Internalisasi Nilai-Nilai Karakter Dan Kepribadian Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Melalui Pendekatan Humanis-Religius

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 28

Internalisasi Nilai-Nilai Karakter

DAN KEPRIBADIAN MAHASISWA PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM MELALUI PENDEKATAN
HUMANIS-RELIGIUS

Puspo Nugroho
STAIN Kudus, Jawa Tengah, Indonesia
[email protected]

Abstract

CHARACTER VALUES AND PERSONALITY INTERNALISATION


OFISLAMIC EDUCATION STUDENTS THROUGH HUMANIST-
RELIGIOUS APPROACH. Islamic Teacher Training and Education
Faculty has a strategic role in the effort to counteract demoralization
and dehumanization. One of the efforts is by maximizing the academic
process. The purpose of this study is to discover how the implementation
of character education through a religious humanist approach is. Sources
of data were from leaders, lecturers of Personality Development Subject,
student and related matters. To get the data more deeply, researcher used
Snowball Technique. Techniques used for collecting data were multiple
methods. They were interview, documentation and observation. The
results show that the character education design is hiddencurriculum. In
the process done through the activities of Tridarma Perguruan Tinggi.
It can be implemented through emphasizing regulations of lectures and
socialization. They are building harmonious, humanist and religious
relationships, kinship, promoting compassion, positive habituation,
building a positive mindset of students, meaningful learning, lecturers
as the living model, and integration of Islamic values. The easy access to
the source of religious values ​​will be able to maximize the effort to have
cadres of future teachers who have humanist and religious character
and  personality.
Keywords: Internalisation, Character, Humanist-Religious, Student

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 355


Puspo Nugroho

Abstrak

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Islam memiliki peran strategis


dalam upaya menangkal demoralisasi dan dehumanisasi. Salah satu
upayanya adalahdengan memaksimalkan proses akademik. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahuibagaimana pelaksanaan pendidikan
karakter melalui pendekatan humanis religius. Sumber data berasal
dari pimpinan dandosenMata kuliahPengembangan Kepribadian
(MPK), mahasiswa dan hal-hal terkait. Untuk menjaring data
lebih dalam, peneliti menggunakan teknik bola salju (Snowball
Technique).Teknik pengumpulan data mengunakan multi metode
yaituwawancara,dokumentasidan observasi. Hasil penelitian
menunjukkan desain pendidikan karakter bersifat hiddenkurikulum.
Pada prosesnya terlaksana melalui kegiatan Tridarma Perguruan
Tinggi.Strategi pelaksanaanya yaitu melalui penekanan tata tertib
perkuliahan dan sosialisasi. Membangun hubungan harmonis,
humanis dan religius, kekeluargaan, mengedepankan rasa kasih
sayang, pembiasaan positif, membangunmindsetpositifmahasiswa,p
embelajaran bermakna, dosen sebagai the living model, dan integrasi
nilai-nilai ajaran Islam. Dengan mudahnya akses terhadap sumber
nilai agama akan mampu memaksimalkan upaya mencetak kader-
kader guru masa depan yang memiliki karakter dan kepribadian
humanis dan religius.
Kata Kunci: Internalisasi, Karakter, Humanis-Religius, Mahasiswa

A. Pendahuluan
Demoralisasi dan dehumanisasi di berbagai bidang
kehidupan terlihat setiap saat, baik media cetak maupun media
elektronik. Seiring perjalananpublik disuguhi dengan berita-
berita penyimpangan akhlak, baik dalam bidang politik, hukum,
ekonomi, pemerintahan dan bahkan dalam dunia pendidikan.
Khususnya di dunia pendidikan diantaranya adalah kasus
kecurangan yang terjadi dalam proses ujian, banyaknya tawuran
antar sekolah dan generasi muda, maraknya pemakaian narkoba,
free seks pada generasi muda bahkan juga terjadi dikalangan
pegawai negeri, publik figure dan bahkan di kalangan pendidik,
serta fenomena radikalisme di kalangan generasi muda, terutama
di sekolah dan di perguruan tinggi seperti kasus NII (Latief
dkk, 2015:56). Sebagai contoh, fenomena radikalismelainnya
dalam bidang pendidikan adalah tragedi yang terjadi ketika Masa

356 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

Orientasi Siswa (MOS) yang dialami oleh salah satu mahasiswa


ITN Malang yang meninggal akibat kekerasan yang diterima dari
seniornya. Kasus lain adalah tewasnya Dimas salah satu mahasiswa
STIP akibat luka memar yang diterima dari seniornya.Selain itu,
yang baru saja terjadi dari kasus pencurian sampai pembunuhan
antarsiswa di SMA Nusantara Magelang menambah deretan kasus
dehumanisasi di lingkungan pendidikan.
Munculnya berbagai fenomena dehumanisasi dan
demoralisasi diatas menjadikan sebuah tandadimana tatanan
sosial masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung
mulai dikesampingkan bahkan diabaikan yang pada akhirnya
individu tidak jarang melanggar nilai nilai dasar kemanusiaan
itu sendiri. Hal tersebut telah memicu terjadinya krisis nilai dan
moral generasi bangsa.
Ditegaskan oleh Din Syamsudin dalam yang pada kala itu
juga menjabat sebagai Wakil Ketua MUI Pusat (Majelis Ulama’
Indonesia) menegaskan bahwa masalah yang dihadapi bangsa
Indonesia ini berpangkal pada krisis moral. Hal ini terjadi karena
bangsa Indonesia terjebak dalam permisivisme budaya dengan
membiarkan dan mengabaikan proses dekadensi moral yang
terjadi secara sistematis tanpa penggerak untuk mengatasi dan
menghalanginya.
Menurut Zubaidi (2011:2),krisis yang melanda pelajar-
mahasiswa (juga elit politik) yang terjadi mengindikasikan
bahwa begitu banyak manusia Indonesia yang tidak koheren
antara ucapan dan tindakannya sehingga terjadi split personality.
Kondisi tersebut, diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh
dunia  pendidikan.
Melihat kenyataan yang terjadi, Muslich (2011:17)
menegaskan bahwaDunia pendidikan telah melupakan tujuan
utama pendidikan, yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap,
dan keterampilansecara simultan dan seimbang. Dunia pendidikan
kita telahmemberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan,
tetapimelupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam
pembelajarannya. Dunia pendidikan saat ini dalam prosesnya
terkesan lebih mementingkan aspek kognitif semata.

