0% found this document useful (0 votes)
166 views42 pages

7 8 PB

This document discusses a study that analyzed the diagnostic values of gray scale ultrasound, color Doppler, and strain elastography in determining the malignancy of breast tumors. The study was conducted in Makassar, Indonesia from February to March 2018 and included 51 patients. The results found that strain elastography based on strain ratio had the highest sensitivity (94.4%) and specificity (90.9%) in determining tumor malignancy, more so than gray scale ultrasound or color Doppler ultrasound. The study concluded that strain elastography is valuable for distinguishing between benign and malignant breast tumors.

Uploaded by

dewi nurhayati
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
166 views42 pages

7 8 PB

This document discusses a study that analyzed the diagnostic values of gray scale ultrasound, color Doppler, and strain elastography in determining the malignancy of breast tumors. The study was conducted in Makassar, Indonesia from February to March 2018 and included 51 patients. The results found that strain elastography based on strain ratio had the highest sensitivity (94.4%) and specificity (90.9%) in determining tumor malignancy, more so than gray scale ultrasound or color Doppler ultrasound. The study concluded that strain elastography is valuable for distinguishing between benign and malignant breast tumors.

Uploaded by

dewi nurhayati
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 42

NILAI DIAGNOSTIK USG GRAY SCALE, COLOR DOPPLER DAN STRAIN

ELASTOGRAFI DALAM MENENTUKAN KEGANASAN TUMOR

PAYUDARA

Febie Irsandy Syahruddin1, Mirna Muis2, Bachtiar Murtala2

Residen Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar


1

2
Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

DIAGNOSTIC VALUES OF GRAY SCALE ULTRASOUND, COLOR DOPPLER

AND STRAIN ELASTOGRAPHY IN DETERMINING MALIGNANCY OF

BREAST TUMOR

ABSTRACT
The study’s aim is to analize the diagnostic values of Gray Scale ultrasound, Color Doppler and strain Elastography determining malignancy
of breast tumor. The research was conducted at the Radiology Division of Wahidin Sudirohusodo and Hasanuddin University hospital in
Makassar from February to March 2018 by using the diagnostic value. There were 51 research samples who had the clinical symptom of breast
nodule. The examination of ultrasound gray scale, color doppler and strain elastography was performed to assess the breast nodules and
determine malignancy and benign based on the classification of each examination. The result of diagnostic test of USG Gray Scale, Color Dop-
pler and Strain Elastography were based on USG breast and the three were compared. The comparative standard used was histopathological
examinations as a gold and the data were analized using the Chi-Square test.

The research results indicated that based on the histopatology examination from 51 samples, 18 samples (35,3%) had malignant tumor, and
33 samples (64,7%) had benign tumor. The gray scale revealed sensitivity of 94,4% and spesifisity of 81,8%, whereas usg color doppler based
on vascular distribution revealed the sensitivity of 77,8% and the spesificity 93,9%, based on vascular amount of sensitivity 72,2% and spesi-
ficity 93,9% and resistance index sensitivity 89,4% and spesificity 87,5% with cut off value for malignant tumor ≥0,495 in 17 samples (81%),
whereas benign has a resistance value index <0,495 in 28 samples (93,3%). As for the strain elastography based on Tsukuba scores, sensitivity
was 94,4%, spesificity was 81,8%and based on strain ratio sensitivity was 94,4%, spesificity was 90,9% with cut off value for malignant tumor
of ≥2,63, whereas benign tumor of <2,63. The highest sensitivity and spesificity were found in the examination of strain elastography based
on strain ratio ,which were 94,4% dan 90,9% with the value of Area Under Curve of 0,906 with the cut-off point of 2,63.

Keywords: breast tumor, ultrasound gray scale, color doppler, strain elastography.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 1


NILAI DIAGNOSTIK USG GRAY SCALE, COLOR DOPPLER DAN STRAIN ELASTOGRAFI DALAM MENENTUKAN KEGANASAN TUMOR PAYUDARA

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai diagnostik USG Gray Scale, Color Doppler dan Strain Elastografi dalam menentukan kegana-
san tumor payudara. Desain penelitian yang digunakan adalah uji diagnostik. Penelitian dilaksanakan di Bagian Radiologi RS.Wahidin Sud-
irohusodo dan RS Universitas Hasanuddin Makassar selama Februari-Maret 2018. Sampel sebanyak 51 orang dengan gejala klinis benjolan
pada payudara. Pemeriksaan ultrasound gray scale dan color doppler serta strain elastografi digunakan untuk menilai nodul payudara dan
menentukan ganas dan jinak berdasarkan klasifikasi masing-masing pemeriksaan. Menganalisa hasil uji diagnostik USG Gray scale, Color
doppler dan strain Elastografi berdasarkan USG payudara dengan membandingkan ketiganya. Pembanding yang digunakan adalah pemer-
iksaan histopatologi sebagai baku emas. Data dianalisis dengan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan hasil pemeriksaan histopatologi didapatkan 18 sampel (35,3%) adalah ganas dan 33 sampel (64,7%) adalah
jinak, pada USG gray scale didapatkan sensitivitas 94,4% dan spesifisitas 81,8%,sedangkan USG color doppler berdasarkan distribusi vaskuler
didapatkan sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 93,9%, berdasarkan jumlah vaskuler sensitivitas 72,2%, spesifisitas 93,9% dan resistance index
sensitivitas 89,4%, spesifisitas 87,5% dengan nilai cut off untuk ganas ≥0,495 sebanyak 17 sampel (81,0%), sedangkan jinak mempunyai nilai
Resistance Index <0,495 sebanyak 28 sampel (93,3%). Pada strain elastography berdasarkan skor tsukuba didapatkan sensitivitas 94,4%, spe-
sifisitas 81,8% dan berdasarkan strain ratio didapatkan sensitivitas 94,4%, spesifisitas 90,9% dengan nilai cut off untuk ganas ≥2,63 sedangkan
jinak <2,63.Sensitivitas dan spesifisitas tertinggi adalah pada pemeriksaan strain Elastografi berdasarkan strain ratio yaitu 94,4% dan 90,9%
dengan nilai Area Under Curve 0,906 dengan cut-off point 2,63.

Kata kunci: tumor payudara, USG gray scale,color doppler,strain elastografi

PENDAHULUAN meningkatkan spesifisitas ultrasound B-mode konvensional


dalam membedakan massa payudara jinak dan ganas.6
Kanker adalah penyakit akibat mutasi sekumpulan gen
pada sel tubuh yang mengatur proses-proses penting, yaitu Pemeriksaan histopatologi merupakan baku emas
siklus pembelahan sel, pengaturan kematian sel (apoptosis), dalam mendiagnosis karsinoma payudara termasuk
dan pertahanan kestabilan atau integritas genom (bentuk mengetahui etiologi, patogenesis, korelasi kninikopatologis
jamak dari gen). Mutasi gen dapat terjadi dari dua sumber dan penentuan prognostic.4 Histopatologi adalah studi pada
yaitu internal dan eksternal. Tumor payudara ganas atau jaringan yang mengalami suatu penyakit dengan fokus pada
disebut juga kanker payudara adalah keganasan yang berasal perubahan anatomi mikroskopi.8
dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang
payudara, tidak termasuk kulit payudara.1 Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas,
serta belum pernah dilakukannya penelitian di Sulawesi
Ultrasonografi (USG) adalah alat yang sangat diperlukan Selatan khususnya Makassar tentang nilai diagnostik USG
dalam pencitraan payudara dan melengkapi pemeriksaan baik gray scale, color doppler dan strain elastografi dalam menilai
mammografi dan resonansi magnetik (MR). Ultrasonografi keganasan tumor payudara, maka penulis tertarik untuk
mempunyai berbagai fungsi dalam mengevaluasi benjolan melakukan penelitian ini. Tujuan umum dari penelitian ini
pada payudara. Dengan transduser linear berfrekuensi tinggi adalah, mengetahui nilai diagnostik USG Gray Scale, Color
dan beresolusi tinggi, maka benjolan yang kecil dan gambaran Doppler dan Strain Elastografi dalam menentukan keganasan
detil dari suatu tumor dapat terlihat.2 tumor payudara.

Ultrasound elastografi digunakan untuk melakukan


evaluasi massa payudara dan karakterisasinya. Banyak METODE PENELITIAN
studi yang melaporkan bahwa ultrasound elastografi dapat
meningkatkan spesifisitas ultrasound B-mode konvensional Pengumpulan data penelitian ini dilakukan di bagian
dalam membedakan massa payudara jinak dan ganas.6 Radiologi RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Universitas
Hasanuddin Makassar dengan waktu peneltian dari bulan
Ultrasound elastografi digunakan untuk melakukan Februari 2017 sampai jumlah sampel terpenuhi. Desain
evaluasi massa payudara dan karakteristiknya. Banyak penelitian ini adalah uji diagnostik. Dimana populasi
studi yang melaporkan bahwa ultrasound elastografi dapat penelitian ini adalah semua pasien nodul mammae yang

2 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Febie Irsandy Syahruddin, Mirna Muis, Bachtiar Murtala

dikirim ke bagian Radiologi RS Wahidin Sudirohusodo Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan


dan RS Universitas Hasanuddin Makassar untuk dilakukan histopatologi terlihat pada tabel 2 sebagai berikut :
pemeriksaan ultrasonografi mammae. Dari 64 pasien, ada
13 pasien yang eksklusi, dan 51 pasien yang inklusi yaitu
Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan hasil pemeriksaan
semua pasien dengan nodul mammae berdasarkan USG,
histopatologi
dan dilakukan pemeriksaan histopatologi. Sedangkan kriteria
eksklusi yaitu pasien dengan nodul mammae, pasien tidak Hasil pemeriksaan histopatologi
n %
tumor payudara
melakukan pemeriksaan histopatologi dan menolak untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Fibroadenoma 28 54,9
Fibrocystic changes 4 7,8
Peneliti melakukan pemeriksaan usg gray scale, color Tumor Phylloides benign 1 2,0
doppler dan strain elastografi nodul mammae secara kualitatif
Tumor Phylloides maligna 3 5,9
semikuantitatif (strain ratio). Pengolahan data statistik
menggunakan software Statistical Programme Social Science Adenocarcinoma mamma 10 19,6
(SPSS) versi 21. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk Intraductal carcinoma mamma 1 2,0
narasi yang dilengkapi dengan tabel dan grafik. Invasive carcinoma mamma 4 7,8
Total 51 100,0

HASIL Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase

Sejak bulan Februari sampai bulan Maret 2018, telah


dilakukan penelitian terhadap perempuan dengan klinis Dari 51 sampel, berdasarkan hasil pemeriksaan
benjolan pada payudara, yang dikirim ke Departemen Radiologi histopatologi didapatkan Fibroadenoma 28 sampel (54,9%),
RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Universitas Hasanuddin, Fibrocystic changes 4 sampel (7,8%), Tumor Phylloides benign
Makassar untuk menjalani pemeriksaan ultrasonografi 1 sampel (2,0%), Tumor Phylloides maligna 3 sampel (5,9%),
payudara. Dalam kurun waktu tersebut didapatkan 67 pasien, Adenocarcinoma mamma 10 sampel (19,6%), Intraductal
dari jumlah tersebut 3 pasien menolak untuk berpartisipasi carcinoma mamma 1 sampel (2,0%) dan Invasive carcinoma
dalam penelitian ini dan 64 pasien bersedia. Terhadap pasien mamma 4 sampel (7,8%).
yang menolak untuk berpartisipasi tersebut, tetap dilakukan
pemeriksaan USG payudara sesuai dengan pelayanan di RS Sedangkan berdasarkan kategori dari hasil pemeriksaan
Wahidin Sudirohusodo. Dari 64 pasien yang bersedia untuk histopatologi adalah sebagai berikut pada tabel 3 :
berpartisipasi dalam penelitian ini, 13 pasien karena tidak
dilakukan pemeriksaan histopatologi. Jumlah sampel yang
Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan kategori hasil pemeriksaan
memenuhi syarat sebanyak 51 sampel.
histopatologi

Kelompok umur yang paling banyak menderita tumor Hasil pemeriksaan n %


payudara baik jinak maupun ganas adalah kelompok umur < histopatologi tumor payudara
40 tahun yaitu sebanyak 29 sampel, dimana 7 sampel dengan Ganas 18 35,3
status belum menikah dan 22 sampel dengan status menikah, Jinak 33 64,7
40-50 tahun sebanyak 12 sampel, dimana 3 sampel belum Total 51 100,0
menikah dan 9 sampel sudah menikah dan yang paling sedikit
adalah kelompok umur > 50 tahun yaitu sebanyak 10 sampel Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase
dengan status sudah menikah.

Dari 51 sampel, berdasarkan hasil pemeriksaan


Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur histopatologi didapatkan 18 sampel (35,3%) adalah ganas dan
Kelompok umur n % 33 sampel (64,7%) adalah jinak.
< 40 tahun 29 56,9
Dari hasil pemeriksaan USG gray scale, didapatkan
40-50 tahun 12 23,5 tumor yang jinak sebanyak 28 sampel (54,9%) dan tumor
> 50 tahun 10 19,6 yang ganas sebanyak 23 sampel (45,1%), tersaji dalam tabel
Total 51 100,0 dibawah ini :

Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 3


NILAI DIAGNOSTIK USG GRAY SCALE, COLOR DOPPLER DAN STRAIN ELASTOGRAFI DALAM MENENTUKAN KEGANASAN TUMOR PAYUDARA

Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan USG Gray Scale Tabel 7. Distribusi sampel berdasarkan nilai Resistance Index pada
USG Gray Scale n % USG Color doppler

Ganas 23 45,1 USG Gray Scale n %

Jinak 28 54,9 ≥0,495 (Ganas) 21 41,2

Total 51 100,0 <0,495 (Jinak) 30 58,8


Total 51 100,0
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase
Sedangkan untuk distribusi vaskulernya dengan
menggunakan USG Color Doppler pada tabel sebagai berikut : Distribusi sampel berdasarkan nilai Resistance Index,
didapatkan 21(41,2%) sampel mempunyai nilai RI ≥ 0,495 dan
30 (58,8%) sampel mempunyai nilai RI <0,495.
Tabel 5. Distribusi sampel berdasarkan Distribusi vaskuler pada USG
Color Doppler
Variabel skor Tsukuba dikelompokkan menjadi dua
Distribusi Vaskuler n % kelompok yaitu kelompok jinak dan ganas, dimana kelompok
Perifer-sentral 16 31,4 jinak adalah tumor payudara dengan skor Tsukuba 1, 2 dan 3,
Perifer 13 25,5 sedangkan kelompok ganas adalah tumor payudara dengan
Tidak ada 22 43,1 skor Tsukuba 4 dan 5. Dari uji statistik di dapatkan :
Total 51 100,0
Tabel 8. Distribusi sampel berdasarkan Skor Tsukuba elastografi
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase
Kategori Skor Tsukuba n %
berdasarkan Elastografi
Untuk distribusi vaskuler, didapatkan 16 sampel Ganas(Skor Tsukuba 4-5) 23 45,1
(31,4%) di perifer-sentral, 13 sampel (25,5%) di perifer dan
Jinak(Skor Tsukuba 1-2-3) 28 54,9
22 sampel (43,1%) tidak ditemukan vaskularisasi, sedangkan
berdasarkan jumlah vaskulernya disajikan pada tabel berikut: Total 51 100,0

Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase


Tabel 6. Distribusi sampel berdasarkan Jumlah vaskuler pada USG
Color doppler
Dari hasil pemeriksaan Elastografi berdasarkan Skor
Jumlah Vaskuler n % Tsukuba, didapatkan tumor yang ganas sebanyak 23 sampel
Hipervaskuler 15 29,4 (45,1%) dan tumor yang jinak sebanyak 28 sampel (54,9%).
Hipovaskuler 14 27,5
Avaskuler 22 43,1
Variabel strain ratio di kelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu kelompok jinak dan ganas, dimana kelompok
Total 51 100,0
jinak adalah tumor payudara dengan strain ratio < 2,63
(dibawah cut-off point), sedangkan kelompok ganas adalah
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase
tumor payudara dengan strain ratio ≥ 2,63 (diatas cut-off point)
dan tersaji pada tabel sebagai berikut.
Dari 51 sampel yang terkumpul, didapatkan tumor
yang hipervaskuler sebanyak 15 sampel (29,4%), hipovaskuler
Tabel 9. Distribusi sampel berdasarkan Strain ratio elastografi
sebanyak 14 sampel (27,5%) dan avaskuler sebanyak 22
sampel (43,1%). Kategori Strain Ratio n %
berdasarkan Elastografi
Variabel nilai resistance index dikelompokkan menjadi Ganas (≥2,63) 20 39,2
dua kelompok yaitu kelompok jinak dan ganas, dimana Jinak (<2,63) 31 60,8
kelompok jinak adalah tumor payudara dengan nilai resistance
Total 51 100,0
index < 0,495 (dibawah cut-off point), sedangkan kelompok
ganas adalah tumor payudara dengan nilai resistance index ≥ Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase
0,495 (diatas cut-off point) yang tersaji pada tabel berikut ini:

4 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Febie Irsandy Syahruddin, Mirna Muis, Bachtiar Murtala

Dari hasil pemeriksaan Elastografi berdasarkan Strain negatif 88,6% dan akurasi 88,2%. Sedangkan berdasarkan
Ratio, didapatkan tumor yang ganas sebanyak 20 sampel jumlah vaskuler tersaji pada tabel 12 dibawah ini :
(39,2%) dan tumor yang jinak sebanyak 31 sampel (60,8%).
Tabel 12. Distribusi sampel jumlah vaskuler berdasarkan USG Color
Sedangkan tabel untuk nilai diagnostik USG Gray Scale Doppler dan hasil pemeriksaan histopatologi
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi dengan tabel Distribusi vaskuler Hasil pemeriksaan
sebagai berikut: berdasarkan USG Color n histopatologi tumor
Doppler payudara
Tabel 10. Nilai diagnostik USG Gray Scale berdasarkan hasil Ganas Jinak *
pemeriksaan histopatologi
Ganas 15 13 2 p=
Hasil pemeriksaan
Jinak 36 5 31 0.0001
USG Gray Scale n histopatologi tumor payudara
Ganas Jinak Total 51 18 33
Ganas 23 17 6 p=
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji
Jinak 28 1 27 0.0001
Chi Square
Total 51 18 33
Untuk jumlah vaskuler berdasarkan USG Color Doppler,
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase didapatkan 15 sampel (29,4%) yang ganas, 36 sampel
(86,1%) yang jinak. Tumor ganas umumnya mempunyai
Dari 51 sampel yang terkumpul, didapatkan dari USG jumlah vaskuler yang hipervaskuler sebanyak 13 sampel
Gray Scale tumor yang ganas sebanyak 17 sampel (73,9%) dan (86,7%), sedangkan jinak mempunyai jumlah vaskuler yang
tumor yang jinak sebanyak 27 sampel (96,4%). hipovaskuler maupun avaskuler sebanyak 31 sampel (86,1%).

Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 94,4%, Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 72,2%,
spesifisitas 81,8%, nilai prediksi positif 73,9%, nilai prediksi spesifisitas 93,9%, nilai prediksi positif 86,7%, nilai prediksi
negatif 96,4% dan akurasi 86,2%. negatif 86,1% dan akurasi 86,2%.Sedangkan berdasarkan nilai
Resistance Index tersaji pada tabel berikut:
Sedangkan untuk distribusi vaskuler, didapatkan 16
sampel (31,3%) yang ganas, 35 sampel (68,6%) yang jinak. Tabel 13. Distribusi sampel nilai Resistance Index berdasarkan USG
Tumor ganas mempunyai pembuluh darah yang berlokasi Color Doppler dan hasil pemeriksaan histopatologi
di perifer dan sentral secara bersamaan 14 sampel (87,5%) ,
Nilai Resistance Hasil pemeriksaan
sedangkan jinak umumnya mempunyai pembuluh darah Index berdasarkan n histopatologi tumor
yang terletak hanya di perifer saja (31 sampel, 88,6%). Data USG Color Doppler payudara
selengkapnya tersaji pada tabel 11. *
Ganas Jinak
Ganas 21 17 5 p=
Tabel 11. Distribusi sampel distribusi vaskuler berdasarkan USG
Jinak 30 1 28 0.0001
Color Doppler dan hasil pemeriksaan histopatologi
Distribusi Hasil pemeriksaan Total 51 18 33
vaskuler n histopatologi tumor payudara
berdasarkan Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji
Ganas Jinak
USG Color Chi Square
Doppler
*
Untuk nilai Resistance Index berdasarkan USG Color
Ganas 16 14 2 p=
Doppler, didapatkan 21 sampel (41,2%) yang ganas, 30 sampel
Jinak 35 4 31 0.0001
(58,8%) yang jinak. Tumor ganas umumnya mempunyai
Total 51 18 33 nilai Resistance Index ≥0,495 sebanyak 17 sampel (81,0%),
sedangkan jinak mempunyai nilai Resistance Index <0,495
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji sebanyak 28 sampel (93,3%).
Chi Square
Dari uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 89,4%,
Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 77,8%, spesifisitas 87,5%, nilai prediksi positif 93,3%, nilai prediksi
spesifisitas 93,9%, nilai prediksi positif 87,5%, nilai prediksi negatif 80,9% dan akurasi 88,2%.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 5


NILAI DIAGNOSTIK USG GRAY SCALE, COLOR DOPPLER DAN STRAIN ELASTOGRAFI DALAM MENENTUKAN KEGANASAN TUMOR PAYUDARA

Pada analisis ROC, didapatkan Area Under Curve (AUC) dengan skor Tsukuba 1,2 dan 3, sedangkan kelompok ganas
Resistance Index dengan kejadian tumor payudara berdasarkan adalah tumor payudara dengan skor Tsukuba 4 dan 5. Dari uji
pemeriksaan histopatologi adalah 0,931 yang berarti bahwa statistik di dapatkan :
rata-rata sensitivitas untuk semua nilai spesifisitas yang
mungkin adalah sangat baik. - Dari total 28 sampel yang ditemukan jinak berdasarkan
skor Tsukuba, 27 sampel (96,4%) terbukti jinak dan 1
Berikut grafik terlampir : sampel (3,6%) yang ternyata ganas.
- Dari total 23 sampel yang ditemukan ganas berdasarkan
skor Tsukuba, 17 sampel (73,9%) yang terbukti ganas
dan 6 sampel (26,1%) yang ternyata jinak.

Pada uji Chi square, variabel skor Tsukuba mempunyai


nilai p< 0,05 yang berarti terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik dari strain elastografi dengan hasil pemeriksaan
histopatologi.

Berdasarkan strain ratio tersaji pada tabel sebagai


berikut :

Tabel 15. Distribusi sampel berdasarkan Strain Ratio dan hasil


pemeriksaan histopatologi
Kategori Strain Hasil pemeriksaan
Ration berdasarkan n histopatologi tumor
Elastografi payudara
Ganas Jinak *
Gambar 1. Kurva ROC nilai resistance index dibandingkan dengan
hasil pemeriksaan histopatologi Ganas 20 17 3 p=
Jinak 31 1 30 0.0001

Pada pemeriksaan strain elastografi berdasarkan skor Total 51 18 33


Tsukuba didapatkan tabel sebagai berikut
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji
Chi Square
Tabel 14. Distribusi sampel berdasarkan Skor Tsukuba dan hasil
pemeriksaan histopatologi
Kategori Hasil pemeriksaan Pada tabel 15, dari hasil uji statistik, didapatkan adanya
Skor Tsukuba n histopatologi tumor hubungan yang bermakna (p = 0,0001) antara strain ratio
berdasarkan payudara dengan hasil pemeriksaan histopatologi.
Elastografi Ganas Jinak *
Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 94,4%,
Ganas 23 17 6 p= spesifisitas 90,9%, nilai prediksi positif 85%, nilai prediksi
0.0001
Jinak 28 1 27 negatif 96,7% dan akurasi 92,1%.
Total 51 18 33 Dari uji statistik didapatkan :

Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji - Dari total 31 sampel yang ditemukan jinak berdasarkan
Chi Square strain ratio, 30 sampel (96,8%) terbukti jinak dan 1
sampel (3,2%) yang ternyata ganas.
Pada tabel 14, dari hasil uji statistik, didapatkan adanya -Dari total 20 sampel yang ditemukan ganas berdasarkan
hubungan yang bermakna (p=0,0001) antara skor Tsukuba strain ratio, 17 sampel (85,0%) yang terbukti ganas dan
strain elastography dengan hasil pemeriksaan histopatologi. 3 sampel (15,0%) yang ternyata jinak.

Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 94,4%, Pada analisis ROC, didapatkan Area Under Curve (AUC)
spesifisitas 81,8%, nilai prediksi positif 73,9%, nilai prediksi strain ratio dengan kejadian tumor payudara berdasarkan
negatif 96,4% dan akurasi 86,2%. Variabel skor Tsukuba di pemeriksaan histopatologi adalah 0,906 yang berarti bahwa
kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok jinak rata-rata sensitivitas untuk semua nilai spesifisitas yang
dan ganas, dimana kelompok jinak adalah tumor payudara mungkin adalah baik. Berikut grafik terlampir:

6 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Febie Irsandy Syahruddin, Mirna Muis, Bachtiar Murtala

dengan pemeriksaan USG Color Doppler dengan menilai


distribusi vaskuler dan jumlah vaskuler kemudian dilakukan
pemeriksaan Elastografi yaitu skor Tsukuba dan strain ratio.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2018 sampai
Maret 2018 dengan jumlah sampel 51 yang memenuhi kriteria
inklusi.

1. Frekuensi tumor jinak berdasarkan USG Gray Scale


yang terbukti jinak pada pemeriksaan histopatologi
adalah 96,4% dan yang ternyata ganas adalah 3,6%.
Sedangkan frekuensi tumor ganas berdasarkan USG
Gray Scale yang terbukti ganas pada pemeriksaan
histopatologi adalah 73,9% dan yang ternyata jinak
adalah 26,1%. Nilai sensitivitas kategori USG Gray
Scale pada penelitian ini adalah 94,4%, spesifisitasnya
81,8% dengan nilai prediksi positif 73,9%, nilai prediksi
negatif 96,4% dan akurasi 86,2%. Hasil penelitian
Stavros et al., mempunyai nilai sensitivitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang
Gambar 2. Kurva ROC strain ratio dibandingkan dengan hasil kami lakukan (98,4% VS 94,4%). Demikian juga halnya
pemeriksaan histopatologi
dengan hasil penelitian Pande et al., (2003), yang juga
mempunyai nilai sensitivitas lebih tinggi dibandingkan
Untuk uji diagnostik diantara USG Gray Scale, USG Color dengan hasil penelitian yang kami lakukan (99,5% VS
Doppler dan Strain Elastografi terlampir pada tabel sebagai 94,4%). Sedangkan untuk nilai spesifisitas, penelitian
berikut : kami memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dari yang
didapatkan oleh Stavros et al., yaitu sebesar (81,8%
VS 67,8%) namun Pande et al., mempunyai nilai
Tabel 15. Distribusi sampel berdasarkan Strain Ratio dan hasil lebih tinngi dari hasil penelitian yang kami lakukan
pemeriksaan histopatologi (94,1 VS 81,8%).13 Untuk nilai prediksi positif, peneliti
Hasil Pemeriksaan Histopatologi Tumor Payudara mendapatkan nilai yang jauh lebih tinggi dari yang
USG Distribusi Jumlah Nilai Strain Ratio S k o r didapatkan oleh Stavros (73,9% VS 38%) dan lebih
Gray Vaskuler Vaskuler RI elastografi Tsukuba rendah dari hasil Pande et al., (73,9% VS 95,5%).13
Scale
Nilai prediksi negatif yang didapatkan oleh peneliti
(96,4%), lebih rendah dibandingkan dengan nilai yang
Sensitivitas 94.4 77.8 72.2 89.4 94.4 94.4 didapatkan oleh Stavros et al., (99,5%) dan lebih tinggi
(%)
dari hasil Pande et al., (96,4% VS 93,75%).13 Perbedaan-
Spesifisitas 81.8 93.9 93.9 87.5 90.9 81.8
(%) perbedaan hasil yang mungkin terjadi mungkin
Nilai 73.9 87.5 86.7 93.3 85 73.9 disebabkan oleh perbedaan alat yang dipakai, jumlah
prediksi sampel dan pengalaman masing-masing peneliti
positif (%)
dalam menilai tumor payudara.
Nilai 96.4 88.6 86.1 80.9 96.7 96.4
prediksi
negatif (%) 2. Tumor jinak umumnya mempunyai pembuluh darah
Akurasi (%) 86.2 88.2 86.2 88.2 92.1 86.2 yang terletak hanya di perifer saja ( 13 sampel, 25,5%),
sedangkan tumor ganas mempunyai pembuluh darah
yang berlokasi di perifer dan sentral secara bersamaan
( 16 sampel, 31,4%). Temuan ini sesuai dengan temuan
Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa sensitivitas dari Horvath et al., (2011), mendapatkan bahwa pada
dan spesifisitas yang tertinggi adalah pada pemeriksaan strain tumor jinak, arteri tampak di daerah permukaan tumor
Elastografi berdasarkan strain ratio yaitu ,4% dan 90,9%. (capsular blood vessel). Temuan pada penelitian ini juga
sesuai dengan temuan dari Lee et al., (2002) dan Zaini
HH (2006), dimana mereka pun mendapatkan tumor
PEMBAHASAN ganas umumnya mempunyai pola di perifer dan sentral
secara bersamaan.7,17
Penelitian ini dilakukan pada pasien tumor payudara
yang menjalani pemeriksaan USG Gray Scale yang dilanjutkan 3. Tumor yang avaskuler dan hipovaskuler umumnya

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 7


NILAI DIAGNOSTIK USG GRAY SCALE, COLOR DOPPLER DAN STRAIN ELASTOGRAFI DALAM MENENTUKAN KEGANASAN TUMOR PAYUDARA

jinak yaitu sebanyak 22 sampel (43,1%) dan 14 Untuk nilai spesifisitas, hasil penelitian yang dilakukan Stoian
sampel (27,5%). Sedangkan tumor yang hipervaskuler Dana et al., (2015) memiliki nilai spesifisitas yang hampir
umumnya ganas yaitu 15 sampel (29,4%). Temuan sama dengan yang kami lakukan (90,4% vs 90,9%).14 Akurasi
ini sesuai dengan temuan Horvath et al., (2011) hasil penelitian dari Mutala Timothy (2016) lebih tinggi
Schmillevitch et al., (2009) dan Stanzani et al., (2014),, dibandingkan hasil yang kami dapatkan (95% vs 92,1%).9
dimana mereka menemukan bahwa tumor jinak
umumnya avaskuler hingga hipovaskuler sedangkan Penelitian lain memiliki hasil yang lebih baik dengan
tumor ganas mempunyai pola vaskuler yang strain ratio daripada skor Tsukuba. Berdasarkan penelitian ini,
hipervaskuler. 5,10,12 nilai ambang strain ratio untuk tumor ganas adalah > 2,63.
Peneliti memakai nilai acuan strain ratio dari hasil penelitian
4. Sebanyak 30 sampel mempunyai nilai RI < 0,495 dan Barr et al., (2015) dan Soekersi & Mahadian (2017), yang
21 sampel mempunyai nilai RI ≥0,495. Sebanyak 28 nilainya mendekati dengan nilai hasil penelitian ini. Belum
sampel (93,3%) tumor dengan nilai RI < 0,495 adalah ada kesepakatan yang jelas mengenai nilai ambang dari strain
tumor jinak dan sebanyak 17 sampel (81,0%) dengan ratio, namun secara keseluruhan sensitifitas dan spesifisitas
nilai ≥ 0,495 adalah tumor ganas. Peneliti memakai sangat baik.2,11
nilai acuan RI dari hasil penelitian Youssefzadeh S et al.,
(1996) dan Yasmin et al., () karena jumlah sampel yang Jika dibandingkan dengan USG Gray Scale, maka
didapat paling banyak dibandingkan dengan peneliti akurasi dari strain elastografi baik dalam hal skor Tsukuba
lain dan penelitian yang dilakukannya masih cukup maupun strain ratio jauh lebih unggul dalam menentukan
baru dilakukan.16 keganasan tumor payudara.

5.
Frekuensi tumor jinak berdasarkan skor Tsukuba Perbedaan-perbedaan hasil yang terjadi juga dapat
strain elastografi payudara yang terbukti jinak pada disebabkan oleh alat yang dipakai, jumlah sampel dan
pemeriksaan histopatologi adalah 96,4% dan yang pengalaman masing-masing peneliti dalam menilai suatu
ternyata ganas adalah 3,6%. Sedangkan frekuensi tumor tumor payudara. Semua penelitian yang berbasis elastografi,
ganas berdasarkan skor Tsukuba strain elastografi yang belum memiliki kesepakatan nilai ambang strain ratio.
terbukti ganas adalah 73,9% dan yang ternyata jinak Idealnya angka strain ratio di tetapkan untuk masing-masing
adalah 26,1%. Nilai sensitivitas skor Tsukuba SE adalah perangkat agar bisa di dapatkan perbandingan dengan studi
94,4% dan spesifisitasnya 81,8%, dengan nilai akurasi yang berbeda.
86,2%, nilai prediksi positif 73,9% dan nilai prediksi
negatif 96,4%. Hasil penelitian Mutala Timothy et al., Pada akhirnya, strain elastografi dapat menjadi alat
(2016), mempunyai nilai sensitivitas yang lebih rendah bantu dalam menegakkan keganasan payudara. Keterampilan
dengan hasil penelitian yang kami lakukan (86% vs dan pengetahuan tentang strain elastografi secara umum dan
94,4%).9 Hasil penelitian Syed et al., (2015) mempunyai khususnya pada tumor payudara harus dimiliki oleh setiap
nilai akurasi yang lebih tinggi dengan yang kami operator USG sehingga tata laksana bisa segera dilakukan
lakukan (91% vs 86,2%), dan hampir sama dengan hasil serta tercipta kerjasama yang baik antara radiologi, bedah
penelitian Hui Zhi (88% vs 86,2%).15,18 Hasil penelitian onkologi dan patologi anatomi dalam mendiagnosis tingkat
Stoian Dana et al., (2015) memiliki nilai spesifisitas yang keganasan tumor payudara.
hampir sama dengan hasil penelitian kami (81,9% vs
81,8%).14
KESIMPULAN DAN SARAN
Frekuensi tumor jinak berdasarkan strain ratio yang
terbukti jinak pada pemeriksaan histopatologi adalah 96,8% Tumor jinak mempunyai karakteristik vaskular yang
dan yang ternyata ganas adalah 3,2%. Sedangkan frekuensi avaskular hingga hipovaskular, lokasi pembuluh darah di
tumor ganas berdasarkan strain ratio yang terbukti ganas perifer.Tumor ganas mempunyai karakteristik hipervaskuler,
pada pemeriksaan histopatologi adalah 85% dan yang berlokasi di perifer dan sentral secara bersamaan.
ternyata jinak adalah 15% Nilai sensitivitas strain ratio adalah
94,4% dan spesifisitasnya 90,9%, dengan nilai akurasi 92,1%, Variabel USG Color Doppler yang paling berpengaruh
nilai prediksi positif 85% dan nilai prediksi negatif 96,7%. Hasil pada penentuan tumor jinak atau ganas adalah jumlah
penelitian yang dilakukan Stoian Dana et al., (2015) memiliki pembuluh darah dan nilai RI. Sensitivitas dan spesifisitas hasil
nilai sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pemeriksaan USG Color Doppler lebih rendah dibandingkan
yang kami lakukan (86,5% vs 94,4%), berbeda dengan hasil dengan USG Gray Scale dan Strain Elastografi dalam
penelitian Mutala Tomothy (2016) yang memiliki sensitivitas menentukan tumor jinak atau ganas. Sehingga pemeriksaan
yang hampir sama dibandingkan hasil kami (93% vs 94,4%).9,14 USG Color Doppler hanya bersifat komplimentari. Kelompok

8 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Febie Irsandy Syahruddin, Mirna Muis, Bachtiar Murtala

jinak adalah tumor payudara dengan nilai resistance index < lesions for diagnostic accuracy. Cancer Imaging. 2016
0,495 (dibawah cut-off point), sedangkan kelompok ganas Dec;16(1):12.
adalah tumor payudara dengan nilai resistance index ≥ 0,495 10. Schmillevitch J, Guimarães Filho HA, De Nicola H,
(diatas cut-off point). Gorski AC. Utilização do índice de resistência vascular
Strain elastografi memiliki nilai diagnostik yang tinggi na diferenciação entre nódulos mamários benignos e
dalam membedakan tumor payudara jinak dan ganas. Skor malignos. Radiologia Brasileira. 2009;42(4):241-4.
Tsukuba dan strain ratio lebih unggul dalam menentukan 11. SOEKERSI H, MAHADIAN F. Uji Diagnosis Ultrasonografi
keganasan payudara dibandingkan dengan USG Gray Scale Strain Ratio Elastography Dihubungkan dengan
maupun USG Color Doppler. Namun penggabungan antara Histopatologi pada Palpable Mass Payudara di RSUP Dr.
B-mode dan strain elastografi dapat meningkatkan kualitas Hasan Sadikin, Bandung. Indonesian Journal of Cancer.
hasil pemeriksaan dan membantu menambah akurasi 2017 Oct 11;11(2):61-70.
diagnostik. Kelompok jinak adalah tumor payudara dengan 12. Stanzani D, Chala LF, Barros ND, Cerri GG, Chammas MC.
strain ratio < 2,63 (dibawah cut-off point), sedangkan kelompok Can Doppler or contrast-enhanced ultrasound analysis
ganas adalah tumor payudara dengan strain ratio ≥ 2,63 (diatas add diagnostically important information about the
cut-off point).Pada keadaan dimana gambaran tumor pada nature of breast lesions?. Clinics. 2014;69(2):87-92.
USG Gray Scale meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG 13. Stavros AT. Breast ultrasound. Lippincott Williams &
Color Doppler dan Elastografi untuk meningkatkan sensitivitas Wilkins; 2004.
dan spesifisitas dalam menilai suatu tumor payudara. Perlu 14. Stoian D, Timar B, Craina M, Bernad E, Petre I, Craciunescu
adanya sosialisasi terhadap klinisi mengenai pemeriksaan M. Qualitative strain elastography–strain ratio evaluation-
ultrasound menggunakan strain elastografi agar akurasi an important tool in breast cancer diagnostic. Medical
diagnostik dalam menilai tingkat keganasan tumor payudara ultrasonography. 2016 Jun 1;18(2):195-200.
dapat ditingkatkan. 15. Syed KN, Zameer S, Zahoor A, Afzal A. Diagnostic
Accuracy of Ultrasound Strain Elastography for Diagnosis
of Malignant Breast Lesions J Cancer Prev Curr Res 3 (2):
DAFTAR PUSTAKA 00072.
16. Youssefzadeh S, Eibenberger K, Helbich T, Jakesz R, Wolf
1. American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figures G. Use of resistance index for the diagnosis of breast
2015-2016. Atlanta: American Cancer Society, Inc. 2015. tumours. Clinical radiology. 1996 Jun 1;51(6):418-20.
2. Barr RG, Nakashima K, Amy D, Cosgrove D, Farrokh A, 17. Zaini HH. Role of Color Doppler Ultra Sound Versus
Schafer F, Bamber JC, Castera L, Choi BI, Chou YH, Dietrich Histopathology in Differentiating Malignant From
CF. WFUMB guidelines and recommendations for clinical Benign Breast Masses. Iraqi Academic Scientific Journal.
use of ultrasound elastography: Part 2: breast. Ultrasound 2006;5(2):155-9.
in medicine & biology. 2015 May 1;41(5):1148-60. 18. Zhi H, Xiao XY, Yang HY, Ou B, Wen YL, Luo BM. Ultrasonic
3. Barr RG. Breast elastography. New York, NY: Thieme; 2015 elastography in breast cancer diagnosis: strain ratio vs
Jan 28. 5-point scale. Academic radiology. 2010 Oct 1;17(10):1227-
4. Hilbertina N. PERANAN PATOLOGI DALAM DIAGNOSTIK 33.
TUMOR PAYUDARA. Majalah Kedokteran Andalas. 2015
Aug 24;38(2):1-8.
5. Horvath E, Silva C, Fasce G, Ferrari C, Pinochet MA,
Galleguillos C, Soto E. Parallel artery and vein: sign of
benign nature of breast masses. American Journal of
Roentgenology. 2012 Jan;198(1):W76-82.
6. Lee SH, Chang JM, Cho N, Koo HR, Yi A, Kim SJ, Youk JH,
Son EJ, Choi SH, Kook SH, Chung J. Practice guideline
for the performance of breast ultrasound elastography.
Ultrasonography. 2014 Jan;33(1):3.
7. Lee SW, Choi HY, Baek SY, Lim SM. Role of color and power
Doppler imaging in differentiating between malignant
and benign solid breast masses. Journal of clinical
ultrasound. 2002 Oct;30(8):459-64.
8. Mifflin H. The American Heritage Medical Dictionary. USA:
Houghton Mifflin Company. Retrieved. 2007;15(01):2008.
9. Mutala TM, Ndaiga P, Aywak A. Comparison of qualitative
and semiquantitative strain elastography in breast

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 9


GAMBARAN DAN STADIUM TIMOMA PADA CT-SCAN

Anita Ekowati1, Lusiana Astuti2

Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada


1

Residen Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada


2

IMAGING FINDINGS AND STAGING OF THYMOMA IN CT-SCAN

ABSTRACT
Thymoma is epithelial neoplasm arising from thymus gland commonly in anterior mediastinum. The incidence increases along with age at
40-50 year and reportedly 1-5 cases/milion/year. Masaoka system divides thymoma into 4 stadium. Stadium 1 is capsulated tumor, stadium
2 is invasion in fat tissue or mediastinal pleura, stadium 3 is invasion of surrounding organs, pericardium, great vessel and lung, stadium 4a
is tumor spreading to pleura or pericardium, and stadium 4a is hematogenous or lymphatic metastases. Imaging has great role in diagnosis
and thymoma staging. CT is the imaging modality of choice to evaluate thymoma and to differentiate it from other anterior mediastinum
abnormalities which correlated with therapy and prognosis from thymoma.

