Alexithymia
Alexithymia
Alexithymia
Abstrak. Alexithymia merupakan sebuah trait kepribadian yang dicirikan dengan kesulitan
mengidentifikasi, menjelaskan, dan menghayati perasaan secara internal. Bersamaan dengan
kondisi lainnya, tingkat alexithymia yang tinggi dan gaya kelekatan tidak aman dapat
memperbesar potensi gangguan kesehatan mental. Tujuan penelitian ini melihat gambaran
tingkat alexithymia dan kemudian bagaimana hubungannya dengan gaya kelekatan. Partisipan
penelitian ini 95 laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 18 tahun dengan convienience
sampling dan menggunakan kuesioner self report Bahasa Indonesia, yaitu Torronto Alexithymia
Scale 20 dan Attachment Style Questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi tingkat
alexithymia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian pada sampel non klinis
sebelumnya. Uji korelasi menunjukkan total skor alexithymia berkorelasi negatif dengan gaya
kelekatan aman dan berkorelasi positif dengan gaya kelekatan tidak aman. Pada tataran domain
terdapat petunjuk menarik yang berkaitan dengan kekhasan budaya dan ekspresi emosi.
Implikasi hasil penelitian pada situasi klinis adalah praktisi perlu mengamati klien secara utuh
dengan konteks yang meliputinya.
Kata kunci: alexithymia; budaya; emosi; gaya kelekatan; kepribadian
Istilah 1alexithymia pertama-tama muncul yang ditangani oleh Sifneos (1996) sebagai
untuk menggambarkan gejala-gejala yang seorang psikiater. Pasien-pasien ini sangat
tampak pada banyak pasien psikosimatik sulit untuk diajak mendalami pengalaman
1
Korespondensi mengenai artikel ini dapat melalui:
ike.meriska@gmail.com
namun juga menyimpan aspek subjektif lebih datar dan penuh inhibisi merupakan
dari emosi itu sendiri; bagaimana pengha- hal yang dianggap wajar, sedangkan
yatan mengenai suatu emosi (Lemche, budaya barat lebih menekankan ekspresi
Klann-Delius, Koch, Joraschky, 2004). Pola emosi yang lebih vokal dan konfrontatif.
yang terbentuk dari masa kecil tersebut Pemahaman gaya kelekatan terkait
akan cenderung menetap hingga dewasa, dengan suatu gangguan juga penting
yang diakses melalui gaya kelekatan dalam asesmen klinis. Penelitian yang
tertentu. Gaya kelekatan adalah skema dilakukan Briere, Runtz, Eadie, Bigras,
mental dan perilaku yang paling mudah Godbout (2017) menjelaskan bahwa gaya
diakses serta berhubungan dengan kelekatan tidak aman menjadi salah satu
hubungan dekat (Mikulincer & Shaver, faktor yang memiliki efek signifikan
2007). Skema ini biasanya akan aktif saat terhadap pembentukan simtom patologis
individu menghadapi suatu masalah pada individu-individu yang mengalami
dalam hidupnya (Karantzas, Feeney, & pola asuh orang tua yang kurang terlibat.
Wilkinson, 2010). Gaya kelekatan, khususnya gaya kelekatan
Pemahaman mengenai alexithymia tidak aman, juga menjadi faktor risiko yang
yang tepat akan membantu dalam penen- terkait dengan masalah kesehatan mental
tuan diagnosis karena dapat memperjelas dan perilaku-perilaku maladaptif dalam
gejala-gejala yang berkaitan dengan regu- kehidupan sehari-hari (Beauchamp,
lasi emosi (Muller, 2000). Dalam situasi Martineau, Gagnon, 2016; Besharat &
klinis, alexithymia yang dibahas di Shahidi, 2014; Palitsky, Mota, Afifi, Downs
penelitian ini bukanlah sebuah diagnosis & Sareen, 2013).
