Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government Terhadap Kor PDF
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government Terhadap Kor PDF
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government Terhadap Kor PDF
ABSTRACT
This study evaluated the effect of governance characteristics and e-government on corruption in Indonesia. The
study used 172 samples of local government data on three years, i.e: 2011, 2012 and 2013. The governance
characteristics measured by accountability, fairness, decentralization, transparency, professionalism and
responsiveness. The e-Government variables were measured by the Rating of Index e-Government (PeGI). The
processing data using logistic methode with Stata12. Results showed that accountability, professionalism,
governance index and e-government reduced the corruption probability, while the decentralization increased it.
On the other hand, the fairness, transparency and responsiveness have not been able to play a role in decreasing
the level of corruption. In addition, the study provides additional results that the implementation of comprehensive
governance can reduce the level of corruption. It was indicated that monitoring system should be improved by
monitoring follow up the auditor recommendation, increase the apparatus professionalism and increase
implementation of e-government. As well as the importance of implementing comprehensive governance in efforts
to reduce the level of corruption.
ABSTRAK
Penelitian ini mengevaluasi secara empiris pengaruh karakteristik tata kelola pemerintahan dan e-
government terhadap korupsi di Indonesia dengan menggunakan sampel 172 pemerintah daerah pada
tahun 2011 hingga tahun 2013. Karakteristik tata kelola pemerintahan dalam penelitian ini diukur
melalui akuntabilitas, fairness, desentralisasi, transparansi, profesionalisme dan responsiveness. Variabel
e-government diukur dengan Peringkat e-Government Indonesia. Metode penelitian menggunakan model
logistik dengan program Stata12. Penelitian ini dilengkapi dengan penghitungan indeks tata kelola
pemerintahan yang diolah dengan metode PCA. Hasil penelitian menunjukkan penerapan
akuntabilitas, profesionalisme dan e-government berpengaruh negatif menurunkan probabilitas korupsi,
sedangkan desentralisasi justru meningkatkan probabilitas terjadinya korupsi. Sedangkan fairness,
transparansi dan responsiveness belum mampu berperan dalam penurunan tingkat korupsi. Selain itu,
penelitian memberikan hasil tambahan bahwa pelaksanaan tata kelola pemerintahan secara
komprehensif mampu menurunkan tingkat korupsi. Penelitian ini memberikan rekomendasi bagi
pemerintah guna penurunan korupsi adalah meningkatkan pengawasan atas tindak lanjut
rekomendasi, profesionalisme aparat dan penerapan e-government. Serta pentingnya pelaksanaan tata
kelola pemerintahan yang komprehensif dalam upaya penurunan tingkat korupsi.
nunjukkan bahwa pelaku korupsi didomi- perbaikan penyelenggaraan negara dan pe-
nasi oleh pejabat kementerian dan pejabat nerapan RB, mendorong pemerintah men-
daerah (CNN Indonesia, 2015). desain prinsip-prinsip GGG, diantaranya
Tata kelola yang baik diyakini mampu dilakukan oleh Kementerian Pendayaguna-
menurunkan terjadinya tingkat korupsi an dan Aparatur Negara dan Reformasi
(Hofheimer, 2006) karena tercapainya tata Birokrasi (Kemenpan RB), Badan Perencana-
kelola pemerintahan yang baik pada sektor an Pembangunan Nasional (Bappenas) serta
publik ditandai dengan sistem penyeleng- pembentukan Sub Komite Publik (SKP) pada
garaan negara yang terbebas dari korupsi Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG, 2010). Penerapan tata kelola pe- (KNKG).
merintahan yang baik atau good government Karakteristik tata kelola di Indonesia
governance (GGG) telah banyak dilakukan telah diteliti sebelumnya oleh Kristiansen, et
berbagai negara untuk mencegah dan me- al., (2009), Saputra (2012), Masyitoh et al.
nurunkan korupsi. Meski demikian, tata (2015) dan Rahmawati (2015). Hasil pe-
kelola yang berhasil diterapkan pada satu nelitian Kristiansen et al. (2009) menunjuk-
negara belum tentu dapat diterapkan di ne- kan bahwa pemerintah daerah (pemda) di
gara lain karena adanya perbedaan budaya, Indonesia perlu meningkatkan tingkat
kondisi geografi dan lingkungan politik transparansi guna pencapaian GGG. Selain
(Hofheimer, 2006). Adanya perbedaan ter- itu, pelaksanaan akuntabilitas di Indonesia
sebut menyebabkan karakteristik tata kelola yang tercermin dari opini dan tindak lanjut
yang diterapkan harus fleksibel dan di- hasil pemeriksaan terbukti mampu ber-
sesuaikan dengan perbedaan yang ada. Se- pengaruh dalam menurunkan tingkat
bagai contoh, pelaksanaan tata kelola pe- korupsi (Masyitoh et al., 2015). Studi kasus
merintahan yang dapat menurunkan risiko yang dilaksanakan di Kabupaten Luwu
korupsi di Korea, India, Italia, Singapura, menunjukkan bahwa untuk mencapai GGG,
Meksiko dan Georgia adalah transparansi, pemda perlu meningkatkan partisipasi
akuntabilitas, fainess, responsiveness, inovasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas
dan partisipasi yang dipraktikkan dalam (Rahmawati, 2015). Saputra (2012) me-
penguatan sistem pengawasan, peningkatan nunjukkan bahwa desentralisasi justru ber-
interaksi antara pemerintah dan masyarakat, pengaruh pada peningkatan tingkat korupsi,
penyederhanaan prosedur, ketepatan waktu sedangkan akuntabilitas berperan dalam
dalam pelaporan, penerapan standar pe- menurunkan dampak positif desentralisasi
laporan, peningkatan pengungkapan aset terhadap korupsi. Fiorino et al. (2015) me-
pemerintah secara online serta perbaikan nyatakan peran desentralisasi dalam pe-
sistem data pemerintahan, sedangkan pe- nurunan tingkat korupsi meningkat apabila
merintah Maroko menerapkan profesiona- didukung dengan penerapan tata kelola
lisme dan integritas sebagai karakteristik pemerintahan yang baik.
