkan nilai akar AVE seluruh konstruk memiliki validitas diskriminan
yang baik. Hasil output latent variable correlation digunakan untuk membandingkan nilai
maksimal korelasi konstruk dengan nilai akar AVE. Hasilnya didominasi oleh konstruk
yang memiliki nilai akar AVE yang lebih tinggi dari nilai maksimal korelasi. Dengan
demikian, seluruh konstruk dimensi memiliki validitas diskriminan yang baik. Pada Tabel
3 di bawah ini diperlihatkan nilai AVE dan akar AVE konstruk penelitian,
Tabel 3. Nilai AVE Dan Akar AVE Konstruk Penelitian
Reliabilitas
Konstruk AVE Akar AVE Akar AVE > AVE
Regulasi 0.278109 0.52736041 Baik
RT 0.599505 0.77427708 Baik
PS 0.594549 0.77107004 Baik
Persaingan 0.517544 0.71940531 Baik
BB 0.805688 0.89760125 Baik
HR 0.768502 0.87664246 Baik
SS 1 1 Baik
Kekuatan Pembeli 0.573441 0.75725887 Baik
Hubungan PS-RT 0.221517 0.47065593 Baik
Sumber: Diolah menggunakan SmartPLS
Evaluasi yang berkaitan dengan reliabilitas konsistensi internal dapat diperiksa pada nilai
reliabilitas komposit dan cronbach's alpha. Hasil output reliabilitas komposit dan
cronbach's alpha menunjukkan bahwa nilai reliabilitas komposit untuk semua konstruk
adalah nilainya diatas 0.7, yang menunjukkan bahwa semua konstruk pada model
diestimasi memenuhi kriteria validitas diskriminan. Pada cronbach's alpha nilai yang
disarankan adalah diatas 0.6 dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai cronbach's alpha
untuk semua konstruk berada diatas 0.6 (Chin 2000, Ghozali 2011). Nilai terendah pada
penelitian sebesar 0.698987 (HR). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh
konstruk yang diuji memiliki reliabilitas yang baik. Pada Tabel 4 di bawah ini
diperlihatkan nilai reliabilitas komposit dan cronbach 's alpha konstruk penelitian,
Tabel 4. Nilai Reliabilitas Komposit Dan Cronbach 's Alpha Konstruk Penelitian
30
Martadisastra, Daryanto, Arif in & Gumbira: Pengaruh Persaingan Dan Kekuatan Pembeli...
Hasil Evaluasi Model Struktural. Berdasarkan evaluasi terhadap model struktural dapat
diperoleh nilai-nilai koefisien jalur (Lihat Gambar 3), berikut t-statistik keseluruhan
konstruk, sehingga dapat diketahui bagaimana hubungan antar variabel dan pengaruh
variabel terhadap variabel lainnya (signifikansi), kekuatan hubungan antar variabel,
pengaruh variabel independen tertentu terhadap variabel dependen untuk menguji
hipotesis penelitian yang diajukan.
Pengaruh Dimensi Regulasi, Persaingan dan Kekuatan Pembeli. Hasil uji model
struktural menunjukkan perolehan basil konstruk second order persaingan berpengaruh
sangat kuat terhadap dimensi konstruk first order RT dan PS, searah dan signifikan.
Konstruk persaingan antar ritel-RT (XRT=0.933, t=50.786, p<0.05); Persaingan antar
pemasok-PS (kRT=0.932, t=56.030, p<0.05). Hasil uji model struktural menunjukkan
perolehan hasil konstruk second order kekuatan pembeli berpengaruh sangat kuat
terhadap dimensi konstruk first order BB, HR dan SS, searah dan signifikan. Persyaratan
beban biaya tambahan-BB (?.BB=0.796, t=14.282, p<0.05), penentuan harga dan
pembayaran-HR (XBR=0.923, t=57.836, p<0.05), perjanjian dan sanksi-SS (kss=0.744,
t=13.862, p<0.05).
Pengaruh Persaingan Terhadap Hubungan PS-RT. Hasil uji model struktural
mengkonfirmasikan bahwa konstruk second order persaingan (72 =0.366, t=5.246,
p<0.05) berpengaruh terhadap konstruk third order hubungan PS-RT. Koefisien jalur
tersebut bernilai cukup besar, korelasi positif dan cukup kuat. Hasil uji hipotesis dalam
evaluasi model struktural tersebut diatas mengkonfirmasikan jawaban terhadap pertanyaan
tujuan penelitian bahwa pengaruh persaingan terhadap hubungan PS-RT adalah pengaruh
yang cukup kuat, searah dan signifikan.
Pengaruh Kekuatan Pembeli Terhadap Hubungan PS-RT. Hasil uji model struktural
mengkonfirmasikan bahwa konstruk second order kekuatan pembeli (y3 =0.066, t=2.005,
p<0.05) berpengaruh terhadap konstruk third order hubungan PS-RT. Koefisien jalur
tersebut bernilai kecil, korelasi positif dan lemah. Hasil uji hipotesis dalam evaluasi model
struktural tersebut diatas mengkonfirmasikan jawaban terhadap pertanyaan tujuan
penelitian bahwa pengaruh kekuatan pembeli terhadap hubungan PS-RT adalah pengaruh
yang lemah, searah dan signifikan.
