Identifikasi Sistim Produksi Dan Keragaan Produktivitas Domba Ekor Gemuk Di Kabupaten Brebes Propinsi Jawa-Tengah

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Identifikasi Sistim Produksi dan Keragaan Produktivitas Domba Ekor

Gemuk di Kabupaten Brebes Propinsi Jawa-Tengah

(Identification of production system and productivity level of fat tailed sheep in brebes
regency of central java)

Akhmad Sodiq1
1
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman
Jln. Dr. Soeparno, Po. Box 110, Purwokerto, Jawa-Tengah
Phone/Fax: 0281-638792-626080

ABSTRACT Reproductive performance is one study. Descriptive and variance analysis using
of the main determinants of productivity of the procedure of General Linear Model (GLM) was
sheep. This applies to the breeding of animal for applied in this study. This study revealed that (1) In
meat production. High reproduction rates are general, production system in Brebes is based on
essential for profit in meat sheep production and integration scheme of crop livestock in the form of
determined by the number of progeny delivered in a traditional smallholders. In low land area, mostly
given period of time. The level of reproductive extensive and tethering model were implemented.
performance is dependent on the interaction of Intensive and semi intensive model was found in
genetic and environmental factors. The evaluation landless area. (2) Average litter size at birth was
of reproductive performance of a local and adapted 1.54 head and dominated by double litter, followed
breed of sheep such as Fat Tailed Sheep can by single and triplets (46.8, 47.88 and 4.29%). The
provide important information to understand its highest preweaning lamb mortality was 15% with
productive potential under local production system. the average 8.9%. Ewe productivity ranges from
The study was designed to identify characteristic of 1.76-5.24 with average of 2.14 lamb/ewe/year.
production system and to find out the level Least squares analysis of variance reveals that ewe
productivity of Fat Tailed Sheep in Brebes areas of reproduction rate was significantly affected by type
Central Java. Livestock On-Farm Trials (LOFT) of birth.
using multistage sampling was implemented in this

Key words: fat tailed sheep, ewe productivity, lamb, litter size, livestock production system
2010 Agripet : Vol (10) No. 1: 25-31

PENDAHULUAN1 unggul, penurunan produksi bibit ternak dan


daya saing usaha perbibitan lokal yang rendah
Peternakan domba dalam sub sistem
(Ditjennak, 2009). Sinergi dengan issue
pertanian di pedesaan memiliki peranan yang
tersebut serta upaya mempertahankan populasi
signifikan (Sodiq dan Tawfik, 2004; Sabrani
sekaligus meningkatkan pendapatan dari usaha
dan Knipscheer, 1995; Soedjana, 1993;
subsektor peternakan domba, maka perlu
Soedjana dan Knipscheer, 1983). Pada skala
dilakukan peningkatkan produktivitas domba
nasional, domba memiliki peranan yang cukup
melalui pendekatan-pendekatan yang
signifikan sebagai penyedia daging dalam
memungkinkan berkaitan dengan potensi
mendukung upaya pemerintah untuk
daerah beserta karakteristik sistim produksi
meningkatkan konsumsi protein hewani
yang diterapkan.
masyarakat. Permasalahan pengembangan
Di Jawa-Tengah dijumpai beberapa
peternakan domba adalah belum tersedianya
bangsa domba yaitu Domba Ekor Tipis,
bibit ternak berkualitas dalam jumlah yang
Domba Ekor Gemuk (DEG), dan Domba
cukup mudah diperoleh dan dijangkau serta
Batur. Wilayah kabupaten Brebes merupakan
terjamin kontinuitasnya, kekurangan bibit
sentra DEG, yang merupakan hasil
pengembangan unit perbibitan domba di
Corresponding author: [email protected] Pangarasan Kabupaten Brebes. DEG

