Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Tunagrahita Sedang Di Sekolah Dasar SLB C Ruhui Rahayu Samarinda
Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Tunagrahita Sedang Di Sekolah Dasar SLB C Ruhui Rahayu Samarinda
Abstrak
This research is aims to see how the description of parental support in
improving the independence of mental retardation child in primary school Slb C
Ruhui Rahayu Samarinda. This research used qualitatitve with case study
approach. The data was collected using observation, in depth interview, and
documentation about six people of student’s mother.
The first subject PJ, the form of support that is given is emotional
support,with great care and affection, because the subject helps when the child
has trouble doing something so that the child’s independence can be seen. The
second subject SW,form of support that is given is informative support,so the
child can do something by himself and listen to the advice and direction of the
subject. The third subject DW, the form of support that is given is emotional
support, with attention and advice when the child can not clean the goodsproperly
and subject also accompany and encouraging when child are learning. The forth
subject AG, the form of support that is given is emotional support by giving
advice and help the child when the child looks emotion because it can not take
something desired. The fifth subject RM, the form of support that is given is
emotional support by helping and giving direction to the child so that the
independence of the child can be known when the child is learning alone and
listen to the direction of the subject. The sixth subject RY,the form of support that
is given is emotional support by paying attention when the child is cleaning the
terrace of the house and pay attention while the child is learning.
Pendahuluan
Menurut Saptunar (2012) anak tunagrahita sedang ini memiliki
keterbatasan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan, tidak mampu
memikirkan hal yang abstrak dan yang berbelit-belit. Akibat dari keterbelakangan
ini, anak tunagrahita sedang memiliki keterbatasan menerima pelajaran karena
perhatiannya mudah beralih, kemampuan motorik yang kurang, perkembangan
penyesuaian diri yang terbatas dan sebagainya. Anak tunagrahita sedang juga
memiliki keterbatasan dalam kemampuan merawat diri. Berdasarkan hasil
1
Mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Mulawarman. Email: [email protected]
Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak .... (Puji)
wawancara dari guru di sekolah SLB C Ruhui Rahayu bahwa kategori dasar
pengelompokan anak tunagrahita saat memasuki sekolah di SLB C Ruhui Rahayu
Samarinda adalah yang pertama saat masuk sekolah anak akan di tes oleh
psikolog, kemudian setelah di tes hasilnya akan diklasifikasikan dan termasuk
klasifikasi tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, atau tunagrahita berat. Setelah
diklasifikasikan anak akan masuk sekolah di slb c berdasarkan usianya, usia di
bawah 15 tahun tingkatan SD, usia 15-20 tahun tingkatan SMP, usia 20-25 tahun
tingkatan SMA. Strategi pembelajarannya saat guru mengajar juga berbeda, anak
tunagrahita ringan pengajarannya kurang lebih seperti sekolah normal hanya
bersifat nyata dan kalau anak tunagrahita sedang pengajaranya lebih individual.
Peneliti melakukan wawancara awal pada tanggal 28 november 2016
dengan salah satu subjek yaitu ibu dari anak tunagrahita yang berinisial PJ (ibu),
usia 38 tahun yang berada di jalan kemakmuran pada jam 07.00 WIB. Hasil
wawancara yang di peroleh dari PJ ialah bahwa PJ memiliki anak tunagrahita
sedang yang berinisial ZM (anak), usia 7 tahun dan anak pun belum dapat
melakukan sesuatu dengan sendiri seperti belum dapat memakai baju sendiri,
belum dapat makan sendiri, belum dapat mandi sendiri dan lain-lain. Usaha yang
di lakukan PJ (ibu) untuk anaknya ialah selalu mendampingi anaknya seperti
membantu untuk mandi, makan, bepakaian, dan subjek juga selalu membawa
anaknya untuk pergi terapi.
Peneliti melakukan wawancara yang kedua pada tanggal 3 desember
2016 dengan salah satu subjek yaitu ibu dari anak tunagrahita yang berinisial DW
(ibu), usia 38 tahun yang berada di jalan kemakmuran pada jam 15.00 Wita. Hasil
wawancara yang di peroleh DW ialah bahwa DW memiliki anak tunagrahita yang
berinisal WH (anak), usia 9 tahun dan anak pun dapat melakukan sesuatu sendiri
tetapi belum maksimal, seperti anak mampu mandi sendiri tapi tidak bersih, anak
mampu makan sendiri tapi masih berantakan, anak mampu memakai baju sendiri
tapi salah dan lain-lain. Usaha yang di lakukan DW (ibu) untuk anaknya ialah
selalu mendampingi dan memberi reward berupa hadiah atau pujian ketika anak
sedang mencapai keberhasilan seperti bermain puzzle, makan sendiri, mandi
sendiri, dan mengancing bajunya sendiri.