tata kelola guna menurunkan tingkat korup- Tata kelola pemerintahan akan berjalan
si yang diwujudkan dalam mekanisme optimal apabila didukung dengan trans-
pengaduan pelanggan dan peningkatan paransi pada instansi pemerintah (Rasul,
keahlian aparat (UNDP, 2014). 2009; Kristiansen, et al., 2009 dan KNKG,
Perbaikan tata kelola pemerintahan di 2010). Peran transparansi dalam penurunan
Indonesia dilakukan melalui Reformasi Biro- tingkat korupsi pada sektor publik tidak
krasi (RB). Tujuan reformasi birokrasi adalah dapat secara langsung menjadi hubungan
terwujudnya tata kelola pemerintahan se- sebab akibat (Kolstad dan Wiig, 2009). Trans-
cara profesional, mampu beradaptasi de- paransi hendaknya mempunyai kemampu-
ngan lingkungan yang dinamis, tingkat an untuk diakses masyarakat, selain itu tidak
kinerja yang tinggi dan bebas dari KKN semua informasi yang diungkapkan terkait
(Perpres No. 81 Tahun 2010). Pentingnya dengan korupsi.
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 433
pengaruh GGG terhadap tingkat korupsi dikenal dengan istilah asimetri informasi.
secara parsial. Pengukuran komprehensif Asimetri informasi menimbulkan moral
dilakukan dengan metode principle compo- hazard pada agen yang mendorongnya
nent analysis. Metode tersebut mampu meng- melakukan berbagai tindakan yang ber-
kombinasikan karakteristik yang ada men- tentangan dengan kepentingan prinsipal,
jadi satu ukuran yang komprehensif (Setya- guna mengamankan posisi dan mengambil
ningrum et al., 2013). Penelitian tambahan keuntungan yang sebesar-besarnya yang
tersebut bertujuan mengetahui apakah akhirnya mengorbankan kepentingan pu-
karakteristik GGG pada penelitian ini secara blik. Korupsi terjadi apabila kepentingan
komprehensif mampu menurunkan proba- umum dikorbankan untuk kepentingan
bilitas terjadinya korupsi. pribadi disertai adanya usaha untuk mem-
perkaya agen dengan tindakan yang me-
TINJAUAN TEORETIS rugikan principal.
Teori Keagenan
Teori Keagenan menggambarkan ikatan Korupsi
kontrak yang muncul karena adanya inter- Menurut UU No. 31 Tahun 1999 me-
aksi principal dan agen, peran agen adalah ngenai Pemberantasan Tindak Pidana
sebagai perwakilan dari principal. Pen- Korupsi, korupsi adalah setiap orang yang
dekatan principal dan agen merupakan teori dengan sengaja melakukan perbuatan mem-
yang tepat untuk menggambarkan terjadi- perkaya diri sendiri atau orang lain atau
nya korupsi. Zimmerman (1977) menyata- suatu korporasi yang dapat merugikan
kan bahwa penerapan teori keagenan pada keuangan negara dan perekonomian negara.
pemda, yakni masyarakat (selanjutnya di- Rasul (2009) menyatakan bahwa penyebab
sebut principal) sebagai pemilih politisi yang korupsi di Indonesia adalah tidak dilaksana-
memimpin daerah dan pegawai pemerintah kannya prinsip GGG dalam penyelenggara-
yang bertindak mewakili masyarakat (se- an negara, yaitu pemerintahan yang bersifat
lanjutnya disebut sebagai agen). Adanya sentralistik, kurangnya pengawasan dan
kontrak yang berisi pemisahan antara princi- pembangunan yang tidak berbasis kerakyat-
pal dan pengelola (agen) memunculkan an. Pendapat lain mengenai penyebab
adanya konflik. Korupsi pada sektor publik korupsi adalah teori GONE yang dikaitkan
yang dijelaskan dalam pendekatan teori dengan ilmu psikologi (Bologna, 1993). Pe-
keagenan berelasi dengan kepemimpinan nyebab korupsi terdiri dari empat penyebab,
politik. Masyarakat sebagai principal mem- yakni Greed (kerakusan), Opportunity (ke-
percayakan wewenang kepada pejabat sempatan), Need (kebutuhan) dan Expose
publik sebagai agen. Agen yang diberikan (hukuman yang ringan). Klitgaard (1998)
wewenang adalah para politisi maupun menyatakan bahwa korupsi disebabkan oleh
pejabat pemerintah lainnya yang memiliki adanya sistem yang memberikan monopoli
kepentingan yang berbeda dengan principal, secara resmi kepada aparat pemerintah
bahkan seringkali menyimpang dari ke- dalam penyaluran barang dan jasa serta
pentingan principal. adanya kebijakan untuk menerima beberapa
Hopkin (1997) menyatakan bahwa biaya klien tertentu, serta kurangnya akuntabilitas,
pengawasan yang mahal menyebabkan agen maka sistem menjadi rentan pada pemerasan
memiliki kebebasan dalam menjalankan dan penyuapan.
