Pendederan Larva Ikan Gabus (Channa Striata) Di Kolam Terpal Dengan Padat Tebar Berbeda

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

JURNAL PERIKANANAN DAN KELAUTAN

ISSN 0853-7607
Pendederan Larva Ikan Gabus (Channa striata) di Kolam Terpal
dengan Padat Tebar Berbeda
Rearing of Snakehead Larvae (Channa striata) in Plastic Lined Pond
With Different Stocking Density
Oleh
Syarif Hidayatullah, Muslim, dan Ferdinand Hukama Taqwa
Program Studi Akuakultur, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
[email protected]
Diterima (12 Maret 2015) dan disetujui (22 April 2015)

ABSTRACT
Snakehead fish (Channa striata) is one of economically valued freshwater fish species,
which is potential to be cultivated intensively. However, it has still mirred in the production
because of low survival fry rate. The current research aimed to obtain the best stocking density
on the survival and growth snakehead larvae rearing in plastic lined pond. Research was
conducted in Batanghari Sembilan Fish Breeding Units from 3rd June until 3rd July 2014. This
research used a completely randomized design with four treatments and three replications. The
treatments were P1 (2 larvae per-litre), P2 (4 larvae per-litre), P3 (6 larvae per-litre), and P4 (8
larvae per-litre). The result showed that the difference of stocking density was significant on
survival rate, length and weight growth. Stocking density P1 with 2 larvae per-litre was
resulted the highest-value consist of survival rate (63.83 %), absolute length growth (3.61 cm),
and-absolute weight growth (3.88 g). Water quality parameters during research in optimal
range were temperature 27-32oC, pH 5.2-7.8, dissolved oxygen 2.08-7.06 mg.L-1, and
ammonia concentration 0.006 - 0.072 mg.L-1.
Keywords: snakehead fish larvae, stocking density, plastic lined pond

ABSTRAK
Ikan gabus (Channa striata) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi. Namun, budidaya ikan tersebut masih terkendala dalam
produksi karena fase larva merupakan fase kritis dimana tingkat mortalitasnya sangat tinggi.
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui padat tebar yang terbaik terhadap kelangsungan hidup
dan pertumbuhan larva ikan gabus pada pendederan di kolam terpal. Penelitian ini telah
dilaksanakan di Unit Pembenihan Rakyat Batanghari Sembilan pada tanggal 3 Juni sampai
dengan 3 Juli 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan
3 ulangan. Perlakuan terdiri dari P1 (padat tebar 2 ekor/liter), P2 (padat tebar 4 ekor/liter), P3
(padat tebar 6 ekor/liter), dan P4 (padat tebar 8 ekor/liter. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perlakuan padat tebar yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan panjang mutlak serta bobot mutlak. Perlakuan terbaik terdapat pada P1 dengan
padat tebar 2 ekor per liter yang menghasilkan nilai tertinggi pada kelangsungan hidup (63,83
%), pertumbuhan panjang mutlak (3,61 cm), dan pertumbuhan bobot mutlak (3,88 g).
Parameter fisika kimia air masih dalam kisaran optimal yaitu suhu 27-32oC, pH 5,2-7,8,
oksigen terlarut 2,08-7,06 mg.L-1. dan amonia 0,006-0,072 mg.L-1.
Kata kunci: larva ikan gabus, padat tebar, kolam terpal

JPK20.1.JUNI 2015/08/61-70
JPK Vol 20 No. 1 Juni 2015 Pendederan Larva Ikan Gabus

