Alexithymia

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18
At a glance
Powered by AI
Alexithymia is characterized by difficulty identifying, describing, and experiencing feelings internally. This study examined the prevalence of alexithymia in a non-clinical sample and its association with attachment styles.

Alexithymia is a personality trait characterized by difficulties identifying feelings and distinguishing between emotions and bodily sensations of arousal, difficulties describing feelings, limitations in imaginative processes, and an externally oriented cognitive style. It involves a dysregulation of emotions.

The aim of this study was to examine the mean level of alexithymia in a non-clinical sample and the association between alexithymia and attachment styles.

Jurnal Psikologi ISSN 0215-8884 (Print)

Volume 45, Nomor 3, 2018: 200 – 217 ISSN 2460-867X (Online)


DOI: 10.22146/jpsi.29106 https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi

Alexithymia pada Sampel Non Klinis: Keterkaitannya


dengan Gaya Kelekatan
Alexithymia in Non Clinical Samples: In Association with Attachment Styles

Ike Meriska Rahmawati1 & Magdalena S. Halim2


Magister Psikologi Profesi Klinis Dewasa
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Abstract. Alexithymia is a personality trait characterized by difficulty identifying, describing,


and experiencing feelings internally. Along with other circumstances, a high level of
alexithymia and insecure attachment style may increase potential of mental health problems. A
cross-sectional empirical design was used to examine mean level of alexithymia in non clinical
samples and the association between alexithymia and attachment styles. Participants (N= 95)
were recruited using convenience sampling. Variables were measured using Indonesian
versions of Torronto Alexithymia Scale 20 and Attachment Style Questionnaire. Result showed
the prevalence of Alexithymia was higher compared to some other studies with non clinical
samples. Positive correlations were found between alexithymia and several attachment styles,
and a negative one found with secure attachment styles. At domain level, the results provided
interesting cues related to culture and emotion. Clinical implication of this study was cultural
influence in individuals needs to be included in clinical observations.
Keywords: alexithymia; attachment styles; culture; emotion; personality

Abstrak. Alexithymia merupakan sebuah trait kepribadian yang dicirikan dengan kesulitan
mengidentifikasi, menjelaskan, dan menghayati perasaan secara internal. Bersamaan dengan
kondisi lainnya, tingkat alexithymia yang tinggi dan gaya kelekatan tidak aman dapat
memperbesar potensi gangguan kesehatan mental. Tujuan penelitian ini melihat gambaran
tingkat alexithymia dan kemudian bagaimana hubungannya dengan gaya kelekatan. Partisipan
penelitian ini 95 laki-laki dan perempuan yang berusia di atas 18 tahun dengan convienience
sampling dan menggunakan kuesioner self report Bahasa Indonesia, yaitu Torronto Alexithymia
Scale 20 dan Attachment Style Questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi tingkat
alexithymia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian pada sampel non klinis
sebelumnya. Uji korelasi menunjukkan total skor alexithymia berkorelasi negatif dengan gaya
kelekatan aman dan berkorelasi positif dengan gaya kelekatan tidak aman. Pada tataran domain
terdapat petunjuk menarik yang berkaitan dengan kekhasan budaya dan ekspresi emosi.
Implikasi hasil penelitian pada situasi klinis adalah praktisi perlu mengamati klien secara utuh
dengan konteks yang meliputinya.
Kata kunci: alexithymia; budaya; emosi; gaya kelekatan; kepribadian

Istilah 1alexithymia pertama-tama muncul yang ditangani oleh Sifneos (1996) sebagai
untuk menggambarkan gejala-gejala yang seorang psikiater. Pasien-pasien ini sangat
tampak pada banyak pasien psikosimatik sulit untuk diajak mendalami pengalaman

1
Korespondensi mengenai artikel ini dapat melalui:
ike.meriska@gmail.com

200 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

emosionalnya, ceritanya terbatas pada negara Asia dan khususnya yang


pengungkapan fakta-fakta tanpa pengha- masyarakatnya bersifat kolektif, sosialisasi
yatan personal. Emosi yang muncul bisa emosi dipenuhi dengan inhibisi, seperti
jadi sangat minim, juga bisa sangat meluap- ekspresi emosi baik positif maupun negatif
luap (Sifneos, 1996). Namun emosi-emosi tidak didorong untuk ditunjukkan,
tersebut terjadi di luar kendali mereka, di pendekatan yang dilakukan orang tua
luar kesadaran mereka. Saat ini definisi kepada anak cenderung menuntut kepa-
alexithymia telah disepakati sebagai (1) tuhan tanpa menghiraukan kondisi emo-
kesulitan mengidentifikasikan perasaan sional anak, dan penghayatan individu
dan membedakan antara perasaan dan yang tidak terlalu dihargai (Raguram,
sensasi tubuh akan gairah (arousal) emosi; Weiss, Channabasavanna, & Devins, 1996).
(2) kesulitan menjelaskan perasaan kepada Penelitian adaptasi alat ukur kepribadian
orang lain; (3) keterbatasan dalam proses NEO PI-R yang dilakukan oleh Halim,
imajinasi, yang terwujud dalam kurangnya Derksen dan Van der Staak (2004)
fantasi; dan (4) gaya kognisi yang menemukan profil partisipan Indonesia
berorientasi pada stimulus eksternal yang tertutup, konservatif, dan konformis.
(Nemiah, Freyberger & Sifneos, 1976; Tampak bahwa orang Indonesia cenderung
Taylor, 1994; Taylor, Bagby, & Parker, tidak menampilkan emosi spontannya,
1999). Dalam penelitian ini, alexithymia yang sepenuhnya, dalam rangka bersikap
diamati sebagai sebuah hasil dari sejarah sopan dan berusaha menghindari konflik.
perkembangan hidup individu, sebagai Sebagai sebuah hasil dari perkem-
sebuah trait kepribadian. bangan hidup seseorang, maka alexithymia
Alexithymia merupakan sebuah disre- juga terkait dengan gaya kelekatan yang
gulasi emosi. Pemahaman teoritis menge- terbentuk dari awal masa kehidupan
nai konstruk ini menjadi sangat penting seseorang. Regulasi yang adekuat akan
karena alexithymia tak dapat dipahami lebih dapat berkembang jika orang tua
secara harafiah berdasarkan etiologi dapat menangkap dengan tepat ekspresi
katanya saja. Lebih dalam lagi, alexithymia emosi atau kebutuhan sang anak (Taylor et
merupakan bentuk minimnya pengha- al., 1999). Pada tahap perkembangan awal
yatan subjektif terhadap pengalaman anak membutuhkan peran aktif orang tua
emosional. Hal ini menjadi sangat penting untuk melabel dan meregulasi emosi yang
agar penggunaan istilah alexithymia ini ia alami (Thompson, 2009). Monteboracci,
dapat tepat sasaran, tidak ditempelkan Codispoti, Baldaro, & Rossi (2004) berpen-
secara asal kepada setiap orang yang dapat bahwa alexithymia merupakan salah
terlihat kaku, pendiam, dan atau dingin. satu konsekuensi dari kegagalan kelekatan
Tentunya pelabelan seperti ini berten- dan ikatan (bonding). Penelitian mengenai
tangan dengan usaha WHO yang hendak korelasi kelekatan dan alexithymia menun-
terus menekan medikalisasi dan institu- jukkan bahwa kedua variabel tersebut
sionalisasi dalam penanganan kesehatan memiliki korelasi yang signifikan, khusus-
mental (WHO, 2013). nya kelekatan tidak aman (Besharat &
Shahidi, 2014; Fukunishi, Sei, Morita, &
Dari poin ini, menjadi menarik
Rahe, 1999; Monteboracci et al., 2004).
bagaimana konstruk ini seharusnya
diamati dan dipahami dalam konteks Kelekatan dengan orang tua tidak
budaya berbeda, misalnya di budaya sekadar mengajarkan pada anak mengenai
kolektif seperti di Indonesia. Di negara- identifikasi dan mengekspresikan emosi,

