7 8 PB
7 8 PB
PAYUDARA
2
Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
BREAST TUMOR
ABSTRACT
The study’s aim is to analize the diagnostic values of Gray Scale ultrasound, Color Doppler and strain Elastography determining malignancy
of breast tumor. The research was conducted at the Radiology Division of Wahidin Sudirohusodo and Hasanuddin University hospital in
Makassar from February to March 2018 by using the diagnostic value. There were 51 research samples who had the clinical symptom of breast
nodule. The examination of ultrasound gray scale, color doppler and strain elastography was performed to assess the breast nodules and
determine malignancy and benign based on the classification of each examination. The result of diagnostic test of USG Gray Scale, Color Dop-
pler and Strain Elastography were based on USG breast and the three were compared. The comparative standard used was histopathological
examinations as a gold and the data were analized using the Chi-Square test.
The research results indicated that based on the histopatology examination from 51 samples, 18 samples (35,3%) had malignant tumor, and
33 samples (64,7%) had benign tumor. The gray scale revealed sensitivity of 94,4% and spesifisity of 81,8%, whereas usg color doppler based
on vascular distribution revealed the sensitivity of 77,8% and the spesificity 93,9%, based on vascular amount of sensitivity 72,2% and spesi-
ficity 93,9% and resistance index sensitivity 89,4% and spesificity 87,5% with cut off value for malignant tumor ≥0,495 in 17 samples (81%),
whereas benign has a resistance value index <0,495 in 28 samples (93,3%). As for the strain elastography based on Tsukuba scores, sensitivity
was 94,4%, spesificity was 81,8%and based on strain ratio sensitivity was 94,4%, spesificity was 90,9% with cut off value for malignant tumor
of ≥2,63, whereas benign tumor of <2,63. The highest sensitivity and spesificity were found in the examination of strain elastography based
on strain ratio ,which were 94,4% dan 90,9% with the value of Area Under Curve of 0,906 with the cut-off point of 2,63.
Keywords: breast tumor, ultrasound gray scale, color doppler, strain elastography.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai diagnostik USG Gray Scale, Color Doppler dan Strain Elastografi dalam menentukan kegana-
san tumor payudara. Desain penelitian yang digunakan adalah uji diagnostik. Penelitian dilaksanakan di Bagian Radiologi RS.Wahidin Sud-
irohusodo dan RS Universitas Hasanuddin Makassar selama Februari-Maret 2018. Sampel sebanyak 51 orang dengan gejala klinis benjolan
pada payudara. Pemeriksaan ultrasound gray scale dan color doppler serta strain elastografi digunakan untuk menilai nodul payudara dan
menentukan ganas dan jinak berdasarkan klasifikasi masing-masing pemeriksaan. Menganalisa hasil uji diagnostik USG Gray scale, Color
doppler dan strain Elastografi berdasarkan USG payudara dengan membandingkan ketiganya. Pembanding yang digunakan adalah pemer-
iksaan histopatologi sebagai baku emas. Data dianalisis dengan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan hasil pemeriksaan histopatologi didapatkan 18 sampel (35,3%) adalah ganas dan 33 sampel (64,7%) adalah
jinak, pada USG gray scale didapatkan sensitivitas 94,4% dan spesifisitas 81,8%,sedangkan USG color doppler berdasarkan distribusi vaskuler
didapatkan sensitivitas 77,8% dan spesifisitas 93,9%, berdasarkan jumlah vaskuler sensitivitas 72,2%, spesifisitas 93,9% dan resistance index
sensitivitas 89,4%, spesifisitas 87,5% dengan nilai cut off untuk ganas ≥0,495 sebanyak 17 sampel (81,0%), sedangkan jinak mempunyai nilai
Resistance Index <0,495 sebanyak 28 sampel (93,3%). Pada strain elastography berdasarkan skor tsukuba didapatkan sensitivitas 94,4%, spe-
sifisitas 81,8% dan berdasarkan strain ratio didapatkan sensitivitas 94,4%, spesifisitas 90,9% dengan nilai cut off untuk ganas ≥2,63 sedangkan
jinak <2,63.Sensitivitas dan spesifisitas tertinggi adalah pada pemeriksaan strain Elastografi berdasarkan strain ratio yaitu 94,4% dan 90,9%
dengan nilai Area Under Curve 0,906 dengan cut-off point 2,63.
Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan USG Gray Scale Tabel 7. Distribusi sampel berdasarkan nilai Resistance Index pada
USG Gray Scale n % USG Color doppler
Dari hasil pemeriksaan Elastografi berdasarkan Strain negatif 88,6% dan akurasi 88,2%. Sedangkan berdasarkan
Ratio, didapatkan tumor yang ganas sebanyak 20 sampel jumlah vaskuler tersaji pada tabel 12 dibawah ini :
(39,2%) dan tumor yang jinak sebanyak 31 sampel (60,8%).
Tabel 12. Distribusi sampel jumlah vaskuler berdasarkan USG Color
Sedangkan tabel untuk nilai diagnostik USG Gray Scale Doppler dan hasil pemeriksaan histopatologi
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi dengan tabel Distribusi vaskuler Hasil pemeriksaan
sebagai berikut: berdasarkan USG Color n histopatologi tumor
Doppler payudara
Tabel 10. Nilai diagnostik USG Gray Scale berdasarkan hasil Ganas Jinak *
pemeriksaan histopatologi
Ganas 15 13 2 p=
Hasil pemeriksaan
Jinak 36 5 31 0.0001
USG Gray Scale n histopatologi tumor payudara
Ganas Jinak Total 51 18 33
Ganas 23 17 6 p=
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji
Jinak 28 1 27 0.0001
Chi Square
Total 51 18 33
Untuk jumlah vaskuler berdasarkan USG Color Doppler,
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase didapatkan 15 sampel (29,4%) yang ganas, 36 sampel
(86,1%) yang jinak. Tumor ganas umumnya mempunyai
Dari 51 sampel yang terkumpul, didapatkan dari USG jumlah vaskuler yang hipervaskuler sebanyak 13 sampel
Gray Scale tumor yang ganas sebanyak 17 sampel (73,9%) dan (86,7%), sedangkan jinak mempunyai jumlah vaskuler yang
tumor yang jinak sebanyak 27 sampel (96,4%). hipovaskuler maupun avaskuler sebanyak 31 sampel (86,1%).
Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 94,4%, Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 72,2%,
spesifisitas 81,8%, nilai prediksi positif 73,9%, nilai prediksi spesifisitas 93,9%, nilai prediksi positif 86,7%, nilai prediksi
negatif 96,4% dan akurasi 86,2%. negatif 86,1% dan akurasi 86,2%.Sedangkan berdasarkan nilai
Resistance Index tersaji pada tabel berikut:
Sedangkan untuk distribusi vaskuler, didapatkan 16
sampel (31,3%) yang ganas, 35 sampel (68,6%) yang jinak. Tabel 13. Distribusi sampel nilai Resistance Index berdasarkan USG
Tumor ganas mempunyai pembuluh darah yang berlokasi Color Doppler dan hasil pemeriksaan histopatologi
di perifer dan sentral secara bersamaan 14 sampel (87,5%) ,
Nilai Resistance Hasil pemeriksaan
sedangkan jinak umumnya mempunyai pembuluh darah Index berdasarkan n histopatologi tumor
yang terletak hanya di perifer saja (31 sampel, 88,6%). Data USG Color Doppler payudara
selengkapnya tersaji pada tabel 11. *
Ganas Jinak
Ganas 21 17 5 p=
Tabel 11. Distribusi sampel distribusi vaskuler berdasarkan USG
Jinak 30 1 28 0.0001
Color Doppler dan hasil pemeriksaan histopatologi
Distribusi Hasil pemeriksaan Total 51 18 33
vaskuler n histopatologi tumor payudara
berdasarkan Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji
Ganas Jinak
USG Color Chi Square
Doppler
*
Untuk nilai Resistance Index berdasarkan USG Color
Ganas 16 14 2 p=
Doppler, didapatkan 21 sampel (41,2%) yang ganas, 30 sampel
Jinak 35 4 31 0.0001
(58,8%) yang jinak. Tumor ganas umumnya mempunyai
Total 51 18 33 nilai Resistance Index ≥0,495 sebanyak 17 sampel (81,0%),
sedangkan jinak mempunyai nilai Resistance Index <0,495
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji sebanyak 28 sampel (93,3%).
Chi Square
Dari uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 89,4%,
Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 77,8%, spesifisitas 87,5%, nilai prediksi positif 93,3%, nilai prediksi
spesifisitas 93,9%, nilai prediksi positif 87,5%, nilai prediksi negatif 80,9% dan akurasi 88,2%.
Pada analisis ROC, didapatkan Area Under Curve (AUC) dengan skor Tsukuba 1,2 dan 3, sedangkan kelompok ganas
Resistance Index dengan kejadian tumor payudara berdasarkan adalah tumor payudara dengan skor Tsukuba 4 dan 5. Dari uji
pemeriksaan histopatologi adalah 0,931 yang berarti bahwa statistik di dapatkan :
rata-rata sensitivitas untuk semua nilai spesifisitas yang
mungkin adalah sangat baik. - Dari total 28 sampel yang ditemukan jinak berdasarkan
skor Tsukuba, 27 sampel (96,4%) terbukti jinak dan 1
Berikut grafik terlampir : sampel (3,6%) yang ternyata ganas.
- Dari total 23 sampel yang ditemukan ganas berdasarkan
skor Tsukuba, 17 sampel (73,9%) yang terbukti ganas
dan 6 sampel (26,1%) yang ternyata jinak.
Sumber : Data Primer. Keterangan, n = jumlah,% = persentase, *uji - Dari total 31 sampel yang ditemukan jinak berdasarkan
Chi Square strain ratio, 30 sampel (96,8%) terbukti jinak dan 1
sampel (3,2%) yang ternyata ganas.
Pada tabel 14, dari hasil uji statistik, didapatkan adanya -Dari total 20 sampel yang ditemukan ganas berdasarkan
hubungan yang bermakna (p=0,0001) antara skor Tsukuba strain ratio, 17 sampel (85,0%) yang terbukti ganas dan
strain elastography dengan hasil pemeriksaan histopatologi. 3 sampel (15,0%) yang ternyata jinak.
Dari hasil uji diagnostik, didapatkan sensitivitas 94,4%, Pada analisis ROC, didapatkan Area Under Curve (AUC)
spesifisitas 81,8%, nilai prediksi positif 73,9%, nilai prediksi strain ratio dengan kejadian tumor payudara berdasarkan
negatif 96,4% dan akurasi 86,2%. Variabel skor Tsukuba di pemeriksaan histopatologi adalah 0,906 yang berarti bahwa
kelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok jinak rata-rata sensitivitas untuk semua nilai spesifisitas yang
dan ganas, dimana kelompok jinak adalah tumor payudara mungkin adalah baik. Berikut grafik terlampir:
jinak yaitu sebanyak 22 sampel (43,1%) dan 14 Untuk nilai spesifisitas, hasil penelitian yang dilakukan Stoian
sampel (27,5%). Sedangkan tumor yang hipervaskuler Dana et al., (2015) memiliki nilai spesifisitas yang hampir
umumnya ganas yaitu 15 sampel (29,4%). Temuan sama dengan yang kami lakukan (90,4% vs 90,9%).14 Akurasi
ini sesuai dengan temuan Horvath et al., (2011) hasil penelitian dari Mutala Timothy (2016) lebih tinggi
Schmillevitch et al., (2009) dan Stanzani et al., (2014),, dibandingkan hasil yang kami dapatkan (95% vs 92,1%).9
dimana mereka menemukan bahwa tumor jinak
umumnya avaskuler hingga hipovaskuler sedangkan Penelitian lain memiliki hasil yang lebih baik dengan
tumor ganas mempunyai pola vaskuler yang strain ratio daripada skor Tsukuba. Berdasarkan penelitian ini,
hipervaskuler. 5,10,12 nilai ambang strain ratio untuk tumor ganas adalah > 2,63.