Evaluasi Goodness of Fit. Evaluasi kesesuaian model (goodness of fit) dengan metode
PLS menggunakan interpretasi R-square. Berdasarkan hasil analisis, secara bersama-sama
konstruk persaingan, kekuatan pembeli dan konstruk lainnya mampu menjelaskan
variabilitas konstruk hubungan PS-RT sebesar 98.92%, sedangkan 1.08% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak diteliti dalam model ini. Chin (1998) dalam Yamin dan
Kurniawan (2011) menjelaskan bahwa kriteria nilai R-square dalam tiga klasifikasi, yaitu
batas nilai 0.67 (substansial), batas nilai 0.33 (moderat) dan batas nilai 0.19 (lemah).
PENUTUP
31
Jurnal Manajemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
pemasok hanya terfokus memperebutkan akses pasar, sehingga kekuatan posisi tawar
pemasok sangat lemah dalam hubungannya dengan kekuatan posisi tawar ritel modern.
Kekuatan pembeli berpengaruh lemah terhadap hubungan pemasok-ritel modern.
Lemahnya pengaruh kekuatan pembeli ditandai dengan terjadinya pembebanan biaya
berlebihan terhadap pemasok, sedangkan kekuatan pembeli yang ditandai dengan
penentu.an harga dan sanksi tidak terjadi.
DAFTAR RUJUKAN
Akpinar M. (2007). Institutional Impacts on Industry Structure: The Block Exemption
Regulation. Management Research News, 30 (3): pp.173-186.
Arifin B. (2010). Lingkungan Ekonomi dan Bisnis: Kebijakan Publik dan Proses Politik.
Bogor: MB-IPB.
Armstrong M, Wright J., (2005). Two-sided Markets, Competitive Bottlenecks and
Exclusive Contracts, University College London and National University of
Singapore. http://profile.nus.edu.sg/fass/ecsjkdw/website%20version.pdf
Baofeng, H., (2007). An Exploratory Study of Power, Relationships Commitment, Supply
Chain Integration and Performance, Decision Science and Managerial Economics.
Ph.D Thesis, The Chinese University of Hongkong.
Baye, M.R., (2009). Managerial Economics and Business Strategy, Sixth Ed., McGraw-
Hill International Edition, pp. 238-239, 255-257.
Berasategi J., (2013). Supermarket Power : Serving Consumers Or Harming Competition,
EU Current Status: DG Comp. https://www.slf.dep.no/no/om-slf/service-
oginnsyn/presentasjonerLattachment/21295
Berasatagi J., (2010). Hub & spoke is dead : welcome to the era of retailer power, BIICL
Hub & Spoke Conference, London. www.biicl.org/files/5150_holding_slide_15-
11_hub.ppt.
Charoensiriwath C., (2004). Competition in Supply Chain with Service Contributions.
Georgia: Ph.D Thesis in Industrial and Systems Engineering, Georgia Institute of
Technology.
Chen Z., (2008). Defining Buyer Power, Professor of Economics with Carleton
University, and Senior Consultan with Delta Economics Group.
32
Martadisastra, Daryanto, Arif in & Gumbira: Pengaruh Persaingan Dan Kekuatan Pembeli...
Chin WW., (2000). Partial Least Square for researchers: a overviewand presentation of
recent advances using the PLS approach, http://discnt.cba.uh.edu/chin/indx.html,
2000.
Chin WW., (2001). PLS Graph 3.0 version, Bootstrapping and Jacknifing, student version
www..bauer.uh.edu
Chou HP, Shih YY, Wang JH. (2011). Supply chain performance improvement through
partner relationship management in the high tech industry. UK International Journal
of Management Science and Engineering Management. 6:210-218, 201.
Chowdhury SK, Gulati A, Gumbira-Sa'id E. (2007). The Rise of Supermarkets and
Vertical Relationships in the Indonesian Food Value Chain. Causes and
Consequences. Asian Journal of Agriculture and Development. 2:1&2: pp 39-48
Chuah P, Wong WP, Ramayah T, Jantan M ., (2010). Effect of Power Asymmetry
and Competition Intensity: The Role of High Involvement and Economics Practices in
Supplier Performance, Journal of Enterprise Information Management, 23(6) : pp 724-
758
Cooper DR, Schindler PS. (2008). Business Research Methods, Tenth Edition. McGraw-
Hill International Edition.
Daryanto A., (2007). Peningkatan Nilai Tambah Industri Perunggasan Melalui Supply
Chain Management. Bogor, MB-IPB.
Dobson PW, Clarke R, Davies S, Waterson M., (2001). Buyer Power and its Impact on
Competition in the Food Retail Distribution Sector of the European Union. Journal
of Industry, Competition and Trade, 1:3, 247-281.
