Anestesi
Anestesi
Anestesi
ASA2: A Patient with mild systemic disease, e.g mild asthma or well controlled hypertension. No
significant impact on daily activity. Unlikely impact on anesthesia and surgery
ASA3: Significant or severe systemic disease that limits normal activity, e.g renal failure on dialysis or
class 2 congestive heart failure. Significant impact on daily activity. Likely impact on anesthesia and
surgery
ASA4
Severe disease that is a constant threat to life or requires intensive therapy, e.g acute myocardial
infarction, respiratory failure requiring mechanical ventilation. Serious limitation of daily activity. Major
impact on anesthesia and surgery
ASA5
Moribund patient who is likely to die in the next 24 hours with/without surgery
ASA6
1. Analgetik
2. Anti anxietas
3. Antacid
4. Antisialogogue
5. Anti emetik
6. Amnesia
Yankeuer suction
Bag valve
Access vein
Position pasien
ET cek cuf
O oksigen
Pharmacologi
Laringoskop n blade
Performing RSI 7P
1. Preparation - prepare all necessary equipment, drug and back-up plans .10mnt
2. Preoxygenation - with 100 oxygen. 8-10lpm menggunakan sungkup kurang dri 5 mnt
3. Premedication - depending on the patient, just the hypnotic agent.3 mnt.sa lidocain dan fentanyl
5. Pass the tube - visualize the tube going through the vocal cords
4P spinal
Preparation
Positioning
Projection
Puncture
Spinal pediatric
Ur+cr<117 acc
Fentanyl
Repeat dose
Start infusion
Ketorolac 30 mg
Kebutuhan O2
Laki laki : 70
Wanita. : 65
Infant : 80
Fulterm : 85
PCA
Pasien 50 th BB 50 kg
(100-50)/24= 2 mg/jam
= 0.75 cc x 12 jam
= 60 cc
1. Masa mendesak
2. Metastase
3. Destruksi jaringan
4. Radio/kemoterapi
Underweight : 16-18,5
Normal : 18,5-25
Overweight: 25-30
2. MI inprevious 6 mo (10)
7. PO2<60 or PaCO2>50 mmHg K<3 or HCO3<20mEq/L BUN >50 or Cr>3.0 abnormal AST, sign of chronic
liver disease, or bedridden from noncardiac causes (3)
Class IV : >26
Craniotomy
skala irisan
DIC
Terapi DIC:
FFP 10cc/kgBB
Cryopresipitat 5cc/kgBB
DOSIS
OPIOID
im 0,03-0,15mg/kg
bolus 0,15mg/kg
Dexmedetomidine
MAC
