0% found this document useful (0 votes)
133 views9 pages

Ma'nene

This document summarizes a research article about the Ma'nene tradition among the Toraja ethnic group in Indonesia. Some key points: 1) The Ma'nene tradition involves cleansing and re-dressing the bodies of deceased ancestors that have been buried for hundreds of years. 2) It begins with family members retrieving bodies from underground burial sites called "Patane". The bodies are then cleaned, given new clothes, and returned to Patane. 3) The process aims to maintain the important relationship between family members despite being separated by death. It also introduces young family members to their ancestors. 4) While costly, the Toraja people see the tradition as important to their cultural identity and

Uploaded by

Hihihihi Nunu
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
133 views9 pages

Ma'nene

This document summarizes a research article about the Ma'nene tradition among the Toraja ethnic group in Indonesia. Some key points: 1) The Ma'nene tradition involves cleansing and re-dressing the bodies of deceased ancestors that have been buried for hundreds of years. 2) It begins with family members retrieving bodies from underground burial sites called "Patane". The bodies are then cleaned, given new clothes, and returned to Patane. 3) The process aims to maintain the important relationship between family members despite being separated by death. It also introduces young family members to their ancestors. 4) While costly, the Toraja people see the tradition as important to their cultural identity and

Uploaded by

Hihihihi Nunu
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 9

ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala

E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

TRADISI MA’NENE SEBAGAI WARISAN BUDAYA ETNIS TORAJA

Rudy Gunawan 1, Merina 2


1
Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA
Email:[email protected]

2
Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA
Email:[email protected]

Abstract: The purpose of this research is to know: (1) Ma'nene Tradition process (2)
Efforts made to maintain Ma'nene Tradition (3) Ma'nene tradition becomes a cultural
value of Toraja society. The research was conducted in Kete'kesu Village, Londa, Bori
Parinding. The study population is Tana Toraja society which is considered to be the
Toraja customs. Informants are determined by non-probability sampling. Type of
research is descriptive-qualitative. The results of this study reveal that tradition has a
long series of ritual processes and requires a very large cost. Nevertheless, the Toraja
people still think that this tradition should continue to be done because it has a purpose
and a positive meaning. The Ma'Nene ritual begins with family members coming to
Patane to retrieve dead bodies of corpses and then be cleansed and cleaned by replacing
new clothes. After that the body was re-entered to Patane. The procession closes with the
gathering of family members at the Tongkonan traditional house to worship together.
Ma'nene tradition has a uniqueness and deep meaning, that is reflects the importance of
the relationship between family members uninterrupted despite being separated by death.
In addition, this ritual is also used to introduce young family members with their
ancestors.
Keywords: Tradition and Heritage

PENDAHULUAN Rambu Solo dan Upacara ma’nene.


Upacara Rambu Solo merupakan
Tana Toraja dikenal sebagai kegiatan yang paling dikenal oleh para
daerah yang memiliki beragam keunikan wisatawan. Upacara kematian yang
warisan budaya yang sangat tinggi. diselenggarakan secara meriah dan
Warisan budaya dari Tana Toraja menghabiskan dana yang cukup besar.
berhasil menjadi sebuah bagian dari Selain Upacara Rambu Solo, tradisi yang
kegiatan pariwisata yang menjadikannya unik itu memiliki daya tarik tersendiri
sebagai salah satu daya Tarik destinasi bagi wisatawan lokal maupun asing yang
pariwisata maupun kegiatan edukasi bagi masih dipertahankan adalah tradisi
masyarakat Indonesia maupun penghormatan leluhurnya yang dikenal
mancanegara ketika mengunjungi dengan Tradisi Ma’nene
Sulawesi Selatan. (Kambuno:2005:22). Tradisi Ma’nene
merupakan kegiatan membersihkan jasad
Terdapat dua tradisi yang masih para leluhur yang sudah ratusan tahun
dipertahankan di daerah Tanah Toraja. meninggal dunia. Walaupun sudah tidak
Tradisi tersebut antara lain Upacara banyak yang melakukan ritual ini, tapi di

