ID Metode Dakwah Dalam Al Quran Studi Penaf PDF
ID Metode Dakwah Dalam Al Quran Studi Penaf PDF
ID Metode Dakwah Dalam Al Quran Studi Penaf PDF
A. M. Ismatulloh1
Abstract
1
A. M. Ismatulloh adalah Dosen Tetap pada Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN
Samarinda.
Abstrak
A. Pendahuluan
Al-Qur’an adalah sumber utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi
setiap muslim. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan
sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas), serta manusia dengan
alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah),
diperlukan pemahaman terhadap kandungan al-Qur’an dan mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.2
Al-Qur’an merupakan kitab dakwah yang mencakup sekian banyak
permasalahan atau unsur dakwah, seperti da’i (pemberi dakwah), mad’uw
(penerima dakwah), da’wah (unsur-unsur dakwah), metode dakwah dan cara-cara
menyampaikannya.3Materi dakwah yang dikemukakan oleh al-Qur’an berkisar
pada tiga masalah pokok yaitu akidah, akhlak dan hukum. Sedangkan metode
dakwah untuk mencapai ketiga sasaran tersebut secara umum dapat terlihat pada
(a) penggarahan-pengarahannya untuk memperlihatkan alam raya, (b) peristiwa-
peristiwa masa lalu yang dikisahkannya, (c) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
atau semacamnya yang dapat menggugah hati manusia untuk menyadari diri dan
lingkungannya, dan (d) janji-janji dan ancaman-ancaman duniawi dan ukhrawi.4
Dakwah merupakan satu bagian yang pasti ada dalam kehidupan umat
beragama. Dalam ajaran agama Islam, ia merupakan suatu kewajiban yang
dibebankan oleh agama kepada pemeluknya, baik yang sudah menganutnya
maupun yang belum. Sehingga, dengan demikian, dakwah bukanlah semata-mata
timbul dari pribadi atau golongan, walaupun setidak-tidaknya harus ada
segolongan yang melakukannya.5Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS. Ali
Imran: 104:
Artinya:
… dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
2
Said Agil Al-munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta:
Ciputat Press, 2005), hlm.3.
3
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat), (Bandung Mizan, 1994), hlm.193.
4
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an…hlm.193.
5
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an…hlm.194.
Sunnah.6 Rasulullah merupakan pendakwah pertama yang diutus oleh Allah untuk
menyampaikan wahyu-wahyu-Nya kepada umat manusia.
Dalam menyampaikan dakwah, Rasulullah disatu sisi menghadapi
tantangan yang amat berat, namun disisi lain menemukan respon positif dari
berbagai kalangan, terutama masyarakat lemah. Rasulullah SAW tabah
menghadapi resiko tersebut dan istiqomah meniti jalan dakwah yang telah
digariskan Allah.7Berkat ketabahan dan keistiqomahan beliau, akhirnya Allah
SWT merealisasikan janjinya dan mengangkat derajat Islam.8Sunnah dakwah
Rasulullah diteruskan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya. Mereka
memandang dakwah sebagai ruh kehidupan mereka dan factor penyebab
datangnya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sukses-tidaknya suatu dakwah bukanlah diukur lewat gelak tawa atau
tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengan ratap tangis mereka. Sukses tersebut
diukur lewat anatar lain pada bekas (atsar) yang ditinggalkan dalam benak
pendengarnya ataupun kesan yang terdapat dalam jiwa, yang kemudian tercermin
dalam tingkah laku mereka. Untuk mgencapai sasaran tersebut, tentunya semua
unsur dakwah harus mendapat perhatian para da’i,9 termasuk di dalamnya metode
dakwah yang digunakannya.
