Buku Skills Lab PDF
Buku Skills Lab PDF
Buku Skills Lab PDF
BLOCK 8
CARDIOVASCULAR SYSTEM
TEAM BLOCK 8
CARDIOVASCULAR SYSTEM
FACULTY OF MEDICINE
PURWOKERTO
2015
SKILLS LABORATORY BOOK
BLOCK 8
CARDIOVASCULAR SYSTEM
CONTRIBUTORS
Curiculum Coordinator
dr. Anis Kusumawati, M.Sc
Block Coordinator
dr. Dian Novita Sari
System cardiovascular is one of the body system as homeostasis. In this part will be
discuss about system cardiovascular from anatomy, physiology, pathology, definition, clinical
symtoms, suppoting investigations, diagnosis and management of heart disease.
For supporting learning on this block besides learning expert, laboratory skill and
practicum, will be other method that discuss system cardiovascular.
On this purpose expected that the students will understand of system cardiovascular, and
will be result good competence on the future.
Purwokerto, 2015
Block Coordinator
The learning process in block Cardiology is to guide the medical student the medical
competence related to the disorder of cardiology.
The end goal of this block is after the medical student completed the learning process they
will be able to explain the pathogenesis, pathophysiology, clinical appearance, and how to
diagnose and the treatment for cardiology disorder in human with a family medicine approach.
Tutor will hold an important role in the learning activity. Tutor act as a facilitator is
expected to be able to guide the medical student to think globally and complex so we can
produce the next generation of doctor ready to serve the society.
The activity in this block corespond to the SPICES strategy (Student centered, Problem
Based, Integrated, Community Based, Early clinical expossure, Systematic), which will be
implemented during the six weeks of block. Five weeks of efective learning process and one
week of evaluation.
KETERAMPILAN KLINIS
A. Tujuan Pembelajaran
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik sistem kardiovaskular
1. Mahasiswa melakukan pemeriksaan rutin yang meliputi semua aspek penting sistem
kardiovaskular. Pemeriksaan secara seksama, efisien dan urut, sehingga tidak ada
yang terlupa.
2. Perhatikan hal-hal pokok yang utama untuk menentukan diagnosis kerja berdasarkan
pada anamnesis.
3. Pada saat pemeriksaan fisik sering didapatkan gejala yang tidak diduga sebelumnya,
seperti adanya bising jantung, sehingga harus dibuat diagnosis banding.
2. Periksalah tangan pasien, apakah terasa hangat, berkeringat atau cyanosis perifer;
periksalah adanya clubbing atau splinter haemorrhages pada kuku.
5. Pasien berbaring 45°, tentukan tekanan vena jugularis dan bentuk denyut-nya.
8. Perhatikan dada pasien, inspeksi pericardium dan tentukan jenis pernapasannya, serta
perhatikan apakah ada pulsasi yang abnormal
9. Palpasi precordium, tentukan lokasi denyut apex dan sifatnya. Perhatikan precordium
saat istirahat, apakah ada vibrilasi atau trill yang abnormal.
10. Dengarkan dengan stethoschope dan periksalah suara jantung, apakah ada murmur.
Bila memungkinkan, dengarkan arteri carotis untuk mencari radiasi murmur atau
bruit.
11. Perkusi dan auskultasi dada di depan dan belakang, carilah apakah ada efusi pleura.
Dengarkan, apakah ada krepitasi pada dasar paru.
12. Baringkan pasien di tempat datar dan lakukan palpasi pada abdomen, apakah liver
teraba ? Apakah ada dilatasi aorta abdomen ?
13. Periksalah denyut femoralis, popliteal dan kaki. Apakah ada edema sakral ?
14. Bila memungkinkan, periksalah kemampuan aktifitas fisik, dengan meminta pasien
untuk berjalan.
B. INSPEKSI DADA
Kelainan bentuk dada seringkali berkaitan dengan anatomi dan faal jantung.