Peneliti memakai nilai acuan strain ratio dari hasil penelitian
4. Sebanyak 30 sampel mempunyai nilai RI < 0,495 dan Barr et al., (2015) dan Soekersi & Mahadian (2017), yang
21 sampel mempunyai nilai RI ≥0,495. Sebanyak 28 nilainya mendekati dengan nilai hasil penelitian ini. Belum
sampel (93,3%) tumor dengan nilai RI < 0,495 adalah ada kesepakatan yang jelas mengenai nilai ambang dari strain
tumor jinak dan sebanyak 17 sampel (81,0%) dengan ratio, namun secara keseluruhan sensitifitas dan spesifisitas
nilai ≥ 0,495 adalah tumor ganas. Peneliti memakai sangat baik.2,11
nilai acuan RI dari hasil penelitian Youssefzadeh S et al.,
(1996) dan Yasmin et al., () karena jumlah sampel yang Jika dibandingkan dengan USG Gray Scale, maka
didapat paling banyak dibandingkan dengan peneliti akurasi dari strain elastografi baik dalam hal skor Tsukuba
lain dan penelitian yang dilakukannya masih cukup maupun strain ratio jauh lebih unggul dalam menentukan
baru dilakukan.16 keganasan tumor payudara.
5.
Frekuensi tumor jinak berdasarkan skor Tsukuba Perbedaan-perbedaan hasil yang terjadi juga dapat
strain elastografi payudara yang terbukti jinak pada disebabkan oleh alat yang dipakai, jumlah sampel dan
pemeriksaan histopatologi adalah 96,4% dan yang pengalaman masing-masing peneliti dalam menilai suatu
ternyata ganas adalah 3,6%. Sedangkan frekuensi tumor tumor payudara. Semua penelitian yang berbasis elastografi,
ganas berdasarkan skor Tsukuba strain elastografi yang belum memiliki kesepakatan nilai ambang strain ratio.
terbukti ganas adalah 73,9% dan yang ternyata jinak Idealnya angka strain ratio di tetapkan untuk masing-masing
adalah 26,1%. Nilai sensitivitas skor Tsukuba SE adalah perangkat agar bisa di dapatkan perbandingan dengan studi
94,4% dan spesifisitasnya 81,8%, dengan nilai akurasi yang berbeda.
86,2%, nilai prediksi positif 73,9% dan nilai prediksi
negatif 96,4%. Hasil penelitian Mutala Timothy et al., Pada akhirnya, strain elastografi dapat menjadi alat
(2016), mempunyai nilai sensitivitas yang lebih rendah bantu dalam menegakkan keganasan payudara. Keterampilan
dengan hasil penelitian yang kami lakukan (86% vs dan pengetahuan tentang strain elastografi secara umum dan
94,4%).9 Hasil penelitian Syed et al., (2015) mempunyai khususnya pada tumor payudara harus dimiliki oleh setiap
nilai akurasi yang lebih tinggi dengan yang kami operator USG sehingga tata laksana bisa segera dilakukan
lakukan (91% vs 86,2%), dan hampir sama dengan hasil serta tercipta kerjasama yang baik antara radiologi, bedah
penelitian Hui Zhi (88% vs 86,2%).15,18 Hasil penelitian onkologi dan patologi anatomi dalam mendiagnosis tingkat
Stoian Dana et al., (2015) memiliki nilai spesifisitas yang keganasan tumor payudara.
hampir sama dengan hasil penelitian kami (81,9% vs
81,8%).14
KESIMPULAN DAN SARAN
Frekuensi tumor jinak berdasarkan strain ratio yang
terbukti jinak pada pemeriksaan histopatologi adalah 96,8% Tumor jinak mempunyai karakteristik vaskular yang
dan yang ternyata ganas adalah 3,2%. Sedangkan frekuensi avaskular hingga hipovaskular, lokasi pembuluh darah di
tumor ganas berdasarkan strain ratio yang terbukti ganas perifer.Tumor ganas mempunyai karakteristik hipervaskuler,
pada pemeriksaan histopatologi adalah 85% dan yang berlokasi di perifer dan sentral secara bersamaan.
ternyata jinak adalah 15% Nilai sensitivitas strain ratio adalah
94,4% dan spesifisitasnya 90,9%, dengan nilai akurasi 92,1%, Variabel USG Color Doppler yang paling berpengaruh
nilai prediksi positif 85% dan nilai prediksi negatif 96,7%. Hasil pada penentuan tumor jinak atau ganas adalah jumlah
penelitian yang dilakukan Stoian Dana et al., (2015) memiliki pembuluh darah dan nilai RI. Sensitivitas dan spesifisitas hasil
nilai sensitivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan pemeriksaan USG Color Doppler lebih rendah dibandingkan
yang kami lakukan (86,5% vs 94,4%), berbeda dengan hasil dengan USG Gray Scale dan Strain Elastografi dalam
penelitian Mutala Tomothy (2016) yang memiliki sensitivitas menentukan tumor jinak atau ganas. Sehingga pemeriksaan
yang hampir sama dibandingkan hasil kami (93% vs 94,4%).9,14 USG Color Doppler hanya bersifat komplimentari. Kelompok
jinak adalah tumor payudara dengan nilai resistance index < lesions for diagnostic accuracy. Cancer Imaging. 2016
0,495 (dibawah cut-off point), sedangkan kelompok ganas Dec;16(1):12.
adalah tumor payudara dengan nilai resistance index ≥ 0,495 10. Schmillevitch J, Guimarães Filho HA, De Nicola H,
(diatas cut-off point). Gorski AC. Utilização do índice de resistência vascular
Strain elastografi memiliki nilai diagnostik yang tinggi na diferenciação entre nódulos mamários benignos e
dalam membedakan tumor payudara jinak dan ganas. Skor malignos. Radiologia Brasileira. 2009;42(4):241-4.
Tsukuba dan strain ratio lebih unggul dalam menentukan 11. SOEKERSI H, MAHADIAN F. Uji Diagnosis Ultrasonografi
keganasan payudara dibandingkan dengan USG Gray Scale Strain Ratio Elastography Dihubungkan dengan
maupun USG Color Doppler. Namun penggabungan antara Histopatologi pada Palpable Mass Payudara di RSUP Dr.
B-mode dan strain elastografi dapat meningkatkan kualitas Hasan Sadikin, Bandung. Indonesian Journal of Cancer.
hasil pemeriksaan dan membantu menambah akurasi 2017 Oct 11;11(2):61-70.
diagnostik. Kelompok jinak adalah tumor payudara dengan 12. Stanzani D, Chala LF, Barros ND, Cerri GG, Chammas MC.
strain ratio < 2,63 (dibawah cut-off point), sedangkan kelompok Can Doppler or contrast-enhanced ultrasound analysis
ganas adalah tumor payudara dengan strain ratio ≥ 2,63 (diatas add diagnostically important information about the
cut-off point).Pada keadaan dimana gambaran tumor pada nature of breast lesions?. Clinics. 2014;69(2):87-92.
USG Gray Scale meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG 13. Stavros AT. Breast ultrasound. Lippincott Williams &
Color Doppler dan Elastografi untuk meningkatkan sensitivitas Wilkins; 2004.
dan spesifisitas dalam menilai suatu tumor payudara. Perlu 14. Stoian D, Timar B, Craina M, Bernad E, Petre I, Craciunescu
adanya sosialisasi terhadap klinisi mengenai pemeriksaan M. Qualitative strain elastography–strain ratio evaluation-
ultrasound menggunakan strain elastografi agar akurasi an important tool in breast cancer diagnostic. Medical
diagnostik dalam menilai tingkat keganasan tumor payudara ultrasonography. 2016 Jun 1;18(2):195-200.
dapat ditingkatkan. 15. Syed KN, Zameer S, Zahoor A, Afzal A. Diagnostic
Accuracy of Ultrasound Strain Elastography for Diagnosis
of Malignant Breast Lesions J Cancer Prev Curr Res 3 (2):
DAFTAR PUSTAKA 00072.
16. Youssefzadeh S, Eibenberger K, Helbich T, Jakesz R, Wolf
1. American Cancer Society. Breast Cancer Facts & Figures G. Use of resistance index for the diagnosis of breast
2015-2016. Atlanta: American Cancer Society, Inc. 2015. tumours. Clinical radiology. 1996 Jun 1;51(6):418-20.
2. Barr RG, Nakashima K, Amy D, Cosgrove D, Farrokh A, 17. Zaini HH. Role of Color Doppler Ultra Sound Versus
Schafer F, Bamber JC, Castera L, Choi BI, Chou YH, Dietrich Histopathology in Differentiating Malignant From
CF. WFUMB guidelines and recommendations for clinical Benign Breast Masses. Iraqi Academic Scientific Journal.
use of ultrasound elastography: Part 2: breast. Ultrasound 2006;5(2):155-9.
in medicine & biology. 2015 May 1;41(5):1148-60. 18. Zhi H, Xiao XY, Yang HY, Ou B, Wen YL, Luo BM. Ultrasonic
3. Barr RG. Breast elastography. New York, NY: Thieme; 2015 elastography in breast cancer diagnosis: strain ratio vs
Jan 28. 5-point scale. Academic radiology. 2010 Oct 1;17(10):1227-
4. Hilbertina N. PERANAN PATOLOGI DALAM DIAGNOSTIK 33.
TUMOR PAYUDARA. Majalah Kedokteran Andalas. 2015
Aug 24;38(2):1-8.
5. Horvath E, Silva C, Fasce G, Ferrari C, Pinochet MA,
Galleguillos C, Soto E. Parallel artery and vein: sign of
benign nature of breast masses. American Journal of
Roentgenology. 2012 Jan;198(1):W76-82.
6. Lee SH, Chang JM, Cho N, Koo HR, Yi A, Kim SJ, Youk JH,
Son EJ, Choi SH, Kook SH, Chung J. Practice guideline
for the performance of breast ultrasound elastography.
Ultrasonography. 2014 Jan;33(1):3.
7. Lee SW, Choi HY, Baek SY, Lim SM. Role of color and power
Doppler imaging in differentiating between malignant
and benign solid breast masses. Journal of clinical
ultrasound. 2002 Oct;30(8):459-64.
8. Mifflin H. The American Heritage Medical Dictionary. USA:
Houghton Mifflin Company. Retrieved. 2007;15(01):2008.
9. Mutala TM, Ndaiga P, Aywak A. Comparison of qualitative
and semiquantitative strain elastography in breast
ABSTRACT
Thymoma is epithelial neoplasm arising from thymus gland commonly in anterior mediastinum. The incidence increases along with age at
40-50 year and reportedly 1-5 cases/milion/year. Masaoka system divides thymoma into 4 stadium. Stadium 1 is capsulated tumor, stadium
2 is invasion in fat tissue or mediastinal pleura, stadium 3 is invasion of surrounding organs, pericardium, great vessel and lung, stadium 4a
is tumor spreading to pleura or pericardium, and stadium 4a is hematogenous or lymphatic metastases. Imaging has great role in diagnosis
and thymoma staging. CT is the imaging modality of choice to evaluate thymoma and to differentiate it from other anterior mediastinum
abnormalities which correlated with therapy and prognosis from thymoma.