Untuk memahami dengan benar tentang dakwah, haruslah melalui
pemahaman al-Qur’an sebagai sumber pokok dakwah. Namun al-Qur’an hanya
dapat dipahami dengan benar melalui penafsiran. Menurut Muh.Arkoun
sebagaimana dikutif Quraish Shihab, “Al-Qur’an memberikan kemungkinan-
kemungkinan artiyang tidak terbatas, kesan yang diberikan oleh ayat-ayatnya
mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud mutlak. Dengan
demikian, ayat al-Qur’an selalu terbuka untuk interpretasi baru tidak pernah pasti
dan tertutup dalam interpretasi tunggal. Itulah sebabnya, sehingga tafsir al-Qur’an
bermacam-macam coraknya, karena dipengaruhi oleh jalan pikiran penulisnya
yang berkaitan dengan situasi dan kondisi ketika penafsiran dibuat.10
Salah satu tafsir al-Qur’an yang dihasilkan di Indonesia, adalah tafsir al-
Azhar karya Hamka. Tafsir ini merupakan karya monumental Hamka. Melalui
tafsir ini, Hamka mendemonstrasikan keluasan pengetahuannya di hampir semua
disiplin yang tercakup oleh bidang ilmu-ilmu Agama dalam Islam, serta
pengetahuan non keagamaan yang kaya dengan informasi.11
6
Achmad Satori Ismail, dkk, Islam Moderat “Menebar Islam Rahmatan lil ‘Alamin,
(Jakarta: Ikadi, 2012), hlm.102.
7
Ibid., hlm.102.
8
Allah berfirman dalam QS. At-Taubah: 33
Artinya: Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran)
dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang
musyrikin tidak menyukai.
9
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an…hlm.194.
10
M.Iskandar, Pemikiran Hamka Tentang Dakwah, Dalam http://digilib.uin-suka.ac.id,
diakses 31 Januari 2015.
11
Ibid.
B. Biografi Hamka
Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim
Amrullah, 12dilahirkan dikampung Tanah Sirah, Nagari Sungai Batang, di tepi
danau Maninjau, Sumatera Barat, tanggal 13 Muharram 1326 H bertepatan
dengan 16 Februari 1908 M. Abdul Malik atau Hamka adalah putera dari Syekh
Abdul Karim Amrullah (1879-1945), seorang ulama besar pelopor gerakan
pembaharuan Islam di Minangkabau.13
Sewaktu Malik (Panggilan Hamka waktu kecil) berumur empat tahun ayah
dan ibunya pindah ke Padang, sedangkan Hamka kecil ditinggal di Sungai Batang
dengan Andung dan Engkunya (nenek dan kakek dari pihak ibu). Seperti
diceritakan sendiri oleh Hamka, kedua orang tua ini sangat menyhayanginya. Dari
Engkunya ini, Malik atau Hamka mengenal dan akrab dengan alam dan budaya
Minangkabau. Dalam kesempatan mengikuti Engkunya ke muara untuk
menangkap ikan, Hamka banyak dapat cerita-cerita rakyat seperti Cindua Mato
dan lain-lain. Dari Engkunya juga Hamka belajar main pencak, randai dan menari.
Kadang-kadang Hamka juga diajari bernyanyi dengan lirik pantun-pantun Minang
seperti lagu Sirantih Teluknya Dalam, lagu Sianok atau lagu Palembayan.14
Pendidikan formal pertama yang diikuti Malik adalah Sekolah Desa di
Guguk Melintang Padang Panjang (1917). Sore harinya Malik belajar agama di
Sekolah Diniyah yang kala itu popular disebut Sekolah Arab. Sekolah Diniyah
didirikan oleh Zainuddin Labai El-Yunusy (1890-1924). Dalam buku kenang-
kenangan Hidupnya, Hamka menyatakan dari semua guru-gurunya baik di
sekolah Desa maupun di Sekolah Arab hanya seorang yang dapat menyelami jiwa
anak-anak sehingga dicintai yaitu Zainuddin Labai itu sendiri. Sedangkan guru-
guru yang lain ditakuti, tetapi tidak dicintai. Guru mengaji Saleh di Sekolah Arab
suka memukul dengan rotan, sedangkan Guru Sain di Sekolah Desa suka memilin
pusat anak.15
Abdul malik atau Hamka tidak menamatkan Sekolah Desa, karena
sebelum naik kelas III- dua bulan sebelum Ramadhan- dia dibawa kedua orang
tuanya ke Maninjau dan waktu kembali ke Padang panjang sehabis puasa, Malik
dicabut dari sekolah desa dan dimasukkan Madrasah Thawalib yang baru
didirikan ayahnya.16Di sini Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa
Arab. Melalui sebuah perpustakaan yang dimiliki oleh salah seorang gurunya,
Engku Dt. Sinaro, bersama dengan Engku Zainuddin, Hamka diizinkan untuk
12
Biografi Buya Hamka: Sastrawan Indonesia, Dalam http://kolom-
biografi.blogspot.com/2011/11/biografi-buya-hamka-sastrawan-indonesia.html. Diakses 28 januari
2015.