Agripet Vol 10, No. 1, April 2010


25
merupakan komoditas ruminansia kecil (ekor), mortalitas cempe prasapih (%), selang
andalan penghasil daging dan banyak beranak (bulan), serta index reproduksi induk
ditemukan di wilayah Kabupaten Brebes. (ekor/induk/tahun). Analisis statistik yang
Sebagian besar supply bibit DEG masih digunakan adalah analisis diskriptip serta
dipasok dari peternakan rakyat diusahakan analisis variansi mengikuti prosedur General
dalam bentuk Village Breeding Centre (VBC). Linear Model (GLM).
Produktivitas induk merupakan suatu
kriteria produktivitas yang penting dan HASIL DAN PEMBAHASAN
merupakan indikator ekonomi yang sangat
Sistim Produksi Peternakan Domba Ekor
menentukan usaha peternakan domba (Sierra,
Gemuk
1990; Sodiq, 2000; Awemu et al., 2002).
Sistim produksi peternakan (Livestock
Indeks reproduksi induk mencerminkan
Production System) mengklasifikasikan dua
kemampuan seekor induk untuk menghasilkan
tipe utama sistim produksi ternak ruminansia
anak sapihan dalam kurun waktu tertentu, dan
kecil (kambing dan domba) yaitu sistim
produktivitas induk mencerminkan
tradisional dan modern. Sistim yang pertama
kemampuan seekor induk menghasilkan kg
meliputi: migratory dan smallholder,
cempe dalam dalam periode tertentu.
sedangkan tipe kedua meliputi: ranching dan
Penampilan produktivitas domba merupakan
finishing unit. Variasi tipe peternakan skala
hasil interaksi antara faktor genetik dengan
kecil (smallholder) meliputi: free grazing,
lingkungan (Aldomy et al., 2009; Riggio et al.,
shepherded grazing, tethering dan stall
2008; Maria dan Ascaso, 1999; Doloksaribu et
feeding. Sistim produksi ternak ruminansia
al., 2000; Mugerwa et al., 2000). Penelitian
secara tradisional dikembangkan sebagai
bertujuan untuk mengidentifikasi sistim
respon terhadap iklim dan beberapa aspek lain
produksi dan keragaan produktivitas DEG di
dari lingkungan (Gatenby, 1995). Hasil
pedesaan Kabupaten Brebes Propinsi Jawa-
penelitian memperlihatkan bahwa secara
Tengah.
umum sistim produksi peternakan domba di
wilayah Brebes berbasis pola integrasi crop-
METODOLOGI livestock berbentuk tradisional smallholders
Livestock On-Farm Trials (LOFT) ini dengan karakteristik sistim produksi disajikan
dilaksanakan melalui cara survey dengan pada Tabel 1.
menerapkan multistage sampling berlokasi di Peternakan domba memainkan peran
peternakan DEG di wilayah Kabupaten banyak fungsi dan sangat berarti bagi usaha
Brebes, Propinsi Jawa-Tengah. Identifikasi petani di wilayah kabupaten Brebes. Sistim
karakteristik sistim produksi dilakukan melalui pertanian integrasi tanaman dan ternak (crop–
penjaringan informasi mengenai: (i) type livestock systems) merupakan bagian integral
(classification) dan sub-type, (ii) ecogical dari usaha pertanian secara umum (Devendra,
zone, vegetation, (iii) availability of factors 2002), diharapkan untuk waktu kedepan
land, labour, capital, (iv) orientation of pemenuhan daging asal ternak ruminansia
production, (v) crop production, cultivation, (termasuk domba) berasal dari peningkatan
main crops, fertilizer/manure, serta produktivitas ternak pada sistim integrasi
karakteristik subsistem peternakan domba, (Thomas et al., 2002). Sistim pertanian seperti
meliputi: (i) animal species, products, and ini akan menjadi utama pada intensifikasi
genotype, (ii) function in system, subsistent, proses produksi pangan, dengan beberapa
cash-income, security, investment, spesialisasi pada kegiatan bercocok tanam
social/cultural (iii) management, feeding, maupun kegiatan peternakan. Ternak akan
housing, (iv) interaction with crop production, mengubah sumberdaya alam berkualitas rendah
competeting, complementary constraints, (v) menjadi produk yang sangat berkualitas berupa
nutrition. Identifikasi keragaan produktivitas daging dan menyediakan nutrien yang
ternak dilakukan melalui pengamatan lapang dibutuhkan oleh tanaman melalui produksi
kepada peternak dan ternak mencakup litter pupuk (Devendra and Thomas, 2002).
size saat lahir (ekor), litter size saat sapih