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 357


Puspo Nugroho

Meskipun demikian, profesi guru sebagai ujung tombak


masih diakui memiliki banyak kontribusi terhadap pembentukan
sikap, perilaku, serta ketercapaian transfer of learning kepada para
peserta didik baik secara individu maupun kelompok. Guru
menjadi salah satunya harapan penting bagi masyarakat tanpa
mengenal batas-batas sosial.Tidak terbayangkan akan seperti apa
masa depan generasi muda bangsa ini jika tanpa sentuhan guru
yang profesional dan berkepribadian kuat. Salah satu alternatif
menanamkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yaitu dengan
pendidikan. Dengan kata lain, Pendidikan adalah suatu sarana
sosial, sarana dimana suatu masyarakat menjamin kelangsungan
hidupnya. Guru adalah agen masyarakat, mata rantai yang sangat
penting dalam pengalihan budaya. Tugas guru adalah menciptakan
suatu makhluk sosial, suatu makhluk yang bermoral. Melalui guru,
masyarakat menciptakan manusia sesuai dengan masyarakat itu
sendiri(Durkheim,1961:xii)
Dalam sumber yang sama Durkheim (1961:xiii)
menjelaskan bahwa Pendidikan adalah menciptakan makhluk
baru. Tugas dan kemuliaan pendidikan bukan sekedar masalah
tentang bagaimana seorang individu berkembang sesuai dengan
kodratnya, atau mencoba menggali dan menemukan kemampuan
yang masih terpendam dalam setiap individu.
Selama ini, pola pendidikan yang dilakukan antara guru
sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan guru sebagai fasilitator
dan teladan bagi pengembangan kepribadian siswa masih belum
imbang. Hal tersebut dipertegas oleh Rahardjo (2010:4)bahwa
pola dan sistem pendidikan yang dihasilkan LPTK saat ini
masih lebih menekankan sisi akademik daripada pengembangan
kepribadian dan keterkaitan dengan dunia kerja.
Untuk itu, dari LPTK sendiri perlu melakukan langkah-
langkah inovasi mulai dari kurikulum, sistem pendidikan,
materi, dan pola pengajarannya sehingga menghasilkan guru
yang bukan saja penyampai pengetahuan, tetapi juga sebagai
pribadi profesional sebagaimana amanat Undang-undang Guru
dan Dosen. Dengan kata lain, revitalisasi peran LPTK terhadap
pendidikan karakter sudah sangat mendesak untuk dilakukan.

358 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

Pendapat Durkheim diatas bersinergi dengan realita


proses pendidikan di LPTK yang mencetak calon tenaga pendidik
masa depan sebagai makhluk yang baru. Anies Baswedan dalam
pengantar bukunya Munif Chatib (2012:xv)yang berjudul
“Gurunya Manusia” menjelaskan bahwa yang terpenting adalah
bagaimana mencetak guru yang berkualitas.Jika kita bisa mencetak
guru yang berkualitas, ini adalah jalan menuju generasi masa
depan yang berkualitas.
Hal tersebut sejalan dan selaras dengan harapan dalam
uraian kurikulum KKNI. LPTK harus mampu menjadi cermin
pendidikan bagi program studi lain sebagai ibu pendidikan
karakter serta mau dan mampu menghasilkan pendidik yang
humanis, religius, tangguh, kreatif dan penular kebaikan untuk
mencapai kemuliaan generasi masa depan. Dari latar belakang
tersebut,penelitian memotret proses pelaksanaan pendidikan
karakter dan pengembangan kepribadian melalui pendekatan
humanis-religius bagi mahasiswa calon guru agama Islam di
STAIN Salatiga (saat ini IAIN Salatiga).
Sepanjang penelusuran penulis, ada beberapa penelitian
yang memiliki kedekatan sudut pandang dengan kajian ini.
Penelitian yang ditulis oleh Muhammad Walid tentang model
pendidikan karakter di PTAI (studi tentang pendidikan karakter
berbasis ulul albab di UIN Maulana Malik Ibrahim).Dalam
penelitiannya, penulis menekankan pendidikan karakter berbasis
ulil albab sebagai dasarnya. Hal ini didasari munculnya keprihatinan
dan memberikan perhatian banyak untuk pembentukan karakter
mahasiswa. Usahanya memberikan alumni memiliki kedalaman
spiritual, karakter yang besar, pengetahuan kelengkapan, dan
kematangan profesional serta empat konsep yang menjadi acuan
dalam grand design pendidikan karakter sebagaimana yang
dikembangkan oleh Kemendiknas. Empat konsep tersebut adalah
pertumbuhan aspek kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik.
Dalam mengembangkan karakter siswa, UIN Maliki Malang
berdasarkan pada basis nilai-nilai keberadaan UIN dan visi-
misi  universitas.
Kajian ini dilaksanakan di Jurusan Tarbiyah Program Studi
Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga (saat ini IAIN Salatiga)

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 359


Puspo Nugroho

dengan menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif.


Penelitian diskriptif kualitatif yaitu penelitian tentang data yang
dikumpulkan dan dinyatakan dalam kata-kata dan gambar. Kata-
kata disusun dalam kalimat, misalnya kalimat hasil wawancara
antara peneliti dan informan. Dalam pelaksanaanya menggunakan
strategi multi metode yaitu wawancara, pengamatan, serta
penelaahan dokumen/studidokumenter yang antara satu dengan
yang lain saling melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan
(Sukmadinata, 2008: 108).Teknik analisa data dalam penelitian
ini menggunakan Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman
(1992: 20).
B. Pembahasan
1. Pendidikan Humanis-religius dalam ajaran Agama
Dalam kacamata pendidikan Islam, sebagaimana
Baharudin dkk (2007:23) menuturkan bahwa pendidikan
humanis adalah proses pendidikan yang memandang manusia
sebagai manusia, yaitu makhluk hidup ciptaan Allah dengan fitrah-
fitrah tertentu untuk dikembangkan secara optimal.Pendekatan
humanis dalam pembelajaran merupakan sebuah pendekatan
yang memandangbahwa proses belajar seseorang bukan semata-
mata sekedar menguasi sejumlah ilmu yang sifatnya kognitif
semata. Namun, lebih jauh dari itu, bahwa pendidikan dengan
pendekatan humanis merupakan sebuah proses yang melibatkan
seluruh unsur yang mencakup kognitif, afektif dan psikomotorik.
Teori humanis-religius menjadikonsep dasar cita-cita
bangsa Indonesia dalam pengembangan pendidikan. Hal ini
dapat diketahui dari rumusan dasar Negara Republik Indonesia
yang mengandung pemahamanbahwa praktik pendidikan yang
diharapkanoleh para pendiri bangsa Indonesia adalahpendidikan
yang bercorak humanis-religius.Konsep ini ditarik dan
diabstraksikan daribunyi teks Pancasila, terutama sila pertamadan
kedua, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab.Pancasila menjadi dasar dari Pendidikan
NasionalIndonesia yang berdasarkan pada pandangan humanis
religius ( Jumarudin, dkk, 2014: 116).

360 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

Dengan teori ini, diharapkan setiap lembaga pendidikan


memiliki semangat untuk menyampaikan nilai-nilai karakter dan
kepribadian yang bersumber dari masing-masing ajaran agama.
Menurut Adhiatera bahwa dalam konsep pendekatan humanis-
religius sangat mementingkan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap
penghayatan dan pengamalan kehidupan beragama (2008:173).
Dengan mengedepankan nilai-nilai ajaran agama akan diperoleh
sebuah hasil yang lebih universal terkait dengan nilai-nilai karakter
dan kepribadian yang syarat dengan kemanusiaan.
Berbicara tentang nilai-nilai kemanusian tentunya tidak
bisa lepas dari karakter dan kepribadian manusia. Khusunya
dalam pendidikan karakter, akar kata karakter berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
tata cara mengaplikasikannilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku (Saebani, 2013: 30). Dalam proses pendidikan
karakter, Lickona (1991: 51) menekankan pentingnya tiga
komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu
moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau
perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral.
Hal ini sangat diperlukan agar peserta didik mampu memahami,
merasakan sekaligus mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Proses
pelaksanaan pendidikan karakter ini sangat erat kaitanya
dengan pendidikan humanisme dan moral. Dengan pelaksanaan
pendidikan karakter tentunya pendidik memposisikan peserta
didik selayaknya individu manusia yang memiliki kepribadian
untuk berubah kearah lebih baik.
Istilah karakter dalam kajian Islam memiliki kesamaan
makna dengan akhlak, meskipun beberapa tokoh masih
memperdebatkan antara keduanya. Akan tetapi, hal tersebut
bukan menjadi persoalan utama dalam kajian ini. Mengenai
“akhlak dan karakter”, menurut penulis memiliki makna yang
sama meskipun akar kata keduanya berbeda. Kata “akhlak” berasal
dari bahasa Arab yaitu khuluq, sedangkan kata “karakter” berasal
dari bahasa Yunani yaitu kharassein. Kata “akhlak” lebih banyak
digunakan oleh lingkungan keagamaan terutama pada lingkungan
pendidikan Islam. Sementara itu, kata “karakter” lebih banyak
digunakan secara nasional formal, misalnya “karakter bangsa”.