Keywords: Thymoma, staging, CT-scan

ABSTRAK
Timoma merupakan neoplasma epitelial dari kelenjar timus yang paling sering dari mediastinum anterior. Insiden timoma meningkat dengan
bertambahnya umur dengan rerata umur 40-50 tahun dan dilaporkan insidensinya 1-5 kasus per 1juta orang/tahun. Stadium timoma menurut
sistem Masaoka yaitu stadium I tumor berkapsul (tumor masih dalam kapsul intak), stadium II tumor telah invasi ke jaringan lemak atau pleura
mediastinum, stadium III tumor telah invasi ke organ sekitar, perikardium, pembuluh darah besar dan paru, stadium IVa tumor telah menyebar
ke pleura atau pericardium, stadium IVa tumor telah metastasis limfogen dan hematogen. Pencitraan radiologi memiliki peranan yang besar
dalam membantu menegakkan diagnosis dan stadium timoma. CT Scan (Computed Tomography) adalah modalitas pencitraan pilihan untuk
mengevaluasi timoma dan dapat membantu membedakan timoma dari abnormalitas mediastinum anterior yang lain dimana keseluruhan
informasi ini sangat berhubungan dengan terapi dan prognosis dari timoma.

Kata kunci : Timoma, Stadium, CT Scan.

PENDAHULUAN

Timoma merupakan neoplasma epitelial dari kelenjar timus yang paling sering dari mediastinum anterior. 1,2,3,4 Insiden
timoma meningkat dengan bertambahnya umur dengan rerata umur 40-50 tahun dan dilaporkan insidensinya 1-5 kasus per
1juta orang/tahun. Timoma memiliki predileksi yang hampir sama antara laki- laki dan perempuan. 3,5

Pencitraan radiologi memiliki peranan yang besar dalam membantu menegakkan diagnosis dan stadium dalam
menentukan stadium timoma. CT Scan adalah modalitas pencitraan pilihan untuk mengevaluasi timoma dan dapat membantu
menentukan stadium timoma sebelum dilakukannya operasi, berperan cukup baik dalam mendeteksi timoma, mengevaluasi

10 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Anita Ekowati, Lusiana Astuti

struktur timoma dan mengidentifikasi perluasannya, sehingga trilobus atau berbentuk seperti X atau V terbalik (Gambar 1).
keseluruhan informasi ini sangat berhubungan dengan terapi
dan prognosis dari timoma. 6-11 Pembuluh darah utama yang memasok timus berasal
dari arteria torakalis interna, arteria tiroidea inferior dan arteria
Pendekatan terapi timoma yang melibatkan berbagai pericardiophrenicus. Ukuran thymus sangat bervariasi dengan
multidisiplin keilmuan dan dokter spesialis radiologi adalah ketebalan maksimum 1,8 cm pada usia dibawah 20 tahun dan
anggota kunci dari tim multidisiplin yang dibutuhkan untuk 1,3 cm pada usia diatas 20 tahun. Berat timus mencapai 5 gr
evaluasi pasien dengan thymoma dan harus memahami hingga 50 gr.1,3,11
gambaran pencitraan timoma, karena berpengaruh besar
terhadap terapi.3

Definisi

Timoma adalah neoplasma epithelial dari kelenjar


timus. Umumnya timoma adalah massa solid berkapsul
yang berada di mediastinum anterior dan kira-kira sepertiga
kasusnya mengalami nekrosis, perdarahan atau komponen
kistik. Daerah kistik pada 40 % lebih kasus timoma biasanya
bercampur dengan bagian yang umumnya solid dan sangat
jarang lesi yang hampir seluruhnya kistik. Timoma merupakan
neoplasma yang tumbuh lambat tetapi mungkin agresif
dengan menginvasi ke struktur sekitarnya termasuk pleura Gambar 1. Timus normal dengan komponen cervical pada anak
dan perikardium, tetapi jarang terjadi suatu metastasis jauh. laki-laki 12 tahun. (a) Tampilan sagital USG menunjukkan komponen
Pada sepertiga kasus menunjukkan penyebaran tumor lokal mediastinum dan cervical dari timus (panah hitam) menempel pada
yang menginfiltrasi kapsul dan jaringan sekitarnya.1,3,6,8,12,13,14 pole bawah tiroid (panah putih) melalui ligamentum thyrotimic
(kepala panah). Tampakan ‘starry sky” pada timus, dibentuk
oleh gambaran lemak hiperekoik dengan latar belakang jaringan
limfoid yang hipoekoik. (b) Gambaran anatomi yang menunjukkan
Epidemiologi mediastinum (kepala panah) dan komponen cervical timus (tanda
panah).18
Timoma merupakan tumor yang paling sering
pada mediastinum anterior (50%) dan 20-25% dari semua
tumor di mediastinum. Insiden timoma meningkat dengan Penyebab pasti timoma belum bisa dijelaskan, diduga
bertambahnya umur, umumnya terjadi pada usia dekade berhubungan dengan sindroma sistemik.19 Keluhan sistemik
keempat sampai dengan keenam (70%) dan memiliki dan sindrom paraneoplastik adalah tipikal yang berhubungan
perdileksi yang hampir sama antara laki- laki dan perempuan dengan sekresi hormon, antibodi dan sitokin oleh tumor.
(1,2 : 1). Angka kejadian timoma invasif sekitar 15- 37 % dari Suatu kondisi yang disebut dengan myasthenia gravis sering
seluruh kasus timoma.2,3,8,15,16,17 Timoma jarang terjadi pada dihubungkan dengan timoma, 30%-50% pasien dengan
anak-anak, jika terdapat pada anak-anak biasanya berkaitan timoma menderita myasthenia gravis dan 10%-15% pasien
dengan kelainan kongenital dari timus.3,5 dengan myasthenia gravis juga menderita timoma.20 Sepuluh
persen pasien timoma mempunyai hipogammaglobulinemia,
5% pure red cell aplasia (tipe anemia).3 Timoma juga berkaitan
Anatomi TImus dengan gangguan autoimun seperti SLE, polimyositis, good’s
syndrome dan myocarditis. Seorang dokter bila menemukan
Timus terletak di mediastinum aspek anterior suatu kelainan yang berhubungan dengan autoimun system
berdekatan dengan pericardium, arcus aorta, vena innominata disease, seperti myasthenia gravis, harus mencurigai dan
sinistra dan trakea. Struktur yang ada di mediastinum anterior melakukan pemeriksaan terhadap glandula timoma.3,8,16,19,20,21
meliputi lemak, timus, limfonodi, aorta ascenden, arteria
pulmonalis, nervus phrenikus dan tiroid. Glandula timus
berada di posterior sternum dan anterior pembuluh darah Gejala Dan Tanda Klinis
besar. Morfologi timus sangat bervariasi pada beberapa umur,
pada dewasa muda morfologi khas dari thymus adalah bilobus Sekitar 55% pasien timoma adalah asimptomatik
dan berbentuk V dengan dua processus kecil yang meluas biasanya asimptomatis dan 50%-60% massa terdiagnosis
hingga ke leher. Morfologi timus dapat juga berupa unilobus, secara insidental pada saat foto toraks.3 Gejala yang mungkin

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 11


GAMBARAN DAN STADIUM TIMOMA PADA CT-SCAN

muncul biasanya berkaitan dengan efek massa termasuk dari tumor. Stadium I, tumor berkapsul lengkap. Stadium II,
kompresi dan invasi ke struktur sekitarnya. Kompresi pada dibagi IIa secara mikroskopis sudah terjadi invasi ke kapsul,
trakea, nervus recurrent laring atau esofagus menyebabkan dan IIb secara makroskopis sudah invasi ke lemak di sekitarnya
batuk, sesak nafas, nyeri dada, infeksi respiratorius, suara serak tetapi belum sampai ke organ ataupun nodus limfatikus di
atau gangguan menelan. Invasi ke struktur kardiovaskular di dekatnya. Stadium III, sudah terjadi invasi ke organ sekitarnya
sekitarnya menyebabkan sindroma vena cava superior dan bila seperti pericardium, pembuluh darah besar atau paru. Stadium
terjadi kompresi atrium kanan dapat menyebabkan kematian IV, dibagi IVa bila sudah terjadi penyebaran luas sampai paru
jantung yang mendadak, tetapi kasus ini jarang terjadi. (pleura) atau jantung (pericardium), dan IVb melalui limfatik
Keluhan sistemik dan sindroma paraneoplastik diakibatkan hematogen ke organ lain separti hati (Tabel 1).3,25
sekresi hormon, antibodi, dan sitokin dari tumor.3,7,11

Tabel 1. Stadium Timoma berdasarkan sistem Masaoka8


Klasifikasi Timoma Stadium I Makroskopis berkapsul (tumor masih dalam
kapsul intak). Mikroskopis tidak tampak invasi
Klasifikasi WHO terbaru dipublikasikan tahun 2004, ke kapsul
seperti klasifikasi tahun 1999, dengan sedikit perbedaan yaitu Stadium II Makroskopis tumor telah invasi ke jaringan
pada tipe C diganti menjadi kategori thymic carcinoma. Saat lemak atau pleura mediastinum (IIb).
sekarang klasifikasi histologi secara primer bisa membedakan Mikroskopis invasi hanya sampai ke kapsul (IIa)
karsinoma timus dengan tipe-tipe timoma. Klasifikasi histologi Stadium III Makroskopis tumor telah invasi ke organ sekitar,
timoma tidak mempunyai implikasi klinis dan keputusan perikardium, pembuluh darah besar dan paru
penatalaksanaan utama tergantung pada stadium penyakit
dan kompletnya reseksi (Gambar 2).3,24 Stadium IVa Penyebaran ke pleura atau pericardium

Stadium IVb Metastasis limfogen dan hematogen

Pencitraan Radiologi

Modalitas radiologi yang rutin dilakukan adalah foto


toraks dan CT Scan toraks. Menurut Brown dkk pada tahun
1980, foto toraks konvensional posisi PA memiliki sensitivitas
yang tinggi (77%) dalam mendiagnosa timoma dan akan
meningkat menjadi 94% bila disertai posisi lateral. Menurut
Chen dkk tahun 2002 CT Scan memiliki sensitivitas 97% dalam
mendiagnosis timoma karena memiliki kelebihan dalam
mengambarkan lokasi tumor, karakteristik tumor, keterlibatan
dengan organ sekitar dan metastasis.8,26,27

Pemeriksaan CT Scan dilakukan dengan menggunakan


media kontras intravena untuk menilai penyangatan dan
perbedaan dengan struktur sekitarnya. Tebal irisan 8-10 mm
Gambar 2. Klasifikasi Histologi Timoma berdasarkan WHO tahun dengan batas mulai setinggi kelenjar tiroid sampai setinggi
1999 dan WHO tahun 2000.3
kelenjar adrenal. Temuan Radiologi pada timoma non invasif
adalah massa yang bulat/ oval berlobulasi, berbatas tegas,
umumnya asimetrik dan setelah pemberian kontras akan
Stadium Timoma menghasilkan penyengatan yang homogen, sedangkan
timoma invasif umumnya bertepi ireguler dan mengisi kedua
Sistem stadium Masaoka-Koga merupakan sistem hemitoraks, serta menunjukkan penyengatan yang heterogen
stadium yang banyak digunakan dan direkomendasikan paska kontras. Nilai atenuasi tumor sebelum pemberian
oleh ITMIG (International Thymic Malignancy Interest Group). kontras adalah sekitar 47- 75 HU dan akan meningkat sekitar
Stadium Masaoka-Koga berdasar pada gross dan mikroskopis 20 HU setelah pemberian kontras.8

12 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Anita Ekowati, Lusiana Astuti

MRI mungkin lebih sensitif untuk massa timus yang Tata Laksana
kecil dibanding dengan CT. Gambaran MRI timoma yaitu akan
tampak isointens atau hiperintens dibanding muskulus pada Terapi utama untuk tumor timus adalah pembedahan.
T1, tampak hiperintens dibanding muskulus dan isointens Reseksi yang komplet merupakan faktor utama prognosis,
dengan fat di sekitarnya pada T2. Hal ini akan menyulitkan sehingga reseksi bedah merupakan landasan terapi pada
untuk membedakan timoma dengan jaringan lemak di pasien-pasien dengan timoma. Stadium I timoma diterapi
sekitarnya. Teknik fat-supression membantu pada keadaan dengan reseksi bedah saja. Stadium II timoma juga diterapi
ini. Pasien-pasien yang kontraindikasi bahan kontras iodium dengan thymectomi yang luas. Stadium IIa, terapi radiasi
(pada CT), bisa evaluasi pembuluh darah/kemungkinan invasi tidak direkomendasikan, tetapi untuk stadium IIb, terapi
dengan menggunakan MRI baik dengan material kontras radiasi direkomendasikan. Kemoterapi tidak direkomdasikan
maupun tidak. MRI dapat digunakan untuk identifikasi untuk stadium II. Tujuan terapi pada stadium III adalah
ketebalan dinding pada cystic timoma. Keuntungan MRI yaitu reseksi komplet. Pasien-pasien timoma yang yang sudah
tanpa radiasi dan dapat investigasi keterlibatan pembuluh meluas secara lokal, mendapat neoadjuvant kemoterapi
darah sedang kerugiannya memerlukan waktu yang lama dan sebelum dilakukan reseksi. Terapi radiasi post operasi
kurang baik untuk investigasi parenkim paru.3 direkomendasikan dan kemoterapi dipertimbangkan pada
kasus inkomplet reseksi timoma stadium III. Terapi untuk
timoma stadium IVa sama seperti stadium III. Stadium IVb
Pemeriksaan Patologi Anatomik sebaiknya diterapi dengan kemoterapi paliatif (cyclofosfamid,
doxorubicin, cisplatin) secara intens. Seorang dokter spesialis
Pemeriksaan sitologi / histopatologi dilakukan radiologi berperan besar dalam membedakan penyakit awal
untuk menentukan jenis tumor. Pengambilan bahan untuk (stadium I dan II) dengan penyakit yang sudah lanjut (stadium
pemeriksaan sitology dilakukan melalui trans thoracic needle III dan IV).3,20,26
aspiration (TTNA) dengan tuntunan CT Scan. Timoma dibagi 2
jenis atas dasar perangainya dalam menginvasi/ menginfiltrasi
organ sekitarnya, yanitu jinak/ noninvasif dan ganas / invasif. PEMBAHASAN
Timoma tipe A, AB dan B1 memiliki perangai ynag kurang
invasif dibandingkan dengan tipe B2, B3 dan C. 6,8,11 Radiografi, timoma biasanya unilateral, massa
mediastinum anterior berbatas tegas dengan kontur halus
atau lobulated, terletak di mana saja dari thoracic inlet
Diagnosis Banding hingga sudut cardiophrenic. Timoma dapat menebalkan
garis persimpangan anterior atau terilihat sebagai nodul atau
Diagnosis banding Timoma antara lain karsinoma massa diregio retrosternal pada radiografi dada lateral. Tanda-
thymic, Limfoma Hodgkin, thymic carcinoid, timolipoma, tanda radiografi penyakit lokal lanjut yaitu batas dengan
teratoma. Differential diagnosis untuk tumor mediastinum paru-paru tidak teratur dan elevasi hemidiafragma karena
anterior termasuk malignansi timus primer (seperti karsinoma keterlibatan saraf frenikus. Nodularitas pleura merupakan
thymus, thymic carcinoid tumor), tumor-tumor nonthymus indikasi metastasis pleura (Stadium IVa).3
(seperti terrible limfoma, germ cell tumor (teratoma),
pembesaran tiroid), tortuous pembuluh darah (dissecting CT adalah modalitas pencitraan pilihan untuk
aorta, arcus dextra), trauma dan mediastinal metastasis.3,22 mengevaluasi timoma dan dapat membantu membedakan
timoma dari kelainan mediastinum anterior lainnya. Diagnosis
Usia pasien dan gender, komposisi jaringan, temuan awal dan terapi yang adekuat akan memberikan prognosis
tambahan pada CT dan kejadian invasive tumor dapat yang paling baik. Stadium dan perluasan reseksi tumor
membantu untuk diagnosis banding massa mediastinum merupakan factor prognosis yang paling penting. Tumor yang
anterior. Sebagai contoh, timoma jarang bermanifestasi encapsulated dan dapat direseksi dengan lengkap, mempunyai
sebagai limfadenopati, efusi pleura atau bermetastasis prognosis yang baik. Tumor yang invasif dan unresectable
extratoraks. Bila satu atau lebih hal ini ditemukan maka mempunyai prognosis yang jelek, tanpa memperhatikan
diagnosanya diarahkan ke selain timoma. Beberapa massa karakteristik histologinya.3
mediastinum anterior juga mempunyai ciri khas tersendiri.
Misalnya, massa mediastinum anterior yang kistik dengan Gambaran khas timoma berupa massa di mediastinum
attenuasi lemak intrinsik, merupakan gambaran dari teratoma antero-superior, ukuran 1 cm - 10 cm (rerata 5 cm) dengan
yang matur. Malignan neoplasma germ cell hampir selalu tepi licin (batas jelas), round atau lobulated yang secara
menyerang laki-laki dan lebih sering pada pasien usia kurang karakteristik berasal dari satu lobus dari timus dan homogen.
dari 40 tahun.3,20 Keterlibatan mediastinum bilateral dapat juga muncul.
Bahan kontras IV sebaiknya diberikan bila tidak ada kontra