107
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

beberapa daerah seperti Desa Pangala pembelajaran yang dianggap modern


dan Baruppu masih melaksanakannya sesuai tuntutan standar proses pendidikan
secara rutin tiap tahun. dan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya
Prosesi dari ritual Ma'Nene teknologi informasi, maka sebaiknya
dimulai dengan para anggota keluarga guru memanfaatkan sumber-sumber lain
yang datang ke Patane untuk mengambil selain buku. Banyak tradisi yang bisa
jasad dari anggota keluarga mereka yang dijadikan sebagai sumber belajar Salah
telah meninggal. Patane merupakan satunya adalah Tradisi Ma’nene. Namun
sebuah kuburan keluarga yang bentuknya hal ini belum terlaksana oleh guru.
menyerupai rumah. Lalu, setelah jasad Tradisi Ma’nene merupakan salah satu
dikeluarkan dari kuburan, kemudian budaya lokal yang memiliki filosofi yang
jasad itu dibersihkan. Pakaian yang mampu mengembangkan dan
dikenakan jasad para leluhur itu diganti meningkatkan karakter mahasiswa,
dengan kain atau pakaian yang baru. sehingga dalam Tradisi Ma’nene dapat di
Biasanya ritual ini dilakukan serempak ambil nilai-nilai karakter yang dapat di
satu keluarga atau bahkan satu desa, terapkan dalam pembelajaran sejarah
sehingga acaranya pun berlangsung maupun pemahaman yang mandalam
cukup panjang. Rangkaian prosesi terhadap warisan budaya bangsa.
Ma'Nene ditutup dengan berkumpulnya
anggota keluarga di rumah adat Penelitian ini bertujuan untuk
Tongkonan untuk beribadah bersama. mengetahui latar belakang pemertahanan
Ritual ini biasa dilakukan setelah masa Tradisi Ma’nene dan makna yang
panen berlangsung, kira-kira di bulan terkadung dalam tradisi tersebut sehingga
Agustus akhir. Pertimbangannya karena penelitian ini menyangkut tentang
pada umumnya para keluarga yang pemertahanan tradisi diantaranya; (1)
merantau ke luar kota akan pulag ke pengertian tradisi, (2) latar belakang
kampungnya, sehingga semua keluarga pemertahanan tradisi dan (3) usaha
dapat hadir untuk melakukan prosesi Ma' pemertahanan tradisi. Adapun
nene ini bersama-sama (Ikrar,et al, 2012: keberadaantTradisi dapat digunakan
Sirajuddin at al,2012) sebagai warisan budaya, kajian teori yang
digunakan dalam penelitian ini
Berdasarkan pengamatan pada menyangkut tentang konsep budaya; (1)
studi pendahuluan didapatkan hasil pengertian budaya, dan (2 tradisi
bahwa pembelajaran yang membawa dijadikan sebagai warisan budaya.
mahasisw untuk datang langsung ke
lokasi situs sejarah (museum) dapat
meningkatkan antusiasme mahasiswa
dalam mempelajari sejarah secara lebih METODE PENELITIAN
mendalam. Hal ini terlihat dari ekspresi
semangat yang ditunjukan serta tugas- Penelitian ini merupakan
tugas yang di selesaikan dengan sangat Penelitian kualitatif yang diarahkan
baik (Merina, 2017). kepada penggalian informasi mengenai
latar balakang upaya memperthankan dan
Untuk mengurangi kendala yang makna Tradisi Ma’nene dan makna yang
dialami oleh tenaga pendidik dalam terkadung sebagai warisan budaya
memberikan pembelajaran sejarah, masyarakat Toraja termasuk fenomena-
diperlukan sumber lain selain buku. fenomena yang ada di dalamnya.
Dalam pembelajaran yang konvensional, Penelitian ini dilaksanakan di Tiga Desa
guru lebih sering menetapkan buku yaitu Kete’kesu, Londa dan Bori Paringin
sebagai sumber belajar. Dalam proses Tana Toraja yang masyarakatnya masih