I. PENDAHULUAN
Ikan gabus (Channa striata) merupakan salah satu ikan yang mempunyai
distribusi yang luas dari China, India, Srilanka kemudian India Timur, Philiphina,
Nepal, Burma, Pakistan, Singapura, Malaysia dan Indonesia (Allington 2002 dalam
Fitriliyani, 2005). Di perairan Indonesia ikan ini tersebar di beberapa Daerah Aliran
Sungai (DAS), seperti daerah aliran sungai di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan ini
sangat digemari karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas. Di Sumatera
Selatan nilai ekonomisnya terus meningkat karena ikan gabus selain dapat
dimanfaatkan dalam bentuk segar juga telah digunakan sebagai bahan pembuatan
kerupuk, pempek dan olahan lainnya (Muthmainnah et al., 2012). Menurut Muslim
(2007), ikan gabus mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan ikan gabus dari berbagai ukuran tersebut menyebabkan kebutuhan ikan
gabus semakin meningkat. Produksi ikan gabus di Sumatera Selatan masih
mengandalkan tangkapan dari alam. Untuk memenuhi permintaan ikan gabus yang
semakin meningkat, maka intensitas penangkapan ikan gabus di alam juga semakin
meningkat. Semakin intensifnya penangkapan ikan gabus memberikan dampak
terhadap menurunnya populasi ikan gabus di alam (Muslim, 2007).
Dalam rangka pengembangan budidaya ikan gabus telah banyak dilakukan
penelitian mengenai ikan tersebut, mulai dari pembenihan sampai dengan pembesaran.
Hasil penelitian Muslim dan Syaifudin (2012), tentang domestikasi ikan gabus telah
menunjukkan hasil yang menggembirakan dimana kelangsungan hidup yang diperoleh
mencapai 90 %. Selain itu menurut Kordi (2011), Balai Budidaya Air Tawar (BBAT)
Mandiangin Kalimantan Selatan telah berhasil dalam hal pembenihan ikan gabus.
Namun demikian meskipun pengembangan ikan gabus sudah berhasil dilakukan tetapi
permasalahan yang dihadapi adalah masih rendahnya kelangsungan hidup pada fase
larva (Ramli dan Rifa’i, 2010). Miller (1988) dalam Rahardjo et al., (2010),
menyatakan bahwa pada saat fase larva ikan masih belum mampu beradaptasi dengan
lingkungan, selain itu faktor lain yang menjadi tingginya mortalitas pada fase larva
karena larva ikan kesulitan dalam mendapatkan makanan yang cocok dengan ukuran
bukaan mulut larva. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya agar dapat meningkatkan
kelangsungan hidup larva ikan gabus.
Salah satu cara adalah melalui optimasi padat penebaran pada sistem yang
terkontrol. Berdasarkan Mollah et al., (2009), padat tebar larva ikan gabus sebanyak 2
ekor per liter yang berukuran 1±0,5 cm yang dipelihara selama 21 hari di akuarium
menunjukkan hasil terbaik dimana menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 80 %.
Belum adanya informasi mengenai kajian padat tebar dalam pendederan larva ikan
gabus yang optimal di kolam terpal membuat penelitian ini penting untuk dilakukan.

II. METODE PENELITIAN


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan gabus yang
berukuran 1,5±0,5 cm, Tubifex sp. pelet komersil dengan protein 39-41 %, pupuk
kandang sebanyak 500 g, dan eceng gondok. Sedangkan alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah kolam terpal dengan ukutan 1 x 1 x 0,5 m, jaring dengan mesh
size 0,5 m, timbangan, milimeter block, serok larva, pH-meter, DO-meter serta kamera
digital. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Batanghari
Sembilan, Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan lIir, pada tanggal 3 Juni
sampai dengan tanggal 3 Juli 2014.
Hal 62
Hidayatullah et al