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 13


GAMBARAN DAN STADIUM TIMOMA PADA CT-SCAN

indikasi, evaluasi pembuluh darah penting untuk staging. luas sampai paru (pleura) atau jantung (pericardium), dan IVb
Pada pemeriksaan CT scan nonkontras, timoma biasanya melalui limfatik hematogen ke organ lain separti hati (Gambar
akan tampak seperti massa dengan densitas soft-tissue (40 6).3,8,26,28,29
HU – 60 HU). Setelah pemberian bahan kontras akan tampak
enhancement homogen yang merupakan karakteristik
untuk timoma, meskipun heterogen juga bisa tampak pada
1/3 kasus timoma oleh karena sudah terdapat nekrosis,
perubahan kistik ataupun perdarahan. Tumor dapat sebagian
atau seluruhnya tertutup lemak dan kalsifikasi juga mungkin
tampak, bisa punctate, linear sepanjang kapsul atau coarse.
Kalsifikasi timoma yang paling banyak ditemukan adalah
bentuk foci kecil-kecil, kalsifikasi yang massif adalah bentuk
yang tidak umum dan bila ditemukan maka disebut kalsifikasi
dystrophic.3,16

Hal penting pada penilaian dengan CT yaitu


menentukan invasi lokal tumor, karena berhubungan dengan
prognosis dan pendekatan terapi yang akan digunakan/
diterapkan. Timoma dapat mengakibatkan invasi ke vaskular,
Gambar 3. Timoma pada pria 37-tahun dengan dyspnea.
pleura, atau meluas ke perikardial. Tanda-tanda langsung
Penyangatan kontras CT toraks menunjukkan massa mediastinum
perluasan ke pembuluh darah berupa dinding lumen anterior kiri bentuk bulat 4-cm (M). Sebuah timoma sel spindle (WHO
pembuluh yang irreguler, obliterasi vaskular, dan endoluminal tipe A) tanpa invasi kapsuler (Stadium I) didiagnosis saat operasi.3
soft tissue yang meluas ke chamber jantung. Gambaran CT,
bila terjadi perluasan ke pleura disebut drop metastasis yaitu
berupa satu atau lebih nodul pleura atau massa yang bisa
halus, nodular, atau difus dan hampir selalu ipsilateral. Efusi
pleura tidak biasa tampak pada pleural metastasis.29

Temuan Radiologi pada timoma non invasif adalah


massa yang bulat/ oval berlobulasi, berbatas tegas, umumnya
asimetrik dan setelah pemberian kontras akan menghasilkan
penyengatan yang homogen, sedangkan timoma invasif
umumnya bertepi irrguler dan mengisi kedua hemitoraks,
serta menunjukkan penyangatan yang heterogen.3,25

Fokus stadium pada stadium patologi biasanya


dilakukan setelah reseksi, akan tetapi stadium klinis ( hasil
imaging sebelum operasi) lebih penting secara klinis, biasanya
sudah ditegakkan terlebih dahulu karena pembedahan tidak
selalu merupakan terapi pada tahap awal. Kerjasama dan
komunikasi yang baik antara klinisi, spesialis patologi anatomi
dan spesialis radiologi sangat penting untuk mengoptimalkan
rencana pra operatif dan pengambilan spesimen yang sesuai
sehingga penentuan staging dan reseksi bedah dapat Gambar 4. Timoma dengan invasi vaskular pada wanita 63- tahun
dilakukan dengan sempurna. Sistem stadium yang dipakai dengan pembengkakan wajah. Penyangatan kontras CT toraks
adalah stadium Masaoka-Koga yang berdasarkan pada gross menunjukkan massa mediastinum anterior kanan (M) dengan invasi
dan mikroskopis dari tumor. Stadium I tumor berkapsul vena kava superior (*). Sebuah thymoma invasif pembuluh darah dan
lengkap (Gambar 3). Stadium II, dibagi IIa secara mikroskopis melibatkan perikardial (Stadium III) didiagnosis pada operasi.24
sudah terjadi invasi ke kapsul, dan IIb secara makroskopis
sudah invasi ke lemak di sekitarnya tetapi belum sampai ke
organ ataupun nodus limfatikus di dekatnya. Stadium III,
sudah terjadi invasi ke organ sekitarnya seperti pericardium,
pembuluh darah besar atau paru (Gambar 4 dan Gambar 5) .
Stadium IV, dibagi menjadi IVa bila sudah terjadi penyebaran

14 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Anita Ekowati, Lusiana Astuti

menunjukkan penyangatan yang heterogen pasca kontras.

Stadium Timoma menurut sistem Masaoka yaitu


stadium I tumor berkapsul (tumor masih dalam kapsul intak),
stadium II tumor telah invasi ke jaringan lemak atau pleura
mediastinum, stadium III tumor telah invasi ke organ sekitar,
perikardium, pembuluh darah besar dan paru, stadium IVa
tumor telah menyebar ke pleura atau pericardium, stadium
IVa tumor telah metastasis limfogen dan hematogen.

CT Scan memegang peranan utama dalam identifikasi


dan staging timoma, serta pemantauan follow up dan
rekurensi timoma. Peranan CT Scan adalah menentukan
morfologi tumor (densitas), bedah atau non bedah, Stadium
untuk terapi, serta menilai rekurensi.

DAFTAR PUSTAKA

Gambar 5. Stadium III timoma pria 41 tahun tanpa gejala. 1. Christenson R, Galobardes J, Maron CA. From the Archieves
Penyangatan kontras CT toraks menunjukkan massa mediastinum of AFIP. Thymoma: Radiologic- Pathologic Correlation.
anterior kiri 17-cm (M), yang menyangat heterogen dan menginvasi Radiographics 1992;12: 151-68
vena kava superior (*) dan sirkulasi kolateral (panah). Massa terbukti
2. Marom EM. Advances in Thymoma Imaging. J Thorac
kaya akan sel epitel (WHO jenis B3).24
Imaging. 2013;28:69-83
3. Benveniste MFK, Christenson MLR, Sabloff BS, Moran
CA, et al. Role of Imaging in the Diagnosis, Staging, and
Treatment of Thymoma. RadioGraphics. 2011;31:1847-61
4. Mittal MK, Sureka B, Sinha M, Mittal A, et al. Thymic masses:
A radiological review. S Afr J Rad. 2013;17:108-11
5. Honda S, Morikawa T, Sasaki F, Okada T, et al. Cystic
Thymoma in a Child:a rare Case and Review of the
Literature. Pediatr Surg Int. 2007;23:1015-7
6. Odev K, Aribas BK, Nayman A, Aribas OK, et al. Imaging
of Cystic and Cyst-like Lesions of the Mediastinum with
Pathologic Correlation. J Clin Imaging Sci. 2012;2:1-13
7. Wright CD, Wain JC. Acute Presentation of Thymoma with
Infarction or Hemorrhage. Ann Thorac Surg. 2006;82:1901-
4
8. Icksan A, Maryastuti, Syahruddin E, Hidayat H, Wibawanto
A. Peran CT Scan Dalam Penilaian Timoma. Indonesian
Gambar 6. Pleura diseminasi pada wanita 36 tahun dengan Journal of Cancer. 2008; 2 : 68-73
myasthenia gravis dan nyeri dada akut. Penyangatan kontras CT
9. Romeo V, Esposito A, Maurea S, Camera L, et al. Correlative
toraks menunjukkan massa mediastinum anterior (M) dengan
metastasis ke pleura kanan (panah). Reseksi metastasis pleura dan Imaging in a Patient with Cystic Thymoma: CT, MR and
thymectomy dilakukan dengan torakotomi kanan.26 PET/CT Comparison. Pol J Radiol. 2015;80:22-6
10. Satoh H, Ishikawa H, Kamma H, Noro M. Cystic Thymoma:
Diagnosis by Cross-Sectional Imaging. Respiratory
KESIMPULAN Medicine. 1996;90:635-37
11. Tecce PM, Fishman EK, Kuhlman JE. CT Evaluation
Temuan Radiologi pada timoma non invasif adalah of the Anterior Mediastinum: Spectrum of Disease.
massa yang bulat/ oval berlobulasi, berbatas tegas, umumnya RadioGraphics. 1994;14:973-90
asimetrik dan setelah pemberian kontras akan menghasilkan 12. Verhey PT, Hopkins KL, Primack SL, Radovich N, et al.
penyengatan yang homogen, sedangkan timoma invasif Noninvasive Cystic Thymoma in an Adolescent Boy. AJR.
umumnya tepi irrguler dan mengisi kedua hemitoraks, serta 2006;186:1176-80

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 15


GAMBARAN DAN STADIUM TIMOMA PADA CT-SCAN

13. Papadas T, Dimopaulos PA, Sampsonas F, Mastronikolis


N,et al. Cystic Thymoma Coexisting with vascular
Dysplasia. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2008;12:335-8
14. Shin KE, Yi CA, Kim TS, Lee HY,et al. Diffusion-Weighted MRI
for Distinguishing non-neoplastic Cysts from Solid Masses
in the Mediastinum: Problem-solving in Mediastinal
Masses of Indeterminate Internal 677-84
15. Lau S, Yeung WH, Kwan WH, Cheng CS,et al. Computed
Tomography of Anterior Mediastinal Masses. J HK Coll
Radiol.2003;6:100-6
16. Harris K, Elsayegh D, Azab B, Alkaied H, et al. Thymoma
calcification: Is it clinically meaningful?. World J Surg
Onco. 2011;9:95
17. Nishino M, Ashiku SK, Kocher ON, Thurer RL, et al. The
Thymus: A Comprehensive Review. RadioGraphics.
2006;26:335-48
18. Nasseri F, Eftekhari F. Clinical and Radiologic Review of
the Normal and Abnormal Thymus: Pearls and Pitfalls.
RadioGraphics. 2010;30:413-28
19. Evans KJ, Geibel J. Thymoma. 2016. Available From : http://
emedicine.medscape.com/article/193809-overview.
(Diakses 25 November 2017)
20. Anonim. Thymoma. 2017 Available From: http://
en.wikipedia.org/wiki/Thymoma. (Diakses tanggal 25
November 2017)
21. Ganesan P, Kapoor A, Bajpai J, Agarwal S, Thulkar S, Kumar
L. Mediastinal Masses- the Bad, the Ugly and the Unusual.
Indian Journal Of Medical & Paediatric Oncology. 2007 ; 28
(3) :11-6
22. Folio LR. Abnormal Mediastinum, In: Chest Imaging An
Algorithmic Approach to Learning. Springer. 2012; 121-4
23. Kondo K, Yoshizawa K, Tsuyuguchi M, Kimura S, Sumitomo
M, Morita J, et al. WHO Histologic Classification is a
Prognostic Indicator in Thymoma. Ann Thorac Surg. 2004 ;
77: 1183-8
24. Rosado-de-Christenson ML et al. Imaging of thymic
epithelial neoplasms. Hematol Oncol Clin North Am.
2008;22(3):409–31
25. Brown LR, Muhm JR, Gray JE. Radiographic detection of
thymoma. AJR Am J Roentgenol 1980;134 (6):1181–8.
26. Sonobe S, Miyamoto H, Izumi H, Nobukawa B, Futagawa
T, Yamazaki A, et al. Clinical Usefulness of the WHO
Histological Classification of Thymoma. Ann Thorac
Cardivasc Surg. 2005 ; 11 (6): 367-72
27. Santana L, Givica A, Camacho C. Best Cases from the AFIP,
Thymoma. Radiographic 2002, 22; S95- S102
28. Sung YM, Lee KS, Kim BT, Choi JY, Shim YM, Yi CA. 18F-FDG
PET/CT of thymic epithelial tumors: usefulness for
distinguishing and staging tumor subgroups. J Nucl Med
2006;47(10): 1628–34.
29. Moran CA, Travis WD, Rosado-de-Christenson M, Koss MN,
Rosai J. Thymomas presenting as pleural tumors: report of
eight cases. Am J Surg Pathol.1992;16(2):138–44.

16 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


SARCOMATOID RENAL CELL CARCINOMA

DIAGNOSED BY PERCUTANEOUS NEEDLE BIOPSY

Shoichi D. Takekawa1, Hideo Sakuma2, Maiko Baba1, Shouei Sai1, Yoshikei Miura1, Kenji Kawakura1,
Takehiko Abe1, Hidenori Shinjo1, Toshiyuki Saginoya1, Hirotugu Munechika1, Yasuo Fukaya3.

1
Department of Diagnostic Radiology, Southern Tohoku General Hospital, Koriyama, Fukushima, Japan
2
Department of Pathology, Southern Tohoku General Hospital, Koriyama, Fukushima, Japan
Department of Urology, Southern Tohoku General Hospital, Koriyama, Fukushima, Japan
3

ABSTRACT
A 56-year-old man presented with discomfort in the abdomen and backache. He lost his body weight by 10 Kg in 6 months.A large
retroperitoneal mass was found in addition to the right renal mass.It seemed necessary to exclude additional tumor in theretroperitoneum.

Abdominal CT with and without contrast enhancement showed Tumors in the right kidney and giant tumors in the retroperitoneum.
Percutaneous core needle biopsy of the retroperitoneal tumor and renal tumor was carried out under CT control.Pathological study revealed
sarcomatoid renal cell carcinoma in the retroperitoneal mass, but mostly fibrous tissue in the renal mass.

Final diagnosis was sarcomatoid renal cell carcinoma with retroperitoneal extension. This type of renal cell carcinoma is noted to have very
poor prognosis in the literature. Our case was also poor in prognosis, and the patient expired three months after the diagnosis was established.

Keywords : Sarcomatoid renal cell carcinoma, Renal cell carcinoma, needle biopsy, prognosis.

ABSTRAK
Intramuscular lipoma adalah kondisi yang jarang dan terhitung sekitar 1,8% dari semua tumor primer jaringan adiposa dan kurang dari 1%
dari semua lipoma. Tumor ini berasal dari jaringan otot pada berbagai lokasi. Giant intramuscular lipoma otot biceps brachii adalah tumor
yang jarang.

Seorang laki-laki usia 48 tahun dengan massa di lengan kanan atas. Massa tersebut muncul sejak satu tahun yang lalu dan ukurannya semakin
bertambah besar. Pada pemeriksaan fisik, terasa nyeri pada saat palpasi dan mobile. Pada foto polos, tak tampak jelas massa soft tissue pada
lengan atas. Computed tomography (CT) scan menunjukan massa hipodens pada otot biceps brachii dextra dengan densitas -72 hingga -83
Hounsfield. Magnetic resonance imaging (MRI), massa berasal dari otot biceps brachii. Pada T1 dan T2 weighted images, tampak lesi dengan

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 17


SARCOMATOID RENAL CELL CARCINOMA DIAGNOSED BY PERCUTANEOUS NEEDLE BIOPSY

intensitas yang tinggi, dan SPAIR menunjukan densitas yang sama


dengan lemak normal. Lesi tersebut di eksisi, didapatkan lesi dengan Contrast-Enhanced CT showed a large renal tumor in
ukuran lebih dari 12 cm. hasil patologi menunjukan intramuscular the inferior and posterior portion of the right kidney and a
lipoma. large mass in the retroperitoneum adjacent to the right kidney
and extending to the anterior portion of the abdominal
Lipoma berukuran lebih dari 5 cm di klasifikasikan sebagai giant aorta. There were also the right para-renal mass and para-
lipoma. Giant lipoma di ekstremitas atas, dari otot biceps brachii
aortic lymph node swelling. The renal tumor was irregularly
enhanced, but the retroperitoneal mass was not stained
adalah jarang. Pada pemeriksaan foto polos, dapat tidak terlihat,
significantly. The renal tumor was consistent with renal cell
atau tampak sebagai massa radiolusen dengan opasitas lemak. Pada carcinoma (RCC), but the pathology of the retroperitoneal
CT dan MRI, lipoma tampak sebagai massa non-invasive dengan
intensitas signal lemak yang homogen. Diagnosis banding utama
intramuscular lipoma adalah liposarcoma berdiferensiasi baik.
Penatalaksanaan yang dipilih adalah eksisi. Pemeriksaan patologi
adalah pemeriksaan yang penting untuk konfirmasi diagnosis.

Kami laporkan kasus jarang giant intramuscular lipoma biceps


brachii yang berhasil di eksisi dengan baik. CT dan MRI dapat
mengidentifikasi dan melokalisasi tumor ini, dan memfasilitasi
perencanaan operasi.

Kata kunci : intramuscular, lipoma, giant, biceps brachii

INTRODUCTION

A large retroperitoneal mass needs differential


diagnosis between malignant lymphoma and metastases. A
patient was referred to the Department of Urology because
of a large retroperitoneal mass and suspected renal mass from
the Department of Gastroenterology. Fig. 1. Enhanced CT of the tumors in the right kidney and in the ret-
roperitoneum.
A needle biopsy was carried out and diagnosis Four slices from the upper part of the tumor to the lower portion of
of sarcomatoid renal cell carcinoma was established by the right kidney (1 to 4). The renal tumor was irregularly enhanced,
but the retroperitoneal tumor was only faintly enhanced.
pathological study. Herein, we report the case and review the
literatures of sarcomatoid renal cell carcinoma.
mass was not certain. (Fig. 1)
The possible differential diagnoses were 1. Renal cell
CASE REPORT carcinoma with extensive metastases in the retroperitoneum,
2. Concurrent renal cell carcinoma and malignant lymphoma,
A 56-year-old man presented with discomfort in the or 3. Both tumors were malignant lymphoma.
abdomen and backache. He lost his body weight by 10 Kg in
6 months. Physical examination revealed slight tenderness in Laboratory data are as follows:
the epigastrium and right lower quadrant of the abdomen.
The blood pressure was 121/66 mmHg. Pulse rate was 67/min. WBC 17,930, RBC 440 x 104, Hb 13.3, Plt 31.5, TP 8.2, T Bil
0.44, BUN 12.8, Cr 0.70, AST 14, ALT 20, ALP 354, CRP 2.65, LDH
The chest x-ray showed a mass in the left lower lung 241, GLU 88, SCC Antigen < 1.0, CA 19-9 22, CEA 0.8, S-AMY 47,
field, suggesting metastasis. Plain film of the abdomen showed Electrolytes WNL
a large mass in the lower pole of the right kidney. Abdominal
plain CT showed tumors in the right kidney and giant tumors
in the retroperitoneum.

18 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Shoichi D. Takekawa, Hideo Sakuma, Maiko Baba, Shouei Sai, Yoshikei Miura, Kenji Kawakura,
Takehiko Abe, Hidenori Shinjo, Toshiyuki Saginoya, Hirotugu Munechika, Yasuo Fukaya.

A plain MRI study of the abdomen was added.


The coronal images of MRI showed a large mass in the
retroperitoneum as well as a large mass in the lower portion
of the right kidney and also a smaller mass in the upper
pole of the kidney. The smaller mass in the right kidney on
the previous axial CT seems to have been obscured by the
retroperitoneal giant mass. (Fig. 3)

Fig. 2. Ga Scintigraphy
111MBq of Ga citrate was injected. The frontal view (AP view)
shows high uptake in the upper part of the tumor. Posterior view (PA
view) shows less marked uptake in the right upper quadrant of the
abdomen. SPECT shows the highest uptake in the upper and left side
of the mass in the slice section.

Study by nuclear medicine: Fig. 4. Needle Biopsy of Retroperitoneal & Renal tumors.
Core needle biopsies were carried out under CT control. CT shows the
A Ga scintigraphy was carried out by the injection of positions of the tips of the biopsy sites.
The periphery of the renal tumor was not biopsied (B), but it seems to
111 MBq of Ga citrate, which showed a high uptake in the
be necessary to make the correct diagnosis of renal tumor, although
retroperitoneal tumor, but much less uptake in the right kidney. we obtained correct diagnosis of sarcomatoid renal cell carcinoma
(Fig. 2). Therefore, retroperitoneal malignant lymphoma was from the tissue in the retroperitoneal mass (A).
also entertained as a differential diagnosis.

Fig. 3. MRI of the kidney and retroperitoneum. (T2 WI, Coronal images) MR images show a large mass in the upper abdomen adjacent to the
right kidney (A), and lower pole of the right kidney and a smaller mass in the upper pole of the right kidney (B).