108
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

melaksanakan Tradisi Ma’nene. Teknik diletakkan menggantung di tebing atau


pengupulan data yang digunakan yaitu gua. Selain itu, di beberapa tempat juga
Wawancara mendalam (Depth Interview) terlihat kuburan megah milik bangsawan
dan Dokumentasi. Sebagai alat analisis yang telah meninggal dunia.
dan unit analisis dalam kajian ini adalah
tokoh adat Tana Toraja serta masyarakat Kete Kesu memang unik. Begitu
yang terdapat di Desa Kete’kesu, Londa, memasuki perkampungan, berderet
dan Bori Parinding. Diantara mereka tongkonan dan alang sura yang saling
diambil sebagai informan dengan berhadapan. Tongkonan adalah rumah
menggunakan kriteria-kriteria tertentu. adat Toraja, sedangkan alang sura
Analisa data penelitian ini menggunakan merupakan lumbung padi. Tongkonan-
deskriptif analisis. tongkonan di Kete Kesu memiliki ukiran
yang indah. Tanduk kerbau berderet di
depannya, menandakan tingginya status
HASIL DAN PEMBAHASAN sosial si pemilik rumah.

Lokasi dalam penelitian ini Desa Ke’te Kesu merupakan milik


dilakukan pada tiga desa, yaitu Desa Kete keluarga besar Tongkonan Kesu dan
Kesu, Desa Bori Parinding dan Desa dimiliki secara turun-temurun, dengan
Londa. Adapun waktu pelaksanaan masyarakat umumnya beragama Kristen
pencarian data di setiap desa dilakukan dan masyarakat masih berpegang pada
pada waktu yang berbeda-beda. Setiap kepercayaan Nenek Moyang mereka,
desa memiliki kekhasan terutama pada yaitu Aluk Todolo (Agama Leluhur)
fungsi tempat dan tata cara pemakaman. yang dipercaya masyarakat juga sebagai
Adapun deskripsi dari setiap desa adalah ajaran, upacara, dan larangan.
sebagai berikut:
Masyarakat desa Ke’te Kesu masih
Desa Kete Kesu mengenal sistem kasta dengan 4 yaitu,
Tana' Bulaan (bangsawan tinggi), Tana'
Kete’ Kesu adalah sebuah desa Bassi (bangsawan menengah), Tana'
yang terdapat deretan tongkonan yang Karurung (rakyat merdeka), dan Tana'
mencerminkan perkampungan adat toraja. Kua-Kua (Hamba). Tingkatan tersebut
Upacara adat juga sering digelar di desa mempengaruhi tempat dimana mereka
ini yang meliputi pemakaman adat yang tinggal, yaitu hanya masyarakat yang
dirayakan dengan meriah (Rambu Solo), merupakan golongan kasta yang tinggi
upacara memasuki rumah adat baru yang berhak menempati rumah
(Rambu Tuka), serta berbagai ritual adat Tongkonan atau tinggal berdekatan
lainnya. Kete’ Kesu sudah resmi dengan rumah Tongkonan, sedangkan
dijadikan sebagai kawasan cagar budaya masyarakat dengan kasta yang rendah
oleh Pemerintah Kabupaten Toraja Utara tidak diperbolehkan mendirikan
dan UNESCO wajib dilestarikan. bangunan yang berdekatan dengan rumah
Di dalam Kete Kesu terdapat Tongkonan.
peninggalan purbakala berupa kuburan
Desa Bori Parinding
batu yang diperkirakan berusia 500 tahun
lebih. Di dalam kubur batu yang Situs pemakaman Bori
menyerupai sampan atau perahu tersebut, Kalimbuang jaraknya tidak jauh dari
tersimpan sisa-sisa tengkorak dan tulang ibukota Toraja Utara sekitar kurang lebih
manusia. Hampir semua kubur batu 5 km dari kota Rantepao. Situs Bori
109
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Kalimbuang ini berada di Jl. Bori, jenazah disemayamkan selama upaca