Peneliti melakukan wawancara yang ketiga pada tanggal 25 desember
2016 dengan salah satu subjek yaitu ibu dari anak tunagrahita yang berinisial RM
(ibu), usia 39 tahun yang berada di jalan Lambung Mangkurat pada jam 01.00
Wita. Hasil wawancara yang di peroleh RM ialah bahwa RM memiliki anak
tunagrahita yang berinisal AZ (anak), usia 8 tahun dan anak dapat melakukan
sesuatu dengan sendiri hanya belum sebaik mungkin, kemandiriannya masih
dapat dilatih. Usaha yang dilakukan RM untuk anaknya adalah memberi tahu
anak saat anak sedang melakukan sesuatu dengan salah, dan memberi arahan agar
anak dapat melakukannya dengan benar, memberi pujian apabila yang dilakukan
anaknya benar.
Sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita mengalami hambatan
dalam kercerdasan maka target kemandiriannya tentu harus dirumuskan sesuai
147
PSIKOBORNEO, Volume 6, Nomor 1, 2018 : 146-158
dengan potensi yang mereka miliki, sehingga dapat dikatakan bahwa mandiri bagi
anak tunagrahita adanya kesesuain antara kemampuan yang aktual dengan potensi
yang mereka miliki. Jadi pencapaian kemandirian bagi anak tunagrahita tidak
dapat diartikan sama dengan pencapaian kemandirian anak normal pada
umumnya (Astati, 2011).
Sarafino (dalam Pancawati, 2013) Salah satu bentuk peranan sebagai
orangtua dapat diberikan kepada anak mereka yaitu memberi dukungan (perhatian
dan kasih sayang) untuk membantu tumbuh kembang anak, dukungan orangtua
sebagai bantuan yang diterima individu dari oranglain atau kelompok sekitarnya,
yang membuat penerima merasa nyaman, dicintai, dan dihargai. Salah satu
caranya adalah melatih mereka dengan berbagai macam keterampilan dan
menciptakan iklim yang kondusif di masyarakat bahwa mereka adalah kelompok
yang membutuhkan.
Pertanyaan Penelitian
1. Apa tindakan orang tua saat pertama mengetahui bahwa anaknya mengalami
gangguan tunagrahita ?
2. Bagaimana cara orang tua dalam membimbing anak tunagrahita ?
3. Dukungan seperti apa yang di berikan orang tua untuk anak tunagrahita ?
4. Bagaimana upaya orang tua dalam membantu anak agar mandiri ?
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dukungan orang tua
yang di berikan terhadap anak tunagrahita sedang untuk meningkatkan
kemandirian.
Kemandirian
Kemandirian untuk mengurus diri sendiri dan kemandirian dalam
menghasilkan suatu materi berbekal keterampilan yang sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya yang dapat memiliki kepercayaan pada diri sendiri
148
Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak .... (Puji)
sehingga perilaku yang timbul berasal dari kekuatan dorongan dalam diri sendiri
dan tidak terpengaruh pada orang lain. Kemandirian untuk anak tunagrahita yaitu
diharapkan anak dapat mengurus diri sendiri dan bertanggung jawab (Somantri,
2007).
Menurut Astati (2011) beberapa upaya untuk mencapai ciri kemandirian
yang sesuai dengan potensi yang dimiliki anak tunagrahita, diantaranya
menumbuhkan rasa percaya diri, menumbuhkan rasa tanggung jawab,
menumbuhkan kemampuan menentukan pilihan dan mengambil keputusannya
sendiri, menumbuhkan kemampuan mengendalikan emosi. Menurut Muliana
(2013) ciri-ciri kemandirian tunagrahita sedang di antaranya dapat dilatih
merawat dirinya sendiri, koordinasi motorik masih sedikit terganggu, bisa
menghitung dan mengetahui macam-macam warna dan membaca beberapa suku
kata.
Kerangka Berfikir
149
PSIKOBORNEO, Volume 6, Nomor 1, 2018 : 146-158
150
Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak .... (Puji)
ini belum ada perkembangan karena anak saat ini masih suka kejang-kejang,
kalau anak kejang-kejang biasanya PJ langsung meminumkan anak obat.
