Perkecambahan Dan Pertumbuhan Sawi Hijau (Brassica Rapa Var

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Biofarmasi

Vol. 11, No. 2, pp. 58-68 ISSN: 1693-2242


Agustus 2013 DOI: 10.13057/biofar/f110205

Perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau (Brassica rapa var.


parachinensis) setelah pemberian ekstrak kirinyuh (Chromolaena
odorata)
The germination and growth of choi-sum (Brassica rapa var. parachinensis) after siam weed
(Chromolaena odorata) extract treatment

NESSYA DAMAYANTI, ENDANG ANGGARWULAN, SUGIYARTO


Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, Jawa Tengah

Manuskrip diterima: 11 Maret 2013. Revisi disetujui: 27 Juli 2013.

Abstract. Damayanti N, Anggarwulan E, Sugiyarto. 2013. The germination and growth of choi-sum (Brassica rapa var.
parachinensis) after siam weed (Chromolaena odorata) extract treatment. Biofarmasi 11: 58-68. Siam weed (Chromolaena odorata
(L.) R.M. King & H. Rob.) has allelophatic agent potential. Allelochemical is released by siam weed possibly affect the seed
germination and growth of choi-sum (Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. Bailey). The aim of this research was to study the effect
of siam weed extract on the seed germination and growth of choi-sum. This research used a completely randomized design (CDR) with
two factors and three replications. The first factor was extract source, i.e. (i) leaf extract, (ii) stem extract and (iii) mixed extract. The
second factor was extract concentration with five levels, i.e. 0% as control, 25%, 50%, 75% and 100%. The variables that measured
including germination percentage, time to germination, height of plant, root length, leaf wide total, sum of leaves, fresh weight, dry
weight, root-shoot ratio, chlorophyll and carotenoid content. The collected data were analyzed by analisis of varians and followed by
Duncan Multiple Range Test with 5% of confidence level. The results showed that siam weed extract was not significantly affect the
percentage germination but significantly affect the time to germination of choi-sum, whereas seeds began to germinate some of which
on the second day and all the seeds germinated on the fifth day. The higher concentrations significantly affected the plant height and
increased the root-shoot ratio, but it tended to lower the tested plant leaf area.

Keywords: Brassica rapa var. parachinensis, Chromolaena odorata, growth, seed germination

PENDAHULUAN kualitas maupun kuantitas, maka perlu dilakukan


peningkatan produksi. Namun, peningkatan produksi sawi
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian hijau mengalami hambatan karena pembudidayaan sawi
wilayahnya terdiri atas lahan pertanian. Luasnya lahan hijau pada lahan yang luas tidak terlepas dari gangguan
pertanian tersebut didukung dengan iklim tropis yang gulma seperti daun sendok dan kumis kucing. Keberadaan
sesuai untuk bercocok tanam sehingga mengakibatkan gulma tersebut dapat menurunkan produksi sawi hijau dan
keanekaragaman tanaman, khususnya sayuran. Sayuran mengakibatkan kualitas sawi hijau menurun. Untuk itu
sangat baik untuk dikonsumsi karena bermanfaat bagi perlu dilakukan suatu usaha seperti penyiangan atau
kesehatan masyarakat. Nilai gizi makanan dapat diperbaiki penyemprotan herbisida. Penyiangan merupakan cara yang
dengan mengonsumsi sayuran, karena sayuran merupakan tidak efisien waktu dan tenaga, sedangkan herbisida
sumber vitamin, mineral, protein nabati, dan serat sintetik mempunyai dampak negatif seperti pencemaran
(Rukmana 2002). lingkungan, meninggalkan residu pada produk pertanian,
Sawi hijau (Brassica rapa L. var. parachinensis L.H. dan mematikan hama (Sutedjo 1995).
Bailey) merupakan salah satu jenis sayuran yang digemari Dampak negatif yang ditimbulkan oleh herbisida
masyarakat Indonesia. Sayuran ini mudah dibudidayakan sintetik mendorong ilmuwan untuk mencari alternatif
dan dapat dikonsumsi segar atau diolah menjadi asinan pengendalian gulma yang ramah lingkungan yang disebut
(Haryanto 2003). Sawi hijau mengandung banyak bioherbisida. Upaya pengendalian gulma yang ramah
antioksidan dan vitamin (Okorogbona et al. 2011). lingkungan ini antara lain dengan memanfaatkan senyawa
Menurut Cahyono (2003) dan Rukmana (2002), sawi hijau metabolit sekunder tumbuhan yang bersifat fitotoksik
memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti (alelokemi) (Einhellig 2002).
sebagai peluruh air seni, obat batuk, obat sakit kepala, Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R.M. King & H.
pembersih darah, dan pencegah kanker. Begitu banyak Robinson) merupakan gulma yang dapat ditemukan di
manfaat dari sayuran tersebut, sehingga meningkatkan sekitar lahan kelapa sawit. Gulma ini memiliki berbagai
permintaan masyarakat terhadap sawi hijau. Oleh karena macam potensi yaitu sebagai pupuk organik karena
itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumen, baik dari segi memiliki biomassa yang tinggi (Suntoro et al. 2001 dalam
DAMAYANTI et al. – Pengaruh ekstrak Chromolaena odorata pada sawi hijau 59

Kastono 2005), sebagai pakan ternak karena mengandung klorofil dan karotenoid digunakan pipet, gelas ukur,
banyak protein (Marthen 2007), sebagai biopestisida erlenmeyer, mortar dan pestle, corong, kertas saring,
karena mengandung flavonoid, alkaloid, tanin, dan tabung reaksi, kuvet, spektrofotometer, label, dan kamera
limonen, serta sebagai bioherbisida karena memiliki digital untuk dokumentasi.
aktivitas alelopati terhadap pertumbuhan gulma (Darana Sementar itu, bahan yang digunakan adalah daun dan
2006). batang kirinyuh (C. odorata) yang diambil dari kawasan
Kastono (2005) melakukan penelitian mengenai Mojosongo untuk dibuat ekstrak, biji sawi hijau (B. rapa
respons pertumbuhan dan hasil kedelai hitam terhadap var. parachinensis), media tanah, pasir, kompos, air,
penggunaan pupuk organik dan biopestisida kirinyuh, dari akuades, dan aseton 80% untuk analisis klorofil dan
penelitian tersebut dilaporkan bahwa pemberian takaran karotenoid.
kompos kirinyuh 30 ton/ha memberikan hasil kedelai Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan
tertinggi yaitu 1,53 ton/ha, namun tidak berbeda nyata berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor
dengan takaran 10 dan 20 ton/ha. Hal ini menunjukkan dan 3 ulangan. Adapun macam perlakuannya sebagai
bahwa dosis tersebut masih perlu ditingkatkan karena berikut. Faktor pertama adalah jenis ekstrak yang terdiri
hasilnya masih menunjukkan pengaruh yang tidak atas tiga jenis, yaitu ekstrak daun (E1), ekstrak batang (E2),
signifikan. dan campuran ekstrak daun dan batang (E3), sedangkan
Penelitian yang dilakukan oleh Haris et al. (2002) faktor kedua adalah konsentrasi ekstrak kirinyuh yang
mengenai analisis hara nitrogen pada tanaman sawi dengan terdiri atas lima taraf, yaitu K1 (0%), K2 (25%), K3 (50%),
berbagai perlakuan pupuk, yaitu urea, kotoran ayam, pupuk K4 (75%), dan K5 (100%).
hijau Thitonia diversifolia, kirinyuh, dan Glyricidae
sepium, menunjukkan bahwa pupuk hijau kirinyuh Cara kerja
meninggalkan residu tertinggi dan dapat memperbaiki Persiapan media tanam
kesuburan tanah tetapi kurang meningkatkan bobot segar Media tanam terdiri dari tanah, pasir, dan pupuk
total tanaman sawi dibandingkan pemberian pupuk hijau T. kompos dengan perbandingan 1:1:1, ketiganya dicampur
diversifolia. Percobaan menggunakan ekstrak daun kemudian dimasukkan ke dalam polibag, masing-masing
kirinyuh untuk meningkatkan hasil berbagai jenis tanaman polibag diisi media sebanyak 1 kg.
pangan seperti kedelai, buncis, lobak dan ragi (sejenis
gandum yang dibudidayakan di India) dilakukan oleh Persiapan ekstrak kirinyuh
Prawiradiputra (2007). Dalam percobaan tersebut, ekstrak Kirinyuh diambil dari tanah lapang di kawasan
daun kirinyuh yang disiramkan ke tempat tumbuh tanaman Mojosongo. Bahan ini kemudian dicuci bersih dan
menunjukkan hasil yang baik pada hampir semua ditiriskan, selanjutnya dikeringanginkan selama 24 jam di
parameter yang diamati, seperti tinggi tanaman, bobot tempat terbuka tetapi tidak terkena sinar matahari secara
segar, panjang akar, dan hasil polong meskipun dalam langsung. Pembuatan ekstrak kirinyuh dilakukan
skala laboratorium. berdasarkan metode yang dilakukan Teteki (2010). Daun
Berdasarkan dari uraian tersebut maka penelitian ini dan batang kirinyuh dipisahkan kemudian dimasukkan ke
dilakukan untuk mempelajari potensi kirinyuh sebagai dalam oven dengan suhu 60°C, setelah kering dibuat
bioherbisida dalam budi daya sawi hijau. Kajian serbuk dengan menggunakan blender. Bahan tersebut
perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau dilakukan kemudian dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan
setelah pemberian ekstrak daun, batang, serta campuran 10 g bahan dalam 100 ml pelarut dan di-shaker selama 24
keduanya. jam dengan kecepatan 150 rpm pada suhu ruang (25-27°C).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari Ekstrak yang terbentuk selanjutnya disaring dan diencerkan
pengaruh ekstrak daun, batang, serta campuran keduanya dengan akuades (v/v) menjadi konsentrasi 0%, 25%, 50%,
terhadap perkecambahan sawi hijau dan mengetahui 75%, dan 100%. Ekstrak tersebut siap digunakan untuk
pengaruh ekstrak daun, batang, serta campuran keduanya diberikan pada tanaman sawi. Untuk konsentrasi ekstrak
terhadap pertumbuhan sawi hijau. 0% hanya digunakan akuades saja, sedangkan ekstrak
dengan konsentrasi 100% tidak dilakukan pengenceran.