Kecamatan Sesean, Toraja Utara. Situs Rambu Solo’ berlangsung.
Bori merupakan situs kompleks
penguburan liang-liang pada bongkahan- Desa Londa
bongkahan batu yang di pahat. Pada Toraja juga dikenal dengan tradisi
bagian depan terdapat beberapa Menhir upacara kematian. Mayat diawetkan,
dengan berbagai bentuk dan ukuran. disimpan di dalam peti dan diletakkan di
Arah hadap kompleks situs Bori tebing-tebing atau Goa. Di pemakaman
menghadap ke selatan dan dikelilingi Londa, Desa Sadan Uai, Kecamatan
pegunungan dan sawah yang dibatasi Sanggalangi menyimpan sejarah
oleh jalan poros Kecamatan. pemakaman suku Toraja bermarga
Tongkele. Mayat yang berada di sini
Obyek wisata utama adalah Rante
usianya sudah ratusan tahun. Londa
(Tempat upacara pemakaman secara adat
menjadi saksi dari peleburan agama dan
yang dilengkapi dengan 100 buah
budaya yang tetap berjalan beriringan.
menhir/megalit), dalam Bahasa toraja
disebut Simbuang Batu. Londa merupakan salah satu situs
Megalit/Simbuang Batu hanya diadakan sejarah yaitu kuburan yang berupa gua
bila pemuka masyarakat yang meninggal alam. Gua ini memiliki kedalaman
dunia dan upacaranya diadakan dalam sekitar 1000 meter, gelap, di beberapa
tingkat Rapasan Sapurandanan (kerbau tempat naik turun cukup terjal, dan
yang dipotong sekurang-kurangnya 24 sebagian hanya memiliki ketinggian
ekor). Simbuang ini terletak pada satu sekitar 1 meter sehingga orang harus
areal yang agak landai. Tata letaknya membungkuk melewatinya. Di dalam gua
berbentuk melingkar atau sirkular, terdapat ratusan tengkorak dan ribuan
dimana menhir-menhir tersebut diatu tulang belulang yang sebagian sudah
tidak sesuai ukurannya. Pada sisi utara, berumur ratusan tahun. Banyak juga peti-
timur, dan barat dijumpai bentuk kubur peti mati yang masih baru. Udara di
berupa rongga untuk penguburan dalam gua tidak pengap ataupun berbau
sebanyak 12, dimana tiap-tiap bongkahan meskipun di dalam gua terdapat banyak
batu terdiri dari 1-16 rongga yang mayat.
sengaja dibuat dengan memahat batu
tersebut Satu buah liang dapat di isi oleh Tradisi Ma’Nene
satu rumpun keluarga secara turun Kepercayaan animisme Toraja
menurun. mengaburkan batas antara dunia dan
Bori Kalimbuang merupakan situs akhirat, membuat orang-orang yang
megalithikum yang dimana terdapat 102 sudah meninggal tetap bisa berjumpa
batu menhir atau yang biasa disebut dengan orang-orang yang masih hidup di
masyarakat Toraja batu simbuang berdiri dunia. Begitu seseorang meninggal dunia,
tegak sebagai bentuk pemujaan pada jasadnya tidak langsung dimakamkan,
nenek moyang. Tidak hanya itu di Bori tapi disemayamkan terlebih dahulu
Kalimbuang juga biasa dijadikan tempat selama berbulan-bulan, atau bahkan
upacara penguburan adat yang biasa bertahun-tahun. Sementara itu, pihak
disebut dengan Rambu Solo’. Terdapat keluarga menjaga dan merawat jenazah.
bangunan-bangunan disekitar batu Jenazah diperlakukan layaknya orang
simbuang yang memiliki fungsinya yang tengah sakit. Keluarga akan
masing-masing. Lakkian yaitu tempat membawakan makanan, minuman dan
110
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