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 361


Puspo Nugroho

Menurut Ibn Rusn (1998: 99) mengutip pendapatnya


imam Al Ghazali dalam Ikhya’ Ulum Al-Din kurang lebihnya
menjelaskanbahwa akhlak adalah suatu sikap yang telah terpatri
kuat dalam jiwa manusia sehingga dengan mudahnya tanpa perlu
pemikiran ataupun pertimbangan akan melahirkan berbagai
perbuatan. Apabila perbuatan tersebutbaik dan terpuji menurut
akal dan syara’, maka ia disebut akhlak baik, sebaiknya apabila
perbuatan tercela yang keluar darinya, itulah akhlak buruk.
T. Ramli menjelaskan bahwa karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan akhlak (Wibowo, 2013:39).
Hal senada diungkapkan oleh Fuad Wahab dalam bukunya Hamid
(2013:30) bahwa istilah karakter sama dengan istilah akhlak dalam
pandangan Islam karena keduanya memiliki tujuan yang sama.
Meskipun memiliki kesamaan, akan tetapi prinsipnya berbeda.
Dalam karakter tidak ada kepastian apakah kebiasaan itu baik atau
buruk. Bisa jadi kebiasaan perilaku di Eropa dinilai baik, belum
tentu di Asia bagian timur lainya kebiasaan perilaku itu baik.
Sifatnya relatif tergantung manusia dan bahkan kepentingannya.
Prinsip religius disini adalah nilai-nilai karakter yang bersumber
dari ajaran agama. Karakter yang bersumber dari ajaran agama
akan lebih universal.
Khusus dalam ajaran agama Islam, terdapat konsep akhlak.
Akan berbeda jauh dengan konsep karakter diatas. Pada nilai-
nilai akhlak, yang didefinisikan cenderung kepada sifat, perangai
atau kepribadian. Tidak disebutkannya dalam pengertian itu baik
dan buruk, karena akhlak sumber nilainya jelas dan universal
yaitu bersifat religius-spiritual dalam arti lain agama (Islam). Bisa
disimpulkan bahwa akhlak memiliki cakupan yang jauh lebih luas
daripada karakter sehingga mampu menjadi kontrol utama dalam
pendidikan karakter.
2. Konsep Pendidikan Karakter di Perguruan tinggi
Sebuah perguruan tinggi pencetak pendidik-pendidik
bangsa akan bermakna tinggi dan berkarakter manakala semua
civitas akademika yang ada bersama-sama membangun nilai-
nilai luhur yang baik. Hal tersebut bisa ditempuh dengan
menginternalisasikan nilai-nilai akhlakul karimah untuk

362 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

mengembangkan kepribadian menuju manusia yang diridlai Allah


SWT serta berjiwa amar makruf nahi munkar. Hal itu harus selalu
melekat dalam pikiran, perkataan, tindakan, kebiasaan sehingga
menjadikan ciri khas atau karakter dalam budaya perguruan tinggi
Islam. Dalam pendidikan karakter, akhlak memiliki keterkaitan
dengan misi humanisasi di segala bidang, khususnya dilingkungan
pendidikan.Hal tersebut sejalan dengan pendapatnyaZuchdi
(2015: 167), bahwa humanisasi pendidikan perlu segera dijadikan
misi setiap lembaga pendidikan di Indonesia supaya nilai-nilai
dasar toleransi, inklusifitas, dan kemajemukan menjadi landasan
dalam pembentukan akhlak dan moral bangsa.
Dengan nilai-nilai agama yang diberikan dengan baik akan
berimplikasi selama menjadi mahasiswa dan tentunya kedepanya
menjadi bekal kelak setelah menjadi alumni. Salah satu upaya
yang lebih adaptik dalam menciptakan perguruan tinggi Islam
yang berkarakter Humanis-Religius adalah dengan mendesain
perguruan tinggi Islamdengan pendidikan berbasis akhlak yakni
menciptakan insan yang memiliki kedalaman spiritual serta
syarat akan nilai-nilai budaya bangsa. Hal ini juga dipertegas
oleh Nizar (2001:167) bahwa pendidikan karakter di perguruan
tinggi bisa dicapai dengan menciptakan insan yang agamis dan
berbudaya. Terkait konsep pelaksanaan pendidikan karakter di
perguruan tinggi,menurut Kemendikbud RI tahun 2011 adalah
sebagai  berikut:

Gambar 2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter


di Perguruan Tinggi.

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 363


Puspo Nugroho

Menurut Zamroni (2011) sebagaimana dikutip oleh


Wibowo (2013: 144) menawarkan tujuh strategi pendidikan
karakter yang bisa diterapkan di perguruan tinggi, diantaranya:
1. Tujuan, sasaran dan target yang ingin dicapai harus jelas
dan konkrit, hal ini tertuang dalam visi, misi baik institusi,
jurusan dan prodi yang dijabarkan memalui rencana-
rencana strategis.
2. Akan lebih efektif apabila dalam pelaksanaanya menjalin
sinergi dan kerjasama antara perguruan tinggi dengan
orang tua/wali mahasiswa.
3. Memberikan kesepahaman pada semua dosen akan
peran penting dan tanggung jawab terhadap keberhasilan
pelaksanaan pendidikan karakter.
4. Pentingnya kesadaran dan tanggung jawabdosen akan perlu
dan pentingnya “hidden curriculum” sebagai instrument
pengembangan kepribadian mahasiswa, dan kesadaran
dosen untuk memanfaatkan dan memaksimalkan
kurikulum tersembunyi tersebut.
5. Penekanan daya kritis dan kreatif mahasisiwa (critical and
creative thinking)dalam proses pembelajaran.
Kultur perguruan tinggi harus didesain dan diberdayakan
secara maksimaldalam upaya pengembangan karakter mahasiswa,
dari mulai nilai-nilai, keyakinan, norma, semboyan-semboyan
(slogan) sampai kondisi fisik kampus sehingga fungsional untuk
pengembangan karakter
Pada hakikatnya, salah satu fase pendidikan karakter
merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari
khususnya dalam lingkungan keluarga, kampus dan masyarakat
yang dapat dimonitor dan dikontrol oleh dosen, dan orang tua
wali mahasiswa.
3. Desain Pendidikan Karakter di Prodi PAI IAIN Salatiga
Dalam konteks membangun karakter calon pendidik,
penyiapan calon guru profesional yang berkarakter tentunya
memiliki korelasi yang tinggi.Sebab setiap calon guru dewasa
ini dituntut memiliki kemampuan dalam membina karakter