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 19


SARCOMATOID RENAL CELL CARCINOMA DIAGNOSED BY PERCUTANEOUS NEEDLE BIOPSY

Pathological study by needle biopsy: The tissue from the right kidney yielded mostly
fibrous tissue and no tumor tissue was found. Pathological
A core needle biopsy of the retroperitoneal and renal diagnosis was the right sarcomatoid renal cell carcinoma with
masses was carried out and the tissues obtained were studied retroperitoneal extension.
pathologically.
The patient was placed on IL-2 therapy (700,000 unit of
A Super-Core II, Disposable Semiautomatic System IL-2 in 500 ml normal saline). He was once discharged from
(Sheenman Co. Ltd.) was used. The portions of biopsy were the hospital, but he was readmitted when he developed
depicted by localization CT in the prone position. (Fig. 4) obstructive jaundice by enlarged retroperitoneal tumor
and general malaise, and he expired three months after the
diagnosis was established.

DISCUSSION

Sarcomatoid renal cell carcinoma is a rare type of renal


cell carcinoma, and it was found only 37 cases among 2100
cases (1.8%) of renal cell carcinoma at the Mayo Clinic.

Bennington and Beckwith(1) describe that most


common forms of such lesions were those mimicking
Rhabdomyosarcoma (10 cases) and fibrosarcoma (24 cases).
In many of the sarcomatoid forms, characteristic patterns of
renal adenocarcinoma may be found if enough sections of the
tumor are examined.

The majority of tumors classified as renal sarcoma


reviewed by the authors have proved to be sarcomatoid
renal adenocarcinoma by histochemical technics and careful
examination of multiple sections. Electron microscopy:
Fig. 5. Photomicrographs and immuno histochemical studies of the
biopsy tissues from the retroperitoneal mass.
Sarcomatoid renal adenocarcinomas do retain certain features
A: H-E stain (x20):Photomicrograph shows short round to spindle tu- of epithelial cells which help in distinguishing them from
mor cells, which are irregularly arranged. sarcoma (Tannennbaum).
B: Magnified view of H-E stain (x100): Photomicrograph shows the tu-
mor cells to have clear to eosinophilic cytoplasm and large and small Cangiano et al. retrospectively reviewed 31 consecutive
ovoid or irregular nuclei with distinct nucleoli. Multiple nuclei are cases of sarcomatoid RCC during 1990 – 1997 at UCLA(2) They
also noted. Tumor cells are gathered densely. Mitoses are scattered. found metastases at the time of radical nephrectomy in 84%
C: EMA stain is positive, revealing cell membrane element. of cases. Metastases were in the lung (67%), bone (40%), liver
D: CD10 is positive.
(21%), lymphatics (33%) and brain (15%).
Final pathological diagnosis was renal cell carcinoma, grade 3, sarco-
matoid type. The patients were placed o Immunotherapy in 81%
of cases, with interleukin (IL)-2-based therapy, and others.
One- and 2-year overall survival rates were 48% and 37%,
respectively. They concluded that surgical resection and
Pathological study revealed renal cell carcinoma, grade high dose IL 2-based immunotherapy may play a role in the
3,sarcomatoid type in the tissue from the retroperitoneal treatment of sacomatoid RCC in select patients.
tumor.No lymphatic tissue was present. Hematoxyline-eosine
stain (H-E stain) showed short spindle tumor cells, which were Wu and his associates(3) reported a case of sarcomatoid
arranged irregularly. Magnified H-E stain showed the tumor renal cell carcinoma. Their case was a 42-year-old male
cells to have clear to eosinophilic cytoplasm and large ovoid or patient presented with lower leg edema, shortness of breath,
irregular nuclei with distinct nucleoli. Immunohistochemistry body-weight loss of 5 kg over a 2-month period. Physical
of the tissues showed positive EMA and CD10. (Fig. 5) examination revealed the patient to be pale, of cachexia, and
palpable abdominal mass in right abdomen. Enhanced CT
revealed a giant renal tumor on the right, measuring about

20 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Shoichi D. Takekawa, Hideo Sakuma, Maiko Baba, Shouei Sai, Yoshikei Miura, Kenji Kawakura,
Takehiko Abe, Hidenori Shinjo, Toshiyuki Saginoya, Hirotugu Munechika, Yasuo Fukaya.

28 cm in diameter, extending upwards, backwards and also developed, and it is hoped that we will have a better method
to the left side of the abdomen. The tumor was irregularly of treatment for sarcomatoid renal cell carcinoma also.
enhanced peripherally with relative low density inside. Biopsy
of the right kidney confirmed sarcomatoid RCC. They reported Regarding biopsy, the true pathological diagnosis
that sarcomatoid RCC is an aggressive tumor and its prognosis depends on the correct site of tumor tissue without necrosis
was poor. or marked degeneration. The tissue obtained from the renal
tumor in our case was from the center of the tumor and not
Shuch and his associates(4) states in their comprehensive from the periphery of the tumor. It would be assumed that we
review that although accounting for only 5% or so of renal could have obtained the diagnosis of sarcomatoid RCC, if we
cell carcinoma, the aggressive nature and advanced stage biopsied the peripheral portion of the renal tumor.
of presentation makes sarcomatoid renal cell carcinoma
fairly common to practitioners who manage patients with
metastatic disease. They also introduced the pathology of CONCLUSION
sarcomatoid RCC as many urologists and medical oncologists
consider sarcomatoid RCC to be a clinically relevant grouping, A percutaneous needle biopsy is a useful method to
and the histology contains features similar to sarcomas, with establish pathological diagnosis of tumors. We reported a case
spindle-like cells, high cellularity, and cellular atypia; necrosis of sarcomatoid renal cell carcinoma, a rare type of RCC by core
and microvascular invasion are present in 90% and 30 % of needle biopsy, and its poor prognosis of the disease. A few
cases, respectively; the majority of tumors have a variable literatures on sarcomatoid RCC were reviewed.
amount of recognizable carcinoma elements.
Some parts of this article were reported at the 21th
They further states that in clinical presentation Annual meeting of Northern Chapter of Japanese Society of
sarcomatoid RCCs are usually extremely large, with a mean Interventional Radiology on July 19, 2008, and also at the 12th
tumor size of 9-10 cm. The incidence of metastatic disease is Annual Scientific Meeting of Indonesian Society of Radiology
extremely high at presentation, with 45-84% of cases; location in Yogyakarta on May 6, 2017 as a plenary lecture: “Less invasive
of metastases are lung, bone, nodes, liver and brain. They treatment for cancer patients by Interventional Radiology” by
states that core biopsy has emerged as a safe and reliable way Shoichi D. Takekawa.
of identifying renal malignancy and may replace fine needle
biopsy. We also succeeded in making diagnosis of sarcomatoid
RCC by core biopsy. REFERENCES

The median survival time of sarcomatoid RCC reported 1. Bennington JL, Beckwith JB. Sarcomatoid rernal cell
by majority of institutions is only 4-9 months after diagnosis. carcinoma. AFIP Fascicle 12, 1975; pp 160-1
As to the treatment of sarcomatoid RCC, Shuch and his
associates concluded as “There may be a role for combination 2. Cangiano T, Liao J, Naitoh J, Dorey F, Figlin R, and
chemotherapy with antiangiogenetic therapy in sarcomatoid Bellgegrun A. Sarcomatoid renal cell carcinoma: Biologic
RCC, but the ultimate improvement will come from better behavior, prognosis, and response to combined surgical
molecular and genetic characterization of sarcomatoid RCC resection and immunotherapy. J Clin Oncology, 1999; 17:
and design of specific therapies.” 523-8

According to Stratton and his associates(5) cancer 3. Wu MY, Liaw CC, Chen YC, Tian YC, Hsueh S, Jenq CC, Fang
genomes have been studied extensively and approximately JT, Yang CW. (Chang Gung Univ., Taipei, Taiwan) Nephrol
100, 000 somatic mutations from cancer genomes have been Dial Transplant, 2006; 22: 952-3
reported. Simplified technology to assess alteration of genes
4. Shuch B, Bratslavsky G, Linehan WM, Srinivasan R.
is rapidly advancing recently.
Sarcomatoid renal cell carcinoma: A comprehensive
review of the biology and current treatment strategies.
Santarpia and his associates(6) described that targeted
Oncologist, 2012; 17: 46-54
drugs in small-cell lung cancer is limited in its application and
express a hope in immunotherapy. However, targeted drugs 5. Stratton MR, Campbell PJ, Futreal PA: The cancer genome.
for lung small cell carcinoma seem to be effective in our Nature, 2009; 458: 719-24, doi: 10.1038/nature07943
experience in selective patients with marked prolongation
of the surviving time, when genomic characterization was 6. Santarpia M, Daffina MG, Karachaliou N, et al: Targeted
confirmed to be suitable for the treatment of the specific drugs in small-cell lung cancer. Transl Lung Cancer Res,
cancer. Genomic drugs and immunotherapy will be further 2016; 5: 51-70

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 21


CHOLEDOCHAL CYST PADA ANAK UMUR 8 BULAN

Hesti Gunarti1

1
Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan,
Universitas Gadjah Mada

CHOLEDOCHAL CYST IN AN 8 MONTHS-OLD CHILD

ABSTRACT
Choledochal cyst is a dilatation of extrahepatic billiary duct with or without intrahepatic billiary duct dilatation. The main diagnostic tool
for detection of a choledochal cyst, especially in childhood, is ultrasonography. In adults, computed tomography can confirm the diagnosis;
however, endoscopic retrograde cholangiography (ERCP) or magnetic resonance cholangiopancreaticography (MRCP) is the most valuable
diagnostic methods and can accurately show cystic segments of the biliary tree.

We reported an eight months-old child with jaundice, anemia, tea-like urine, and damp feces. She underwent ultrasound examination which
was interpreted as choledocal cyst and confirmed by CT of the abdomen. The patient later went to surgery, however she died of septic shock.

Keywords: Choledochal cyst, ultrasonography, computed tomography, ERCP, MRCP

ABSTRAK
Kista koledokus adalah dilatasi dari duktus biliaris ekstrahepatik dengan atau tanpa dilatasi duktus biliaris intrahepatik. Pemeriksaan radiologi
utama untuk mendeteksi kista koledokus terutama pada anak-anak adalah ultrasonografi. Pada orang dewasa pemeriksaan CT-scan lebih
diutamakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Bagaimanapun juga, Endoscopic Retrograde Cholangiography (ERCP) atau Magnetic Resonance
Cholangiopancreaticography (MRCP) adalah pemeriksaan yang lebih dapat dipercaya dan tepat untuk memperlihatkan bagian kistik dari
duktus bilier.

Dilaporkan perempuan 8 bulan dengan keluhan utama badan kuning, anemia, BAK seperti air teh, dan BAB dempul. Pasien mendapatkan
pemeriksaan ultrasonografi yang dikesankan sebagai kista duktus koledokus dan dikonfirmasi menggunakan pemeriksaan CT-scan. Pasien
mendapatkan terapi pembedahan, namun pasien meninggal karena syok septik.

Kata Kunci: Kista koledokus, ultrasonografi, computed tomography, ERCP, MRCP

PENDAHULUAN

Kista koledokus adalah dilatasi dari duktus biliaris ekstrahepatik dengan atau tanpa dilatasi duktus biliaris intrahepatik.1,2,3,4
Ada beberapa jenis klasifikasi dari kista koledokus. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Todani, yang
merupakan modifikasi dari klasifikasi Alonso-Lej. Klasifikasi tersebut membagi kista koledokus menjadi lima tipe utama dengan
beberapa sub-tipe. Tipe yang paling sering ditemui adalah tipe I berupa dilatasi sakular atau fusiform dari saluran empedu
ekstrahepatik dengan presentasi 50-90% kasus. Tipe IV adalah jenis yang paling banyak kedua pada tipe dewasanya dengan

22 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Hesti Gunarti

presentasi 11-35 %. Tipe IV berupa dilatasi saluran empedu Vater (1723) merupakan orang yang pertama kali
ekstrahepatal atau intrahepatal atau keduanya. 3,5,6 menjelaskan tentang dilatasi duktus koledokus. Pada tahun
1852, Douglas menulis laporan klinis pertama kali dari kista
Kista koledokus dapat terjadi pada semua usia. koledokus.1,6 Penyebab pasti dari kista koledokus masih
Sekitar dua pertiga pasien memperlihatkan gejala klinis menjadi perdebatan. Banyak penulis percaya bahwa kelainan
sebelum usia 10 tahun. Trias gejala klinis klasik yaitu nyeri ini adalah bawaan karena sebagian besar kista didiagnosis
perut, jaundice dan teraba massa kuadran kanan atas perut pada bayi dan anak-anak. Sebagian penulis percaya bahwa
ditemukan pada 30%-60 % dari pasien yang datang pada kista koledokus merupakan kelainan dapatan, karena sekitar
dekade pertama kehidupan dan hanya 20 % pada pasien 20% pasien didiagnosis saat dewasa bahkan saat usia lanjut.6,8
yang lebih tua.1,2,3,4,5 Gejala klinis kista koledokus biasanya
akibat dari stasis empedu, pembentukan batu, superinfeksi Pada tahun 1935, Yotsuyanagi mengajukan hipotesis
berulang dan peradangan. Obstruksi dan infeksi di semua bahwa kista koledokus timbul dari proliferasi tidak merata
kista koledokus, terutama dengan keterlibatan intrahepatik, epitel duktus koledokus saat lumen hepatic bud masih
juga menyebabkan sirosis bilier sekunder pada 40% -50% tertutup. Kanalisasi duktus biliaris menyebakan dilatasi yang
dari pasien, sehingga dapat timbul tanda-tanda dan gejala tidak normal pada tempat di mana proliferasi sel lebih aktif dan
hipertensi portal seperti perdarahan pencernaan bagian dindingnya relatif lemah. Hipoproliferasi duktus dari bagian
atas, splenomegali dan pansitopenia. Oleh karena itu distal menyebabkan bagian distal duktus relatif stenosis.
diagnosis yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk
mengurangi morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi Pada tahun 1973, Babbitt mengajukan hipotesis
kista koledokus. Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk bahwa terjadinya kista koledokus berhubungan dengan
membantu menegakkan diagnosis kista koledokus dengan refluk dari cairan pankreas kronis akibat dari hubungan tidak
tepat. normal duktus pankreatikus (duktus wirsungi) dengan duktus
koledokus (anomali pancreaticobiliary junction [APBJ]) ditandai
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan pilihan untuk dengan extraduodenal junction dari koledokus dengan saluran
pemeriksaaan awal untuk menentukan adanya kista koledokus pankreas, yang tidak mengenai sfinkter Oddi. Saluran ini
dan mempunyai sensitifitas 70%-97%. Untuk mengetahui ukurannya lebih panjang dan posisinya lebih tinggi, yang
hubungan kista dengan duktus biliaris dan membedakan menyebabkan refluks cairan pankreas. Regurgitasi cairan dari
kista koledokus dengan kista intraabdominal yang lain kadang pankreas ke duktus koledokus menyebabkan peradangan,
masih diperlukan modalitas seperti computed tomography penggundulan epitel, dan kelemahan dari dinding saluran
(CT), endoscopic retrograde cholangio pancreatography empedu, akhirnya mengarah pada pembentukan kista. Jadi,
(ERCP) dan magnetic resonance cholangiopanceatography kemungkinan besar terjadinya kista karena asosiasi dari
(MRCP).3,6,7,8,9 beberapa faktor, dan bukan hanya karena perkembangan
abnormal dari sistem duktal. 6,8
CT berguna dalam menunjukkan kontinuitas kista
dengan saluran empedu, hubungannya dengan struktur Penegakan diagnosis kista duktus koledokus dilakukan
sekitarnya dan adanya keganasan yang terkait. Pada pasien dengan memperhatikan tanda dan gejala dari hasil anamnesis,
dengan kista tipe IV dan penyakit Caroli, pemeriksaan ini pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoris dan hasil
berguna untuk menggambarkan dilatasi intrahepatik dan pemeriksaan radiologis. Modalitas yang dapat dipergunakan
luasnya penyakit seperti adanya keterlibatan hati difus atau untuk pemeriksaan kista koledokus adalah ultrasonografi
segmental terlokalisasi.3,6,7,8,9 (USG), computed tomography (CT) scan, endoscopic retrograde
cholangio pancreatography (ERCP), Magnetic resonance
Mengingat pentingnya peran radiologi dalam cholangio pancreatography (MRCP). 3,8
mendiagnosis kista koledokus dan implikasi diagnosis
terhadap prognosis dan tata laksana pasien-pasien kista Modalitas pencitraan yang pertama digunakan untuk
koledokus maka pengetahuan Dokter Spesialis Radiologi menilai kista koledokus adalah USG karena bersifat non-
mengenai kelainan ini merupakan hal yang penting. Tulisan invasif, cepat, berbiaya rendahm dan banyak tersedia. USG
ini diharapkan menambah pengetahuan mengenai gambaran dapat memberikan informasi tentang lokasi, ukuran kista,
kista koledokus sehingga diharapkan dapat mengenali dan serta hubungannya dengan struktur lain seperti vena porta,
mendiagnosis dengan tepat bila menemukan kasusnya duodenum dan hepar. USG colour Doppler berguna dalam
dalam praktek sehari-hari. Tujuan penulisan ini adalah menentukan struktur vaskuler yang berdekatan seperti vena
melaporkan kasus kista koledokus yang memiliki gambaran portal. Diagnosis kista koledokus memerlukan gambaran
pemeriksaan CT-scan sesuai dengan referensi dan hasil adanya hubungan kista dengan saluran empedu sehingga
operasi. dapat dibedakan dari kista intra-abdominal lain seperti
pseudo-kista pankreas, kista ecchinococcal dan kistadenoma