fungsinya dan muncullah kecenderungan Tindak pidana korupsi menurut UU No.
untuk lebih mementingkan kepentingan 31 Tahun Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
mereka. Tidak berjalannya fungsi pengawas- 2001 menyatakan bahwa yang termasuk
an dengan baik menyebabkan perbedaan tindakan korupsi meliputi tindakan yang
tingkat informasi yang dimiliki masyarakat merugikan keuangan negara, praktik suap
sebagai principal dengan agen atau yang menyuap, penggelapan, pemerasan, berbuat
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 435
yang dievaluasi pada pelaksanaan Peme- mencegah terjadinya korupsi (UNDP, 2014).
ringkatan e-Government Indonesia: Dimensi Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
Kebijakan, Dimensi Kelembagaan, Dimensi penerapan akuntabilitas dalam GGG ter-
Infrastruktur, Dimensi Aplikasi dan Dimensi bukti mampu berperan dalam menurunkan
Perencanaan. korupsi (Setyaningrum, et al., 2017).
Selain komponen tata kelola peme- Berdasarkan pemaparan dan penelitian
rintahan dan penerapan e-government pada terdahulu, maka hipotesis penelitian ini
penelitian ini, aspek lain yang telah terbukti adalah:
berpengaruh terhadap korupsi pada peme- H1 : Tingkat Akuntabilitas menurunkan
rintahan adalah tingkat pendidikan masya- probabilitas terjadinya korupsi.
rakat (Liu dan Lin, 2012), tingkat gaji aparat
pemerintah (Treisman, 2000; Liu dan Lin, Pengaruh Tingkat Fairness LKPD terhadap
2012; Dong dan Torgler, 2012) serta kerumit- Probabilitas terjadinya Korupsi
an organisasi pemerintah (Prud’homme, Prinsip kewajaran (fairness) adalah ke-
1995; Nurhasanah, 2016) patuhan aparat pemerintah terhadap stan-
dar dan peraturan yang berlaku (KNKG,
Pengembangan Hipotesis 2010). Keterkaitan antara kewajaran laporan
Pengaruh Tingkat Akuntabilitas terhadap keuangan dan tata kelola adalah, dengan
Probabilitas terjadinya Korupsi informasi dari laporan yang wajar sebagai
Pencapaian GGG yang dicerminkan dasar pengambilan keputusan, maka akan
dengan pemerintahan yang bebas dari meningkatkan kualitas keputusan yang
korupsi mengharuskan adanya akuntabilitas diambil (Heuer et al., 2007). Informasi yang
(KNKG, 2010). Akuntabilitas menunjukkan dihasilkan oleh organisasi merupakan alat
adanya komitmen serta tanggungjawab apa- manajemen untuk mengambil keputusan
ratur negara terhadap tugas yang dilaksana- dan evaluasi, sehingga kewajaran informasi
kan. Proses pertanggungjawaban berjalan yang disampaikan sangat mempengaruhi
baik saat tugas pokok dan fungsi pe- pembuat keputusan. Tingkat fairness lapor-
nyelenggara negara dijalankan mengacu an keuangan pemda di Indonesia diperiksa
pada standar yang ditetapkan (Al-Mahayreh oleh auditor BPK yang diukur dengan opini
dan Abedel-qader, 2015). Keterkaitan antara yang dihasilkan atas pemeriksaan BPK.
akuntabilitas dan korupsi adalah dengan Opini tersebut diharapkan mampu menjadi
pertanggungjawaban yang baik maka aparat whistle blower mengenai penyimpangan di
pemerintah menjalankan tugas secara jujur pemda baik bagi masyarakat maupun pe-
dengan mengacu pada peraturan per- mimpin instansi, sehingga pada tahun
undang-undangan yang berlaku, sehingga berikutnya tidak terjadi lagi.
mengurangi adanya kecenderungan untuk Penelitian pada pemerintahan daerah di
melakukan penyalahgunaan wewenang dan Indonesia menunjukkan bahwa opini audit
tindak korupsi, sedangkan penelitian di Cina tidak mampu secara signifikan meme-
oleh Liu dan Lin (2012) menunjukkan bahwa ngaruhi tingkat korupsi di Indonesia (Heri-
akuntabilitas yang tercermin dari temuan ningsih dan Merita, 2013). Hasil yang ber
auditor berpengaruh positif terhadap korup- lawanan diperoleh dari penelitian yang di-
si, dan tindak lanjut hasil audit berpengaruh lakukan Masyitoh et al. (2015), yang meng-
negatif terhadap tingkat korupsi. Pelaksana- ungkapkan bahwa opini audit memberikan
an akuntabilitas di Korea yang diwujudkan dampak signifikan, yakni menyebabkan
dengan laporan berisi perencanaan program penurunan tingkat korupsi. Opini audit
kerja pemerintah telah dijalankan dengan dapat menurunkan tingkat korupsi, karena
baik dan pencegahan proyek yang tidak kualitas hasil audit yang tercermin dengan
sesuai dengan standar terbukti mampu opini wajar memberikan keyakinan bahwa
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 437
informasi keuangan yang disajikan telah dan penelitian terdahulu, maka hipo- tesis
akurat dan akuntabel. Selain itu, opini wajar penelitian ini adalah:
diberikan kepada pemda apabila pemda H3 : Tingkat Desentralisasi fiskal menurun-
menyusun laporan keuangan yang sesuai kan probabilitas terjadinya korupsi.