Disamping itu juga mempengaruhi faal pernafasan yang kemudian secara tidak langsung
mempengaruhi faal sirkulasi darah yang akan menjadi beban kerja jantung. Kelainan
bentuk dada tidak selalu disertai atau mengakibatkan gangguan faal jantung. Kelainan
bentuk dada dapat dibedakan antara kelainan kongenital atau kelainan yang didapat selama
pertumbuhan badan. Deformitas dada dapat juga terjadi karena trauma yang menyebabkan
gangguan ventilasi pernafasan berupa beban sirkulasi terutama bagi ventrikel kanan.
Tanda-tanda yang diamati :
1. bentuk prekordium
2. denyut pada apeks jantung
3. denyut nadi pada dada
4. denyut vena
Bentuk prekordium :
1. Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus
terlihat di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis
sinistra
2. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
3. Sifat iktus :
o Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya local.
Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
o Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita
adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang
yang asalnya dari systole.
1. Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan
pada aorta
2. Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II
kanan, sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan
adanya dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden
Denyut vena
1. Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan
2. Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
C. PALPASI PRECORDIUM
Palpasi precordium dilakukan dengan cara meletakkan telapak tangan pada dinding
dadadi sebelah kiri sternum. Pertama kali, tentukan letak ‘apex’. Yaitu tempat pulsasi yang
paling luar dan paling bawah. Biasanya tempatnya ditentukan dari intercostal, clavicula
dan axilla. Apex orang dewasa normal yang berbaring 45°, berada diantara intercostal ke 5
dan 6, di midclavicular line. Kadang-kadang jantung dapat bergeser, bila pasien miring ke
kiri, maka apex akan bergeser keluar. Pada pasien obesitas atau pasien emfisema, pasien
diminta miring ke kiri pada saat pemeriksaan prekordium. Pada pasien ini posisi apex tidak
dapat ditentukan, jadi hanya untuk memeriksa kualitas denyut apex. Kualitas denyut apex
yang normal dan yang tidak, hanya bisa didapatkan dengan banyak latihan. Apex yang
berdenyut keras menunjukkan adanya peningkatan cardiac output (misalnya pada pasien
yang demam atau setelah olah raga). Apex yang difus menandakan adanya kerusakan
muskulus ventrikel, yang biasanya disebabkan karena inkark myocard atau
cardiomyopathy. Impuls difus ini dapat dilihat dengan inspeksi precordium. Sifat impuls
jantung pada hipertrofi ventrikel kiri sangat khas, yaitu sangat kuat dan menetap, bukan
impuls tajam dan pendek. Pada stenosis mitral, apex jantung berupa tepukan (tapping). Hal
ini disebabkan ventrikel kiri membesar sehingga bergeser menjadi lebih dekat ke dinding
dada. Selain itu suara jantung pertama menjadi keras, sehingga dapat dipalpasi. Hipertrofi
ventrikel kanan atau dilatasi, dirasakan dekat dengan garis sternal kiri.
Palpasi precordium. Untuk menentukan letak apex, pasien berbaring terlentang, sedangkan
untuk memeriksa kualitas impuls, pasien miring ke kiri
Selain palpasi jantung, pemeriksaan dengan tangan juga dapat digunakan untuk
menentukan suatu vibralation atau ‘thrill’. Thrills adalah ‘murmur yang dapat dipalpasi’
dan selalu dapat dengan mudah didengarkan waktu auskultasi. Diastolic thrill (yang
bunyinya seperti ‘stroking a purring cat’) kadang-kadang didapatkan pada pasien mitral
stenosis. Systolic thrills didapatkan pada aortic stenosis, ventricular septal defect atau
mitral reflux.