N2O 105
Halo 0,75
Isof 1,2
Des 6
Sevo 2
PROPOFOL
Onset 30''
Durasi 3-8'
KETAMINE
Durasi 60-90'
ATRACURIUM
Onset 3-5'
Durasi 30 - 45'
VECURONIUM
Onset 3-5'
Durasi 45' - 90'
ROCURONIUM
Onset 1-2'
SUCCINYLCHOLINE
Intubasi 1 mg/kg
MIDAZOLAM
Premed 0,07-0,15mg/kg
Sedasi 0,01-0,1mg/kg
Induksi 0,1-0,4mg/kg
Durasi 15-80'
FENTANYL
1-3mcg/kg
Post op 0,5-1,5mcg/kg/jam
Onset 3-5'
Durasi 25-35'
PETIDIN
0,5-1mg/kg
Post op 0,2-0,5mg/kg/jam
Onset 5-7'
Durasi 3-5jam
MORFIN
0,1-1mg/kg
Post op 10-20mcg/kg/jam
KETOROLAC
premed:0,01-0,1 mg/kgbb
Intubasi:0.07-0.15 mg/kgbb
Premed 1-2mcg/kgbb
Induksi 1-2.5mg/kgbb
Atracurium sediaan
Intubasi 0.4-0.5mg/kgbb
Antiemetik
Ondan 0.1mg/kgbb
Piralen 0.15mg/kgbb
Induksi
MR
Rocuronium 0.6-1.2mg/kgbb
GA RSI. 0.9-1.2mg/kgbb
Vecuronium 0.08-0.1mg/kgbb
Prostigmin 0.04-0.08mg/kgbb
Analgesik
Petidin:
Post op 0.2-0.5mg/kgbb+ketamin
Antishivering 25mg/kgbb
Durante 0.1-0.5mg/kgbb/jam
Morfin
Emergency
Efedrin 0.1-0.2mg/kgbb
Dexa 0.1mg/kgbb
Lidokain 1-1.5mg/kgbb
PROPOFOL
Onset 30''
Durasi 3-8'
KETAMINE
Analgesia 0,2-0,5 mg/kg/jam
Durasi 60-90'
Maintenance GA ketamin
ATRACURIUM
Onset 3-5'
Durasi 30 - 45'
VECURONIUM
Onset 3-5'
Onset 1-2'
SUCCINYLCHOLINE
Intubasi 1 mg/kg
MIDAZOLAM
Premed 0,07-0,15mg/kg
Sedasi 0,01-0,1mg/kg
Induksi 0,1-0,4mg/kg
Durasi 15-80'
FENTANYL
1-3mcg/kg
Post op 0,5-1,5mcg/kg/jam
Onset 3-5'
Durasi 25-35'
PETIDIN
0,5-1mg/kg
Post op 0,2-0,5mg/kg/jam
Onset 5-7'
Durasi 3-5jam
MORFIN
0,1-1mg/kg
Post op 10-20mcg/kg/jam
KETOROLAC
PROPOFOL
Onset 30''
Durasi 3-8'
KETAMINE
Induksi
Durasi 60-90'
ATRACURIUM
Onset 3-5'
Durasi 30 - 45'
5-12 mcg/kg/mnt
VECURONIUM
Onset 3-5'
1-2 mcg/kg/mnt
ROCURONIUM
0.45-0.9 mg/kg
Onset 1-2'
Sugamadex
SUCCINYLCHOLINE
Intubasi 1 mg/kg
MIDAZOLAM
Premed 0,07-0,15mg/kg
Sedasi 0,01-0,1mg/kg
Induksi 0,1-0,4mg/kg
Durasi 15-80'
FENTANYL
1-3mcg/kg
Post op 0,5-1,5mcg/kg/jam
Onset 3-5'. 7menit
Durasi 25-35'
PETIDIN
0,5-1mg/kg
Post op 0,2-0,5mg/kg/jam
Onset 5-7'
Durasi 3-5jam
MORFIN
0,15-0.2mg/kg
Post op 10-20mcg/kg/jam
KETOROLAC
SA 0.01-0.02 mg/Kgbb
Takikardi
Mengentalkan mukus.