dengan standar akuntansi yang ditetapkan
serta ketaatan pada sistem pengendalian Pengaruh Tingkat Transparansi terhadap
internal sehingga menguangi kemungkinan Probabilitas terjadinya Korupsi
tindakan menyimpang yang mengarah Transparansi merupakan kemudahan
kepada tindak korupsi. Merujuk pada pe- masyarakat dalam mengakses informasi
nelitian terdahulu yang telah diuraikan dan secara tepat waktu, dapat dipercaya baik
pendapat yang ada, penelitian ini berusaha informasi mengenai ekonomi, sosial, politik
membuktikan bahwa keterkaitan antara sesuai dengan kebutuhan pemangku ke-
tingkat fairness dan korupsi adalah: pentingan (Kolstad dan Wiig, 2009; Al-
H2 : Tingkat fairness LKPD menurunkan Mahayreh dan Abedel-qader, 2015). Dampak
probabilitas terjadinya korupsi. transparansi secara langsung pada korupsi
dicontohkan dengan biaya yang muncul dari
Pengaruh Tingkat Desentralisasi terhadap penggunaan sumber daya tanpa adanya
Probabilitas terjadinya Korupsi transparansi maka tidak akan terlihat apa-
Desentralisasi diharapkan meningkat- kah aparat telah melakukan korupsi atau
kan kinerja pemda (Goel dan Nelson, 2011). tidak (Kolstad dan Wiig, 2009). Meskipun
Akan tetapi, munculnya desentralisasi dan demikian, informasi yang mendukung trans-
otonomi justru dapat menimbulkan ber- paransi harus relevan dengan kasus korupsi
kurangnya pengawasan yang dapat men- yang kemungkinan dilakukan oleh aparat
dorong lajunya korupsi di sektor publik pemerintah misalnya informasi mengenai
(Maravic, 2007). pendapatan pemerintah, pengeluaran mau-
Penelitian Wu (2005) menunjukkan bah- pun kontrak serta pembelian barang oleh
wa desentralisasi tanpa disertai dengan aparat.
dengan akuntabilitas justru berdampak Lindstedt dan Naurin (2010) menyata-
positif terhadap tingkat korupsi. Adanya kan bahwa transparansi yang tercermin dari
desentralisasi meningkatkan keleluasaan kebebasan media merupakan alat yang
pemda dalam mengatur keuangan, sehingga dapat menurunkan tingkat korupsi. Meski-
meningkatkan peluang terjadinya korupsi pun demikian, transparansi tidak dapat
apabila tidak disertai dengan sistem pengen- memberikan dampak negatif terhadap
dalian yang memadai (Klitgaard, 1998), korupsi apabila tanpa disertai akuntabilitas
sedangkan penelitian Saputra (2012) me- dan publikasi yang memadai. Penerapan
nunjukkan mempunyai pengaruh negatif transparansi dalam GGG pada instansi
terhadap tingkat korupsi. pemerintah di Indonesia didefinisikan se-
Keberadaan desentralisasi meningkat- bagai pengungkapan dan penyediaan infor-
kan adanya pengawasan dengan terpencar- masi yang mencukupi, relevan bagi pe-
nya wewenang yang dimiliki oleh aparat mangku kepentingan serta mudah diperoleh
pemerintah. Demikian halnya dengan Fio- (Bappenas, 2007).
rino et al. (2015) menyatakan bahwa de- Setyaningrum, et al. (2017) menyatakan
sentralisasi fiskal berdampak menurunkan bahwa transparansi mendukung pelaksana-
korupsi, dan dampak penurunan tersebut an GGG dalam menurunkan korupsi di-
semakin kuat setelah tiga hingga lima tahun Indonesia. Sehingga dengan adanya trans-
penerapan desentralisasi fiskal jika di- paransi maka pengawasan terhadap pe-
dukung dengan peningkatan kualitas tata nyelenggaraan negara secara objektif dapat
kelola pemerintahannya. Berdasarkan teori dilakukan.
438 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450
negara dengan baik sehingga tercipta kontrak-kontrak yang diadakan pemda serta
pelaksanaan GGG yang mencerminkan informasi yang memuat pembelian barang
pemerintahan yang bebas dari korupsi. yang dilakukan pemda (Kolstad dan Wiig,
2009).