13
Yunahar Ilyas, Konstruksi Pemikiran Gender Dalam Pemikiran Mufasir, (Jakarta:
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji
Departemen Agama RI, 2005), 31-32.
14
Ibid., hlm. 32-33.
15
Ibid., hlm.33-34.
16
Yunahar Ilyas, Konstruksi Pemikiran…..hlm.34
membaca buku-buku yang ada diperpustakaan tersebut, baik buku agama maupun
sastra.
Hamka mulai meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu di
Pulau Jawa, sekaligus ingin mengunjungi kakak iparnya, Ahmad Rasyid Sutan
Mansur yang tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah. Untuk itu, Hamka kemudian
ditumpangkan dengan Marah Intan, seorang saudagar Minangkabau yang hendak
ke Yogyakarta. Sesampainya di Yogyakarta, ia tidak langsung ke Pekalongan.
Untuk sementara waktu, ia tinggal bersama adik ayahnya, Ja’far Amrullah di
kelurahan Ngampilan, Yogyakarta.. Barulah pada tahun 1925, ia berangkat ke
Pekalongan, dan tinggal selama enam bulan bersama iparnya, Ahmad Rasyid
Sutan Mansur.
Pada tahun 1927, Hamka berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah
haji. Sekembalinya dari Mekkah, dalam suatu rapat adat niniak mamak nagari
Sungai Batang, Kabupaten Agam, Engku Datuk Rajo Endah Nan Tuo,
memaklumkan Hamka dengan gelar Datuk Indomo, yang merupakan gelar pusaka
turun temurun dalam suku Tanjung. Pada tahun 1950, Hamka kembali ke Mekkah
untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya.
Pada tanggal 5 April 1929, Hamka dinikahkan dengan Siti Raham binti
Endah Sutan, yang merupakan anak dari salah satu saudara laki-laki ibunya. Dari
perkawinannya dengan Siti Raham, ia dikaruniai 11 orang anak. Mereka antara
lain Hisyam, Zaky, Rusydi, Fakhri, Azizah, Irfan, Aliyah, Fathiyah, Hilmi, Afif,
dan Syakib. Setelah istrinya meninggal dunia, satu setengah tahun kemudian,
tepatnya pada tahun 1973, ia menikah lagi dengan seorang perempuan bernama
Hj. Siti Khadijah.17
Hamka mengawali bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di
Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang Panjang pada tahun
1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan
Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958.
Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta
dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960,
beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia,
tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara
menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majelis Syuro Muslimin
Indonesia (Masyumi). Buya Hamka merupakan sosok otodidak dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik
Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat
menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki
Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti, dan Hussain
Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris
dan Jerman, beliau juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-
tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Soerjopranoto,
Haji Fachrudin, AR Sutan Mansur, dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah
bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang andal.
17
Biografi Tokoh Buya Hamka, dalam
https://taraamila.wordpress.com/2013/12/31/biografi-tokoh-buya-hamka/. Diakses, 28 januari
2015.
19
Biografi Tokoh Buya Hamka, dalam
https://taraamila.wordpress.com/2013/12/31/biografi-tokoh-buya-hamka/. Diakses, 28 januari
2015.
20
M. Munir dan Wahyu Ilahi,Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.17.
21
Ibid., hlm.17.
22
Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010),
hlm.14.
23
Achmad Satori Ismail, dkk, Islam Moderat….hlm.112
24
M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah…hlm.119-20.
25
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an…hlm.194.
27
Berru Albar, Meramu Dakwah Multikultural ala Majlis Taklim Berdasarkan Nilai dan
Norma Masyarakat Padang, Dalam Jurnal BIMAS ISLAM, Vol. 4 N0.1, Tahun 2011, hlm.153.
Artinya:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya
aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri? Dan tidaklah sama
kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih
baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara Dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat
yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
mempunyai Keuntungan yang besar.