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3


ulangan. Penentuan padat tebar ikan berdasarkan pengembangan hasil penelitian
Mollah et al., (2009). Perlakuan yang dicobakan adalah perbedaan padat tebar
pendederan larva ikan gabus yaitu sebagai berikut:
P1 = Padat tebar 2 ekor per liter
P2 = Padat tebar 4 ekor per liter
P3 = Padat tebar 6 ekor per liter
P4 = Padat tebar 8 ekor per liter
Persiapan Kolam
Wadah yang digunakan untuk pemeliharan larva ikan gabus berupa kolam terpal
yang berukuran 1 x 1 x 0,5 m dengan volume air ± 20 cm (pengembangan hasil
penelitian Extrada et al., 2013). Pada masing-masing kolam diletakkan tumbuhan air
berupa eceng gondok yang berfungsi sebagai perlindungan ikan dari panas terik
matahari dan pada bagian atas kolam ditutupi dengan jaring guna menghindari
masuknya predator yang dapat memangsa ikan. Selanjutnya setiap kolam diberi kode
perlakuan.
Pengelolaan Air Kolam
Pengisian air kolam dilakukan dari air yang bersumber dari sumur. Selanjutnya
dilakukan pemupukan yang berasal dari kotoran ayam dengan dosis 500 g/m 2 dan
dikondisikan selama 7 hari. Pemupukan ini berfungsi sebagai menumbuhkan pakan
alami. Selanjutnya apabila terjadi kekurangan air akibat penguapan, dapat ditambahkan
air baru sampai batas yang telah ditentukan.
Adaptasi Larva Sebelum Pemeliharaan
Larva ikan gabus yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari nelayan
pengumpul benih ikan gabus di daerah Tanjung Pering, Indralaya. Larva yang
digunakan dalam penelitian ini berukuran 1,5±0,5 cm. Selanjutnya larva ikan gabus
diadaptasikan terlebih dahulu selama dua hari. Selama proses adaptasi larva ikan gabus
diberikan pakan alami Tubifex sp. secara adlibitum. Sebelum dilakukan pemeliharaan,
diambil sampel larva sebanyak 20 % kemudian ditimbang bobot dan diukur panjang
tubuhnya sebagai data awal.
Pemeliharaan dan Pemberian Pakan
Pemeliharaan dilakukan di kolam terpal selama 30 hari. Selama pemeliharaan
diberikan pakan yang berdasarkan hasil penelitian Amornsakun et al., (2011) dan
Mollah et al., (2009). Pada pemeliharaan hari ke-1 hingga hari ke-11 berupa Tubifex
sp. yang diberikan secara adlibitum, pada hari ke-12 hingga hari ke-15 pemeliharaan
diberikan pakan berupa kombinasi antara Tubifex sp. dan pelet komersil. Sedangkan
pada hari ke-16 hingga hari ke-30 pemeliharaan diberikan pakan berupa pelet komersil
secara at satiation. Frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari dengan
waktu pemberian pada pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 17.00 WIB. Pada akhir
pemeliharaan dilakukan penghitungan jumlah ikan serta penimbangan bobot dan
panjang ikan.
Parameter dalam Penelitian
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Hal 63
JPK Vol 20 No. 1 Juni 2015 Pendederan Larva Ikan Gabus

Kelangsungan Hidup
Metode yang digunakan untuk mengukur kelangsungan hidup ikan yang
dipelihara adalah dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir
pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal penebaran. Perhitungan nilai
kelangsungan hidup larva ikan gabus dengan menggunakan rumus Effendie (1979),
sebagai berikut :
Nt
Kelangsungan Hidup (KH) = x 100 %
No
Keterangan :
KH = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal penebaran (ekor)
Pertumbuhan
Untuk mengetahui pertumbuhan bobot dan panjang larva ikan gabus dilakukan
dengan cara menimbang bobot ikan gabus dengan timbangan dan pengukuran panjang
dengan kertas milimeter blok. Perhitungan bobot dilakukan pada awal dan akhir masa
pemeliharaan. Jenis data yang diambil meliputi :
Pertumbuhan panjang mutlak
Rumus pertumbuhan panjang mutlak yang digunakan berdasarkan Effendie
(1979), adalah sebagai berikut :
L = Lt – Lo
Keterangan :
L = Pertambahan panjang mutlak (cm)
Lt = Panjang larva ikan gabus pada akhir pemeliharaan (cm)
Lo = Panjang larva ikan gabus pada awal pemeliharaan (cm)
Pertumbuhan bobot mutlak
Rumus pertumbuhan bobot mutlak yang digunakan berdasarkan Effendie (1979),
adalah sebagai berikut :
W = Wt – Wo
Keterangan :
W = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot larva ikan gabus pada akhir pemeliharaan (g)
Wo = Bobot larva ikan gabus pada awal pemeliharaan (g)
Fisika dan Kimia Air
Parameter fisika dan kimia air yang diukur antara lain yaitu suhu, pH, oksigen
terlarut dan amonia. Pengukuran fisika dan kimia air yang meliputi suhu dan pH
dilakukan setiap hari, sedangkan oksigen terlarut dan amonia diukur pada awal, tengah
dan akhir masa pemeliharaan.
Analisis Data
Data kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak dan pertumbuhan bobot
mutlak diuji dengan analisis sidik ragam (Uji F) pada selang kepercayaan 95%. Bila
terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT)
Hal 64
Hidayatullah et al