Fairness (FAIR)
Heriningsih dan Merita (2013) meng- Profesionalisme (PROF)
gunakan variabel ordinal yaitu apabila Penelitian ini mengasumsikan bahwa
memperoleh opini WTP maupun WTP DPP peningkatan profesionalisme diperoleh me-
akan memperoleh poin 1, sedangkan apabila lalui pendidikan dan pelatihan yang di-
WDP, TW dan TMP memperoleh poin di- selenggarakan untuk peningkatan kompe-
berikan poin 0. Pengukuran tersebut menjadi tensi. Dengan pendidikan dan pelatihan
dasar ukuran bahwa pemda telah men- yang diikuti, maka aparat pemerintah lebih
jalankan tata kelola dengan baik dari aspek memahami mengenai nilai-nilai dan standar
penyelenggaraan pemerintahan negara yang dalam menjalankan tugasnya sehingga me-
bersih dan bebas KKN (Bappenas, 2014). ningkatkan profesionalismenya. Ukuran
yang digunakan adalah ada tidaknya
Tingkat Desentralisasi (DEC) pengeluaran pemda yang diperuntukkan
Efisiensi dan efektivitas pemda dapat bagi pendidikan, pelatihan serta pemberian
terukur dengan tingkat desentralisasi fiskal beasiswa yang diberikan kepada aparat
(Goel dan Nelson, 2011; Treisman, 1999). pemda dalam 1 tahun (Djasuli, et al., 2013).
Penelitian ini menggunakan angka Pen-
dapatan Asli Daerah (PAD) per total Pen- Responsiveness (RESP)
dapatan Daerah sebagai ukuran desentrali- Tingkat responsiveness pegawai pemda
sasi fiskal mengacu pada penelitian Saputra diukur dengan ada tidaknya pelayanan
(2012). Semakin tinggi nilai desentralisasi terpadu satu pintu (PTSP) yang digunakan
yang diperoleh dari perbandingan PAD oleh Bappenas (2014). Pelayanan yang
dibandingkan total pendapatan daerah me- diberikan pemda melalui PTSP antara lain
nunjukkan pemda memiliki tingkat ke- pelayanan terhadap berbagai perijinan yang
mandirian dalam mengelola keuangan diperlukan oleh masyarakat sehingga lebih
(Saputra, 2012). responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pelayanan berbagai perijinan pada satu
Transparansi (TRANS) tempat berpengaruh pada penurunan inten-
Pengungkapan pada laporan keuangan sitas pertemuan aparat dengan masyarakat
menjadi ukuran transparansi sebagaimana sehingga menurunkan peluang korupsi.
penelitian Djasuli et al. (2013). Komponen
CALK yang digunakan pada penelitian ini E-Government (EGOV)
mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Pengukuran e-government di Indonesia
Pemerintah (PSAP), yang mengukur tingkat dilakukan oleh Kemkominfo, berupa Peme-
pengungkapan wajib berdasarkan PP No. 71 ringkatan e-Government Indonesia (PeGI).
Tahun 2010 Lampiran II. Pengukuran peng- Indeks tersebut merupakan ukuran penera-
ungkapan menggunakan analisis konten pan teknologi dan informasi pada instansi
LKPD, yakni dengan membandingkan anta- pemerintah, baik pusat maupun daerah.
ra pengungkapan dalam LKPD dibanding- Penelitian ini menggunakan nilai indeks
kan dengan PSAP (Heriningsih dan Rusher- PeGI yang diberikan pada masing-masing
listyani, 2013). Guna meningkatkan dampak pemda. Berikut ini adalah ukuran penerapan
transparansi terhadap tingkat korupsi, maka e-government di Indonesia berdasarkan
hanya pengungkapan informasi yang rele- indeks PeGI (Kominfo, 2015):
van yang digunakan, yakni informasi me- 3,60 < sangat baik < 4,00
ngenai tingkat pendapatan, tingkat belanja, 2.60 < baik < 3.60
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 441
Tabel 1
Hasil Statistik Deskriptif
Tabel 2
Tabel Frekuensi
kan bahwa rata-rata pemda di Indonesia Indonesia rata-rata telah mencapai 70,69%,
memiliki pendapatan asli daerah yang lebih sedangkan rata-rata belanja gaji pada
rendah dibandingkan dengan pendapatan masing-masing pemda sebesar 533,7 Milyar.
totalnya, yang berdampak pada rendahnya Tingkat kompleksitas yang tercermin dari
kemandirian pemda dalam mengelola keua- jumlah satuan kerja per pemda rata-ratanya
ngan daerahnya. Rata-rata tingkat trans- mencapai 48,67%. Berdasarkan tabel distri-
paransi yang terukur dari pengungkapan busi frekwensi menunjukkan bahwa ter-
wajib pada CALK yang terkait dengan dapat peningkatan kasus korupsi pada
korupsi sebesar 70% dengan nilai trans- pemda dalam 3 tahun penelitian, sedangkan
paransi terendah sebesar 61% dan tertinggi proporsi pemda dengan opini WTP dan
82%. Tingkat transparansi pada pemda di WTP DPP mengalami kenaikan dari 11,86%
Indonesia yang tinggi menunjukkan bahwa menjadi 45,59%. Hasil tersebut menunjuk-
pemda di Indonesia mematuhi peraturan kan bahwa pemda di Indonesia menunjuk-
pengungkapan wajib pada laporan keua- kan peningkatan dalam pengelolaan keua-
ngan pemda. Pelaksaan e-government di ngan pemda. Pada variabel profesional yang
Indonesia rata-rata telah mencapai skor 1,7 tercermin dari pengungkapan ada tidaknya
sedangkan pelaksanaan e-government ter- pelatihan aparat pemda menunjukkan pe-
tinggi telah mencapai skor 3,49 dan terendah nurunan dari 91,5% menjadi 89,71%, sedang-
1,01. Berdasarkan acuan dari Kominfo, maka kan responsiveness yang terukur dari ada
indeks PeGI tersebut menunjukkan bahwa tidaknya PTSP mengalami sedikit penurun-
rata-rata penerapan e-government di Indo- an dari 91,59% menjadi 91,18%.