Identifikasi Sistim Produksi dan Keragaan Produktivitas Domba Ekor Gemuk di Kabupaten …..(Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc. Agr)
26
Tabel 1. Karakteristik sistem produksi peternakan Domba Ekor Gemuk pada lokasi studi
a. Karakteristik sistem
1. Tipe (klasifikasi) : Mixed farming (crop livestock), minimum land
Sub-tipe : Traditional, landless, smallhoders,
2. Ketersediaan lahan, tenaga kerja : Lahan (integrated), tenaga kerja (household), modal (low-
dan modal input, Low External Input Sustainable Agriculture).
3. Orientasi produksi : Subsistence dan marketing,
(usaha sampingan, cabang usaha, usaha pokok, industri)
4. Produksi tanaman, rabuk : Tanaman tahunan, musiman, pertanian irrigáis,
sayuran, buah-buahan, digunakan rabuk asal ternak (dung).
b. Subsistem produksi peternakan
1. Spesies Ternak : Domba Ekor Gemuk
Bangsa (Breed) : Domba Ekor Gemuk, Domba Ekor Tipis,
Domba silangan (komposit)
Adaptasi : Indigeneous
Produksi : Litter size (1-3 ekor), preweaning mortality (<15%), kidding
interval (10-14 bulan).
2. Fungsi pada sistem : Subsistence, cash-income, security, investment, social/culture
3. Model pengelolaan : Feeding (cut-and-carry, tethering, extensive, intensive,
integration into crop).
Perkandangan : Stilted, grounded, no-subdivision

4. Interaksi dengan tanaman produksi : Complementary (dung field),


5. Hambatan-hambatan (nutrition, : Nutrition (kualitas dan jaminan ketersediaan), bload and
disease, livestock quality) parasite, keracunan, beragam kualitas
c. Strategi pengembangan
1. Trends untuk produksi ternak : Pemilihan bibit (orientasi produksi daging, cempe).
(improvement of livestock) Persilangan dan dikuti dengan seleksi, dibutuhkan metode
recording yang cocok untuk tingkat peternak.
2. Trends untuk sistem integrasi : Crop-livestock system, LEISA, Forest margin
(improvement of feeding)
3. Marketing dan stratifikasi : Individual dan kelembagaan kelompok
4. Akses kepada perbankan : Bentuk kelembagaan kelompok, Cooperative