0.02 takikardi
TIVA anak
SA 0.01-0.02 mg/Kgbb
2. Penlington
Preterm 2.5
6. Multi variate
2.44+(umur(thn)x0.1)+(berat(kg)x0.016)
SA 0,01-0,02 mg/kg
Fentanyl
Ketamine
Propofol
Morphine
Epineprine 10 mcg/kg
Dobutamine 2-20mcg/kg/min
Methylprednisolon 2-4mg/kg
Metoclopramide 0,15mg/kg
Na bicarbonat 1meq/kg
Aminophylline
MAC
Halotan
Neo. 0,9
Infants. 1,1-1,2
Adult. 0,75
Sevoflurane
neo 3,2
infants 3,2
adult 2
Isoflurane
1,6
1,8-1,9
1,3-1,6
1,2
Desflurane
8-9
9-10
7-8
EKG
IRAHI
Rate : R-R
Axis : P di I, AVF, II
Anterior: V3-V4
Septum: V1-V2
118-(0,57xumur)
1. Preoksigenasi
8 Maintenance :
Atracurim 10mg/30mnt
HT
Anti HT
Diuretics
Thiazide
Potasium sparing
Loop
Sympatholytic
Vasodilator
Ca chanel blockers
Direct vasodilator
Turp syndrom
Masuknya cairan irigasi ke sirkulasi melalui pembuluh darah yang terbuka, osmolaritas turun shg air
masuk ke intra seluler, menyebabkan edema intraseluler termasuk sel otak dan paru dapat terjadi gagal
jantung akut
Tanda2:
3. Bradikardia
5. Selanjutnya hipotensi, koma, twitching otot hebat, konvulsi, berakhir dengan kematian
Tindakan:
1. Gejala ringan diatasi dgn pemberian diuretik furosemid dan restriksi cairan
2. Kasus berat dgn tanda cerebral dan KV perlu diberikan Nacl hipertonis (3%)
Jackson 4 : retraksi sangat jelas, sianosis, paralisa pusat pernafasan ec hiperkapnea. Penderita tenang spt
tidur pdhal mau mati ec asfiksia
Penanganan:
Jackson 4 : krikotirotomi
OSA
1. Persiapan anestesi dan pasca bedah OSA berbeda dgn ATE biasa
2. Insiden terjadinya penyulit pasca operasi tinggi --> perlu dirawat di ICU resiko desaturasi
3. Meningkatkan resiko desaturasi, laringospasme dan obstruksi jalan nafas saat induksi
4. Sensitivitas terhadap efek depresi nafas dari sedatif dan opioid dan hilangnya respons thdp CO2 bila
dibanding pasien normal
Syndrom pickWikian
5. Polisitemia sekunder
(100-umur)/24 jam
Dosis bolus 1 mg
Fentanyl 1 mcg/kg/jam
SPINAL
lapisan2 median :
kutis, subkutis ,lig. supra spinosum, lig. interspinosum, lig. flavum, ruang epidural, membran
arachnoideal, ruang subarachnoid
indikasi :
absolut :
-patient refusal
-severe hypovolemia
relative :
sepsis
uncooperative patient
demyelinating lesions
controversial :
complicated surgery
prolonged operation
intrakardiak :
iskemik, M.I
ekstrakardiak:
keracunan obat, asidosis, nyeri, ppok, pent. batu empedu, stimulasi saraf simpatis, ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit
b. Hypoxia –Treatment should include airway management and efective ventilation and oxygenation.
c. Hydrogen Ion excess (Acidosis) –Treatment should include hyperventilation and bolus of sodium
bicarbonate.
e. Hyperkalemia – Treatment may include calcium chloride, sodium bicarbonate, and glucose with
insulin.
· VES “ multifokal “ yaitu memiliki dua atau lebih bentuk yang berbeda
faktor utama :
- drug dosage
- site of injection
other factors :
- age
- cerebrospinal fluid
- drug volume
- intraabdominal pressure
- needle direction
- patient height
- pregnancy
dosis :
bupivakain
- perineum, lower limb 4-10
durasi
- plain 90-120
- epinephrine 100-150
dosis adjuvant
morphine 0,1-0,5 mg
pco :
posisi : miring ke kiri 20° menghindari penekanan vena caba inferior dan aorta abdominal
Wayne index:
Palpitasi (+2)
Gugup (+2)
Eksoptalmus (+2)
Hiperkinesis (+2)
<11 : eutiroid
11-18 : normal
> 19 : hipertiroid
RUMUS