rokok dua kali sehari. Jenazah Kepercayaan Aluk Todolo


dimandikan dan dipakaikan baju secara memiliki ajaran mengenai hubungan
teratur. Keluarga bahkan menyediakan hubungan manusia (hidup) dengan orang
sebuah mangkuk yang digunakan sebagai mati, yaitu apabila seseorang yang baru
"toilet" untuk almarhum di sudut ruangan. mati dan belum sempat dimakamkan,
Jenazah tidak pernah ditinggalkan maka orang yang mati tersebut hanya
sendirian dan lampu selalu dinyalakan dianggap sebagai orang yang sedang
saat hari berganti gelap. Keluarga terbaring, sedang dalam keadaan sakit,
khawatir jika mereka tidak mengurus yang sering disebut dengan istilah
jenazah dengan baik, maka mereka akan tomakula’. Tomakula’ ini diperlakukan
ditimpa kesulitan. sebagai orang yang masih hidup yang
dalam keadaan sehari-hari masih
Masyarakat Toraja yang sudah
disajikan makanan dan minuman. Hal itu
meninggal jarang dikuburkan dalam
berlangsung hingga saatnya diadakan
tanah. Sebaliknya, mereka dikebumikan
upacara Rambu Solo’ yang menandakan
di makam keluarga atau diletakkan di
bahwa orang tersebut telah dalam
dalam atau di luar gua-gua, karena
keadaan mati dan siap untuk
wilayah mereka dikelilingi pegunungan.
dimakamkan.
Gua-gua ini merupakan tempat yang
tampaknya menghubungkan akhirat Macam-Macam Upacara Adat
dengan dunia orang hidup. Panjangnya Kematian :
mencapai beberapa kilometer dan berisi
peti mati yang tak terhitung banyaknya, Rambu Solo’
bahkan tengkorak dan tulang. Teman- Rambu Solo adalah sebuah
teman beserta keluarga membawa upacara pemakaman secara adat yang
"kebutuhan" untuk kerabat mereka yang mewajibkan keluarga almarhum
sudah meninggal dunia, semisal uang dan membuat sebuah pesta sebagai tanda
rokok. Tradisi suku Toraja lainnya adalah penghormatan terakhir pada mendiang
Tau Tau, patung yang merupakan yang telah pergi dan dilakukan pada
representasi kedudukan sosial almarhum tengah hari. Tujuan diadakannya upacara
semasa hidupnya. Patung-patung kayu ini rambu solo adalah untuk menghormati
mengenakan pakaian, perhiasan dan dan menghantarkan arwah orang yang
bahkan rambut almarhum. Harga rata- meninggal dunia menuju alam roh,yaitu
rata dari pembuatan patung-patung ini kembali kepada keabadian bersama para
adalah sekitar Rp13 juta. leluhur mereka di sebuah tempat
peristirahatan.
Dinas Kebudayaan setempat
menggambarkan tradisi itu sebagai cara
mempertahankan interaksi sosial antara
mereka yang masih hidup dan orang- Ritual Ma’nene (Pembersihan
orang yang sudah meninggal. Mayoritas Jenazah)
suku Toraja menganut agama Kristen. Upacara Ma’nene merupakan
Sebagian kecil masyarakat Toraja sebuah upacara mengganti busana
menganut agama Islam. Selain itu, jenazah leluhur. Pada saat Ma’nene
Masyarakat Toraja juga memiliki berlangsung, peti-peti mati para leluhur,
kepercayaan animisme yang dikenal dikeluarkan dari makam-makam dan
sebagai Aluk To Dolo. liang batu, kemudian diletakkan di