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 23


CHOLEDOCHAL CYST PADA ANAK UMUR 8 BULAN

empedu. 3,8,15 LAPORAN KASUS


CT berguna dalam menunjukkan kontinuitas kista Seorang pasien perempuan umur 8 bulan datang ke
dengan saluran empedu, hubungannya dengan struktur rumah sakit rujukan dari RS P dengan kolestasis. Delapan
sekitarnya dan adanya keganasan yang terkait. Gambaran bulan sebelum masuk rumah sakit anak lahir spontan, cukup
kista duktus koledokus pada CT berupa massa batas tegas bulan dengan berat badan lahir 2,5 kg. Ibu sudah melihat BAK
dengan densitas mendekati cairan (kistik) di porta hepatis seperti air teh tapi tidak diperiksakan. Empat bulan sebelum
yang merupakan lanjutan dari sistem duktus proksimal masuk rumah sakit, anak menjadi kuning, BAB seperti dempul,
maupun distal dengan atau tanpa dilatasi duktus intrahepatal BAK seperti air teh, kemudian diperiksakan ke RSUD M. Hasil
dan post pemberian kontras bisa tampak penyangatan laboratorium darah saat itu adalah IgG CMV positif, SGOT
pada dindingnya. Pada pasien dengan kista type IV dan 443, SGPT 228, GGT 1417, ALP 824. Dilakukan USG dengan
penyakit Caroli, CT berguna untuk menggambarkan dilatasi sebelumnya puasa 12 jam hasil menurut orang tuanya baik.
intrahepatik dan luasnya penyakit seperti adanya keterlibatan Anak didiagnosis kolestasis dan mendapat terapi rutin
hati difus atau segmental terlokalisasi. Hal ini penting karena urdafalk, elkana, inj Vit K tiap bulan. Anak rutin kontrol tiap
kista type IV atau penyakit Caroli lokal dapat diobati dengan bulan
lobektomi segmental. Keganasan dapat diidentifikasi sebagai
massa atau lesi fokal dengan penebalan dinding pada CT.8 Dua hari sebelum masuk rumah sakit anak demam,
perut tampak membesar, terdapat bengkak pada kaki, tidak
ERCP merupakan metode invasif yang dapat dengan ada sesak tidak ada kejang. Anak dirawat di RS P dilakukan
jelas menunjukkan anomali dari saluran pancreaticobiliary. pemeriksaan laboratorium darah dengan hasil Hb 4,9, AL
Pada ERCP, endoskopi dimasukkan dengan menandai papilla 57.900, AT 312,000 anak didiagnosis anemia mendapat
Vateri dan setelah duktus koledokus atau pankreas tercapai, terapi antibiotik, analgesik, injeksi vitamin K, tranfusi PRC dan
bahan kontras disuntikkan ke dalam saluran empedu dan disarankan rujuk ke RSUP Dr. Sardjito.
secara bersamaan dilakukan rekaman. Metode pencitraan
ini dianggap sebagai standar emas sampai dekade 70-an, Hasil pemeriksaan fisik pada saat masuk rumah sakit,
dan paling sering digunakan sesaat sebelum intervensi kondisi umum pasien tampak lemah tapi masih compos
bedah. ERCP tidak diindikasikan untuk diagnosis pada anak- mentis. Untuk abdomen tampak distensi, peristaltik normal.
anak karena memerlukan anestesi umum dan kemungkinan Hati teraba 8 cm di bawah arkus kosta dengan liver span 13 cm,
menyebabkan pankreatitis serta keterbatasan metode dalam berbenjol-benjol. Lien teraba Schuffner III. Pasien kemudian
evaluasi saluran bilier proksimal, yang cenderung abnormal diperiksa laboratorium darah dan foto toraks. Hasil foto toraks
dan juga tergantung pada keterampilan pemeriksa. Usia dikesankan cardiomegaly dengan kecurigaan RVH dan RAH.
termuda anak dengan kista koledokus yang dilakukan ERCP
yang pernah dilaporkan adalah 18 bulan 3,8, 16 Pasien ini dilakukan pemeriksaan ultrasonografi di
mana tampak lesi anekoik batas tegas membulat dinding
MRCP adalah pencitraan diagnostik non-invasif ireguler, multipel di ekstrahepatic bile duct, tampak dinding
untuk mendeteksi pankreas dan saluran empedu, dan dapat sistema biliaris menebal. Ukuran dan ekostruktur vesika
menghindari komplikasi serius yang berhubungan dengan felea normal dengan dinding menebal. Pada hepar tampak
ERCP. MRCP memiliki akurasi yang baik untuk mendeteksi ekostruktur meningkat inhomogen, tampak pelebaran IHBD.
kista koledokus dan secara akurat memperlihatkan segmen Hasil pemeriksaan USG tersebut dikesankan mengarah
kistik saluran empedu. MRCP mampu mendiagnosis kista gambaran choledochal cyst di ekstrahepatic bile duct disertai
koledokus dengan akurasi 82% - 100%. MRCP juga dapat pelebaran intrahepatic bile duct dengan tanda-tanda
mendiagnosis dengan baik striktur saluran empedu, dilatasi, cholangitis dan mengarah gambaran diffuse parenchimal liver
maupun filling defect yang lebih besar dari 3 mm.3, 6, 8 disease dengan kecurigaan abses hepar multipel. Disarankan
CT-scan abdomen dengan kontras.
Terapi kista koledokus adalah pembedahan. Eksisi
kista adalah terapi pilihan, diikuti dengan pembentukan
sambungan bilioenterik. Rekonstruksi bilier yang mengikuti
eksisi biasanya dilakukan hepaticojejunostomy Roux-en-Y.
Prosedur tersebut meningkatkan risiko ulkus peptikum dan
malabsorpsi lemak. Kelemahan ini bisa diatasi dengan jejunal
interposition hepaticoduodenostomy.

24 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Hesti Gunarti

Gambar 1. Hasil USG pada pasien dengan klinis kolestasis, tampak lesi anekoik multipel dengan batas tegas mem-
bulat dan dinding ireguler di extrahepatic bile duct.

Kemudian dilakukan pemeriksaan CT-scan abdomen dengan kontras, tampak lesi hipodens (7,5 HU) batas tegas bentuk
bulat multipel di common bile duct ukuran 4,5 x 3 x 3,5 cm dan 1,8 x 1,55 x 2,41 cm di mana paska-pemberian kontras tak tampak
enhancement. Pada hepar tampak densitas meningkat inhomogen, ekostruktur kasar, struktur bilier intra-hepatal melebar (2,8
– 5,9 mm), vaskuler intrahepatal tak prominen. Hasil CT-scan tersebut dikesankan mengarah gambaran kista duktus koledokus
tipe IV dengan fibrosis hepar, ascites minimal, tak tampak massa di hepar, dan distensi sebagian kolon.

Gambar 2. CT-scan abdomen pre-kontras dan paska-kontras, tampak lesi hipodens (7,5 HU) batas tegas bentuk
bulat multipel di common bile duct ukuran 4,5 x 3 x 3,5 cm dan 1,8 x 1,55 x 2,41 cm paska-pemberian kontras tak
tampak enhancement.

Kemudian dilakukan prosedur laparotomi dengan diagnosis pra-bedah dan paska-bedah adalah kista common bile duct.
Tindakan yang dilakukan adalah laparotomi kistektomi, shunting kista-jejenostomi, shunting jejeno-jejenostomi Roux-en-Y. Tiga
hari setelah operasi pasien meninggal karena syok septik.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 25


CHOLEDOCHAL CYST PADA ANAK UMUR 8 BULAN

PEMBAHASAN Kistadenoma bilier dan kistadenokarsinoma bilier


adalah pre-maligna dan neoplasma ganas kistik duktus bilier,
Kolestasis adalah terganggunya aliran empedu yang menjelaskan kurang dari 5% dari lesi kistik intrahepatik
bahkan sampai berhentinya aliran empedu tersebut. Secara asal bilier. Timbul terutama dari saluran intrahepatik dan jarang
klinis dapat diketahui dengan adanya ikterus/jaundice. dari saluran ekstrahepatik atau kandung empedu. Gambaran
Penyakit yang menyebabkan gejala ikterus/jaundice pada CT berupa massa kistik kompleks soliter batas tegas dengan
anak cukup banyak diantaranya adalah infeksi hepatitis kapsula fibrosa tebal, septasi internal dan nodul mural dan
yang bisa disebabkan TORCH, hepatitis viral, atresia bilier paska-pemberian kontras tampak penyangatan pada septa
atau kista koledokus. Hal ini sering menyebabkan kesukaran dan nodulnya.17,18,20
dalam diagnosis. Sedangkan kepastian diagnosis sangat
penting karena berhubungan denga ketepatan terapi dan Kolangiokarsinoma adalah tumor ganas yang timbul
prognosis penyakit. Dalam usaha menentukan diagnosis dari saluran empedu. Kolangiokarsinoma intrahepatik
ikterus kolestasis, maka dilakukan pemeriksaan radiologis merupakan 10 % -20 % dari semua tumor hati primer.
yang dapat memberikan gambaran saluran empedu dan Gambaran khas CT dari kolangiokarsinoma berupa massa
dapat menunjukan letak dari sumbatan. dengan atenuasi homogen, penyangatan perifer yang
ireguler, penyangatan sentripetal yang bertahap, retraksi
USG adalah modalitas pencitraan utama untuk kapsuler, dan terdapat nodul satelit.22
membedakan penyakit yang dapat menyebabkan gejala
ikterus/jaundice tersebut. Hasil pemeriksaan USG pasien ini Berdasarkan kriteria pada beberapa literatur, gambaran
sudah lebih mengarah ke satu penyakit yaitu kista duktus CT pada kasus ini sesuai dengan gambaran kista koledokus
koledokus dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain tipe IV. Selain itu pada pasien ini tampak adanya fibrosis hepar
seperti atresia biliaris. Diagnosis kista koledokus memerlukan dan splenomegali. Gambaran radiologis ini juga didukung
gambaran adanya hubungan kista dengan saluran empedu. dengan hasil laporan operasi yang menyatakan tampak
CT scan berguna dalam menunjukkan kontinuitas kista kista koledokus di subhepatik yang membesar dari regio
dengan saluran empedu dan hubungannya dengan struktur hipokondrium sinistra ke dextra.
sekitarnya. 3,8

Gambaran lesi hipodens (kistik) di abdomen KESIMPULAN


regio kanan atas pada pemeriksaan CT mempunyai
beberapa diagnosis banding. Di antaranya adalah simple Telah dilaporkan seorang anak perempuan usia 8
cyst hepar, kistadenoma dan kistadenokarsinoma bilier bulan datang ke RSUP Dr. Sardjito rujukan rumah sakit lain
serta kolangiokarsinoma. Simple cyst hepar adalah lesi dengan diagnosis kolestasis. Pemeriksaan radiologi yang
jinak yang tidak berhubungan dengan biliary tree. Kista ini tepat dan interpretasi yang benar akan sangat membantu
sering ditemukan pada wanita, biasanya tanpa gejala, dan klinisi dalam penatalaksanaan kista koledokus. Diperlukan
ditemukan sering secara kebetulan pada usia dekade kelima- pengetahuan dalam memeriksa dan memberikan interpretasi
ketujuh kehidupan, serta bisa soliter maupun multipel. Pada untuk mendiagnosis kista koledokus, yang didukung dengan
pemeriksaan CT, simple cyst hepar tampak sebagai lesi hasil laporan operasi.
dengan densitas air (-10 sampai 10 HU) berbatas tegas,
dinding tipis halus, bentuk bulat atau oval, biasanya tidak
ada septa, fluid–debris level, mural nodul, maupun kalsifikasi DAFTAR PUSTAKA
dinding. Paska-pemberian kontras tak tampak penyangatan
pada dinding lesi. 17,18
1. Maheshwari P. Cystic malformation of cystic duct: 10
cases and review of literature. World J Radiol. 2012; 4(9):
Pseudocyst pankreas didefinisikan sebagai koleksi
413-17
lokal dari cairan kaya-amilase yang terletak di dalam jaringan
2. Pereira LH, Silva JM, Neto LS,. Bittencourt DG, Hessel G.
pankreas atau berdekatan dengan pankreas dan dibatasi
Choledochal cyst: a 10-year experience. J Pediatr. 2000;
jaringan fibrosa yang tidak memiliki lapisan epitel. Temuan
76(2):143-8
CT pada pseudokista pankreas adalah lesi hipodens bentuk
3. De Vries JS, S. De Vries s, Aronson DC, Bosman DK,
bulat atau oval dengan dinding tipis yang nyaris tak terlihat
Rauws EAJ, Bosma A, Heij HA, Gouma DJ, Van Gulik TM.
atau dinding tebal yang memperlihatkan penyangatan pada
Choledochal Cysts: Age of Presentation, Symptoms, and
paska-kontras. Lesi ini tidak berhubungan dengan biliary tree.
19
Late Complications Related to Todani’s Classification,
Journal of Pediatric Surgery. 2002; 37(11): 1568-73
4. Lu S. Biliary cysts and strictures. in: Kaplowitz N(eds). Liver

and Biliary Diseases, Baltimore, MD, Williams and Wilkins,

26 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Hesti Gunarti

1996, pp 739-753
5. Lipsett P. Biliary atresia and cysts. in Pitt H (eds): The Biliary
Tract (part of Clinical Gastro Enterology). London, UK,
Balliere Kindall, 1997, 11 (4), pp 626-641
6. Tadokoro H, Takase M. Recent advances in choledochal
cysts, Open Journal of Gastroenterology. 2012; 2: 145-54
7. Singham J, Yoshida EM, Scudamore CH. Choledochal
cysts, Can J Surg. 2009; 52(6): 506-11
8. Souza LRMF, Rodrigues FB, Tostes LV, Barreto GB, Cardoso
MS. Imaging evaluation of congenital cystic lesions of the
biliary tract. Radiol Bras. 2012; 45(2):113-17.
9. Büyükyavuz Y, Ekinci S, Çiftçi AO, Karnak Y, Mehmet Emin,
Senocak ME, Tanyel FC, Büyükpamukçu N. A retrospective
study of choledochal cyst: clinical presentation, diagnosis
and treatment. The Turkish Journal of Pediatrics. 2003; 45:
321-25
10. Mortele KJ, Ros PR. Anatomic variants of the biliary tree:
MR cholangiographic findings and clinical applications.
AJR. 2001; 177:389-94.
11. Standring S, Gray H. Gray’s Anatomy. The Anatomical Basis
of Clinical Practice. Churchill Livingstone; 2008.
12. Netter FH. Atlas of human anatomy. 5th Ed. Elsevier Inc;
2010.
13. Mortele KJ, Rocha TC, Streete JL, Taylor AJ. Multimodality
Imaging of Pancreatic and Biliary Congenital Anomalies 1.
RadioGraphics. 2006; 26:715-31
14. Cvetkovic A, Markovic R, Milosevic B, Choledochal cyst-
presentation of the disease with a case report. Bosnian
Journal of Basic Medicall Sciences. 2011; 11 (3): 195-96
15. Rumack CM, Wilson SR, Charboneau JW, Levine D.
Diagnostic Ultrasound. 4th ed. Philadelphia: Mosby; 2011
16. Sharma AK, Wakhlu A, Sharma SS. The role of endoscopic
retrograde cholangirpancreatography in the management
of choledochal cysts in children. J Pediatr Surg. 1995;
30:60-7.
17. Mortele KJ, Ros PR. Cystic Focal Liver Lesions in the Adult:
Differential CT and MR Imaging Features. RadioGraphics.
2001; 21:895-910
18. Vachha B, Sun MRM. Sun, Siewert B, Eisenberg RL. Cystic
lesions of the liver, AJR 2011; 196:W355–W366
19. Kim YH, Saini S, Sahani D, Hahn PF, Mueller PR, Auh YH.
Imaging diagnosis of cystic pancreatic lesions: pseudocyst
versus nonpseudocyst. RadioGraphics 2005; 25:671-85
20. Korobkin M, Stephens DH, Lee KT, Stanley RJ, Fishman EK,
Francis IR, Alpern M B, Rynties M. Biliary cystadenoma and
cystadenocarcinoma: CT and sonographic findings, AJR.
1989;153:507-11.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 27


PRINSIP, TEKNIK DAN ALGORITMA UNTUK KARAKTERISASI
PENCITRAAN LESI-LESI ADRENAL INCIDENTALOMA

Bambang Purwanto Utomo1, Pramiadi2

Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada


1

Residen Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada


2

PRINCIPLES, TECHNIQUES, AND ALGORITHMS FOR THE IMAGING

CHARACTERIZATION OF ADRENAL INCIDENTALOMA LESIONS

ABSTRACT
Adrenal Incidentaloma lesions are commonly detected by Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging. Lesion characterization
is essential to predict the prognosis of the primary disease, to assess staging, and direct therapy. Imaging plays a critical role in the
characterization of adrenal incidentaloma lesions. Imaging modalities have been developed forr accurately differentiating lesions by using
anatomic and physiologic imaging principles and major adrenal imaging techniques currently available which include newly developed
promising techniques. An imaging algorithm is provided to guide radiologists in recognizing, reporting, and managing adrenal lesions, so
it leads to the appropriate test to make correct diagnosis. The purpose of this article is to discuss the principles, techniques and imaging
algorithms in characterizing adrenal lesions.

Keywords : Adrenal incidentaloma, adrenal characterization, imaging principles, imaging techniques, imaging algorithms.

ABSTRAK
Lesi-lesi adrenal insidentaloma umumnya terdeteksi pada Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging. Karakterisasi lesi sangat
penting untuk memprediksi prognosis penyakit primer, menilai staging, dan terapi langsung. Pencitraan memainkan peran penting dalam
karakterisasi lesi adrenal insidentaloma. Modalitas pencitraan telah dikembangkan sehingga dapat secara akurat membedakan lesi ini dengan
menggunakan prinsip pencitraan anatomi dan fisiologis dan teknik pencitraan adrenal utama yang tersedia saat ini, termasuk teknik-teknik
baru yang menjanjikan. Algoritma pencitraan disediakan untuk memandu ahli radiologi dalam mengenali, melaporkan, dan mengelola lesi
adrenal, sehingga menuju ke tes yang tepat untuk membuat diagnosis yang benar. Tujuan penulisan artikel ini untuk membahas prinsip,
teknik dan algoritma pencitraan dalam mengkarakterisasi lesi adrenal.

Kata Kunci : Adrenal incidentaloma, karakterisasi adrenal, prinsip pencitraan, teknik pencitraan, algoritma pencitraan.

PENDAHULUAN
Sejak awal tahun 1980-an, massa adrenal yang ditemukan secara tidak sengaja telah menjadi masalah klinis umum
sebagai akibat dari penggunaan prosedur pencitraan anatomis resolusi tinggi secara luas, terutama computed tomography
(CT) dan magnetic resonance imaging (MRI). Massa adrenal yang terdeteksi selama pemeriksaan CT atau MRI yang dilakukan

28 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Bambang Purwanto Utomo, Pramiadi

karena alasan selain kecurigaan abnormalitas adrenal disebut akurat. Namun jauh lebih aman mengkatagorikan beberapa
sebagai adrenal insidentaloma.1 Adrenal insidentaloma lesi yang tidak dapat dikarakteristikkan daripada risiko
terlihat pada sekitar 4% - 6% dari populasi yang dilakukan kesalahan diagnosis pada lesi yang bersifat ganas.7,9
pencitraan.1–3 Hampir semua lesi terbukti jinak pada pasien
tanpa riwayat kanker.1,4,5 Pada pasien yang terdiagnosis Teknik pencitraan berupa CT, MRI, positron emission
memiliki keganasan ekstra-adrenal, umumnya menunjukan tomography (PET) dan PET/CT dapat mengkarakterisasi
lesi tersebut merupakan metastasis.6 Karakterisasi lesi sangat berbagai lesi jinak adrenal dengan mudah. Karakterisasi lesi
penting untuk memprediksi prognosis penyakit primer, adrenal incidentaloma pada pencitraan berdasarkan pada
penentuan stadium, dan penentuan terapi yang tepat. Dokter tiga prinsip fisiologis yang berbeda secara fundamental: (a)
radiologi memainkan peran penting dalam karakterisasi konsentrasi lemak intraseluler dari massa, (b) perilaku kontras
adrenal insidentaloma.7 Tujuan penulisan artikel ini untuk intravena dari massa atau perbedaan perfusi antara massa
membahas prinsip pencitraan anatomi dan fisiologis yang jinak dan ganas, dan (c) aktivitas metabolik dari massa.7,9,10
digunakan untuk membedakan massa adrenal, menyajikan Metode yang digunakan dalam karakterisasi lesi melalui
teknik pencitraan yang tersedia untuk dokter radiologi, penilaian pada fitur morfologi makroskopik, pencitraan serial,
dan merekomendasikan algoritma pencitraan yang dapat teknik lipid-sensitive imaging, pencitraan perfusi adrenal,
memandu dokter radiologi dalam menegakan diagnosis yang pencitraan metabolik atau fungsional adrenal dan teknik
benar. pencitraan terbaru.