Albumin = delta alb x BB x 0.8
Transfusi:
Osmolaritas : N=280-290
Koreksi Na (morgan)
Moderate : 1 meq/L/jam
HIPONATREMI:
laki2
0,6xBBX^Na
wanita
0,5xBBx^Na
kecepatan
0,5 -1.meq/jam
koreksi kalium
maintenance dewasa :
pemberian 9-10 meq/jam dilakukan di icu atau dgn monitoring dan pengawasan ketat
Dosis (mcq) x BB x 60
----------------------------------------------
BUN/ Cr ratio
Prerenal : >20
Renal : 10-15
Wanita x0,85
Hb aktual =
-------------------------------------------------------
CVP
N: 8-12 mmHg
H2O x 0,7
Mask seal
Obesity/obstruction
Age>55
No teeth
Stif : asthma, ppok, edema
Look externally : small mandible, large tonge, large teeth, short neck
Evaluate 3-3-2 rule : buka mulut 3 jari, 3 jari tip of the mentum-chin nexk junction, 2 jari chin neck
junction-thyroid notch
Mallampati score
Neck mobility
Surgery
Hematoma
Obesity
Radiation distortion
Tumor
Difficult ventilation
1. Inability for the unasisted anesthesiologist to mantain oxygen saturation as measured by pulse
oximetry to greater than 92 % using 100% oxygen and positive pressure mask ventilation
3. Necessity to increase the gas flow to greater than 15 L /min to use the oxygen flush valve more than
twice
6. changed of operator
Mallampaty
1. Pillar
2. Uvula
3. Soft palatal
4. Hard palatal
ABC hipertensi
Start infusion
Hiperglikemia durante op
Insulin
Infus kontinyu
Ventrikular : lidocain
Lanjut amiodaron 300 mg dalam 50 cc/6 jam lanjut 600mg dalam 50 cc/18 jam
Analgetik oral
Kodein 3x10 mg
Paracetamol 4x500 mg
Kebutuhan o2
Dewasa 3 cc/kg/mnt
Anak 6-7cc/kg/mnt
Sindroma nefrotik
-proteinuria
-hipoalbumin
-oedema
Manajemen
1. Perlindungan ginjal
2. Hipoproteinemia
Atracurium
Isofluran
Ht> 26%
Pemberian KS lama
-kekurangan Kalium
-BP meningkat
-infeksi meningkat
-tromboemboli meningkat
Lukabakar
50% cairan 16
Moncreef
ANESTESI GERIATRI
Airway:
· Elastisitas paru menurun, luas permukaan alveoli menurun, volume residual meningkat, mismatch
ventilasi/perfusi, PaO2 menurun
· Kekuatan otot menurun, kemampuan batuk menurun, kapasitas bernafas maksimal menurun
Circulation
· Elastisitas dinding arteri menurun, afterload meningkat, tekanan darah sistolik meningkat, LVH
· Resiko penyakit kardiovaskular meningkat: aterosklerosis, penyakit jantung koroner, hipertensi, gagal
jantung, aritmia, kelainan katup.
Drug
· MAC agen inhalasi menurun 4% per dekade setelah usia di atas 40 tahun, onset meningkat bila CO
menurun dan melambat bila terdapat mismatch ventilasi perfusi yang signifikan.
· Dosis obat anestesi intravena secara umum menurun bisa sampai 50%, dianjurkan untuk pemberian
obat secara titrasi.
· Dosis NMBA relatif tidak terpengaruh dengan usia, namun dapat terjadi pemanjangan onset. Pemulihan
dari NMBA tergantung dari adanya gangguan ginjal maupun hepar.
Else
· Fungsi tubular renal menurun, gangguan regulasi Na, kemampuan dilusi dan konsentrasi menurun,
gangguan regulasi air, ekskresi obat menurun.
· Gangguan ekskresi K+
· Massa otak menurun terutama di korteks cerebri dan lobus frontal, CBF menurun 10-20%
Fungsi jantung
Fungsi paru
"Untuk membuat solution Hiperbarik tiap cc solution ditambah 80 mg dekstrose. Bila pakai D40% (400
mcg/ml), jadi untuk 10 ml Vopicain butuh 2 ml D40% --> 12 ml LB 4,166% .
Dalam prakteknya, ngoplosnya hrs steril dan bisa langsung dibagi jadi 3-4 spuit masing2 berisi 3 - 4 ml."