Di Indonesia, terdapat tiga kategori panggung (stilted housing). Sistim kandang


sistim produksi ternak ruminansia termasuk lemparakan masih banyak dijumpau pada
domba yaitu: (i) sistim ekstensip, (ii) sistim wilayah dataran tinggi (upland). Tujuan
kombinasi arrable cropping (pinggiran jalan, pemeliharaan domba juga untuk menghasilkan
sistim penggembalaan pada pangonan umum kotoran yang digunakan sebagai pupuk.
maupun lahan tanaman, tethering, cut-and- Penerapan sistim kandang lemprakan ditujukan
carry feeding), dan (iii) sistim integrasi untuk membantu proses pengomposan secara
tanaman dengan ternak. Hasil pengamatan di alami pada kandang, dan juga untuk membantu
wilayah studi ditemukan pada wilayah dataran menghangatkan tubuh domba melalui
rendah banyak dijumpai pola pemeliharaan pemanasan hasil proses pengomposan pada
ekstensip dan model tethering pada pinggiran kandang. Rahmann (2006) melaporkan bahwa
jalan dan persawahan, serta areal lapangan dan ternak lokal dan sudah beradaptasi sangat
pinggiran pantai. Bangsa domba yang sesuai untuk mewujudkan sistim pertanian
dipelihara adalah domba lokal, DEG, Domba organik.
Ekor Tipis, dan domba silangan. Pada wilayah Di wilayah peternakan DEG didukung
dengan lahan sangat terbatas (landless system) oleh potensi sumberdaya alam utamanya
menerapkan pola intensip maupun semi- ketersediaan sumber bahan pakan (hijauan,
intensip dengan bentuk kandang lemprakan limbah pertanian tanaman pangan, limbah
(grounded housing) maupun kandang perkebunan dan kehutanan serta limbah

Agripet Vol 10, No. 1, April 2010


27
agroindustri) seperti daun bawang, jagung, ekor. Tujuan pemeliharaan pada umumnya
jerami, onggok. Peternak DEG telah meng- sebagai usaha sambilan, dan beberapa peternak
gunakan hijauan unggul (rumput raja) serta sudah mengarah sebagai cabang usaha maupun
pakan penguat (pakan jadi). Potensi pengem- usaha pokok terutama pada skala usaha di atas
bangan teknologi pakan berbasis sumberdaya 35 ekor. Keragaan produktivitas DEG yang
lokal juga telah diidentifikasi seperti aplikasi meliputi jumlah anak sekelahiran (litter size),
teknologi fermentasi jerami serta pembuatan mortalitas cempe prasapih, indeks reproduksi
pakan lengkap (biocomplete feed). Hasil disajikan pada Tabel 2.
limbah peternakan DEG juga memiliki potensi
untuk menghasilkan kotoran sebagai pem- Tabel 2. Keragaan produktivitas Domba Ekor
buatan pupuk yang dapat digunakan untuk Gemuk di wilayah penelitian
menjamin kesuburan tanah dan mendukung Karakteristik Produksi Tingkat Produksi
sistim pertanian organik yang ramah ling- Litter Size pada Saat Beranak:
kungan dengan menerapkan sistim pertanian  Rataan litter size (ekor) 1,54
 Litter size tunggal (%) 46,82
Low-External Input Sustainable Agriculture.  Litter size kembar dua (%) 47,88
Optimalisasisi sumberdaya alam  Litter size kembar tiga (%) 4,29
berupa lahan sebagai basis ekologis budidaya Mortalitas Cempe Prasapih:
 Kisaran (%) 0-15
ternak domba membutuhkan teknologi terapan.  Rataan mortalitas prasapih (%) 8,9
Optimalisasi produksi untuk meningktkan daya Indeks Reproduksi Induk*:
 Rataan (ekor/induk/tahun) 2,14
saing sangat disarankan untuk memanfaatkan  Minimal (ekor/induk/tahun) 1,76
sumberdaya lokal berdasarkan kondisi  Maksimal (ekor/induk/tahun) 5,24
agroekosistem setempat. Sumberdaya lokal * dipengaruhi oleh faktor tipe kelahiran (type of birth)
potensial yang dapat digunakan sebagai bahan Litter size hasil penelitian ini mendekati
pakan ternak ruminansia adalah pemanfaatan hasil penelitian Sutama (1991) tetapi lebih rendah
hasil samping budidaya tanaman pangan dan dari laporan Astuti (1993). Tipe kelahiran
perkebunan. Bahan-bahan tersebut masih tunggal lebih sering terjadi dengan rataan litter
mudah didapat dalam jumlah banyak pada size 1,61 ekor dan laju beranak sebesar 78 persen.
suatu lokasi. Kelemahannya adalah bahan Sutama (1991) melaporkan performans
tersebut belum lazim digunakan sebagai bahan reproduksi domba Javanese-Fat-Tailed pada
pakan ternak (ruminansia) dan biasanya kurang paritas satu, dua dan tiga masing-masing 0,9; 1,7
palatable selain kualitasnya rendah (protein dan 1,05. Pada tiga musim kawin fertility rate
dan energi). Melalui proses bioteknologi berkisar antara 86-94 persen. Rataan litter size
praktis dan sederhana akan dapat diciptakan 1,57 ekor dan liter size dipengaruhi oleh ringkat
pola pengembangan usaha peternakan domba paritas induk domba, pada paritas satu, dua dan
berbasis sumberdaya lokal yang bernilai tiga masing-masing 1,38; 1,57 dan 1,75 ekor.
Indeks reproduksi induk atau laju
ekonomis tinggi. Dengan inovasi teknologi
reproduksi induk merupakan gambaran
yang tepat, ’limbah’ tanaman dapat diubah
kemampuan induk dalam merawat cempe sampai
menjadi bahan pakan sumber serat bagi ternak disapih. Laju reproduksi induk domba di wilayah
domba. Melalui pendekatan LEISA (low penelitian berkisar 1,76-5,24 dengan rataan 2,14
external input sustainable agriculture) dapat ekor cempe/induk/tahun. Laju reproduksi induk
dilakukan optimasi produksi tanaman dan dipengaruhi oleh tipe kelahiran. Laju reproduksi
ternak. Model integrasi tanaman dan ternak induk pada tipe kelahiran kembar (double,
sangat disarankan oleh untuk menjamin triplets) lebih tinggi dibanding pada tipe
keberlanjutan pertanian dan peternakan kelahiran tunggal. Gatenby dan Karokaro (1995)
(Priyanti dan Djajanegara, 2004; Devendra, melaporkan laju reproduksi domba di OPMM
2002; 2004; 2007). Outreach Project rataan 1,67 ekor
cempe/induk/tahun. Produk-tivitas induk
Produktivitas Domba Ekor Gemuk dipengaruhi oleh faktor bangsa, tipe kelahiran
Hasil analisis deskriptip memper- dan paritas. Hal serupa juga dilaporkan oleh
lihatkan bahwa kepemilikan domba setiap Inounu et al. (1999) yang mengamati pada
peternak berkisar 2-35 ekor dengan rataan 3,8 domba prolifik.