PJ juga melatih anaknya agar mandiri, agar anak bisa melakukan sesuatu
dengan sendiri, karena yang awalnya anak tidak bisa makan sendiri sekarang jadi
bisa makan sendiri meskipun berhamburan, tapi terkadang anak juga masih suka
minta disuapin oleh PJ, dan dilatih juga untuk memakai baju dan celana sendiri,
meskipun anak bisa tapi masih suka terbalik dan salah saat anak mengenakan baju
dan celana. PJ juga mengajarkan anak, jika selesai makan PJ memberi tahu
anaknya untuk menaruh piring didapur atau pada tempatnya. Kemandirian untuk
anak tunagrahita yaitu diharapkan anak dapat mengurus diri sendiri dan
bertanggung jawab (Somantri, 2007).
Selain itu PJ juga memberikan kebutuhan sekolah sewajarnya seperti
peralatan tulis dan keperluan sekolah anak sehari-hari dan biasanya PJ yang selalu
mengantar dan menunggui anak sampai jam pulang sekolah karena PJ juga
khawatir jika meninggalkan anak sendiri disekolah, PJ takut jika anak merasa
kesulitan saat disekolah seperti pergi ketoilet, karena PJ takut jika anak kepeleset.
Anak disaat tidak ingin melakukan sesuatu PJ berusaha membujuk anak agar mau
melakukan sesuatu tapi PJ juga tidak ingin memaksa kalau anak sudah tetap
menolak. Dukungan orang tua merupakan dukungan dimana orang tua
memberikan kesempatan pada anak agar dapat mengembangkan kemampuan
yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan apa yang
ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatan, anak
akan mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang
tua Santrock (dalam Pujawati, 2016).
Subyek SW adalah seorang ayah yang berusia 42 tahun, memiliki
seorang putri yang mengalami gangguan tunagrahita sedang. Pekerjaan subyek
merupakan seorang wiraswasta. Latar pendidikannya adalah Sekolah Dasar.
Subyek sangat kaget saat pertama kali mendengar bahwa anaknya mengalami
gangguan tunagrahita. Berdasarkan hasil wawancara, SW saat itu merasakan
bahagia karena memiliki anak yang kembar dan cantik, tapi entah mengapa
semakin hari perkembangan anak mereka sangat berbeda, anak pun saat itu
kejang-kejang jadi pada akhirnya SW memutuskan untuk membawa anak periksa
dan ternyata keputusan dokter membuat SW terpukul dan hancur perasaanya saat
mendengar anak mengalami gangguan tunagrahita disertai epilepsy, tapi mau
tidak mau SW harus mengikhlaskan menerima kondisi anaknya dan SW juga
tidak mau terlihat sedih dan mencoba terlihat kuat didepan istri dan anak-
anaknya.
Tidak hanya itu saja, karena SW tinggal di perumahan yang cukup padat
penduduknya tapi SW tidak pernah berkumpul dengan tetangga disekitar
rumahnya. Anak SW pernah menjadi bahan ejekan teman-teman dilingkungan
rumahnya karena saat itu anak pernah mengaji dan disitulah anak diperlakukan
yang membuat orangtuanya sakit hati diperlakukan tidak baik. SW juga
mengajarkan anaknya untuk memakai kaos kaki sendiri, dan memakai sepatu
151
PSIKOBORNEO, Volume 6, Nomor 1, 2018 : 146-158
sendiri walaupun anak masih terlihat kesulitan. Santy dan Sari (2017)
Kemandirian merupakan kemampuan mengurus diri atau memelihara diri sendiri,
meskipun untuk anak tunagrahita dalam kemandirian mengurus diri masih
memerlukan bantuan yang cukup dari orang tua.
SW juga selalu memberi nasehat pada anaknya ketika anaknya sedang
berbuat kesalahan seperti menghamburkan mainannya. SW juga memberi
dukungan pada anaknya dengan memberi perhatian pada anak, bergurau dengan
anaknya dan berusaha agar anak terlihat senang ketika anak sedang merasa lelah.
SW juga membantu mengikat rambut anaknya karena anaknya tidak bisa
mengikat rambutnya sendiri dengan rapi. Salah satu bentuk peranan sebagai orang
tua yang dapat di berikan kepada anak mereka yaitu memberi dukungan
(perhatian dan kasih sayang) untuk membantu tumbuh kembang anak, dukungan
orang tua sebagai bantuan yang diterima oleh individu dari orang lain atau
kelompok sekitarnya, yang membuat penerima merasa nyaman, dicintai, dan
dihargai (Sarafino dalam Pancawati, 2013).