Pada prinsipnya dalam penatalaksananaan anestesi pada suatu operasi, terdapat beberapa tahap yang
harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksana ananestesi dan pemeliharaan serta tahap
pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasa dilakukan di
ruang pulih sadar atau recovery room, yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca bedah atau anestesi.
Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi dan anestesi dapat terhindar dari
komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola dikamar pulih atau Unit
Perawatan Pasca Anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun
dari anestesi secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijjumpai hal-hal yang
tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesi yang berupa gangguan napas,
gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang pendarahan.
Recovery room atau ruang pemulihan adalah sebuah ruangan di rumah sakit, dimana pasien dirawat
setelah mereka telah menjalani operasi bedah dan pulih dari efek anestesi. Pasien yang baru saja di
operasi atau prosedur diagnostik yang menuntut anestesi atau obat penenang dipindahkan ke ruang
pemulihan, dimana keadaan vital sign pasien (nadi, tekanan darah, suhu badan dan saturasi oksigen)
diawasi ketat setelah efek dari obat anestesi menghilang.
Pasien biasanya akan mengalami disorientasi setelah mereka sadar kembali, dan di ruang pemulihan ini
pasien ditenangkan apabila menjadi anxietas dan dipastikan kalau fisik dan emosional mereka terkendali.
Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA) harus berada dalam satu lantai dan dekat dengan kamar bedah,
supaya kalau timbul kegawatan dan perlu segera diadakan pembedahan ulang tidak akan banyak
mengalami hambatan. Selain itu karena segera setelah selesai pembedahan dan anestesi dihentikan
pasien sebenarnya masih dalam keadaan anestesi dan perlu diawasi dengan ketat seperti masih berada
di kamar bedah.
Besar ruangan dan fasilitas tergantung pada kemampuan kerja kamar bedah. Kondisi ruangan yang
membutuhkan suhu yang dapat diatur dan warna yang tidak mempengaruhi warna kulit dan mukosa
sangat membantu untuk membuat diagnose dari adanya kegawatan nafas dan sirkulasi. Ruang pulih
sadar yang terletak di dekat kamar bedah akan mempercepat atau memudahkan bila diperlukan
tindakan bedah kembali. Alat untuk mengatasi gangguan nafas dan jalan nafas harus tersedia, misalnya
jalan nafas orofaring, jalan nafas orotrakeal, laringoskop, alat trakeostomi, dalam segala ukuran. Oksigen
dapat diberikan dengan FiO2 25% - 100%.
Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai
pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter,
oksimeter denyut (pulse oxymeter), EKG,peralatan resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan
tersendiri, terpisah dari kamar bedah.
Personil dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien gawat, mahir menjaga jalan
napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini tanda vital yang membahayakan pasien.
Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola adalah pasien
pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah
bebas atau tidak, ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak. Pasien dengan
gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah
yang jatuh ke belakang atau spasme laring, pasca bedah dini kemungkinan terjadi mual-muntah yang
dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akan
berakibat penurunan ventilasi.
Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal atau masker sampai pasien sadar betul.
Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obat anestesi akan sadar kembali. Kartu observasi selama di
ruang pulih sadar harus ditulis dengan jelas, sehingga dapat dibaca bila pasien sudah kembali ke bangsal.
Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke
ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi.
Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada kondisi fisik
pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi, monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan risiko
tinggi seperti:
Kelainan organ
Dehidrasi berat
Sepsis
Trauma multiple
Trauma kapitis
Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih mudah dapat dilakukan
³monitoring B6´, yaitu :
Breath (nafas) : sistem respirasi
Pola nafas
Tanda-tanda obstruksi
Frekuensi nafas
Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai kondisi (aminofilin,kortikosteroid, tindakan tri ple
manuver airway).