JURNAL PSIKOLOGI 201


RAHMAWATI & HALIM

namun juga menyimpan aspek subjektif lebih datar dan penuh inhibisi merupakan
dari emosi itu sendiri; bagaimana pengha- hal yang dianggap wajar, sedangkan
yatan mengenai suatu emosi (Lemche, budaya barat lebih menekankan ekspresi
Klann-Delius, Koch, Joraschky, 2004). Pola emosi yang lebih vokal dan konfrontatif.
yang terbentuk dari masa kecil tersebut Pemahaman gaya kelekatan terkait
akan cenderung menetap hingga dewasa, dengan suatu gangguan juga penting
yang diakses melalui gaya kelekatan dalam asesmen klinis. Penelitian yang
tertentu. Gaya kelekatan adalah skema dilakukan Briere, Runtz, Eadie, Bigras,
mental dan perilaku yang paling mudah Godbout (2017) menjelaskan bahwa gaya
diakses serta berhubungan dengan kelekatan tidak aman menjadi salah satu
hubungan dekat (Mikulincer & Shaver, faktor yang memiliki efek signifikan
2007). Skema ini biasanya akan aktif saat terhadap pembentukan simtom patologis
individu menghadapi suatu masalah pada individu-individu yang mengalami
dalam hidupnya (Karantzas, Feeney, & pola asuh orang tua yang kurang terlibat.
Wilkinson, 2010). Gaya kelekatan, khususnya gaya kelekatan
Pemahaman mengenai alexithymia tidak aman, juga menjadi faktor risiko yang
yang tepat akan membantu dalam penen- terkait dengan masalah kesehatan mental
tuan diagnosis karena dapat memperjelas dan perilaku-perilaku maladaptif dalam
gejala-gejala yang berkaitan dengan regu- kehidupan sehari-hari (Beauchamp,
lasi emosi (Muller, 2000). Dalam situasi Martineau, Gagnon, 2016; Besharat &
klinis, alexithymia yang dibahas di Shahidi, 2014; Palitsky, Mota, Afifi, Downs
penelitian ini bukanlah sebuah diagnosis & Sareen, 2013).
gangguan melainkan sebuah karakteristik Tampak bahwa tingkat alexithymia
atau fitur klinis yang dapat memperjelas yang tinggi dan gaya kelekatan tidak aman
penentuan diagnosis beserta terapi yang yang dominan merupakan faktor yang
akan diberikan kepada klien. Gangguan- dapat memperbesar potensi individu
gangguan yang terkait dengan alexithymia mengalami gangguan psikologis. Dengan
antara lain kesulitan mengelola stres dan pemahaman yang lebih baik mengenai
lebih mudah frustrasi (Bouchard, 2008;
kedua konstruk ini diharapkan intervensi
Mallinckrodt & Wei, 2005; Posse,
pada penangangan kasus-kasus psikologis
Hällström, Backenroth-Ohsako, 2002;
bisa lebih berorientasi pada regulasi emosi
Sullivan, Camic & Brown, 2015), masalah
dan kelekatan. Setelah kajian yang peneliti
hubungan interpersonal (Cordova, Gee,
lakukan, peneliti belum menemukan
Warren, 2005; Karakis, & Levant, 2012;
gambaran mengenai tingkat prevalensi
Holder, Love, Timoney, 2015), dan perilaku
alexithymia dalam konteks budaya Indo-
yang tidak terkontrol seperti
nesia, maka peneliti akan terlebih dahulu
penyalahgunaan zat, gangguan makan,
meneliti gambaran mengenai tingkat
dan perilaku agresif yang impulsif juga
alexithymia sebelum melakukan pengujian
(Fossati et al., 2009). Selain itu, pemahaman
keterkaitan antar gaya kelekatan dan
alexithymia yang sesuai dengan konteks
tingkat alexithymia. Hipotesis penelitian ini
budaya dapat menghindarkan praktisi dari
adalah terdapat hubungan yang signifikan
medikalisasi terhadap kekhasan ekspresi
antara domain-domain pada gaya
atau bentuk regulasi emosi yang berbeda
kelekatan dengan domain-domain pada
dengan budaya asal konstruk ini berasal.
alexithymia pada sampel non-klinis.
Pada budaya kolektif ekspresi emosi yang

202 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

Metode dari 1 untuk sangat tidak setuju sampai 5


untuk sangat setuju. Alat ukur ini terdiri
Partisipan dari 20 aitem, dengan 5 aitem bersifat
Partisipan berasal dari masyarakat umum unfavorable. Semakin tinggi skor mengindi-
yang memenuhi kriteria peneliti. Kriteria kasikan level alexithymia yang lebih tinggi,
yang harus dipenuhi partisipan adalah total skor terbentang antara 20 dan 100.
berusia di atas 18 tahun, berpendidikan Dalam versi Bahasa Inggris, cut off score
minimal setingkat SMP, tidak mengalami telah disusun secara empiris, total skor 60
gangguan otak organik, dan merupakan mengindikasi alexithymia yang tinggi
keturunan suku bangsa yang ada di Indo- sedangkan skor kurang dari 52 dinilai
nesia, yang tinggal menetap di Indonesia sebagai tidak ada indikasi alexithymia (Zhu,
dan tumbuh besar di Indonesia. Jumlah Yi, Yao, Ryder, Taylor & Bagby, 2007). TAS
partisipan dalam penelitian ini adalah 95 20 memiliki tiga subskala yaitu Difficulty
orang, dengan proporsi 57% berjenis identifying feelings and bodily sensations (DIF,
kelamin laki-laki dan 43% perempuan. terdiri dari 7 aitem, aitem-aitem ini
Sebagian besar usia partisipan tersebar di merepresentasikan kesulitan
rentang dewasa awal dan madya dengan mengidentifikasi emosi dan membedakan-
rata-rata usia 34.87 tahun (SD= 12.21). nya dengan gejala fisiologis), Difficulty
Sebanyak 49.5% partisipan merupakan Describing Feeling (DDF, terdiri dari lima
lulusan SMP - Diploma dan sebanyak aitem, subskala ini merepresentasikan
50.6% partisipan berpendidikan Sarjana - kesulitan mengartikulasikan perasaan
Doktoral. Sedangkan kelompok suku kepada orang lain), Externally Oriented
terbanyak dalam penelitian ini adalah suku Thinking (EOT, terdiri dari 8 aitem, aitem-
Jawa (41.1%), Kelompok suku lainnya aitem ini merepresentasikan gaya kognitif
memiliki persentasi yang jauh lebih kecil, yang terikat dengan stimulus-stimulus
Batak (11.6%), Betawi ( 12.6%), Sunda eksternal). TAS-20 memiliki koefisien
(8.4%), Tionghoa (5.3%), Maluku (5.3%), internal consistency (Cronbach’s alpha) .81
Campuran (5.3%), Padang (4.2), Palembang dan reabilitas .77 dengan test-retest dalam
(2.1%), Manado (1.1%) dan tidak mengisi waktu tiga minggu (Bagby, Parker, Taylor,
(3.2%). Semua partisipan telah diberikan 1994).
informed consent dan menerima suvenir Untuk versi adaptasi Bahasa Indo-
setelah mengisi kuesioner. nesia, peneliti melakukan proses adaptasi
Alat ukur yang digunakan dalam back and forward translation dengan seizin
penelitian ini adalah dua kuesioner self penulis alat ukur (Taylor, komunikasi
report, yaitu Torronto Alexithymia Scale 20 pribadi, 14 Desember 2016). Setelah itu
(TAS 20; Taylor, Bagby, & Parker, 1999) peneliti melakukan uji confirmatory factor
versi Bahasa Indonesia yang telah diadap- analysis menggunakan software LISREL 8.54
tasi oleh peneliti dan Attachment Style dengan jumlah partisipan sebanyak 209
Questionnaire versi Bahasa Indonesia partisipan yang berbeda dengan sampel
(ASQ; Dewi et al., 2016). penelitian ini. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa alat ukur ini valid
Torronto Alexithymia Scale 20 versi Bahasa untuk digunakan dalam konteks Indonesia.
Indonesia Alat ukur TAS-20 yang telah diadap-
TAS-20 merupakan alat ukur self-report, tasi ke dalam bahasa Indonesia memiliki
setiap aitemnya dinilai dalam skala Likert koefisien Cronbach Alpha sebesar .82