Subyek DW adalah seorang perempuan yang berusia 38 tahun, dan
memiliki 3 anak dan yang pertama perempuan, kedua dan ketiga laki-laki, anak
yang memiliki gangguan tunagrahita adalah anak kedua.Saat ini subyek
merupakan ibu rumah tangga dan memiliki usaha laundry dirumahnya. Latar
belakang pendidikannya adalah Sekolah Menengah Atas. Berdasarkan hasil
wawancara DW, saat pertama kali DW mengetahui kondisi anak, DW merasa
kecewa dan tidak percaya dengan kondisi anaknya. Jadi saat anak lahir, DW
bingung dengan kondisi anaknya yang tidak pernah menangis sampai usia 4
bulan, kemudian DW membawa anak terapi pijat, jadi setelah itu anak langsung
menangis.
Perkembangan anak pun juga lambat, anak bisa berjalan di usia 2 tahun.
Selama menjalankan terapi pun dokter memberi tahu kepada DW dan suami
bahwa anak mengalami gangguan tunagrahita. Cukup lama DW bisa menerima
kondisi anaknya, tapi DW berusaha mencoba mengikhlaskan semuanya, tapi saat
itu DW mudah emosional saat menghadapi anaknya, karena DW juga belum
memahami bagaimana cara mengatasi anaknya dengan kondisi yang seperti ini,
tapi saat ini DW sudah bisa memahami dan mengatasi anaknya dibanding dulu,
karena yang dulu mudah emosional saat menghadapi perilaku anaknya, tapi saat
ini DW lebih sabar, karena DW sudah memahami bagaimana mengatasi anak
yang normal dan mengatasi anak yang memiliki gangguan itu berbeda.
DW melatih anak mandiri dengan memberikan contoh untuk melakukan
sesuatu, kemudian anak mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh DW, tapi
tidak hanya sekali saja mengajarkan anak, besok-besoknya juga harus diingatkan
lagi agar anak lebih paham dan terbiasa. DW juga tidak akan memaksa jika anak
tidak mau nurut, jadi DW menyesuaikan hati anak saja. Sebenarnya anak bisa
untuk melakukan sesuatu sendiri, seperti makan, mandi, berpakaian, hanya belum
maksimal, seperti makan masih berhamburan, tapi DW selalu mengingatkan
kepada anaknya kalau berhamburan nanti di bersihkan, kalau mandi tidak bersih,
152
Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak .... (Puji)
kalau berpakaian pun masih suka salah, maka dari itu DW juga selalu menegur
kepada anak jika anak melakukannya dengan salah. Kemandirian anak retardasi
mental merupakan keseimbangan antara merawat diri dan mempunyai
kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri akan kebutuhan dasarnya dan mereka
senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan (Muliana, 2013).
Saat anak sedang emosi pun yang dilakukan DW adalah menenangkan
anaknya dengan mendatangi anaknya, memeluk anaknya, dan mengelus rambut
anaknya dengan penuh perhatian, meskipun anak masih marah tapi DW tetap
bersabar sambil memberi nasehat dengan bicara yang pelan dan lembut agar anak
tidak emosi lagi. Dukungan orangtua merupakan bentuk peranan orangtua dalam
meningkatkan pencapaian kompetensi peserta didik (dalam Tuwoso, 2014).
AG merupakan subyek keempat dari penelitian ini AG seorang laki-laki
yang memiliki 3 anak. Subyek merupakan seorang pekerja wirausaha. Latar
belakang pendidikan subyek adalah Sekolah Menengah Atas yang berada di salah
satu Samarinda. Subyek dulu bekerja wiraswasta yang berhubungan dengan
barang sembako dan sekarang AG sudah berhenti dipekerjaan itu dan
memutuskan untuk berwirausaha yang berhubungan dengan barang sembako.
Berdasarkan hasil wawancara AG, AG saat pertama kali mengetahui kondisi
anak, perasaan AG sangat hancur dan kecewa, karena AG sebenarnya saat itu
belum menginginkan anak, dan saat tahu kondisi anaknya yang seperti itu, AG
lebih banyak diam dan istrinya yang berusaha untuk menenangkan si AG. Saat ini
AG sudah bisa menerima kehadiran anaknya, karena cukup lama AG baru mulai
bisa menerima kondisi anak.