Tekanan darah
Nadi
Perfusi perifer
Kadar Hb
Brain (otak) : sistem SSP
Untuk menilai : Apakah pasien masih dehidrasi, Apakah ada kerusakan ginjal saat operasi, acute renal
failure
Periksa :
Dilatasi lambung
Distensi abdomen
Hati-hati, pasien operasi mayor sering mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena ia
bernafas dengan diafragma.
Periksa :
Tanda-tanda sianosis
Warna kuku
Kriteria yang digunakan dan umunya yang dinilai pada saat observasi di ruang pulih adalah warna kulit,
kesadaran, sirkulasi, pernafasan, dan aktivitas motorik,seperti skor Aldrete (lihat tabel). Idealnya pasien
baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor total telah di atas 8 , pasien
boleh keluar ruang pemulihan.
Namun bila pasien tersebut anak-anak kriteria pemulihan yang digunakan adalah skor Steward, yang
dinilai antara lain pergerakan, pernafasan dan kesadaran. Bila skor total di atas 5, pasien boleh keluar
dari ruang pemulihan.
Untuk pasien dengan spinal anestesi digunakan kriteria skor Bromage, yang dinilai adalah pergerakan
kaki, lutut dan tungkai, apabila total skor di atas 2, pasien boleh di pindahkan ke ruang rawat.
Penilaian
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0
Pernapasan
Sirkulasi
Kesadaran
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Tidak bergerak, 0
Pergerakan
Gerak bertujuan 2
Tidak bergerak 0
Pernafasan
Batuk, menangis 2
Perlu bantuan 0
Kesadaran
Menangis 2
Tidak bereaksi 0
Kriteria Nilai
Komplikasi Respirasi
Prinsip dalam mengatasi sumbatan mekanik dalam sistem anestesi adalahdengan menghilangkan
penyebabnya. Diagnosis banding antara sumbatan mekanik dan bronkospasme harus dibuat sedini
mungkin. Sumbatan mekanik lebih seringterjadi, dan mungkin dapat menjadi total, dimana wheezing
akibat dapat terdengar tanpa atau dengan stetoskop.
Penyebab sumbatan bisa nyata sebagai contoh, keadaan ini dapat diatasi dengan meluruskan pipa yang
terpuntir dibalik rongga mulut. Jika pipa ditempatkan terlalu jauh ke dalam trakea, maka pipa tersebut
biasanya memasuki bronkus utama jika kadar tinggi oksigen yang dipakai,sampai terjadi tanda-tanda
hipoksia, hiperkardi atau sumbatan pernafasan menjadi nyata.
Komplikasi dapat dihindarkan jika ahli anestesi memeriksa kedudukan pipa setelah dipasang dengan
mendengarkan melalui stetoskop di atas setiap sisi dada, sementara secara manual paru-paru
dikembangkan, jika suara pernafasan tidak terdengar atau pengembangan pada satu sisi dada telah
didiagnosis, maka harus secara lambat laun ditarik sampai udara terdengar memasuki kedua sisi toraks
secara seimbang. Penggunaan pipa yang telah dipotong sampai sepanjang bronkus kanan dapat
mengurangi bahaya.
Ahli anestesi tidak boleh melupakan bahwa, jika dihadapkan pada sumbatan mekanik yang tidak dapat
dijelaskan, segera setelah intubasi, maka anjuran terbaik adalah pipa ditarik keluar dan dilakukan re-
intubasi.
Sumbatan mekanik pada penderita yang tidak diintubasi, apakah dapat bernafas dengan spontan atau
dikembangkan, paling sering disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang. Biasanya keadaan ini dapat
ditolong dengan mengekstensikan kepala, mendorong dagu ke muka dan memasang pipa udara
anestetik peroral atau nasal.
Sumbatan mekanik pada penderita yang di intubasi mungkin bersifat samar-samar. Paling penting
disadari bahwa adanya pipa trakea tidak menjamin saluran pernafasan yang lancar. Pipa dapat menjadi
terpuntir, bagian yang melengkung dapat terhalang pada dinding trakea, atau dapat terlalu menjorok
jauh dan memasuki bronkus utama kanan atau manset dapat menyebul keluar menutupi bagian ujung.