JURNAL PSIKOLOGI 203


RAHMAWATI & HALIM

untuk keseluruhan alat ukur. Sedangkan Relationship, terdiri dari 8 aitem,


Cronbach Alpha untuk setiap domain menggambarkan gaya yang penuh
adalah .85 untuk DIF, .78 untuk DDF, dan kecemasan sehingga individu menjadi
.40 untuk EOT. Tiap domain memiliki sangat bergantung dan penuh tuntutan
koefisien internal consistency sebesar DIF seperti kelekatan cemas (anxious) menurut
(.56 - .67), DDF (.46 - .64), EOT (.23 - .62). Hazan dan Shaver (Karantzas et.al, 2010).
Faktor analisis yang dilakukan dengan Alat ukur ini telah diadaptasi ke dalam
LISREL menunjukkan bahwa setiap Bahasa Indonesia dengan koefisien internal
domain lolos atau modelnya dikatakan fit consistency .64 (Confidence), .63 (Discomfort),
dalam uji unidimensional dan model tiga .51 (Need for Approval), .71 (Preoccupation),
faktor fit pada first order. Maka alat ukur and .59 (Relationship as Secondary
TAS-20 ini diukur dengan skor per domain. Achievement). Sedangkan validitas itemnya
berada di rentang .42 sampai .72 (Dewi,
Attachment Style Questionnaire versi Bahasa Halim, & Derksen, 2016).
Indonesia
ASQ pertama kali dikembangkan oleh Hasil
Feeney, Noller, dan Hanrahan pada 1994
(Karantzas et al., 2010), yang mengacu pada Statistik deskriptif pada Tabel 1 menun-
teori dasar kelekatan dalam hubungan jukkan bahwa hasil penelitian ini tidak
dekat menurut Bowlby dan Ainsworth. dapat memenuhi asumsi distribusi normal,
Attachment Style Questionnaire (ASQ) terdiri cukup banyak skor yang berada di atas
dari 40 butir soal serta lima dimensi, yaitu nilai rata-rata. Dengan persebaran tersebut,
Confidence, Discomfort with Closeness, kategorisasi skor dilakukan dengan
Relationship as Secondary, Need for Approval transformasi non linier ke dalam t-score.
dan Preoccupation with Relationship. Skor dikategorikan ke dalam lima
Confidence, terdiri dari 8 aitem, merupakan kelompok, yaitu rendah, rata-rata bawah,
dimensi yang menggambarkan kelekatan rata-rata, rata-rata atas, dan tinggi. Gambar
aman seperti yang juga digambarkan oleh 1 menunjukkan bahwa pada penelitian ini
pengukuran baik kategorikal maupun terdapat 19% partisipan yang tergolong
dimensional. Discomfort with Closeness, memiliki tingkat alexithymia yang tinggi.
terdiri dari 10 aitem, menggambarkan Jika dibandingkan dengan batasan skor
aspek lain dari kelekatan menghindar pada versi TAS-20 versi aslinya, yaitu skor
(avoidant). Relationship as secondary total ≥ 61 untuk kategori tinggi, hasil
achievement, terdiri dari 7 aitem, penelitian ini menunjukkan bahwa
menangkap kelekatan menolak (dismissing) Indonesia memiliki batasan skor yang lebih
menurut Bartholomew sekaligus kelekatan rendah untuk kategori tinggi, yaitu ≥ 57.
menghindar (avoidant) menurut Mikulincer Perbedaan sebanyak tiga poin ini
dan Shaver. Sedangkan, Need for Approval, mengindikasikan bahwa ada
terdiri dari 7 aitem, menangkap ketakutan kecenderungan tingkat alexithymia yang
akan penolakan dan pengabaian, seperti lebih tinggi pada sampel non-klinis pada
gaya takut (fearful) yang dikemukakan penelitian ini.
Bartholomew. Terakhir, Preoccupation with

204 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

Tabel 1
Statistik deskriptif domain alexithymia yang diukur dengan TAS-20

Alexithymia Mean SD Median Modus Rentang Skor


Difficulty Identifiying
16.40 5.38 15 14 7 -32
Feelings
Difficulty Describing Feelings 13.04 3.48 13 12 5 - 21
Externally Oriented Thinking 18.72 2.77 19 18 11 - 28
Total Skor TAS-20 48.16 8.85 48 47 25 - 64

Uji korelasi Spearman digunakan semakin tinggi pula kecenderungan tingkat


untuk mengetahui hubungan yang terjadi alexithymianya. Secara umum hasil pada
antara gaya kelekatan dan alexithymia (lihat penelitian ini menunjukan hubungan yang
Tabel 2). Pertama, pada tataran total skor relatif lebih kuat terjadi antara gaya
TAS-20, uji Spearman menunjukkan semua kelekatan tidak aman dengan alexithymia.
domain ASQ berkorelasi secara signifikan, Semakin dominan gaya kelekatan tidak
kecuali domain discomfort with closeness. aman pada diri seseorang maka semakin
Korelasi negatif yang lemah terjadi antara tinggi tingkat alexithymianya.
confidence dengan total TAS-20 (rs= -.21, p<
0.05), yang berarti semakin dominan gaya
kelekatan aman pada diri seseorang maka Rata-rata
akan semakin rendah tingkat alexithymia 13%
yang dimilikinya. Sedangkan korelasi Rata-rata Rata-rata
bawah tinggi 20%
positif yang moderat terjadi dengan need for 39%
25%
approval (rs= .42, p< 0.05), preoccupation with Tinggi
19%
relationship (rs= .37, p< 0.05), dan relationship
Rendah
as secondary (rs= .45, p< 0.05). Semakin
23%
dominan gaya kelekatan takut, cemas, dan
Gambar 1. Persentase Kategori Tingkat
atau menolak-menghindar (dismissing-
Alexithymia dengan Skor Total TAS-20
avoidant) pada diri seseorang maka
(N= 95).

Tabel 2
Korelasi spearman antara gaya kelekatan dan alexithymia (N= 95).

TAS-20
ASQ
DIF DDF EOT Total Skor
Confidence -0.15 -.32** -0.07 -.21*
Discomfort with Closeness 0.2 .20* -0.14 0.16
Need for Approval .53** .23* 0.04 .42**
Preoccupation with Relationship .43** .29** -0.05 .37**
Relationship as Secondary .44** .34** .21* .45**

** Signifikan pada level 0.01, signifikan pada level 0.05


Catatan: DIF, Difficulty Identifying Feelings and Bodily Sensations; DDF, Difficulty Describing
Feelings; EOT, Externally Oriented Thinking.