D. MEMERIKSA DENYUT PERIFER
Arteri carotis letaknya lebih dekat dengan jantung dari pada arteri brachialis,
sehingga lebih baik untuk menilai ventrikel kiri. Cara memeriksa arteri carotis sebelah
kanan : letakkan ujung ibu jari di sebelah larynx, tekan secara lembut ke belakang ke arah
otot precervical sampai denyut arteri carotis terasa. Cara lain : arteri carotis dapat dirasakan
dari belakang dengan cara jari-jari menyusuri leher. Pada aortic stenosis yang berat, terjadi
peningkatan denyut carotis. Bila denyut carotis pasien sukar ditemukan, sedangkan denyut
radialis dan brachialisnya mudah ditemukan, maka berarti terjadi aortic stenosis karena
denyut menjadi lebih ‘normal’ pada denyut nadi yang lebih perifer. Denyut carotis yang
tersentak-sentak merupakan suatu hypertrophic cardiomyopathy. Aliran darah ke ventrikel
kiri mula-mula normal, kemudian mendadak terjadi obstruksi.
Denyut arteri femoralis dapat digunakan untuk menilai kerja jantung, seperti arteri
carotis. Pada pasien dengan kelainan aorta atau arteri iliaca, denyutnya lemah atau tidak
ada. Cara pemeriksaannya adalah : pasien membuka pakaian, berbaring di tempat datar,
letakkan ibu jari atau jari-jari pemeriksa langsung di atas superior pubic ramus dan
pertengahan dan diantara pubic tubical dan anterior superior iliac spine. Metode
pemeriksaan denyut popliteal dan kaki digunakan untuk pemeriksaan penyakit arterial
perifer.
Arteri popliteal berada di dalam fossa popliteal tetapi denyutnya dapat dirasakan di
permukaan posterior ujung distal femur. Pasien berbaring di tempat datar, lutut agak
fleksi.Jari-jari digunakan untuk menekan ujung jari-jari tangan yang lain pada fossa
popliteal dan rasakan denyut arteri popliteal di belakang persendian lutut. Palpasi arteri
popliteal digunakan untuk evaluasi pasien dengan penyakit vaskuler perifer, yaitu
intermittent claudication.
Palpasi arteri-arteri ini digunakan untuk memeriksa adanya penyakit vaskuler perifer,
selain itu juga dapat digunakan untuk monitor frekwensi denyut dan irama nadi pada saat
anaesthesia atau recovery. Denyut arteri dorsalis pedis dapat dirasakan dengan jari-jari
menekan dorsum kaki lateral terhadap tendon extensor hallucis longus; arteri tibialis
posterior dapat dirasakan dengan jari-jari melingkupi pergelangan kaki di sebelah posterior
menuju malleolus medialis.
Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah palpasi
nadi. Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis. Pada
palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :
1. Frekuensi nadi
Frekuensi nadi adalah jumlah denyut nadi selama 1 menit. Frekuensi nadi yang
normal pada orang dewasa adalah antara 60 – 90, biasanya 70 – 75.Pada anak-anak
dan wanita frekuensi sedilikt lebih cepat.Demikin juga halnya pada waktu berdiri,
sedang makan, mengeluarkan tenaga, atau waktu mengalami emosi.
Frekuensi nadi yang dianggap abnormal adalah lebih dari 100 dan kurang dari
60.Nadi yang cepat dikenal dengan takikardi atau pulsus frekuens sedangkan nadi
yang lambat dikenal dengan bradikardi atau pulsus rarus. Takikardi dijumpai pada
demam tinggi, tirotoksikosis, infeksi streptokokus, difteri dan berbagai jenis penyakit
jantung sepert supraventrikuler takikardia paroksismal. Bradikardi terdapt pada
penyakit miksudema, penyakit kuning, demam enteritis, dan tifoid.
2. Tegangan
Tegangan nadi tergantung dari desakan darah.
Cara memeriksa :
3. Irama nadi
Irama nadi dibedakan menjadi reguler/teratur dan irreguler/tidak teratur.Pada
orang sehat denyut nadi biasanya teratur, tetapi nadi yang tidak teratur belum tentu
abnormal.Aritmia sinus adalah gangguan irama nadi, dimana frekuensi nadi menjadi
cepat pada waktu inspirasi dan melambat pada wkatu ekspirasi. Hal demikian adalah
normal dan mudah dijumpai pada anak-anak.
