Buku Skills Lab PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 57

UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

Jl. Raya Dukuh Waluh PO BOX 202 Purwokerto 53181

Telp. (0281) 636751, Fax (0281) 637239

SKILLS LABORATORY BOOK

BLOCK 8

CARDIOVASCULAR SYSTEM

TEAM BLOCK 8

CARDIOVASCULAR SYSTEM

FACULTY OF MEDICINE

UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

PURWOKERTO

2015
SKILLS LABORATORY BOOK

BLOCK 8
CARDIOVASCULAR SYSTEM

CONTRIBUTORS

Curiculum Coordinator
dr. Anis Kusumawati, M.Sc

Block Coordinator
dr. Dian Novita Sari

TEAM BLOCK 8 CARDIOVASCULAR SYSTEM


FAKULTY OF MEDICINE
UNIVERSITY OF MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
PURWOKERTO
2015
PREFACE

System cardiovascular is one of the body system as homeostasis. In this part will be
discuss about system cardiovascular from anatomy, physiology, pathology, definition, clinical
symtoms, suppoting investigations, diagnosis and management of heart disease.
For supporting learning on this block besides learning expert, laboratory skill and
practicum, will be other method that discuss system cardiovascular.
On this purpose expected that the students will understand of system cardiovascular, and
will be result good competence on the future.

Purwokerto, 2015

Block Coordinator

dr. Dian Novita Sari


INTRODUCTION

The learning process in block Cardiology is to guide the medical student the medical
competence related to the disorder of cardiology.

The planning of this block correspond to the 7 area of competence : efective


communication, clinical skills, scientific medicine, management of health problem, management
of information, self-awareness and self development, ethics, moral, medicolegal and
profesionalism, patient safety.

The end goal of this block is after the medical student completed the learning process they
will be able to explain the pathogenesis, pathophysiology, clinical appearance, and how to
diagnose and the treatment for cardiology disorder in human with a family medicine approach.

Tutor will hold an important role in the learning activity. Tutor act as a facilitator is
expected to be able to guide the medical student to think globally and complex so we can
produce the next generation of doctor ready to serve the society.

The activity in this block corespond to the SPICES strategy (Student centered, Problem
Based, Integrated, Community Based, Early clinical expossure, Systematic), which will be
implemented during the six weeks of block. Five weeks of efective learning process and one
week of evaluation.
KETERAMPILAN KLINIS

PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULAR

A. Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan inspeksi dada


2. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan palpasi denyut apeks jantung, palpasi
arteri karotis, palpasi denyut arteri ekstremitas
3. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan perkusi ukuran jantung
4. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan auskultasi jantung
5. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan pengukuran tekanan vena jugularis
(JVP)
6. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan penilaian denyut kapiler
7. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan penilaian pengisian ulang kapiler
(capillary refill)
8. Mahasiswa mampu memahami dan melakukan deteksi bruits

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik sistem kardiovaskular

1. Mahasiswa melakukan pemeriksaan rutin yang meliputi semua aspek penting sistem
kardiovaskular. Pemeriksaan secara seksama, efisien dan urut, sehingga tidak ada
yang terlupa.
2. Perhatikan hal-hal pokok yang utama untuk menentukan diagnosis kerja berdasarkan
pada anamnesis.
3. Pada saat pemeriksaan fisik sering didapatkan gejala yang tidak diduga sebelumnya,
seperti adanya bising jantung, sehingga harus dibuat diagnosis banding.

Kerangka pemeriksaan fisik system kardiovaskular

1. Pada waktu anamnesis, perhatikan wajah pasien, apakah terlihat cemas,


tertekan,sesak napas atau tanda-tanda khas penyakit tertentu.

2. Periksalah tangan pasien, apakah terasa hangat, berkeringat atau cyanosis perifer;
periksalah adanya clubbing atau splinter haemorrhages pada kuku.

3. Palpasi arteri radialis, hitung frekwensi denyut dan tentukan iramanya.


4. Tentukan lokasi dan palpasi arteri brachialis, tentukan sifatnya. Ukur tekanan darah.
Bila ada kecurigaan ada masalah pada arcus aorta, maka bandingkan denyutnya pada
kedua lengan.

5. Pasien berbaring 45°, tentukan tekanan vena jugularis dan bentuk denyut-nya.

6. Perhatikan wajah pasien, periksa konjunctiva, lidah dan mulut.

7. Palpasi arteri carotis dan tentukan sifatnya.

8. Perhatikan dada pasien, inspeksi pericardium dan tentukan jenis pernapasannya, serta
perhatikan apakah ada pulsasi yang abnormal

9. Palpasi precordium, tentukan lokasi denyut apex dan sifatnya. Perhatikan precordium
saat istirahat, apakah ada vibrilasi atau trill yang abnormal.

10. Dengarkan dengan stethoschope dan periksalah suara jantung, apakah ada murmur.
Bila memungkinkan, dengarkan arteri carotis untuk mencari radiasi murmur atau
bruit.

11. Perkusi dan auskultasi dada di depan dan belakang, carilah apakah ada efusi pleura.
Dengarkan, apakah ada krepitasi pada dasar paru.

12. Baringkan pasien di tempat datar dan lakukan palpasi pada abdomen, apakah liver
teraba ? Apakah ada dilatasi aorta abdomen ?

13. Periksalah denyut femoralis, popliteal dan kaki. Apakah ada edema sakral ?

14. Bila memungkinkan, periksalah kemampuan aktifitas fisik, dengan meminta pasien
untuk berjalan.

B. INSPEKSI DADA

Kelainan bentuk dada seringkali berkaitan dengan anatomi dan faal jantung.
Disamping itu juga mempengaruhi faal pernafasan yang kemudian secara tidak langsung
mempengaruhi faal sirkulasi darah yang akan menjadi beban kerja jantung. Kelainan
bentuk dada tidak selalu disertai atau mengakibatkan gangguan faal jantung. Kelainan
bentuk dada dapat dibedakan antara kelainan kongenital atau kelainan yang didapat selama
pertumbuhan badan. Deformitas dada dapat juga terjadi karena trauma yang menyebabkan
gangguan ventilasi pernafasan berupa beban sirkulasi terutama bagi ventrikel kanan.
Tanda-tanda yang diamati :

1. bentuk prekordium
2. denyut pada apeks jantung
3. denyut nadi pada dada
4. denyut vena

Bentuk prekordium :

1. Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris


2. Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau
atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
3. Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi
epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum

Denyut apeks jantung

1. Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus
terlihat di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis
sinistra
2. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
3. Sifat iktus :

o Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local.
Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
o Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita
adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang
yang asalnya dari systole.

Denyutan nadi pada dada

1. Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan
pada aorta
2. Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II
kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan
adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden

Denyut vena

1. Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan
2. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
C. PALPASI PRECORDIUM

Palpasi precordium dilakukan dengan cara meletakkan telapak tangan pada dinding
dadadi sebelah kiri sternum. Pertama kali, tentukan letak ‘apex’. Yaitu tempat pulsasi yang
paling luar dan paling bawah. Biasanya tempatnya ditentukan dari intercostal, clavicula
dan axilla. Apex orang dewasa normal yang berbaring 45°, berada diantara intercostal ke 5
dan 6, di midclavicular line. Kadang-kadang jantung dapat bergeser, bila pasien miring ke
kiri, maka apex akan bergeser keluar. Pada pasien obesitas atau pasien emfisema, pasien
diminta miring ke kiri pada saat pemeriksaan prekordium. Pada pasien ini posisi apex tidak
dapat ditentukan, jadi hanya untuk memeriksa kualitas denyut apex. Kualitas denyut apex
yang normal dan yang tidak, hanya bisa didapatkan dengan banyak latihan. Apex yang
berdenyut keras menunjukkan adanya peningkatan cardiac output (misalnya pada pasien
yang demam atau setelah olah raga). Apex yang difus menandakan adanya kerusakan
muskulus ventrikel, yang biasanya disebabkan karena inkark myocard atau
cardiomyopathy. Impuls difus ini dapat dilihat dengan inspeksi precordium. Sifat impuls
jantung pada hipertrofi ventrikel kiri sangat khas, yaitu sangat kuat dan menetap, bukan
impuls tajam dan pendek. Pada stenosis mitral, apex jantung berupa tepukan (tapping). Hal
ini disebabkan ventrikel kiri membesar sehingga bergeser menjadi lebih dekat ke dinding
dada. Selain itu suara jantung pertama menjadi keras, sehingga dapat dipalpasi. Hipertrofi
ventrikel kanan atau dilatasi, dirasakan dekat dengan garis sternal kiri.