JURNAL PSIKOLOGI 205


RAHMAWATI & HALIM

Ditemukan beberapa hal pada tataran pada sampel mahasiswa di Kanada


domain, yaitu korelasi antara gaya (Parker, Wood, Bond, & Shaughnessy,
kelekatan aman dan menghindar hanya 2005); 17.9% pada sampel mahasiswa di
terjadi dengan kesulitan menjelaskan Inggris (Mason, Tyson, Jones & Potts, 2005).
perasaan (DDF), korelasi kuat hingga Penelitian di Cina, menunjukkan hasil
moderat terjadi antara gaya kelekatan tidak yang serupa dengan penelitian ini, yaitu
aman (takut, cemas, menolak-menghindar) relatif lebih tinggi dari negara-negara di
dengan kesulitan mengidentifikasi Eropa (Ryder et al., 2008). Ditemukan
perasaan (DIF), semua gaya kelekatan bahwa tingkat alexithymia pada sampel di
berkorelasi secara signifikan dengan negara dengan budaya timur, seperti Cina
kesulitan menjelaskan perasaan (DDF), dan dan Jepang, tampaknya terkait dengan
hanya gaya kelekatan menolak- perbedaan budaya yang memengaruhi
menghindar yang berkorelasi dengan gaya gaya berpikir eksternal (EOT) (Fukunishi,
berpikir eksternal (EOT). Nakagawa, Nakamura, Kikuci, & Takubo,
Sebagai analisis tambahan, peneliti 1997; Dere, Falk, Ryder, 2012; Dere et al.,
juga melakukan uji statistik terhadap faktor 2013). Hal ini pun juga terjadi di penelitian
demografis, seperti jenis kelamin, usia, ini, di mana pada proses adaptasi
suku dan tingkat pendidikan. Perbedaan ditemukan bahwa domain gaya berpikir
hanya ditemukan pada tingkat pendidikan. eksternal tidak memiliki konsistensi yang
Uji statistik Mann Whitney U Test cukup baik. Tingkat alexthymia tampaknya
menunjukkan terdapat perbedaan tingkat sangat dipengaruhi oleh penekanan gaya
seseorang mengalami kesulitan berpikir eksternal ketimbang identifikasi
mengidentifikasi perasaan di antara tingkat dan deskripsi emosi pada beberapa
pendidikan, U=821, p= 0.02. Kelompok individu di budaya kolektif (Chio & Zaroff,
pendidikan di SMP – Diploma memiliki 2015).
skor lebih tinggi pada kesulitan tersebut. Persentase yang lebih besar ini
menunjukkan bahwa kecenderungan
Diskusi tingkat alexithymia yang tinggi lebih besar
di sampel non klinis di konteks Indonesia.
Pada penelitian ini terdapat sebesar 39% Adanya kontribusi dari aspek budaya
partisipan yang termasuk dalam kategori dapat menjadi salah satu alasan relatif lebih
di atas rata-rata, sebanyak 19% di antara- tingginya tingkat alexithymia pada sampel.
nya tergolong tinggi. Jika dibandingkan Pada penelitian ini pun, jumlah sampel
dengan hasil temuan dengan penelitian- terbesar berasal dari suku Jawa (41.1%),
penelitan yang pernah dilakukan di maka pengaruh nilai-nilai budaya yang
beberapa negara berbeda, hasil penelitian dipegang oleh suku ini patut dicermati
ini menunjukkan persentase yang lebih lebih lanjut. Pada keluarga-keluarga suku
tinggi. Dengan menggunakan cutoff score Jawa ada suatu kecenderungan untuk
TAS-20 versi aslinya, beberapa penelitian sangat sedikit menampilkan emosi. Emosi
seperti di Finlandia, prevalensi alexithymia yang intensif jarang ada, atau paling tidak,
di masyarakat umum berkisar 2% hingga emosi tersebut tidak ditampilkan secara
12.8% (Salminen, Saarijärvi, Äärelä, Toikka, langsung. Kekeluargaan dan kerukunan
& Kauhanen, 1999; Kokkonen et al., 2001), adalah nilai yang sangat dijunjung tinggi,
12% pada masyarakat umum di Australia sehingga ekspresi emosi tidak ditonjolkan
(McGillivray, Becerra, & Harms, 2017); 12% untuk menghindari konflik (Greetz dalam

206 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

Subandi, 2011). Istilah “isin” atau “sungkan” menemukan bahwa terdapat perbedaan
merupakan kata yang sering dijadikan tingkat kesulitan identifikasi perasaan
sebuah alasan mengapa emosi harus antara kelompok pendidikan. Pembahasan
disembunyikan rapat-rapat. Menampilkan lebih lengkap mengenai pendidikan akan
perasaan secara spontan dianggap tidak dibahas selanjutnya di bagian data
pantas, baik itu kecewa, putus asa, maupun demografis.
gembira, rasa penuh harap (Kurniawan & Selanjutnya sebagai sebuah trait kepri-
Hasanat, 2007). Ketidakpantasan tersebut badian, profil individu dengan tingkat
biasa disebut dengan istilah “pepali ora ilok”, alexithymia yang tinggi juga dapat dilihat
dan mengabaikan ketidakpantasan dari alat ukur kepribadian NEO Personality
tersebut dihayati lebih dari sekadar Inventory Revised (NEO PI-R). Individu
keharusan. Ada kepercayaan yang ter- dengan tingkat alexithymia yang tinggi akan
kandung di dalam penghayatan tersebut, memiliki tingkat openness yang rendah,
dimana seseorang yang berlaku tidak khususnya di facet feelings. Domain ini
pantas dapat mendapat ganjaran yang
mengambarkan keterbukaan individu
disebut “kuwalat”, “pamali” (Haryanto,
terhadap pengalaman-pengalaman baru.
2013). Norma seperti ini pun sesungguhnya
Individu-individu yang memiliki openness
juga ada pada berbagai macam suku lain di
rendah merupakan individu yang memilih
Indonesia, di mana ekspresi emosi yang
sesuatu yang familiar, praktis serta konkrit,
spontan kurang patut ditunjukkan
dan tidak tertarik terhadap penghayatan
terutama pada pihak yang dituakan atau
sebuah pengalaman. Facet feelings pada
dianggap otoritas. Hal ini sesuai dengan
domain ini menggambarkan keterbukaan
teori yang berkaitan dengan sosialisasi
individu terhadap pengalaman emosional
emosi di budaya kolektif. Sampel non-
(McCrae & Costa, 2003). Penelitian
klinis pada penelitian ini mengindikasikan
mengenai struktur kepribadian yang
bahwa kedalaman emosi bukanlah hal
diukur dengan NEO-PI-R di Indonesia
benar-benar akrab. Teori telah menjelaskan
menunjukkan bahwa partisipan di
bahwa pada budaya kolektif, emosi
Indonesia memiliki skor yang rendah pada
seringkali terabaikan sehingga tidak
domain Openess (Halim, Derksen & Van der
mencapai kesadaran yang penuh dengan
Staak, 2004). Namun, jika dikaitkan dengan
penghayatan personal (Susana, 2006). Pada
hasil penelitian ini, penelitian yang
studi-studi sebelumnya yang dilakukan di
dilakukan oleh Halim et al. (2004)
negara dengan budaya kolektif,
menunjukkan bahwa sampel di Indonesia
menunjukkan hasil yang sedikit berbeda
pada penelitian tersebut menunjukkan
dengan penelitian ini dimana biasanya
openness yang lebih rendah pada facet values
hasil yang tinggi pada domain gaya
ketimbang facet feelings. Kedua hasil
berpikir eksternal saja (Chen, Xu, Jing, &
penelitian tersebut dapat memperkuat
Chan, 2011). Namun pada penelitian ini,
indikasi bahwa hasil penelitian yang
domain kesulitan mengidentifikasi perasa-
an juga tergolong tinggi. Hal ini tampaknya menunjukkan prevalensi alexithymia yang
terkait dengan tingkat pendidikan tinggi di sampel non klinis ini dipengaruhi
partisipan, pada penelitian lainnya keba- oleh kuatnya pengaruh budaya kolektif di
nyakan partisipan merupakan mahasiswa, Indonesia. Ada kecenderungan yang cu-
sedangkan pada penelitian ini terdapat kup besar bahwa pengenalan, kemampuan
49.5% partisipan yang berpendidikan SMP- menjelaskan, dan gaya berpikir individu
Diploma. Hasil penelitian ini pun tidak sungguh-sungguh dialami sebagai

JURNAL PSIKOLOGI 207


RAHMAWATI & HALIM

suatu pengalaman itu sendiri, melainkan simbol yang baru akan bermakna jika
dilihat dari sudut pandang penilaian dipahami lengkap dengan konteksnya.
moral.
Jika dilihat pada tataran domain, Alexithymia dan gaya kelekatan
tampak bahwa persentase partisipan Pada bagian diskusi ini, peneliti akan
dengan skor di atas rata-rata lebih banyak membahas korelasi yang terjadi antara
pada domain kesulitan mengidentifikasi gaya kelekatan dengan alexithymia pada
perasaan dan gaya berpikir eksternal (DIF tataran domain terlebih dahulu, kemudian
dan EOT sebanyak 39%, DDF sebanyak secara keseluruhan. Pertama adalah gaya
33.6%). Hal ini mengindikasikan bahwa kelekatan aman. Gaya kelekatan aman
kesulitan yang dialami sampel pada merupakan hasil dari hadirnya figur
penelitian adalah kesulitan mengenali kelekatan yang responsif, sehingga
emosi diri dan mendalami penghayatan- individu dapat mengelola kedekatannya
nya. Hasil ini bisa dipahami dengan dengan figur lain secara seimbang. Dapat
kembali mengkaitkan hasil penelitian dikatakan bahwa individu dengan gaya
Halim, et. al (2004) terkait profil kepri- kelekatan ini memiliki kedalaman emo-
badian sampel dengan budaya kolektif di sional yang cukup merata baik dengan
Indonesia lebih menitikberatkan pengha- orang lain ataupun dirinya sendiri. Meski
yatan pengalaman mereka kepada suatu tetap membutuhkan orang lain, ia juga
nilai yang dianut, sebuah keharusan yang tidak menggantungkan dirinya hanya
sudah diatur, bukan pada pengalaman itu kepada orang lain. Dari pola inilah,
sendiri. Peneliti melihat bahwa kemam- seseorang memiliki akses terhadap regulasi
puan menjelaskan perasaan mengandung emosi yang seharusnya lebih mapan.
lebih banyak aspek sosial ketimbang dua Namun, penelitian ini menemukan bahwa
domain lainnya. gaya kelekatan aman hanya berkorelasi
Kemampuan ini lebih mencerminkan dengan kesulitan menjelaskan perasaan.
bentuk bagaimana seseorang meregulasi Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian
ekspresi emosinya. Dalam konteks sebelumnya di mana gaya kelekatan
Indonesia, tentunya kemampuan ini akan berkorelasi dengan kesulitan mengidentifi-
sangat menyesuaikan norma sosial yang kasikan perasaan (Monteboracci et al.,
berlaku, yang artinya bahwa ekspresi 2004). Hasil penelitian ini mengindikasikan
emosi yang terbatas atau penuh inhibisi gaya kelekatan aman tidak sepenuhnya
tidak selalu mencerminkan ketidakmam- menjamin tercapainya regulasi emosi yang
puan. Ekspresi yang diredam dan terlihat lebih optimal.
cenderung datar tersebut merupakan Menurut peneliti, hal ini mungkin
ekspresi emosi yang disebut ekspresi emosi terkait dengan bentuk atau ekspresi
high context, yaitu ekspresi emosi yang kelekatan yang dapat berbeda di setiap
minimal namun terkait dengan konteks budaya. Rasa aman yang diperoleh
sekitar yang meliputinya (Gudykunts individu dari interaksi antara anak dan
dalam Kurniawan & Hasanat, 2007). pengasuh utama pun dapat dimaknai
Ekspresi ini perlu diartikan bersamaan dengan berbeda. Dalam budaya kolektif di
dengan situasi saat ekspresi ini mana rasa malu (shame) menjadi keuta-
dimunculkan. Ekspresi emosi tersebut maan dalam menghayati emosi dan kea-
tidak langsung menggambarkan emosi kuan dianggap tidak penting (Fontaine,
yang sesungguhnya, melainkan sebuah Poortinga, Setiadi & Markam, 2002; Susana,