364 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

peserta didiknya.Oleh karena itu pembinaan karakter mahasiswa


calon-calon guru harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari proses pendidikan profesional guru selama berada
dilingkungan  kampus.
Kaitannya dengan standar karakter dan kepribadian
mahasiswa Program Studi PAI STAIN Salatiga (saat ini IAIN
Salatiga) pada umumnya memiliki hubungan erat dengan
kompetensi kepribadian guru.Yang menjadi kata kunci karakter
mahasiswa sebagaimana ungkapan Rahmat Hariyadi (2014) yang
saat itu menjabat sebagai Ketua (saat ini rektor) IAIN Salatiga
adalah mahasiswamemiliki kedalam spiritual, keluasan wawasan
intelektual, keahlian yang profesional dan berkepribadian
sebagai ilmuwan muslim Indonesia. Hal tersebut menjadi sebuah
semangat yang dikobarkanagar mahasiswa mampu menjadi
seorang intelektual ilmuan muslim yang syarat dengan nilai-nilai
ilmu pengetahuan dan budaya ke-Indonesia-an.
Hal senada, khususnya standar karakter bagi calon guru
Pendidikan Agama Islam tentunya sangat erat hubungannya
dengan kompetensi kepribadian guru (Suwardi: 2014).
Dengan demikian, setiap mata kuliah apapun selalu terkait
dengan kompetensi kepribadian dan ini menjadi kunci bagi
pengembangan karakter calon guru PAI.Menurut penuturan
beliau, Proses pendidikan karakter dan kepribadianlebihbersifat
hiddencurriculum.
Dari hasil observasi dan dokumentasi yang dilakukan
peneliti dilapangan (2014) didapatkan dalam prosesnya,diinterna
lisasikanmelalui Tridarma Perguruan Tinggi.Diantaranya adalah:
1. Komitmen bersama seluruh civitas akademika terhadap
pembentukan karakter dan kepribadian mahasiswa,
2. Melalui Penciptaan Budaya/interaksi yang bersifat
Humanis-Religius dilingkungan kampus (saling senyum-
salam-sapa, sikap ramah dan budaya melayani dengan
mengedepankan akhlakul karimah),
3. Melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dengan kegiatan
yang terprogram dan terkontrol oleh lembaga dan melalui
program ma’had mahasiswa,

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 365


Puspo Nugroho

4. Sosialisasi serta pengawalanterhadap tata tertib dan etika


mahasiswa No: Dj.I/225/2007 sebagai bentuk pembiasaan
kedisiplinan,
5. Melalui pendampingan danmentoring Dosen Pembimbing
Akademik(Dosen PA) sebagai bentuk controlingyang
bekerjasama dengan Unit TAZKIA (dalam hal ini bagi
mahasiswa bimbingan yang tidak mampu tertangani dosen
pembimbing akan direkomendasikan dan direver kebagian
konseling),
6. Melalui penguatan layanan Bimbingan dan konseling
mahasiswa(majelis doa/psikoterapi religius), Pelatihan-
pelatihanserta ESIQyang dilaksanakan Unit Biro
Konsultasi Psikologi TAZKIA,
7. Menjalin kerjasama dan pertemuan denganStakeholder
seperti Orangtua, RT/RW dan pemilik kos, pimpinan
pesantren dan unsur terkait. (dokumentasi laporan
kegiatan)
8. Secara umum terintegrasi pada seluruh mata kuliah yang
sifatnya hidden curriculum, akan tetapi secara khusus
diterapkan melalui penguatan pendidikan karakter yang
terintegrasi pada mata kuliah-mata kuliah yang memiliki
core pada Pengembangan Kepribadian (MPK).
Untuk memaksimalkan kajian ini, peneliti membatasi
pembahasan pada cakupan mata kuliahpengembangan
kepribadiansebagaimana dalam SK Dirjen Dikti No. 43 tahun
2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah
pengembangan kepribadian di perguruan tinggi. Adapun visidari
mata kuliah tersebut adalah sebagai berikut:
Visi kelompok MPK di perguruan tinggi merupakan sumber nilai
dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program
studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya
sebagai manusia Indonesia seutuhnya.

Sesuai dengan Kepmendikan No. 232/U/2000 tentang


Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Hasil
Belajar Mahasiswa,mata kuliahdiklasifikasikan menjadi lima
rumpun. Mata kuliah tersebut mencakup Landasan kepribadian

366 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

(Mata kuliah Pengembangan Kepribadian: MPK), Penguasaan


ilmu dan keterampilan (Mata kuliah Keilmuan dan Keterampilan:
MKK), Kemampuan berkarya (Mata kuliah Keahlian Berkarya:
MKB), Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat
keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai
(Mata kuliah Perilaku Berkarya: MPB), Pemahaman kaidah
berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian
dalam berkarya (Mata kuliah Berkehidupan Bersama: MBB).
Menurut ­­­­­­Machmud dkk (2015:1), diterbitkannya
KepMenDikNas ini menyusul kesepakatan menteri pendidikan
yang tergabung dalam United Nations Educational Social and
Cultural Organization (UNESCO) Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) tentang perlunya kurikulum pendidikan yang mengandung
unsur-unsur “Learning to know, learning to do, learning to be, dan
learning to live together”.
Keberadaan dosen sebagai aktor utama tentu mengalami
perkembangan dan pertumbuhan.Sifat manusia maupun
keberadaannya tidaklah terbatas ataupun statis, manusia dapat
berubah ketika situasi maupun keberadaannya berubah karena
manusia dapat membangun sebuah mekanisme adaptasi
dalam perubahan. Melihat hal tersebut menjadi penting untuk
membangun komitmen bersama terhadap pendidikan karakter
humanis religius yang nyata-nyata bersifat hiddensehingga visi-
misi perguruan tinggi mampu diimplementasikan dengan baik
serta berimplikasi terhadap pembentukan karakter humanis
religius mahasiswa yang nantinya menjadi bekal sebagai makhluk
baru, pendidik baru generasi bangsa.
4. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK)
Pendidikan karakter dan kepribadian dalam hal ini bersifat
hidden curriculumdalam seluruh mata kuliah. Untuk membatasinya
penulis mengambil khusus pada rumpun mata kuliahyang core-nya
lebih dominan dan mengerucut pada pembentukan kepribadian
yaitu dalam rumpun Mata kuliahPengembangan Kepribadian
(MPK):