ABSTRAK
Timoma merupakan neoplasma epitelial dari kelenjar timus yang paling sering dari mediastinum anterior. Insiden timoma meningkat dengan
bertambahnya umur dengan rerata umur 40-50 tahun dan dilaporkan insidensinya 1-5 kasus per 1juta orang/tahun. Stadium timoma menurut
sistem Masaoka yaitu stadium I tumor berkapsul (tumor masih dalam kapsul intak), stadium II tumor telah invasi ke jaringan lemak atau pleura
mediastinum, stadium III tumor telah invasi ke organ sekitar, perikardium, pembuluh darah besar dan paru, stadium IVa tumor telah menyebar
ke pleura atau pericardium, stadium IVa tumor telah metastasis limfogen dan hematogen. Pencitraan radiologi memiliki peranan yang besar
dalam membantu menegakkan diagnosis dan stadium timoma. CT Scan (Computed Tomography) adalah modalitas pencitraan pilihan untuk
mengevaluasi timoma dan dapat membantu membedakan timoma dari abnormalitas mediastinum anterior yang lain dimana keseluruhan
informasi ini sangat berhubungan dengan terapi dan prognosis dari timoma.
PENDAHULUAN
Timoma merupakan neoplasma epitelial dari kelenjar timus yang paling sering dari mediastinum anterior. 1,2,3,4 Insiden
timoma meningkat dengan bertambahnya umur dengan rerata umur 40-50 tahun dan dilaporkan insidensinya 1-5 kasus per
1juta orang/tahun. Timoma memiliki predileksi yang hampir sama antara laki- laki dan perempuan. 3,5
Pencitraan radiologi memiliki peranan yang besar dalam membantu menegakkan diagnosis dan stadium dalam
menentukan stadium timoma. CT Scan adalah modalitas pencitraan pilihan untuk mengevaluasi timoma dan dapat membantu
menentukan stadium timoma sebelum dilakukannya operasi, berperan cukup baik dalam mendeteksi timoma, mengevaluasi
struktur timoma dan mengidentifikasi perluasannya, sehingga trilobus atau berbentuk seperti X atau V terbalik (Gambar 1).
keseluruhan informasi ini sangat berhubungan dengan terapi
dan prognosis dari timoma. 6-11 Pembuluh darah utama yang memasok timus berasal
dari arteria torakalis interna, arteria tiroidea inferior dan arteria
Pendekatan terapi timoma yang melibatkan berbagai pericardiophrenicus. Ukuran thymus sangat bervariasi dengan
multidisiplin keilmuan dan dokter spesialis radiologi adalah ketebalan maksimum 1,8 cm pada usia dibawah 20 tahun dan
anggota kunci dari tim multidisiplin yang dibutuhkan untuk 1,3 cm pada usia diatas 20 tahun. Berat timus mencapai 5 gr
evaluasi pasien dengan thymoma dan harus memahami hingga 50 gr.1,3,11
gambaran pencitraan timoma, karena berpengaruh besar
terhadap terapi.3
Definisi
muncul biasanya berkaitan dengan efek massa termasuk dari tumor. Stadium I, tumor berkapsul lengkap. Stadium II,
kompresi dan invasi ke struktur sekitarnya. Kompresi pada dibagi IIa secara mikroskopis sudah terjadi invasi ke kapsul,
trakea, nervus recurrent laring atau esofagus menyebabkan dan IIb secara makroskopis sudah invasi ke lemak di sekitarnya
batuk, sesak nafas, nyeri dada, infeksi respiratorius, suara serak tetapi belum sampai ke organ ataupun nodus limfatikus di
atau gangguan menelan. Invasi ke struktur kardiovaskular di dekatnya. Stadium III, sudah terjadi invasi ke organ sekitarnya
sekitarnya menyebabkan sindroma vena cava superior dan bila seperti pericardium, pembuluh darah besar atau paru. Stadium
terjadi kompresi atrium kanan dapat menyebabkan kematian IV, dibagi IVa bila sudah terjadi penyebaran luas sampai paru
jantung yang mendadak, tetapi kasus ini jarang terjadi. (pleura) atau jantung (pericardium), dan IVb melalui limfatik
Keluhan sistemik dan sindroma paraneoplastik diakibatkan hematogen ke organ lain separti hati (Tabel 1).3,25
sekresi hormon, antibodi, dan sitokin dari tumor.3,7,11
Pencitraan Radiologi
MRI mungkin lebih sensitif untuk massa timus yang Tata Laksana
kecil dibanding dengan CT. Gambaran MRI timoma yaitu akan
tampak isointens atau hiperintens dibanding muskulus pada Terapi utama untuk tumor timus adalah pembedahan.
T1, tampak hiperintens dibanding muskulus dan isointens Reseksi yang komplet merupakan faktor utama prognosis,
dengan fat di sekitarnya pada T2. Hal ini akan menyulitkan sehingga reseksi bedah merupakan landasan terapi pada
untuk membedakan timoma dengan jaringan lemak di pasien-pasien dengan timoma. Stadium I timoma diterapi
sekitarnya. Teknik fat-supression membantu pada keadaan dengan reseksi bedah saja. Stadium II timoma juga diterapi
ini. Pasien-pasien yang kontraindikasi bahan kontras iodium dengan thymectomi yang luas. Stadium IIa, terapi radiasi
(pada CT), bisa evaluasi pembuluh darah/kemungkinan invasi tidak direkomendasikan, tetapi untuk stadium IIb, terapi
dengan menggunakan MRI baik dengan material kontras radiasi direkomendasikan. Kemoterapi tidak direkomdasikan
maupun tidak. MRI dapat digunakan untuk identifikasi untuk stadium II. Tujuan terapi pada stadium III adalah
ketebalan dinding pada cystic timoma. Keuntungan MRI yaitu reseksi komplet. Pasien-pasien timoma yang yang sudah
tanpa radiasi dan dapat investigasi keterlibatan pembuluh meluas secara lokal, mendapat neoadjuvant kemoterapi
darah sedang kerugiannya memerlukan waktu yang lama dan sebelum dilakukan reseksi. Terapi radiasi post operasi
kurang baik untuk investigasi parenkim paru.3 direkomendasikan dan kemoterapi dipertimbangkan pada
kasus inkomplet reseksi timoma stadium III. Terapi untuk
timoma stadium IVa sama seperti stadium III. Stadium IVb
Pemeriksaan Patologi Anatomik sebaiknya diterapi dengan kemoterapi paliatif (cyclofosfamid,
doxorubicin, cisplatin) secara intens. Seorang dokter spesialis
Pemeriksaan sitologi / histopatologi dilakukan radiologi berperan besar dalam membedakan penyakit awal
untuk menentukan jenis tumor. Pengambilan bahan untuk (stadium I dan II) dengan penyakit yang sudah lanjut (stadium
pemeriksaan sitology dilakukan melalui trans thoracic needle III dan IV).3,20,26
aspiration (TTNA) dengan tuntunan CT Scan. Timoma dibagi 2
jenis atas dasar perangainya dalam menginvasi/ menginfiltrasi
organ sekitarnya, yanitu jinak/ noninvasif dan ganas / invasif. PEMBAHASAN
Timoma tipe A, AB dan B1 memiliki perangai ynag kurang
invasif dibandingkan dengan tipe B2, B3 dan C. 6,8,11 Radiografi, timoma biasanya unilateral, massa
mediastinum anterior berbatas tegas dengan kontur halus
atau lobulated, terletak di mana saja dari thoracic inlet
Diagnosis Banding hingga sudut cardiophrenic. Timoma dapat menebalkan
garis persimpangan anterior atau terilihat sebagai nodul atau
Diagnosis banding Timoma antara lain karsinoma massa diregio retrosternal pada radiografi dada lateral. Tanda-
thymic, Limfoma Hodgkin, thymic carcinoid, timolipoma, tanda radiografi penyakit lokal lanjut yaitu batas dengan
teratoma. Differential diagnosis untuk tumor mediastinum paru-paru tidak teratur dan elevasi hemidiafragma karena
anterior termasuk malignansi timus primer (seperti karsinoma keterlibatan saraf frenikus. Nodularitas pleura merupakan
thymus, thymic carcinoid tumor), tumor-tumor nonthymus indikasi metastasis pleura (Stadium IVa).3
(seperti terrible limfoma, germ cell tumor (teratoma),
pembesaran tiroid), tortuous pembuluh darah (dissecting CT adalah modalitas pencitraan pilihan untuk
aorta, arcus dextra), trauma dan mediastinal metastasis.3,22 mengevaluasi timoma dan dapat membantu membedakan
timoma dari kelainan mediastinum anterior lainnya. Diagnosis
Usia pasien dan gender, komposisi jaringan, temuan awal dan terapi yang adekuat akan memberikan prognosis
tambahan pada CT dan kejadian invasive tumor dapat yang paling baik. Stadium dan perluasan reseksi tumor
membantu untuk diagnosis banding massa mediastinum merupakan factor prognosis yang paling penting. Tumor yang
anterior. Sebagai contoh, timoma jarang bermanifestasi encapsulated dan dapat direseksi dengan lengkap, mempunyai
sebagai limfadenopati, efusi pleura atau bermetastasis prognosis yang baik. Tumor yang invasif dan unresectable
extratoraks. Bila satu atau lebih hal ini ditemukan maka mempunyai prognosis yang jelek, tanpa memperhatikan
diagnosanya diarahkan ke selain timoma. Beberapa massa karakteristik histologinya.3
mediastinum anterior juga mempunyai ciri khas tersendiri.
Misalnya, massa mediastinum anterior yang kistik dengan Gambaran khas timoma berupa massa di mediastinum
attenuasi lemak intrinsik, merupakan gambaran dari teratoma antero-superior, ukuran 1 cm - 10 cm (rerata 5 cm) dengan
yang matur. Malignan neoplasma germ cell hampir selalu tepi licin (batas jelas), round atau lobulated yang secara
menyerang laki-laki dan lebih sering pada pasien usia kurang karakteristik berasal dari satu lobus dari timus dan homogen.
dari 40 tahun.3,20 Keterlibatan mediastinum bilateral dapat juga muncul.
Bahan kontras IV sebaiknya diberikan bila tidak ada kontra
indikasi, evaluasi pembuluh darah penting untuk staging. luas sampai paru (pleura) atau jantung (pericardium), dan IVb
Pada pemeriksaan CT scan nonkontras, timoma biasanya melalui limfatik hematogen ke organ lain separti hati (Gambar
akan tampak seperti massa dengan densitas soft-tissue (40 6).3,8,26,28,29
HU – 60 HU). Setelah pemberian bahan kontras akan tampak
enhancement homogen yang merupakan karakteristik
untuk timoma, meskipun heterogen juga bisa tampak pada
1/3 kasus timoma oleh karena sudah terdapat nekrosis,
perubahan kistik ataupun perdarahan. Tumor dapat sebagian
atau seluruhnya tertutup lemak dan kalsifikasi juga mungkin
tampak, bisa punctate, linear sepanjang kapsul atau coarse.