Bronkospasme
Bronkospame dapat diatasi secara terapi medik, tetapi yang paling penting adalah memastikan bahwa
tidak terjadi sumbatan mekanik, baik secara anatomis,akibat lidah yang terjatuh ke belakang pada
penderita yang tidak diintubasi, atau akibat defek peralatan seperti yang telah dijelaskan di atas.
Efedrin intravena setiap kali dapat ditambah 5 mg, atau 30 mg intramuscular, sehingga dapat menolong,
tetapi dapat menyebabkan takikardi dan meningkatkan tekanan darah. Secara bergantian, suntikan
lambat 5 mg/kg aminofilin intravena.
Hipoventilasi
Pada hipoventilasi, rangsang hipoksia dan hiperkarbia mempertahankan penderita tetap bernafas. Pada
hipoventilasi berat, pC02 naik > 90 mmHg, sehingga menimbulkan koma, dengan pemberian O2 hipoksia
berkurang (p02 naik) tetapi pCO2 tetap atau naik pada hipoventilasi ringan. Sedangkan pada
hipoventilasi berat jusrtu mengakibatkan paradoksikal apnea, yaitu penderita justru jadi apnea setelah
diberi oksigen. Terapi yang benar pada hipoventilasi adalah :
Memberikan oksigen
Hiperventilasi
Hiperventilasi dengan hipokapnia akan merangsang kalium ekstraselular mengalir ke intraselular, hingga
terjadi hipokalemia. Aritmia berupa bradikardia relatif dapat terjadi pada hipokalemia.
Komplikasi Kardiovaskular
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa trakea, cairan infus
berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapnea dan asidosis.
Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard,
disritmia, edema paru atau pendarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan
kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 ± 1,0 µg/kg/ menit.
Hipotensi yang terjadi karena isian balik vena (venous return) menurun disebabkan pendarahan, terapi
cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan veskuler perifer
menurun. Hipotensi harus segera diatasi untuk mencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat
berlanjut dengan hipoksemia dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor
penyebabnya. Berikan O2 100%dan infus kristaloid RL atau Asering 300-500 ml.
Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alkalosis,hipoksia, hiperkapnia atau
penyakit jantung.
Hipertensi karena anestesi tidak adekuat dapat dihilangkan dengan menambah dosis anestetika. Bila
persisten dapat diberi obat penghambat beta adrenergik seperti propanolol atau obat vasodilator seperti
nitrogliserin yang juga bermanfaat untuk memperbaiki perfusi miokard. Reaksi hipertensi pada waktu
laringoskopi dapat dicegah antara lain dengan terlabih dahulu memberi semprotan lidokain topical
kedalam faring dan laring, obat seperti opiat dan lain-lain.
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesi dapat diobati dengaan analgetika narkotik
seperti pethidin 10 mg I.V atau morfin 2-3 mg I.V dengan memperhatikan pernafasan (depresi).
Aritmia jantung pada anestesia, terjadi kira-kira 15-30 %. Etiologi aritmia selama anestesia :
Komplikasi Lain-lain
Mengigil
Pada akhir anestesi dengan tiopental, halotan atau enfluran kadang-kadang timbul mengigil di seluruh
tubuh disertai bahu dan tangan bergetar. Hal ini mungkin terjadi karena hipotermia atau efek obat
anestesi, Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan infus dingin, cairan
irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama. Faktor lain yang menjadi pertimbangan ialah kemungkinan
waktu anestesi aliran gas diberikan terlalu tinggi hingga pengeluaran panas tubuh melalui ventilasi
meningkat.
Terapi petidin 10-20 mg i.v. pada pasien dewasa, selimut hangat, infus hangat dengan infusion warmer,
lampu penghangat untuk menghangatkan suhu tubuh.