nesia masih dinilai kurang dan perlu
peningkatan baik dalam hal jumlah maupun Hasil Regresi
kualitasnya. Variabel pengendali menunjuk- Berikut ini adalah tabel hasil regresi
kan tingkat pembangunan manusia di penelitian:
Tabel 3
Hasil Regresi Model 1
Variable Uji Ekspektasi Tanda Tanda Odds Ratio Prob. Ket.
C + 0.000 0.254
Variabel Independen
ACCT H1 - - 0.17 0.025 **
FAIR H2 - + 2.11 0.118 Tidak Signifikan
DEC H3 - + 64.86 0.000 ***
TRANS H4 - - 0.062 0.260 Tidak Signifikan
PROF H5 - - 0.062 0.000 ***
RESP H6 - - 0.513 0.256 Tidak Signifikan
EGOV H8 - - 0.246 0.015 **
Variabel Kontrol
IPM - - 0.868 0.0175 **
WAGE - + 12.936 0.044 **
COMPLEX + + 1.027 0.02 **
Pseudo R-Squared 0.2554
Prob >chi2 0.0021
Log pseudolikelihood 48.97
***Signifikan pada level 1%
**Signifikan pada level 5%
*Signifikan pada level 10%
Sumber: Output Stata12
444 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450
Pembentukan indeks GGG diperoleh penden menjadi variabel baru yang tidak
dengan metode principal component analysis memiliki keterkaitan, tanpa PCA, terbentuk
(PCA), mengacu pada penelitian Setya- kombinasi komponen yang bersifat linier
ningrum et al. (2013) dan Zou et al. (2006). menjadi sulit untuk diinterpretasikan.
Prosedur yang dilakukan adalah meng- Berikut ini tabel 4 menyajikan regresi dengan
hilangkan korelasi antar variabel inde- model 2 sebagai pengujian tambahan:
Tabel 4
Hasil Regresi Model 2
Hasil regresi pada model 2 menunjuk- menyimpang atau tindakan yang mengarah
kan bahwa penerapan tata kelola secara pada perilaku korupsi akan tetapi opini yang
komprehensif yang terbentuk dari akunta- diberikan lebih didasarkan pada kesesuaian
bilitas, fairness, desentralisasi, profesiona- antara pencatatan yang dilakukan oleh
lisme, transparansi dan responsiveness ber- pemda terhadap standar akuntansi peme-
pengaruh signifikan dalam menurunkan rintah (BPK, 2013).
kemungkinan terjadinya korupsi, sedangkan Dampak positif signifikan desentralisasi
hasil regresi variabel kontrol pada model 2 fiskal terhadap kemungkinan terjadinya
memberikan hasil yang sama dengan model korupsi sejalan dengan penelitian Wu (2005).
1, dimana tingkat IPM berpengaruh pada Desentralisasi fiskal justru berdampak po-
penurunan probabilitas terjadinya korupsi, sitif dengan korupsi dikarenakan adanya
sedangkan tingkat gaji (WAGE) dan kom- pembagian wewenang dari pemerintah
pleksitas (COMPLEX) justru meningkatkan pusat kepada pemda tanpa disertai dengan
peluang terjadinya korupsi. peningkatan akuntabilitas dan pengawasan
yang baik. Temuan ini mendukung per-
Pembahasan nyataan Klitgaard (1998) bahwa pelimpahan
Hasil penelitian pada hipotesis 1 yang wewenang tanpa adanya pengawasan yang
membuktikan tingkat akuntabilitas berpe- baik mendorong tindakan menyimpang
ngaruh menurunkan kemungkinan terjadi- yang dilakukan oleh pemda hingga me-
nya korupsi sejalan dengan penelitian Liu nimbulkan adanya tindak korupsi.
dan Lin (2012) bahwa kemauan pemda un- Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tuk melakukan tindak lanjut atas rekomen- mekanisme transparansi pada pengungkap-
dasi pemeriksa berdampak pada penurunan an informasi terkait pendapatan, belanja,
probabilitas korupsi. Proksi akuntabilitas kontrak dan pembelian oleh pemda belum
dengan jumlah temuan yang dilaporkan oleh mampu menurunkan kemungkinan terjadi-
pemeriksa merupakan jumlah dan jenis nya korupsi. Hasil tersebut tidak sejalan
penyimpangan yang dilakukan oleh aparat dengan penelitian Kolstad dan Wiig (2008)
pemerintah. Pengawasan kepatuhan pe- yang dilakukan pada negara-negara yang
laksanaan pengelolaan pemda dengan sis- kaya sumber daya alam. Pelaksanaan trans-
tem pengendalian dan perundang-undang- paransi yang diproksikan dengan peng-
an mendorong pemda mengelola sumber ungkapan pada CALK LKPD pemda tidak
daya yang dimiliki dengan baik sehingga dapat menjadi faktor yang dapat menurun-
meningkatkan akuntabilitas dan menurun- kan kemungkinan korupsi. Beberapa alasan
kan tingkat penyalahgunaan wewenang dan tidak berperannya tingkat transparansi
penggelapan sumber daya. Hasil tersebut se- terhadap korupsi yakni rendahnya sanksi
jalan dengan Klitgaard (1998) bahwa akunta- yang diterima apabila tertangkap tangan
bilitas mampu menjadi alat yang dapat dalam tindak korupsi, rendahnya kemung-
menurunkan tingkat korupsi saat terdapat kinan tindak korupsi terungkap, tingginya
keleluasaan aparat yang besar dalam me- tingkat asimetri informasi dan rendahnya
ngelola sumber daya yang dimiliki. pengawasan oleh masyarakat (Kolstad dan
Penelitian ini tidak mampu membukti- Wiig, 2008).