gangguan melainkan sebuah karakteristik Tampak bahwa tingkat alexithymia
atau fitur klinis yang dapat memperjelas yang tinggi dan gaya kelekatan tidak aman
penentuan diagnosis beserta terapi yang yang dominan merupakan faktor yang
akan diberikan kepada klien. Gangguan- dapat memperbesar potensi individu
gangguan yang terkait dengan alexithymia mengalami gangguan psikologis. Dengan
antara lain kesulitan mengelola stres dan pemahaman yang lebih baik mengenai
lebih mudah frustrasi (Bouchard, 2008;
kedua konstruk ini diharapkan intervensi
Mallinckrodt & Wei, 2005; Posse,
pada penangangan kasus-kasus psikologis
Hällström, Backenroth-Ohsako, 2002;
bisa lebih berorientasi pada regulasi emosi
Sullivan, Camic & Brown, 2015), masalah
dan kelekatan. Setelah kajian yang peneliti
hubungan interpersonal (Cordova, Gee,
lakukan, peneliti belum menemukan
Warren, 2005; Karakis, & Levant, 2012;
gambaran mengenai tingkat prevalensi
Holder, Love, Timoney, 2015), dan perilaku
alexithymia dalam konteks budaya Indo-
yang tidak terkontrol seperti
nesia, maka peneliti akan terlebih dahulu
penyalahgunaan zat, gangguan makan,
meneliti gambaran mengenai tingkat
dan perilaku agresif yang impulsif juga
alexithymia sebelum melakukan pengujian
(Fossati et al., 2009). Selain itu, pemahaman
keterkaitan antar gaya kelekatan dan
alexithymia yang sesuai dengan konteks
tingkat alexithymia. Hipotesis penelitian ini
budaya dapat menghindarkan praktisi dari
adalah terdapat hubungan yang signifikan
medikalisasi terhadap kekhasan ekspresi
antara domain-domain pada gaya
atau bentuk regulasi emosi yang berbeda
kelekatan dengan domain-domain pada
dengan budaya asal konstruk ini berasal.
alexithymia pada sampel non-klinis.
Pada budaya kolektif ekspresi emosi yang
Tabel 1
Statistik deskriptif domain alexithymia yang diukur dengan TAS-20
Tabel 2
Korelasi spearman antara gaya kelekatan dan alexithymia (N= 95).
TAS-20
ASQ
DIF DDF EOT Total Skor
Confidence -0.15 -.32** -0.07 -.21*
Discomfort with Closeness 0.2 .20* -0.14 0.16
Need for Approval .53** .23* 0.04 .42**
Preoccupation with Relationship .43** .29** -0.05 .37**
Relationship as Secondary .44** .34** .21* .45**
Subandi, 2011). Istilah “isin” atau “sungkan” menemukan bahwa terdapat perbedaan
merupakan kata yang sering dijadikan tingkat kesulitan identifikasi perasaan
sebuah alasan mengapa emosi harus antara kelompok pendidikan. Pembahasan
disembunyikan rapat-rapat. Menampilkan lebih lengkap mengenai pendidikan akan
perasaan secara spontan dianggap tidak dibahas selanjutnya di bagian data
pantas, baik itu kecewa, putus asa, maupun demografis.
gembira, rasa penuh harap (Kurniawan & Selanjutnya sebagai sebuah trait kepri-
Hasanat, 2007). Ketidakpantasan tersebut badian, profil individu dengan tingkat
biasa disebut dengan istilah “pepali ora ilok”, alexithymia yang tinggi juga dapat dilihat
dan mengabaikan ketidakpantasan dari alat ukur kepribadian NEO Personality
tersebut dihayati lebih dari sekadar Inventory Revised (NEO PI-R). Individu
keharusan. Ada kepercayaan yang ter- dengan tingkat alexithymia yang tinggi akan
kandung di dalam penghayatan tersebut, memiliki tingkat openness yang rendah,
dimana seseorang yang berlaku tidak khususnya di facet feelings. Domain ini
pantas dapat mendapat ganjaran yang
mengambarkan keterbukaan individu
disebut “kuwalat”, “pamali” (Haryanto,
terhadap pengalaman-pengalaman baru.