Jenis nadi tak teratur lainnya adalah abnormal,Pada gangguan hantaran jantung dapat
terjadi keadaan dimana tiap-tiap dua denyut jantung dipisahkan oleh waktu yang
lama, karena satu diantara tiap-tiap dua denyut menghilang. Nadi semacam ini
dinamakan pulsus bigeminus.Kalau tiap 2-3 denyut diceraikan oleh waktu yang lama
dinamakan pulsus trigeminus. Masa antara denyutan nadi (interval) yang memanjang
dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyutan tambahan yang tibul lebih dini
daripada denyutan-denyutan lain yang menyusulnya. Denyutan ini dinamakan
denyutan ekstra-sistolik. Nadi yang sama sekali tak teratur dikenal sebagai pulsus
iregularis totalis dan nadi ini merupakan gejala dari fibrilasi atrium.
Ada juga denyut nadi yang dinamakan pulsus paradoksus, yaitu denyut nadi
yang menjadi semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada
bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada saat ekspirasi. Nadi semacam ini
menunjukkan adanya pericarditis konstriktiva dan efusi perikardium. Pulsus
alternans adalah nadi yang mempunyai denyut yang kuat dan lemah berganti-ganti.
Hali ini menandakan adanya kerusakan pada otot jantung.
5. Isi nadi
Isi nadi ditentukan oleh faktor dari dalam jantung dan faktor dari dalam
pembuluh darah. Dibedakan menjadi isi nadi normal, isi nadi kurang/pulsus parvus,
isi nadi besar/pulsus magnus. Pada tiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian
tertentu dari arteri. Banyaknya jumlah darah ini dicerminkan oleh tingginya puncak
gelombang nadi. Jika suatu denyutan terasa mendorong jari yang malakukan palpasi,
maka dikatakan bahwa nadi itu besar disebut dengan pulsus magnus. Sebaliknya
pada gelombang nadi yang kecil, jumlah darah yang melalui arteri kecil, disebut
dengan pulsus parvus.
Nadi yang besar dijumpai pada waktu orang mengeluarkan tenaga atau jika ada
demam tinggi yang akut. Pada pulsus seler didapati denyut yang besar, akan tetapi
datang dan hilangnya denyutan pada pulsus seler cepat sekali. Pulsus parvus
dijumpai pada perdarahan, infark cordis, dan stenosis aorta. Isi nadi juga
mencerminkan perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik yang dikenal sebagai
tekanan nadi.
F. PERKUSI JANTUNG
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV
pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari
untuk menentukan gambaran besarnya jantung.
Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri
menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas
pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung
koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid,
insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri
menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi
ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada
perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru,
pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat,
sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.
Cara Pemeriksaan
Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)
o Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di
linea parasternalis kanan
o Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
G. AUSKULTASI JANTUNG
Stethoscope terdiri dari dua bagian telinga yang disambungkan dengan selang ke
dada dan mempunyai bagian diaphragma dan bell. Bell dan diaphragma memperkuat suara
dari berbagai frekwensi. Bell digunakan untuk mendengarkan low-pitched sound seperti
mid-diastolic murmur pada mitral stenosis atau suara jantung ketiga pada payah jantung.
Sebaliknya, filter diaphragma meniadakan low pithched sound dan memperjelas high
pitched sound. Diaphragma baik untuk menganalisa suara jantung kedua, untuk ejeksi dan
mid-systolic click dan untuk early diastolic murmur pada aortic regurgitation yang high
pitched sound tetapi pelan.
Daerah tempat auskultasi jantung antara lain : pada apex, dasar (bagian jantung
antara apex dan sternum) dan pada daerah aortic dan pulmonary di sebelah kiri dan kanan
sternum. Apabila mendengar suara yang abnormal, maka pindahkan stethoscope sehingga
suara tersebut terdengar dengan jelas. Dengarkan suara tersebut bersamaan dengan palpasi
arteri carotis.
