Bahan Skripsi
Bahan Skripsi
Bahan Skripsi
Abstract
This research aims to determine the cost of production, revenue and income
milkfish cultivation, and the factors that effect the cultivation of milkfish income
Tugurejo Village Tugu District Semarang City. The sampling technique used
purposive sampling methods, sampling of respondent was conducted by a simple
random sampling. The population saple was taken by 45 respondents farmers
cultivating milkfish population residing in the village Tugurejo. Methods of data
collection through interviews, records, observations dan questionnaires.
The results income from milkfish cultivation is to use the difference between
total revenue (TR) and total cost (TC). With the average number of explicit costs
of Rp 6.231.245 per season and the average numver of milkfish cultivation
receipts in a production process of Rp 9.096.948 per season. Then obtained the
average land area of 2,69. Value of R/C milkfish cultivation farm in thevillage
Tugurejo was 1,62.
The analysis of data by multiple linear regression. It is known that the free
variables of land area (X1), seeds (X2), production cost (X3), total production
(X4), and the selling price (x5), has been associated with variable tied to the level
of milkfish cultivation income (Y). coefficient of determination (R2) 0,986 states
the ability of the modl established by the independent variables in explaining the
diversity of the dependent variable is equal to 98,6 percent, while the remaining
1,4 percent is explained by other variables. The land area variable has a p-value
0,337 > 0,05, meaning there is no significant influence of the land area to the
income of milkfish cultivation. The seed variable has p-value 0,123 > 0,05,
meaning there is no significant effect of seed for milkfish cultivation income
result. The cost variable of production has p-value 0,000 < 0,01, mean very
significant. The amount production variable has p-value 0,000 < 0,01, mean very
significant. The selling price variable has p-value 0,000 < 0,01, mean very
significant.
Keywords : income, milkfish cultivation
PENDAHULUAN
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat, telah dilaksanakan dari dahulu sampai
sekarang. Pembangunan manusia Indonesia masih tergolong rendah, ini dilihat
dari tingkat pendapatan masyarakat yang masih sangat rendah. Pembangunan
dapat dijalankan dengan baik bila didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas termasuk mempunyai kemampuan dan keterampilan yang cukup,
sumber daya alam yang cukup, serta lingkungan politik, ekonomi, dan sosial
budaya yang kondusif.
Perwujudan pemerataan pembangunan mengandung makna berupa upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, dan masyarakat pedesaan
khususnya dalam penanggulangan kemiskinan. Pengentasan kemiskinan harus
ditangani dari berbagai dimensi seperti ekonomi, akhlak, dan keilmuan. Sasaran
penanggulangan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan dan kesempatan
berusaha kelompok masyarakat miskin, meningkatkan akses masyarakat miskin
terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi.
Pembangunan kawasan pesisir diperlukan untuk pendayagunaan sumber daya
perikanan dalam mendukung pembangunan ekonomi serta memperluas lapangan
kerja dan kesempatan berusaha. Taraf hidup masyarakat pesisir dapat ditingkatkan
jika pendapatannya sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup. Pendapatan
masyarakat pesisir tidak terlepas dari banyaknya tangkapan ikan yang mereka
dapatkan (Jummaini, 2008).
Petani tambak adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan mengelola
tambak dalam memperoleh pendapatannya. Petani tambak ini tinggal di desa
pesisir atau berdekatan dengan lokasi tambak dan mata pencaharian utamanya
berasal dari mengelola tambak. Bagi petani tambak, kebutuhan fisik minimum
atau kebutuhan konsumsi keluarga sangat ditentukan oleh pendapatan yang
diterimanya. Untuk memperoleh pendapatan yang tinggi maka petani tambak
harus bisa meningkatkan hasil budidaya tambak. Selain itu petani tambak juga
harus bisa menjaga dan memperbaiki kualitas budidaya tambak. Untuk menjaga
dan memperbaiki kualitas budidaya tambak, diperlukan adanya peralatan
(teknologi) yang memadai serta tenaga kerja yang berpengalaman (Jummaini,
2008).
Dalam perkembangannya pendapatan petani tambak sulit ditentukan.
Seringkali petani tambak memperoleh pendapatan tinggi, rendah dan bahkan tidak
memperoleh pendapatan sama sekali. Keadaan ini tergantung pada beberapa
faktor, diantaranya seperti harga ikan dan juga faktor penyakit ikan. Petani tambak
banyak yang menggunakan pola tradisional dalam mengelola tambak. Di tambak-
tambak belum teraturnya air masuk dan keluar yang secara langsung
mempengaruhi kualitas air bagi ikan di dalam tambak.