Prevalensi dan Etiologi Adrenal Incidentaloma Fitur Morfologi Makroskopik

Studi otopsi menunjukkan prevalensi massa adrenal Fitur morfologi makroskopik yang dinilai diantaranya
tanpa klinis sekitar 2% (berkisar 1-8,7%) dan meningkat seiring ukuran, bentuk, margin, homogenitas atenuasi, serta adanya
usia. Studi radiologi melaporkan frekuensi sekitar 3% pada komponen air dan lemak pada lesi.7 Temuan yang lebih
usia 50 tahun dan meningkat hingga 10% pada orang tua. mencurigakan untuk keganasan termasuk lesi berukuran
Di usia kanak-kanak, adrenal incidentaloma sangat jarang.2–4,8 besar, margin ireguler, tampilan heterogen, dan pertumbuhan
Penyebab terbanyak adalah adenoma sebesar 50% – 80%7, yang ukuran yang cepat.11 Jika lesi lebih dari 4 cm maka sekitar 70%
terdiri dari 94% adenoma non-fungsional dan 6 % adenoma kemungkinan merupakan lesi ganas, sedangkan jika >6 cm
fungsional (5% merupakan cortisol-secreting adenoma maka kemungkinan ini meningkat menjadi 85%.2,6 Pada lesi
sedangkan 1% adalah aldosteronoma).2,3,6 Lesi jinak lainnya yang lebih dari 4 cm, adrenocortical carcinoma harus sangat
termasuk myelolipoma sebanyak 9% dan cyst, hemorrhagie, dipertimbangkan, terutama jika pasien tidak memiliki riwayat
ganglioneuroma, hemangioma serta granulomatous yang keganasan lain.12 Beberapa myelolipoma juga besar karena
secara keseluruhan sebesar 1% - 2% dari lesi yang terdeteksi.1–3,6 adanya lemak makroskopik,1,6,13 besarnya dapat melebihi 4 cm
Lesi yang bersifat ganas yang dilaporkan sekitar 2% - 3% namun bisanya tidak lebih dari 6 cm.1
dari semua lesi yang terdeteksi, yang meningkat jumlah
dan proporsinya dengan usia pasien.6 Beberapa laporan Lesi inhomogen dapat menandakan suatu keganasan,
menunjukkan bahwa adrenocortical carcinoma (<5%) dan terutama jika lesi besar. Namun lesi jinak dan ganas dapat
pheochromocytoma (5%) yang lebih sering terlihat daripada heterogen dalam atenuasi. Area nekrotik yang besar pada
lesi metastasis.2,6 Lesi ganas lainnya yang jarang ditemukan lesi biasanya menandakan keganasan. Sebaliknya, metastasis,
termasuk lymphoma, hemangiosarcoma dan neuroblastoma.7 sering homogen dan mirip dengan adenoma, terutama
ketika ukurannya kecil. Kebanyakan adrenal cyst, menunjukan
atenuasi air yang homogen dengan kapsul yang tipis,
Prinsip Pencitraan Adrenal Incidentaloma meskipun beberapa dapat menjadi complex cyst yang kadang-
kadang dibingungkan dengan necrotic adrenal carcinoma.1,5
Karakterisasi lesi adrenal incidentaloma yang terdeteksi Bentuk atau marginasi lesi kadang-kadang dapat membantu,
tergantung pada apakah lesi fungsional atau lesi non- karena lesi besar dengan batas yang ireguler biasanya ganas.
fungsional dan kemudian apakah lesi jinak atau ganas. Beberapa adenoma kadang-kadang menunjukkan iregularitas,
Adenoma fungsional dan pheochromocytoma ditentukan juga pada pasien dengan malignansi ekstra-adrenal, adrenal
dengan tes biokimia.9 Untuk lesi non-fungsional menjadi dengan multinodul biasanya bersifat jinak.8
tantangan klinis dan pencitraan yang paling utama dalam
menentukan apakah lesi tersebut jinak atau ganas. Teknik
pencitraan harus cukup sensitif untuk mendeteksi adanya lesi Pencitraan Serial
adrenal fokal, namun juga harus memiliki spesifisitas yang
tinggi dalam karakterisasi lesi adrenal jinak atau ganas yang Riwayat pencitraan sebelumnya dan evaluasi

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 29


PRINSIP, TEKNIK DAN ALGORITMA UNTUK KARAKTERISASI PENCITRAAN LESI-LESI ADRENAL INCIDENTALOMA

pencitraan berikutnya (6 bulan) sangat penting dalam dengan sensitivitas hingga 71% dan spesifisitas 98%.17 Dalam
karakterisasi lesi adrenal incidentaloma yang dapat menilai praktek klinis, atenuasi 10 HU pada CT tanpa kontras menjadi
perubahan morfologi lesi terutama pada pasien dengan nilai ambang batas yang paling banyak digunakan untuk
riwayat keganasan.14 Lesi jinak jarang membesar atau diagnosis adenoma kaya lemak.10 Ada keterbatasan untuk CT
membesar sangat lambat pada pencitraan serial. Bila lesi densitometri tanpa kontras. Pertama, 30% adenoma memiliki
stabil dalam ukuran dan morfologi hampir dapat diasumsikan lemak yang rendah dengan nilai atenuasi melebihi 10 HU
jinak. Kebalikannya bila lesi tumbuh membesar dan terdapat pada CT tanpa kontras, sama seperti pada hampir semua lesi
perubahan morfologi, hampir selalu ganas.7,9,14 Namun ganas.1,5,16,18–20 Kedua, dua studi15,21 telah melaporkan bahwa
beberapa lesi jinak (adenoma dan myelolipoma yang memiliki CT dengan detektor tunggal dan CT dengan multi detektor
kecenderungan perdarahan) serta adrenal hemorrhage, lesi menghasilkan tingkat atenuasi yang sedikit berbeda tetapi
akan tampak cepat membesar.13 Sebaliknya, lesi menjadi lebih secara statistik cukup signifikan, hal ini dapat menyebabkan
kecil pada massa adrenal hemorrhage jinak dan keganasan kategorisasi yang keliru.20 Kesalahan yang sering dilakukan
yang diobati kemoterapi terutama lymphoma.14 adalah penempatan region of interest (ROI) yang salah, baik
karena memasukan bagian lemak retroperitoneal sekitarnya
dalam ROI, atau karena memilih ROI yang terlalu kecil,
Teknik Lipid-sensitive Imaging sehingga terlalu sedikit piksel yang mewakili rata-rata atenuasi
lesi (Gambar 1).14
Teknik ini sangat berguna untuk karakterisasi
lesi adrenal incidentaloma karena hampir 70% adenoma
mengandung banyak lemak intraseluler (terutama kolesterol, Analisis Computed Tomography Histogram
asam lemak, dan lemak jenuh), sedangkan hampir semua
lesi ganas mengandung sedikit lemak.15,16 Berbagai teknik Teknik ini melibatkan penempatan ROI lebih dari sekitar
pencitraan dapat digunakan untuk menilai untuk konten 1/3 sampai 2/3 dari luas permukaan adrenal yang kemudian
lemak termasuk CT tanpa kontras, analisis histogram CT, dual- diproses dengan alat analisis histogram pada workstation CT
energy CT dan chemical shift MRI.10 viewer.22 Teknik ini memungkinkan pengukuran jumlah dan
jangkauan pengukuran atenuasi piksel, yang divisualisasikan

Gambar 1. Massa adrenal kanan ukuran 2 cm pada CT tanpa kontras. (A) ROI terlalu kecil (panah) menghasilkan atenuasi -15 HU.
(B) ROI terlalu kecil (panah) menghasilkan atenuasi 23 HU. (C) Pengukuran ROI yang benar (panah) menghasilkan atenuasi 5 HU,
konsisten dengan adenoma yang kaya lemak.14

secara grafis dengan atenuasi piksel sepanjang sumbu x dan


Computed Tomography Tanpa Kontras frekuensi piksel sepanjang sumbu y (Gambar 2).7,9 Jumlah
lemak intrasitoplasma dalam sel lesi sebanding dengan
Konsentrasi lemak intraseluler yang tinggi paling jumlah piksel dengan nilai atenuasi kurang dari 0 HU dalam
banyak ditemukan pada adenoma yang ditandai dengan ROI.10 Analisis histogram CT lebih sensitif daripada CT tanpa
atenuasi yang rendah pada pencitraan CT tanpa kontras.10 maupun dengan kontras yang menggunakan nilai ambang 10
Studi meta-analisis oleh Boland dkk, membuktikan bahwa HU untuk karakter adenoma,7,9,10 yang menunjukan sensitivitas
karakteristik adenoma yang kaya lemak pada CT tanpa kontras mencapai 84% sampai 91%.23,24
memiliki atenuasi dengan ambang batas sampai 10 HU,

30 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Bambang Purwanto Utomo, Pramiadi

Dual-energy Computed Tomography proton lemak dan proton air.1,5,28 Perbedaan frekuensi ini
menyebabkan proton air dan lemak berada pada fase yang
Prinsip Dual-energy CT berdasarkan pada perbedaan relatif berbeda selama proses akusisi dan memungkinkan
atenuasi sinar-X energi rendah dengan sinar-X energi tinggi. didapatkan perbedaan gambar pada in-phase dan opposed-
Fenomena ini dimanfaatkan untuk mendeteksi lemak dalam phase.29 Proton air berputar pada frekuensi yang lebih tinggi
adrenal dengan cara mengukur perbedaan atenuasi pada daripada proton lemak sehingga sinyal MR dari proton air dan
sinar-X energi tinggi 140 kVp dan energi rendah 80 kVp.9 Studi lemak dalam voxel dapat dibedakan satu sama lain selama
sebelumnya menunjukkan jaringan yang mengandung lemak opposed-phase gradient-echo MRI.28,30 Lemak intrasitoplasma
memiliki perbedaan atenuasi lebih dari 6 HU (Gambar 3).25,26 ditandai dengan penurunan intensitas sinyal pada gambar
Teknik ini dapat diterapkan untuk mengidentifikasi lemak pada opposed-phase jika dibandingkan dengan gambar in-phase
adenoma atau myelolipoma.9 Gupta dkk membuktikan bahwa (Gambar 4).29
karakteristik spesifik untuk adenoma berupa penurunan
atenuasi pada energi 140 kVp dan 80 kVp, sedangkan pada
metastasis dikarakteristikan dengan peningkatan atenuasi
pada energi 80 kVp.27

Gambar 4. Analisis kualitatif massa adrenal kiri (panah) pada gambar


MRI menunjukkan penurunan intensitas sinyal antara gambar T1-WI
GE in-phase (A) dengan gambar T1-WI GE opposed-phase (B) konsist-
en dengan adenoma.29

Gambar 2. Adenoma kiri yang rendah lemak (20 HU). (a) CT scan tan-
pa kontras potongan aksial dengan ROI (merah) ditempatkan di atas Analisis lemak intrasitoplasma pada chemical shift MRI
massa untuk analisis histogram. (B) Histogram lesi dengan atenuasi menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif yang menilai
piksel terhadap jumlah piksel. Hitungan piksel negatif adalah 32%, lesi adrenal incidenlaoma pada gambar in-phase dan opposed-
konsisten dengan adenoma.7 phase.29 Metode kualitatif dilakukan dengan menilai secara
visual gambar opposed-phase dibandingkan dengan gambar
in-phase untuk mengevaluasi penurunan intensitas sinyal,
dibandingkan dengan struktur yang berdekatan yang terlihat
pada bagian yang sama sebagai referensi visual (misal: hepar
dan lien).29 Metode ini adalah yang paling banyak digunakan,
mungkin karena tidak memakan waktu, dan dianggap dapat
diandalkan sebagai analisis kuantitatif.30 Metode kuantitatif
dilakukan dengan mengukur intensitas sinyal pada pemetaan
ROI pada lesi di kedua gambar in-phase dan opposed-phase
dan kemudian menghitung penurunan sinyal (Gambar
5).29,31 Berbagai metode perhitungan diperinci pada Tabel
1. Parameter yang sering digunakan adalah adrenal signal
intensity index (ASII) dan adrenal-to-spleen ratio (ASR).10,31 Lien
Gambar 3. Nodul adrenal kiri pada dual-energy CT. (A) Atenuasi pada merupakan jaringan referensi yang paling sering digunakan
energi 140 kVp sebesar +13 HU. (B) Atenuasi pada energi 80 kVp karena hepar dan otot sering terdapat infiltrasi lemak.29
sebesar +8,5 HU, menunjukan lemak intraseluler, konsisten adenoma
Namun, teknik kuantitatif ini agak rumit untuk dihitung dan
rendah lemak.27
tidak sering digunakan dalam praktek klinis.32 Sensitivitas
dan spesifitas chemical shift MRI untuk diferensiasi adrenal
Chemical shift MRI insidentaloma mirip dengan densitometri CT unenhanced,
masing-masing 81-100% dan 94-100%.28,33
Teknik ini mendeteksi kandungan lemak intrasitoplasma
berdasarkan prinsip perbedaan frekuensi resonansi dari

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 31


PRINSIP, TEKNIK DAN ALGORITMA UNTUK KARAKTERISASI PENCITRAAN LESI-LESI ADRENAL INCIDENTALOMA

Pencitraan Perfusi Adrenal

• Pencitraan First-pass Perfusion

Informasi kuantitatif mutlak mengenai blood


volume (BV), blood flow (BF), mean transit time (MTT), dan
permeability surface-area production (PS) dapat dihitung
dengan menggunakan metode pencitraan ini.10 Parameter
Gambar 5. Analisis kuantitatif massa adrenal kanan (panah) pada ini dapat digunakan untuk menunjukkan perubahan
gambar MRI (A) Gambar T1-WI GE opposed-phase SI lesi adrenal te- hemodinamik pada jaringan tumor, di mana neovaskularisasi
rukur 132 (B) Gambar T1-WI GE in-phase SI lesi adrenal terukur 191.
tumor menghasilkan high microvessel density (MVD).34
Berdasarkan rumus didapatkan ASII adalah 30,9% konsisten dengan
adenoma.31 Adenoma menunjukan BV dan PS secara signifikan lebih

Tabel 1. Metode Kuantitatif Penghitungan Penurunan Intensitas Sinyal dan Nilai Cutoff untuk Adenoma29
Nilai Cutoff Nilai Cutoff
Nama Rumus 1.5T 3T

Adrenal signal intensity


>16.5% >1.7%
index (ASII)

Adrenal-to-spleen ratio
≤ -35.9% ≤ -17.2%
(ASR)

Adrenal-to-liver ratio (ALR) ≤ -32.6% ≤ -24.5%

Adrenal-to-muscle ratio
≤ -29.3% ≤ -39.6%
(AMR)
Keterangan : SI = Signal Intensity, IP = in-phase dan OP = opposed-phase

besar dibandingkan dengan non-adenoma (Gambar 7),35 dan


adenoma menunjukan BV rata-rata lebih tinggi, BF dan PS
dibandingkan metastasis.34

• Computed Tomography Washout

Pencitraan CT washout adrenal terdiri dari studi


multifase termasuk fase tanpa kontras, fase porta (1 menit
setelah injeksi kontras) dan fase delayed (15 menit setelah
injeksi kontras),36,37 yang digunakan untuk menghitung
absolute percentage washout (APW) dan relative percentage
washout (RPW) untuk membedakan adenoma yang rendah
lemak dengan metastasis.37 Detail perhitungan dan rumus
yang digunakan dijelaskan pada Tabel 2. Protokol CT washout
dengan fase delayed 15 menit, menerapkan APW > 60%,
memiliki sensitivitas 86-88% dan spesifisitas 92-96% untuk
karakterisasi adenoma (Gambar 6).16,18 RPW > 40% memiliki
sensitivitas 96% dan spesifisitas 100% untuk adenoma.16

Gambar 6. Nodul adrenal kiri yang memiliki atenuasi 23 HU pada


fase tanpa kontras, kemudian menjadi 88 HU pada fase porta dan 42
HU pada fase delayed 15 menit; APW adalah 69%, yang kompatibel
dengan adenoma.36

32 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Bambang Purwanto Utomo, Pramiadi

Pencitraan Fungsional Adrenal

• PET dan PET/CT

Prinsip PET/CT berdasarkan pada radioisotop 18F-FDG


yang terperangkap secara intraseluler oleh lesi ganas yang aktif
secara metabolik, sedangkan lesi yang jinak tidak, sehingga
lesi metastasis dini dapat dideteksi dengan menggunakan
teknik ini.7,9,10

• MIBG SPECT

Radioiodinated (131I atau 123I) MIBG dapat digunakan


sebagai alat diagnostik untuk lokalisasi tumor dengan sel
chromograffin, seperti pheochromocytoma. Pencitraan fusi
MIBG SPECT-CT merupakan alat yang sensitif dan spesifik
untuk pasien yang dicurigai dengan pheochromocytoma.38

• Radioiodinated NP-59

Skintigrafi korteks adrenal digunakan untuk


mengkarakterisasi hiperfungsi hormonal yang berasal dari
adrenal, baik dari massa diskrit atau proses yang melibatkan
kedua adrenal. Serapan unilateral NP-59 terbukti berkorelasi
dengan hasil laboratorium hipersekresi adrenal. SPECT-CT
dengan skintigrafi NP-59 memungkinkan lokalisasi yang tepat
dari aktivitas fungsional untuk struktur anatomi yang dapat
meningkatkan interpretasi diagnostik.39

Teknik Pencitraan Modern

• Diffusion-weighted MRI

Diffusion-weighted imaging (DWI) dapat memberikan


Gambar 7. Gambar berwarna CT perfusi dengan pengukuran BF, BV, wawasan tentang komposisi air dalam jaringan tumor, yang
MTT dan PS, pada pasien adenoma, pheochromocytoma, dan adren- menyediakan data kualitatif dan kuantitatif yang berkaitan
ocortical carcinoma.35 dengan jaringan seluler dan integritas membran sel
berdasarkan pengukuran gerak Brown. Tumor jinak memiliki
peningkatan sel dan ruang interseluler yang seimbang
Tabel 2. Rumus Perhitungan Persentase Washout pada CT Washout sedangkan tumor ganas memiliki peningkatan sel yang
dengan menggunakan fase delayed 15 menit 7 tidak proporsional (aktivitas mitosis) dibandingkan dengan
jaringan interstisial. Lesi ganas menghasilkan restriksi selektif
Persentase Nilai Washout (%) pada difusi molekul air yang dapat memberikan bukti kuat
Rumus untuk keganasan pada lesi adrenal (Gambar 8).9
Washout Adenoma Keganasan
• MR Spectroscopy

APW > 60 < 60 MR Spectroscopy dapat mengkarakterisasi adenoma,


adrenocortical carcinoma, pheochromocytoma, dan metastasis
RPW > 40 < 40 berdasarkan analisis spektral. Perbedaan optimal dengan
membandingkan rasio choline-creatine ≤ 1.20 menunjukan
Keterangan : APW = Absolute Percentage Washout, RPW = Relative lesi adenoma dan pheochromocytoma yang dibedakan
Percentage Washout dari carcinoma dan metastasis dengan sensitifitas 92% dan

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 33


PRINSIP, TEKNIK DAN ALGORITMA UNTUK KARAKTERISASI PENCITRAAN LESI-LESI ADRENAL INCIDENTALOMA

spesifisitas 96% sedangkan rasio 4,0-4,3 ppm/creatine > 1.50 lesi adrenal incidentaloma dengan protokol CT tanpa kontras
menunjukan lesi pheochromocytoma dan carcinoma yang menggunakan marker oral air 1000 mL sebelum pemindaian,20
dibedakan dari adenoma dan metastasis sensitifitas 87% dan pemindaian pada abdomen bagian atas dari diafragma
spesifisitas 98% (Gambar 9).40 hingga ke sepertiga tengah ginjal kanan selama inspirasi,41
dengan ketebalan irisan 2-3 mm,36,42 menggunakan detektor
0,6 mm, energi 120 kVp, arus listrik 200-250 mAs, dan waktu
rotasi 370 mdetik20,42 yang diikuti dengan aplikasi kontras
media iodine intravena 1,5 mL/kg berat badan,42 konsentrasi
350 mg/mL, kecepatan 3-4 mL/detik,20 dengan pemindaian
multifase dengan fase porta pada 60 detik dan fase delayed
pada 15 menit.20,36,37,41 Parameter yang dinilai pada CT tanpa
kontras termasuk morfologi lesi, CT densitometri dan
analisis histrogram, sedangkan pada CT dengan kontras
multifase termasuk CT perfusi dan CT washout. Pada Dual-
energy CT digunakan protokol tanpa aplikasi kontras dengan
menggunakan energi rendah 80 kVp dan energi tinggi 140
kVp, diameter tabung detektor 50 cm dan 33 cm, kolimasi 0,6
mm.41 Pada postprocessing dinilai karakteristik penurunan atau
peningkatan atenuasi pada energi rendah dan perbedaan
atenuasi antara dua energi.27

• Magnetic Resonance Imaging

Teknik pada MRI adrenal umumnya dilakukan dengan


menggunakan phased-array body coil dengan posisi pasien
supine, pemindaian mulai diafragma hingga bifurcatio aorta.37
Protokol standar untuk evaluasi lesi adrenal incidentaloma
Gambar 8. Gambar DWI pada metastasis. Laki-laki 52 tahun dengan mencakup sequence berikut: aksial dan koronal T2-W, aksial
riwayat renal cell carcinoma yang menunjukkan lesi hyperintense ad- dan koronal T1-W gradient-echo in-phase dan opposed-phase,
renal kiri (panah) pada DWI konsisten dengan difusi restriksi, yang aksial dan koronal T2-W fat-suppressed fast spin-echo, aksial
biasanya terlihat pada lesi ganas. Lesi terbukti merupakan metastasis dan koronal T1-W fat-suppressed gradient-echo sebelum
renal cell carcinoma pada histopatologi.9
dan sesudah aplikasi kontras gadolinium.29,37,43 Sedangkan
sequence tambahan dapat berupa aksial Diffusion-Weighted
Imaging29,43 dan MR Spectroscopy.36,43 Parameter yang dinilai
pada MRI termasuk morfologi lesi, analisis Chemical shift
MRI dengan metode kualitatif dan kuantitatif serta MR
Spectroscopy.