kan dampak tingkat fairness yang terukur Hasil penelitian pengaruh profesiona-
dari opini pemda terhadap probabilitas lisme terhadap probabilitas korupsi me-
penurunan korupsi. Hasil ini sejalan dengan nunjukkan bahwa profesionalisme mampu
Heriningsih dan Merita (2013), akan tetapi menurunkan probabilitas korupsi. Temuan
tidak mendukung penelitian Masyitoh et al. ini mendukung pendapat Doig dan Riley
(2015). Hal ini disebabkan karena opini yang (1998) yakni dengan pendidikan dan pe-
diberikan oleh BPK tidak dilakukan ber- latihan yang dilaksanakan akan mendorong
dasarkan terdapat tidaknya tindakan yang pengetahuan aparat mengenai pengelolaan
446 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450
pemda dengan baik, meningkatkan pe- variabel IPM menunjukkan bahwa pen-
ngawasan yang lebih baik serta memberikan didikan masyarakat yang lebih tinggi akan
pengetahuan pada aparat pemerintah me- meningkatkan kemampuan pengawasan
ngenai sanksi yang diterima apabila me- yang dilakukan masyarakat, sehingga me-
lakukan tindakan menyimpang. Peningkat- ngurangi kemungkinan terjadinya tindakan
an profesionalisme diharapkan mampu me- menyimpang yang dilakukan oleh aparat
ningkatkan keahlian aparat pemerintah pemda. Pengawasan dari masyarakat sangat
dalam menjalankan fungsinya dengan baik, diperlukan dalam penurunan tingkat korup-
sehingga proses penilaian atas kinerja aparat si (Klitgaard, 1998 dan Bologna, 1993),
menjadi lebih berfungsi. Penilaian kinerja sedangkan variabel tingkat gaji justru ber-
yang berfungsi dengan baik mempermudah peran meningkatkan probabilitas korupsi,
proses pemberian insentif sehingga men- hal ini mendukung teori GONE (Bologna,
dorong aparat pemerintah untuk menjalan- 1993), bahwa korupsi disebabkan oleh sifat
kan tugasnya dengan baik guna meningkat- rakus (greed), sehingga meskipun gaji yang
kan insentif yang diterima, bukan dengan diterima tinggi, tetapi tetap termotivasi
peningkatan pendapatan yang diterima untuk meningkatkan pendapatan melalui
melalui tindakan korupsi. Responsiveness tindakan korupsi. Hasil penelitian atas
pada penelitian ini tidak terbukti berperan variabel kompleksitas menunjukkan tingkat
dalam menurunkan probabilitas korupsi kompleksitas pemda berpengaruh positif
pemda. Penyebabnya adalah reponsiveness terhadap probabilitas terjadinya korupsi.
yang terukur melalui Pelayanan Terpadu Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Satu Pintu (PTSP) belum terstandarisasi dan (2016) serta Lin dan Liu (2012), bahwa se-
terdapat perbedaan kualitas pelayanan antar makin rumit organisasi, akan meningkatkan
daerah (Bappenas, 2014). Selain itu, prosedur terjadinya korupsi.
pelayanan yang masih rumit menyebabkan Hasil pengujian tambahan menunjuk-
PTSP tidak berpengaruh signifikan dalam kan bahwa pengaruh tata kelola terhadap
usaha pemerintah menurunkan probabilitas penurunan probabilitas korupsi terbukti
korupsi. Peningkatan fungsi PTSP juga perlu secara signifikan pada penelitian ini. Hasil
didukung keseriusan pemda dalam me- tersebut mendukung secara empiris kompo-
nyusun kebijakan terkait dengan pelayanan nen tata kelola yang didesain oleh Bappenas
masyarakat. (2007) dan KNKG (2010) mampu menurun-
Hipotesis penelitian yang kedelapan kan kemungkinan terjadinya korupsi apabila
adalah e-government berperan menurunkan diterapkan secara bersamaan. Selain itu,
probabilitas korupsi terbukti, hasil ini hasil penelitian sejalan dengan pernyataan
mendukung penelitian terdahulu yang di- Klitgaard (1998) yakni tata kelola peme-
lakukan oleh Lio et al. (2010), Bertot et al. rintah mampu memberikan hasil akhir yakni
(2010), Elbahsanawy (2014) yang meneliti menghambat laju korupsi.