Gelisah pasca anestesi dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis,hipotensi, kesakitan. Penyulit ini
sering terjadi pada pemberian premedikasi dengan sedatif tanpa anelgetika, hingga pada akhir operasi
penderita masih belum sadar tetapi nyeri sudah mulai terasa. Komplikasi ini sering didapatkan pada anak
dan penderita usia lanjut. Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut di atas, pasien dapat diberikan
midazolam 0,05-0,1mg/kgBB atau terapi dengan analgetika narkotika (petidin 15-25 mg I.V ).
Kenaikan Suhu
Kenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam (fever) atau hipertermia (hiperpireksia).
Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38 derajat Celcius dan masih dapat diturunkan dengan
pemberian salisilat. Sedangkan hipertermia ialah kenaikan suhu tubuh diatas 40 derajat Celcius dan tidak
dapat diturunkan dengan hanya memberikan salisilat.
Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 derajat Celcius)
Infeksi
Hipertermia maligna merupakan krisis hipermetabolik dimana suhu tubuh naik lebih dari 2 derajat
Celcius dalam waktu satu jam. Walaupun angka kajadian komplikasi ini jarang, yaitu 1: 50.000, pada
penderita dewasa dan 1: 25.000 pada anak-anak, tetapi jika terjadi, angka kematiannya cukup tinggi
yaitu 60%. Etiologi komplikasi ini masih diperdebatkan, tetapi telah banyak dikemukakan bahwa kelainan
herediter ini karena adanya cacat pada ikatan kalsium dalam reticulum sarkoplasma otot atau jantung.
Adanya pacuan tertentu akan meyebabkan keluarnya kalsium tersebut dan masuk kedalam sitoplasma
hingga menghasilkan kontraksi miofibril hebat,penumpukan asam laktat dan karbondioksida,
meningkatkan kebutuhan oksigen,asidosis metabolik, dan pembentukan panas. Kebanyakan obat
anestetika akan menjadi triger pada penderita yang berbakat hipertermia maligna herediter ini. Halotan
dan suksinilkolin adalah obat-obat yang sering dilaporkan sebagai pencetus penyulit ini. Akan tetapi tidak
berarti obat-obat lain aman terhadap komplikasi ini. Gejala klinis selain kenaikan suhu mendadak, tonus
otot bertambah, takikardi, tetani, mioglobinuria, gagal ginjal dan gagal jantung.
Seluruh tubuh dikompres es atau alkohol, kalau perlu lambung dibilas dengan larutan NaCl fisiologis
dingin
Reaksi Hipersensitif
Reaksi hipersensitif adalah reaksi abnormal terhadap obat karenaterbentuknya mediator kimia endogen
seperti histamin dan serotonin dan lainnya.Reaksi dapat saja terjadi pada tiap pemberian obat termasuk
obat yang digunakandalam anestesia. Komplikasi sering terjadi pada pemberian induksi intravena
danobat pelumpuh otot.
Vasodilatasi, tetapi nadi kecil sering tak teraba, sampai henti jantung.
Bronkospasme
Pengobatan:
Dilakukan napas buatan dan kompresi jantung luar kalau terjadi hentijantung
Nyeri
Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan.Untuk meredam nyeri pasca
bedah pada anestesi regional untuk pasien dewasa,sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat
memasukkan anestesi lokal ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini
sangat baiknyamanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelahitu
nyeri yang timbul bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu
cukup diberikan analgetik golongan NSAID (anti inflamasi non steroid) misalnya ketorolac 10-30 mg IV
atau IM.
Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau epidural, karena efeknya lebih
pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal atau epidural ialah gatal di daerah muka. Pada
manula dapat terjadi depresi napas setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas dapat
dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan pada manula kecuali
dengan pengawasan ketat.
Kalau terjadi nyeri pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan opioid secara bolus dan selanjutnya
dengan titrasi perinfus.
Mual-Muntah
Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umumterutama pada penggunaan opioid,
bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional. Obat mual-muntah yang sering digunakan
pada peri anesthesia ialah :