Dodd L, Asfaha S., (2008). Rebalancing The Supply Chain : Buyer Power, Commodities
and Competition Policy, Traidcraft, South Centre.
Dunne PM, Lusch RF., (2005). Retailing, International Student Edition, Thomson, South-
Western.
Ehmke C, Fulton J, Akridge J, Erickson K, Communications E, Linton S., (2009). Industry
Analysis : The Five Forces, Purdue University. AICC.
Einav L, Levin J., (2012). Empirical Industrial Organization: A Progress Report. Journal
of Economic Perspectives 24(2):145-162.
Essig M, Amann M., (2009). Supplier satisfaction: Conceptual basics and explorative
findings. Journal of Purchasing & Supply Management 15:103-113.
Fearne A, Duffy R, Hornibrook S., (2005). Justice in UK supermarket buyer-supplier
relationships. An empirical analysis. International Journal of Retail & Distribution
Management 33 (8):570-582.
Ghozali I., (2011). Structural Equation Modelling, Metode Alternatif dengan Partial Least
Square (PLS). Edisi 3, Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro.
Hair JF, Rolph EA, Ronald LT, William CB. (2006). Multivariate Data Analysis, 6th
Edition, New Jersey, Pearson Prentice-Hall Int.
Heatwole KB. (2006). A Determination of the Association of Competition and Regulation
With Hospital Strategic Orientation (Dissertation). Virginia: Virginia
Commonwealth University.
Hermawan A., (2009). Penelitian Bisnis, Paradigma Kuantitatif, Grasindo, Penerbit PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Hill JD, Llandro P., (2012). The Effect of Competition on Supply Chain Decision Making.
Proceedings of the 2012 Industrial and Systems Engineering Research Conference G.
Lim and J.W. Herrmann, eds.
33
Jurnal Manajemen/Volume XVIII, No. 01, Februari 2014: 19-35
34
Martadisastra, Daryanto, Arifin & Gumbira: Pengaruh Persaingan ban Kekuatan Pembeli...
Porter ME. (1990). The Competitive Advantage of Nations. New York: The Free
Press, A Division of Macmillan, Inc. New York.
Reagan WR. (2002). Determining the factors most important in the stages of development
in long-term marketing relationships between buyers and suppliers, Dissertation
Nova Southeastern university
Rochet JC, Tirole J., (2003). Platform Competition in Two-Sided Markets : A Progress
Report, IDEI and GREMAQ (UMR 5604 CNRS), Institut D'Economie Industrielle,
Toulouse. http://www.rchss.sinica.edu.tw/cibs/pdf/RochetTirole3.pdf.
Rochet JC, Tirole J., (2005). Two-Sided Markets: A Progress Report, IDEI and GREMAQ
(UMR 5604 CNRS), Institut D'Economie Industrielle, Toulouse.
http://neeo.univ-tlsel.fr/214/1/2sided_markets.pdf.
Schepers W., (2007). The Effect of Power Asymmetry on Buyer-Supplier Collaboration
and Supply Chain Performance (Master Thesis), Universiteit Maastricht, Faculty of
Economic and Business Administration.
Scott WR. (2004). Institutional Theory: Contributing to a Theoretical Research Program.
Stanford University, Chapter prepared for Great Minds in Management: The
Process of Theory Development, Ken G. Smith and Michael A. Hitt, eds. Oxford
UK: Oxford University Press.
Simatupang TM, Sridharan R., (2005). The collaboration index: a measure for supply chain
collaboration. International Journal of Physical Distribution & Logistics
Management 35 (1).
So SH, Koo C., (2009). The role of partnership in supply chain performance. School of
Business Administration and Trade, Sunchon National University, Suncheon, South
Korea.
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah.
Udayasankar K, Das SS, Krishnamurti C., (2008). When is Two Really Company? The
Effects of Competition and Regulation on Corporate. Singapore: Nanyang
Technological University (NTU) - Nanyang Business School.
Visi Data Riset Indonesia PT (Visdatin). (2005). Kondisi Persaingan Bisnis Ritel Di
Indonesia, Agustus 2005.
Walz A., (2009). The Definition, Creation, And Evolution Of Buyer-Seller Relationships.
Dissertation. Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College
Wang J, Shin H., (2010). Impact of Competition in a Supply Chain, Kellog School of
Management, Northwestern University, IL 60208-2001.
Wong K., (2013). Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM)
Techniques Using SmartPLS, Marketing Bulletin, 2013, 24, Technical Notel
http://marketing-bulletin. massey. ac. nz
Wu MY, Chou HP, Shih YY, Wang JH. (2011). Supply Chain Improvement Through
Partner Relationship Management in The High Tech Industry, International Journal
of Management Sciences and Engineering Management, 6 (3), 210-218, 2011,
England UK.
Yamin S, Kurniawan H., (2011). Structural Equation Modeling, Belajar Lebih Mudah
Teknik Analisis Data Kuesioner dengan Lisrel-PLS, Penerbit Salemba Infotek.
35