111
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

tempat upacara. Pada saat yang sama, ke luar kota akan pulag ke kampungnya,
sanak keluarga dan para kerabat sudah sehingga semua keluarga dapat hadir
menunggu dan berkumpul. Kemudian untuk melakukan prosesi Ma'Nene ini
dengan hati-hati, wakil dari keluarga bersama-sama.
mengeluarkan jenazah dari peti dan
Ritual Ma'nene lebih dari sekedar
kemudian mereka memasangkan pakaian
membersihkan jasad dan memakaikannya
yang berupa kain baru ke tubuh mayat.
baju baru. Ritual ini mempunyai makna
Ma’nene dilaksanakan yaitu untuk yang lebih, yakni mencerminkan betapa
memperbaharui peti mayat yang telah pentingnya hubungan antar anggota
rusak, mengganti pakaian jenazah, serta keluarga bagi masyarakat Toraja, terlebih
juga biasanya memberikan sesajian baru bagi sanak saudara yang telah terlebih
kepada jenzah. Ma’nene dilakukan dahulu meninggal dunia. Masyarakat
selama kurang lebih satu minggu. Toraja menunjukkan hubungan antar
Upacara Ma’nene yang dilaksanakan keluarga yang tak terputus walaupun
masyarakat Toraja dianggap sebagai telah dipisahkan oleh kematian. Ritual ini
wujud kecintaan mereka pada para juga digunakan untuk memperkenalkan
leluhur tokoh dan kerabat yang sudah anggota-anggota keluarga yang muda
meninggal dunia. Mereka tetap berharap, dengan para leluhurnya.
arwah leluhur menjaga mereka dari
Bagi masyarakat Toraja Utara di
segala gangguan jahat, hama tanaman
pedesaan, Ma’nene memang merupakan
dan juga kesialan hidup.
tradisi untuk menunjukkan rasa kasih
Prosesi dari ritual Ma'Nene sayang kepada anggota keluarga yang
dimulai dengan para anggota keluarga telah berpulang. Informasi lebih lanjut
yang datang ke Patane untuk mengambil yang didapatkan bahwa terdapat unsur
jasad dari anggota keluarga mereka yang kasih saying yang ditunjukkan dengan
telah meninggal. Patane merupakan membersihkan atau mengganti baju dan
sebuah kuburan keluarga yang bentuknya kain jenazah. Merawatnya agar tetap
menyerupai rumah. Lalu, setelah jasad bersih meski jasadnya melapuk dimakan
dikeluarkan dari kuburan, kemudian usia. Ditambah lagi, keluarga juga
jasad itu dibersihkan. Pakaian yang memasukkan barang atau makanan
dikenakan jasad para leluhur itu diganti kesukaan mendiang semasa hidup,
dengan kain atau pakaian yang baru. kebanyakan sirih dan kopi, ke dalam
Biasanya ritual ini dilakukan serempak liang. Hal tersebut bukan untuk pemujaan.
satu keluarga atau bahkan satu desa, Tetapi semata-mata bentuk kasih sayang
sehingga acaranya pun berlangsung kepada keluarga yang telah tiada.
cukup panjang. Setelah pakaian baru
Meski dikatakan ritual, prosesi
terpasang, lalu jenazah tersebut
Ma’nene tak lantas berarti sarat unsur
dibungkus dan dimasukan kembali ke
mistis. Setidaknya untuk saat ini. Prosesi
Patane. Rangkaian prosesi Ma'Nene
yang mereka jalankan sekarang lebih
ditutup dengan berkumpulnya anggota
banyak dipengaruhi ajaran Kristen.,
keluarga di rumah adat Tongkonan untuk
karena 90 persen orang Toraja adalah
beribadah bersama. Ritual ini biasa
Kristen, maka tradisi Ma’nene itu sendiri
dilakukan setelah masa panen
kemudian dikristenkan.Ma'nene menjadi
berlangsung, kira-kira di bulan Agustus
momen bagi seluruh keluarga untuk
akhir. Pertimbangannya karena pada
berkumpul. Anggota keluarga yang
umumnya para keluarga yang merantau
112
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