Kalsifikasi timoma yang paling banyak ditemukan adalah
bentuk foci kecil-kecil, kalsifikasi yang massif adalah bentuk
yang tidak umum dan bila ditemukan maka disebut kalsifikasi
dystrophic.3,16
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 5. Stadium III timoma pria 41 tahun tanpa gejala. 1. Christenson R, Galobardes J, Maron CA. From the Archieves
Penyangatan kontras CT toraks menunjukkan massa mediastinum of AFIP. Thymoma: Radiologic- Pathologic Correlation.
anterior kiri 17-cm (M), yang menyangat heterogen dan menginvasi Radiographics 1992;12: 151-68
vena kava superior (*) dan sirkulasi kolateral (panah). Massa terbukti
2. Marom EM. Advances in Thymoma Imaging. J Thorac
kaya akan sel epitel (WHO jenis B3).24
Imaging. 2013;28:69-83
3. Benveniste MFK, Christenson MLR, Sabloff BS, Moran
CA, et al. Role of Imaging in the Diagnosis, Staging, and
Treatment of Thymoma. RadioGraphics. 2011;31:1847-61
4. Mittal MK, Sureka B, Sinha M, Mittal A, et al. Thymic masses:
A radiological review. S Afr J Rad. 2013;17:108-11
5. Honda S, Morikawa T, Sasaki F, Okada T, et al. Cystic
Thymoma in a Child:a rare Case and Review of the
Literature. Pediatr Surg Int. 2007;23:1015-7
6. Odev K, Aribas BK, Nayman A, Aribas OK, et al. Imaging
of Cystic and Cyst-like Lesions of the Mediastinum with
Pathologic Correlation. J Clin Imaging Sci. 2012;2:1-13
7. Wright CD, Wain JC. Acute Presentation of Thymoma with
Infarction or Hemorrhage. Ann Thorac Surg. 2006;82:1901-
4
8. Icksan A, Maryastuti, Syahruddin E, Hidayat H, Wibawanto
A. Peran CT Scan Dalam Penilaian Timoma. Indonesian
Gambar 6. Pleura diseminasi pada wanita 36 tahun dengan Journal of Cancer. 2008; 2 : 68-73
myasthenia gravis dan nyeri dada akut. Penyangatan kontras CT
9. Romeo V, Esposito A, Maurea S, Camera L, et al. Correlative
toraks menunjukkan massa mediastinum anterior (M) dengan
metastasis ke pleura kanan (panah). Reseksi metastasis pleura dan Imaging in a Patient with Cystic Thymoma: CT, MR and
thymectomy dilakukan dengan torakotomi kanan.26 PET/CT Comparison. Pol J Radiol. 2015;80:22-6
10. Satoh H, Ishikawa H, Kamma H, Noro M. Cystic Thymoma:
Diagnosis by Cross-Sectional Imaging. Respiratory
KESIMPULAN Medicine. 1996;90:635-37
11. Tecce PM, Fishman EK, Kuhlman JE. CT Evaluation
Temuan Radiologi pada timoma non invasif adalah of the Anterior Mediastinum: Spectrum of Disease.
massa yang bulat/ oval berlobulasi, berbatas tegas, umumnya RadioGraphics. 1994;14:973-90
asimetrik dan setelah pemberian kontras akan menghasilkan 12. Verhey PT, Hopkins KL, Primack SL, Radovich N, et al.
penyengatan yang homogen, sedangkan timoma invasif Noninvasive Cystic Thymoma in an Adolescent Boy. AJR.
umumnya tepi irrguler dan mengisi kedua hemitoraks, serta 2006;186:1176-80
Shoichi D. Takekawa1, Hideo Sakuma2, Maiko Baba1, Shouei Sai1, Yoshikei Miura1, Kenji Kawakura1,
Takehiko Abe1, Hidenori Shinjo1, Toshiyuki Saginoya1, Hirotugu Munechika1, Yasuo Fukaya3.
1
Department of Diagnostic Radiology, Southern Tohoku General Hospital, Koriyama, Fukushima, Japan
2
Department of Pathology, Southern Tohoku General Hospital, Koriyama, Fukushima, Japan
Department of Urology, Southern Tohoku General Hospital, Koriyama, Fukushima, Japan
3
ABSTRACT
A 56-year-old man presented with discomfort in the abdomen and backache. He lost his body weight by 10 Kg in 6 months.A large
retroperitoneal mass was found in addition to the right renal mass.It seemed necessary to exclude additional tumor in theretroperitoneum.
Abdominal CT with and without contrast enhancement showed Tumors in the right kidney and giant tumors in the retroperitoneum.
Percutaneous core needle biopsy of the retroperitoneal tumor and renal tumor was carried out under CT control.Pathological study revealed
sarcomatoid renal cell carcinoma in the retroperitoneal mass, but mostly fibrous tissue in the renal mass.
Final diagnosis was sarcomatoid renal cell carcinoma with retroperitoneal extension. This type of renal cell carcinoma is noted to have very
poor prognosis in the literature. Our case was also poor in prognosis, and the patient expired three months after the diagnosis was established.
Keywords : Sarcomatoid renal cell carcinoma, Renal cell carcinoma, needle biopsy, prognosis.
ABSTRAK
Intramuscular lipoma adalah kondisi yang jarang dan terhitung sekitar 1,8% dari semua tumor primer jaringan adiposa dan kurang dari 1%
dari semua lipoma. Tumor ini berasal dari jaringan otot pada berbagai lokasi. Giant intramuscular lipoma otot biceps brachii adalah tumor
yang jarang.
Seorang laki-laki usia 48 tahun dengan massa di lengan kanan atas. Massa tersebut muncul sejak satu tahun yang lalu dan ukurannya semakin
bertambah besar. Pada pemeriksaan fisik, terasa nyeri pada saat palpasi dan mobile. Pada foto polos, tak tampak jelas massa soft tissue pada
lengan atas. Computed tomography (CT) scan menunjukan massa hipodens pada otot biceps brachii dextra dengan densitas -72 hingga -83
Hounsfield. Magnetic resonance imaging (MRI), massa berasal dari otot biceps brachii. Pada T1 dan T2 weighted images, tampak lesi dengan
INTRODUCTION
Fig. 2. Ga Scintigraphy
111MBq of Ga citrate was injected. The frontal view (AP view)
shows high uptake in the upper part of the tumor. Posterior view (PA
view) shows less marked uptake in the right upper quadrant of the
abdomen. SPECT shows the highest uptake in the upper and left side
of the mass in the slice section.
Study by nuclear medicine: Fig. 4. Needle Biopsy of Retroperitoneal & Renal tumors.
Core needle biopsies were carried out under CT control. CT shows the
A Ga scintigraphy was carried out by the injection of positions of the tips of the biopsy sites.
The periphery of the renal tumor was not biopsied (B), but it seems to
111 MBq of Ga citrate, which showed a high uptake in the
be necessary to make the correct diagnosis of renal tumor, although
retroperitoneal tumor, but much less uptake in the right kidney. we obtained correct diagnosis of sarcomatoid renal cell carcinoma
(Fig. 2). Therefore, retroperitoneal malignant lymphoma was from the tissue in the retroperitoneal mass (A).
also entertained as a differential diagnosis.
Fig. 3. MRI of the kidney and retroperitoneum. (T2 WI, Coronal images) MR images show a large mass in the upper abdomen adjacent to the
right kidney (A), and lower pole of the right kidney and a smaller mass in the upper pole of the right kidney (B).
Pathological study by needle biopsy: The tissue from the right kidney yielded mostly
fibrous tissue and no tumor tissue was found. Pathological
A core needle biopsy of the retroperitoneal and renal diagnosis was the right sarcomatoid renal cell carcinoma with
masses was carried out and the tissues obtained were studied retroperitoneal extension.
pathologically.
The patient was placed on IL-2 therapy (700,000 unit of
A Super-Core II, Disposable Semiautomatic System IL-2 in 500 ml normal saline). He was once discharged from
(Sheenman Co. Ltd.) was used. The portions of biopsy were the hospital, but he was readmitted when he developed
depicted by localization CT in the prone position. (Fig. 4) obstructive jaundice by enlarged retroperitoneal tumor
and general malaise, and he expired three months after the
diagnosis was established.
DISCUSSION
28 cm in diameter, extending upwards, backwards and also developed, and it is hoped that we will have a better method
to the left side of the abdomen. The tumor was irregularly of treatment for sarcomatoid renal cell carcinoma also.
enhanced peripherally with relative low density inside. Biopsy
of the right kidney confirmed sarcomatoid RCC. They reported Regarding biopsy, the true pathological diagnosis
that sarcomatoid RCC is an aggressive tumor and its prognosis depends on the correct site of tumor tissue without necrosis
was poor. or marked degeneration. The tissue obtained from the renal
tumor in our case was from the center of the tumor and not
Shuch and his associates(4) states in their comprehensive from the periphery of the tumor. It would be assumed that we
review that although accounting for only 5% or so of renal could have obtained the diagnosis of sarcomatoid RCC, if we
cell carcinoma, the aggressive nature and advanced stage biopsied the peripheral portion of the renal tumor.
of presentation makes sarcomatoid renal cell carcinoma
fairly common to practitioners who manage patients with
metastatic disease. They also introduced the pathology of CONCLUSION
sarcomatoid RCC as many urologists and medical oncologists
consider sarcomatoid RCC to be a clinically relevant grouping, A percutaneous needle biopsy is a useful method to
and the histology contains features similar to sarcomas, with establish pathological diagnosis of tumors. We reported a case
spindle-like cells, high cellularity, and cellular atypia; necrosis of sarcomatoid renal cell carcinoma, a rare type of RCC by core
and microvascular invasion are present in 90% and 30 % of needle biopsy, and its poor prognosis of the disease. A few
cases, respectively; the majority of tumors have a variable literatures on sarcomatoid RCC were reviewed.
amount of recognizable carcinoma elements.
Some parts of this article were reported at the 21th
They further states that in clinical presentation Annual meeting of Northern Chapter of Japanese Society of
sarcomatoid RCCs are usually extremely large, with a mean Interventional Radiology on July 19, 2008, and also at the 12th
tumor size of 9-10 cm. The incidence of metastatic disease is Annual Scientific Meeting of Indonesian Society of Radiology
extremely high at presentation, with 45-84% of cases; location in Yogyakarta on May 6, 2017 as a plenary lecture: “Less invasive
of metastases are lung, bone, nodes, liver and brain. They treatment for cancer patients by Interventional Radiology” by
states that core biopsy has emerged as a safe and reliable way Shoichi D. Takekawa.
of identifying renal malignancy and may replace fine needle
biopsy. We also succeeded in making diagnosis of sarcomatoid
RCC by core biopsy. REFERENCES
The median survival time of sarcomatoid RCC reported 1. Bennington JL, Beckwith JB. Sarcomatoid rernal cell
by majority of institutions is only 4-9 months after diagnosis. carcinoma. AFIP Fascicle 12, 1975; pp 160-1
As to the treatment of sarcomatoid RCC, Shuch and his
associates concluded as “There may be a role for combination 2. Cangiano T, Liao J, Naitoh J, Dorey F, Figlin R, and
chemotherapy with antiangiogenetic therapy in sarcomatoid Bellgegrun A. Sarcomatoid renal cell carcinoma: Biologic
RCC, but the ultimate improvement will come from better behavior, prognosis, and response to combined surgical
molecular and genetic characterization of sarcomatoid RCC resection and immunotherapy. J Clin Oncology, 1999; 17:
and design of specific therapies.” 523-8
According to Stratton and his associates(5) cancer 3. Wu MY, Liaw CC, Chen YC, Tian YC, Hsueh S, Jenq CC, Fang
genomes have been studied extensively and approximately JT, Yang CW. (Chang Gung Univ., Taipei, Taiwan) Nephrol
100, 000 somatic mutations from cancer genomes have been Dial Transplant, 2006; 22: 952-3
reported. Simplified technology to assess alteration of genes
4. Shuch B, Bratslavsky G, Linehan WM, Srinivasan R.
is rapidly advancing recently.
Sarcomatoid renal cell carcinoma: A comprehensive
review of the biology and current treatment strategies.
Santarpia and his associates(6) described that targeted
Oncologist, 2012; 17: 46-54
drugs in small-cell lung cancer is limited in its application and
express a hope in immunotherapy. However, targeted drugs 5. Stratton MR, Campbell PJ, Futreal PA: The cancer genome.
for lung small cell carcinoma seem to be effective in our Nature, 2009; 458: 719-24, doi: 10.1038/nature07943
experience in selective patients with marked prolongation
of the surviving time, when genomic characterization was 6. Santarpia M, Daffina MG, Karachaliou N, et al: Targeted
confirmed to be suitable for the treatment of the specific drugs in small-cell lung cancer. Transl Lung Cancer Res,
cancer. Genomic drugs and immunotherapy will be further 2016; 5: 51-70
Hesti Gunarti1
1
Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan,
Universitas Gadjah Mada
ABSTRACT
Choledochal cyst is a dilatation of extrahepatic billiary duct with or without intrahepatic billiary duct dilatation. The main diagnostic tool
for detection of a choledochal cyst, especially in childhood, is ultrasonography. In adults, computed tomography can confirm the diagnosis;
however, endoscopic retrograde cholangiography (ERCP) or magnetic resonance cholangiopancreaticography (MRCP) is the most valuable
diagnostic methods and can accurately show cystic segments of the biliary tree.