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 367


Puspo Nugroho

a. Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Mata


kuliahMPK
Beberapa mata kuliah yang masuk dalam rumpun
Pengembangan Kepribadian (MPK) sebagaimana dokumentasi
dalam buku pedoman akademik diantaranya:
Tabel 1. Rumpun Mata kuliah MPK
NO KEL MATA KULIAH
1 MPK ALQURAN
2 MPK PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
3 MPK TAUHID
4 MPK SIRAHNABAWIYAH
5 MPK AKHLAQ TASAWUF I
Penjabaran nilai inti(core values)disetiap mata kuliah
pengembangan kepribadian sebagai berikut:
1) Mata KuliahAl Qur’an
Nilai-nilai yang terkandung dalam matakuliah Al
Qur’an terbagi menjadi empat hal.Pertama, nilai yang
terkait dengan hablun minallah (hubungan seorang hamba
kepada Allah), seperti ketaatan, keikhlasan, syukur, sabar,
tawakal, mahabbah, dan sebagainya.Kedua, nilai hablun
minannas, yaitu nilai-nilai yang harus dimiliki oleh seseorang
khususnya terkait hubungannya dengan sesama manusia,
seperti rasa empati, rasa kasih-sayang, budaya tolong-
menolong, kerjasama, saling mendoakan dan memaafkan,
sikap hormat-menghormati, dan sebagainya.
Ketiga, nilai yang berhubungan dengan hablun
minannafsi (diri sendiri), seperti: kejujuran, disiplin,
amanah, mandiri, istiqamah, keteladanan, kewibawaan,
optimis, tawadhu’, dan sebagainya. Dan keempat, nilai
hablun minal-‘alam (hubungan dengan alam sekitar),
seperti: keindahan, kepekaan, keseimbangan, kelestarian,
kebersihan, kepeduliaan, dan lain sebagainya.
2) Mata KuliahPendidikan Kewarganegaraan
Tujuan mata kuliah ini adalah membentuk
mahasiswa agar menjadi ilmuwan muslim yang profesional,

368 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis


berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki
daya saing, berdisiplin dan berpartisipasi aktif dalam
membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem
nilai Pancasila(dokumentasi silabus).
Tiga aspek fundamental yang menjadikan ciri
mata kuliah ini yaitu pengetahuan kewarganegaraan,
keterampilan kewarganegaraan dan sikap kewarganegaraan
sebagai berikut:

Bagan 3. Tiga Aspek Fundamental Nilai


dan Karakteristik PKn
Bangunan tersebut akan selalu diawali dengan
pemahaman terhadap konsep atau teori yang kemudian
bagaimana konsep tersebut bisa diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Kaitannya denganNilai-nilai karakter
untuk Mata kuliah PKn meliputi nilai karakter pokok dan
nilai karakter utama. Nilai karakter pokok Mata kuliahPKn
yaitu: Religiusitas, Kejujuran, Kecerdasan, Ketangguhan,
Demokratis, dan Kepedulian. Sedangkan nilai karakter
utama Mata kuliahPKn yaitu: Nasionalis, Kepatuhan pada
aturan sosial, Menghargai keberagaman dan kemajemukan,
Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain,
bertanggung jawab, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,
dan Kemandirian.
3) Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dalam deskripsi mata kuliahakhlak tasawuf
mahasiswa diajak untuk memahami dan menganalisis
akhlak tasawuf dalam kehidupan modern, tujuan akhlak
tasawuf, bagaimana mengelola hati sebagai inti pendidikan
akhlak seperti taubat, sabar, zuhud, kekuatan sedekah, khouf
wa raja’, hubb, fana’, dankekuatan sedekah.

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 369


Puspo Nugroho

Beberapa nilai dan karakteristik mata kuliah ini


adalahpenguatan aspek spiritual lebih ditekankansehingga
mampumemahami dan mengenal Allah sebagai dasar
pembentukan akhlakdan yang paling utama melalui aspek
spiritual inilah yang sebenarnya menjadi basic utama untuk
membentuk karakter kuat.Membenahinya bukan pada
perilaku, tetapi melalui pengenalan kecintaan Allah SWT
kepada makhluknya, dengan hal tersebut manusia akan
merasa rikuh, malu kepada Allah SWT, mereka menjadi
semakin dekat dan semakin cinta kepada Allah dan efeknya
kepada perubahan sikap.
4) Mata Kuliah Sirah Nabawiyah
Bagi para guru, aspek ini menjadi sangat penting.
Mempelajari sejarah hidup Nabi saw akan memberikan
banyak pelajaran, bimbingan, dan inspirasi tentang cara
mengemas Islam agar tidak sekadar kognitif semata
melainkan juga efektif menghasilkan perubahan karakter.
Apabila mengkaji lebih dalam kehidupan Nabi SAW sangat
sarat dengan nilai-nilaikarakter.Kelembutan, kesabaran,
sikap arif dan bijaksana.Pribadi nabi yang memiliki
sifat sidiq, amanah, fathonah dan tabligserta sejarah
kemunculan gelar Al Amin pada diri nabi menjadi standar
pribadi ummat yang wajib diteladani dalam hidupseorang
calon guru. Hal tersebut selaras dengan misi dimana
nabi diutus. Muthahari menjelaskan bahwa misi utama
diutusnya Nabi adalah mengajak umat manusia ke arah
pengakuan dan pendekatan diri terhadap Tuhan seraya
menegakkan keadilan dan kesederajatan dalammasyarakat
manusia(Muthahhari,1991:29). Dalam hal ini terlihat nilai-
nilai karakter dan kepribadian yang perlu diteladani dalam
usaha menciptakan nuansa humanis-religius.
5) Mata KuliahTauhid
Melalui mata kuliah ini, nilai-nilai utama yang
ditekankan adalah karakter keteguhan hati, kemandirian.
Disampingi itu, ada sisi rasionalitas agama, karakter yang
tampil kuat ini berasal dari rasio agama (wawancara MF:
21 April 2014).Pribadi seorang guru dididik untuk menjadi

370 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

pribadi yang beriman dan berakhlak mulia, memiliki


kemantapan dan keteguhan diri, stabil dan dewasa dalam
bersikap, kemandirian yang selalu mengedepankan
rasionalitas ilahiah yang bersumber dari Allah.
b. PendekatanHumanis Religius dalam Internalisasi Nilai-
Nilai Karakter dan Kepribadian
Dalam proses internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter
berbasis akhlak dalamMata kuliah Pengembangan Kepribadian
akan menjadi standar secara umum karena dalam mata kuliah
MPK ini muatan pendidikan lebih kental dengan nilai-nilai
softskill. Inilah yang perlu dimengerti dan dipahami oleh semua
pihak. Penulis simpulkan dalam prosesnya, beberapa pendekatan
yang digunakan baik dalam proses kegiatan pembelajaran ataupun
dalam aktifitas akademik lainya diantaranya:
1) Pendekatan Keteladanan
Sikap dan keteladanan yang ditunjukkan seorang
dosen dan seluruh pegawaiyang baik akan mampu
memberikan nilai positif dan perubahan dalam diri
pribadi mahasiswa calon guru. Tindak tanduk, perilaku,
ucapan, bahkan gaya mengajar dosen serta interaksi proses
pelayanan mahasiswa pun akan sulit dihilangkan dalam
ingatan mahasiswa. Begitu pula karakter kepribadian dosen
dan pegawai juga selalu terekamdanmembekas dalam
memori mahasiswa.
Satu teori yang menarik untuk dikaji bahwa satu
teori kognitif sosial yang sangat efektif adalah teorimodeling.
Istilah modelling berarti adanya suatu proses peneladanan,
peniruan terhadap subyek atau model oleh individu atau
kelompok (Tajudin, 2016:39). Hal senada diungkapkan
oleh Misdar menurut teori tersebut seorang guru atau siswa
adalah orang yang dapatberperan sebagai model, perilaku
yang dimunculkan saling berinteraksi denganlingkungan
(Misdar,2016:2).
Dosen (civitas akademika) sebagai model (aktor)
akan menjadi pusat perhatian yang utama karena dalam