Auskultasi jantung bersamaan dengan palpasi arteri carotis
a. stenosis mitral
b. interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
c. pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada
kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
a. shock hebat
b. interval PR yang memanjang
c. decompensasi hebat.
a. hipertensi
b. arterisklerosis aorta yang sangat.
(1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat didengar
dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara
bising.
(3) dan (4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai intensitas
diantara (2) dan (5).
(5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan
pada dinding dada.
5. Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang
meniup, bising yang melagu
Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas level
atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat melihat
atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di atas sudut
manubriosternal. Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-right atrium selalu konstan,
walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri. JVP yang normal adalah
kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal.
Pada pasien dengan JVP yang sangat tinggi (misal pada pericardial tamponade atau
constrictive pericarditis), vena jugularis interna dapat terisi penuh saat pasien berbaring
45°, sehingga pasien perlu didudukkan untuk dapat melihat ujung pulsasi. Bila JVP terlihat
diatas clavicula pada saat pasien duduk tegak, maka artinya tekanan JVP meningkat. Pada
saat pasien duduk tegak, kadang-kadang tidak adekuat untuk memeriksa tekanan vena yang
sangat tinggi. Maka pasien diminta untuk menaikkan tangan sampai vena di belakang
tangan kolaps dan periksalah perbedaan tinggi tangan dengan atrium kanan atau sudut
sternum.
Cara Pemeriksaan:
Capillary Refill adalah pengukuran pengisian darah pada kapiler yang kosong. Hal
ini dapat diukur dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung (mencegah refluks
vena), menekan lembut jari atau jari kaki sampai ternyata putih dan mencatat waktu yang
dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan dilepaskan. Waktu isi ulang yang
normal adalah kurang dari 2 detik. Pada bayi baru lahir, pengisian kapiler dapat diukur
dengan menekan sternum selama lima detik dengan jari atau ibu jari, dan mencatat waktu
yang dibutuhkan hingga warna kulit kembali sekali tekanan dilepaskan. Batas normal atas
untuk pengisian kapiler pada bayi baru lahir adalah 3 detik. Capillary Refill Time (CRT)
adalah indikasi umum dari dehidrasi dan penurunan perfusi perifer. Pada umumnya tes ini
dapat sangat bervariasi antara pasien beberapa pasien, oleh karenanya tidak boleh
diandalkan sebagai ukuran diagnostik universal. Meskipun demikian, pemeriksaan ini
sangat berguna sebagai bukti pendukung untuk tanda positif penurunan perfusi ke
ekstremitas. Tes CRT (juga kadang disebut sebagai CFT dalam Pediatrik) sering disebut
sebagai tes kuku pucat.
Penilaian :
J. DETEKSI BRUITS
Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit“.
Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak
ada bunyi.
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
PEMERIKSAAN FISIK
Nama :
NIK :
bobot SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2
MEMBUKA PEMBICARAAN
3 Menanyakan keluhan
4 Informed concent
INSPEKSI DADA
PERKUSI
AUSKULTASI
DETEKSI BRUITS
PENUTUP
JUMLAH SKOR
* : Critical point
Keterangan :
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
44
Purwokerto, ………………………..
(dr. …………………………………)
KETERAMPILAN KLINIS
ELEKTROKARDIOGRAFI
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
B. ELEKTROGRAFI
Elektrokardiografi adalah representasi aktivitas listrik jantung yang direkam oleh elektrode
pada permukaan tubuh.