We reported an eight months-old child with jaundice, anemia, tea-like urine, and damp feces. She underwent ultrasound examination which
was interpreted as choledocal cyst and confirmed by CT of the abdomen. The patient later went to surgery, however she died of septic shock.
ABSTRAK
Kista koledokus adalah dilatasi dari duktus biliaris ekstrahepatik dengan atau tanpa dilatasi duktus biliaris intrahepatik. Pemeriksaan radiologi
utama untuk mendeteksi kista koledokus terutama pada anak-anak adalah ultrasonografi. Pada orang dewasa pemeriksaan CT-scan lebih
diutamakan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Bagaimanapun juga, Endoscopic Retrograde Cholangiography (ERCP) atau Magnetic Resonance
Cholangiopancreaticography (MRCP) adalah pemeriksaan yang lebih dapat dipercaya dan tepat untuk memperlihatkan bagian kistik dari
duktus bilier.
Dilaporkan perempuan 8 bulan dengan keluhan utama badan kuning, anemia, BAK seperti air teh, dan BAB dempul. Pasien mendapatkan
pemeriksaan ultrasonografi yang dikesankan sebagai kista duktus koledokus dan dikonfirmasi menggunakan pemeriksaan CT-scan. Pasien
mendapatkan terapi pembedahan, namun pasien meninggal karena syok septik.
PENDAHULUAN
Kista koledokus adalah dilatasi dari duktus biliaris ekstrahepatik dengan atau tanpa dilatasi duktus biliaris intrahepatik.1,2,3,4
Ada beberapa jenis klasifikasi dari kista koledokus. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Todani, yang
merupakan modifikasi dari klasifikasi Alonso-Lej. Klasifikasi tersebut membagi kista koledokus menjadi lima tipe utama dengan
beberapa sub-tipe. Tipe yang paling sering ditemui adalah tipe I berupa dilatasi sakular atau fusiform dari saluran empedu
ekstrahepatik dengan presentasi 50-90% kasus. Tipe IV adalah jenis yang paling banyak kedua pada tipe dewasanya dengan
presentasi 11-35 %. Tipe IV berupa dilatasi saluran empedu Vater (1723) merupakan orang yang pertama kali
ekstrahepatal atau intrahepatal atau keduanya. 3,5,6 menjelaskan tentang dilatasi duktus koledokus. Pada tahun
1852, Douglas menulis laporan klinis pertama kali dari kista
Kista koledokus dapat terjadi pada semua usia. koledokus.1,6 Penyebab pasti dari kista koledokus masih
Sekitar dua pertiga pasien memperlihatkan gejala klinis menjadi perdebatan. Banyak penulis percaya bahwa kelainan
sebelum usia 10 tahun. Trias gejala klinis klasik yaitu nyeri ini adalah bawaan karena sebagian besar kista didiagnosis
perut, jaundice dan teraba massa kuadran kanan atas perut pada bayi dan anak-anak. Sebagian penulis percaya bahwa
ditemukan pada 30%-60 % dari pasien yang datang pada kista koledokus merupakan kelainan dapatan, karena sekitar
dekade pertama kehidupan dan hanya 20 % pada pasien 20% pasien didiagnosis saat dewasa bahkan saat usia lanjut.6,8
yang lebih tua.1,2,3,4,5 Gejala klinis kista koledokus biasanya
akibat dari stasis empedu, pembentukan batu, superinfeksi Pada tahun 1935, Yotsuyanagi mengajukan hipotesis
berulang dan peradangan. Obstruksi dan infeksi di semua bahwa kista koledokus timbul dari proliferasi tidak merata
kista koledokus, terutama dengan keterlibatan intrahepatik, epitel duktus koledokus saat lumen hepatic bud masih
juga menyebabkan sirosis bilier sekunder pada 40% -50% tertutup. Kanalisasi duktus biliaris menyebakan dilatasi yang
dari pasien, sehingga dapat timbul tanda-tanda dan gejala tidak normal pada tempat di mana proliferasi sel lebih aktif dan
hipertensi portal seperti perdarahan pencernaan bagian dindingnya relatif lemah. Hipoproliferasi duktus dari bagian
atas, splenomegali dan pansitopenia. Oleh karena itu distal menyebabkan bagian distal duktus relatif stenosis.
diagnosis yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk
mengurangi morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi Pada tahun 1973, Babbitt mengajukan hipotesis
kista koledokus. Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk bahwa terjadinya kista koledokus berhubungan dengan
membantu menegakkan diagnosis kista koledokus dengan refluk dari cairan pankreas kronis akibat dari hubungan tidak
tepat. normal duktus pankreatikus (duktus wirsungi) dengan duktus
koledokus (anomali pancreaticobiliary junction [APBJ]) ditandai
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan pilihan untuk dengan extraduodenal junction dari koledokus dengan saluran
pemeriksaaan awal untuk menentukan adanya kista koledokus pankreas, yang tidak mengenai sfinkter Oddi. Saluran ini
dan mempunyai sensitifitas 70%-97%. Untuk mengetahui ukurannya lebih panjang dan posisinya lebih tinggi, yang
hubungan kista dengan duktus biliaris dan membedakan menyebabkan refluks cairan pankreas. Regurgitasi cairan dari
kista koledokus dengan kista intraabdominal yang lain kadang pankreas ke duktus koledokus menyebabkan peradangan,
masih diperlukan modalitas seperti computed tomography penggundulan epitel, dan kelemahan dari dinding saluran
(CT), endoscopic retrograde cholangio pancreatography empedu, akhirnya mengarah pada pembentukan kista. Jadi,
(ERCP) dan magnetic resonance cholangiopanceatography kemungkinan besar terjadinya kista karena asosiasi dari
(MRCP).3,6,7,8,9 beberapa faktor, dan bukan hanya karena perkembangan
abnormal dari sistem duktal. 6,8
CT berguna dalam menunjukkan kontinuitas kista
dengan saluran empedu, hubungannya dengan struktur Penegakan diagnosis kista duktus koledokus dilakukan
sekitarnya dan adanya keganasan yang terkait. Pada pasien dengan memperhatikan tanda dan gejala dari hasil anamnesis,
dengan kista tipe IV dan penyakit Caroli, pemeriksaan ini pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoris dan hasil
berguna untuk menggambarkan dilatasi intrahepatik dan pemeriksaan radiologis. Modalitas yang dapat dipergunakan
luasnya penyakit seperti adanya keterlibatan hati difus atau untuk pemeriksaan kista koledokus adalah ultrasonografi
segmental terlokalisasi.3,6,7,8,9 (USG), computed tomography (CT) scan, endoscopic retrograde
cholangio pancreatography (ERCP), Magnetic resonance
Mengingat pentingnya peran radiologi dalam cholangio pancreatography (MRCP). 3,8
mendiagnosis kista koledokus dan implikasi diagnosis
terhadap prognosis dan tata laksana pasien-pasien kista Modalitas pencitraan yang pertama digunakan untuk
koledokus maka pengetahuan Dokter Spesialis Radiologi menilai kista koledokus adalah USG karena bersifat non-
mengenai kelainan ini merupakan hal yang penting. Tulisan invasif, cepat, berbiaya rendahm dan banyak tersedia. USG
ini diharapkan menambah pengetahuan mengenai gambaran dapat memberikan informasi tentang lokasi, ukuran kista,
kista koledokus sehingga diharapkan dapat mengenali dan serta hubungannya dengan struktur lain seperti vena porta,
mendiagnosis dengan tepat bila menemukan kasusnya duodenum dan hepar. USG colour Doppler berguna dalam
dalam praktek sehari-hari. Tujuan penulisan ini adalah menentukan struktur vaskuler yang berdekatan seperti vena
melaporkan kasus kista koledokus yang memiliki gambaran portal. Diagnosis kista koledokus memerlukan gambaran
pemeriksaan CT-scan sesuai dengan referensi dan hasil adanya hubungan kista dengan saluran empedu sehingga
operasi. dapat dibedakan dari kista intra-abdominal lain seperti
pseudo-kista pankreas, kista ecchinococcal dan kistadenoma
Gambar 1. Hasil USG pada pasien dengan klinis kolestasis, tampak lesi anekoik multipel dengan batas tegas mem-
bulat dan dinding ireguler di extrahepatic bile duct.
Kemudian dilakukan pemeriksaan CT-scan abdomen dengan kontras, tampak lesi hipodens (7,5 HU) batas tegas bentuk
bulat multipel di common bile duct ukuran 4,5 x 3 x 3,5 cm dan 1,8 x 1,55 x 2,41 cm di mana paska-pemberian kontras tak tampak
enhancement. Pada hepar tampak densitas meningkat inhomogen, ekostruktur kasar, struktur bilier intra-hepatal melebar (2,8
– 5,9 mm), vaskuler intrahepatal tak prominen. Hasil CT-scan tersebut dikesankan mengarah gambaran kista duktus koledokus
tipe IV dengan fibrosis hepar, ascites minimal, tak tampak massa di hepar, dan distensi sebagian kolon.
Gambar 2. CT-scan abdomen pre-kontras dan paska-kontras, tampak lesi hipodens (7,5 HU) batas tegas bentuk
bulat multipel di common bile duct ukuran 4,5 x 3 x 3,5 cm dan 1,8 x 1,55 x 2,41 cm paska-pemberian kontras tak
tampak enhancement.
Kemudian dilakukan prosedur laparotomi dengan diagnosis pra-bedah dan paska-bedah adalah kista common bile duct.
Tindakan yang dilakukan adalah laparotomi kistektomi, shunting kista-jejenostomi, shunting jejeno-jejenostomi Roux-en-Y. Tiga
hari setelah operasi pasien meninggal karena syok septik.
1996, pp 739-753
5. Lipsett P. Biliary atresia and cysts. in Pitt H (eds): The Biliary
Tract (part of Clinical Gastro Enterology). London, UK,
Balliere Kindall, 1997, 11 (4), pp 626-641
6. Tadokoro H, Takase M. Recent advances in choledochal
cysts, Open Journal of Gastroenterology. 2012; 2: 145-54
7. Singham J, Yoshida EM, Scudamore CH. Choledochal
cysts, Can J Surg. 2009; 52(6): 506-11
8. Souza LRMF, Rodrigues FB, Tostes LV, Barreto GB, Cardoso
MS. Imaging evaluation of congenital cystic lesions of the
biliary tract. Radiol Bras. 2012; 45(2):113-17.
9. Büyükyavuz Y, Ekinci S, Çiftçi AO, Karnak Y, Mehmet Emin,
Senocak ME, Tanyel FC, Büyükpamukçu N. A retrospective
study of choledochal cyst: clinical presentation, diagnosis
and treatment. The Turkish Journal of Pediatrics. 2003; 45:
321-25
10. Mortele KJ, Ros PR. Anatomic variants of the biliary tree:
MR cholangiographic findings and clinical applications.
AJR. 2001; 177:389-94.
11. Standring S, Gray H. Gray’s Anatomy. The Anatomical Basis
of Clinical Practice. Churchill Livingstone; 2008.
12. Netter FH. Atlas of human anatomy. 5th Ed. Elsevier Inc;
2010.
13. Mortele KJ, Rocha TC, Streete JL, Taylor AJ. Multimodality
Imaging of Pancreatic and Biliary Congenital Anomalies 1.