208 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

2006). Budaya kolektif memang Selanjutnya, gaya kelekatan meng-


mengutamakan kekeluargaan, seperti yang hindar memiliki korelasi positif yang
sebelumnya telah disebutkan, namun signifikan hanya dengan kesulitan menje-
ikatan afeksi tersebut didasarkan pada laskan perasaan. Gaya kelekatan meng-
hubungan relasi, orientasi kebersamaan, hindar yang dapat digambarkan dalam
rasa saling membutuhkan, toleransi sosial, penelitian ini memiliki aspek ketidaknya-
harmoni, hubungan timbal balik yang manan (Dewi et al., 2016). Ketidaknya-
seimbang, dan rasa hutang budi (Berry, manan ini tercipta karena sesungguhnya
Poortinga, Segal & Dasen dalam Dewi et al., individu dengan gaya kelekatan meng-
2016). Rasa aman yang diberikan oleh hindar masih mendambakan hubungan
pengasuh utama pada konteks budaya yang mendalam, hanya saja di saat yang
setempat ini menyosialisasikan hal yang bersamaan kedekatan juga menimbulkan
berbeda dengan konteks budaya indivi- rasa tidak aman pada dirinya sehingga ia
dualis. Pada budaya kolektif, pengasuh tidak mengaktifkan perilaku yang beru-
atau figur kelekatan mendorong perkem- saha mencari kedekatan. Pola ini muncul
bangan individu lebih sebagai sebuah dari figur kelekatan yang memberikan
bagian kelompok, norma-norma sosial banyak penolakan terhadap perilaku
merupakan hal yang lebih diutamakan individu yang berusaha mendekatinya.
ketimbang pengenalan diri (termasuk Jika dilihat dari pola secara teoritis ini,
emosi dan perasaan). tampak bahwa individu yang dominan
Dalam interaksi yang terjadi dengan pada gaya kelekatan menghindar akan
figur kelekatan, individu dapat mempe- lebih berpotensi untuk mengalami kesu-
lajari pola timbal balik bagaimana emosi litan menjelaskan perasaan dan belum
dan perasaan dapat diungkapkan. Jadi tentu kesulitan mengidentifikasi perasaan-
ketika seseorang memperoleh rasa aman nya maupun memiliki gaya berpikir
dari ekspresi kelekatan yang sedemikian eksternal. Kesulitan menjelaskan perasaan
rupa, maka yang ia dapatkan adalah merupakan manifestasi rasa tidak aman
kemampuan menjelaskan perasaannya yang dimiliki individu yang dominan
sesuai norma yang berlaku. Ekspresi dalam dengan gaya kelekatan ini terhadap
menjelaskan perasaan ini tak dapat jadi kedekatan. Pengungkapan perasaan dapat
satu-satunya tolak ukur kedalaman mengaktifkan ingatannya terhadap peno-
penghayatan atau kemampuan identifikasi lakan-penolakan yang pernah ia terima
seseorang. Dalam mengidentifikasi emosi dari figur kelekatannya di masa awal
dalam diri, seseorang perlu dapat memi- kehidupan, sehingga meski masih memiliki
sahkan dirinya dengan orang lain dan keinginan, individu-individu ini mencoba
terbuka pada pengalaman subjektif sebagai memperoleh rasa amannya dengan
seorang individu. Sedangkan kemampuan menahan pengungkapan emosinya.
menjelaskan (bentuk ekspresi) bisa sangat Gaya kelekatan takut dan cemas,
menyesuaikan konteks budaya yang keduanya memiliki korelasi positif yang
melekat. Selain itu dapat dikatakan bahwa signifikan dengan kesulitan mengidentifi-
aspek menjelaskan perasaan merupakan kasikan dan menjelaskan perasaan.
aspek sosial dari regulasi emosi, yang Individu yang dominan pada gaya-gaya
tentunya juga terkandung dalam pola kelekatan ini memusatkan perhatiannya
interaksi antara individu dan figur terhadap orang lain. Gaya kelekatan takut
kelekatan yang juga bersifat sosial. memiliki pola yang dipenuhi oleh rasa

JURNAL PSIKOLOGI 209


RAHMAWATI & HALIM

takut akan penolakan dan pengabaian, (Carvallo & Gabriel, 2006). Meski sama-
individu yang dominan pada gaya sama dilandasi rasa tidak aman, orang
kelekatan ini akan memusatkan perha- dengan kelekatan menolak-menghindar di
tiannya pada penerimaan orang lain sini berbeda dengan gaya kelekatan
(Karantzas et al., 2010). Sedangkan gaya menghindar yang menggambarkan aspek
kelekatan cemas diliputi oleh rasa cemas rasa tidak nyaman akan penolakan suatu
berlebih yang membuat seseorang terus hubungan dekat. Maksudnya adalah
tergantung pada orang lain, seakan-akan individu dengan gaya menghindar yang
tidak dapat menopang dirinya sendiri. dominan menolak hubungan intim dan
Dapat dikatakan individu seperti ini mendalam, tapi masih menginginkan
memiliki akses yang berlebihan, mengu- kedekatan tersebut sehingga timbul kon-
sahakan rasa aman dengan cara yang tidak flik. Sedangkan gaya kelekatan cemas
lagi seimbang. Individu-individu ini dapat menggambarkan individu yang diliputi
menjadi sibuk memenuhi kebutuhannya kecemasan karena mereka sangat bergan-
akan rasa amannya sehingga mengabaikan tung pada orang lain dan sering merasa
diri subjektifnya, yang tak terikat pada tidak cukup kuat menopang dirinya sendiri
orang lain. (Karantzas et al., 2010). Individu dengan
Korelasi yang terjadi antar kedua gaya gaya menolak-menghindar, dengan cukup
kelekatan ini dengan kesulitan meng- percaya diri, menaruh rasa aman mereka
identifikasi dan menjelaskan perasaannya kepada hal-hal seperti prestasi dan ambisi
menjadi sangat tergambarkan. Individu (Carvallo & Gabriel, 2006).
tersebut mengembangkan strategi penge- Korelasi yang terjadi antara gaya
lolaan diri yang diikatkan pada penilaian kelekatan menolak-menghindar dan selu-
orang lain, pengalaman individual yang ruh domain alexithymia cukup terjelaskan
utuh diabaikan demi rasa aman yang tak melalui pemahaman bahwa individu
pernah berhenti mereka dambakan. dengan gaya ini telah mengembangkan
Pengenalan emosi diri tidak menjadi strategi yang mengesampingkan hal-hal
mekanisme yang mereka munculkan emosional untuk memperoleh rasa aman.
karena bisa menjadi ancaman yang beru- Akses terhadap keintiman yang tertutup
jung pada penolakan maupun pengabaian. ini juga menutup akses individu tersebut
Individu-individu yang dominan pada untuk mengembangkan kemampuannya
gaya kelekatan takut dan cemas bisa mengenali emosi diri, serta mengungkap-
berpotensi lebih sulit mengenali emosi kannya. Akses terhadap alam emosional
mentahnya karena mekanisme yang justru dianggap sebagai sesuatu yang
mereka kembangkan selalu terkait dengan dapat mengancam kestabilan dirinya.
kehadiran atau pengakuan orang lain. Secara keseluruhan, korelasi yang
Terakhir, gaya kelekatan menolak- terjadi antara setiap gaya kelekatan dan
menghindar memiliki hubungan positif alexithymia menunjukkan kesamaan
yang signifikan dengan semua elemen dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya.
alexithymia. Individu yang dominan pada Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa
gaya kelekatan menolak-menghindar gaya kelekatan aman berkorelasi negatif
menolak keintiman dengan kepercayaan dengan alexithymia, sedangkan hampir
diri yang lebih tinggi, ia yakin bahwa semua gaya kelekatan tidak aman
dirinya akan jauh lebih aman dengan tidak berkorelasi positif dengan alexithymia
berurusan dengan hal-hal emosional secara keseluruhan dan dengan domain