BAHAN DAN METODE Persiapan benih sawi untuk pengujian perkecambahan


Cawan plastik disiapkan sebanyak 45 buah. Masing-
Waktu dan tempat penelitian masing cawan plastik dilapisi dengan satu lapis kapas.
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, mulai dari Benih sawi diletakkan dalam cawan plastik. Setiap cawan
bulan Januari sampai Mei 2012, di Mojosongo, Surakarta berisi 10 benih sawi.
dan Laboratorium Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Persiapan benih sawi untuk pengujian pertumbuhan
Benih sawi ditumbuhkan dalam polibag berisi 1 kg
Alat dan bahan media selama 14 hari. Masing-masing polibag diisi dengna
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi 1 benih.
cawan plastik, kapas, polibag, timbangan analitik, oven,
pisau, blender, penggaris, dan ember untuk uji
perkecambahan dan pertumbuhan. Adapun untuk uji
60 B io fa r ma s i 11 (2): 58-68, Agustus 2013

Penanaman bibit sawi Rasio akar-tajuk. Rasio akar:tajuk dilakukan dengan


Bibit sawi yang sudah berumur 14 hari siap diberi cara membandingkan antara berat kering akar dan tajuk.
perlakuan. Tanaman disiram dengan air secara teratur Panjang akar. Panjang akar diukur dari ujung akar
setiap pagi. Pada pengujian perkecambahan, benih sawi primer hingga pangkal akar. Pengukuran ini dilakukan pada
yang sudah diletakkan dalam cawan plastik yang dilapisi akhir penelitian yaitu 25 hst.
kapas, diberi 10 ml ekstrak kirinyuh sesuai dengan taraf Kadar klorofil dan karotenoid. Pengukuran kadar
konsentrasi. Pemberian ekstrak dilakukan setiap 3 hari klorofil total dan karotenoid sawi hijau dilakukan menurut
sekali sampai kecambah berumur 14 hari. Selama 14 hari, metode Hendry dan Grime (1993) yaitu sebagai berikut.
kecambah diamati pada hari ke berapa benih mulai Daun sawi hijau yang membentang sempurna diambil
berkecambah dan persentase benih yang berkecambah. sebanyak 0,1 g, kemudian potongan daun tersebut
Pada pengujian pertumbuhan, setelah berumur 14 hari, dihancurkan dalam mortar dan ditambahkan 10 ml aseton
bibit sawi dalam polibag diberi ekstrak kirinyuh. Ekstrak 80%. Larutan didiamkan beberapa saat hingga klorofil
kirinyuh sebanyak 10 ml dalam berbagai konsentrasi larut, lalu disaring dengan kertas saring supaya sisa daun
disiramkan di sekeliling tanaman uji dengan selang tertinggal. Sebanyak 3 ml filtrat dimasukkan ke dalam
pemberian ekstrak seminggu 2 kali sampai 25 hari setelah kuvet kemudian dimasukkan ke dalam spektrofotometer.
masa tanam (Teteki 2010). Absorbansi (A) diukur pada panjang gelombang 480 nm,
645 nm, dan 663 nm. Konsentrasi dihitung dengan rumus
Perkecambahan (Hendry dan Grime 1993) sebagai berikut:
Variabel yang diamati dalam pengujian perkecambahan
adalah waktu munculnya kecambah (hari) dan persentase
perkecambahan tiap cawan yang dihitung dengan cara:

Analisis data
Pertumbuhan Data dianalisis menggunakan analisis varians
Variabel pertumbuhan yang diamati meliputi tinggi (ANAVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan ekstrak
tanaman, luas daun, jumlah daun, berat basah tanaman, kirinyuh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan sawi
berat kering tanaman, rasio akar-tajuk, panjang akar, kadar hijau. Apabila terdapat beda nyata antar pelakuan maka
klorofil dan karotenoid. dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
Tinggi tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan (DMRT) pada taraf 5%.
setiap 7 hari sekali dari tanaman uji berumur 14 hari
sampai 25 hari setelah tanam (hst). Tabel 1. Kombinasi pemberian ekstrak kirinyuh terhadap
Luas daun. Pengukuran luas daun dilakukan pada saat perkecambahan dan pertumbuhan sawi hijau
tanaman berumur 25 hari. Pengukuran luas daun dilakukan
berdasarkan metode gravimetri yaitu dengan KE K1 K2 K3 K4 K5
membandingkan berat daun total dengan berat suatu
E1 E1K1 E1K2 E1K3 E1K4 E1K5
sampel daun yang telah diketahui luasnya (Sitompul dan E2 E2K1 E2K2 E2K3 E2K4 E2K5
Guritno 1995). E3 E3K1 E3K2 E3K3 E3K4 E3K5
Bila sampel daun diambil dari sejumlah daun maka luas Keterangan: E = Jenis ekstrak yang terdiri atas tiga jenis yaitu
daun dapat ditaksir dengan rumus sebagai berikut: ekstrak daun (E1), ekstrak batang (E2), dan campuran ekstrak
daun dan batang (E3); K = konsentrasi ekstrak kirinyuh yang
terdiri atas lima taraf konsentrasi, yaitu K1 (0%), K2 (25%), K3
(50%), K4 (75%), dan K5 (100%)