Tambak merupakan salah satu alternatif untuk mencari pemanfaatan lahan di
tepi pantai, karena tambak merupakan perikanan darat yang hanya dapat dilakukan
pada daerah yang didukung kemudahan memperoleh air laut sebagai sarana hidup
ikan. Salah satu budidaya ikan yang diusahakan di tambak yaitu ikan bandeng.
Ikan bandeng merupakan salah satu ikan yang mempunyai protein dan nilai
ekonomi yang tinggi. Tak heran jika ikan ini banyak diminati oleh petani tambak
(Wikipedia, 2011). Bandeng merupakan hewan air yang bandel, artinya bandeng
dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif
tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air
(Anonim, 2011).
Wilayah potensial pertambakan budidaya air payau berada di sepanjang
pantai utara Jawa Tengah dengan garis pantai sepanjang ± 453,9 km yang
membentang dari Kabupaten Brebes sampai Rembang serta sebagian kecil di
pantai selatan, dengan luas total pengusahaan ± 38.910 ha (tahun 2005). Beberapa
komoditas yang memiliki potensi untuk dikembangkan antara lain bandeng, udang
windu, udang putih, udang vannamae, kepiting, kerapu serta rumput laut. Lahan
budidaya pesisir yang tersedia diperkirakan mencapai 40.000 ha, sedangkan yang
telah dimanfaatkan dan yang berproduksi saat ini hanya 38.910 ha. Dengan
demikian masih terdapat 2,72 % lahan yang tersedia yang bisa dimanfaatkan untuk
pengembangan budidaya tambak. Tambak-tambak di Jawa Tengah tersebar di
beberapa Kabupaten yaitu Brebes, Tegal, Pekalongan, Pemalang, Batang, Kendal,
Semarang, Demak, Jepara, Pati, dan Rembang (Anonim, 2009). Kota Semarang
merupakan salah satu kota yang mengembangkan jenis perikanan tambak yang
cukup besar, jenis perikanan tambak yang diusahakan di Kota Semarang antara
lain jenis ikan bandeng, belanak, udang dan lain-lain yang pada tahun 2010
produksinya mencapai 381,66 ton (BPS, 2011).
Daerah penghasil terbesar untuk sektor perikanan darat tambak adalah
Kecamatan Tugu yang produksinya mencapai 297,61 ton disusul oleh Kecamatan
Semarang Barat dengan produksi sebesar 25,61 ton. Jumlah produksi tersebut
didominasi oleh produksi jenis ikan bandeng. Jenis ikan ini diproduksi di
Kecamatan Tugu 247,54 ton, Semarang Barat 20,85 ton, Semarang Utara 16,05
ton, Gayamsari 16,00 ton, Kecamatan Genuk 12,56 ton dan Semarang Timur 3,40
ton. Sedangkan nilai produksi perikanan tambak di Kota Semarang pada tahun
2010 mencapai Rp. 5.421.903.000 (BPS, 2011).
Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah
dipilih sebagai lokasi penelitian karena di daerah tersebut merupakan salah satu
wilayah yang mengembangkan budidaya bandeng terbesar di Kota Semarang.
Produksi ikan bandeng di Kecamatan Tugu mencapai 247,54 ton, ikan belanak
9,42 ton, udang 23,78 ton, dan lainnya 16,87 ton, sedangkan nilai produksi
perikanan tambak di wilayah tersebut adalah bandeng Rp 3.168.512.000, belanak
Rp 122.469.000, udang Rp 713.400.000, dan lainya Rp 202.440.000 (BPS, 2011).
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana biaya, penerimaan, pendapatan budidaya bandeng di Kelurahan
Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan budidaya bandeng di
Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang?
2. Penyediaan Benih
Penyediaan benih lebih memilih menggunakan benih yang
gelondongan dari pada menggunakan benih nener. Hal ini disebabkan
nener belum mampu mengatasi pengaruh lingkungan, seperti halnya
dimakan burung-burung yang ada di sekitar tambak. Benih gelondongan
ukurannya antara 30 – 70 mm dengan berat antara 5000 – 15000 mg dan
berumur antara 50 – 80 hari. Keuntungan lain penggunaan gelondongan
adalah benih dapat tumbuh cepat sehingga mempersingkat waktu
pemeliharaan.