(Hanafiah, 2004). Data fisika kimia air yang diperoleh dari setiap perlakuan berupa
data suhu, pH, oksigen terlarut dan amonia dianalisis secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelangsungan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian, kelangsungan hidup larva ikan gabus yang diberi
perlakuan padat tebar berbeda menunjukkan adanya perubahan terhadap persentase
kelangsungan hidup pada akhir pemeliharaan.(Gambar 1)
70 63,83d
Kelangsungan hidup

60
50
40 30,58c
(%)

30 21,02b
20 14,58a
10
0
P1 P2 P3 P4
Perlakuan
Angka-angka yang diikuti huruf superskrip yang berbeda menunjukkan respon berbeda nyata pada
taraf 5%

Gambar 1. Kelangsungan hidup larva ikan gabus selama penelitian


Keberhasilan suatu produksi dapat dilihat dari nilai kelangsungan hidupnya.
Kelangsungan hidup suatu populasi ikan merupakan nilai presentase jumlah ikan
yang hidup dari jumlah yang ditebar dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan
tertentu (Effendi, 1997).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil kelangsungan
hidup tertinggi pada perlakuan dengan padat tebar 2 ekor per liter dengan persentase
kelangsungan hidup sebesar 63,83 %, sementara perlakuan terendah 8 ekor per liter
dengan persentase kelangsungan hidup sebesar 14,58 %. Analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar berpengaruh nyata terhadap
kelangsungan hidup larva ikan gabus. Selanjutnya dilakukan uji lanjut menggunakan
BNT pada taraf 0,05% menunjukkan bahwa pada perlakuan padat tebar 2 ekor per
liter berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan
dengan padat tebar 2 ekor per liter memiliki ruang gerak yang cukup luas sehingga
mampu bergerak secara bebas dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain itu
juga pada perlakuan padat tebar yang rendah ikan akan mampu memanfaatkan pakan
secara optimal. Terdapat kecenderungan nilai rata-rata kelangsungan hidup bahwa
semakin tinggi padat tebar maka tingkat kelangsungan hidup semakin menurun.
Selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lenawan (2009), yang
menyatakan bahwa pada kepadatan yang rendah larva ikan gurami mampu
memanfaatkan ruang gerak dan pakan secara maksimal meskipun terjadi persaingan
dalam hal memperoleh ruang gerak dan makanan namun masih dalam batas toleransi
ikan sehingga menghasilkan persentase kelangsungan hidup yang tinggi.

Hal 65
JPK Vol 20 No. 1 Juni 2015 Pendederan Larva Ikan Gabus

Nilai kelangsungan hidup yang terendah diperoleh pada perlakuan dengan padat
tebar 8 ekor per liter. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva ikan gabus selama
penelitian ini diduga terjadinya persaingan antar individu ikan dalam hal
memperebutkan ruang gerak dan makanan. Pada kepadatan yang tinggi akan terjadi
pertumbuhan larva yang beragam yang mengakibatkan persaingan dalam hal
mendapatkan makanan, meskipun kebutuhan pakan larva ikan gabus pada penelitian
ini terpenuhi. Larva yang berukuran lebih besar akan lebih menguasai makanan yang
tersedia selain itu dengan ditunjang oleh ukuran tubuh yang lebih besar sehingga
kesempatan makannya lebih tinggi dan akan tumbuh lebih cepat. Sedangkan larva
yang kecil kesempatan untuk mendapatkan makanan rendah karena kalah dalam
memperebutkan makanan dengan larva yang berukuran lebih besar. Kondisi yang
demikian diduga dapat memicu terjadinya sifat kanibalisme pada larva ikan gabus. Hal
ini sesuai dengan Hartini (2007), menyatakan bahwa pada pendederan benih ikan lele
dumbo yang berukuran 5-6 cm menghasilkan kelangsungan hidup yang rendah sebesar
13 % yang diakibatkan oleh terjadinya dominasi makanan oleh benih ikan yang
memiliki ukuran lebih besar.
Selanjutnya rendahnya kelangsungan hidup larva ikan gabus diduga akibat dari
ruang gerak yang terbatas dibandingkan dengan jumlah larva yang ditampung akan
menyebabkan bertumpuknya larva satu sama lain, akibatnya akan terjadi persaingan
dalam memperoleh tempat. Berdasarkan Nurhamidah (2007) dalam Almaniar et al.,
(2012), menyatakan bahwa pada tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan kompetisi ruang gerak, sehingga menjadi terbatas dikarenakan ikan
semakin berdesakan, hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan individu, pemanfaatan
pakan dan kelangsungan hidup ikan akan menurun. Selain itu, peningkatan kepadatan
dapat mempengaruhi proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Hal
ini pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan sehingga
pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan
(Handajani dan Hastuti, 2002 dalam Yulianti, 2007).
Pertumbuhan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat rata-rata pertumbuhan
panjang mutlak dan bobot mutlak larva ikan gabus yang disajikan pada Gambar 2 dan
Gambar 3.
4,00 3,61c
3,60c
Pertumbuhan panjang