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 371


Puspo Nugroho

prinsipnya pembelajaran dalam konteks ini melibatkan


pengamatan terhadap model sebagaimana berikut:

Bagan 4. Tiga Prinsip Strategi Modeling


Manusia cenderung bersifat imitatif. Sesuai dengan
Teori kognisi Sosial Albert Bandura yang mengadopsi
Perspektif interaksionis dalam menjelaskanFenomenamoral.
Pada prosesnya, faktor-faktor personal yang berupa pikiran
moral, Reaksi diri Secara afektif, dan perilaku moral, serta
faktor–faktor lingkungan berinteraksi secara timbal balik
sebagai faktor penentu dalam moralitas (Lestari, 2009:50).
Selanjutnya manusia akan memilih model yang dianggap
efektif dan mengabaikan model yang penampilan dan
reputasinya tidak bagus. Langkah pertama,mahasiswa diajak
untuk bisa mengambil atribut yang relevan. Langkah kedua,
mahasiswa mengintegrasikan informasi yang didapatkannya
melalui pengamatan kedalam sebuah tata aturan yang
berlaku. Dan langkah ketiga adalah hasil informasi yang
didapatkan diimplementasikan dalam bentuk perilaku yang
bersifat psikomotorik.
2) Pendekatan Persuasif
Dengan rasa kedekatan yang syarat nilai-nilai karakter
yang dibangun melalui kontrak awal perkuliahandengan
pendekatan persuasif akan memberikan hasil yang optimal,
nasehat akan mengena manakala dilaksanakan dengan
pendekatan hati. Penyampaian nilai berbeda dengan

372 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

penyampaian ilmu yang sifatnya kognitif.Ada segmen dan


ranah tersendiri yang tidak bisa diterapkan sebagaimana
menyampaikan knowledge, akan semakin efektif manakala
dosen juga komiten dengan nilai yang disampaikan tersebut
(Sultoni, 2014)
3) Membangun Ikatan Emosional
Posisi dosen sangatlah vital.Dosen ibarat sosok
yang dipandang sangat luarbiasa dihadapan mahasiswa.
Cara memposisikan dosen dihadapan mahasiswa akan
menentukan masuknya nilai inti/ core value dalam diri
mahasiswa calon guru. Pendekatan kekeluargaan akan
memberikan kenyamanan dan rasa aman bagi mahasiswa,
membangun kedekatan ibarat sebuah keluarga, menganggap
mahasiswa sebagai anak istimewa, seperti saudara sendiri
(dalam koteks pendidikan), tidak membeda-bedakan
antar individu akan mampu memberikan perubahan
citra diri dan karakter mahasiswa calon guru. Penciptaan
lingkungan pembelajaran yang “akrab” antar pendidik
dengan subjek didik memungkinkan tumbuhnya rasa
aman, rasa kepercayaan, sehingga dengan terbebasnya
dari rasa takut untuk tumbuhnya kreativitas. Penciptaan
lingkungan pembelajaran yang tidak mengekang mengarah
kepada tumbuhnya ‘aktualisasi diri’ bukan penumpukan
pengetahuan (Subiyantoro, 2013: 332).
4) Membangun dan Mengembangkan Pola Pikir Positif
Segala perilaku adalah hasil dari sebuah pemikiran,
apabila pikiran yang ada itu baik maka baikpula
perbuatannya, akan tetapi apabila sebaliknya pikiran
yang muncul itu negatif tentu akan berakibat negatif pula
perilaku. Hermawan (2011: 17-18) menegaskan think
becomes thing, you are what you are thinking. Kita adalah
apa yang kita pikirkan. Jika kita berpikir baik terhadap diri
pribadi kita maka baik pula citra diri kita. Dalam hal ini
tentunya tidak sekedar hanya proses berpikir, tetapi diiringi
dengan menyelaraskan antara pikiran dengan tindakan.

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 373


Puspo Nugroho

Sebuah bagan yang akan memperjelas konsep


perubahan mindsetyang berdasarkan nilai inti ajaran agama
sebagaimana dibawah ini:

Bagan 5. Komponen Pola Pikir


Melalui pendidikan mindsetyang benar bagi
mahasiswa calon guru, Indonesia akan memiliki penguat
yang nantinya juga akan kembali ikut menguatkan mindset
generasi-generasi muda lainya. Mindset erat kaitannya
dengan pikiran/otak manusia. Dengan memahami dan
menata mindset (cara berpikir) yang benar, mahasiswa
calon guru kedepanya akan mampu mengantarkan
masyarakat dan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
cerdas, mandiri, sejahtera, dan berbudi luhur, berkarakter
dan berkepribadian baik. Pendidikan mindset bukanlah
proses mendoktrin yang sekedar menyamaikan dogma-
dogma.Pendidikan mindset menjelaskan tentang cara kerja
otak dan pikiran ketika seseorang melihat dan mendengar
informasi salah atau benar. Karakter tersebut dibangun lewat
pikiran, kedua dengan pemberian contoh yang sederhana
dan konsisten.Untuk menuju perubahan besar dilakukan
dengan mengubah carapandang mahasiswa dan mengajak
mereka untuk berpikir positif terhadap diri mereka sendiri.
Nilai-nilai karakter berbasis agama ditanamkan melalui
pikiran bawah sadar karena segala perilaku adalah hasil dari
buah  pikir.
5) Pendekatan Pembiasaan
Dalam menanamkan nilai-nilai karakter dan
kepribadian bukanlah sekedar proses menghafal materi
soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Karakter atau
Akhlak memerlukan sebuah pembiasaan. Pembiasaan untuk
berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu
berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan

374 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

lingkungannya kotor, hal-hal yang bersifat ritual seperti


sholat berjamaah, praktik etika sosial, perlakuan saling
menghormati, saling kasih mengasihi antar sesama, saling
membantu, menulis, membaca, dan lain-lain.
Salah satu strategi yang dirasa paling efektif
adalah membangun sebuah pembiasaan didalam budaya
kampus, baik itu budaya didalam perkuliahan dengan
berpikir kritis dan inovatif maupun budaya keseharian
dilingkungan kampus sepertihanya di unit-unit kegiatan
kemahasiswaanatau ma’had, interaksi keseharian,
pembiasaan pembacaan doa mulai dan selesai perkuliahan,
diskusi yang terkoordinir dengan baik dan sopan serta
beberapa pembiasaan lain seperti pembiasaan shalat
berjamaah dzuhur di masjid.Karakter tidak terbentuk secara
instan, tetapi harus dilatih secara serius dan proporsional
agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
6) Pembelajaran Bermakna
Dalam hal ini dosen sebagai the living model
bagi mahasiswa khususnya dalam mempelajari sejarah
kehidupan Nabi SAW.Dalam prosesnya, fase pertama
adalah metode pembentukan dasar dan prinsip bagaimana
kita sebagai ummat mengenal Nabi SAW. Setiap peristiwa
penting yang terjadi dalam perjalanan hidup Nabi saw harus
diingat dengan baik kronoligisya dengan berurutan. Pada
tahap ini, metode membaca dan bercerita menjadi prioritas
utama dalam perkuliahan.Melihat karakteristik materi ajar
siroh nabawiyah, tentunya membaca cepat dan membaca
cerdas menjadi ujung tombak, disini metode story telling
bisa diterapkan. Pada prosesnya seorang pengajar perlu
menggunakan mix-metode, dengan metode yang bervariasi
akan semakin meningkatkan antusias peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran. Metode ini memiliki pengaruh
yang sangat menakjubkan untuk dapat menarik perhatian
pendengar dan membuat seseorang bisa mengingat kejadian
dalam sebuah kisah dengan cepat.
Tahap kedua adalah dari hasil membaca cepat dan
membaca cerdas diatas, siswa diajak untuk menganalisis dan