210 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

kesulitan mengidentifikasi (DIF) serta Alexithymia dan data demografis


menjelaskan perasaan (DDF), sejalan
Penelitian ini menemukan bahwa di antara
dengan penelitian-penelitian yang pernah
jenis kelamin, usia, dan suku, tidak
dilakukan (Besharat & Shahidi, 2014;
menunjukkan adanya perbedaan tingkat
Fukunishi, et al., 1999; Monteboracci et al.,
alexithymia. Penelitian menemukan adanya
2004). Sebagian besar individu dengan pola
perbedaan tingkat alexithymia pada tingkat
kelekatan tidak aman akan mengalami
pendidikan. Tampak bahwa tingkat
masalah dengan keintiman. Rasa tidak
pendidikan yang semakin tinggi memiliki
aman yang berkembang dalam diri
skor yang lebih rendah dalam kesulitan
seseorang dapat membuat individu sangat
mengidentifikasi perasaan dan sensasi
tergantung dengan orang lain atau justru
tubuh. Hal ini menunjukkan peranan
menghindari keintiman. Individu-individu
penting kemampuan kognitif dalam
tersebut akan lebih sulit membangun
pemahaman emosi diri. Berdasarkan kajian
sistem regulasi diri yang seimbang
pustaka yang dilakukan pada tahap
(Besharat & Shahidi, 2014). Rasa tidak
persiapan penelitian ini, perkembangan
aman akan menghasilkan sebuah sistem
organisasi emosi yang diusung Lane dan
pertahanan emosional yang membuat
Schwarz merupakan integrasi antara
individu terlepas dari penghayatan
perkembangan kognitif menurut Piaget
emosional dalam dirinya dan bahkan tidak
dengan perkembangan bahasa dan
dapat membuat keputusan bagi dirinya
simbolisasi menurut Werner dan Kaplan.
sendiri. Strategi-strategi maladaptif yang
(Taylor et al., 1999). Proses kognitif adalah
terkait dengan regulasi emosi bisa muncul
salah satu elemen dari emosi (Sadock &
untuk mencapai rasa aman yang tidak
Sadock, 2011). Alexithymia terjadi ketika
pernah individu tersebut dapatkan dari
perkembangan organisasi emosi itu
pengasuh utamanya (Besharat & Shahidi,
terjebak pada level yang masih konkrit, di
2014). Maka kedangkalan dalam mema-
mana individu tidak dapat menghayatinya
hami gejolak emosi dalam diri dan
dengan lebih subjektif melainkan terpaku
kesulitan menemukan kata-kata yang tepat
pada fakta-fakta konkrit saja (Taylor et al.,
untuk menggambarkan perasaannya
1999).
sendiri ini bisa menjadi strategi maladaptif
yang dikembangkan oleh individu-indi- Semakin tinggi tingkat pendidikan
vidu yang tidak terpenuhi rasa amannya. individu maka semakin tinggi peluangnya
Individu-individu ini menggantungkan memperoleh kekayaan bahasa untuk
dirinya kepada figur lain yang ada di luar melabel pengalaman emosionalnya
dirinya. Dengan hanya memusatkan (Kauhanen, Kaplan, Julkunen, Wilson, &
penghayatan mereka sesuai dengan apa Salonen, 1993) dan juga kemampuan
yang dianggap penting oleh figur berpikir kritis. Pada tingkat pendidikan
kelekatan, mereka akan merasa lebih yang lebih rendah seperti SMP, kemam-
nyaman. Pola seperti ini terus terulang puan analisis secara umum belum begitu
sehingga penghayatan diri pun dapat terasah dan kekayaan bahasa pun masih
menjadi kabur, termasuk kehilangan terbatas jika dibandingkan dengan tingkat
kontak dengan alam emosi di dalam pendidikan seperti Sarjana. Jika diban-
dirinya. dingkan dengan domain alexithymia
lainnya, kesulitan mengidentifikasikan
perasaan dan sensasi tubuh memang
merupakan domain yang paling terkait

JURNAL PSIKOLOGI 211


RAHMAWATI & HALIM

dengan kemampuan berpikir. Dalam tidak sekadar melihat total skor. Inter-
mengidentifikasi perasaan terkadang pretasi alat ukur ini dapat digunakan
seseorang butuh ketajaman dan kemam- sebagai pelengkap gambaran mengenai
puan berpikir kritis untuk mengolah gambaran kepribadian seseorang, tidak
stimulus yang berasal baik dalam diri sekadar untuk langsung menyimpulkan
sendiri maupun luar. Mengidentifikasi gejala patologis seseorang. Pemahaman
dalam hal ini dapat diartikan ia mampu alexithymia secara umum di konteks budaya
menemukan suatu pola kesamaan maupun kolektif mungkin tidak dapat sekadar
perbedaan untuk menyimpulkan perasaan dipahami secara harafiah, yakni bukan
yang ia alami. Untuk dapat sekadar kekurangan kata untuk perasaan,
mengungkapkan dan menghayati penga- melainkan dilihat dari aspek regulasi
laman emosinya seseorang akan mela- emosinya. Yang dapat dipelajari dari
kukan evaluasi kognitif untuk lebih dulu tingkat alexithymia seseorang dalam
mengenali apa yang terjadi dalam dirinya. konteks klinis seharusnya adalah seberapa
Sedangkan saat melakukan supresi emosi, jauh seseorang dapat meregulasi emosinya
individu akan berfokus pada evaluasi saat diperlukan, dan strategi adaptif seperti
perilaku yang bertujuan menghindari apa yang dapat ia usahakan untuk
pengungkapan emosi tersebut (Gross dan mengelola emosi dalam menghadapi
John dalam Retnowati, Widhiarso, & hambatan atau tantangan dalam hidupnya.
Rohmani, 2003) . Dengan kekhasan budaya yang
berbeda penanganan orang dengan tingkat
Implikasi pada situasi klinis alexithymia yang tinggi sebaiknya juga
Berdasarkan pembahasan mengenai tidak sekadar memaksakan untuk dapat
dinamika hubungan antara gaya kelekatan menerapkan pola regulasi emosi yang
dan tingkat alexithymia ini, peneliti melihat kental dengan budaya individual. Jika
bahwa ada potensi besar pembentukan ditilik dari konsep psikologi abnormal,
simtom-simtom gangguan. Hasil penelitian budaya juga menjadi unsur yang sangat
ini mengindikasikan bahwa kelekatan penting untuk dipertimbangkan dalam
aman pun tidak selalu cukup untuk penentuan gejala yang dianggap patologis
mendukung pembentukan kemampuan (N-Hoeksema, 2015). Penilaian mengenai
regulasi yang optimal, tetapi gaya kele- tingkat alexithymia pada seseorang harus
katan tidak aman dipastikan memiliki dilengkapi dengan kekayaan data obser-
hubungan dengan pembentukan tersebut. vasi dan wawancara klinis yang tepat.
Sedangkan kedua variabel ini, alexithymia Praktisi perlu mempertimbangkan bahwa
dan gaya kelekatan tidak aman, telah individu yang menunjukkan ekspresi
diteliti dan ditemukan bahwa keduanya terbatas tidak selalu menggambarkan
merupakan faktor risiko atau fitur ketidakmampuannya dalam meregulasi
kepribadian yang sering ditemukan pada emosinya. Aspek nilai yang dipegang oleh
individu dengan gangguan kesehatan individu tersebut perlu diikutsertakan
mental maupun fisik. dalam proses analisis. Lo (2014) juga
menemukan bahwa pada masyarakat
Implikasi dari hasil penelitian ini
kolektif tingkat alexithymia ini dipengaruhi
adalah penggunaan alat ukur alexithymia
oleh nilai budaya yang dianut oleh
dapat diamati dari penilaian serta inter-
seseorang.
pretasi skor individu di setiap domain,