dampak negatif e-government terhadap ting-
kat korupsi pada level antar negara. SIMPULAN, SARAN, DAN KETER-
Elbahsanawy (2014) menyatakan penerapan BATASAN
teknologi di pemda mampu menurunkan Simpulan
tingkat korupsi. Dengan adanya teknologi, Simpulan yang dapat diperoleh ber-
maka informasi mudah diperoleh, memper- dasarkan analisis penelitian yakni akunta-
mudah penelusuran data, sehingga mampu bilitas, profesionalisme dan e-government,
mengurangi adanya tindakan yang tidak secara empiris berpengaruh negatif terhadap
sesuai dengan peraturan. Tingkat pengawas- korupsi. Sedangkan tingkat fairness, tingkat
an baik secara internal maupun eksternal transparansi dan responsiveness dalam me-
meningkat, karena akses informasi yang nurunkan probabilitas terjadinya korupsi
semakin terbuka. Hasil penelitian pada tidak terbukti didukung data. Hasil peng-
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 447
ujian tingkat desentralisasi fiskal dari hasil yang diadakan, sehingga tidak mampu
penelitian justru menunjukkan desentrali- menangkap jenis dan pendidikan apa yang
sasi fiskal berpengaruh meningkatkan pro- paling relevan dengan usaha penurunan
babilitas terjadinya kasus korupsi. Tujuan kemungkinan terjadinya korupsi. Penelitian
pelaksanaan desentralisasi adalah mening- berikutnya diharapkan meningkatkan ana-
katkan pengawasan melalui pelimpapahan lisis berdasarkan ukuran lain, misalnya
wewenang dari pusat ke daerah, akan tetapi mengelompokkan berdasarkan jenis pe-
pada kenyataannya justru meningkatkan latihan, misalnya terdapat atau tidaknya
keleluasaan aparat pemda dalam mengelola pelatihan anti korupsi.
sumber daya yang menyebabkan motivasi
untuk melakukan tindak korupsi. Sehingga Keterbatasan
disimpulkan bahwa penerapan karakteristik Keterbatasan penelitian ini hanya me-
GGG yang mampu berperan dalam me- neliti korupsi berdasarkan ada dan tidaknya
nurunkan korupsi di Indonesia adalah korupsi pemda sehingga saran bagi pe-
akuntabilitas, dan profesionalisme. Selain itu nelitian berikutnya adalah mengkonfirmasi
e-government mampu berperan dalam pe- dengan melakukan survei dan interview,
nurunan korupsi. Hasil pengujian tambahan supaya diperoleh analisis yang lebih men-
dari penelitian ini adalah pengukuran dalam. Penelitian ini menggunakan asumsi
karakteristik tata kelola secara komprehensif bahwa kompetensi berdampak pada pe-
yang diolah dengan metode principal ningkatan profesionalisme aparat, sedang-
component analysis membuktikan bahwa kan pada kenyataannya memiliki definisi
karakteristik tata kelola secara bersama- yang berbeda. Kompetensi dapat terukur
sama menurunkan probabilitas terjadinya dari tingkat pendidikan atau jenis pen-
korupsi. didikan aparat, sedangkan profesionalisme
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terukur dari kepatuhan aparat pemerintah
pemerintah perlu meningkatkan prinsip pada norma, nilai-nilai dan standar yang
GGG terutama akuntabilitas melalui pe- berlaku. Maka sebaiknya penelitian berikut-
ningkatan pelaksanaan tindaklanjut reko- nya menggunakan ukuran yang membeda-
mendasi hasil pemeriksaan dan mencipta- kan ukuran kompetensi dan profesiona-
kan profesionalisme aparat pemerintah lisme.
melalui pemberian pendidikan dan pe- Keterbatasan penelitian selanjutnya
latihan yang dapat meningkatkan kompe- adalah ukuran transparansi pada penelitian
tensi aparat, serta peningkatan penerapan e- ini menekankan pada tingkat pengungkapan
government karena terbukti secara empiris pada CALK, sehingga diharapkan penelitian
mampu menurunkan korupsi. Selain itu, selanjutnya membentuk indeks transparansi
pelaksanaan desentralisasi terbukti berperan tersendiri yang relevan dengan korupsi
meningkatkan korupsi, sehingga pemerintah berdasarkan referensi pada penelitian ini.
perlu merancang sistem pengawasan yang Pengukuran pada variabel responsiveness
tepat sehingga pelimpahan wewenang dari hanya dilakukan dengan menganalisis ada
pusat tidak disalahgunakan oleh aparat dan tidaknya Pelayanan Terpadu Satu Pintu
pemda. (PTSP), sehingga tidak mampu menangkap
tingkat responsiveness, karena pada saat
Saran penelitian dilakukan PTSP belum memiliki
Saran bagi penelitian selanjutnya ada- standar pelayanan yang sama pada setiap
lah mengembangkan pengukuran profesi- pemda. Penelitian berikutnya perlu di-
onalisme. Ukuran profesionalisme pada kembangkan ukuran lain berdasarkan per-
penelitian ini hanya mengukur ada tidaknya aturan daerah maupun peraturan yang
pelatihan yang diadakan oleh pemda, tidak diterbitkan oleh Kemendagri mengenai
terinci berdasarkan jenis/topik pelatihan tingkat pelayanan.
448 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450