Keterangan:
LD = luas daun (cm2) HASIL DAN PEMBAHASAN
Wr = berat kertas replika daun (g)
Wt = berat total kertas (g) Perkecambahan
LK = luas total kertas (cm2) Perkecambahan dapat diartikan dimulainya proses
pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang
Jumlah daun. Jumlah daun dihitung pada akhir (Sutopo 2004). Benih dapat berkecambah apabila tersedia
penelitian yaitu 25 hst. faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses
Berat basah tanaman. Berat basah tanaman ditimbang perkecambahan, seperti air, suhu, oksigen, cahaya,
pada akhir penelitian yaitu 25 hst. senyawa alelokemi, dan medium (Kamil 1979). Proses
Berat kering tanaman. Berat kering tanaman penyerapan air oleh benih merupakan proses imbibisi yang
(g/tanaman) dihitung setelah tanaman dikeringkan dalam disebabkan oleh perbedaan potensial air antara benih
oven dengan suhu 60°C sampai tercapai berat kering yang dengan media di sekitarnya (Lakitan 1993), sehingga kadar
konstan. air dalam benih mencapai persentase tertentu (50-60%) dan
akan meningkat lagi pada saat munculnya radikula sampai
DAMAYANTI et al. – Pengaruh ekstrak Chromolaena odorata pada sawi hijau 61

jaringan penyimpan. Kecambah yang sedang tumbuh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor
mempunyai kandungan air 70-90%. Akibat terjadinya lingkungan tertentu (Sitompul dan Guritno 1995).
imbibisi, kulit benih akan menjadi lunak dan retak-retak Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian
(Sutopo 2002). Parameter perkecambahan yang diamati ekstrak kirinyuh berbeda nyata terhadap tinggi tanaman
dalam penelitian ini meliputi hari ke berapa benih sawi hijau. Tanaman uji yang diberi perlakuan ekstrak
berkecambah dan persentase benih yang berkecambah kirinyuh memiliki rata-rata tinggi tanaman di atas kontrol.
(Tabel 2). Pemberian ekstrak daun dan ekstrak batang pada
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi 25% dan 50%, memberikan hasil tinggi
ekstrak kirinyuh memberikan pengaruh yang nyata tanaman yang relatif hampir sama. Pemberian ekstrak
terhadap perkecambahan sawi hijau, dimana sebagian batang dengan konsentrasi yang semakin tinggi cenderung
benih mulai berkecambah pada hari kedua dan setelah hari meningkatkan rata-rata tinggi tanaman uji, sedangkan
kelima semua benih berkecambah. Benih sawi hijau yang pemberian ekstrak campuran tidak menunjukkan
diberi ekstrak dengan konsentrasi tinggi (75% dan 100%), kecenderungan peningkatan tinggi tanaman seiring dengan
berbeda dengan benih yang diberi perlakuan konsentrasi kenaikan konsentrasi, tetapi pemberian ekstrak dengan
yang lebih rendah, yaitu hanya beberapa benih yang konsentrasi 25% memberikan hasil tinggi tanaman terbaik
berkecambah pada hari kedua. Hal ini diduga terjadi karena dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan
adanya hambatan penyerapan air. pendapat Hanolo (1997) yang menyatakan bahwa
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa rata-rata pemberian konsentrasi ekstrak yang rendah secara rutin
persentase perkecambahan sawi hijau tidak berbeda nyata, memberikan hasil tanaman yang memuaskan.
baik pada sumber ekstrak maupun konsentrasi ekstrak. Susanto (2002) mengemukakan bahwa pemberian
Pemberian ekstrak kirinyuh dengan konsentrasi rendah bahan organik harus disesuaikan dengan kebutuhan
tidak mempengaruhi perkecambahan sawi hijau (Tabel 2). tanaman. Apabila bahan organik diberikan dalam jumlah
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan yang berlebihan maka tindakan tersebut merupakan
oleh Pramiadi dan Suyitno (2000) tentang pemberian pemborosan dan dapat menyebabkan keracunan pada
ekstrak daun Gliricidea terhadap perkecambahan benih tanaman, sedangkan pemberian dosis yang kecil tidak
sawi dan bayam, dimana konsentrasi ekstrak daun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil
Gliricidea yang rendah (5% dan 10%) tidak mempengaruhi tanaman. Tersedianya unsur hara yang cukup dan seimbang
perkecambahan sawi dan bayam. Demikian juga halnya untuk pertumbuhan tanaman menyebabkan proses
dengan hasil penelitian Ilory et al. (2010) yang menyatakan pembelahan, pembesaran dan pemanjangan sel akan
bahwa ekstrak segar kirinyuh, Helianthus annus, dan berlangsung cepat (Pracaya 2005).
Tithonia diversifolia pada kadar rendah tidak menghambat Hanolo (1997) menyatakan bahwa unsur hara seperti
perkecambahan dan pertumbuhan Vigna unguiculata. nitrogen dapat memacu pembentukan asam-asam amino
menjadi protein. Protein yang terbentuk digunakan untuk
Pertumbuhan membentuk hormon pertumbuhan, yaitu hormon auksin,
Dalam arti sempit, pertumbuhan adalah proses giberelin, dan sitokinin. Auksin mempengaruhi sintesis
pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel protein struktural untuk menyempurnakan struktur dinding
(peningkatan ukuran) yang membutuhkan sintesis protein sel kembali seperti semula setelah mengalami peregangan
dan merupakan proses yang tidak dapat balik. Apabila atau pembentangan, giberelin mampu merangsang
pertumbuhan meningkat maka menandakan bahwa proses pertumbuhan tinggi tanaman, dan sitokinin berperan dalam
fotosintesis juga mengalami peningkatan. Hasil fotosintesis pembelahan sel pada ujung batang.
berupa gula digunakan untuk membentuk bagian-bagian Hasil pengukuran tinggi tanaman sawi hijau yang diberi
sel, seperti dinding sel, membran sel, maupun organela- ekstrak kirinyuh pada berbagai sumber dan konsentrasi
organela sel. Sementara itu, dalam pengertian yang lebih ekstrak apabila dibandingkan dengan tanaman kontrol
luas, pertumbuhan merupakan perkembangan sel-sel baru, menunjukkan hasil yang lebih baik. Hal ini dikarenakan
sehingga terjadi pertambahan ukuran dan diferensiasi nutrisi yang terkandung dalam ekstrak kirinyuh tersedia
jaringan (Noggle dan Fritz 1983; Sitompul dan Guritno dengan baik dan mencukupi, sehingga sangat baik untuk
1995). pertumbuhan sawi hijau.
Variabel pertumbuhan yang diamati dalam penelitian Gambar 1 menunjukkan bahwa ekstrak daun kirinyuh
ini meliputi tinggi tanaman, panjang akar, jumlah daun, memberikan pengaruh penghambatan pada konsentrasi
luas daun, berat basah tanaman, berat kering tanaman, rasio 75%, sedangkan ekstrak batang memberikan pengaruh
akar-tajuk, kadar klorofil dan karotenoid (Tabel 3). peningkatan seiring dengan semakin bertambahnya
konsentrasi ekstrak dan sumber ekstrak. Jenis perlakuan
Tinggi tanaman yang memberikan hasil tertinggi terhadap tinggi tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati, adalah ekstrak campuran, sehingga dapat disimpulkan
baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai
bahwa perlakuan ekstrak daun cenderung menghambat
parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh pertumbuhan tinggi tanaman.
lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
didasarkan pada kenyataan bahwa tinggi tanaman
Suwal et al. (2010) tentang efek alelopati kirinyuh terhadap
merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah perkecambahan dan pertumbuhan padi, dimana ekstrak
diamati. Sebagai parameter pengukuran terhadap pengaruh daun kirinyuh memberikan efek penghambatan terbesar
62 B io fa r ma s i 11 (2): 58-68, Agustus 2013