212 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

Individu yang sangat terbatas dalam kebersamaan dengan komunitas, bukan


mengekspresikan emosinya karena penga- menonjolkan keakuan seseorang.
ruh budaya yang meliputinya seharusnya Analisis tambahan juga menunjukkan
akan tetap dapat menemukan pemecahan bahwa kemampuan seseorang dalam
masalah yang tepat atau memiliki alternatif mengidentifikasi alam emosi dalam dirinya
lain untuk mengekspresikan emosinya berkaitan dengan kemampuan kognitif.
yang lebih dapat diterima secara normatif, Semakin tinggi tingkat pendidikan,
namun tetap memenuhi kebutuhan emosi seseorang memiliki potensi yang lebih
dalam dirinya. Sedangkan individu yang besar untuk memiliki ketersediaan bahasa
terbatas dalam mengekspresikan emosinya dan kemampuan berpikir kritis untuk
karena kemampuan regulasi yang kurang memahami pengalaman subjektifnya.
baik akan membentuk pemecahan masalah
yang tidak adaptif sehingga masalah dapat Saran
menjadi terakumulasi dan akhirnya
individu tersebut akan mudah mengalami Keterbatasan penelitian ini adalah pero-
frustrasi. lehan sampel dengan teknik convenience
sampling belum dapat mewakili populasi
yang seutuhnya dan mayoritas partisipan
Kesimpulan merupakan suku Jawa. Berdasarkan
keterbatasan tersebut, selanjutnya dapat
Prevalensi alexithymia yang lebih tinggi
dilakukan penelitian untuk pengembangan
pada penelitiannya tampaknya terkait
alat ukur dan konstruk alexithymia dapat
dengan budaya yang meliputi partisipan
dilakukan terhadap sampel yang lebih
pada di penelitian ini yang mayoritas
representatif mewakili budaya kolektif di
berasal dari suku Jawa. Pemahaman
Indonesia secara keseluruhan.
konstruk alexithymia sebaiknya dipahami
lengkap dengan konteks budaya dan nilai
yang melekat pada individu. Kepustakaan
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa
Bagby, R. M., Parker, J. D., & Taylor, G. J.
gaya kelekatan aman memiliki korelasi
(1994). The twenty-item Toronto
negatif dan gaya kelekatan tidak aman
Alexithymia Scale—I. Item selection
memiliki korelasi positif dengan dengan
and cross-validation of the factor
total skor alexithymia yang diukur dengan
structure. Journal of Psychosomatic
TAS. Hal ini sejalan dengan temuan-
Research, 38(1), 23-32. doi: 10.1016/
temuan sebelumnya. Namun pada tataran
0022-3999(94)90005-1
domain, korelasi yang terjadi menunjuk-
kan bahwa adanya perbedaan ekspresi Beauchamp, G., Martineau, M., & Gagnon,
kelekatan yang dialami oleh partisipan A. (2016). Examining the link between
penelitian ini. Tampak bahwa di budaya adult attachment style, employment,
kolektif yang meliputi parstisipan di and academic achievement in fisrt
penelitian ini, gaya kelekatan aman tidak semester higher education. Social
sepenuhnya menjamin keleluasan individu Psychology of Education, 19(2), 367-384.
untuk menggali kemampuan regulasi doi: 10. 1007/s11218-015-9329-3
emosinya secara personal karena apa yang Besharat, M. A., & Shahidi, V. (2014).
dianggap rasa aman adalah rasa Meditating role of cognitive emotion

JURNAL PSIKOLOGI 213


RAHMAWATI & HALIM

regulation strategies on the relation- alexithymia: The role of cultural values


ship between attachment style and among Euro-Canadian and Chinese-
alexithymia. Europe’s Journal of Canadian students. Journal of Cross-
Psychology, 10(2), 352-362. doi: Cultural Psychology, 43(8), 1297-1312.
10.5964/ejop.v10i2.671 doi: 10. 1177/0022022111430254
Bouchard, G. (2008). Alexithymia among Dere, J., Tang, Q., Zhu, X., Cai, L., Yao, S., &
students and professionals in function Ryder, A. G. (2013). The cultural
of disciplines. Social Behavior and shaping of alexithymia: Values and
Personality: An International Journal, externally oriented thinking in a
36(3), 303-314. Chinese clinical sample. Comprehensive
Briere, J., Runtz, M., Eadie, E., Bigras, N., & Psychiatry, 54(4), 362-368. doi:
Godbout, N. (2017). Disengaged 10.1016/j.comppsych. 2012.10.013.
parenting: structural equation Dewi, Z. L., Halim, M. S., & Derksen, J.
modeling with child abuse, insecure (2016). Attachment in context: The role
attachment, and adult symptoma- of demographic factors among
tology. Child Abuse & Neglect, 67, 260- Indonesians from three ethnic groups.
270. doi: 10.1016/j.chiabu. 2017.02.036 Journal of Adult Development, 23(3), 163-
Carvallo, M., & Gabriel, S. (2006). No man 173. doi: 10.1007/s10804-016-9232-y
is an island: The need to belong and Fontaine, J. R., Poortinga, Y. H., Setiadi, B.,
dismissing avoidant attachment style. & Markam, S. S. (2002). Cognitive
Personality and Social Psychology structure of emotion terms in Indonesia
Bulletin, 32(5), 697-709. doi: 10.1177/ and The Netherlands. Cognition &
0146167205285451 Emotion, 16(1), 61-86. doi:
Chen, J., Xu, T., Jing, J., & Chan, R. C. (2011). 10.1080/02699933014000130
Alexithymia and emotional regulation: Fossati, A., Acquarini, E., Feeney, J. A.,
A cluster analytical approach. BMC Borroni, S., Grazioli, F., Giarolli, L. E., ...
psychiatry, 11(1), 33. doi: 10.1186/1471- & Maffei, C. (2009). Alexithymia and
244X-11-33. attachment insecurities in impulsive
Chio, P. H., & Zaroff, C. M. (2015). aggression. Attachment & Human
Traditional Chinese medicinal herbal Development, 11(2), 165-182. doi:
tea consumption, self‐reported soma- 10.1080/ 1461 6730802625235.
tization, and alexithymia. Asia‐Pacific Fukunishi, I., Nakagawa, T., Nakamura, H.,
Psychiatry, 7(2), 127-134. doi: 10.1111/ Kikuchi, M., & Takubo, M. (1997). Is
appy.12161 alexithymia a culture‐bound construct?
Cordova, J. V., Gee, C. B., & Warren, L. Z. Validity and reliability of the Japanese
(2005). Emotional skillfulness in versions of the 20‐item Toronto
marriage: Intimacy as a mediator of the Alexithymia Scale and modified Beth
relationship between emotional Israel Hospital Psychosomatic
skillfulness and marital satisfaction. Questionnaire. Psychological Reports,
Journal of Social and Clinical Psychology, 80(3), 787‐799.
24(2), 218-235. doi: 10.1521/ Fukunishi, I., Sei, H., Morita, Y., & Rahe, R.
jscp.24.2.218.62270 H. (1999). Sympathetic activity in
Dere, J., Falk, C. F., & Ryder, A. G. (2012). alexithymics with mother’s low care.
Unpacking cultural differences in Journal of Psychosomatic Research, 46(6),