Palpasi precordium. Untuk menentukan letak apex, pasien berbaring terlentang, sedangkan
untuk memeriksa kualitas impuls, pasien miring ke kiri

Selain palpasi jantung, pemeriksaan dengan tangan juga dapat digunakan untuk
menentukan suatu vibralation atau ‘thrill’. Thrills adalah ‘murmur yang dapat dipalpasi’
dan selalu dapat dengan mudah didengarkan waktu auskultasi. Diastolic thrill (yang
bunyinya seperti ‘stroking a purring cat’) kadang-kadang didapatkan pada pasien mitral
stenosis. Systolic thrills didapatkan pada aortic stenosis, ventricular septal defect atau
mitral reflux.
D. MEMERIKSA DENYUT PERIFER

Denyut arteri carotis

Arteri carotis letaknya lebih dekat dengan jantung dari pada arteri brachialis,
sehingga lebih baik untuk menilai ventrikel kiri. Cara memeriksa arteri carotis sebelah
kanan : letakkan ujung ibu jari di sebelah larynx, tekan secara lembut ke belakang ke arah
otot precervical sampai denyut arteri carotis terasa. Cara lain : arteri carotis dapat dirasakan
dari belakang dengan cara jari-jari menyusuri leher. Pada aortic stenosis yang berat, terjadi
peningkatan denyut carotis. Bila denyut carotis pasien sukar ditemukan, sedangkan denyut
radialis dan brachialisnya mudah ditemukan, maka berarti terjadi aortic stenosis karena
denyut menjadi lebih ‘normal’ pada denyut nadi yang lebih perifer. Denyut carotis yang
tersentak-sentak merupakan suatu hypertrophic cardiomyopathy. Aliran darah ke ventrikel
kiri mula-mula normal, kemudian mendadak terjadi obstruksi.

Palpasi arteri carotis menggunakan ibu jari

Palpasi arteri carotis dengan cara lain

Denyut arteri femoralis

Denyut arteri femoralis dapat digunakan untuk menilai kerja jantung, seperti arteri
carotis. Pada pasien dengan kelainan aorta atau arteri iliaca, denyutnya lemah atau tidak
ada. Cara pemeriksaannya adalah : pasien membuka pakaian, berbaring di tempat datar,
letakkan ibu jari atau jari-jari pemeriksa langsung di atas superior pubic ramus dan
pertengahan dan diantara pubic tubical dan anterior superior iliac spine. Metode
pemeriksaan denyut popliteal dan kaki digunakan untuk pemeriksaan penyakit arterial
perifer.

Palpasi arteri femoralis

Denyut arteri popliteal

Arteri popliteal berada di dalam fossa popliteal tetapi denyutnya dapat dirasakan di
permukaan posterior ujung distal femur. Pasien berbaring di tempat datar, lutut agak
fleksi.Jari-jari digunakan untuk menekan ujung jari-jari tangan yang lain pada fossa
popliteal dan rasakan denyut arteri popliteal di belakang persendian lutut. Palpasi arteri
popliteal digunakan untuk evaluasi pasien dengan penyakit vaskuler perifer, yaitu
intermittent claudication.

Palpasi arteri popliteal


Denyut arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior

Palpasi arteri-arteri ini digunakan untuk memeriksa adanya penyakit vaskuler perifer,
selain itu juga dapat digunakan untuk monitor frekwensi denyut dan irama nadi pada saat
anaesthesia atau recovery. Denyut arteri dorsalis pedis dapat dirasakan dengan jari-jari
menekan dorsum kaki lateral terhadap tendon extensor hallucis longus; arteri tibialis
posterior dapat dirasakan dengan jari-jari melingkupi pergelangan kaki di sebelah posterior
menuju malleolus medialis.

Palpasi arteri dorsalis pedis

Palpasi arteri tibialis posterior

E. PENILAIAN DENYUT KAPILER

Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah palpasi
nadi. Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis. Pada
palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :

1. Frekuensi nadi
Frekuensi nadi adalah jumlah denyut nadi selama 1 menit. Frekuensi nadi yang
normal pada orang dewasa adalah antara 60 – 90, biasanya 70 – 75.Pada anak-anak
dan wanita frekuensi sedilikt lebih cepat.Demikin juga halnya pada waktu berdiri,
sedang makan, mengeluarkan tenaga, atau waktu mengalami emosi.

Frekuensi nadi yang dianggap abnormal adalah lebih dari 100 dan kurang dari
60.Nadi yang cepat dikenal dengan takikardi atau pulsus frekuens sedangkan nadi
yang lambat dikenal dengan bradikardi atau pulsus rarus. Takikardi dijumpai pada
demam tinggi, tirotoksikosis, infeksi streptokokus, difteri dan berbagai jenis penyakit
jantung sepert supraventrikuler takikardia paroksismal. Bradikardi terdapt pada
penyakit miksudema, penyakit kuning, demam enteritis, dan tifoid.

2. Tegangan
Tegangan nadi tergantung dari desakan darah.

Cara memeriksa :

Tangan kanan penderita diletakkan dengan telapak tangan menghadap ke atas


dan disandarkan pada ibu jari pemeriksa. Di atas a. radialis diletakkan berjajar jari
telunjuk, tari tengah, dan jari manis. Telunjuk menekan a. radialis sehingga a. radialis
menutup, setelah itu dengan jari manis kita tekan a. radialis perlahan-lahan sampai
jari tengah tak merasakan adanya pulsasi lagi. Jadi kesan besarnya desakan darah
diperoleh dari jari manis yang menghil;angkan pulsasi. Untuk ini, kita harus melatih
diri supaya dapat mengetahui tegangan nadi.

3. Irama nadi
Irama nadi dibedakan menjadi reguler/teratur dan irreguler/tidak teratur.Pada
orang sehat denyut nadi biasanya teratur, tetapi nadi yang tidak teratur belum tentu
abnormal.Aritmia sinus adalah gangguan irama nadi, dimana frekuensi nadi menjadi
cepat pada waktu inspirasi dan melambat pada wkatu ekspirasi. Hal demikian adalah
normal dan mudah dijumpai pada anak-anak.

Jenis nadi tak teratur lainnya adalah abnormal,Pada gangguan hantaran jantung dapat
terjadi keadaan dimana tiap-tiap dua denyut jantung dipisahkan oleh waktu yang
lama, karena satu diantara tiap-tiap dua denyut menghilang. Nadi semacam ini
dinamakan pulsus bigeminus.Kalau tiap 2-3 denyut diceraikan oleh waktu yang lama
dinamakan pulsus trigeminus. Masa antara denyutan nadi (interval) yang memanjang
dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyutan tambahan yang tibul lebih dini
daripada denyutan-denyutan lain yang menyusulnya. Denyutan ini dinamakan
denyutan ekstra-sistolik. Nadi yang sama sekali tak teratur dikenal sebagai pulsus
iregularis totalis dan nadi ini merupakan gejala dari fibrilasi atrium.

4. Macam-macam denyut nadi


Tiap denyut nadi dapat dilukiskan sebagai satu gelombang yang terdiri dari
bagian yang meningkat, bagian yang menurun dan puncaknya.Dengan cara palpasi
kita dapat menafsirkan gelombang tersebut. Gelombang nadi yang lemah mempunyai
puncak yang tumpul dan rendah.Denyut nadi itu sifatnya seolah-olah merangkak.
Nadi semacam ini dinamakan pulsus anakrot,yang khas terdapat pada stenosis aorta.
Sebaliknya denyut nadi yang terasa seolah-olah meloncat tinggi, yaitu denyutan yang
meningkat tinggi dan menurun secara cepat sekali,adalah khas untuk insufisiensi
aorta, nadi semacam ini dinamakan pulsus seler.

Ada juga denyut nadi yang dinamakan pulsus paradoksus, yaitu denyut nadi
yang menjadi semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada
bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada saat ekspirasi. Nadi semacam ini
menunjukkan adanya pericarditis konstriktiva dan efusi perikardium. Pulsus
alternans adalah nadi yang mempunyai denyut yang kuat dan lemah berganti-ganti.
Hali ini menandakan adanya kerusakan pada otot jantung.