RadioGraphics. 2006; 26:715-31
14. Cvetkovic A, Markovic R, Milosevic B, Choledochal cyst-
presentation of the disease with a case report. Bosnian
Journal of Basic Medicall Sciences. 2011; 11 (3): 195-96
15. Rumack CM, Wilson SR, Charboneau JW, Levine D.
Diagnostic Ultrasound. 4th ed. Philadelphia: Mosby; 2011
16. Sharma AK, Wakhlu A, Sharma SS. The role of endoscopic
retrograde cholangirpancreatography in the management
of choledochal cysts in children. J Pediatr Surg. 1995;
30:60-7.
17. Mortele KJ, Ros PR. Cystic Focal Liver Lesions in the Adult:
Differential CT and MR Imaging Features. RadioGraphics.
2001; 21:895-910
18. Vachha B, Sun MRM. Sun, Siewert B, Eisenberg RL. Cystic
lesions of the liver, AJR 2011; 196:W355–W366
19. Kim YH, Saini S, Sahani D, Hahn PF, Mueller PR, Auh YH.
Imaging diagnosis of cystic pancreatic lesions: pseudocyst
versus nonpseudocyst. RadioGraphics 2005; 25:671-85
20. Korobkin M, Stephens DH, Lee KT, Stanley RJ, Fishman EK,
Francis IR, Alpern M B, Rynties M. Biliary cystadenoma and
cystadenocarcinoma: CT and sonographic findings, AJR.
1989;153:507-11.
ABSTRACT
Adrenal Incidentaloma lesions are commonly detected by Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging. Lesion characterization
is essential to predict the prognosis of the primary disease, to assess staging, and direct therapy. Imaging plays a critical role in the
characterization of adrenal incidentaloma lesions. Imaging modalities have been developed forr accurately differentiating lesions by using
anatomic and physiologic imaging principles and major adrenal imaging techniques currently available which include newly developed
promising techniques. An imaging algorithm is provided to guide radiologists in recognizing, reporting, and managing adrenal lesions, so
it leads to the appropriate test to make correct diagnosis. The purpose of this article is to discuss the principles, techniques and imaging
algorithms in characterizing adrenal lesions.
Keywords : Adrenal incidentaloma, adrenal characterization, imaging principles, imaging techniques, imaging algorithms.
ABSTRAK
Lesi-lesi adrenal insidentaloma umumnya terdeteksi pada Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging. Karakterisasi lesi sangat
penting untuk memprediksi prognosis penyakit primer, menilai staging, dan terapi langsung. Pencitraan memainkan peran penting dalam
karakterisasi lesi adrenal insidentaloma. Modalitas pencitraan telah dikembangkan sehingga dapat secara akurat membedakan lesi ini dengan
menggunakan prinsip pencitraan anatomi dan fisiologis dan teknik pencitraan adrenal utama yang tersedia saat ini, termasuk teknik-teknik
baru yang menjanjikan. Algoritma pencitraan disediakan untuk memandu ahli radiologi dalam mengenali, melaporkan, dan mengelola lesi
adrenal, sehingga menuju ke tes yang tepat untuk membuat diagnosis yang benar. Tujuan penulisan artikel ini untuk membahas prinsip,
teknik dan algoritma pencitraan dalam mengkarakterisasi lesi adrenal.
Kata Kunci : Adrenal incidentaloma, karakterisasi adrenal, prinsip pencitraan, teknik pencitraan, algoritma pencitraan.
PENDAHULUAN
Sejak awal tahun 1980-an, massa adrenal yang ditemukan secara tidak sengaja telah menjadi masalah klinis umum
sebagai akibat dari penggunaan prosedur pencitraan anatomis resolusi tinggi secara luas, terutama computed tomography
(CT) dan magnetic resonance imaging (MRI). Massa adrenal yang terdeteksi selama pemeriksaan CT atau MRI yang dilakukan
karena alasan selain kecurigaan abnormalitas adrenal disebut akurat. Namun jauh lebih aman mengkatagorikan beberapa
sebagai adrenal insidentaloma.1 Adrenal insidentaloma lesi yang tidak dapat dikarakteristikkan daripada risiko
terlihat pada sekitar 4% - 6% dari populasi yang dilakukan kesalahan diagnosis pada lesi yang bersifat ganas.7,9
pencitraan.1–3 Hampir semua lesi terbukti jinak pada pasien
tanpa riwayat kanker.1,4,5 Pada pasien yang terdiagnosis Teknik pencitraan berupa CT, MRI, positron emission
memiliki keganasan ekstra-adrenal, umumnya menunjukan tomography (PET) dan PET/CT dapat mengkarakterisasi
lesi tersebut merupakan metastasis.6 Karakterisasi lesi sangat berbagai lesi jinak adrenal dengan mudah. Karakterisasi lesi
penting untuk memprediksi prognosis penyakit primer, adrenal incidentaloma pada pencitraan berdasarkan pada
penentuan stadium, dan penentuan terapi yang tepat. Dokter tiga prinsip fisiologis yang berbeda secara fundamental: (a)
radiologi memainkan peran penting dalam karakterisasi konsentrasi lemak intraseluler dari massa, (b) perilaku kontras
adrenal insidentaloma.7 Tujuan penulisan artikel ini untuk intravena dari massa atau perbedaan perfusi antara massa
membahas prinsip pencitraan anatomi dan fisiologis yang jinak dan ganas, dan (c) aktivitas metabolik dari massa.7,9,10
digunakan untuk membedakan massa adrenal, menyajikan Metode yang digunakan dalam karakterisasi lesi melalui
teknik pencitraan yang tersedia untuk dokter radiologi, penilaian pada fitur morfologi makroskopik, pencitraan serial,
dan merekomendasikan algoritma pencitraan yang dapat teknik lipid-sensitive imaging, pencitraan perfusi adrenal,
memandu dokter radiologi dalam menegakan diagnosis yang pencitraan metabolik atau fungsional adrenal dan teknik
benar. pencitraan terbaru.
Studi otopsi menunjukkan prevalensi massa adrenal Fitur morfologi makroskopik yang dinilai diantaranya
tanpa klinis sekitar 2% (berkisar 1-8,7%) dan meningkat seiring ukuran, bentuk, margin, homogenitas atenuasi, serta adanya
usia. Studi radiologi melaporkan frekuensi sekitar 3% pada komponen air dan lemak pada lesi.7 Temuan yang lebih
usia 50 tahun dan meningkat hingga 10% pada orang tua. mencurigakan untuk keganasan termasuk lesi berukuran
Di usia kanak-kanak, adrenal incidentaloma sangat jarang.2–4,8 besar, margin ireguler, tampilan heterogen, dan pertumbuhan
Penyebab terbanyak adalah adenoma sebesar 50% – 80%7, yang ukuran yang cepat.11 Jika lesi lebih dari 4 cm maka sekitar 70%
terdiri dari 94% adenoma non-fungsional dan 6 % adenoma kemungkinan merupakan lesi ganas, sedangkan jika >6 cm
fungsional (5% merupakan cortisol-secreting adenoma maka kemungkinan ini meningkat menjadi 85%.2,6 Pada lesi
sedangkan 1% adalah aldosteronoma).2,3,6 Lesi jinak lainnya yang lebih dari 4 cm, adrenocortical carcinoma harus sangat
termasuk myelolipoma sebanyak 9% dan cyst, hemorrhagie, dipertimbangkan, terutama jika pasien tidak memiliki riwayat
ganglioneuroma, hemangioma serta granulomatous yang keganasan lain.12 Beberapa myelolipoma juga besar karena
secara keseluruhan sebesar 1% - 2% dari lesi yang terdeteksi.1–3,6 adanya lemak makroskopik,1,6,13 besarnya dapat melebihi 4 cm
Lesi yang bersifat ganas yang dilaporkan sekitar 2% - 3% namun bisanya tidak lebih dari 6 cm.1
dari semua lesi yang terdeteksi, yang meningkat jumlah
dan proporsinya dengan usia pasien.6 Beberapa laporan Lesi inhomogen dapat menandakan suatu keganasan,
menunjukkan bahwa adrenocortical carcinoma (<5%) dan terutama jika lesi besar. Namun lesi jinak dan ganas dapat
pheochromocytoma (5%) yang lebih sering terlihat daripada heterogen dalam atenuasi. Area nekrotik yang besar pada
lesi metastasis.2,6 Lesi ganas lainnya yang jarang ditemukan lesi biasanya menandakan keganasan. Sebaliknya, metastasis,
termasuk lymphoma, hemangiosarcoma dan neuroblastoma.7 sering homogen dan mirip dengan adenoma, terutama
ketika ukurannya kecil. Kebanyakan adrenal cyst, menunjukan
atenuasi air yang homogen dengan kapsul yang tipis,
Prinsip Pencitraan Adrenal Incidentaloma meskipun beberapa dapat menjadi complex cyst yang kadang-
kadang dibingungkan dengan necrotic adrenal carcinoma.1,5
Karakterisasi lesi adrenal incidentaloma yang terdeteksi Bentuk atau marginasi lesi kadang-kadang dapat membantu,
tergantung pada apakah lesi fungsional atau lesi non- karena lesi besar dengan batas yang ireguler biasanya ganas.
fungsional dan kemudian apakah lesi jinak atau ganas. Beberapa adenoma kadang-kadang menunjukkan iregularitas,
Adenoma fungsional dan pheochromocytoma ditentukan juga pada pasien dengan malignansi ekstra-adrenal, adrenal
dengan tes biokimia.9 Untuk lesi non-fungsional menjadi dengan multinodul biasanya bersifat jinak.8
tantangan klinis dan pencitraan yang paling utama dalam
menentukan apakah lesi tersebut jinak atau ganas. Teknik
pencitraan harus cukup sensitif untuk mendeteksi adanya lesi Pencitraan Serial
adrenal fokal, namun juga harus memiliki spesifisitas yang
tinggi dalam karakterisasi lesi adrenal jinak atau ganas yang Riwayat pencitraan sebelumnya dan evaluasi
pencitraan berikutnya (6 bulan) sangat penting dalam dengan sensitivitas hingga 71% dan spesifisitas 98%.17 Dalam
karakterisasi lesi adrenal incidentaloma yang dapat menilai praktek klinis, atenuasi 10 HU pada CT tanpa kontras menjadi
perubahan morfologi lesi terutama pada pasien dengan nilai ambang batas yang paling banyak digunakan untuk
riwayat keganasan.14 Lesi jinak jarang membesar atau diagnosis adenoma kaya lemak.10 Ada keterbatasan untuk CT
membesar sangat lambat pada pencitraan serial. Bila lesi densitometri tanpa kontras. Pertama, 30% adenoma memiliki
stabil dalam ukuran dan morfologi hampir dapat diasumsikan lemak yang rendah dengan nilai atenuasi melebihi 10 HU
jinak. Kebalikannya bila lesi tumbuh membesar dan terdapat pada CT tanpa kontras, sama seperti pada hampir semua lesi
perubahan morfologi, hampir selalu ganas.7,9,14 Namun ganas.1,5,16,18–20 Kedua, dua studi15,21 telah melaporkan bahwa
beberapa lesi jinak (adenoma dan myelolipoma yang memiliki CT dengan detektor tunggal dan CT dengan multi detektor
kecenderungan perdarahan) serta adrenal hemorrhage, lesi menghasilkan tingkat atenuasi yang sedikit berbeda tetapi
akan tampak cepat membesar.13 Sebaliknya, lesi menjadi lebih secara statistik cukup signifikan, hal ini dapat menyebabkan
kecil pada massa adrenal hemorrhage jinak dan keganasan kategorisasi yang keliru.20 Kesalahan yang sering dilakukan
yang diobati kemoterapi terutama lymphoma.14 adalah penempatan region of interest (ROI) yang salah, baik
karena memasukan bagian lemak retroperitoneal sekitarnya
dalam ROI, atau karena memilih ROI yang terlalu kecil,
Teknik Lipid-sensitive Imaging sehingga terlalu sedikit piksel yang mewakili rata-rata atenuasi
lesi (Gambar 1).14
Teknik ini sangat berguna untuk karakterisasi
lesi adrenal incidentaloma karena hampir 70% adenoma
mengandung banyak lemak intraseluler (terutama kolesterol, Analisis Computed Tomography Histogram
asam lemak, dan lemak jenuh), sedangkan hampir semua
lesi ganas mengandung sedikit lemak.15,16 Berbagai teknik Teknik ini melibatkan penempatan ROI lebih dari sekitar
pencitraan dapat digunakan untuk menilai untuk konten 1/3 sampai 2/3 dari luas permukaan adrenal yang kemudian
lemak termasuk CT tanpa kontras, analisis histogram CT, dual- diproses dengan alat analisis histogram pada workstation CT
energy CT dan chemical shift MRI.10 viewer.22 Teknik ini memungkinkan pengukuran jumlah dan
jangkauan pengukuran atenuasi piksel, yang divisualisasikan
Gambar 1. Massa adrenal kanan ukuran 2 cm pada CT tanpa kontras. (A) ROI terlalu kecil (panah) menghasilkan atenuasi -15 HU.