3,50
mutlak (cm)

3,00
2,39b
2,50
2,00
1,40a
1,50
1,00
0,50
0,00
P1 P2 P3 P4
Perlakuan
Angka-angka yang diikuti huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda
menunjukkan respon tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan gabus
Hal 66
Hidayatullah et al

4,5
3,88d 3,73c 3,81b
4
Pertumbuhan bobot
3,5
mutlak (g) 3
2,5
2 1,71a
1,5
1
0,5
0
P1 P2 P3 P4
Perlakuan
Angka-angka yang diikuti huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda
menunjukkan respon tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 3. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak larva ikan gabus


Berdasarkan Gambar 2. dan 3, selama satu bulan masa pemeliharaan diperoleh
rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan gabus tertinggi yaitu pada
perlakuan padat tebar 4 ekor per liter yaitu sebesar 3,61 cm dan rata-rata
pertumbuhan panjang mutlak terendah pada perlakuan padat tebar 8 ekor per liter
yaitu sebesar 1,40 cm. Nilai rata-rata pertumbuhan bobot mutlak tertinggi berada
pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter yaitu sebesar 3,88 g dan terendah pada
perlakuan padat tebar 8 ekor per liter yaitu sebesar 1,71 g. Analisa sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda pada pendederan larva ikan
gabus berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak.
Selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNT 0,05% menunjukkan
bahwa rata-rata pertumbuhan panjang mutlak pada perlakuan padat tebar 2 ekor per
liter tidak berbeda nyata dengan perlakuan 4 ekor per liter, tetapi berbeda nyata
dengan perlakuan 6 ekor per liter dan 8 ekor per liter. Sementara pada pertumbuhan
bobot mutlak pada perlakuan 2 ekor per liter berbeda nyata terhadap perlakuan
lainnya. Pada kepadatan yang rendah diduga larva ikan gabus mampu memanfaatkan
wadah, ruang gerak, dan pakan secara efisien serta akan berdampak pada
pertumbuhan ikan. Perlakuan dengan padat tebar tinggi menyebabkan kondisi ikan
menjadi kurang sehat sehingga pemanfaatan pakan tidak optimal dan mengakibatkan
terganggunya pertumbuhan ikan (Hartini, 2007). Menurut Hepher dan Pruginin
(1981) dalam Yulianti (2007), selain faktor internal seperti jenis ikan dan sifat
genetik, pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal antara lain faktor
lingkungan, pakan, serta ruang gerak.
Peningkatan nilai rata-rata pertumbuhan panjang dan bobot mutlak
menunjukkan bahwa kepadatan yang rendah memiliki kemampuan memanfaatkan
ruang gerak dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi, karena dengan
padat tebar yang berbeda dalam wadah yang luasnya sama pada masing-masing
perlakuan terjadinya persaingan antar individu juga akan meningkat, terutama
persaingan memperebutkan ruang gerak sehingga individu yang kalah akan
terganggu pertumbuhannya dan juga dimungkinkan terdapat persaingan dalam hal
mendapatkan pakan. Dengan adanya ruang gerak yang cukup luas ikan dapat
bergerak secara maksimal. Hal ini didukung oleh pendapat Rahmat (2010) dalam