terhadap perkecambahan dan pertumbuhan padi Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap
dibandingkan ekstrak batang maupun ekstrak akar. Phan et parameter pertumbuhan sawi hijau
al. (2001) menyatakan bahwa daun dari tanaman kirinyuh
kaya akan flavonoid, yaitu tanin, quercetin, sinensetin, Sumber ekstrak Konsentrasi ekstrak (%)
sakuranetin, padmatin, kaempferol, dan salvagenin. 0 25 50 75 100
Menurut Putnam (1988), hampir semua senyawa tersebut Persentase perkecambahan
Daun 10,00 9,67 9,67 10,00 10,00
diketahui berpotensi sebagai agen alelopati.
Batang 9,67 10,00 10,00 10,00 10,00
Menurut Rice (1984), efek penghambatan terhadap Campuran 10,00 10,00 10,00 10,00 9,67
pertumbuhan tinggi tanaman disebabkan oleh adanya
alelokemi yang dapat mempengaruhi aktivitas hormon, Rata-rata tinggi tanaman (cm)
salah satunya yaitu asam indol asetat (IAA) atau auksin Daun 13,83ab 17,03bc 16,90bc 13,67ab 15,77bc
yang berperan dalam pembesaran sel pada tanaman. Batang 11,33a 16,97bc 16,47bc 18,23cd 18,77cd
Menurut Sastroutomo (1990), alelokemi seperti senyawa Campuran 18,10cd 23,30e 21,27de 22,07de 21,43de
fenolik dan glikosida flavonoid dalam kadar tinggi akan Rata-rata panjang akar (cm)
menguraikan IAA menjadi IAA oksidase, sehingga fungsi Daun 5,17 8,00 5,50 5,83 3,83
Batang 9,33 7,33 7,83 6,17 6,67
IAA sebagai pemanjang sel menjadi terganggu. Hal ini
Campuran 8,67 8,33 10,10 8,33 8,63
sesuai dengan hasil penelitian Batish et al. (2002) yang
menyatakan bahwa salah satu senyawa yang terkandung Rata-rata jumlah daun
dalam Pharthenium hysterophorus yaitu parthenin, Daun 4,33 3,33 4,67 4,00 4,00
termasuk dalam golongan flavonoid, yang dapat Batang 4,67 6,00 4,67 3,67 5,67
menghambat pertumbuhan tinggi tanaman pada Avena Campuran 5,67 5,67 6,00 5,67 6,00
fatua dan Bidens pilosa.
Rata-rata luas daun (cm2)
Panjang akar Daun 28,25ab 45,16c 22,63ab 29,02ab 31,02b
Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel-sel di Batang 15,70a 24,26ab 22,78ab 35,65bc 24,97ab
belakang bagian meristem ujung akar. Peran utama akar Campuran 22,15ab 33,63bc 23,33ab 34,78bc 25,64ab
adalah menyediakan air, mineral, dan bahan-bahan yang
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Rata-rata berat basah (g)
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi kurang air akan Daun 6,57 7,10 5,07 5,10 5,63
Batang 3,18 6,58 4,67 4,51 4,39
membentuk akar lebih banyak dengan hasil yang lebih Campuran 4,97 8,45 5,21 5,63 5,70
rendah daripada tanaman yang tumbuh dalam kondisi
cukup air. Panjang akar perlu diamati karena panjang akar Rata-rata berat kering (g)
menggambarkan kemampuan serapan tanaman terhadap Daun 0,80 0,78 0,58 0,56 0,64
unsur hara. Panjang akar diukur dari pangkal batang hingga Batang 0,42 0,76 0,56 0,49 0,36
ujung akar (Gardner et al. 1991; Sitompul dan Guritno Campuran 0,48 0,69 0,44 0,52 0,43
1995).
Rata-rata rasio akar:tajuk
Daun 0,18bcde0,16abcd 0,3f 0,18bcde 0,2cde
Batang 0,10ab 0,12abc 0,17abcde0,13abcd 0,25ef
Campuran 0,13abcd 0,10ab 0,09a 0,21de 0,17abcde
Tabel 2. Pengaruh waktu dan konsentrasi ekstrak kirinyuh
terhadap perkecambahan benih sawi hijau
Rata-rata kadar klorofil (mg/L)
Daun 26,69 24,38 24,70 20,35 23,53
Konsentrasi Waktu (hari)
Batang 27,87 25,73 32,63 26,36 17,43
ekstrak 1 2 3 4 5
Campuran 24,28 24,95 21,53 32,94 27,84
E1K1 0pde 0qde 9,67rde 9,67rsde 10sde
E1K2 0pde 8,33qde 9,33rde 9,67rsde 9,67sde
pbcde qbcde rbcde rsbcde Rata-rata kadar karotenoid (µmol/L)
E1K3 0 5,33 8,67 9,67 9,67sbcde Daun 0,21 0,19 0,20 0,16 0,19
E1K4 0pbcde 4,67qbcde 9,33rbcde 10rsbcde 10sbcde Batang 0,21 0,21 0,25 0,19 0,12
pb qb rb rsb
E1K5 0 2 8,67 9,33 10sb Campuran 0,19 0,18 0,15 0,22 0,19
pcde qcde rcde rscde
E2K1 0 7 9,33 9,67 9,67scde
pde qde rde rsde
E2K2 0 7,67 9,67 9,67 10sde
pcde qcde rcde rsde
E2K3 0 6,33 9,67 10 10sde
E2K4 0pbcd 4qcd 9,67rcd 10rscd 10scd Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian
E2K5 0 pb
1,67 qb
8,67 rb
8,67 rsb
10sb ekstrak kirinyuh terhadap rata-rata panjang akar sawi hijau
E3K1 0pe 9,33qe 10re 10rse 10se tidak berbeda nyata. Meskipun demikian, pada perlakuan
pde qde rde rsde
E3K2 0 7,67 9,33 9,67 10sde pemberian ekstrak daun kirinyuh terjadi penurunan panjang
pde qde rde rsde
E3K3 0 6,67 10 10 10sde akar seiring dengan kenaikan konsentrasi ekstrak.
E3K4 0pbc 3qbc 0rbc 9,33rsbc 10sbc Konsentrasi ekstrak 25% memberikan hasil tertinggi,
E3K5 0pa 0,33qa 6,67ra 8,33rsa 9,67sa sedangkan konsentrasi 100% memberikan hasil terendah.
Keterangan: a-e = menunjukkan perbedaan yang signifikan Hal ini diduga karena ekstrak daun memiliki alelokemi
(p<0,05) pada huruf berbeda dan pada kolom yang sama; p-s = seperti senyawa fenolik yang tinggi (Phan et al. 2001).
menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada huruf
berbeda dan pada baris yang sama
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Onwugbuta dan Enyi (2001) tentang efek alelopati
DAMAYANTI et al. – Pengaruh ekstrak Chromolaena odorata pada sawi hijau 63