5. Isi nadi
Isi nadi ditentukan oleh faktor dari dalam jantung dan faktor dari dalam
pembuluh darah. Dibedakan menjadi isi nadi normal, isi nadi kurang/pulsus parvus,
isi nadi besar/pulsus magnus. Pada tiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian
tertentu dari arteri. Banyaknya jumlah darah ini dicerminkan oleh tingginya puncak
gelombang nadi. Jika suatu denyutan terasa mendorong jari yang malakukan palpasi,
maka dikatakan bahwa nadi itu besar disebut dengan pulsus magnus. Sebaliknya
pada gelombang nadi yang kecil, jumlah darah yang melalui arteri kecil, disebut
dengan pulsus parvus.

Nadi yang besar dijumpai pada waktu orang mengeluarkan tenaga atau jika ada
demam tinggi yang akut. Pada pulsus seler didapati denyut yang besar, akan tetapi
datang dan hilangnya denyutan pada pulsus seler cepat sekali. Pulsus parvus
dijumpai pada perdarahan, infark cordis, dan stenosis aorta. Isi nadi juga
mencerminkan perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik yang dikenal sebagai
tekanan nadi.

6. Bandingkan nadi a.radialis kiri dan kanan.


Jika tidak sama disebut nadi tak sama (pulsus differens). Pulsus differens
disebabkan :

a. Kelainan a. radialis, yaitu a. radialis tetap kecil bentuknya, sehingga a. ulnaris


yang membesar. Di sini a. ulnaris harus diperiksa dengan cara meraba sebelah
dalam m.flexor carpi ulnaris.
b. Penyakit pada pangkal a. anonyma, a. subclavia, aorta yaitu aneurisma aorta. Hal
ini menyebabkan desakan antara lengan kanan dan kiri tidak sama.
7. Keadaan dinding arteri.
Pada arterisclerosis dinding akan teraba abnormal keras, kadang-kadang
bahkan seperti pipa kerasnya, sedangkan pembuluh tadi dapat kita guling-gulingkan
kesana kemari. Bila tingkatan sklerosis berlanjut, pembuluh juga akan mengalami
pemanjangan sehingga berkelok-kelok. Keadaan ini dapat terlihat jelas pada a.
brachialis. Pada keadaan normal, dinding arteri akan teraba kenyal.

F. PERKUSI JANTUNG

Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV
pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari
untuk menentukan gambaran besarnya jantung.

Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri
menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas
pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.

Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung
koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid,
insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri
menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi
ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada
perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru,
pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat,
sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.

Cara Pemeriksaan

1. Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung


a. Batas kiri jantung
b. Batas kanan jantung
2. Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta

Batas kiri jantung

1. Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.


2. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai
batas jantung kiri
3. Normal

Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)

Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)

Batas kanan jantung

1. Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.


2. Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding
depan thorak
3. Normal :

o Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di
linea parasternalis kanan
o Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan

G. AUSKULTASI JANTUNG

Auskultasi jantung yang baik adalah dengan menggunakan stethoscope yang


mutunya baik pula. Ada 2 fungsi utama stethoscope. Pertama, mengantarkan suara dari
dada pasien dan membantu mengurangi suara dari luar. Kedua, secara selektif
mengantarkan suara pada frekwensi tertentu.

Stethoscope terdiri dari dua bagian telinga yang disambungkan dengan selang ke
dada dan mempunyai bagian diaphragma dan bell. Bell dan diaphragma memperkuat suara
dari berbagai frekwensi. Bell digunakan untuk mendengarkan low-pitched sound seperti
mid-diastolic murmur pada mitral stenosis atau suara jantung ketiga pada payah jantung.
Sebaliknya, filter diaphragma meniadakan low pithched sound dan memperjelas high
pitched sound. Diaphragma baik untuk menganalisa suara jantung kedua, untuk ejeksi dan
mid-systolic click dan untuk early diastolic murmur pada aortic regurgitation yang high
pitched sound tetapi pelan.

Daerah tempat auskultasi jantung antara lain : pada apex, dasar (bagian jantung
antara apex dan sternum) dan pada daerah aortic dan pulmonary di sebelah kiri dan kanan
sternum. Apabila mendengar suara yang abnormal, maka pindahkan stethoscope sehingga
suara tersebut terdengar dengan jelas. Dengarkan suara tersebut bersamaan dengan palpasi
arteri carotis.
Auskultasi jantung bersamaan dengan palpasi arteri carotis

Pada auskultasi diperhatikan 2 hal, yaitu :

1. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II

BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi pada


saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole

BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis


pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole

BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I

2. Bising jantung / cardiac murmur


Bunyi jantung 1 (S1)

1. Daerah auskultasi untuk BJ I :

a. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.


b. Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis
terdengar disini
c. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik
pula untuk mendengar katub mitral.

2. Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:

a. stenosis mitral
b. interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
c. pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada
kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.

3. Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :

a. shock hebat
b. interval PR yang memanjang
c. decompensasi hebat.

Bunyi jantung 2 (S2)

1. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :

a. hipertensi
b. arterisklerosis aorta yang sangat.

2. Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :

a. kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis


mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital

3. BJ I dan II akan melemah pada :

a. orang yang gemuk


b. emfisema paru-paru
c. perikarditis eksudatif
d. penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
Bising jantung

1. Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising


terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan
bising systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising
dengan saat terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising
systole.
2. Tentukan lokasi bising yang terkeras.
3. Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke
semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras
akan dijalarkan lebih dulu.
4. Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :

(1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar
dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara
bising.

(2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.

(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas
diantara (2) dan (5).

(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan
pada dinding dada.

(6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.

5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang
meniup, bising yang melagu

H. PEMERIKSAAN JUGULAR VENOUS PULSE (JVP)

Pemeriksaan JVP menunjukkan keadaan ‘input’ jantung. Vena jugular interna


berhubungan langsung dengan vena cava superior dan atrium kanan. Tekanan normal pada
atrium kanan equivalent dengan tekanan kolom darah setinggi 10-12 cm. Jadi bila pasien
berdiri atau duduk tegak, vena jugularis interna akan kolaps dan bila pasien berbaring, vena
terisi penuh. Bila pasien berbaring sekitar 45°, maka pulsasi vena jugularis akan tampak
tepat diatas clavicula; maka posisi ini digunakan untuk pemeriksaan denyut vena jugularis
(JVP). Kepala pasien diletakkan pada bantal, dengan leher fleksi dan pandangan lurus ke
depan. Jangan menegangkan muskulus sternomastoid, karena vena jugularis interna tepat
berada di bawahnya.
Pemeriksaan JVP. Pasien berbaring supinasi 45°, pulsasi jugularis terlihat tepat di atas
clavicula

Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas level
atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat melihat
atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di atas sudut
manubriosternal. Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-right atrium selalu konstan,
walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. JVP yang normal adalah
kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal.

Hubungan antara JVP, atrium kanan dan manubriosternal angle

Pada pasien dengan JVP yang sangat tinggi (misal pada pericardial tamponade atau
constrictive pericarditis), vena jugularis interna dapat terisi penuh saat pasien berbaring
45°, sehingga pasien perlu didudukkan untuk dapat melihat ujung pulsasi. Bila JVP terlihat
diatas clavicula pada saat pasien duduk tegak, maka artinya tekanan JVP meningkat. Pada
saat pasien duduk tegak, kadang-kadang tidak adekuat untuk memeriksa tekanan vena yang
sangat tinggi. Maka pasien diminta untuk menaikkan tangan sampai vena di belakang
tangan kolaps dan periksalah perbedaan tinggi tangan dengan atrium kanan atau sudut
sternum.
Cara Pemeriksaan:

Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis :

- Pemeriksa berada di sebelah kanan si penderita.


- Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan bantal, dan otot
sternomastoideus dalam keadaan relaks.
- Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30 derajat, atau sesuaikan sehingga pulsasi vena
jugularis tampak paling jelas.
- Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna tampak, kemudian
dengan penggaris ukurlah jarak vertikal antara titik ini dengan angulus sternalis.
Apabila anda tak dapat menemukan pulsasi vena jugularis interna, anda dapat
mencari pulsasi vena jugularis externa.
- Sudut ketinggian dimana penderita berbaring harus diperhitungkan karena ini
mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Tekanan Vena Jugular (Ketinggian tekanan dari angulus sterni)

Pengukuran Tekanan Vena Jugular (Jugular Venous Pressure/JVP)


I. PENGISIAN ULANG KAPILER

Capillary Refill adalah pengukuran pengisian darah pada kapiler yang kosong. Hal
ini dapat diukur dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung (mencegah refluks
vena), menekan lembut jari atau jari kaki sampai ternyata putih dan mencatat waktu yang
dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan dilepaskan. Waktu isi ulang yang
normal adalah kurang dari 2 detik. Pada bayi baru lahir, pengisian kapiler dapat diukur
dengan menekan sternum selama lima detik dengan jari atau ibu jari, dan mencatat waktu
yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali sekali tekanan dilepaskan. Batas normal atas
untuk pengisian kapiler pada bayi baru lahir adalah 3 detik. Capillary Refill Time (CRT)
adalah indikasi umum dari dehidrasi dan penurunan perfusi perifer. Pada umumnya tes ini
dapat sangat bervariasi antara pasien beberapa pasien, oleh karenanya tidak boleh
diandalkan sebagai ukuran diagnostik universal. Meskipun demikian, pemeriksaan ini
sangat berguna sebagai bukti pendukung untuk tanda positif penurunan perfusi ke
ekstremitas. Tes CRT (juga kadang disebut sebagai CFT dalam Pediatrik) sering disebut
sebagai tes kuku pucat.

Penilaian :

1 - 2 detik adalah normal

2 - 4 detik adalah sedang sampai miskin

Lebih dari 4 detik darurat

Kurang dari 1 detik darurat

J. DETEKSI BRUITS

Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit“.
Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak
ada bunyi.
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

PEMERIKSAAN FISIK

Nama :

NIK :

bobot SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2

MEMBUKA PEMBICARAAN

1 Mengucapkan salam, basmallah, memperkenalkan diri

2 Menanyakan identitas pasien

3 Menanyakan keluhan

4 Informed concent

5 Mempersilahkan pasien untuk berbaring ditempat tidur dan


menyiapkan alat

6 Mencuci tangan dengan tekhnik WHO*

INSPEKSI DADA

7 Menilai bentuk prekordium, denyut pada dada (apeks jantung,


nadi, vena)
PALPASI

8 Melakukan palpasi precordium

9 Melakukan palpasi denyut perifer (a. Carotis, a. Radialis, a. 3


Brachialis, a. Femoralis, a. Popliteal, a. Dorsalis pedis, a. Tibialis
posterior)

10 Menilai denyutan kapiler (frekuensi, tegangan, irama, macam


denyut, isi, bandingkan kanan dan kiri)

PERKUSI

11 Menentukan batas jantung kanan dan kiri

AUSKULTASI

12 Mendengarkan pada 4 tempat (aorta, pulmonal, katup 2


trikuspidalis, katup mitralis)

13 Menentukan BJ I, BJ II, bising jantung


PEMERIKSAAN JVP

14 Penderita dalam posisi santai, kepala sedikit terangkat dengan


bantal, dan otot sternomastoideus dalam keadaan relaks.

15 Naikkan ujung tempat tidur setinggi 30 derajat, atau sesuaikan


sehingga pulsasi vena jugularis tampak paling jelas

16 Temukan titik teratas dimana pulsasi vena jugularis interna


tampak, kemudian dengan penggaris ukurlah jarak vertikal
antara titik ini dengan angulus sternalis

PENGISIAN ULANG KAPILER

17 memegang tangan lebih tinggi dari jantung, menekan lembut


jari atau jari kaki sampai terlihat putih dan mencatat waktu
yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan
dilepaskan

DETEKSI BRUITS

18 Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid

PENUTUP

19 Menulis pada lembar rekam medis.

Mengucapkan hamdallah, salam dan terimakasih

JUMLAH SKOR

* : Critical point

Keterangan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% =

44

Purwokerto, ………………………..

(dr. …………………………………)
KETERAMPILAN KLINIS

ELEKTROKARDIOGRAFI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memasang dan menjelaskan elektrode EKG


2. Mahasiswa mampu mengoperasikan EKG
3. Mahaisiswa mampu menganalisis dan menjelaskan hasil rekaman EKG

B. ELEKTROGRAFI

Elektrokardiografi adalah representasi aktivitas listrik jantung yang direkam oleh elektrode
pada permukaan tubuh.

C. BENTUK GELOMBANG EKG

1. Gelombang EKG ( EKG wave) dan interval


a. P wave/ gelombang P : Depolarisasi atrium kanan dan kiri
b. QRS complex/ kompleks QRS : Depolarisasi ventrikel kanan dan kiri
c. ST-T wave : Repolarisasi ventrikel
d. U wave/ gelombang U : asal gelombang ini tidak jelas, tetapi mungkin
representasi dari “afterdepolarizations” di ventrikel.
e. PR interval/ Interval PR : interval waktu dari onset depolarisasi atrium
sampai onset depolarisasi ventrikel.
f. QRS duration/ durasi QRS : durasi depolarisasi otot ventrikel.
g. QT interval/ interval QT : durasi dari depolarisai dan repolarisasi ventrikel
h. RR interval/ interval RR : durasi dari siklus ventrikel jantung( indicator
kecepatan ventrikel)
i. PP interval : durasi dari siklus atrial

2. Orientasi spasial 12 lead EKG


Penting untuk di ingat bahwa EKG 12 lead menyediakan informasi spasial tentang
aktivitas listrik jantung dalam sedikitnya 3 daerah ortogonal (RA = right arm; LA =
left arm, LF = left foot).

Setiap lead standar representasi orientasi ruang, sebagai mana ditunjukkan di bawah
ini:
 Bipolar limb leads (frontal plane):
o Lead I: RA (-) to LA (+) (Right Left, or lateral)
o Lead II: RA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
o Lead III: LA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
 Augmented unipolar limb leads (frontal plane):
o Lead aVR: RA (+) to [LA & LF] (-) (Rightward)
o Lead aVL: LA (+) to [RA & LF] (-) (Leftward)
o Lead aVF: LF (+) to [RA & LA] (-) (Inferior)
 Unipolar (+) chest leads (horizontal plane):
o Leads V1, V2, V3: (Posterior Anterior)
o Leads V4, V5, V6:(Right Left, or lateral)

D. ALAT DAN BAHAN

1. Mesin EKG

2. Jelly

3. Tissu

4. Elektroda

E. PROSEDUR PEMERIKSAAN

1. Persiapan alat
Siapkan alat di dekat tempat tidur penderita. hubungkan arder/ ground ke lantai
atau tempat arder. Nyalakan EKG, cek kaliberasi.

2. Persiapan penderita
Berikan penjelasan kepada penderita tentang prosedur pemeriksaan. Baringkan
penderita pada alas yang rata, tidak berhubungan langsung dengan tanah/
lantai tidak menyentuh logam, orang lain.

3. Pasang elektrode pada kulit penderita yang sebelumnya telah diberi jelly.
Kabel merah /R : tangan kanan

Kabel kuning /L : tangan kiri

Kabel hijau /F : kaki kiri

Kabel hitam /N : kaki kanan


Kabel merah /C1 : SIC IV linea sternalis dextra

Kabel kuning /C2 : SIC IV linea sternalis sinistra

Kabel hijau /C3 : SIC V linea mid sternalis sinistra

Kabel coklat /C4 : pertengahan elektrode C3 dan C5

Kabel hitam /C5 : setinggi C4, linea axillaris anterior sinistra

Kabel violet /C6 : setinggi C4, linea axillaris lateral sinistra

4. Lakukan pemeriksaan EKG


Masing-masing lead minimal 3 gelombang, beri/ buat tanda pemisah masing-
masing lead. Tuliskan identitas lengkap, tanggal, dan waktu pemeriksaan.
Apabila diperlukan, lead II diperpanjang sampai 10 gelombang.

5. Lepaskan eletroda, rapikan peralatan.


6. Baca dan analisis hasil perekaman EKG
GAMBARAN EKG SEDERHANA (AF, VT, VES, AMI)

Atrial Fibrilasi

Pada EKG terlihat gelombang yang sangat tidak teratur dan cepat sekali , mencapai 300 -
500 kali permenit dan sering kali ditemukan pulsus deficit.

Pada atrial fibrillation beberapa signal listrik yang cepat dan kacau "menyala" dari daerah-
daerah yang berbeda di atria, dari pada hanya dari satu daerah pemacu jantung di SA node.
Signal-signal ini pada gilirannya menyebabkan kontraksi ventricle yang cepat dan tidak
beraturan. Penyebab-penyebab dari atrial fibrillation termasuk serangan jantung, tekanan darah
tinggi, gagal jantung, penyakit klep mitral (seperti mitral valve prolapse), tiroid yang aktif
berlebihan, gumpalan darah di paru (pulmonary embolism), alkohol yang berlebihan,
emphysema, dan radang dari lapisan jantung (pericarditis).