Hal 67
JPK Vol 20 No. 1 Juni 2015 Pendederan Larva Ikan Gabus

Arini et al., (2013), menyatakan bahwa pada padat penebaran yang tinggi ikan
mempunyai daya saing dalam memanfaatkan makanan, dan ruang gerak sehingga akan
mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tersebut.
Fisika Kimia Air
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapat nilai fisika kimia air
kolam pendederan larva ikan gabus selama pemeliharaan satu bulan disajikan dalam
Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kisaran nilai fisika kimia air pendederan larva ikan gabus
Oksigen terlarut
Perlakuan Suhu (oC) pH Amonia (mg.L-1)
(mg.L-1)
P1 27 – 32 6,5-7,7 3,40 - 7,00 0,008 - 0,045
P2 27 – 32 5,9-7,7 2,70 - 7,06 0,008 - 0,066
P3 27 – 32 5,2-7,6 2,08 - 6,78 0,006 - 0,042
P4 27 – 32 6,0-7,8 2,34 - 5,92 0,009 - 0,072
1) 2) 3)
Kisaran optimal 25,5 - 32,7 6,2-7,8 <4,0-7,0 0,54-1,57 4)
1)
Sumber: Muslim (2007)
2)
Syafei et al, (1995) dalam Fitriliyani (2005)
3)
Kordi (2011)
4)
Jianguang et al, (2003) dalam Extrada et al, (2013)
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan nilai fisika kimia air
berupa suhu, pH, oksigen terlarut, dan amonia masih berada dalam kisaran toleransi.
Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas
dalam air (Zonneveld et al., dalam Extrada et al., 2013). Kisaran suhu yang
diperoleh adalah 27-32oC, hal ini diakibatkan oleh perubahan cuaca yang
mengakibatkan terjadinya fluktuasi suhu. Kisaran nilai suhu tersebut masih berada
pada batas toleransi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muslim (2007), menyatakan
bahwa kisaran toleransi suhu yang mampu ditolerir oleh ikan gabus adalah 25,5-32,7
o
C. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kadar
oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen terlarut sering kali tidak mampu
memenuhi kebutuhan bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme
dan respirasi.
Hasil pengukuran nilai pH adalah 5,2-7,8. Berdasarkan Syafei et al., (1995)
dalam Fitriliyani (2005), nilai pH di perairan yang optimal untuk pertumbuhan ikan
adalah 6,2-7,8. Sementara Effendi (2003), menyatakan sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahan nilai pH sekitar 7-8,5. Pillay (1995) dalam Sasanti dan
Yulisman (2012), menyatakan ikan gabus merupakan ikan yang masih dapat
bertahan hidup pada kondisi air yang asam dan basa.
Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini berkisar 2,08-7,06 mg.L-1.
Nilai tersebut menunjukkan kisaran kualitas air yang masih dapat ditolerir untuk
pemeliharaan larva. Menurut Kordi (2011), ikan gabus merupakan ikan yang mampu
hidup pada perairan dengan kandungan oksigen rendah hingga 2 mg.L-1. Effendi
(2003), menyatakan kadar oksigen terlarut akan berfluktuasi secara harian dan
musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa
air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air.