• Ultrasonography

Ultrasonography tidak memungkinkan untuk


karakterisasi kebanyakan lesi adrenal insidentaloma.36
Penggunaan ultrasonography dengan kontras dapat
Gambar 9. Proton MR Spectroscopy pada (a) lesi adrenal kiri dengan meningkatkan akurasi diagnostik pada lesi ganas adrenal,
rasio choline-creatine 0,69 dan rasio 4.0-4.3 ppm/creatnine 0,68 kon- yang tampak sebagai peningkatan kontras pada fase
sisten adenoma. (b) lesi adrenal kanan dengan rasio choline-creatine arteri dan fase washout cepat.44 Teknik ini menggunakan
1,90 dan rasio 4.0-4.3 ppm/creatnine 5,3 konsisten adrenocortical car-
ultrasonography resolusi tinggi dengan tranducer convex 3.5
cinoma.40
– 7 MHz, pemindaian dengan B-mode dan power Doppler,
sebelum pemeriksaan pasien dipuasakan, aplikasi kontras
Teknik Pencitraan Adrenal Incidentaloma dengan injeksi intravena 4,8 ml sulfur hexafluoride kemudian
dibilas 10 ml cairan saline. Massa adrenal dipindai selama
• Computed Tomography 5 menit dengan hepar atau lien sebagai referensi in vivo.
Penyengatan kontras diamati pada fase arteri awal (<20 detik
Teknik pada multidetector CT (MDCT) untuk evaluasi setelah injeksi), fase arteri (20-40 detik setelah injeksi), dan

34 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Bambang Purwanto Utomo, Pramiadi

fase parenkim (akhir) (> 40 detik – 5 menit setelah injeksi). kedua sistem secara mekanik sejajar sehingga pasien dapat
Penilaian pola vaskularisasi spesifik seperti penyengatan dipindahkan dari CT ke PET dengan memindahkan meja
kontras sentral, perifer, dan chaotic.44 pemeriksaan.45

• Positron Emission Tomography/Computed Pemindaian CT dilakukan dari kepala ke dasar panggul


Tomography menurut protokol standar. Waktu akuisisi untuk PET adalah
5 menit per posisi tabel (setiap frame). Data CT diubah
Teknik PET/CT yang terintegrasi menghasilkan ukurannya dari matriks 512 x 512 ke matriks 128 x 128 untuk
gambaran fungsional PET dan anatomi CT scan dalam satu dicocokkan dengan data PET scan sehingga dapat menyatu
sesi. Sebelum menjalani PET/CT, pasien puasa setidaknya dan menghasilkan gambar transmisi berbasis CT. Set data PET
6 jam, meskipun hidrasi oral dengan air bebas glukosa direkonstruksi secara iteratif menggunakan subset algoritma
diperbolehkan. Setelah dipastikan kadar glukosa darah ekspektasi harapan yang diurutkan dengan koreksi atenuasi
normal, pasien menerima 370 MBq (10 mCi) FDG intravena, tersegmentasi. Temuan PET diinterpretasikan sebagai positif
kemudian istirahat sekitar 45 – 60 menit sebelum pemindaian. jika serapan FDG dalam lesi adrenal lebih besar atau sama dari
Pemindaian diperoleh dengan pemindaian PET kemudian yang ada di hepar dan sebagai negatif jika serapan lesi kurang
dikombinasikan pemindaian multisection CT. Sumbu dari dari yang ada di hepar.45

Gambar 10. Algoritma pencitraan untuk karakterisasi lesi adrenal incidentaloma yang terdeteksi pada CT atau
MRI yang direkomendasikan American College of Radiology.46

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 35


PRINSIP, TEKNIK DAN ALGORITMA UNTUK KARAKTERISASI PENCITRAAN LESI-LESI ADRENAL INCIDENTALOMA

Algoritma Pencitraan untuk Karakterisasi Lesi Adrenal adrenal baru dengan metastasis yang telah diketahui di
Incidentaloma tempat lain kemungkinan besar adalah metastasis. Namun,
massa adrenal yang terisolasi bisa jinak atau ganas. Jika
American College of Radiology mengembangkan massa tidak dapat dikarakterisasi sebagai adenoma dengan
rekomendasi untuk manajemen dan karakterisasi lesi menggunakan CT, MRI, atau PET, maka dilakukan biopsi. Jika
adrenal incidentaloma (Gambar 10), yang mempublikasikan ada tanda-tanda atau gejala pheochromocytoma, dilakukan
pedoman dalam mengenali, melaporkan, dan mengelola lesi pemeriksaan biokimia untuk menilai kadar metanephrine dan
adrenal incidentaloma. Manfaatnya untuk mengurangi risiko normetanephrine sebelum biopsi.47
pasien dari pemeriksaan yang tidak perlu, membatasi biaya
manajemen, dan memberikan panduan kepada ahli radiologi Pemeriksaan pencitraan tidak dapat membedakan
yang peduli tentang risiko aksi legal.46 adenoma hiperfungsional dari adenoma non-fungsional. Hal
ini sangat tergantung pada gejala klinis dan pemeriksaan fisik,
yang dapat dibedakan dengan tes biokimia untuk hiperfungsi
Fitur diagnostik suatu lesi jinak seperti myelolipoma neoplasma adrenal. Ketika adenoma dapat didiagnosis dengan
(adanya lemak makroskopik) atau adrenal cyst (simple cyst pencitraan, American College of Radiology menyarankan untuk
yang menunjukan tanpa penyengatan), tidak diperlukan menyatakan, “Temuan konsisten dengan adenoma jinak.
pemeriksaan tambahan atau pencitraan lanjutan. Jika lesi Jika ada tanda-tanda klinis atau gejala hiperfungsi adrenal,
berukuran 1 sampai 4 cm dan memiliki atenuasi ≤ 10 HU pada evaluasi biokimia mungkin tepat.46
CT atau penurunan intensitas sinyal dibandingkan dengan
lien pada gambar opposed-phase pada chemical shift MRI (CS-
MRI), hampir selalu didiagnosis adenoma kaya lemak.17,32,33 KESIMPULAN
Jika fitur pencitraan diagnostik tidak ada tetapi ukuran massa
adrenal stabil selama ≥ 1 tahun, kemungkinannya jinak.7 Pemahaman tentang prinsip pencitraan dalam
karakterisasi lesi adrenal incidentaloma didasarkan pada
Jika pasien tidak memiliki riwayat kanker, tidak morfologi lesi, perbedaan perfusi antara lesi jinak dan ganas,
ada pemeriksaan sebelumnya, dan massa memiliki fitur konsentrasi lemak intraseluler, dan aktivitas metabolik lesi.
pencitraan jinak (atenuasi rendah, homogen dengan margin Teknik pencitraan adrenal dengan CT, MRI, PET, dan PET/
reguler), dapat dipertimbangkan pemeriksaan CT atau CS- CT memungkinkan karakterisasi sebagian besar lesi adrenal
MRI lanjutan tanpa pemeriksaan dalam 12 bulan. Namun, incidentaloma yang berguna dalam membedakan lesi jinak
jika ada fitur pencitraan yang mencurigakan pada CT dengan dengan ganas meskipun semua menggunakan prinsip-prinsip
kontras, seperti nekrosis, atenuasi heterogen, atau margin yang berbeda secara mendasar dalam menegakan diagnosis
ireguler, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan CT tanpa yang benar. Algoritma yang direkomendasikan American
kontras atau CS-MRI. Jika ini tidak mengkonfirmasi bahwa College of Radiology memberikan panduan kepada dokter
lesi adalah adenoma kaya lemak, CT washout dengan fase- radiologi dalam mengenali, melaporkan, dan mengelola lesi
delayed 15 menit untuk menghitung APW dan RPW dapat adrenal incidentaloma yang bermanfaat dalam manajemen
membantu.16,18,19 Pada pasien dengan riwayat kanker dan pasien.
massa adrenal, jika fitur pencitraan bukan untuk diagnostik
dan tidak ada pencitraan sebelumnya untuk mengkonfirmasi
stabilitas, dapat dipertimbangkan pemeriksaan CT tanpa DAFTAR PUSTAKA
kontras, CS-MRI, atau PET. Jika massa tidak dapat didiagnosis
sebagai adenoma kaya lemak, CT washout dapat membantu. 1. Dunnick NR, Korobkin M. Imaging of Adrenal
Pada pasien tanpa riwayat kanker dan massa adrenal >4 Incidentalomas: Current Status. AJR Am J Roentgenol.
cm, dapat dipertimbangkan reseksi.46 Adenoma biasanya 2002;179(3):559-568.
menyengat dengan cepat menggunakan bahan kontras 2. Mansmann G, Lau J, Balk E, Rothberg M, Miyachi Y,
iodina atau gadolinium dan juga menunjukkan washout yang Bornstein SR. The Clinically Inapparent Adrenal Mass:
cepat.18 Meskipun metastasis umumnya menyengat dengan Update in Diagnosis and Management. Endocr Rev.
cepat, washout metastasis lebih lama. Pada CT washout APW ≥ 2004;25(2):309-340.
60% atau RPW ≥ 40% didiagnosis adenoma.16,18,19 3. Bovio S, Cataldi A, Reimondo G, et al. Prevalence of
adrenal incidentaloma in a contemporary computerized
Karakterisasi pencitraan dengan CT, MRI, dan PET tomography series. J Endocrinol Invest. 2006;29(4):298-
telah menurunkan kebutuhan untuk biopsi perkutan untuk 302.
mengkarakterisasi massa adrenal. Namun, jika massa adrenal 4. Kloos RT, Gross MD, Francis IR, et al. Incidentally Discovered
membesar, lebih bijaksana untuk dilakukan biopsi perkutan Adrenal Masses. Endocr Rev. 1995;16(4):460-484.
atau reseksi bedah. Pada pasien kanker, ditemukannya massa 5. Mayo-Smith WW, Boland GW, Noto RB, Lee MJ. State-of-

36 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017


Bambang Purwanto Utomo, Pramiadi

the-Art Adrenal Imaging. RadioGraphics. 2001;21:995- Ex Vivo: Variability Among Three CT Scanners. AJR Am J
1012. Roentgenol. 2004;182(3):671-675.
6. Young WF. The Incidentally Discovered Adrenal Mass. N 22. Bae KT, Prasad SR, Joe BN, Heiken JP. Adrenal Masses:
Engl J Med. 2007;356:601-610. CT Characterization with Histogram Analysis Method.
7. Boland GWL, Blake MA, Hahn PF, Mayo-Smith WW. Radiology. 2003;228(3):735-742.
Incidental Adrenal Lesions: Principles, Techniques, and 23. Halefoglu AM, Bas N, Yasar A, Basak M. Differentiation
Algorithms for Imaging Characterization. Radiology. of adrenal adenomas from nonadenomas using CT
2008;249(3):756-775. histogram analysis method: A prospective study. Eur J
8. Benitah N, Yeh BM, Qayyum A, Williams G, Breiman RS, Radiol. 2010;73(3):643-651.
Coakley F V. Minor Morphologic Abnormalities of Adrenal 24. Ho LM, Paulson EK, Brady MJ, Wong TZ, Schindera
Glands at CT: Prognostic Importance in Patients with Lung ST. Lipid-Poor Adenomas on Unenhanced CT: Does
Cancer. Radiology. 2005;235(2):517-522. Histogram Analysis Increase Sensitivity Compared with
9. Blake MA, Holalkere N-S, Boland GW. Imaging Techniques a Mean Attenuation Threshold? AJR Am J Roentgenol.
for Adrenal Lesion Characterization. Radiol Clin North Am. 2008;191(1):234-238.
2008;46(1):65-78. 25. Raptopoulos V, Karellas A, Bernstein J, Reale F, Constantinou
10. Mcdermott S, O’Connor OJ, Cronin CG, Blake MA. C, Zawacki J. Value of Dual-Energy CT in Differentiating
Radiological evaluation of adrenal incidentalomas – Focal Fatty Infiltration of the Liver from Low-Density
Current methods and future prospects. Best Pr Res Clin Masses. AJR Am J Roentgenol. 1991;157(4):721-725.
Endocrinol Metab. 2012;26(1):21-33. 26. Wang B, Gao Z, Zou Q, LI L. Quantitative Diagnosis of
11. Blake MA, Cronin CG, Boland GW. Adrenal Imaging. AJR. Fatty Liver With Dual‐Energy CT. An experimental study in
2010;194(6):1450-1460. rabbits. Acta Radiol. 2003;44(1):92-97.
12. Szolar DH, Korobkin M, Reittner P, et al. Adrenocortical 27. Gupta RT, Ho LM, Marin D, Boll DT, Barnhart HX, Nelson RC.
Carcinomas and Adrenal Pheochromocytomas: Mass Dual-Energy CT for Characterization of Adrenal Nodules:
and Enhancement Loss Evaluation at Delayed Contrast- Initial Experience. AJR Am J Roentgenol. 2010;194(6):1479-
enhanced CT. Radiology. 2005;234(2):479-485. 1483.
13. Russell C, Goodacre BW, VanSonnenberg E, Orihuela E. 28. Outwater EK, Siegelman ES, Radecki PD, Piccoli CW,
Spontaneous rupture of adrenal myelolipoma: spiral CT Mitchell DG. Distinction Between Benign and Malignant
appearance. Abdom Imaging. 2000;25(4):431-434. Adrenal Masses: Value of T1-Weighted Chemical-Shift MR
14. Boland GWL. Adrenal Imaging: From Addison to Imaging. AJR Am J Roentgenol. 1995;165(3):579-583.
Algorithms. Radiol Clin North Am. 2011;49(3):511-528. 29. Adam SZ, Nikolaidis P, Horowitz JM, et al. Chemical Shift
15. Hahn PF, Blake MA, Boland GWL. Adrenal Lesions: MR Imaging of the Adrenal Gland: Principles, Pitfalls, and
Attenuation Measurement Differences between CT Applications. RadioGraphics. 2016;36(2):414-432.
Scanners. Radiology. 2006;240(2):458-463. 30. Korobkin M, Lombardi TJ, Aisen AM, et al. Characterization
16. Caoili EM, Korobkin M, Francis IR, et al. Adrenal Masses : of Adrenal Masses with Chemical Shift and Gadolinium-
Characterization with Combined Unenhanced and enhanced MR Imaging. Radiology. 1995;197(2):411-418.
Delayed Enhanced CT. Radiology. 2002;222(3):629-633. 31. Merkle EM, Schindera ST. MR Imaging of the Adrenal
17. Boland GWL, Lee MJ, Gazelle GS, Halpern EF, McNicholas Glands: 1.5T versus 3T. Magn Reson Imaging Clin N Am.
MM, Mueller PR. Characterization of Adrenal Masses Using 2007;15(3):365-372.
Unenhanced CT: An Analysis of the CT Literature. AJR Am 32. Mayo-Smith WW, Lee MJ, McNicholas MJ, Hahn PF, Boland
J Roentgenol. 1998;171(1):201-204. W, Saini S. Characterization of Adrenal Masses (< 5 cm) by
18. Korobkin M, Brodeur F, Francis IR, Quint LE, Dunnick NR, Use of Chemical Shift MR Imaging: Observer Performance
Londy F. CT Time-Attenuation Washout Curves of Adrenal Versus Quantitative Measures. AJR Am J Roentgenol.
Nonadenomas and Nonadenomas. AJR Am J Roentgenol. 1995;165(1):91-95.
1998;170(3):747-752. 33. Israel GM, Korobkin M, Wang C, Hecht EN, Krinsky GA.
19. Peña CS, Boland GWL, Hahn PF, Lee MJ, Mueller PR. Comparison of Unenhanced CT and Chemical Shift MRI
Characterization of Indeterminate (Lipid-poor) Adrenal in Evaluating Lipid-Rich Adrenal Adenomas. AJR Am J
Masses: Use of Washout Characteristics at Contrast- Roentgenol. 2004;183(1):215-219.
enhanced CT. Radiology. 2000;217(3):798-802. 34. Qiao Z, Xia C, Zhu Y, Shi W, Miao F. First-pass perfusion
20. Johnson PT, Horton KM, Fishman EK. Adrenal Imaging computed tomography: Initial experience in
with Multidetector CT  : Evidence-based Protocol differentiating adrenal adenoma from metastasis. Eur J
Optimization and Interpretative Practice. RadioGraphics. Radiol. 2010;73(3):657-663.
2009;29(5):1319-1331. 35. Qin H, Sun H, Li Y, Shen B. Application of CT perfusion
21. Stadler A, Schima W, Prager G, et al. CT Density imaging to the histological differentiation of adrenal
Measurements for Characterization of Adrenal Tumors gland tumors. Eur J Radiol. 2012;81(3):502-507.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017 37


PRINSIP, TEKNIK DAN ALGORITMA UNTUK KARAKTERISASI PENCITRAAN LESI-LESI ADRENAL INCIDENTALOMA

36. Caiafa RO, Izquierdo RS, Villalba LB, Cerqueda MCS, Molina
CN. Diagnosis and management of adrenal incidentaloma.
Radiol Clin North Am. 2011;53(6):516-530.
37. Allen BC, Francis IR. Adrenal Imaging and Intervention.
Radiol Clin North Am. 2015;53(5):1021-1035.
38. Meyer-rochow GY, Schembri GP, Benn DE, et al. The Utility
of Metaiodobenzylguanidine Single Photon Emission
Computed Tomography/Computed Tomography (MIBG
SPECT/CT) for the Diagnosis of Pheochromocytoma. Ann
Surg Oncol. 2010;17(2):392-400.
39. Wong KK, Komissarova M, Avram AM, Fig LM, Gross MD.
Adrenal Cortical Imaging With I-131 NP-59 SPECT-CT. Clin
Nucl Med. 2010;35(11):865-869.
40. Faria JF, Goldman SM, Szejnfeld J, et al. Adrenal Masses:
Characterization with in Vivo Proton MR Spectroscopy -
Initial Experience. Radiology. 2007;245(3):788-797.
41. Kim YK, Park BK, Kim CK, Park SY. Adenoma
Characterization: Adrenal Protocol with Dual-Energy CT.
Radiology. 2013;267(1):155-163.
42. Reginelli A, Di G, Izzo A, et al. Imaging of adrenal
incidentaloma : Our experience. Int J Surg. 2014;12(Suppl
1):S126-S131.
43. Siegelman ES. Adrenal MRI: Techniques and Clinical
Applications. J Magn Reson Imaging. 2012;36(2):272-285.
44. Dietrich CF, Ignee A, Barreiros AP, et al. Contrast-Enhanced
Ultrasound for Imaging of Adrenal Masses. Ultraschall
Med. 2010;31(2):163-168.
45. Chong S, Lee K, Kim H, et al. Integrated PET-CT for the
Characterization of Adrenal Gland Lesions in Cancer
Patients : Diagnostic Efficacy and Interpretation Pitfalls.
RadioGraphics. 2006;26(6):1811-1825.
46. Berland LL, Silverman SG, Gore RM, et al. Managing
Incidental Findings on Abdominal CT : White Paper of
the ACR Incidental Findings Committee. J Am Coll Radiol.
2010;7(10):754-773.
47. Silverman SG, Mueller PR, Pinkney LP, Koenker RM,
Seltzer SE. Predictive Value of Image-guided Adrenal
Biopsy : Analysis of Results of 101 Biopsies. Radiology.
1993;187(3):715-718.

38 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 3 Nomor 1, Juli 2017

You might also like