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 375


Puspo Nugroho

membangun pemahaman secara mendalam setiap fase-fase


peristiwa kehidupan Nabi.Kajian sejarah kehidupan Nabi
SAW terfokus pada satu referensi utama yang membahas
fase-fase kehidupan Nabi secara kronologis-historis dengan
informasi yang cukup lengkap. Dosen memvariasi kegiatan
dengan menggunakan metode small group discussion. Hasil
bacaan tersebut didiskusikan dalam kelompok-kelompok
kecil secara mendalam yang kemudian antar tiap kelompok
memaparkan serta menceritakan nilai-nilai kandungan
dalam tiap-tiap peristiwa yang terjadi.
Pada tahap ketiga mahasiswamuslimdiharapkan
tidak hanya mengetahui peristiwa sejarah kehidupan
Nabi SAW, tetapi juga melakukan analisisakhir mendalam
terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nabi
dan menemukan nilai-nilai kehidupan yang relevan
dengan kehidupan sekarang. Pada fase inilah mempelajari
sirah nabawiyah efektif mewariskan nilai-nilai karakter
untuk diteladani. Dalam hal ini proses pendidikan Islam
dituntutmampumembentuk individu muslim syaratnilai-
nilai kearifan. Disinilah letak pembentukan caracter
buildinghumanis yang sesungguhnya.
7) Penguatan Aqidah
Aqidah atau keimanan merupakan bagian terpenting
dalam ajaran Islam.Apabila dianalogokan, ajaran Islam
diibratkan jasad dan iman adalah ruhnya.Ia adalah jantung
yang memompa darah kehidupan keseluruh bagian tubuh.
Pada akhirnya, dalam setiap perjalanan hidup manusia
iman-lah yang akan mengontrol dan sekaligus mengarahkan
setiap perbuatan. Aqidah atau keimanan adalah ruh dalam
ajaran Islam karena seseorang akan dinilai derajad nya disisi
Tuhanya atas dasar keimananya serta ketaqwaanya.Makna
keimanan atau tauhid sebagai inti ajaran Islammemiliki
dampak sosial yang luar biasa, dalam arti bahwa tidak
ada satu pun orang atau tatanan yang dijadikan sebagai
rujukan atau tempat bergantung seseorang kecuali Tuhan
sendiri. Dengan prinsip ini, semua aktifitas kehidupan

376 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

diorientasikanpada pengabdian pada Tuhan, bukan untuk


kepentingan materialis-hedonis duniawi (Muqowim, 8).
Di tengah gelombang modernismdan arus globasisasi,
keimanan ini bukan hanya akan menjadi pemandu arah,
melainkan ia juga akan menjadi telaga penyejuk di tengah
hingar-bingar dan hiruk-pikuknya dunia modern yang
penuh dengan problematika.Mulai dari maraknya kasus
dehumanisme, kekerasan, maraknya kasus bulliying, ujaran
kebencian, tawuran dan lain sebagainya. Mengenalkan
mahasiswa dengan Allah, mendekatkannya kepada Allah,
menguatkan rasa cintanyakepada Allah, menjadikan Allah
satu-satunya pegangan hidup, adapun yang lainya nggandul
(red. Jawa)(Wawancara Sultoni, 2014). Inilah nanti yang
akan membentuk kepribadian seorang guru sejati, guru
yang sudah kenal Allah.Inilah yang akan membawa murid
menjadi murid yang berkarakter kuat dan berkepribadian.
8) Integrasi Nilai-Nilai Ajaran Islam
Sangat erat kaitanya dengan point ke-tujuh diatas,
bahwa dalam proses internalisasi nilai-nilai karakterdan
kepribadian harus terhubung pada tataran ilahiyah. Disini
bisa dibahasakan metode integrasi nilai-nilai ajaran Islam
atau juga bisa disebut strategi reflektif.Apabila tidak ada
keterkaitan antara dimensi ilahiyah (religius-spiritulis),
karakter tersebut hanya sebatas pada tataran emosional
semata, sangat rapuh dan mudah mengalami perubahan.
Melalui peran berbagai elemen salah satunya melalui
organisasi kemahasiswaan yang fokus dalam pembinaan
keagamaan serta melalui peran ma’had mahasiswa
(wawancara RH: 22 Maret 2014).
Dalam ajaranIslam antara dimensi Illahiyah dengan
dimensi kemanusiaantidak dapat dipisahkan.Aspek spiritual
(illahiyah) inilah yang sebenarnya menjadi basic untuk
membentuk sebuah karakter yang kuat. Membenahinya
bukan pada perilaku, tetapi melalui pengenalan kecintaan
Allah pada manusia.Manusia akan merasa rikuh, malu kepada
Allah sehinggamereka akan menjadi semakin mendekat dan
cinta kepada Allah dan efeknya adalah perubahan sikap.

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 377


Puspo Nugroho

Dalam prosesnya, mahasiswa diajak untuk menggali


sebuah peristiwa kehidupan, dosen mengkaitkan dengan
masalah masalah prinsip yang terjadi dalam kehidupan yang
kemudian ditarik ke ranah Illahiyah, mengenal kuasa-Nya,
cinta-Nya.Dengan proses tersebut akan banyak muncul
amalan-amalan yang bersifat syari’ah yang secara tidak
langsung membentuk karakternya.
Sistem ajaran Islam dikelompokkan menjadi tiga
bagian, yaitu bagian aqidah (keyakinan), bagian syari’ah
(aturan-aturan hukum tentang ibadah dan muamalah),
danbagian akhlak (karakter Islami). Ketiga bagian ini tidak
bisa dipisahkan, tetapi harus menjadi satu kesatuan yang
utuh yang saling mempengaruhi. Aqidah sebagai pondasi
yang menjadi tumpuan Syari’ah dan Akhlak. Sementara
itu, syari’ah merupakan bentuk bangunan yang hanya bisa
terwujud bila dilandasi oleh aqidah yang benar dan akan
mengarah pada pencapaian akhlak yang seutuhnya. Dari
adanya aqidah dan syari’ah yang kuat yang kemudian ditarik
kepada bukti rahman-rahimnya Allah, kasih sayangnya
Allah serta penguatan konsep ihsan bahwa apapun yang kita
lakukan dimuka bumi ini Allah senantiasa menyaksikan.
Konsep diatas bisa digambarkan sebagai berikut:

Bagan 6 : Konsep Integrasi Nilai-Nilai Ajaran Islam


Dengan demikian, akhlak (karakter Islami)
sebenarnya merupakan hasil atau akibat terwujudnya
bangunan syari’ah yang benar yang dilandasi oleh fondasi
aqidah yang kokoh. Tanpa aqidah dan syari’ah, mustahil
akan terwujud akhlak (karakter Islami) yang sebenarnya.