Identifikasi Sistim Produksi dan Keragaan Produktivitas Domba Ekor Gemuk di Kabupaten …..(Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc. Agr)
28
Peningkatan laju reproduksi induk dapat anak yang dilahirkan dapat hidup dan sehat.
dilakukan dengan meningkatkan jumlah anak Lebih lanjut dinyatakan Singh et al. (2000)
sekelahiran, menurunkan laju mortalitas bahwa umur 0-3 bulan merupakan fase kristis
prasapih dan memperpendek selang beranak. untuk pertumbuhan dan keberlangsungan hidup
Untuk meningkatkan jumlah anak sekelahiran cempe. Sutama (1991) melaporkan bahwa
dapat dilakukan dengan jalan memelihara kematian anak yang dihasilkan kebanyakan
induk domba prolifik. Pemeliharaan induk terjadi sepanjang tiga hari setelah kelahiran
domba dengan jumlah anak kembar, harus hingga mencapai 65%. Peneliti lain Inounu et
diiringi dengan manajemen pemeliharaan yang al. (1986) membuktikan adanya berkaitan
lebih intensif untuk menekan laju mortalitas antara kematian cempe dengan jumlah anak
cempe. Selang beranak dapat diperpendek per induk. Di samping usaha perbaikan faktor
dengan pengaturan perkawinan seperti segera lingkungan, peningkatan produktivitas juga
mengawinkan induk setelah masa involutio dapat dilakukan dengan pengelolaan
uteri selesai, yaitu 2−3 bulan setelah domba pemuliabiakan melalui seleksi seperti
beranak. direkomendasikan oleh Vanimisetti et al.
Tingkat reproduksi induk DEG (2007), Bulent et al. (2005) dan Casasw et al.
dipengaruhi oleh jumlah anak sekelahiran (2005).
(litter size at birth) dan jumlah cempe yang
hidup hingga disapih (litter size at weaning). KESIMPULAN DAN SARAN
Semakin tinggi litter size maka laju reproduksi
induk semakin besar. Upaya untuk Secara umum sistim produksi
meningkatkan laju reproduksi induk DEG peternakan DEG berbasis pola integrasi crop-
dapat dilakukan melalui upaya memperpendek livestock berbentuk tradisional smallholders.
selang beranak (lambing interval), DEG memainkan peran banyak fungsi dan
meningkatkan litter size, serta menekan angka sangat berarti bagi usaha petani, serta
kematian cempe prasapih. Selang beranak yang merupakan bagian integral dari usaha pertanian
ideal adalah 7-8 bulan, semakin panjang selang secara umum. Di wilayah dataran rendah
beranak maka maka laju reproduksi induk akan banyak dijumpai pola pemeliharaan ekstensip
menurun, sehingga merugikan peternak. Untuk dan model tethering. Pada lahan sangat
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan terbatas (landless) menerapkan pola intensip
menerapkan rasio jantan dan betina yang maupun semi-intensip dengan bentuk kandang
seimbang. Bagi peternak yang tidak memiliki lemprakan maupun kandang panggung.
pejantan, maka peternak harus memahami Kinerja produktivitas DEG, litter size rata-rata
tanda-tanda birahi. Betina yang sedang birahi 1,54 ekor dengan frekuensi lahir tunggal,
harus segera dikawinkan dengan jalan kembar dua dan tiga masing-masing 46,8;
meminjam pejantan. 47,88 dan 4,29 persen. Tingkat kematian
Penempatan domba sesuai dengan mencapai 15 persen dengan rataan 8,9 persen.
status fisiologisnya sangat direkomendasikan. Kemampuan induk domba menghasilkan
Kondisi ini akan menekan tingkat kematian cempe berkisar dari 1,76 sampai 5,24 dengan
cempe prasapih, seperti yang ditemukan Sodiq rataan 2,14 cempe/induk/tahun.
(2000) dan Anggraeni et al. (1995). Dibutuhkan inovasi teknologi terapan
Penempatan ternak dalam satu petak kandang yang dapat digunakan oleh pernak untuk
sering berakibat kurang cukupnya ikatan mengelola sumberdaya pakan lokal sehingga
induk-anak dan tidak cukup susu sehingga mampu meningkatkan skala usaha dan
berakibat tingginya angka kematian Chaniago efisiensi usaha serta daya saing
(1995). Dilaporkan Martawidjaja (1991) bahwa (competetitiveness). Pelatihan teknologi
kematian anak domba-kambing karena terapan seperti pembuatan pakan lengkap
keguguran sewaktu beranak sering ditimbulkan (complete feed) berbasis sumberdaya lokal
karena kesalahan pengelolaan termasuk sistem sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
pengandangan. Oleh karena itu ternak yang
sedang bunting dikandangkan terpisah dari
kelompok status fisiologis lainnya, sehingga