2013). Norma seperti ini pun sesungguhnya
Individu-individu yang memiliki openness
juga ada pada berbagai macam suku lain di
rendah merupakan individu yang memilih
Indonesia, di mana ekspresi emosi yang
sesuatu yang familiar, praktis serta konkrit,
spontan kurang patut ditunjukkan
dan tidak tertarik terhadap penghayatan
terutama pada pihak yang dituakan atau
sebuah pengalaman. Facet feelings pada
dianggap otoritas. Hal ini sesuai dengan
domain ini menggambarkan keterbukaan
teori yang berkaitan dengan sosialisasi
individu terhadap pengalaman emosional
emosi di budaya kolektif. Sampel non-
(McCrae & Costa, 2003). Penelitian
klinis pada penelitian ini mengindikasikan
mengenai struktur kepribadian yang
bahwa kedalaman emosi bukanlah hal
diukur dengan NEO-PI-R di Indonesia
benar-benar akrab. Teori telah menjelaskan
menunjukkan bahwa partisipan di
bahwa pada budaya kolektif, emosi
Indonesia memiliki skor yang rendah pada
seringkali terabaikan sehingga tidak
domain Openess (Halim, Derksen & Van der
mencapai kesadaran yang penuh dengan
Staak, 2004). Namun, jika dikaitkan dengan
penghayatan personal (Susana, 2006). Pada
hasil penelitian ini, penelitian yang
studi-studi sebelumnya yang dilakukan di
dilakukan oleh Halim et al. (2004)
negara dengan budaya kolektif,
menunjukkan bahwa sampel di Indonesia
menunjukkan hasil yang sedikit berbeda
pada penelitian tersebut menunjukkan
dengan penelitian ini dimana biasanya
openness yang lebih rendah pada facet values
hasil yang tinggi pada domain gaya
ketimbang facet feelings. Kedua hasil
berpikir eksternal saja (Chen, Xu, Jing, &
penelitian tersebut dapat memperkuat
Chan, 2011). Namun pada penelitian ini,
indikasi bahwa hasil penelitian yang
domain kesulitan mengidentifikasi perasa-
an juga tergolong tinggi. Hal ini tampaknya menunjukkan prevalensi alexithymia yang
terkait dengan tingkat pendidikan tinggi di sampel non klinis ini dipengaruhi
partisipan, pada penelitian lainnya keba- oleh kuatnya pengaruh budaya kolektif di
nyakan partisipan merupakan mahasiswa, Indonesia. Ada kecenderungan yang cu-
sedangkan pada penelitian ini terdapat kup besar bahwa pengenalan, kemampuan
49.5% partisipan yang berpendidikan SMP- menjelaskan, dan gaya berpikir individu
Diploma. Hasil penelitian ini pun tidak sungguh-sungguh dialami sebagai
suatu pengalaman itu sendiri, melainkan simbol yang baru akan bermakna jika
dilihat dari sudut pandang penilaian dipahami lengkap dengan konteksnya.
moral.
Jika dilihat pada tataran domain, Alexithymia dan gaya kelekatan
tampak bahwa persentase partisipan Pada bagian diskusi ini, peneliti akan
dengan skor di atas rata-rata lebih banyak membahas korelasi yang terjadi antara
pada domain kesulitan mengidentifikasi gaya kelekatan dengan alexithymia pada
perasaan dan gaya berpikir eksternal (DIF tataran domain terlebih dahulu, kemudian
dan EOT sebanyak 39%, DDF sebanyak secara keseluruhan. Pertama adalah gaya
33.6%). Hal ini mengindikasikan bahwa kelekatan aman. Gaya kelekatan aman
kesulitan yang dialami sampel pada merupakan hasil dari hadirnya figur
penelitian adalah kesulitan mengenali kelekatan yang responsif, sehingga
emosi diri dan mendalami penghayatan- individu dapat mengelola kedekatannya
nya. Hasil ini bisa dipahami dengan dengan figur lain secara seimbang. Dapat
kembali mengkaitkan hasil penelitian dikatakan bahwa individu dengan gaya
Halim, et. al (2004) terkait profil kepri- kelekatan ini memiliki kedalaman emo-
badian sampel dengan budaya kolektif di sional yang cukup merata baik dengan
Indonesia lebih menitikberatkan pengha- orang lain ataupun dirinya sendiri. Meski
yatan pengalaman mereka kepada suatu tetap membutuhkan orang lain, ia juga
nilai yang dianut, sebuah keharusan yang tidak menggantungkan dirinya hanya
sudah diatur, bukan pada pengalaman itu kepada orang lain. Dari pola inilah,
sendiri. Peneliti melihat bahwa kemam- seseorang memiliki akses terhadap regulasi
puan menjelaskan perasaan mengandung emosi yang seharusnya lebih mapan.
lebih banyak aspek sosial ketimbang dua Namun, penelitian ini menemukan bahwa
domain lainnya. gaya kelekatan aman hanya berkorelasi
Kemampuan ini lebih mencerminkan dengan kesulitan menjelaskan perasaan.
bentuk bagaimana seseorang meregulasi Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian
ekspresi emosinya. Dalam konteks sebelumnya di mana gaya kelekatan
Indonesia, tentunya kemampuan ini akan berkorelasi dengan kesulitan mengidentifi-
sangat menyesuaikan norma sosial yang kasikan perasaan (Monteboracci et al.,
berlaku, yang artinya bahwa ekspresi 2004). Hasil penelitian ini mengindikasikan
emosi yang terbatas atau penuh inhibisi gaya kelekatan aman tidak sepenuhnya
tidak selalu mencerminkan ketidakmam- menjamin tercapainya regulasi emosi yang
puan. Ekspresi yang diredam dan terlihat lebih optimal.