378 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

Melalui integrasi nilai nilai agama ini diharapkan dapat


menguatkan dan menjadi pendorong perwujudan nilai-nilai
kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat.
C. Simpulan
Dari hasil olah temuan dan konfirmasi peneliti, disimpulkan
beberapa hal yang menjadi poin utamapendidikan karakter dan
kepribadian melalui pendekatan humanis-religius di LPTK lebih
bercorakhidden curriculum. Pada prosesnya dilaksanakan melalui
Tridarma Perguruan Tinggi sebagaimana penjelasan pada bagian
awal, kaitannya terhadap penguatan pendidikan karakter dan
kepribadianyang terintegrasi dalam Mata kuliah pengembangan
kepribadian dalam praktiknya sudah efektif, setiap mata kuliah
MPK syarat akan nilai-nilai karakter sesuai dengan karakteristik
dan tujuan masing-masing mata kuliah, hanya saja diperlukan
kerja kolektif kaitannya dengan proses implementasinya.
Pada proses pelaksanaan pendidikan karakter dan
kepribadiandigambarkan dalam visi dan misi, disosialisasikan
dalam tataran kerja lembaga dan stakeholder, selanjutnya
diintegrasikan dalam setiap disiplin ilmu. Dalam menerapkan
tata nilai disertai komitmen bersama, dijalankan secara maksimal
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab mulai dari kegiatan
kerjasama, program team teachingdan diskusi dosen mata
kuliahserta nilai-nilai karakteryang dirumuskan secara eksplisit
dalam deskripsi mata kuliah, silabi dan SAPsesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai.
Hal berbeda dalam prosesnya adalah penekanan dalam
aspek yang bersifat humanis-religius. Meskipun semua aspek
Tridarma Perguruan Tinggi telah dijalankan, tetapi jika tidak
didasari dan dilandasi dengan pendekatan humanisme dan
religiustentunya akan menghasilkan sebuah karakter yang
berbeda. Nilai-nilai agama yang telah diterjemahkan dalam akhlak
menjadi pondasi utama karakter dan kepribadian yang selanjutnya
nilai-nilai kebaikan tersebut perlu disampaikan dengan cara
yang  humanis.

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 379


Puspo Nugroho

DAFTAR PUSTAKA

Adhiatera, T. 2008, Perjalanan Spiritual Seorang Kristen Sekuler.


Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Al Ghazali, Imam, Ikhya’ al Ulumuddin, Juz I, Mashadul Husaini.
Baharuddin, dan Moh. Makin, 2007, Pendidikan Humanistik,
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Chatib, Munif, 2012, Gurunya Manusia, Bandung: Kaifa.
Durkheim, Emile, 1961, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori Dan
Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Terjemah : Moral Education,
The Free Press of Glencoe, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Hamied, Hamdani dkk, 2013, Pendidikan Karakter Perspektif
Islam, Bandung: Pustaka Setia.
Hermawan, Didik, 2011, Yes Aku Bisa, Rahasia Membentuk Mental
Pemenang Dengan Tehnik Spiritual Hypnoparenting, Solo:
Era Adi Citra Intermedia.
Huberman, Miles, 1992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Ibn Rusn, Abidin, 1998, Pemikiran AL Ghazali tentang Pendidikan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jumarudin, Abdul Gafur, Siti Partini Suardiman, Pengembangan
model pembelajaran humanis-Religius dalam pendidikan
karakter di sekolah dasar, Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi , Volume 2, Nomor 2, 2014.
Kamal, Sulton,PendidikanKarakterPendidikanAkhlak, dalam
http://hariansinggalang.co.id/pendidikan-karakter-
pendidikan-akhlak/ diunduh 21 Maret 2014
Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pendidikan
Karakter di Perguruan Tinggi.
Latief, Hilman dkk(edt), 2015, Islam dan Urusan Kemanusiaan;
Konflik, Perdamaian dan Filantropi, ICRC-Jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta.

380 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam


Internalisasi Nilai-Nilai Karakter...

Lestari. Sri, Pembentukan Karakter pada Anak: Model


Mekanisme Sanksi Diri dari Albert Bandura Sebagai
Regulasi PerilakuMoral. Buletin Psikologi, Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada .Volume 17, No. 1, 2009: 48 – 56
Lickona, Thomas, 1991, Educating for Character: How Our School
Can Teach Respect and Responsibility, New York: Bantam
Books.
Machmud, Ilham & Frans A.Rumate, 2015, Etika dan Perilaku,
Jurusan Farmasi – FMIPA Universitas Hasanuddin.
Diakses dari http://www.unhas.ac.id/hasbi/LKPP/Hasbi-
KBK-SOFTSKILL -UNISTAFF-SCL/P3AI-Unhas/
ETIKA%20DAN%20PERILAKU.doc
Misdar, Muh.Keteladanan Guru Dalam Pembelajaran, JurnalAt-
Ta’lim, Vol. 15, No. 1, Januari 2016
Muqowim, Pendidikan Islam dalam Perspektif Critical Pedagogy.
Diakses dari http://digilib.uin-suka.ac.id/8467/1/
MUQOWIM%20PENDIDIKAN %20ISLAM %20
DALAM%20PERSPEKTIF %20CRITICAL%20
PEDAGOGY.pdf
Muslich, Mansur, 2011, Pendidikan Karakter, Menjawab Tantangan
Krisis Multidimesional, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Muthahhari. Murtadha, 1991. Falsafah Kenabian. Jakarta: Pustaka
Hidayah
Nizar, Samsul, 2001, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan
Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Oktaviana, Zahrina, 2014, Tolak Kekerasan pada Dunia Pendidikan,
melalui diakses dari http://edukasi.kompasiana.
com/2014/05/03/-653441.html,pada 19 Mei 2014
SK DIKTI No: 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu
Pelaksanaan Kelompok Mata kuliah Pengembangan
Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Sri Rahayu, Ani, Budaya Perguruan Tinggi Yang Berkarakter, diakses
dari  http://www.koranpendidikan.com/view/1653/
budaya- perguruan- tinggi-yang- berkarakter. html pada 29
April 2014

Vol. 12, No. 2, Agustus 2017 381


Puspo Nugroho

Sriyanti, Lilik, 2012, Model Pembinaan Karakter Mahasiswa


Stain Salatiga, Salatiga: Pusat Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (P3M).
Subiyantoro, Pengembangan Model Pendidikan Nilai Humanis-
Religius Berbasis kultur Madrasah, Cakrawala Pendidikan,
November 2013, Th. XXXII, No. 3
Sukmadinata, 2008, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Syamsudin, Din, 2012, Masalah Bangsa Indonesia Berpangkal
Pada Krisis Moral, diakses dariwww.tribunnews.com/
nasional/2012/08/19, pada 23 Mei 2014
Tajudin, Yuliyatun. Islam Dan Masyarakat Modern Dalam Sistem
Modeling Masyarakat Jawa. Jurnal Community development.
Volume 1, No. 1, Juni 2016
Wibowo, Agus, 2013, Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi.
Membangun Karakter Ideal Mahasiswa di Perguruan Tinggi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zubaidi, 2011, Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Prenada
Media Group.

382 Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam

You might also like