Agripet Vol 10, No. 1, April 2010


29
UCAPAN TERIMAKASIH Manajemen Dewasa ini. Sebelas Maret
University Press. Surakarta Indonesia.
Penelitian ini merupakan bagian dari
Devendra, C., 2007. Perspectives on animal
hasil penelitian yang dibiayai oleh Dikti
production systems in Asia. Livestock
melalui Program Sinergi Penelitian dan
Science, 106 (2007):1–18.
Pengembangan Bidang Pertanian (SINTA).
Devendra, C., 2004. Organic farming—closing
Terimakasih kepada para peternak dan
remarks. Livestock Production
pengurus kelompok tani ternak DEG, serta
Science. 90, 67–68.
petugas Dinas Peternakan Kabupaten Brebes
Devendra, C., 2002. Crop–animal systems in
atas bantuan dan kerjasamanya pada kegiatan
Asia: future perspectives. Agric. Syst.
penelitian ini.
71, 179– 186.
Devendra, C. and Thomas, D., 2002. Crop–
DAFTAR PUSTAKA
animal interactions in mixed farming
Aldomy, F., Hussein, N.O., Sawalha, L., systems in Asia. Agricultural Systems.
Khatatbeh, K. and Aldomya, A., 2009. A 71(1-2):27-40.
National Survey of Perinatal Mortality I Ditjennak, 2009. Rencana Strategis Direktorat
Sheep and Goats in Jordan. Pakistan Vet. Jenderal Peternakan 2010-2014.
J. 29(3): 102-106. Direktorat Jenderal Peternakan,
Anggraeni, D., Sianturi, R.S.G., Departemen Pertanian, Jakarta.
Handiwirawan, E. dan Setiadi, B., 1995. Doloksaribu M, Gatenby, R.M., Subandriyo
Dampak Perbaikan Tatalaksana and Bradford, G.E., 2000. Comparison of
Pemeliharaan terhadap Produktivitas Sumatra sheep and hair sheep crossbreds.
Induk Kambing dan Domba di Pedesaan. III. Reproductive performance of F2
Dalam Prosiding: Seminar Nasional ewes and weights of lambs. Small
Sains dan Teknologi Peternakan. Ciawi- Ruminant Research 38: 115-121.
Bogor, 25-26 Januari 1995. Gatenby, R.M., 1995. The Tropical
Astuti, M., 1983. Parameter Produksi Agriculturalist Series : Goat and Sheep.
Kambing dan Domba di Daerah Dataran ICTA, Macmillan Education Ltd.,
Tinggi Kec. Tretep Kab. Temanggung. London.
Dalam Prosiding: Pertemuan Ilmiah Gatenby, R.M. and Koarokaro, S., 1995.
Penelitian Ruminansia Kecil. Bogor, Productivity of Sheep in the OPMM
Indonesia. 22-23 Nopember 1983. Outreach Project and Factors Affecting
Awemu, E.M., Nwakalo, L.N. and Abubakar, It. Working Paper 165. Sub Balai
B.Y., 2002. The biological productivity Penelitian Ternak Sungai Putih Balitnak,
of the Yankasa sheep and the Red Sakoto Puslitbangnak. SR-CRSP, Nort Sumatra.
goat in Nigeria. Dept. of Animal Inounu, I., Subandriyo, Thomas, N., Sitorus P.
Science, University of Nigeria, Nsukka, dan Bell, M., 1986. Karakteristik
Nigeria. Beranak Domba Ekor Tipis pada Kondisi
Bulent E, Mustafa, O. and Alper, Y., 2005. Stasiun Percobaan dan di Pedesaan. J.
Estimates of Phenotypic and Genetic Ilmu Ternak dan Veteriner. 2(2):79-82.
Parameters for Ewe Productivity Traits Inounu, I., Tiesnamurti, B., Subandriyo,
of Turkish Merino (Karacabey Merino) Martono, H., 1999. Produksi Anak pada
Sheep. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 29: 557- Domba Prolifik. J. Ilmu Ternak dan
564 Veteriner. 4(3):148-160.
Casas E., Freking B.A. and. Leymaster, K.A., Maria, G.A and Ascaso, M.S., 1999. Litter
2005. Evaluation of Dorset, Finnsheep, size, lambing interval and lamb mortality
Romanov, Texel, and Montadale breeds of Salz, Rasa Aragonesa, Romanov and
of sheep: V. Reproduction of F 1 ewes in F1 ewes on accelerated lambing
spring mating seasons. J. Anim. Sci. management. Small Ruminant Research
83:2743-2751. 32:167-172
Chaniago, T.D., 1993. Produksi Kambing dan
Domba di Indonesia : Sistem