kirinyuh terhadap tomat, dimana dalam penelitiannya pembentukan daun. Menurut Suntoro et al. (2001) dalam
digunakan ekstrak daun kirinyuh dengan perbandingan Kastono (2005), kirinyuh mengandung unsur nitrogen,
konsentrasi 1 g : 140 ml air, 1 g : 80 ml air, dan 1 g : 40 ml fosfor, dan kalium dalam jumlah yang cukup. Apabila
air. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil panjang akar unsur hara tersebut diberikan dalam jumlah banyak,
tomat yang mengalami penurunan seiring dengan semakin tanaman akan tampak subur, ukuran daun menjadi lebih
tinggi konsentrasi ekstrak. Penelitian serupa juga dilakukan besar, dan batang menjadi lunak serta berair. Hal ini
oleh Wu et al. (1998) yang menyatakan bahwa didukung oleh hasil penelitian Nataniel et al. (2006) yang
pertumbuhan akar Poa annua sangat terhambat oleh menyatakan bahwa perlakuan pemberian pupuk organik
pemberian ekstrak daun Buchloe dacyloides yang banyak cair lamtoro dengan konsentrasi yang semakin tinggi pada
mengandung senyawa fenolik yang dapat mengganggu tanaman sawi menghasilkan jumlah daun yang banyak. Hal
permeabilitas membran sel dan dapat menghambat kerja ini disebabkan suplai nitrogen pada tanaman semakin
enzim, sehingga metabolisme di dalam sel menjadi banyak, sehingga proses pertumbuhannya semakin cepat.
terhambat (Harbone 1996). Pemberian ekstrak di sekeliling tanaman dalam hal ini
Pada perlakuan pemberian ekstrak batang dengan merupakan faktor luar (lingkungan) yang dapat
berbagai konsentrasi menunjukkan hasil yang relatif mempengaruhi jumlah daun. Namun, pengaruh tersebut
hampir sama meskipun di bawah kontrol, sedangkan tidak terlalu nyata jika dibandingkan dengan faktor dari
perlakuan pemberian ekstrak campuran pada konsentrasi dalam (genetik) (Gardner et al. 1991).
50% memberikan hasil tertinggi dan di atas kontrol.
Panjang akar dapat digunakan untuk menilai daya Luas daun
penyerapan unsur hara dan air, sehingga dapat mengetahui Selain jumlah daun, untuk mengetahui pertumbuhan
nilai potensi fotosintesis tajuk. Alelokemi menyebabkan suatu tanaman juga dapat dilihat dari luas daun yang
berkurangnya laju penyerapan unsur hara oleh akar. merupakan salah satu komponen pertumbuhan yang
Kekurangan hara tersebut dapat menghambat pembentukan penting. Permukaan daun yang luas dan datar
zat pengatur tumbuh yang berperan dalam pembelahan dan memungkinkan daun untuk menangkap cahaya semaksimal
pemanjangan sel di ujung akar yaitu sitokinin dan mungkin dan meminimalkan jarak yang harus ditempuh
giberelin. Jika pembelahan dan pemanjangan sel pada akar oleh CO2 dari permukaan daun ke kloroplas (Gardner et al.
terhambat maka pertambahan panjang akar pun terhambat. 1991).
Konsentrasi ekstrak 0% menghasilkan panjang akar yang Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian
cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena akar dapat mencari ekstrak kirinyuh terhadap luas daun tanaman sawi hijau
daerah penyerapan yang lebih luas, selain itu tidak adanya berbeda nyata yang berarti pemberian ekstrak kirinyuh
alelokemi menyebabkan akar tumbuh normal (Rice 1984). mempengaruhi pertumbuhan luas daun tanaman uji. Pada
Hasil penelitian serupa tentang alelokemi juga pemberian ekstrak daun kirinyuh dengan konsentrasi yang
dilaporkan oleh Batish et al. (2002) yang menyatakan semakin tinggi tidak menunjukkan adanya penurunan
bahwa parthenin, senyawa dari Pharthenium terhadap hasil luas daun, tetapi pemberian ekstrak pada
hysterophorus, dapat menghambat pertambahan panjang konsentrasi 25% menghasilkan nilai luas daun tertinggi
akar Avena fatua dan Bidens pilosa. dibandingkan perlakuan yang lain. Pemberian ekstrak
batang dan campuran dalam berbagai konsentrasi
Jumlah daun menghasilkan nilai rata-rata luas daun yang relatif sama.
Organ tanaman utama yang berperan dalam menyerap Pada kedua sumber ekstrak tersebut, konsentrasi 75%
radiasi matahari adalah daun. Untuk memperoleh laju menghasilkan nilai luas daun tertinggi.
pertumbuhan tanaman yang maksimum, diperlukan cukup Pada fase vegetatif tanaman, luas daun akan semakin
banyak daun untuk menyerap sebagian besar radiasi meningkat, sehingga tanaman akan semakin efisien dalam
matahari yang jatuh ke atas tajuk tanaman (Gardner et al. melakukan fotosintesis dan memanfaatkan unsur hara yang
1991). diambil bersama air yang akan digunakan untuk
Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian membentuk karbohidrat (Sumarni dan Rosliani 2001).
ekstrak kirinyuh terhadap rata-rata jumlah daun sawi hijau Sarief (1989) menyatakan bahwa apabila unsur nitrogen
tidak berbeda nyata, hal ini berarti pemberian ekstrak yang tersedia lebih banyak serta dibantu kalium maka akan
kirinyuh dari berbagai sumber maupun konsentrasi tidak dihasilkan protein yang lebih banyak dan daun dapat
memberikan pengaruh terhadap jumlah daun tanaman uji. tumbuh lebih lebar.
Pemberian perlakuan ekstrak dengan konsentrasi yang Gambar 2 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun
semakin tinggi tidak menunjukkan adanya penurunan kirinyuh pada konsentrasi 25% mampu meningkatkan luas
jumlah daun pada tanaman uji. daun tanaman sawi hijau dibandingkan pemberian
Tanaman yang hanya dipanen bagian daunnya, seperti konsentrasi yang tinggi. Hasil ini sama dengan penelitian
kubis, selada, sawi, kangkung, dan bayam, membutuhkan yang dilakukan oleh Kastono (2005), yang menunjukkan
unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium dalam bahwa perlakuan pemberian kompos kirinyuh pada kedelai
jumlah tinggi, sehingga berguna untuk membentuk asam hitam dengan tiga konsentrasi berbeda, yaitu 10 ton/ha, 20
amino dan protein sebagai bahan dasar dalam menyusun ton/ha, dan 30 ton/ha, menghasilkan luas daun optimal
daun (Haryanto 2003). Novizan (2005) juga menyatakan pada konsentrasi 20 ton/ha meskipun tidak berbeda nyata
bahwa nitrogen, fosfor, dan kalium merupakan unsur hara dengan perlakuan lainnya. Diduga C/N rasio pada takaran
yang berperan besar dalam menaikkan potensi kompos 20 ton/ha lebih optimum, sehingga bahan organik
64 B io fa r ma s i 11 (2): 58-68, Agustus 2013

tersebut semakin cepat terdekomposisi dan tersedia bagi Pemberian ekstrak kirinyuh pada konsentrasi 50% dari
tanaman serta menunjang pertumbuhan tanaman, dalam hal berbagai sumber ekstrak menunjukkan rata-rata luas daun
ini adalah luas daun. yang relatif hampir sama (Gambar 2), diduga konsentrasi
tersebut mengandung unsur hara seperti nitrogen, fosfor,
dan kalium dalam jumlah yang sama. Apabila ketiga unsur
hara tersebut tersedia dalam jumlah sedikit maka protein
yang dihasilkan sedikit dan daun tidak dapat tumbuh
dengan maksimal.

Berat basah tanaman


Berat basah tanaman menunjukkan aktivitas
metabolisme tanaman. Nilai berat basah dipengaruhi oleh
kadar air jaringan, unsur hara, dan hasil metabolisme. Berat
segar menggambarkan kandungan air dan kelembapan
tanaman. Sekitar 500 g air diperlukan untuk menghasilkan
1 g bahan kering. Sekitar 1 g atau 10% air tersebut menjadi
bagian terpadu tanaman dan sisanya hilang melalui stomata
pada daun selama penyerapan karbon dioksida (Fitter dan
Hay 1981; Salisbury dan Ross 1995; Sitompul dan Guritno
1995).
Hasil analisis varians terhadap berat basah tanaman
Gambar 1. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap tinggi sawi hijau tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
tanaman sawi hijau (cm) nyata, hal ini berarti antara ekstrak daun, batang, maupun
campuran tidak ada yang dominan dalam mempengaruhi
berat basah tanaman sawi hijau. Konsentrasi ekstrak daun
kirinyuh 25% pada masing-masing sumber ekstrak
memberikan nilai tertinggi terhadap berat basah tanaman
sawi hijau, sedangkan konsentrasi 50% sampai 100%
memberikan hasil berat basah tanaman sawi hijau yang
relatif hampir sama, kecuali pada pemberian ekstrak daun
yang menghasilkan nilai berat basah di bawah kontrol.
Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rizqiani et al. (2007), yaitu perlakuan pemberian pupuk
organik cair pada tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.)
dengan tiga konsentrasi yaitu 1%, 2%, dan 3% per polibag
menghasilkan nilai berat basah optimal pada konsentrasi
2%. Hal ini diduga akibat pemberian hara pada tanaman
yang tepat dan seimbang, sehingga dapat meningkatkan
nilai berat basah tanaman.
Dwijoseputro (1994) menyatakan bahwa berat segar
Gambar 2. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap luas
daun sawi hijau (cm2)
tanaman dipengaruhi oleh kandungan unsur hara dalam sel-
sel jaringan tanaman. Pertumbuhan akar dan daun yang
cepat menyebabkan penyerapan unsur hara, air, dan cahaya
untuk proses fotosintesis lebih optimal, asimilat yang
dihasilkan digunakan untuk perkembangan tanaman yang
bertambah cepat, sehingga berat segar tanaman akan
bertambah. Menurut Foth (1994), kelembapan tanah
penting dalam mempengaruhi laju pergerakan dan fungsi
ion ke dalam sel-sel akar, hal ini terkait dengan tingkat
kelarutan hara di dalam tanah. Ketersediaan air yang
meningkat dapat meningkatkan kelarutan N di dalam tanah,
sehingga tanaman mendapatkan pasokan N yang cukup,
akibatnya pertumbuhan vegetatif akan semakin lebat dan
berat basah tanaman semakin meningkat. Ratna (2002)
menyatakan bahwa dengan luas daun yang tinggi dapat
membentuk dan menyimpan zat hara lebih banyak,
sehingga terjadi peningkatan berat basah tanaman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kirinyuh
Gambar 3. Pengaruh pemberian ekstrak kirinyuh terhadap rasio berpengaruh nyata terhadap luas daun tanaman uji tetapi
akar:tajuk sawi hijau tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah tanaman, hal
DAMAYANTI et al. – Pengaruh ekstrak Chromolaena odorata pada sawi hijau 65