merantau ke tempat-tempat yang jauh Adapun makna penyimpanan peti


pun akan sebisa mungkin berusaha jenazah di dalam Batu dimaknnai bahwa
pulang demi menghadiri upacara sakral batu dipercaya sebagai simbol ”kuat dan
itu sekaligus untuk melepas kerinduan abadi”. Mayat yang disimpan di
dan ingat kampung halaman. Ma'nene dalamnya akan lebih awet, tidak segera
sendiri punya dua makna. Yang percaya, membusuk seperti jika dikuburkan dalam
seperti keyakinan orang Toraja pada bumi.
umumnya, istilah Ma'nene dipahami dari
kata nene’ alias "nenek" atau leluhur atau
orang yang sudah tua. KESIMPULAN
Ada yang juga yang memaknainya
dengan arti yang sedikit berbeda. Nene’ Tradisi Ma’nene adalah tradisi yang
artinya orang yang sudah meninggal memiliki ritual dan rangkaian ritualisme
dunia. Baik mati tua maupun mati muda yang begitu panjang. Selain itu, tradisi ini
sama-sama disebut nene’. Kata nene’ memerlukan biaya yang sangat besar.
kemudian diberi awalan “ma” yang jika Meski demikian, masyarakat Toraja tetap
digabung dapat diartikan sebagai beranggapan bahwa tradisi ini harus terus
“merawat mayat”. Ma'nene adalah bagian dilakukan karena memiliki tujuan dan
dari upacara Rambu Solo' atau upacara makna yang positif.
kematian dalam tradisi suku Toraja yang Tradisi Ma’nene memiliki keunikan
memang berlangsung panjang. Pada hari tersendiri yaitu tradisi yang bukan
yang telah ditentukan, keluarga datang ke sekedar membersihkan jasad dan
lokasi persemayaman jenazah. Mayat memakaikannya baju baru. Ritual ini
telah diawetkan dan tersimpan rapi di mempunyai makna yang lebih, yakni
dalam peti kemudian dibersihkan lalu mencerminkan betapa pentingnya
diganti pakaiannya. Pakaian yang hubungan antar anggota keluarga bagi
dikenakan kepada mayat merupakan masyarakat Toraja, terlebih bagi sanak
pakaian kebanggaan atau kesukaan ketika saudara yang telah terlebih dahulu
masih hidup. Semisal dia dulu berprofesi meninggal dunia. Masyarakat Toraja
sebagai polisi, maka yang dipakaikan menunjukkan hubungan antar keluarga
bisa seragam polisi, lengkap dengan yang tak terputus walaupun telah
atributnya. Namun pada umumnya dipisahkan oleh kematian. Ritual ini juga
pakaian yang disiapkan adalah pakaian digunakan untuk memperkenalkan
yang sebagus mungkin. anggota-anggota keluarga yang muda
Tradisi Ma’nene dapat pula dengan para leluhurnya.
dimaknai sebagai ritual untuk Oleh karena itu Bagi Masyarakat
mempererat silaturrahim sehingga Desa Kete Kesu, Londa maupun Bori
keluarga yang berada diperantauan bisa Parinding, hendaknya pelaksanaan
datang menjenguk orang tua atau Nene Tradisi Ma’nene tetap dipertahankan
To'dolo (nenek moyang). Prosesi sebagai suatu warisan budaya yang juga
mengganti pakaian satu mayat tidaklah memiliki nilai-nilai karakter yang dapat
lama, hanya membutuhkan waktu sekitar dijadikan sumber berpijak dan bertindak
30 menit. Usai mengganti pakaian mayat yang positif generasi, diharapkan dapat
leluhur, masyarakat kampung berkumpul mengaplikasikan peninggalan hasi
mengikuti acara makan bersama. kebudayaan Toraja yaitu Tradisi