(B) ROI terlalu kecil (panah) menghasilkan atenuasi 23 HU. (C) Pengukuran ROI yang benar (panah) menghasilkan atenuasi 5 HU,
konsisten dengan adenoma yang kaya lemak.14
Dual-energy Computed Tomography proton lemak dan proton air.1,5,28 Perbedaan frekuensi ini
menyebabkan proton air dan lemak berada pada fase yang
Prinsip Dual-energy CT berdasarkan pada perbedaan relatif berbeda selama proses akusisi dan memungkinkan
atenuasi sinar-X energi rendah dengan sinar-X energi tinggi. didapatkan perbedaan gambar pada in-phase dan opposed-
Fenomena ini dimanfaatkan untuk mendeteksi lemak dalam phase.29 Proton air berputar pada frekuensi yang lebih tinggi
adrenal dengan cara mengukur perbedaan atenuasi pada daripada proton lemak sehingga sinyal MR dari proton air dan
sinar-X energi tinggi 140 kVp dan energi rendah 80 kVp.9 Studi lemak dalam voxel dapat dibedakan satu sama lain selama
sebelumnya menunjukkan jaringan yang mengandung lemak opposed-phase gradient-echo MRI.28,30 Lemak intrasitoplasma
memiliki perbedaan atenuasi lebih dari 6 HU (Gambar 3).25,26 ditandai dengan penurunan intensitas sinyal pada gambar
Teknik ini dapat diterapkan untuk mengidentifikasi lemak pada opposed-phase jika dibandingkan dengan gambar in-phase
adenoma atau myelolipoma.9 Gupta dkk membuktikan bahwa (Gambar 4).29
karakteristik spesifik untuk adenoma berupa penurunan
atenuasi pada energi 140 kVp dan 80 kVp, sedangkan pada
metastasis dikarakteristikan dengan peningkatan atenuasi
pada energi 80 kVp.27
Gambar 2. Adenoma kiri yang rendah lemak (20 HU). (a) CT scan tan-
pa kontras potongan aksial dengan ROI (merah) ditempatkan di atas Analisis lemak intrasitoplasma pada chemical shift MRI
massa untuk analisis histogram. (B) Histogram lesi dengan atenuasi menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif yang menilai
piksel terhadap jumlah piksel. Hitungan piksel negatif adalah 32%, lesi adrenal incidenlaoma pada gambar in-phase dan opposed-
konsisten dengan adenoma.7 phase.29 Metode kualitatif dilakukan dengan menilai secara
visual gambar opposed-phase dibandingkan dengan gambar
in-phase untuk mengevaluasi penurunan intensitas sinyal,
dibandingkan dengan struktur yang berdekatan yang terlihat
pada bagian yang sama sebagai referensi visual (misal: hepar
dan lien).29 Metode ini adalah yang paling banyak digunakan,
mungkin karena tidak memakan waktu, dan dianggap dapat
diandalkan sebagai analisis kuantitatif.30 Metode kuantitatif
dilakukan dengan mengukur intensitas sinyal pada pemetaan
ROI pada lesi di kedua gambar in-phase dan opposed-phase
dan kemudian menghitung penurunan sinyal (Gambar
5).29,31 Berbagai metode perhitungan diperinci pada Tabel
1. Parameter yang sering digunakan adalah adrenal signal
intensity index (ASII) dan adrenal-to-spleen ratio (ASR).10,31 Lien
Gambar 3. Nodul adrenal kiri pada dual-energy CT. (A) Atenuasi pada merupakan jaringan referensi yang paling sering digunakan
energi 140 kVp sebesar +13 HU. (B) Atenuasi pada energi 80 kVp karena hepar dan otot sering terdapat infiltrasi lemak.29
sebesar +8,5 HU, menunjukan lemak intraseluler, konsisten adenoma
Namun, teknik kuantitatif ini agak rumit untuk dihitung dan
rendah lemak.27
tidak sering digunakan dalam praktek klinis.32 Sensitivitas
dan spesifitas chemical shift MRI untuk diferensiasi adrenal
Chemical shift MRI insidentaloma mirip dengan densitometri CT unenhanced,
masing-masing 81-100% dan 94-100%.28,33
Teknik ini mendeteksi kandungan lemak intrasitoplasma
berdasarkan prinsip perbedaan frekuensi resonansi dari
Tabel 1. Metode Kuantitatif Penghitungan Penurunan Intensitas Sinyal dan Nilai Cutoff untuk Adenoma29
Nilai Cutoff Nilai Cutoff
Nama Rumus 1.5T 3T
Adrenal-to-spleen ratio
≤ -35.9% ≤ -17.2%
(ASR)
Adrenal-to-muscle ratio
≤ -29.3% ≤ -39.6%
(AMR)
Keterangan : SI = Signal Intensity, IP = in-phase dan OP = opposed-phase
• MIBG SPECT
• Radioiodinated NP-59
• Diffusion-weighted MRI
spesifisitas 96% sedangkan rasio 4,0-4,3 ppm/creatine > 1.50 lesi adrenal incidentaloma dengan protokol CT tanpa kontras
menunjukan lesi pheochromocytoma dan carcinoma yang menggunakan marker oral air 1000 mL sebelum pemindaian,20
dibedakan dari adenoma dan metastasis sensitifitas 87% dan pemindaian pada abdomen bagian atas dari diafragma
spesifisitas 98% (Gambar 9).40 hingga ke sepertiga tengah ginjal kanan selama inspirasi,41
dengan ketebalan irisan 2-3 mm,36,42 menggunakan detektor
0,6 mm, energi 120 kVp, arus listrik 200-250 mAs, dan waktu
rotasi 370 mdetik20,42 yang diikuti dengan aplikasi kontras
media iodine intravena 1,5 mL/kg berat badan,42 konsentrasi
350 mg/mL, kecepatan 3-4 mL/detik,20 dengan pemindaian
multifase dengan fase porta pada 60 detik dan fase delayed
pada 15 menit.20,36,37,41 Parameter yang dinilai pada CT tanpa
kontras termasuk morfologi lesi, CT densitometri dan
analisis histrogram, sedangkan pada CT dengan kontras
multifase termasuk CT perfusi dan CT washout. Pada Dual-
energy CT digunakan protokol tanpa aplikasi kontras dengan
menggunakan energi rendah 80 kVp dan energi tinggi 140
kVp, diameter tabung detektor 50 cm dan 33 cm, kolimasi 0,6
mm.41 Pada postprocessing dinilai karakteristik penurunan atau
peningkatan atenuasi pada energi rendah dan perbedaan
atenuasi antara dua energi.27
• Ultrasonography
fase parenkim (akhir) (> 40 detik – 5 menit setelah injeksi). kedua sistem secara mekanik sejajar sehingga pasien dapat
Penilaian pola vaskularisasi spesifik seperti penyengatan dipindahkan dari CT ke PET dengan memindahkan meja
kontras sentral, perifer, dan chaotic.44 pemeriksaan.45
Gambar 10. Algoritma pencitraan untuk karakterisasi lesi adrenal incidentaloma yang terdeteksi pada CT atau
MRI yang direkomendasikan American College of Radiology.46
Algoritma Pencitraan untuk Karakterisasi Lesi Adrenal adrenal baru dengan metastasis yang telah diketahui di
Incidentaloma tempat lain kemungkinan besar adalah metastasis. Namun,
massa adrenal yang terisolasi bisa jinak atau ganas. Jika
American College of Radiology mengembangkan massa tidak dapat dikarakterisasi sebagai adenoma dengan
rekomendasi untuk manajemen dan karakterisasi lesi menggunakan CT, MRI, atau PET, maka dilakukan biopsi. Jika
adrenal incidentaloma (Gambar 10), yang mempublikasikan ada tanda-tanda atau gejala pheochromocytoma, dilakukan
pedoman dalam mengenali, melaporkan, dan mengelola lesi pemeriksaan biokimia untuk menilai kadar metanephrine dan
adrenal incidentaloma. Manfaatnya untuk mengurangi risiko normetanephrine sebelum biopsi.47
pasien dari pemeriksaan yang tidak perlu, membatasi biaya
manajemen, dan memberikan panduan kepada ahli radiologi Pemeriksaan pencitraan tidak dapat membedakan
yang peduli tentang risiko aksi legal.46 adenoma hiperfungsional dari adenoma non-fungsional. Hal
ini sangat tergantung pada gejala klinis dan pemeriksaan fisik,
yang dapat dibedakan dengan tes biokimia untuk hiperfungsi
Fitur diagnostik suatu lesi jinak seperti myelolipoma neoplasma adrenal. Ketika adenoma dapat didiagnosis dengan
(adanya lemak makroskopik) atau adrenal cyst (simple cyst pencitraan, American College of Radiology menyarankan untuk
yang menunjukan tanpa penyengatan), tidak diperlukan menyatakan, “Temuan konsisten dengan adenoma jinak.
pemeriksaan tambahan atau pencitraan lanjutan. Jika lesi Jika ada tanda-tanda klinis atau gejala hiperfungsi adrenal,
berukuran 1 sampai 4 cm dan memiliki atenuasi ≤ 10 HU pada evaluasi biokimia mungkin tepat.46
CT atau penurunan intensitas sinyal dibandingkan dengan
lien pada gambar opposed-phase pada chemical shift MRI (CS-
MRI), hampir selalu didiagnosis adenoma kaya lemak.17,32,33 KESIMPULAN
Jika fitur pencitraan diagnostik tidak ada tetapi ukuran massa
adrenal stabil selama ≥ 1 tahun, kemungkinannya jinak.7 Pemahaman tentang prinsip pencitraan dalam
karakterisasi lesi adrenal incidentaloma didasarkan pada
Jika pasien tidak memiliki riwayat kanker, tidak morfologi lesi, perbedaan perfusi antara lesi jinak dan ganas,
ada pemeriksaan sebelumnya, dan massa memiliki fitur konsentrasi lemak intraseluler, dan aktivitas metabolik lesi.
pencitraan jinak (atenuasi rendah, homogen dengan margin Teknik pencitraan adrenal dengan CT, MRI, PET, dan PET/
reguler), dapat dipertimbangkan pemeriksaan CT atau CS- CT memungkinkan karakterisasi sebagian besar lesi adrenal
MRI lanjutan tanpa pemeriksaan dalam 12 bulan. Namun, incidentaloma yang berguna dalam membedakan lesi jinak
jika ada fitur pencitraan yang mencurigakan pada CT dengan dengan ganas meskipun semua menggunakan prinsip-prinsip
kontras, seperti nekrosis, atenuasi heterogen, atau margin yang berbeda secara mendasar dalam menegakan diagnosis
ireguler, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan CT tanpa yang benar. Algoritma yang direkomendasikan American
kontras atau CS-MRI. Jika ini tidak mengkonfirmasi bahwa College of Radiology memberikan panduan kepada dokter
lesi adalah adenoma kaya lemak, CT washout dengan fase- radiologi dalam mengenali, melaporkan, dan mengelola lesi
delayed 15 menit untuk menghitung APW dan RPW dapat adrenal incidentaloma yang bermanfaat dalam manajemen
membantu.16,18,19 Pada pasien dengan riwayat kanker dan pasien.
massa adrenal, jika fitur pencitraan bukan untuk diagnostik
dan tidak ada pencitraan sebelumnya untuk mengkonfirmasi
stabilitas, dapat dipertimbangkan pemeriksaan CT tanpa DAFTAR PUSTAKA
kontras, CS-MRI, atau PET. Jika massa tidak dapat didiagnosis
sebagai adenoma kaya lemak, CT washout dapat membantu. 1. Dunnick NR, Korobkin M. Imaging of Adrenal
Pada pasien tanpa riwayat kanker dan massa adrenal >4 Incidentalomas: Current Status. AJR Am J Roentgenol.
cm, dapat dipertimbangkan reseksi.46 Adenoma biasanya 2002;179(3):559-568.
menyengat dengan cepat menggunakan bahan kontras 2. Mansmann G, Lau J, Balk E, Rothberg M, Miyachi Y,
iodina atau gadolinium dan juga menunjukkan washout yang Bornstein SR. The Clinically Inapparent Adrenal Mass:
cepat.18 Meskipun metastasis umumnya menyengat dengan Update in Diagnosis and Management. Endocr Rev.
cepat, washout metastasis lebih lama. Pada CT washout APW ≥ 2004;25(2):309-340.