ini dikarenakan pemberian ekstrak kirinyuh cenderung Rasio akar:tajuk


menurunkan luas daun tanaman uji, sehingga fotosintat Rasio akar:tajuk merupakan perbandingan antara
yang dihasilkan tidak mampu meningkatkan berat basah biomassa akar dibagi dengan biomassa tajuk. Rasio
tanaman. akar:tajuk dilakukan untuk mengetahui tingkat
Pengaruh alelokemi dalam menurunkan berat basah perkembangan tanaman, baik akar maupun daun, pada
tanaman diantaranya dengan menghambat pengikatan perlakuan yang diberikan. Menurut Fitter dan Hay (1981),
unsur hara dalam tanah, sehingga kemampuan sel akar rasio akar:tajuk merupakan sifat yang sangat plastis
dalam menyerap ion dari dalam tanah tidak maksimal. Hal (mudah berubah). Rasio akar:tajuk meningkat akibat
tersebut menyebabkan pertumbuhan vegetatif tanaman beberapa faktor, seperti rendahnya suplai air, rendahnya
menjadi terhambat karena sedikitnya hara yang diserap, suplai nitrogen, rendahnya oksigen tanah, dan rendahnya
sehingga berat basah menurun (Sastroutomo 1990). suhu tanah. Rasio akar:tajuk merupakan indikator yang
baik tentang pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan
Berat kering tanaman tanaman.
Berat kering tanaman adalah hasil keseimbangan antara Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian
pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 ekstrak kirinyuh terhadap rasio akar:tajuk sawi hijau
(respirasi). Fotosintesis mengakibatkan meningkatnya berat berbeda nyata. Pemberian ekstrak kirinyuh dalam berbagai
kering tanaman akibat pengambilan CO2, sedangkan proses sumber dengan konsentrasi yang semakin tinggi cenderung
katabolisme respirasi menyebabkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan rasio akar:tajuk tanaman uji. Pemberian
mengurangi berat kering (Gardner et al. 1991). ekstrak daun kirinyuh pada konsentrasi 50% memberikan
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian ekstrak nilai tertinggi yang jauh di atas kontrol dan konsentrasi
kirinyuh dari berbagai sumber dan konsentrasi tidak lainnya.
mempengaruhi berat kering tanaman sawi hijau. Hal ini Gambar 3 menunjukkan bahwa sawi hijau yang diberi
berarti ekstrak daun, batang, maupun campuran tidak ada perlakuan ekstrak kirinyuh cenderung memiliki rasio
yang lebih dominan dalam mempengaruhi berat kering akar:tajuk yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan
tanaman sawi hijau, tetapi pemberian ekstrak dengan kontrol. Nilai rasio akar:tajuk sawi hijau pada perlakuan
konsentrasi yang semakin tinggi menunjukkan adanya ekstrak daun konsentrasi 50% menunjukkan hasil tertinggi
kecenderungan penurunan berat kering tanaman uji. dibandingkan konsentrasi lainnya, baik dari sumber ekstrak
Penurunan berat kering menunjukkan penghambatan yang sama atau sumber ekstrak yang berbeda.
tersebut disebabkan oleh adanya gangguan fisiologis dalam Berat kering tajuk lebih besar dibandingkan akar,
tubuh tanaman, seperti kerusakan struktur sel yang karena fotosintat lebih banyak digunakan untuk
disebabkan oleh pemberian ekstrak kirinyuh. Walters dan perkembangan tajuk daripada perkembangan akar.
Gilmore (1976) melaporkan bahwa efek alelopati dari Penyerapan garam mineral sebagian dikendalikan oleh
Festuca arundinaceae Shreb. menyebabkan penurunan tajuk. Tajuk akan merangsang akar untuk meningkatkan
berat kering Liquidambar styraciflua L. dengan merusak penyerapan garam mineral dan secara cepat menggunakan
kemampuan tanaman dalam menyerap fosfor dan nitrogen. garam mineral tersebut dalam produk pertumbuhan
Rice (1984) menyatakan bahwa alelokimia secara tidak (misalnya protein, asam nukleat, dan klorofil). Tajuk
langsung dapat berpengaruh pada tanaman dengan memasok karbohidrat melalui floem yang digunakan akar
menghambat mikroorganisme di dalam tanah yang untuk melakukan respirasi yang akan menghasilkan ATP
berperan dalam fiksasi nitrogen dan menyebabkan tanaman (Salisbury dan Ross 1995).
kekurangan unsur tersebut. Ratna (2002) mengemukakan Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kirinyuh yang
bahwa apabila unsur hara tersedia dalam kondisi seimbang diberikan melalui tanah menyebabkan semakin rendahnya
maka dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan suplai hara yang diserap oleh akar. Umumnya rasio
bobot kering tanaman. Akan tetapi, apabila ketersediaan akar:tajuk meningkat saat kondisi suplai air, suplai
unsur hara dalam kondisi kurang atau lebih maka akan nitrogen, ketersediaan oksigen, dan temperatur tanah yang
dihasilkan bobot kering yang rendah. Selain itu, berat rendah. Tanaman dalam kondisi stres sering
kering tanaman juga dipengaruhi oleh keseimbangan antara mengalokasikan hasil fotosintesisnya lebih besar ke dalam
pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 organ-organ dalam tanah dibandingkan saat kondisi
(respirasi). Apabila respirasi lebih besar dibanding lingkungan normal (Fitter dan Hay 1981). Hal itulah yang
fotosintesis, berat kering tanaman akan berkurang. menyebabkan rasio akar:tajuk semakin meningkat seiring
Penurunan berat kering tersebut sesuai dengan hasil meningkatnya konsentrasi ekstrak yang diberikan.
penelitian Cahyanti et al. (2005), bahwa ekstrak akar dan
pucuk dari Acalypha indica dapat menurunkan berat kering Kadar klorofil
Portulaca oleracea pada konsentrasi 5000-10000 ppm. Klorofil banyak terdapat di daun dan bagian tanaman
Begitu juga dengan Batish et al. (2002) yang melaporkan lainnya dengan karakteristik berwarna hijau dan berperan
bahwa senyawa parthenin dari Pharthenium hysterophorus dalam proses fotosintesis tanaman. Klorofil berada dalam
dapat menurunkan berat kering Avena fatua dan Bidens kloroplas, tempat berlangsungnya fotosintesis. Pigmen-
pilosa. pigmen yang terdapat di dalam membran tilakoid akan
menyerap cahaya yang berasal dari matahari atau sumber
lain, kemudian mengubah energi cahaya menjadi energi
kimia dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP) (Lakitan
66 B io fa r ma s i 11 (2): 58-68, Agustus 2013