113
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Ma’nene sebagai referensi tambahan Sitonda, Mohammad Natsir. (2005),


dalam khasanah kebudayaan di Indonesia. Toraja Warisan Dunia, Makasar :
Selain itu juga sebagai sarana pendidikan Refleksi.
Karakter melalui filosofi-filosofi dari Sugiyono. (2011). Metode Kuantitatif,
tradisi Ma’nene. Kualitatif dan RnD. Bandung:
Alfabeta.
Suyitno. Imam. (2010) Mengenal Budaya
DAFTAR PUSTAKA Etnik Melalui Pemahaman Wacana
Budaya. Malang : A3 (Asah, Asih,
Buku: Asuh)
Trianto. (2007). Model Pembelajaran
Aditjondro. J. George. (2010). Terpadu dalam Teori dan Praktek.
Pragmatisme Menjadi To Sugi dan To Surabaya: Pustaka Ilmu.
Kapua di Toraja. Yogyakarta: Cv.
Gunung Sopai Press.
Frans Bararuallo, (2010), Kekayaan Artikel dalam jurnal atau majalah:
Toraja, Yogyakarta: Pohon Cahaya.
Misela Rayo. 2012. Persepsi
Hartono. (2001). Pengembangan Terhadap Upacara Rantau Solo
Pembelajaran Dengan Pendekatan Berdasarkan Stratifikasi Sosial :
Model-Model Pengajaran Sejarah. Studi kasus kelurahan Ariang
Semarang: PT. Prima Nugraha Kecamatan. Makale Kabupaten
Pratama. Tana Toraja. Makasar: Jurnal
Irawati. (2005). Agar Anak Asyik Belajar, Sosali dan Politik. Vol.4:49-61
Jakarta : Pustaka Inti. Rudy Gunawan, Eko Digdoyo, 2014.
Kambuno, D. (2005). Adat Istiadat, Seni Budaya Kearifan Lokal Dalam
Budaya, Kekayaan Alam Tana Tata Kelola dan Pengembangan
Toraja: Yayasan Lepongan Bulan. Lingkungan Kota: Jurnal Sejarah
Kushardjanto. (2015). Museum Nasional dan Budaya. Vol.8:2
Indonesia. Jakarta: Museum Nasional
Indonesia.
Merina. (2017). Laporan Praktek
Internet (karya individual):
Oprasional Perencanaan dan
Pemanduan Wisata Museum. Jakarta: Hendarto,Joko.2009. Rambu Solo’
Uhamka. Toraja dan sebuah Ironi.
Saleh, IM,. SN. Sirajuddin, I. Rasyid. (Online).(http://sosbud.kompasiana
(2012). Tingkat Pemotongan Ternak
.com/2009/12/06/rambu-solo-
Kerbau di Kabupaten Toraja Utara,
toraja-dan- sebuah-ironi/), diakses
Prosiding. Seminar Nasional
Pengembangan Agribisnis 10 Januari 2018
Peternakan. Unsoed Purwekerto. Rahmat Asep. 2009. Materialisme
Sardiman. (2008). Memahami Sejarah. Kebudayaan.(Online),(http://ruka
Yogyakarta: Bigraf Publishing dan wahistoria.blogspot.com/2009/07
Fakultas Ilmu Sosial UNY. /materialismekebudayaan.html),
diakses 10 Januari 20118.

114
ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala
E-ISSN: 2477-8214 Vol 4 No.2 Tahun 2018

Hasil Wawancara
Jannie, Staff Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Toraja Utara,
wawancara Tanggal 16 dan 17
Februari 2017
Dian, Warga Desa Londa, wawancara
Tanggal 16 Februari 2017
Ryan, Warga Desa Londa, wawancara
Tanggal 16 dan 17 Februari 2017
Maria, Warga Desa Kete Kesu,
wawancara Tanggal 17 Februari
2017

115

You might also like