Ventricular Tachycardia (VT)


Adanya daerah miokard iskemik menyebabkan putaran balik konduksi impuls sehingga
terjadi depolarisasi ventrikel berulang secara cepat. Takikardi ventrikel mempunyai
karakteristik sebagai berikut:

 Frekuensi : 150-200 x/menit


 Gelombang P : biasanya tenggelam dalam kompleks QRS; bila terlihat, tidak selalu
mempunyai pola yang sesuai dengan QRS. Kontraksi ventrikel tidak berhubungan dengan
kontraksi atrium.
 Kompleks QRS : mempunyai konfigurasi yang sama dengan PVC-lebar dan aneh, dengan
gelombang T terbalik. Denyut ventrikel dapat bergabung dengan QRS normal, menghasilkan
denyut gabungan
 Hantaran : berasal dari ventrikel, dengan kemungkinan hantaran retrograde ke jaringan
penyambung dan atrium
 Irama : biasanya regular, tetapi dapat juga terjadi takikardi ventrikel irregular

Ventrikel Ekstra Sistol (VES)

Adalah gelombang ventrikel yang tiba-tiba muncul pada gelombang sinus. Ini muncul
karena pacemaker ventrikel tiba-tiba lebih kuat dari NSA dalam memproduksi impuls listrik.
Jika ada Ekstra Sistole yang muncul, dimana R dari Ekstra Sistol tersebut berada di gelombang T
sebelumnya, maka ini disebut fenomena R on T, dan ini ganas.

Macam-macam VES :

1. Ventrikel Ekstra Sistol “Uniform”


Adalah Ventrikel ekstra systole yang bentuknya serupa dalam lead yang sama. Jika
berbeda bentuk tetapi dengan lead yang berbeda, belum tentu bentuk Uniform. VES
Uniform disebut juga VES Unifokal.

Ventrikel Ekstra Sistol “Uniform”


2. Ventrikel Ekstra Sistol “Multiform”
Adalah Ventrikel Ekstra Sistol yang memiliki bentuk beragam dalam lead yang
sama. Disebut juga VES Multifokal. Ini menunjukan ada beberapa sumber impuls yang
berbeda di Ventrikel.

Ventrikel Ekstra Sistol “Multiform”

3. Ventrikel Ekstra Sistol “Bigemini”


Bigemini maksudnya, setiap satu kompleks normal diikuti satu VES.

Ventrikel Ekstra Sistol “Bigemini"


4. Ventrikel Ekstra Sistol “Trigemini”
Trigemini artinya setiap dua kompleks normal diikuti satu VES.

Ventrikel Ekstra Sistol “Trigemini”

5. Ventrikel Ekstra Sistol “Couplet”


Couplet artinya setelah kompleks normal muncul dua VES sekaligus.

Ventrikel Ekstra Sistol “Couplet”


CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

ELEKTROKARDIOGRAFI

Nama :

NIK :

B SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2

1 Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri

2 Menjelaskan tujuan pemasangan EKG

3 Bertanya apakah pasien memakai alat inplan dari besi di dalam tubuhnya
?

4 Inform concent*

5 Baringkan pasien pada alas yang rata, baju di buka, tidak 2


berhubungan langsung dengan tanah/ lantai tidak menyentuh
logam, orang lain dan tidak berbicara.

6 Mempersiapkan alat (mesin EKG, Kabel elektroda, jelly, tissu),


letakkan di dekat tempat tidur pasien

7 Cuci tangan berdasarkan tehnik WHO* dan memakai sarung tangan

8 Hubungkan arder/ ground ke lantai atau tempat arder. Nyalakan


EKG, cek kaliberasi.

9 Pasang elektrode pada kulit penderita yang sebelumnya telah 3


diberi jelly.

Kabel merah /R : tangan kanan

Kabel kuning /L : tangan kiri

Kabel hijau /F : kaki kiri

Kabel hitam /N : kaki kanan

Kabel merah /C1 : SIC IV linea sternalis dextra

Kabel kuning /C2 : SIC IV linea sternalis sinistra

Kabel hijau /C3 : SIC V linea mid sternalis sinistra


Kabel coklat /C4 : pertengahan elektrode C3 dan C5

Kabel hitam /C5 : setinggi C4, linea axillaris anterior sinistra

Kabel violet /C6 : setinggi C4, linea axillaris lateral sinistra

10 Lakukan pemeriksaan EKG

Masing-masing lead minimal 3 gelombang, beri/ buat tanda


pemisah masing-masing lead. Tuliskan identitas lengkap, tanggal,
dan waktu pemeriksaan. Apabila diperlukan, lead II diperpanjang
sampai 10 gelombang.

11 Lepaskan eletroda, rapikan peralatan

12 Mengucapkan terimakasih dan memberitahu pemeriksaan telah


selesai. Pasien dapat kembali ke meja pemeriksaan

13 Baca dan analisis hasil perekaman EKG 3

JUMLAH SKOR

* : critical point

Keterangan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% =

36

Purwokerto, ………………………..

dr. ……………………..
KETERAMPILAN KLINIS

RONTGEN JANTUNG

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan radiologi dada normal
2. Mahasiswa mampu memahami dan menginterpretasikan gambaran rontgen dada
pada penyakit jantung
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tanda-tanda kardiomegali
4. Mahasiswa mampu memahami dan menghitung CTR

Cara membaca Foto Rontgen Toraks (Chest X-Ray) Dewasa


1. Perhatikan identitas pasien dan nomer rekam medis apakah sesuai atau tidak.

2. Perhatikan tanda R (right) dan L (left) apakah posisi foto rontgen sudah benar.

3. Apakah eksposure sinar X-ray cukup atau berlebih atau kurang. Eksposure yang cukup
ditandai dengan os vertebralis torakalis tampak terlihat sampai torakalis ke-5. Eksposure
yang berlebih akan menyebabkan hilangnya gambaran dari paru sehingga tidak bisa
terbaca. eksposure yang kurang akan menyebabkan paru tampak putih (radiolusen)
sehingga tidak bisa dibaca atau misdiagnosis.

4. Perhatikan posisi foto rontgen apakah berdiri atau berbaring. Bisa dilihat dari letak os
scapula. Jika os scapula di lateral maka posisi pasien berdiri. Posisi berdiri biasanya dengan
proyeksi posterior-anterior (PA). Posisi berbaring dengan proyeksi anterior-posterior (AP)
5. Perhatikan apakah foto toraks cukup inspirasi atau tidak. Inspirasi yang cukup bisa dilihat
dari batas diafragma di antara sela iga 5 dan 6.

6. Lihat posisi diafragma apakah simetris. Lihat sudut diafragma dengan sela iga (sudut
costophrenicus) kanan dan kiri. Normalnya kedua sudut costophrenicus tampak tajam. Jika
tumpul mungkin terdapat efusi pleura.

7. Lihat udara di lambung. Normal terdapat di sebelah kiri bawah foto rontgen toraks.

B. KARDIOMEGALI

Kardiomegali adalah sebuah keadaan anatomis (struktur organ) di mana besarnya jantung
lebih besar dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari 55% besar rongga dada. Pada
kardiomegali salah satu atau lebih dari 4 ruangan jantung membesar. Namun umumnya
kardiomegali diakibatkan oleh pembesaran bilik jantung kiri (ventrikel kardia sinistra).

Jika tampak tertanam (grounded) dengan sudut yang tumpul dapat dikatakan pembesaran
ventrikel kiri. Jika tampak membulat (rounded) dengan sudut yang tajam dapat dikatakan
pembesaran ventrikel kanan. Kardiomegali berbentuk sepatu boot (Boot shape) merupakan
gambaran khas penyakit jantung hipertensi, kardiomegali berbentuk tabung enlemeyer bisa jadi
gambaran kardiomiopati atau efusi perikard massif.
Gambaran kalsifikasi (gambaran radioopak pada aorta) bisa menjadi suatu tanda adanya
Aorta Sclerotic Heart Disease (ASHD). Pada mitral stenosis juga bisa didapatkan gambaran double
countur yang khas.
Tetralogi Of Fallot
Kardiomegali dengan dominasi Pembesaran jantung kanan dan penurunan corakan
bronkovaskular akibat berkurang aliran darah ke pulmonal

Pada pemeriksaan radiologi khususnya toraks, kadang-kadang ditemukan dimana ukuran


bayangan jantung terlihat lebih besar dari biasanya. Meskipun terlihat lebih besar dari biasanya,
kita tidak bisa langsung mengatakan bahwa jantung tersebut mengalami pembesaran atau biasa
disebut kardiomegaly. Untuk menentukan apakah jantung tersebut mengalami pembesaran,
maka diperlukan sebuah perhitungan yang disebut dengan Cardiothoracic Ratio.