Setiap lead standar representasi orientasi ruang, sebagai mana ditunjukkan di bawah
ini:
Bipolar limb leads (frontal plane):
o Lead I: RA (-) to LA (+) (Right Left, or lateral)
o Lead II: RA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
o Lead III: LA (-) to LF (+) (Superior Inferior)
Augmented unipolar limb leads (frontal plane):
o Lead aVR: RA (+) to [LA & LF] (-) (Rightward)
o Lead aVL: LA (+) to [RA & LF] (-) (Leftward)
o Lead aVF: LF (+) to [RA & LA] (-) (Inferior)
Unipolar (+) chest leads (horizontal plane):
o Leads V1, V2, V3: (Posterior Anterior)
o Leads V4, V5, V6:(Right Left, or lateral)
1. Mesin EKG
2. Jelly
3. Tissu
4. Elektroda
E. PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Persiapan alat
Siapkan alat di dekat tempat tidur penderita. hubungkan arder/ ground ke lantai
atau tempat arder. Nyalakan EKG, cek kaliberasi.
2. Persiapan penderita
Berikan penjelasan kepada penderita tentang prosedur pemeriksaan. Baringkan
penderita pada alas yang rata, tidak berhubungan langsung dengan tanah/
lantai tidak menyentuh logam, orang lain.
3. Pasang elektrode pada kulit penderita yang sebelumnya telah diberi jelly.
Kabel merah /R : tangan kanan
Atrial Fibrilasi
Pada EKG terlihat gelombang yang sangat tidak teratur dan cepat sekali , mencapai 300 -
500 kali permenit dan sering kali ditemukan pulsus deficit.
Pada atrial fibrillation beberapa signal listrik yang cepat dan kacau "menyala" dari daerah-
daerah yang berbeda di atria, dari pada hanya dari satu daerah pemacu jantung di SA node.
Signal-signal ini pada gilirannya menyebabkan kontraksi ventricle yang cepat dan tidak
beraturan. Penyebab-penyebab dari atrial fibrillation termasuk serangan jantung, tekanan darah
tinggi, gagal jantung, penyakit klep mitral (seperti mitral valve prolapse), tiroid yang aktif
berlebihan, gumpalan darah di paru (pulmonary embolism), alkohol yang berlebihan,
emphysema, dan radang dari lapisan jantung (pericarditis).
Adalah gelombang ventrikel yang tiba-tiba muncul pada gelombang sinus. Ini muncul
karena pacemaker ventrikel tiba-tiba lebih kuat dari NSA dalam memproduksi impuls listrik.
Jika ada Ekstra Sistole yang muncul, dimana R dari Ekstra Sistol tersebut berada di gelombang T
sebelumnya, maka ini disebut fenomena R on T, dan ini ganas.
Macam-macam VES :
ELEKTROKARDIOGRAFI
Nama :
NIK :
B SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2
3 Bertanya apakah pasien memakai alat inplan dari besi di dalam tubuhnya
?
4 Inform concent*
JUMLAH SKOR
* : critical point
Keterangan :
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
36
Purwokerto, ………………………..
dr. ……………………..
KETERAMPILAN KLINIS
RONTGEN JANTUNG
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan radiologi dada normal
2. Mahasiswa mampu memahami dan menginterpretasikan gambaran rontgen dada
pada penyakit jantung
3. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tanda-tanda kardiomegali
4. Mahasiswa mampu memahami dan menghitung CTR
2. Perhatikan tanda R (right) dan L (left) apakah posisi foto rontgen sudah benar.
3. Apakah eksposure sinar X-ray cukup atau berlebih atau kurang. Eksposure yang cukup
ditandai dengan os vertebralis torakalis tampak terlihat sampai torakalis ke-5. Eksposure
yang berlebih akan menyebabkan hilangnya gambaran dari paru sehingga tidak bisa
terbaca. eksposure yang kurang akan menyebabkan paru tampak putih (radiolusen)
sehingga tidak bisa dibaca atau misdiagnosis.
4. Perhatikan posisi foto rontgen apakah berdiri atau berbaring. Bisa dilihat dari letak os
scapula. Jika os scapula di lateral maka posisi pasien berdiri. Posisi berdiri biasanya dengan
proyeksi posterior-anterior (PA). Posisi berbaring dengan proyeksi anterior-posterior (AP)
5. Perhatikan apakah foto toraks cukup inspirasi atau tidak. Inspirasi yang cukup bisa dilihat
dari batas diafragma di antara sela iga 5 dan 6.