1993). Semakin banyak kandungan klorofil maka Kadar karotenoid


kemungkinan terjadinya proses fotosintesis akan berjalan Karotenoid merupakan pigmen alami berwarna kuning,
lebih cepat, sehingga fotosintat yang dihasilkan pun lebih oranye, dan merah yang tersebar luas pada jaringan
tinggi. Fotosintat digunakan untuk memenuhi kebutuhan fotosintesis tumbuhan. Fungsi karotenoid adalah sebagai
tanaman, pertumbuhan, serta sebagai cadangan makanan. pigmen tumbuhan dan pelindung kloroplas dari kerusakan
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa pemberian saat penyerapan cahaya pada jaringan fotosintesis (Lea dan
ekstrak kirinyuh terhadap kadar klorofil tanaman sawi hijau Leegood 1993).
tidak berbeda nyata, hal ini berarti bahwa pemberian Hasil analisis varians menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak kirinyuh dari berbagai sumber dan konsentrasi ekstrak kirinyuh dari berbagai sumber dan konsentrasi
tidak memberikan pengaruh terhadap kadar klorofil terhadap kadar karotenoid tanaman sawi hijau tidak
tanaman sawi hijau. Meskipun demikian, kadar klorofil berbeda nyata. Kadar karotenoid semua tanaman yang
tanaman sawi hijau dengan perlakuan pemberian ekstrak diberi perlakuan memberikan nilai yang relatif hampir
daun dalam berbagai konsentrasi menghasilkan nilai kadar sama. Pemberian ekstrak daun dan batang dengan
klorofil di bawah kontrol. Hal ini diduga ekstrak daun konsentrasi yang semakin tinggi cenderung menurunkan
memiliki senyawa alelopati yang mempengaruhi kadar kadar karotenoid tanaman uji.
klorofil tanaman uji. Pada perlakuan pemberian ekstrak Alelokemi menyebabkan turunnya aktivitas akar dalam
batang dengan konsentrasi yang semakin tinggi cenderung menyerap hara, sehingga fotosintesis terganggu. Kedua hal
menurunkan kadar klorofil tanaman uji, sedangkan tersebut lebih disebabkan karena rusaknya struktur sel yang
pemberian ekstrak campuran konsentrasi 75% memberikan didahului oleh rusaknya membran sel kemudian disusul
hasil tertinggi terhadap kadar klorofil tanaman sawi hijau. oleh rusaknya organel-organel sel seperti kloroplas,
Diduga ekstrak campuran konsentrasi 75% mengandung mitokondria, dan nukleus. Rusaknya organel-organel
unsur hara seperti N, Mg, dan Fe yang cukup, sehingga tersebut juga didahului oleh rusaknya masing-masing
sintesis klorofil berlangsung dengan maksimal. membran kemudian strukturnya menjadi tidak jelas
Alelokemi dari ekstrak yang diberikan melalui tanah (Einhellig 2002). Karotenoid terdapat di membran plastida
dapat menghambat penyerapan unsur hara oleh akar, dan memiliki membran ganda. Salah satu jenis plastida
sehingga berpengaruh pada sintesis klorofil. Pembentukan yang terpenting adalah kloroplas. Kloroplas membentuk
klorofil dipengaruhi oleh adanya N, Mg, Fe, Mn, Cu, dan dan menampung karotenoid (Zaripheh dan Erdman 2002).
Zn. Kandungan nutrien yang berkurang mempengaruhi Penurunan kadar karotenoid dapat disebabkan karena
fotosintesis, terutama dengan mempengaruhi peralatan rusaknya kloroplas. Apabila kloroplas mengalami
fotosintesis (Gardner et al. 1991). kerusakan maka biosintesis karotenoid dapat terhambat.
Rice (1984) menyatakan bahwa komponen alelopati Biosintesis karotenoid dimulai dari pembentukan prenil
diduga menghambat sintesis prekursor porfirin pada pirofosfat pada plastida tumbuhan yang merupakan perintis
biosintesis klorofil. Yang et al. (2002) menduga bahwa biosintesis karotenoid. Pirenil pirofosfat dibentuk oleh
penurunan klorofil yang disebabkan oleh alelokemi transferase prenil, setelah itu membentuk dimetilalil
menghambat biosintesis klorofil atau merangsang pirofosfat (DMAPP) menjadi isopentenil pirofosfat (IPP).
mekanisme penurunan klorofil. Alelokemi terbukti Kemudian disintesis geranil geranil pirofosfat (GGPP).
menurunkan kandungan klorofil padi dan juga porfirin Kondensasi 2 molekul GGPP membentuk prefitoen
seiring dengan kenaikan konsentrasi yang berupa fenol. pirofosfat sebagai suatu intermediet (sintesis fitoen). Fitoen
Senyawa fenol tidak berefek pada penurunan persentase dibentuk dengan pembuangan kelompok pirofosfat.
Mg-Proto, tetapi dapat memperlambat sintesisnya dan Selanjutnya, konversi fitoen menjadi likopen yang
meningkatkan protoporfirin IX (Proto) dan protoklorofilid membentuk berbagai macam karotenoid (Hirschhberg et al.
(Pchlide) secara berturut-turut. Penelitian Yang et al. 1997; Sandmann 2000).
(2004) menunjukkan bahwa senyawa-senyawa fenol dapat Hasil penelitian mengenai potensi alelopati dari ekstrak
menurunkan kandungan klorofil pada Oryza sativa dengan kirinyuh terhadap sawi hijau secara umum belum
cara menghambat biosintesis klorofil. Biosintesis tersebut menunjukkan adanya efek penghambatan karena tidak
terhambat akibat turunnya kerja Mg-chetalase dalam semua variabel yang diamati terhambat pertumbuhannya.
menghasilkan Mg-proto. Terhambatnya biosintesis klorofil Meskipun demikian, terdapat kecenderungan penurunan
pada akhirnya akan menurunkan fotosintesis. nilai pada beberapa variabel seiring dengan meningkatnya
Viles dan Reese (1996) mengungkapkan bahwa konsentrasi ekstrak.
senyawa yang terdapat pada Echinacea angustifolia dapat Ekstrak kirinyuh memang memiliki potensi alelopati
mempengaruhi kadar klorofil Lactuca sativa. Ekstrak akar karena memiliki beberapa senyawa metabolit sekunder,
dan pucuk E. angustifolia berupa gas dapat menurunkan namun penghambatannya belum terlihat secara nyata. Pada
kadar klorofil pada L. sativa. Ekstrak akar dan pucuk E. pemberian ekstrak kirinyuh konsentrasi rendah, umumnya
angustifolia yang berbentuk gas memiliki potensi alelopati dihasilkan nilai pertumbuhan sawi hijau yang optimal,
lebih besar jika dibandingkan dengan ekstrak akar dan sedangkan pemberian ekstrak konsentrasi tinggi
pucuk berbentuk cair. Menurut Einhellig (1995) pada menyebabkan penghambatan pertumbuhan sawi hijau.
tanaman Glycine max, kadar klorofil dan laju Hasil analisis varians menunjukkan bahwa ekstrak daun
fotosintesisnya menurun akibat adanya asam fenolat. kirinyuh paling menghambat hampir seluruh variabel
pertumbuhan tanaman sawi hijau apabila dibandingkan
dengan ekstrak batang maupun ekstrak campuran. Hasil ini
DAMAYANTI et al. – Pengaruh ekstrak Chromolaena odorata pada sawi hijau 67