Identifikasi Sistim Produksi dan Keragaan Produktivitas Domba Ekor Gemuk di Kabupaten …..(Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc. Agr)
30
Martawidjaja, M., 1991. Tatalaksana Sodiq, A. and Tawfik, E.S., 2004. Productivity
Pengandangan Ternak Domba-Kambing and breeding strategies of sheep in
Bunting pada Usaha Peternakan Rakyat Indonesia. J. of Agric. and Rural Dev. in
di Pedesaan Bogor. Dalam Prosiding: the Tropics and Subtropics, 105(1):71-82
Seminar Pengembangan Peternakan Soedjana, T.D., 1993. Produksi Kambing dan
dalam Menunjang Pembangunan Domba di Indonesia: Ekonomi
Ekonomi Nasional. Purwokerto, 4 Mei Pemeliharaan Ternak Ruminansia Kecil.
1991. Sebelas Maret University Press.
Mugerwa, A., Lahlou-Kassi, A., Anindo, D., Surakarta Indonesia.
Rege, J.E.O., Tembely, S., Tibboa, M. Soedjana, T.D. dan Knipscheer, H.C., 1983.
and Baker, R.L., 2000. Between and beberapa Aspek Produktivitas Ekonomik
within breed variation in lamb survival Usaha Ternak Domba di Desa Sukawargi
and the risk factors associated with major Kecamatan Cisurupan, kabupaten Garut.
causes of mortality in indigenous Horro Ilmu dan Peternakan, 1(3):107-111.
and Menz sheep in Ethiopia. Small Sutama, I.K., 1991. Production Aspects of
Ruminant Research 37:1-12. Javanese Fat-Tail Sheep in Indonesia:
Priyanti, A. and Djajanegara, A., 2004. Production and Reproductive
Development of Cattle Beef Production Performance of Javanese Fat-Tail Sheep.
Towards Integrated Farming Systems. In: Proceeding of a Workshop in
Dalam Makalah: Lokakarya Nasional Surabaya
Sapi Potong 2004. Ciawi, Bogor. Thomas, D., Zerbini, E., Rao, P.P. and
Rahmann, G., 2006. Do endangered sheep Vaidyanathan, A., 2002. Increasing
breeds have an advantage in organic animal productivity on small mixed
farming? COR 2006, Aspects of Applied farms in South Asia: a systems
Biology 79:247-252 perspective. Agricultural Systems, 71(1-
Riggio V., Finocchiaro, R. and Bishop, S.C., 2): 41-57.
2008. Genetic parameters for early lamb Vanimisetti, H.B., Notter, D.R. and Kuehn,
survival and growth in Scottish L.A., 2007. Genetic (co)variance
Blackface sheep. J. Anim. Sci. 86:1758- components for ewe productivity traits in
1764. Katahdin sheep. J. Anim. Sci. 85:60-68.
Sabrani, M. dan Knipscheer, H.C., 1995.
Small Ruminant for Small Farmers.
Ministry of Agriculture, Agency for
Agricultural Research and Development.
Jakarta, Indonesia.
Sierra, I., 1990. High prolificacy in sheep:
Advantages and disadvantages (in
French). 41st Annual Meeting EAAP,
July, Toulouse, France.
Singh, D., Singh, K. and Misra, R.P., 2000.
Floor Space Requirement of 0-3 Month
Old Kids. In: Proceedings, the 7th
International Conference on Goat. 15-21
May, France-Paris.
Sodiq, A., 2000. Ewe and Doe Productivity
under Village and Improved
Management System. In: International
Symposium Cum Workshop Sustainable
Development in the Context
Globalization and Locality. Sept. 18-22,
200, Bogor, Indonesia.

Agripet Vol 10, No. 1, April 2010


31

You might also like