Hal 68
Hidayatullah et al

Kandungan amonia selama penelitian berkisar antara 0,006-0,072 mg.L-1. Nilai


amonia ini masih berada dalam kisaran toleransi. Meskipun ikan gabus juga mampu
mentolerir kandungan amonia yang tinggi (Bijaksana, 2010). Menurut Jianguang et al.,
dalam Extrada et al., 2013), kemampuan toleransi ikan gabus terhadap kandungan
amoni terlarut pada pH berbeda yaitu pada konsentrasi amonia lebih dari 0,54 mg.L-1
pada pH 8,0 sampai dengan 1,57 mg.L-1 pada pH 10,0.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Perlakuan padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan gabus. Padat tebar terbaik pada
penelitian ini adalah 2 ekor per liter menghasilkan kelangsungan hidup sebesar
63,83%, pertumbuhan bobot mutlak sebesar 3,88 g dan panjang mutlak sebesar 3,61
cm.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, khususnya pendederan
larva, dengan padat tebar 2 ekor per liter merupakan padat tebar yang terbaik yang
dapat diterapkan. Selain itu perlu diperhatikan waktu peralihan jenis pakan dari
pakan alami ke pakan komersil.
V. DAFTAR PUSTAKA
Almaniar, S., Taqwa FH. dan Jubaedah D. 2012. Kelangsungan hidup dan
pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata) pada pemeliharaan dengan
padat tebar berbeda. Majalah Ilmiah Sriwijaya. 21 (15): 46-55.
Arini, E., Elfitasari T. dan Diansari RRVN. 2013. Pengaruh kepadatan yang berbeda
terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus)
pada sistem resirkulasi dengan filter zeolit. Journal of Aquaculture
Management and Technology. 2 (3): 37-45.
Bijaksana, U. 2010. Kajian Fisiologi Reproduksi Ikan Gabus, Channa striata Blkr Di
Dalam Wadah dan Perairan Rawa sebagai Upaya Domestikasi. Disertasi
(tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id
(diakses 28 November 2014). 80 hlm.
Effendi, H. 2003. Telaah Fisika Kima Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. 258 hlm.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
163 hlm.
Effendie, MI.. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112
hlm.
Extrada E., Taqwa FH dan Yulisman. 2013. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan
benih ikan gabus (Channa striata) pada berbagai tingkat ketinggian air
media pemeliharaan. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1 (1): 103-114.
Fitriliyani, I. 2005. Pembesaran Larva Ikan Gabus (Channa striata) dan Efektifitas
Induksi Hormon Gonadotropin untuk Pemijahan Induk. Tesis.
(tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id
(diakses 12 Juli 2014) 58 hlm.
Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian.

Hal 69
JPK Vol 20 No. 1 Juni 2015 Pendederan Larva Ikan Gabus

Universitas Sriwijaya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 259 hlm.


Hartini. 2002. Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burch.) melalui Sistem
Pendederan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://
repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 45 hlm.
Kordi KMGH. 2011. Panduan Lengkap Bisnis dan Budidaya Ikan Gabus. Lily
Publisher. Yogyakarta. 234 hlm.
Lenawan, E. 2009. Pengaruh Padat Penebaran 10, 15, dan 20 ekor.liter-1 Terhadap
Kelangsungan dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy
Lac.) Ukuran 0,5 cm. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor.
http://repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 50 hlm.
Mollah, MFA., Mamun, MSA. Sawor. MN. dan Roy A. 2009. Effects of stocking
density on the growth and breeding performance of broodfish and larval
growth and survival of shol, Channa striatus (Bloch). Journal Bangladesh
Agril University. 7 (2):427-432.
Muslim. 2007. Potensi, peluang dan tantangan budidaya ikan gabus (Channa striata) di
Povinsi Sumatera Selatan. Prosiding. Forum Perairan Umum Indonesia IV.
Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang. 7-11.
Muslim., dan Syaifudin, M. 2012. Domestikasi calon induk ikan gabus (Channa
striata) dalam lingkungan budidaya (kolam beton). Majalah Ilmiah Sriwijaya.
21 (15):20-27.
Muthmainnah, D., Nurdawati S. dan Aprianti S. 2012. Budidaya ikan gabus (Channa
striata) dalam wadah karamba di rawa Lebak. Prosiding Insinas. Balai Riset
Perikanan Perairan Umum. Palembang. 319-322.
Rahardjo, M.F., Sjafei DS, Affandi R, Sulistiono, dan Hutabarat J. 2010. Iktiology.
CV. Lubuk Agung, Bandung. 396 hlm.
Ramli, R.H., dan Rifa’i MA. Telaah food habits, parasit dan bio-limnologi fase-fase
kehidupan ikan gabus (Channa striata) di perairan umum Kalimantan Selatan.
Jurnal Ecosystem. 10 (2):76-84.
Sasanti, A.D., dan Yulisman. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan
gabus (Channa striata) yang diberi pakan buatan berbahan baku tepung keong
mas (Pomacea sp.) Jurnal Lahan Suboptimal. 1 (2):158-162.
Yulianti, D. 2007. Pengaruh Padat Penebaran Benih Ikan Bawal (Collosoma
macropomum) yang Dipelihara dalam Sistem Resirkulasi Terhadap Pertum-
buhan dan Kelangsungan Hidup. Skripsi. (tidak dipublikasikan). Institut
Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id (diakses 17 Oktober 2014) 30
hlm.

Hal 70

You might also like