cenderung datar tersebut merupakan Menurut peneliti, hal ini mungkin
ekspresi emosi yang disebut ekspresi emosi terkait dengan bentuk atau ekspresi
high context, yaitu ekspresi emosi yang kelekatan yang dapat berbeda di setiap
minimal namun terkait dengan konteks budaya. Rasa aman yang diperoleh
sekitar yang meliputinya (Gudykunts individu dari interaksi antara anak dan
dalam Kurniawan & Hasanat, 2007). pengasuh utama pun dapat dimaknai
Ekspresi ini perlu diartikan bersamaan dengan berbeda. Dalam budaya kolektif di
dengan situasi saat ekspresi ini mana rasa malu (shame) menjadi keuta-
dimunculkan. Ekspresi emosi tersebut maan dalam menghayati emosi dan kea-
tidak langsung menggambarkan emosi kuan dianggap tidak penting (Fontaine,
yang sesungguhnya, melainkan sebuah Poortinga, Setiadi & Markam, 2002; Susana,
takut akan penolakan dan pengabaian, (Carvallo & Gabriel, 2006). Meski sama-
individu yang dominan pada gaya sama dilandasi rasa tidak aman, orang
kelekatan ini akan memusatkan perha- dengan kelekatan menolak-menghindar di
tiannya pada penerimaan orang lain sini berbeda dengan gaya kelekatan
(Karantzas et al., 2010). Sedangkan gaya menghindar yang menggambarkan aspek
kelekatan cemas diliputi oleh rasa cemas rasa tidak nyaman akan penolakan suatu
berlebih yang membuat seseorang terus hubungan dekat. Maksudnya adalah
tergantung pada orang lain, seakan-akan individu dengan gaya menghindar yang
tidak dapat menopang dirinya sendiri. dominan menolak hubungan intim dan
Dapat dikatakan individu seperti ini mendalam, tapi masih menginginkan
memiliki akses yang berlebihan, mengu- kedekatan tersebut sehingga timbul kon-
sahakan rasa aman dengan cara yang tidak flik. Sedangkan gaya kelekatan cemas
lagi seimbang. Individu-individu ini dapat menggambarkan individu yang diliputi
menjadi sibuk memenuhi kebutuhannya kecemasan karena mereka sangat bergan-
akan rasa amannya sehingga mengabaikan tung pada orang lain dan sering merasa
diri subjektifnya, yang tak terikat pada tidak cukup kuat menopang dirinya sendiri
orang lain. (Karantzas et al., 2010). Individu dengan
Korelasi yang terjadi antar kedua gaya gaya menolak-menghindar, dengan cukup
kelekatan ini dengan kesulitan meng- percaya diri, menaruh rasa aman mereka
identifikasi dan menjelaskan perasaannya kepada hal-hal seperti prestasi dan ambisi
menjadi sangat tergambarkan. Individu (Carvallo & Gabriel, 2006).
tersebut mengembangkan strategi penge- Korelasi yang terjadi antara gaya
lolaan diri yang diikatkan pada penilaian kelekatan menolak-menghindar dan selu-
orang lain, pengalaman individual yang ruh domain alexithymia cukup terjelaskan
utuh diabaikan demi rasa aman yang tak melalui pemahaman bahwa individu
pernah berhenti mereka dambakan. dengan gaya ini telah mengembangkan
Pengenalan emosi diri tidak menjadi strategi yang mengesampingkan hal-hal
mekanisme yang mereka munculkan emosional untuk memperoleh rasa aman.
karena bisa menjadi ancaman yang beru- Akses terhadap keintiman yang tertutup
jung pada penolakan maupun pengabaian. ini juga menutup akses individu tersebut
Individu-individu yang dominan pada untuk mengembangkan kemampuannya
gaya kelekatan takut dan cemas bisa mengenali emosi diri, serta mengungkap-
berpotensi lebih sulit mengenali emosi kannya. Akses terhadap alam emosional
mentahnya karena mekanisme yang justru dianggap sebagai sesuatu yang
mereka kembangkan selalu terkait dengan dapat mengancam kestabilan dirinya.
kehadiran atau pengakuan orang lain. Secara keseluruhan, korelasi yang
Terakhir, gaya kelekatan menolak- terjadi antara setiap gaya kelekatan dan
menghindar memiliki hubungan positif alexithymia menunjukkan kesamaan
yang signifikan dengan semua elemen dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya.