Hypertension Heart Disease (HHD)

- Causing hypertension configuration:


o Left ventricle enlarges to lower left side; apex towards lower side, heart waist narrows.
o aorta widens and lengthens (coartasio aorta), aortic knob bumps in the form of semilunar

Chronic heart Failure

Cardiomegali with oedem


pulmo, aortic knob (+)
Photos of Thorax, AP, lateral, sufficient condition

result :

- Vascular characteristics increases.


- Left-right Sinus costofrenicus are sharp
- Left-right Diaphragm are slippery
Cor : CTR > 0,56; heart apex is lifted, heart waist is bumpy,
retrosternal space is covered (sternal climbing + ).

- no abnormalities on musculoskeletal system


impression: right ventricular hypertrophy

Pulmo is normal

Photos of thorax, AP, supine,


symmetrical, sufficient inspiration

result :

- Vascular characteristics increases


- Left-right Sinus c.f are sharp
- Left-right Diaphragm are slippery
Cor : CTR > 0,5, apex cordis is seen as
sunk

- No abnormalities on
Lung Oedem Paru due to heart abnormalities musculoskeletal System
Impression: left ventricular hypertrophy

Pulmo is normal
Image: Oedem pulmo due to decompensation cordis (CTR > 0,5, left ventricle
enlargement: heart apex sunk. Vascular characteristics looks increasing, blurring
on both lung fields with kerley line (white arrow)

Aortosclerosis

- marked by the presence of atherom that experiences calcification, the size looks like crescent
(crescent calcification)
C. CARDIO TORAKS RATIO

Suatu cara pengukuran besarnya jantung dengan mengukur perbandingan antara ukuran
jantung dengan lebarnya rongga dada pada foto toraks proyeksi PA.

Perhitungan :

1. Buat garis lurus dari pertengahan toraks (mediastinum) mulai dari atas sampai ke bawah
toraks.
2. Tentukan titik A, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan.
3. Tentukan titik B, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri.
4. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B
5. Tentukan titik C, yaitu titik terluar bayangan paru kanan.
6. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik C dengan garis mediastinum.
7. Perpotongan antara titik C dengan garis mediastinum disebut titik D.

Cara menentukan ukuran jantung adalah sebagai berikut :

CTR = A + B x 100%

Pada foto dada PA standar, ukuran jantung dapat dihitung melalui rasio kardiotorasik. Secara
umum rasio yang melebihi 50% antara ukuran jantung dengan diameter internal maksimal dada
mengindikasikan adanya pembesaran jantung.
Contoh :

Pada sebuah foto toraks, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung Cardiothoracic Ratio, di
dapat nilai-nilai sebagai berikut :

Panjang garis A = 6 cm

Panjang garis B = 13 cm

Panjang garis C = 30 cm

Dari nilai-nilai di atas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat dikategorikan sebagai
Cardiomegally atau tidak?

Jawab :

Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka kita masukan nilai-nilai tersebut
di atas.

6+13/30x 100% = 63

Karena nilai ratio nya melebihi 50%, maka jantung pasien tersebut dapat dikategorikan
Cardiomegali (terjadi pembesaran jantung).
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

RONTGEN JANTUNG

Nama :

NIK :

B SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2

PEMBUKAAN

1 Mengucapkan salam, basmallah, memperkenalkan diri

2 Menanyakan identitas penderita

3 Menjelaskan gambaran rontgen dan fungsinya (rontgen dada


dapat melihat paru-paru dan jantung)

4 Informed concent*

PERHITUNGAN CTR

5 Buat garis lurus dari pertengahan toraks (mediastinum) mulai dari


atas sampai ke bawah toraks.
6 Tentukan titik A, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah
kanan dan buat garis lurus titik A sampai garis mediastinum
7 Tentukan titik B, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri
dan buat garis lurus titik B sampai garis mediastinum
8 Tentukan titik C, yaitu titik terluar bayangan paru kanan dan kiri
dan buat garis lurus
9 Lakukan perhitungan CTR dengan menggunakan rumus* 3

10 Tentukan hasilnya

11 Menjelaskan salah satu hasil rontgen lainnya 6

PENUTUP

13 Beri penjelasan mengenai hasil dan edukasi singkat (istirahat dan


berobat)

14 Tanyakan apakah ada yang ingin disampaikan atau ada hal yang
terlewat

15 Mengakhiri pembicaraan, mengucapkan alhamdulillah dan


berjabat tangan

JUMLAH SKOR
* : critical point

Keterangan :

0 Tidak dilakukan mahasiswa

1 Dilakukan, tapi belum sempurna

2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% =

31

Purwokerto, ………………………..

dr. ……………………..
KETERAMPILAN KLINIS

RESUSITASI JANTUNG PARU

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penderita henti napas dan henti jantung
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas
3. Mahasiswa mampu melakukan pertolongan pertama pada henti napas dan henti
jantung

B. RESITUSASI JANTUNG PARU

Penderita gawat darurat ialah penderita yang oleh karena suatu sebab (penyakit,
trauma, kecelakaan, tindakan anestesi ) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami
cacat, kehilangan organ tubuh, atau meninggal.

Dalam menghadapi penderita gawat darurat maka faktor waktu sangat memegang
peranan yang penting (time saving is life saving / tindakan pada menit-menit pertama
dalam menangani kegawatan medik tersebut, dapat berarti besar dan sangat menentukan
hidup atau matinya penderita, karena itu harus dilakukan dengan cara yang tepat, cepat,
dan cermat.

Dalam menangani penderita, kita kenal adanya initial assesmen, sehingga


pengelolaan penderita berlangsung dengan tepat dan cepat. Initial assesmen ini meliputi :

1. Persiapan
2. Triase
3. Survey primer
4. Sesusitasi
5. Tambahan dari survey primer dan resusitasi
6. Survey sekunder ( head to toe dan anamnesa )
7. Tambahan dari survey sekunder
8. Pemantauan dan re-evaluasi lanjut
9. Penanganan definitive

Dalam praktek urutan di atas disajikan berurutan, namun kenyataannya


memerlukan tindakan yang simultan. Triase adalah cara mendiagnosa dan memilah
penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Survey primer
mendiagnosa fungsi vital penderita, yang meliputi : Airway, Breathing, dan Circulation.
Survey secunder dilakukan setelah fungsi vital telah selesai dan stabil. Survey secunder
adalah pemeriksaan dari ujung kepala sampai kaki dengan pemeriksaan penunjang untuk
melakukan terapi selanjutnya.

Prioritas penanganan penderita gawat darurat harus dilandaskan kenyataan


bahwa terdapat urutan system yang dapat menyebabkan kematian lebih cepat, yaitu :

1. Breath : masalah dengan pernapasan


2. Bleed : masalah dengan circulasi
3. Brain : masalah dengan kesadaran dan susunan saraf
4. Bladder : masalah dengan urogenetal
5. Bowel : masalah dengan tractus digestivus
6. Bone : masalah dengan tulang
Keterlambatan penanganan sesuai pioritas dapat menyebabkan gangguan , cacat,
sesuai dengan tingkat keterlambatan. Resusitai jantung paru otak merupakan tindakan awal
untuk mencegah kematian akibat gangguan fungsi vital apapun penyebab ganggua fungsi
vital tersebut. Kematian sendiri terdiri dari 3 tingkatan , yaitu kematian klinis (clinical
death), kematian otak (brain death) dan kematian biologis (biological death). Kematian
klinis di tandai dengan henti napas dan henti jantung. Usaha rsusitasi dimaksudkan untuk
mencegah tingkat kematian dari kematian klinis ke kematian otak.