Ayat di atas merupakan bekal utama bagi para pendakwah di jalan Allah
(da’i), agar selalu semangat dan istiqamah, tidak pernah gentar dan getir,
senantiasa menjalankan tugasnya dengan tenang, tidak emosional dan
seterusnya.Ustadz Sayyid Quthub ketika menfasirkan ayat diatas berkata:
“Kalimat-kalimat dakwah yang diucapkan sang dai adalah paling baiknya kalimat,
ia berada pada barisan pertama di antara kalimat-kalimat yang baik yang mendaki
ke langit.Dakwah di jalan Allah adalah kebutuhan pokok manusia. Tanpa dakwah
manusia akan tersesat jalan, jauh dari tujuan yang diinginkan Allah swt. Para rasul
dan nabi yang Allah pilih dalam setiap fase adalah dalam rangka menegakkan
risalah dakwah ini. Di dalam Al-Qur’an, Allah swt tidak pernah bosan
mengulang-ulang seruan untuk bertakwa dan menjauhi jalan-jalan setan. Tetapi
manusia tetap saja terlena dengan panggilan hawa nafsu. Terpedaya dengan
indahnya dunia sehingga lupa kepada akhirat. 28
Perwujudan dakwah bukan hanya sekedar usaha peningkatan pemahaman
keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju
sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan
menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai
aspek kehidupan.29Sukses-tidaknya suatu dakwah bukanlah diukur lewat gelak
tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengan ratap tangis mereka.
Sukses tersebut diukur lewat antara lain pada bekas (atsar) yang ditinggalkan
dalam benak pendengarnya ataupun kesan yang terdapat dalam jiwa, yang
kemudian tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai sasaran tersebut,
tentunya semua unsur dakwah harus mendapat perhatian para da’i.30
28
Islam Kaffah: Pentingnya Dakwah, dalam http://andri13ar.blogspot.com/p/pentingnya-
dakwah.html. Diakses Selasa, 27 Januari 2015.
29
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an…hlm.194.
30
Ibid., hlm.194.
Artinya:
… serulah kepada jalan Tuhan engkau dengan kebijaksanaan dan
pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.
Sesungguhnya Tuhan engkau, Dia yang lebih tahu siapa yang sesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk.31
31
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz. XIII-XIV, (Jakarta: Pustaka Panjimas), hlm.314.
32
http://meja-miftah.blogspot.com/2010/12/metode-dakwah-islam.html. Diakses, 02
Februari 2015.
33
Hamka, Tafsir Al-Azhar…hlm.321.
34
Ibid., hlm.321.
35
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), Jilid 5,
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), hlm.418.
36
http://meja-miftah.blogspot.com/2010/12/metode-dakwah-islam.html. Diakses, 02
Februari 2015.
37
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah “Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an”, Vol.6,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm.775.
38
Hamka, Tafsir Al-Azhar…hlm.321.
39
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah….hlm.775-776
E. Penutup
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan terkait metode dakwah dalam al-
Qur’an Studi Penafsiran Hamka terhadap QS.An-Nahl: 125, beberapa hal sebagai
berikut:
Dakwah merupakan seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha
mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap
pribadi maupun masyarakat.Dalam ajaran agama Islam, dakwah merupakan suatu
kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknyauntuk saling
mengingatkan dan mengajak sesamanya dalam rangka menegakkan kebenaran
dan kesabaran.
QS. An-Nahl: 125, menurut Hamka mengandung ajaran Rasul SAW
tentang cara melancarkan dakwah atau seruan terhadap manusia agar mereka
berjalan diatas jalan Allah. Merujuk pada QS.An-Nahl:125, menurut Hamka,
dalam melakukan dakwah, hendaklah memakai tiga macam cara atau metode,
pertamahikmah yaitu dengan secara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang
lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kepada agama, atau kepada
kepercayaan terhadap Tuhan. Hikmah dapat menarik orang yang belum maju
kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar.
Kedua,mau’izhah hasanah artinya pengajaran yang baik, atau pesan-pesan
yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat. Termasuk kategori ini adalah
40
Hamka, Tafsir Al-Azhar….hlm.321-322.
41
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya…..hlm.419.
42
Hamka, Tafsir Al-Azhar….hlm.322.
Daftar Pustaka
http://meja-miftah.blogspot.com/2010/12/metode-dakwah-islam.html.
Ilahi, Wahyu, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2010.
Ismail, Achmad Satori, dkk, Islam Moderat “Menebar Islam Rahmatan lil
‘Alamin, Jakarta: Ikadi, 2012.