214 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

579-589. 471-476. doi: 10.1053/comp.2001.27892


Halim, M. S., Derksen, J. J. L., & Van der Kurniawan, A. P., & Hasanat, N. U. (2007).
Staak, C. P. F. (2004). Development of Perbedaan ekspresi emosi pada
the revised NEO personality inventory beberapa tingkat generasi suku Jawa di
for Indonesia: A preliminary study. Yogyakarta. Jurnal Psikologi, 34(1), 1-17.
Ongoing themes in psychology and culture doi: 10. 22146/jpsi.7086
(Online Edition). Lemche, E., Klann-Delius, G., Koch, R., &
Haryanto, J. T. (2013). Kontribusi ungkapan Joraschky, P. (2004). Mentalizing
tradisional dalam membangun language development in a longitu-
kerukunan beragama. Walisongo: Jurnal dinal attachment sample: Implications
Penelitian Sosial Keagamaan, 21(2), 365- for alexithymia. Psychotherapy and
392. Psychosomatics, 73(6), 366-374. doi:
Holder, M. D., Love, A. B., & Timoney, L. R. 10.1159/000080390
(2015). The poor subjective well-being Lo, C. (2014). Cultural values and
associated with alexithymia is alexithymia. SAGE Open, 4(4), doi:
mediated by romantic relationships. 10.1177/ 2158244014555117.
Journal of Happiness Studies, 16(1), 117- Mason, O., Tyson, M., Jones, C., & Potts, S.
133. doi: 10.1007/s10902-014-9500-0 (2005). Alexithymia: Its prevalence and
N-Hoeksema, S. (2015). Abnormal psy- correlates in a British undergraduate
chology. Boston: McGraw-Hill. sample. Psychology and Psychotherapy:
Karantzas, G. C., Feeney, J. A., & Wilkinson, Theory, Research and Practice, 78(1), 113-
R. (2010). Is less more? Confirmatory 125. doi: 10.1348/147608304X21374
factor analysis of the Attachment Style McCrae, R. R., & Costa, P. T. (2003).
Questionnaires. Journal of Social and Personality in adulthood; A five-factor
Personal Relationships, 27(6), 749-780. theory perspective. Guilford Press.
doi: 10.1177/ 0265407510373756 McGillivray, L., Becerra, R., & Harms, C.
Kauhanen, J., Kaplan, G. A., Julkunen, J., (2017). Prevalence and demographic
Wilson, T. W., & Salonen, J. T. (1993). correlates of alexithymia: A compa-
Social factors in alexithymia. Compre- rison between Australian psychiatric
hensive Psychiatry, 34(5), 330-335. doi: and community samples. Journal of
10.1016/ 0010-440X(93)90019-Z Clinical Psychology, 73(1), 76-87. doi: 10.
Karakis, E. N., & Levant, R. F. (2012). Is 1002/jclp.22314. Epub 2016 Apr 29.
normative male alexithymia associated Mallinckrodt, B., & Wei, M. (2005).
with relationship satisfaction, fear of Attachment, social competencies, social
intimacy and communication quality support, and psychological distress.
among men in relationships?. The Journal of Counseling Psychology, 52(3),
Journal of Men’s Studies, 20(3), 179-186. 358. doi: 10. 1037/0022-0167.52.3.358
doi: 10.3149/ jms.2003.179 Mikulincer, M., & Shaver, P. R. (2007)
Kokkonen, P., Karvonen, J. T., Veijola, J., Attachment in adulthood: Structure,
Läksy, K., Jokelainen, J., Järvelin, M. R., dynamics, and change. Guilford Press.
et al. (2001). Prevalence and socio- Montebarocci, O., Codispoti, M., Baldaro,
demographic correlates of alexithymia B., & Rossi, N. (2004). Adult attachment
in a population sample of young style and alexithymia. Personality and
adults. Comprehensive Psychiatry, 42(6),

JURNAL PSIKOLOGI 215


RAHMAWATI & HALIM

Individual Differences, 36(3), 499-507. symptoms in China, psychological


doi: 10. 1016/S0191-8869(03)00110-7 symptoms in North America?. Journal
Muller, R. J. (2000). When a patient has no of Abnormal Psychology, 117(2), 300. doi:
story to tell: alexithymia. Psychiatric 10. 1037/0021-843X.117.2.300.
Times, 17(7), 137-141. Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2011). Kaplan
Nemiah, J. C., Freyberger, H., & Sifneos, P. and Sadock's synopsis of psychiatry:
E. (1976). Alexithymia: A review of the Behavioral sciences/clinical psychiatry.
psychosomatic process. In. 0. W. Hill Lippincott Williams & Wilkins.
(ed.) Modern trends in psychosomatic Salminen, J. K., Saarijärvi, S., Äärelä, E.,
medicine (Vol. 3, pp. 430-439). London: Toikka, T., & Kauhanen, J. (1999).
Butterworths. Prevalence of alexithymia and its
Palitsky, D., Mota, N., Afifi, T. O., Downs, association with sociodemographic
A. C., & Sareen, J. (2013). The variables in the general population of
association between adult attachment Finland. Journal of Psychosomatic
style, mental disorders, and suicidality: Research, 46(1), 75-82.
findings from a population-based Sifneos, P. E. (1996). Alexithymia: past and
study. The Journal of Nervous and Mental present. The American Journal of
Disease, 201(7), 579-586. doi: Psychiatry, 153(7), 137.
10.1097/NMD.0b013e31829829ab. Subandi, M. A. (2011). Family expressed
Parker, J. D., Wood, L. M., Bond, B. J., & emotion in a Javanese cultural context.
Shaughnessy, P. (2005). Alexithymia in Culture, Medicine, and Psychiatry, 35(3),
young adulthood: A risk factor for 331. doi: 10.1007/s11013-011-9220-4.
pathological gambling. Psychotherapy Sullivan, L., Camic, P. M., & Brown, J. S.
and Psychosomatics, 74(1), 51-55. doi: (2015). Masculinity, alexithymia, and
10.1159/000082027 fear of intimacy as predictors of UK
Posse, M., Hällström, T., & Backenroth- men's attitudes towards seeking
Ohsako, G. (2002). Alexithymia, social professional psychological help. British
support, psycho-social stress and Journal of Health Psychology, 20(1), 194-
mental health in a female population. 211. doi: 10. 1111/bjhp.12089
Nordic Journal of Psychiatry, 56(5), 329- Susana, T. (2006). Somatisasi dalam budaya
334. doi: 10.1080/080394802760322088 kolektivis ditinjau dari pemaknaan
Raguram, R. D. P. M., Weiss M. G., Nelson: Kritik terhadap psikoanalisa
Channabasavanna, S. M., & Devins, G. klasik. Buletin Psikologi, 14(2). doi:
M. (1996). Stigma, depression, and 10.22146/ bpsi.7489
somatization in South India. American Taylor, G., J. (1994). The alexithymia
journal of Psychiatry, 153(8), 1034-1049. construct: conceptualization, valida-
Retnowati, S., Widhiarso, W., & Rohmani, tion, and relationship with basic
K. W. (2003). Peranan keberfungsian dimension of personality. New Trends
keluarga pada pemahaman dan in Experimental & Clinical Psychiatry.
pengungkapan emosi. Jurnal Psikologi, 10(2), 61-74.
30(2), 91-104. doi: 10.22146/jpsi.7028 Taylor, G. J., Bagby, R. M., & Parker, J. D.
Ryder, A. G., Yang, J., Zhu, X., Yao, S., Yi, J., (1999). Disorders of affect regulation:
Heine, S. J., & Bagby, R. M. (2008). The Alexithymia in medical and psychiatric
cultural shaping of depression: Somatic illness. Cambridge University Press.

216 JURNAL PSIKOLOGI


ALEXITHYMIA PADA SAMPEL NON KLINIS

Thompson, J. (2009). Emotionally dumb: An Zhu, X., Yi, J., Yao, S., Ryder, A. G., Taylor,
overview of alexithymia kindle edition. G. J., & Bagby, R. M. (2007). Cross-
Soul Books. cultural validation of a Chinese
World Health Organization (WHO). (2013). translation of the 20-item Toronto
Mental Health action plan 2013-2020. Alexithymia Scale. Comprehensive
Retrieved from http:// Psychiatry, 48(5), 489-496. doi:
www.who.int/mental_health/ 10.1016/j.comppsych.2007.04.007
publications/action_plan /en/

JURNAL PSIKOLOGI 217

You might also like