6. Lihat posisi diafragma apakah simetris. Lihat sudut diafragma dengan sela iga (sudut
costophrenicus) kanan dan kiri. Normalnya kedua sudut costophrenicus tampak tajam. Jika
tumpul mungkin terdapat efusi pleura.
7. Lihat udara di lambung. Normal terdapat di sebelah kiri bawah foto rontgen toraks.
B. KARDIOMEGALI
Kardiomegali adalah sebuah keadaan anatomis (struktur organ) di mana besarnya jantung
lebih besar dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari 55% besar rongga dada. Pada
kardiomegali salah satu atau lebih dari 4 ruangan jantung membesar. Namun umumnya
kardiomegali diakibatkan oleh pembesaran bilik jantung kiri (ventrikel kardia sinistra).
Jika tampak tertanam (grounded) dengan sudut yang tumpul dapat dikatakan pembesaran
ventrikel kiri. Jika tampak membulat (rounded) dengan sudut yang tajam dapat dikatakan
pembesaran ventrikel kanan. Kardiomegali berbentuk sepatu boot (Boot shape) merupakan
gambaran khas penyakit jantung hipertensi, kardiomegali berbentuk tabung enlemeyer bisa jadi
gambaran kardiomiopati atau efusi perikard massif.
Gambaran kalsifikasi (gambaran radioopak pada aorta) bisa menjadi suatu tanda adanya
Aorta Sclerotic Heart Disease (ASHD). Pada mitral stenosis juga bisa didapatkan gambaran double
countur yang khas.
Tetralogi Of Fallot
Kardiomegali dengan dominasi Pembesaran jantung kanan dan penurunan corakan
bronkovaskular akibat berkurang aliran darah ke pulmonal
result :
Pulmo is normal
result :
- No abnormalities on
Lung Oedem Paru due to heart abnormalities musculoskeletal System
Impression: left ventricular hypertrophy
Pulmo is normal
Image: Oedem pulmo due to decompensation cordis (CTR > 0,5, left ventricle
enlargement: heart apex sunk. Vascular characteristics looks increasing, blurring
on both lung fields with kerley line (white arrow)
Aortosclerosis
- marked by the presence of atherom that experiences calcification, the size looks like crescent
(crescent calcification)
C. CARDIO TORAKS RATIO
Suatu cara pengukuran besarnya jantung dengan mengukur perbandingan antara ukuran
jantung dengan lebarnya rongga dada pada foto toraks proyeksi PA.
Perhitungan :
1. Buat garis lurus dari pertengahan toraks (mediastinum) mulai dari atas sampai ke bawah
toraks.
2. Tentukan titik A, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan.
3. Tentukan titik B, yaitu titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri.
4. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B
5. Tentukan titik C, yaitu titik terluar bayangan paru kanan.
6. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik C dengan garis mediastinum.
7. Perpotongan antara titik C dengan garis mediastinum disebut titik D.
CTR = A + B x 100%
Pada foto dada PA standar, ukuran jantung dapat dihitung melalui rasio kardiotorasik. Secara
umum rasio yang melebihi 50% antara ukuran jantung dengan diameter internal maksimal dada
mengindikasikan adanya pembesaran jantung.
Contoh :
Pada sebuah foto toraks, setelah dibuat garis-garis untuk menghitung Cardiothoracic Ratio, di
dapat nilai-nilai sebagai berikut :
Panjang garis A = 6 cm
Panjang garis B = 13 cm
Panjang garis C = 30 cm
Dari nilai-nilai di atas, apakah jantung pada pasien tersebut dapat dikategorikan sebagai
Cardiomegally atau tidak?
Jawab :
Sesuai dengan rumus perbandingan yang telah dijelaskan, maka kita masukan nilai-nilai tersebut
di atas.