AG juga mengajarkan anaknya dengan menaruh sepatu pada tempatnya,
AG juga mengajarkan anaknya untuk mengembalikan piring setelah makan pada
tempatnya, karena anaknya sering menaruh barang tidak pada tempatnya
walaupun sudah sering AG ajarkan, anak masih belum bisa mandiri dalam hal ini,
karena untuk melakukannya itu bisa mungkin karena ada rasa penolakan. AG juga
mengajarkan anaknya untuk membersihkan telinganya dengan alat pembersih tapi
diajarkan untuk melakukannya dengan pelan agar tidak terjadi luka. Menurut
Chamberlain & Moss dalam (Semiun, 2006) kemandirian anak retardasi mental
meliputi : 1) Kebersihan badan, terdiri dari mencuci tangan, cuci muka, cuci kaki,
sikat gigi, dan buang air kecil; 2) Makan dan minum, terdiri dari makan
menggunakan tangan, makan menggunakan sendok, minum menggunakan
cangkir, gelas atau sedotan; 3) Berpakaian, terdiri dari memakai pakaian dalam,
memakai baju/kaos, memakai celana/rok, memakai kemeja dan memakai kaos
kaki serta sepatu; 4) Menolong diri, terdiri dari menghindari dan mengendalikan
bahaya; 5) Komunikasi, terdiri dari aktivitas verbal dan non verbal; 6) Adaptasi
lingkungan, terdiri dari kegiatan sosialisasi dan modifikasi lingkungan; 7)
Penggunaan waktu luang, terdiri dari dari kegiatan rekreasi, bermain, dan
kebiasaan istirahat; 8) Keterampilan sederhana, terdiri dari keterampilan di
rumah, menyediakan kebutuhan sendiri dan orang lain.
153
PSIKOBORNEO, Volume 6, Nomor 1, 2018 : 146-158
154
Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak .... (Puji)
155
PSIKOBORNEO, Volume 6, Nomor 1, 2018 : 146-158
Setelah itu anak berusaha mengikuti apa yang dikatakan oleh RY, meskipun
terkadang masih suka salah tapi itu tidak menjadi masalah buat RY, yang penting
anaknya ada kemauan untuk mencoba, karena jika salah pun masih bisa dilatih
lagi. Biasanya RY mengajarkan anaknya seperti membersihkan sampah yang
sudah berserakan, mengajarkan anaknya untuk merapikan buku sekolahnya
karena telah berhamburan, RY juga mengajarkan anaknya mewarnai gambar
dengan rapi. Sebagaimana diketahui bahwa anak tunagrahita mengalami
hambatan dalam kercerdasan maka target kemandiriannya tentu harus dirumuskan
sesuai dengan potensi yang mereka miliki, sehingga dapat dikatakan bahwa
mandiri bagi anak tunagrahita adanya kesesuaian antara kemampuan yang aktual
dengan potensi yang mereka miliki (Astati, 2011).
RY memberikan perhatian kepada anaknya seperti menyediakan minum
saat anaknya membersihkan barang yang berserakan diteras, lalu anak pun terlihat
senang dengan tersenyum. RY juga memberi perhatian dan semangat saat
mendampingi anaknya belajar mewarnai gambar, RY juga memberi tahu si anak
apabila anak mewarnainya tidak terlihat rapi. RY juga memenuhi kebutuhan
sekolah anaknya seperti seragam, peralatan tulis, dan buku mewarnai, karena anak
suka mewarnai, RY pun membelikan si anak agar anak terlihat senang. RY juga
mendampingi anaknya, saat anaknya pergi kewarung karena anak tidak dapat
keluar rumah dengan sendiri. Saat anak bermain dengan temannya, apabila RY
berada dirumah, RY pun juga memperhatikan si anak dan temannya bermain agar
tidak terjadi perkelahian.
Menurut Pangemanan (2013) Dukungan orang tua adalah interaksi yang
dikembangkan orang tua yang di cirikan oleh perawatan, persetujuan, dan
berbagai perasaan positif orang terhadap anak. Dukungan orang tua membuat
anak merasa nyaman terhadap kehadiran orang tua dan menegaskan dalam benak
anak bahwa dirinya di terima dan di akui sebagai individu.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, peneliti menyimpulkan bahwa :
1. PJ memberi dukungan terhadap anaknya dengan memberikan cinta dan
perhatian terhadap anaknya saat anaknya sedang kesulitan menyisir rambut
dengan memeluk anaknya.
2. SW memberi dukungan terhadap anaknya dengan memberikan perhatian dan
membantu anaknya saat anak kesulitan memakai sepatu sendiri, membantu
mengikat rambut anaknya, membantu meminumkan obat apabila anaknya
sedang sakit.