alexithymia. Individu yang dominan pada Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa
gaya kelekatan menolak-menghindar gaya kelekatan aman berkorelasi negatif
menolak keintiman dengan kepercayaan dengan alexithymia, sedangkan hampir
diri yang lebih tinggi, ia yakin bahwa semua gaya kelekatan tidak aman
dirinya akan jauh lebih aman dengan tidak berkorelasi positif dengan alexithymia
berurusan dengan hal-hal emosional secara keseluruhan dan dengan domain
dengan kemampuan berpikir. Dalam tidak sekadar melihat total skor. Inter-
mengidentifikasi perasaan terkadang pretasi alat ukur ini dapat digunakan
seseorang butuh ketajaman dan kemam- sebagai pelengkap gambaran mengenai
puan berpikir kritis untuk mengolah gambaran kepribadian seseorang, tidak
stimulus yang berasal baik dalam diri sekadar untuk langsung menyimpulkan
sendiri maupun luar. Mengidentifikasi gejala patologis seseorang. Pemahaman
dalam hal ini dapat diartikan ia mampu alexithymia secara umum di konteks budaya
menemukan suatu pola kesamaan maupun kolektif mungkin tidak dapat sekadar
perbedaan untuk menyimpulkan perasaan dipahami secara harafiah, yakni bukan
yang ia alami. Untuk dapat sekadar kekurangan kata untuk perasaan,
mengungkapkan dan menghayati penga- melainkan dilihat dari aspek regulasi
laman emosinya seseorang akan mela- emosinya. Yang dapat dipelajari dari
kukan evaluasi kognitif untuk lebih dulu tingkat alexithymia seseorang dalam
mengenali apa yang terjadi dalam dirinya. konteks klinis seharusnya adalah seberapa
Sedangkan saat melakukan supresi emosi, jauh seseorang dapat meregulasi emosinya
individu akan berfokus pada evaluasi saat diperlukan, dan strategi adaptif seperti
perilaku yang bertujuan menghindari apa yang dapat ia usahakan untuk
pengungkapan emosi tersebut (Gross dan mengelola emosi dalam menghadapi
John dalam Retnowati, Widhiarso, & hambatan atau tantangan dalam hidupnya.
Rohmani, 2003) . Dengan kekhasan budaya yang
berbeda penanganan orang dengan tingkat
Implikasi pada situasi klinis alexithymia yang tinggi sebaiknya juga
Berdasarkan pembahasan mengenai tidak sekadar memaksakan untuk dapat
dinamika hubungan antara gaya kelekatan menerapkan pola regulasi emosi yang
dan tingkat alexithymia ini, peneliti melihat kental dengan budaya individual. Jika
bahwa ada potensi besar pembentukan ditilik dari konsep psikologi abnormal,
simtom-simtom gangguan. Hasil penelitian budaya juga menjadi unsur yang sangat
ini mengindikasikan bahwa kelekatan penting untuk dipertimbangkan dalam
aman pun tidak selalu cukup untuk penentuan gejala yang dianggap patologis
mendukung pembentukan kemampuan (N-Hoeksema, 2015). Penilaian mengenai
regulasi yang optimal, tetapi gaya kele- tingkat alexithymia pada seseorang harus
katan tidak aman dipastikan memiliki dilengkapi dengan kekayaan data obser-
hubungan dengan pembentukan tersebut. vasi dan wawancara klinis yang tepat.
Sedangkan kedua variabel ini, alexithymia Praktisi perlu mempertimbangkan bahwa
dan gaya kelekatan tidak aman, telah individu yang menunjukkan ekspresi
diteliti dan ditemukan bahwa keduanya terbatas tidak selalu menggambarkan
merupakan faktor risiko atau fitur ketidakmampuannya dalam meregulasi
kepribadian yang sering ditemukan pada emosinya. Aspek nilai yang dipegang oleh
individu dengan gangguan kesehatan individu tersebut perlu diikutsertakan
mental maupun fisik. dalam proses analisis. Lo (2014) juga
menemukan bahwa pada masyarakat
Implikasi dari hasil penelitian ini
kolektif tingkat alexithymia ini dipengaruhi
adalah penggunaan alat ukur alexithymia
oleh nilai budaya yang dianut oleh
dapat diamati dari penilaian serta inter-
seseorang.
pretasi skor individu di setiap domain,
Thompson, J. (2009). Emotionally dumb: An Zhu, X., Yi, J., Yao, S., Ryder, A. G., Taylor,
overview of alexithymia kindle edition. G. J., & Bagby, R. M. (2007). Cross-
Soul Books. cultural validation of a Chinese
World Health Organization (WHO). (2013). translation of the 20-item Toronto
Mental Health action plan 2013-2020. Alexithymia Scale. Comprehensive
Retrieved from http:// Psychiatry, 48(5), 489-496. doi:
www.who.int/mental_health/ 10.1016/j.comppsych.2007.04.007
publications/action_plan /en/