Untuk kepentingan pengajaran resusitasi jantung paru otak dibagi dalam 3 fase yaitu :

1. Bantuan hidup dasar (basic Life Support ) terdiri dari managemen : A (Airway), B
(Breathing), C (Circulation)
2. Bantuan hidup lanjut (Advance Life Support ) terdiri dari managemen : D (Drug,
Disability, Deferentipal Diagnosa ), E ( EKG, Eksposure ), F (Fibrilation terapi, Fluid),
3. Bantuan Hidup jangka Panjang (Prolonged Live Support) teridiri dari managemen G
(gauging). H (human mentation), I (Intensive terapy)

Airway

Sistem pernapasan mendukung metabolisme tubuh dengan jalan menyediakan oksigen


untuk metabolisme sel. Ketidakmampuan system pernapasan untuk menyediakan oksigen,
terutama ke otak dan organ vital lainnya akan mengakibatkan kematian yang cepat. Kematian-
kematian akibat kesalahan airway managemen disebabkan karena :

Kegagalan mengetahui adanya gangguan terhadap aiway


Ketidakmampuan membuka airway
Kegagalan mengetahui pemasangan airway yang salah
Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
Aspirasi lambung, darah dan lain-lain.
1. Identifikasi masalah

Gangguan pernapasan dapat timbul spontan oleh obstruksi tiba-tiba atau perlahan-lahan
karena mekanisme lain. Napas cepat meupakan tanda awal terhadap kebutuhan tubuh akan
oksigen. Ketakutan atau gelisah pada pasien tidak sadar harus dievaluasi berulang , apakah
ini berhubungan dengan proses sakitnya atau beban psikologi. Kasus dengan melibatkan
cedera kepala, pemakaian obat-obatan, alcohol, cedera thorac dapat menyebabkan
gangguan airway.

2. Tanda objektif gangguan airway

Look : pasien gelisah dan perubahan kesadaran. Menandakan gejala hipoksia dan
hiperkarbia. Terlihat sianosis terutama pada kulit sekitar mulut dan kuku. Terlihat juga
usaha napas dengan bantuan otot pernapasan tambahan. Lihat pula apakah ada pergerakan
napas, retraksi iga,benda asing, dll.

Listen : dengarkan apakah ada suara, ngorok, seperti bekumur, bersiul, yang mungkin
berhubungan dengan sumbatan parsial dari laring.

Feel : rasakan, apakah adaaliran udara yang keluar dari mulut, adakah getaran di leher
akibat sumbatan parsial..

3. Managemen

Harus diingat bahwa penangana terhadap masalah airway harus senantiasa disertai dengan
pengamanan terhadap cervical spine terutama pada penderita trauma. Pada penderita
dengan masalah airway harus secara cepat diketahui apakah ada benda asing, cairan
lambung, darah, di saluran cerna bagian atas., fraktur mandibula, fraktur laring atau.fraktur
tulang wajah.Jika karena benda asing maka harus segera dicoba untuk dikeluarkan baik
secara manual, dengan jari atau dengan bantuan suction. Jika sumbatan diakibatkan oleh
makanan, maka dapat dilakukan abdominal thrust.

Dalam kecurigaan adanya fraktur servical harus dilakukan imobilisasi segaris (inline
mobilitation). Pada penderita dengan obstruksi total karena benda asing, maka langkah
yang harus diperhatikan adalah :

a. Jika pasien sadar meminta untuk membatukkannya, jika gagal minta untuk membuka
mulut dan lakukan secara manual
b. Jika gagal, maka lakukan pukulan punggung 3-5 kali , diikuti hentakan pada bagian
abdomennya, dan ulangi sampai keluar,.
c. Pada penderita tidak sadar, letakan paien pada posisi horizontal dan usahakan ventilai
paru. Jika gagal, lakukan hentakan punggung, abdomen atau dada, dan penyapuan
benda asing dengan jari, sambil menunggu perlatan langsung tiba. Selama melakukan
hentakan, denyut nadi harus diperhatikan, jika tidak teraba, lakukan tindakan resusitasi
jantung paru.
d. Tindakan terakhir adalah dengan cricotirotomi.
e. Jika terjadi pada anak, peganglah anak dengan muka menghadap ke bawah, topanglah
dagu dan leher dengan satu tangan penolong.kemudian lakukan hentakan pada
punggung secara lembut. Pada hentakan dada dilakukan dengan terlentang dan
merendahkan kepala bayi, lakukan dengan dua atau tiga jari dengan lembut.tindakan
hentakan perut jangan dilakukan pada anak atau bayi.

Pada pasien-pasien dengan gangguan kesadaran akan tetapi dapat bernapas spontan dan
adequate serta tidak ada sianosis maka sebaiknya diletakan dalam posisi mantap untuk
mencegah aspirasi.

Teknik mempertahankan jalan napas

Pada penderita dengan kasus henti napas maka tindakan untuk membebaskan jalan napas dan
memberikan ventilasi harus segera dulakukan.

1. Chin lift manuver


Empat jari salah satu tangan diletakan di bawah rahang , ibu jari di atas dagu, kemudian secara
hati-hati diangkat ke depan,manuver ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala hiperekstensi.
Bila perlu ibu jari dugunakan untuk membuka mulut atau bibir.
2. Jaw thrust
Mendorong angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan
sehingga gigi bawah berada di depan gigi atas, kedua ibu jari membuka mulut dan kedua
telapak tangan menempel pada kedua pipi penderita untuk imobilisasi kepala. Tindakan jaw
thrust, buka mulut dan head tilt disebut triple airway manuver.

3. Pembersihan jalan napas


Dapat dengan manual memakai jari atau dengan penghisapan, gerakan menyilang : masukan
jari telunjuk, tekan gigi bawah dengan ibu jari, tkan gigi atas dngan jari telunjuk. Gerakan jari
di belakang gigi geligi : masukan jari telunjuk ke pipi dalam dan letakan sebagai pengganjal
di molar III. Pembersihan jalan napas dapat juga dilakukan dengan bantuan alat penghisap
dengan hati-hati.

4. Jalan napas orofaringeal


Alat ini dipasang lewat mulut ke faring sehingga menahan lidah tidak jatuh ke hipofaring.
Ada 2 cara. Secara langsung dengan bantuan spatel lidah, atau tidak langsung dengan cara
terbalik menyusuri palatum durum smpai palatum mole kemudian diputar 180 derajat.

5. Jalan napas nasofaringeal


Alat ini dipasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan
jatuhnya pangkal lidah.Sebelum pemakain ini pelumas dn anestesi local dapat ditambahkan
untuk mengurangi trauma di hidung.
6. Jalan napas definitive
adalah pipa dengan jalan napas yang dilengkapi dengan balon (cuff) yang dapat
dikembangkan : ada 2 macam cara yaitu :

a. Intubasi endotracheal : orotracheal atau nasotracheal

Dilakukan dengan bantuan laryngoskop, harus dilakukan oleh orang yang sudah ahli dengan
cara :

- pilihlah pipa sesuai dengan ukuran penderita, gunakan pelicin kjika diperlukan.
- Penderita terlentang dengan kepala ekstensi sehingga trachea dan daun laryngoskop berada
dalam garis lurus.
- Oksigenasi penderita, 2-3 menit
- Bukalah mulut pnederita dengan gerakan jari menyilang dengan tangan kanan.Pegang
gagang laringoskop denagn tangan kiri dari sudut kanan mulut penderita, dorong lidahnya
ke kiri sehinggalapang pandang tidak tertututpi, lindungi bibir dari cedera antar gigi dan
laryngoskop
- Masukan pipa endotrache dengan tangan kanan sambil melihat melalui daun laringoskop,
dan pastikan balon pipa di bawah laring.
- Minta asisten untuk mmegang pipa dari sudit bibir penderita, dan segera kembangkan balon
untuk cegah aspirasi.
- Keluarkan daun laringoskop, dan masukan pipa orofaing, atau penahan gigitan.
- Lakukan asukultasi di kedua paru untuk memastikan lpipa tidak masuk ke salah satu
parusaja.Kemudian plester.
b. Pembedahan (surgical airway)
Dilakukan jika tidak mungkin atau gagal melakukan intubasi endotracheal.

- needle cricotiroidotomi ( dengan jarum) .Tusukan jarum atau kanul ke trachea ke arah
distal memalui membrana cricotiroidea. Ukuran jarum 12-14G pada dewasa, 16-18 G
pada aanak-anak. Segera lakukan oksigenasi
- surgical cricotiroidotomi : lakukan incisi pada membran cricotiroidotomi dan masukan
kanula tracheostomi atau pipa endotravheal.
- Tracheostomi : dilakukan dengan perencanaan.