serupa dengan penelitian yang dilakukan Suwal et al. Foth HD. 1994. Dasar-dasar ilmu tanah. (Diterjemahkan oleh:
Adisoemarto S). Penerbit Erlangga, Jakarta.
(2010) tentang efek alelopati kirinyuh terhadap Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RI. 1991. Fisiologi tanaman budidaya.
perkecambahan dan pertumbuhan padi, dimana ekstrak (Diterjemahkan oleh: Susilo H). Universitas Indonesia Press, Jakarta.
daun kirinyuh memberikan efek penghambatan terbesar Hanolo W. 1997. Tanggapan tanaman selada dan sawi terhadap dosis dan
pada perkecambahan dan pertumbuhan padi dibandingkan cara pemberian pupuk cair stimulan. Jurnal Agrotropika 1(1): 25-29.
Harbone JB. 1996. Metode fitokimia, penuntun cara modern menganalisa
ekstrak batang maupun ekstrak akar. Phan et al. (2001) tumbuhan. (Diterjemahkan oleh: Padmawinata K, Soediro I). Penerbit
menyatakan bahwa daun dari tanaman tersebut kaya akan ITB, Bandung.
flavonoid, yaitu tanin, quercetin, sinensetin, sakuranetin, Haris A, Soemarno, Agustina L. 2002. Analisis perharaan nitrogen
padmatin, kaempferol, dan salvagenin. Menurut Putnam tanaman sawi (Brassica juncea L.) pada berbagai perlakuan pupuk
organik dan anorganik. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian
(1988), hampir semua senyawa tersebut diketahui Universitas Brawijaya, Malang.
berpotensi sebagai agen alelopati. Haryanto E. 2003. Sawi dan selada. Penebar Swadaya, Jakarta.
Senyawa alelokemi mempunyai efek tidak spesifik Hendry GAF, Grime JP. 1993. Methods in comparative plant ecology.
terhadap spesies tertentu dan dapat berperan sebagaimana Chapman and Hall, London.
Hirschhberg J, Cohen M, Harker M et al. 1997. Molecular genetics of the
penghambatan yang dilakukan oleh herbisida (Wu et al. carothenoid biosynthesis pathway in plant and algae. Chemistry
1998). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan 69(10): 2151-2158.
bahwa tanaman kirinyuh berpotensi untuk dimanfaatkan Ilory OJ, Otusanya OO, Adelusi AA et al. 2010. Allelopathic activities of
sebagai herbisida alami pada lahan budi daya sawi hijau. some weeds in the Asteraceae family. Int J Bot 6: 161-163.
Kamil. 1979. Teknologi Benih 1. Angkasa Raya. Anggota IKAPI, Padang.
Namun, masih perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaruh Kastono D. 2005. Tanggapan pertumbuhan dan hasil kedelai hitam
ekstrak kirinyuh terhadap gulma yang umum tumbuh di terhadap penggunaan pupuk organik dan biopestisida gulma siam
lahan budi daya sawi hijau. (Chromolaena odorata). Ilmu Pertanian 12(2): 103-116.
Lakitan B. 1993. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Lea PJ, Leegood RC. 1993. Plant biochemistry and molecular biology.
KESIMPULAN John Wiley and Sons Ltd., London.
Marthen LM. 2007. Pemanfaatan semak bunga putih (Chromolaena
Pemberian ekstrak kirinyuh tidak berpengaruh nyata odorata) untuk peningkatan produksi tanaman dan ternak. Laporan
Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Kupang.
terhadap persentase perkecambahan sawi hijau, tetapi Nataniel P, Robert L, Hamzah F. 2006. Pengaruh ekstrak daun lamtoro
berpengaruh nyata terhadap waktu perkecambahan sawi sebagai pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan produksi
hijau, dimana sebagian benih mulai berkecambah pada hari tanaman sawi. Jurnal Agrisistem 2(2): 23-35.
kedua dan seluruh benih berkecambah pada hari kelima. Noogle GR, Fritz GJ. 1983. Introductory Plant Physiology. Second
edition. Prentice-Hall Inc., New Jersey.
Pemberian ekstrak kirinyuh dengan konsentrasi yang Novizan. 2005. Petunjuk pemupukan yang efektif. Agromedia Pustaka,
semakin tinggi meningkatkan tinggi tanaman dan rasio Jakarta.
akar:tajuk, tetapi cenderung menurunkan luas daun Okorogbona AOM, Van Averbeke W, Ramusandiwa TD. 2011. Growth
tanaman uji. Pemberian ekstrak kirinyuh tidak berpengaruh and yield response of chinese cabbage (Brassica rapa L. subsp.
chinensis) as affected by nutrient in air-dried and pulverized different
nyata terhadap panjang akar, jumlah daun, berat basah, types of animal manure using low biological activity soil. World J
berat kering, kadar klorofil, dan karotenoid tanaman sawi Agric Sci 7(1): 1-12.
hijau. Onwugbuta, Enyi J. 2001. Allelopathic effects of Chromolaena odorata L.
(R. M. King and Robinson – (Awolowo Plant)) toxin on tomatoes
(Lycopersicum esculentum Mill). J Appl Sci Environ Manag 5(1): 69-
73.
DAFTAR PUSTAKA Phan TT, Wang L, See P et al. 2001. Phenolic compounds of
Chromolaena odorata protect cultured skin cells from oxidative
Batish DR, Singh HP, Kohli RK et al. 2002. Allelopathic effects of damage: Implication for cutaneous wound healing. Biol Pharm Bull
parthenin againts two weedy species Avena fatua and Bidens pilosa. 24: 1373-1379.
Environ Exp Bot 47(2): 149-155. Pracaya. 2005. Bertanam sayur organik. Penebar Swadaya, Jakarta.
Cahyanti ID, Anggarwulan E, Mudyantini W. 2005. Pertumbuhan, kadar Pramiadi D, Suyitno AI. 2000. Uji daya alelopati ekstrak daun kleresede
klorofil dan nitrogen total gulma krokot (Portulaca oleracea Linn.) (Gliricidia sp.) melalui bioassay perkecambahan dengan biji sawi
pada pemberian ekstrak anting-anting (Acalypha indica Linn.). (Brassica sp.) dan biji bayam (Amaranthus sp.). Makalah. Jurusan
Biosmart 7(1): 27-31. Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Cahyono B. 2003. Teknik dan strategi budidaya sawi hijau. Yayasan Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Pustaka Nusatama, Jakarta. Prawiradiputra BR. 2007. Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R. M.
Darana S. 2006. Aktivitas alelopati ekstrak daun kirinyuh (Chromolaena King dan H. Robinson): Gulma padang rumput yang merugikan.
odorata) dan salira (Lantana camara) terhadap pertumbuhan gulma di Wartazoa 17(2): 12-18.
perkebunan teh. Jurnal Pusat Penelitian Teh dan Kina 9(1): 2-8. Putnam AR. 1988. Allelopathy: Problem and opportunities in weed
Dwijoseputro. 1994. Pengantar fisiologi tumbuhan. PT. Gramedia Pustaka management. In: Altieri MA, Liebman M (eds). Weed Management
Utama, Jakarta. in Agroecosystem: Ecological Approaches. CRC Press, Florida.
Einhellig FA. 1995. Allelopathy: Current status and future goals. In: Ratna DI. 2002. Pengaruh kombinasi konsentrasi pupuk hayati dengan
Inderjit, Dakshini KMM, Einhellig FA (eds). Allelopathy: Organisms pupuk organik cair terhadap kualitas dan kuantitas hasil tanaman teh
Processes and Applications. ACS Symposium Series 582. American (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Klon Gambung 4. Ilmu Pertanian
Chemical Society, Washington DC. 10(2): 17-25.
Einhellig FA. 2002. The physiology of allelochemical action: Clues and Rizqiani NF, Ambarwati E, Yuwono NW. 2007. Pengaruh dosis dan
views. In: Reigosa MJ, Pedrol N (eds.). Allelopathy from Molecules frekuensi pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan
to Ecosystems. Science Publisher New, Hampshire. hasil buncis (Phaseolus vulgaris L.) dataran rendah. Jurnal Ilmu
Fitter AH, Hay RKM. 1981. Fisiologi lingkungan tanaman. Tanah dan Lingkungan 7(1): 43-53.
(Diterjemahkan oleh: Andani S, Purbayanti ED). Gadjah Mada Rice EL. 1984. Allelopathy. Second edition. Academic Press Inc.,
University Press, Yogyakarta. Orlando.
Rukmana R. 2002. Bertanam petsai dan sawi. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
68 B io fa r ma s i 11 (2): 58-68, Agustus 2013

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi tumbuhan. (Diterjemahkan oleh: seedlings growth of paddy and Barnyard grass. Scientific World 8(8):
Lukman DRD, Sumaryono). Penerbit ITB, Bandung. 73-75.
Sandmann G. 2000. Carotenoid biosynthesis and biotechnologycal Teteki GS. 2010. Pengaruh ekstrak pegagan (Centella asiatica (L.) Urban)
application. Botanisches Institut, Universitaty Frankfurt, Frankfurt sebagai alelokemi terhadap perkecambahan dan pertumbuhan bayam
Germany. duri (Amaranthus spinosus) serta tomat (Lycopersicum esculentum).
Sarief ES. 1989. Kesuburan dan pemupukan tanah pertanian. Pustaka Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Buana, Bandung. Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Sastroutomo SS. 1990. Ekologi gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama, Viles AL, Reese RN. 1996. Allelopathic potential of Echinacea
Jakarta. angustifolia D.C. Enviromental and Experimental Botany 36: 39-43.
Sitompul NM, Guritno B. 1995. Analisis pertumbuhan tanaman. Gadjah Walters DT, Gilmore AR. 1976. Allelopathic effects of fescue on the
Mada University Press, Yogyakarta. growth of sweetgum. J Chem Ecol 2: 469-479.
Sumarni N, Rosliani R. 2001. Media tumbuh dan waktu aplikasi larutan Wu L, Guo X, Harivandi AM. 1998. Allelopathic effects of phenolic acids
hara untuk penanaman cabai secara hidroponik. Jurnal Hortikultura detected in buffalograss (Buchloe dactyloides) clippings on growth of
11(4): 237-243. annual bluegrass (Poa annua) and buffalograss seedlings. Environ
Suntoro, Handayanto SE, Soemarno. 2001. Penggunaan bahan pangkasan Exper Bot 39: 159-167.
kirinyu (Chromolaena odorata) untuk meningkatkan ketersediaan P, Yang CM, Lee CN, Chou CH. 2002. Effects of three allelopathic
K, Ca, dan Mg. Agritivia 23(1): 20-26. phenolics on chlorophyll accumulation of rice (Oryza sativa)
Susanto R. 2002. Penerapan pertanian organik pemasyarakatan dan seedlings: I. Inhibition of supply-orientation. Bot Bull Acad Sin 43:
pengembangan. Kanisius, Yogyakarta. 299-304.
Sutedjo MM. 1995. Pupuk dan cara pemupukan. PT. Rineka Cipta, Yang CM, Chang IF, Lin SJ et al. 2004. Effects of three allelopathic
Jakarta. phenolics on chlorophyll accumulation of rice (Oryza sativa)
Sutopo L. 2004. Teknologi benih. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. seedlings: II. Simulation of consumption-orientation. Bot Bull Acad
Suwal MM, Devkota A, Lekhak HD. 2010. Allelopathic effects of Sin 453: 119-125.
Chromolaena odorata (L.) King & Robinson on seed germination and Zaripheh S, Erdman JW. 2002. Factors in influences the bioavibility of
xantophylls. J Nutr 9(8): 531-534.

You might also like