3. Pemberian Pakan
Ikan bandeng suka memakan tumbuh-tumbuhan yang ada di kolam.
Tumbuhan yang disukai bandeng adalah lumut, ganggang dan klekap.
Untuk mempercepat pertumbuhan perlu adanya pakan buatan. Pakan roti
digunakan untuk membiasakan dan merangsang agar ikan terbiasa dengan
makanan tambahan dari mulai masa tabur sampai dengan umur 2 bulan.
Setelah itu, pada umur 3 bulan sampai masa panen diberi pakan tambahan
produk dari pabrik. Untuk menambah nafsu makan agar ikan lebih cepat
besar petani menggunakan pakan perangsang makan. Pemberian pakan
dengan menyebarkan secara merata pada seluruh areal kolam akan
mendapatkan hasil yang baik, karena dengan demikian seluruh bandeng
bisa mendapatkan pakan dengan merata. Bandeng dapat dipanen setelah
mencapai ukuran konsumsi (150-300 gram per ekor) dengan lama
pemeliharaan 4-6 bulan dari gelondongan.
4. Pemanenan
Setelah melakukan pemeliharaan selama 4-6 bulan, atau setelah
ukuran panen yang diinginkan/ukuran pasar tercapai, ikan dipanen.
Ukuran panen tersebut berkisar antara 150-300 gram per ekor.
Pertumbuhan ikan bandeng bergantung pada kesuburan tambaknya.
Sebelum panen sebaiknya dilakukan pemantauan pertumbuhan ikan
bandeng dengan melakukan pengecekan ukuran/berat bandeng. Caranya
adalah pada saat mendekati waktu panen, sejumlah ikan tertentu, misalnya
20 ekor, ditangkap dengan menggunakan jala atau jaring, di beberapa
tempat. Kemudian ditimbang dan dihitung berat rata-ratanya. Jika berat
rata-ratanya sudah sesuai dengan ukuran yang diinginkan maka
pemanenan sudah bisa dilaksanakan, tetapi jika tidak maka masa
pemeliharaan harus ditambah.
Waktu pelaksanaan panen bandeng yang tepat adalah pagi atau sore
hari suhu air di dalam tambak rendah sehingga ikan bandeng tidak stress.
Cara pemanenan ada 2 macam yakni pemanenan penjarangan dan
pemanenen total. Panen penjarangan dilakukan ketika tambak masih ada
air, sedangkan panen total dilakukan melalui pengurasan air tambak.
C. Pengujian Hipotesis
Setelah dialukan analisis regresi, model persamaan regresi untuk
menentukan pendapatan budidaya bandeng di Kelurahan Tugurejo adalah
sebagai berikut:
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Analisis Pendapatan Budidaya Bandeng di
Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota Semarang dapat disimpulkan bahwa:
1. Rata-rata jumlah biaya eksplisit sebesar Rp. 6.231.245 per musim dengan
jumlah rata-rata penerimaan bandeng dalam satu kali proses produksi sebesar
Rp. 9.096.948 per musim. Dari rata-rata biaya eksplisit tersebut diperoleh
pendapatan bandeng budidaya rata-rata sebesar Rp. 2.865.703 per musim dari
luas lahan rata-rata 2,69 ha.
2. Variabel luas lahan memiliki p-value 0,337 > 0,05, berarti tidak signifikan.
Berarti tidak ada pengaruh signifikan luas lahan terhadap hasil pendapatan
budidaya bandeng. Variabel benih memiki p-value 0,123 > 0,05, berarti tidak
signifikan. Berarti tidak ada pengaruh signifikan antara benih terhadap hasil
pendapatan budidaya bandeng. Variabel biaya produksi memiliki p-value
0,000 < 0,01, berarti sangat signifikan. tanda fungsi pada biaya produksi
menunjukkan (-), berarti semakin besar biaya produksi yang dikeluarkan dapat
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, 2000, Analisis Regresi, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.
Anonim, 2009, Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah
Tahun 2009, Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah.
_______, 2011, Monografi Kelurahan Tugurejo Kecamatan Tugu Kota
Semarang, Semester II, Kelurahan Tugurejo, Semarang.
Amirin, Tatang M., 2011, "Populasi dan Sampel Penelitian 3 : Pengambilan
Sampel dari Populasi Tak-Terhingga dan Tak-Jelas."
tatangmanguny.wordpress.com (13 April 2012)