60% atau RPW ≥ 40% didiagnosis adenoma.16,18,19 3. Bovio S, Cataldi A, Reimondo G, et al. Prevalence of
adrenal incidentaloma in a contemporary computerized
Karakterisasi pencitraan dengan CT, MRI, dan PET tomography series. J Endocrinol Invest. 2006;29(4):298-
telah menurunkan kebutuhan untuk biopsi perkutan untuk 302.
mengkarakterisasi massa adrenal. Namun, jika massa adrenal 4. Kloos RT, Gross MD, Francis IR, et al. Incidentally Discovered
membesar, lebih bijaksana untuk dilakukan biopsi perkutan Adrenal Masses. Endocr Rev. 1995;16(4):460-484.
atau reseksi bedah. Pada pasien kanker, ditemukannya massa 5. Mayo-Smith WW, Boland GW, Noto RB, Lee MJ. State-of-
the-Art Adrenal Imaging. RadioGraphics. 2001;21:995- Ex Vivo: Variability Among Three CT Scanners. AJR Am J
1012. Roentgenol. 2004;182(3):671-675.
6. Young WF. The Incidentally Discovered Adrenal Mass. N 22. Bae KT, Prasad SR, Joe BN, Heiken JP. Adrenal Masses:
Engl J Med. 2007;356:601-610. CT Characterization with Histogram Analysis Method.
7. Boland GWL, Blake MA, Hahn PF, Mayo-Smith WW. Radiology. 2003;228(3):735-742.
Incidental Adrenal Lesions: Principles, Techniques, and 23. Halefoglu AM, Bas N, Yasar A, Basak M. Differentiation
Algorithms for Imaging Characterization. Radiology. of adrenal adenomas from nonadenomas using CT
2008;249(3):756-775. histogram analysis method: A prospective study. Eur J
8. Benitah N, Yeh BM, Qayyum A, Williams G, Breiman RS, Radiol. 2010;73(3):643-651.
Coakley F V. Minor Morphologic Abnormalities of Adrenal 24. Ho LM, Paulson EK, Brady MJ, Wong TZ, Schindera
Glands at CT: Prognostic Importance in Patients with Lung ST. Lipid-Poor Adenomas on Unenhanced CT: Does
Cancer. Radiology. 2005;235(2):517-522. Histogram Analysis Increase Sensitivity Compared with
9. Blake MA, Holalkere N-S, Boland GW. Imaging Techniques a Mean Attenuation Threshold? AJR Am J Roentgenol.
for Adrenal Lesion Characterization. Radiol Clin North Am. 2008;191(1):234-238.
2008;46(1):65-78. 25. Raptopoulos V, Karellas A, Bernstein J, Reale F, Constantinou
10. Mcdermott S, O’Connor OJ, Cronin CG, Blake MA. C, Zawacki J. Value of Dual-Energy CT in Differentiating
Radiological evaluation of adrenal incidentalomas – Focal Fatty Infiltration of the Liver from Low-Density
Current methods and future prospects. Best Pr Res Clin Masses. AJR Am J Roentgenol. 1991;157(4):721-725.
Endocrinol Metab. 2012;26(1):21-33. 26. Wang B, Gao Z, Zou Q, LI L. Quantitative Diagnosis of
11. Blake MA, Cronin CG, Boland GW. Adrenal Imaging. AJR. Fatty Liver With Dual‐Energy CT. An experimental study in
2010;194(6):1450-1460. rabbits. Acta Radiol. 2003;44(1):92-97.
12. Szolar DH, Korobkin M, Reittner P, et al. Adrenocortical 27. Gupta RT, Ho LM, Marin D, Boll DT, Barnhart HX, Nelson RC.
Carcinomas and Adrenal Pheochromocytomas: Mass Dual-Energy CT for Characterization of Adrenal Nodules:
and Enhancement Loss Evaluation at Delayed Contrast- Initial Experience. AJR Am J Roentgenol. 2010;194(6):1479-
enhanced CT. Radiology. 2005;234(2):479-485. 1483.
13. Russell C, Goodacre BW, VanSonnenberg E, Orihuela E. 28. Outwater EK, Siegelman ES, Radecki PD, Piccoli CW,
Spontaneous rupture of adrenal myelolipoma: spiral CT Mitchell DG. Distinction Between Benign and Malignant
appearance. Abdom Imaging. 2000;25(4):431-434. Adrenal Masses: Value of T1-Weighted Chemical-Shift MR
14. Boland GWL. Adrenal Imaging: From Addison to Imaging. AJR Am J Roentgenol. 1995;165(3):579-583.
Algorithms. Radiol Clin North Am. 2011;49(3):511-528. 29. Adam SZ, Nikolaidis P, Horowitz JM, et al. Chemical Shift
15. Hahn PF, Blake MA, Boland GWL. Adrenal Lesions: MR Imaging of the Adrenal Gland: Principles, Pitfalls, and
Attenuation Measurement Differences between CT Applications. RadioGraphics. 2016;36(2):414-432.
Scanners. Radiology. 2006;240(2):458-463. 30. Korobkin M, Lombardi TJ, Aisen AM, et al. Characterization
16. Caoili EM, Korobkin M, Francis IR, et al. Adrenal Masses : of Adrenal Masses with Chemical Shift and Gadolinium-
Characterization with Combined Unenhanced and enhanced MR Imaging. Radiology. 1995;197(2):411-418.
Delayed Enhanced CT. Radiology. 2002;222(3):629-633. 31. Merkle EM, Schindera ST. MR Imaging of the Adrenal
17. Boland GWL, Lee MJ, Gazelle GS, Halpern EF, McNicholas Glands: 1.5T versus 3T. Magn Reson Imaging Clin N Am.
MM, Mueller PR. Characterization of Adrenal Masses Using 2007;15(3):365-372.
Unenhanced CT: An Analysis of the CT Literature. AJR Am 32. Mayo-Smith WW, Lee MJ, McNicholas MJ, Hahn PF, Boland
J Roentgenol. 1998;171(1):201-204. W, Saini S. Characterization of Adrenal Masses (< 5 cm) by
18. Korobkin M, Brodeur F, Francis IR, Quint LE, Dunnick NR, Use of Chemical Shift MR Imaging: Observer Performance
Londy F. CT Time-Attenuation Washout Curves of Adrenal Versus Quantitative Measures. AJR Am J Roentgenol.
Nonadenomas and Nonadenomas. AJR Am J Roentgenol. 1995;165(1):91-95.
1998;170(3):747-752. 33. Israel GM, Korobkin M, Wang C, Hecht EN, Krinsky GA.
19. Peña CS, Boland GWL, Hahn PF, Lee MJ, Mueller PR. Comparison of Unenhanced CT and Chemical Shift MRI
Characterization of Indeterminate (Lipid-poor) Adrenal in Evaluating Lipid-Rich Adrenal Adenomas. AJR Am J
Masses: Use of Washout Characteristics at Contrast- Roentgenol. 2004;183(1):215-219.
enhanced CT. Radiology. 2000;217(3):798-802. 34. Qiao Z, Xia C, Zhu Y, Shi W, Miao F. First-pass perfusion
20. Johnson PT, Horton KM, Fishman EK. Adrenal Imaging computed tomography: Initial experience in
with Multidetector CT : Evidence-based Protocol differentiating adrenal adenoma from metastasis. Eur J
Optimization and Interpretative Practice. RadioGraphics. Radiol. 2010;73(3):657-663.
2009;29(5):1319-1331. 35. Qin H, Sun H, Li Y, Shen B. Application of CT perfusion
21. Stadler A, Schima W, Prager G, et al. CT Density imaging to the histological differentiation of adrenal
Measurements for Characterization of Adrenal Tumors gland tumors. Eur J Radiol. 2012;81(3):502-507.
36. Caiafa RO, Izquierdo RS, Villalba LB, Cerqueda MCS, Molina
CN. Diagnosis and management of adrenal incidentaloma.
Radiol Clin North Am. 2011;53(6):516-530.
37. Allen BC, Francis IR. Adrenal Imaging and Intervention.
Radiol Clin North Am. 2015;53(5):1021-1035.
38. Meyer-rochow GY, Schembri GP, Benn DE, et al. The Utility
of Metaiodobenzylguanidine Single Photon Emission
Computed Tomography/Computed Tomography (MIBG
SPECT/CT) for the Diagnosis of Pheochromocytoma. Ann
Surg Oncol. 2010;17(2):392-400.
39. Wong KK, Komissarova M, Avram AM, Fig LM, Gross MD.
Adrenal Cortical Imaging With I-131 NP-59 SPECT-CT. Clin
Nucl Med. 2010;35(11):865-869.
40. Faria JF, Goldman SM, Szejnfeld J, et al. Adrenal Masses:
Characterization with in Vivo Proton MR Spectroscopy -
Initial Experience. Radiology. 2007;245(3):788-797.
41. Kim YK, Park BK, Kim CK, Park SY. Adenoma
Characterization: Adrenal Protocol with Dual-Energy CT.
Radiology. 2013;267(1):155-163.
42. Reginelli A, Di G, Izzo A, et al. Imaging of adrenal
incidentaloma : Our experience. Int J Surg. 2014;12(Suppl
1):S126-S131.
43. Siegelman ES. Adrenal MRI: Techniques and Clinical
Applications. J Magn Reson Imaging. 2012;36(2):272-285.
44. Dietrich CF, Ignee A, Barreiros AP, et al. Contrast-Enhanced
Ultrasound for Imaging of Adrenal Masses. Ultraschall
Med. 2010;31(2):163-168.
45. Chong S, Lee K, Kim H, et al. Integrated PET-CT for the
Characterization of Adrenal Gland Lesions in Cancer
Patients : Diagnostic Efficacy and Interpretation Pitfalls.
RadioGraphics. 2006;26(6):1811-1825.
46. Berland LL, Silverman SG, Gore RM, et al. Managing
Incidental Findings on Abdominal CT : White Paper of
the ACR Incidental Findings Committee. J Am Coll Radiol.
2010;7(10):754-773.
47. Silverman SG, Mueller PR, Pinkney LP, Koenker RM,
Seltzer SE. Predictive Value of Image-guided Adrenal
Biopsy : Analysis of Results of 101 Biopsies. Radiology.
1993;187(3):715-718.