Breathing

1. Terapi Suportif
- Jalan napas dan ventilasi
Terapi suportif merupakan tindakan resusitasi yang dilakukan berdasar prioritas
kegawatannya. Yaitu airway-breathing-circulatian dengan tujuan untuk mengatasi
hipoksemia dan hiperkarbia. Pada keadaan terjadi hipoventalasi dengan PaCO2 > 50
mmHgatau henti napas maka perlu diberikan bantuan ventilasi. Bantuan dapat diberikan
mouth to mouth, mouth to nose atau dengan bantuan alat mouth to faskmask, bag-valve-
mask. Di rumah sakit pada umumnya menggunakan mask dan ambu bag. Dasar pemberian
ventilasi bantuan adlah dengan tekanan positif berkala. Hal ini dituntut ketranp[ilan
penolong karena bila tidak benar dapat terjadi resiko distensi lambung dan apirasi
lambung.. Pmebrian napas kita niali cukup baik dengan melihat pengembangan dada yang
adekuat, monitoring dengan ETCO2 dengan 25-35 mmHg dan analisa gas darah Pa CO2
35-45 mmHg.
- Oksigenasi
Pemberian oksigen merupakan salah satu prioritas utamadengan tujuan menghioangkan
hipoksemiayang terjadi. Fase awal sebaiknya dilakukan dengan oksigen murni 100 %.
Dengan alat bag valve mask dengan aliran 12-15 lietr kadar O2 hawa inspirasi mendekati
100 %. Untuk menilai pemberian oksigenasi dapat dilakukan dengan melihat saturasi Sa O2
lebih besar 95 % dan Pa )2 lebih besar 80 mmHg.

2. Terapi causal
Sambil dilakukan resusitasi diupayakan mencari penyebab gawat napasnya.

Circulation

Problem sirkulasi meliputi keadaann disaritmia kordis, krisis hipertensi, syok dan henti jantung.
Disaritmia kordis merupakan perubahan abnormal dari denyut jantung, baik berupa gangguan
dnyut, keteraturan, sumber asal, cara penjalaran. Krisis hipertensi merupakan kedaruratan
kardiovasculer, akibat peninggian tekanan darah secara tiba-tiba dan cepat menggangu fungsi
tanda vital. Syok adalah kegagalan organ kadiovaculer menyediakan perfusi untuk metabolisme
sel.

Penderita dengan henti jantung


Penting pertama kali harus tahu keadaan dan tanda-tanda dari seorang yang henti jantung,
seorang penolong harus mengenal tanda-tanda henti jantung ini. Tanda-tandanaya meliputi :

1. Pasien tidak sadar, dengan detak jantung (-)


2. Tidak teraba denyut nadi besar, seperti arteri karotis, arteri femoralis
3. Pasien henti napas atau gasping
4. Pupil melebar
5. Death like appearance
6. Gambaran EKG dapat berupa : fibrilasi ventrikel, asistol, disosiasi.

Penanganan yang harus dilakukan adalah resusitai dengan segera, tindakannya meliputi ;

1. Bebaskan dan bersihkan jalan napas.


2. Bantuan napas ( breathing support ).
3. Bantuan sirkulasi ( circulationsuuport)
a. Lakukan ventilasi cepat dengan bantuan napas buatan 2 kali, kemudian lakukan pijat
jantung luar.
b. RJP 1 orang operator :
- Lakukan ventilasi cepat dengan mempertahankan ekstensi kepal, jika pelu ganjal leher
dengan bantal, atau suatu benda.perhatikan kemungkinan fraktur leher.kemudian raba
denyut karotis, jika tidak ada segera lakukan PJL.
- Kompresikan dada dengan titik di atas proc xhypoideus 2 jari (sternum bagian bawah)
dengan pangkal tangan pd sternum. Lakukan penekanan dengan berta badan dan posisi
tangan lurus .
- Lakukan 15 kali kompresi sternum dengan kecepatan 80 x / menit
- Diselingi dengan 2 kali ventilasi paru
c. RJP dengan 2 operator.
- Lakukan ventilasi epat 2 kali sebelum pijat jantung luar, kemudian raba denyut karotis,
jika tidak ada denyut segera lakukan PJL.
- Satu orang operator bertindak sebagai kopresi jantung dengan kecepatan 60 x/ menit
- Diselingi 1 kali ventilasi oleh operator yang satu, setiap 5 kali kompresi sternum.tanpa
menunggu kompresi lanjutan.
- selama resusitasi o[erator ventilasi haus senantiasa memeriksa denyut karotis apakah
spontan, atau belum.
- Jika denyut teraba dan paien maih henti napas, teruskan ventilasi paru sampai pendeita
bernapas spontan.

Penghentian RJP dilakukan jika :

a. Penderita telah bernapas dan denut spuontan


b. Gagal
c. Penolong telah kelelahan
d. Datang peralatan atau orang yang lebih ahli
ADVANCE LIFE SUPPORT

Drug and Fluid, Disability, Deferential diagnosa

Merupakan usaha untuk memepertahankan dan mengembalikan sirkulasi spontan, dan stabilitas
system kardiovasculer

a. dengan obat-obatan dan terapi cairan


- adrenalin
- natrium bikarbonat
- lidokain
- atropin
- dopamine, dlll
b. pemberian cairan
Sesuai dengan penyebab dan tujuan pemberian terapi ( terapi caian )

Manual Teknik Resusitasi Jantung Paru Otak

1. Pastikan kondisi dan situasi dalan kondisi aman. Jangan menolong ketika tempat tersebut
dapat membahayakan penolong dan pendertia. Carilah tempat yang aman dan tidak
mengganggu.
2. Segera periksa apakah penderita bernapas spontan dan denyut karotis teraba.
3. Jika pasien bernapas spontan tetapi tidak sadar, tempatkan pada posisi miring mantap dan
segera cari bantuan.
4. Jika pasien henti napas dan henti jantung, segera meminta orang untuk mencari bantuan, dan
segera kita lakukan resusitasi jantung paru otak.
5. Lakukan resusitasi sampai memenuhi criteria untuk menghentikan resusitasi.
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN

RESUSITASI JANTUNG PARU

Nama :

NIK :

SKOR
NO ASPEK KETRAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2

Menentukan kesadaran pasien, dengan memanggil


1
namanya, menggoyangkan bahu dll

Mengecek ada/tidaknya pernapasan secara singkat,


2
lihat pergerakan dinding dada

Berteriak minta tolong hubungi RS terdekat agar


3 dibawakan alat AED (Automatic Defibrillator Eksterna)
*

Posisi penolong, berlutut sejajar di samping kanan atau


4
kiri pasien

Cek arteri carotis terdekat dengan penolong (maks.10


5
detik), jika (-) segera lakukan resusitasi *

Persiapkan Posisi pasien tidur terlentang,


6 dipertahankan pada posisi horizontal dengan alas yang
keras poslakukan resusitasi

Menentukan titik tumpu, dengan meletakkan 2 jari


7 diatas processus xyphoideus, kemudian meletakkan
pangkal telapak tangan yang paling kuat paling bawah

Meletakkan telapak tangan yang satunya diatas tangan


8
yang lain

Melakukan pijat jantung luar dengan kecepatan


9 100x/menit,dengan perbandingan 30x kompresi, 2x
ventilasi

Setelah 30x kompresi, berikan ventilasi 2x mulut ke


10 mulut atau mulut ke hidung) dengan cara head tilt dan
chin lift. (menggunakan face mask/tidak) jika tidak
menggunakan face mask, tutup hidung pasien.

Lanjutkan resusitasi selama 5 siklus, setelah 5 siklus cek


11
kembali arteri carotis

Jika masih (-) lanjutkan resusitasi sampai 5 siklus


12
berikutnya atau sampai bantuan datang

Jika nadi arteri carotis (+), cek airway dan breathing


13
adakah sumbatan jalan napas

Kecepatan kompresi pijat jantung yang dilakukan


permenit:

14 <80 : skor 0

80-99 : skor 1

100 : skor 2

Kedalaman kompresi min. 5 cm, dengan recoil


sempurna

Skor:
15
0: kedalaman 3 cm, recoil tidak sempurna

1: kedalaman 4 cm, recoil sempurna

2: kedalaman 5 cm, recoil sempurna

Pemberian ventilasi harus masuk kedalam paru

Skor:

16 0: ventilasi masuk ke lambung

1: masuk ke paru, namun kurang dari kapasitas paru

2: masuk ke paru, sesuai kapasitas vital paru

17 Membaringkan pasien pada posisi mantap

SKOR TOTAL

* Critical point

Keterangan
0 tidak dilakukan mahasiswa

1 dilakukan, tapi belum sempurna

2 dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan)

Nilai mahasiswa : Skor total x 100%

34

Purwokerto, ………………………..

dr. ……………………..

You might also like