3. DW memberi dukungan terhadap anaknya dengan memberi kasih sayang dan
nasehat saat anak sedang marah karena menghamburkan mainannya.
4. AG memberi dukungan terhadap anaknya dengan membantu anaknya saat
anaknya tidak bisa mengambil sesuatu diatas lemari, AG pun memberikan
nasehat karena anak juga saat itu terlihat marah.
156
Dukungan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak .... (Puji)
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti ingin memberikan saran untuk beberapa
orang yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagi orang tua yang memberikan dukungan terhadap anaknya harus lebih
bersabar dalam menghadapi anak, memberi perhatian dan kasih sayang yang
lebih agar anak merasa nyaman dan dicintai.
2. Orang tua diharapkan dapat mengurangi hukuman yang diberikan terhadap
anak agar tidak menimbulkan kekerasan secara verbal maupun nonverbal.
3. Bagi keluarga diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap orang tua
mengenai perkembangan anak agar adanya peningkatan dalam kemandirian
anak.
4. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian dengan menambah
teori-teori mengenai tunagrahita, agar dapat menambah bahan mengenai
gangguan tunagrahita.
Daftar Pustaka
Astati. (2011). Bina Diri Untuk Tunagrahita. Bandung : Amanah Offset.
Friedman. M.M. (2008). Keperawatan keluarga. Jakarta : EGC.
Muliana. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kemandirian Anak
Retardasi Mental Sedang Di SLB Negeri Tingkat Pembina Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar,
Vol. 3, No. 2, p: 89-96.
Mumpuniarti. (2007). Pendekatan Bagi Pembelajaran Anak Hambatan Mental.
Yogyakarta : Kanwa Publisher.
Nurrohmatulloh, M.A. (2016). Hubungan Orientasi Masa Depan Dan Dukungan
Orang Tua Dengan Minat Melanjutkan Studi Keperguruan Tinggi.
Jurnal Psikoborneo, Vol. 4, No. 4, p: 446-456.
Pancawati, Ririn. (2013). Penerimaan Diri dan Dukungan Orang Tua Terhadap
Anak Autis. Jurnal Psikoborneo, Vol. 1, No. 2, p: 38-47.
Pangemanan, D.H.C., Durado,A.A.,Tololiu,T.A. (2013). Hubungan Dukungan
Orang Tua Dengan Konsep Diri Pada Remaja SMA Negeri Manado.
Jurnal Universitas Sam Ratulangi Manado, Vol.2, No.1, p: 1-8.
Pujawati, Zulfa. (2016). Hubungan Kontrol diri dan Dukungan Orang Tua dan
Perilaku Disiplin Pada Santri di Pondok Pesantren Darussa’adah
Samarinda. Jurnal Psikoborneo, Vol. 4, No. 2, p: 227-236.
157
PSIKOBORNEO, Volume 6, Nomor 1, 2018 : 146-158
Santy, W.H., Sari, O.A. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Kemandirian Personal HYGIENE Anak Tunagrahita Di SLB Tunas
Mulya Kelurahan Sememi Kecamatan Benowo. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, Vol. 1, No 2, p: 133-141.
Saptunar. (2012). Meningkatkan Keterampilan Menyetrika Pakaian Anak
Tunagrahita Sedang. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 1, No. 1, p:
102-112.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 2. Jakarta : Kanisius.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Somantri, Sutjihati. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa.Bandung : PT. Refika
Aditama.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung :
CV. Alfabeta.
Tuwoso, Kusuma, F.I., Sutadji, E. (2014). Kontribusi Dukungan Orang Tua
Penguasaan Pengetahuan Dasar Dan Motivasi Berprestasi Terhadap
Pencapaian Komperensi Kejuruan. Jurnal Pendidikan Universitas
Malang, Vol. 4, No. 1, p: 1-14.
Vauziah, Eva. (2016). Bimbingan Kemandirian Anak Tunagrahita Melalui
Kegiatan Ekstrakurikuler Musik Di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.
Jurnal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Vol. 4,
No. 1, p: 30-35.
Washington. (2005). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders.
DSM IV. American Psychiatric Association.
Widyarini Nilam. MM.,Widianingsih, R. (2009). Dukungan Orang Tua Dan
Penyesuaian Diri Remaja Mantan Pengguna Narkoba. Jurnal Psikologi
Universitas Gunadarma, Vol. 3, No. 1, p: 10-15.
158