6+13/30x 100% = 63
Karena nilai ratio nya melebihi 50%, maka jantung pasien tersebut dapat dikategorikan
Cardiomegali (terjadi pembesaran jantung).
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
RONTGEN JANTUNG
Nama :
NIK :
B SKOR
No ASPEK PENILAIAN
0 1 2
PEMBUKAAN
4 Informed concent*
PERHITUNGAN CTR
10 Tentukan hasilnya
PENUTUP
14 Tanyakan apakah ada yang ingin disampaikan atau ada hal yang
terlewat
JUMLAH SKOR
* : critical point
Keterangan :
2 Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa
karena situasi yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario
yang sedang dilaksanakan).
31
Purwokerto, ………………………..
dr. ……………………..
KETERAMPILAN KLINIS
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penderita henti napas dan henti jantung
2. Mahasiswa mampu melakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas
3. Mahasiswa mampu melakukan pertolongan pertama pada henti napas dan henti
jantung
Penderita gawat darurat ialah penderita yang oleh karena suatu sebab (penyakit,
trauma, kecelakaan, tindakan anestesi ) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami
cacat, kehilangan organ tubuh, atau meninggal.
Dalam menghadapi penderita gawat darurat maka faktor waktu sangat memegang
peranan yang penting (time saving is life saving / tindakan pada menit-menit pertama
dalam menangani kegawatan medik tersebut, dapat berarti besar dan sangat menentukan
hidup atau matinya penderita, karena itu harus dilakukan dengan cara yang tepat, cepat,
dan cermat.
1. Persiapan
2. Triase
3. Survey primer
4. Sesusitasi
5. Tambahan dari survey primer dan resusitasi
6. Survey sekunder ( head to toe dan anamnesa )
7. Tambahan dari survey sekunder
8. Pemantauan dan re-evaluasi lanjut
9. Penanganan definitive
Untuk kepentingan pengajaran resusitasi jantung paru otak dibagi dalam 3 fase yaitu :
1. Bantuan hidup dasar (basic Life Support ) terdiri dari managemen : A (Airway), B
(Breathing), C (Circulation)
2. Bantuan hidup lanjut (Advance Life Support ) terdiri dari managemen : D (Drug,
Disability, Deferentipal Diagnosa ), E ( EKG, Eksposure ), F (Fibrilation terapi, Fluid),
3. Bantuan Hidup jangka Panjang (Prolonged Live Support) teridiri dari managemen G
(gauging). H (human mentation), I (Intensive terapy)
Airway
Gangguan pernapasan dapat timbul spontan oleh obstruksi tiba-tiba atau perlahan-lahan
karena mekanisme lain. Napas cepat meupakan tanda awal terhadap kebutuhan tubuh akan
oksigen. Ketakutan atau gelisah pada pasien tidak sadar harus dievaluasi berulang , apakah
ini berhubungan dengan proses sakitnya atau beban psikologi. Kasus dengan melibatkan
cedera kepala, pemakaian obat-obatan, alcohol, cedera thorac dapat menyebabkan
gangguan airway.
Look : pasien gelisah dan perubahan kesadaran. Menandakan gejala hipoksia dan
hiperkarbia. Terlihat sianosis terutama pada kulit sekitar mulut dan kuku. Terlihat juga
usaha napas dengan bantuan otot pernapasan tambahan. Lihat pula apakah ada pergerakan
napas, retraksi iga,benda asing, dll.
Listen : dengarkan apakah ada suara, ngorok, seperti bekumur, bersiul, yang mungkin
berhubungan dengan sumbatan parsial dari laring.
Feel : rasakan, apakah adaaliran udara yang keluar dari mulut, adakah getaran di leher
akibat sumbatan parsial..
3. Managemen
Harus diingat bahwa penangana terhadap masalah airway harus senantiasa disertai dengan
pengamanan terhadap cervical spine terutama pada penderita trauma. Pada penderita
dengan masalah airway harus secara cepat diketahui apakah ada benda asing, cairan
lambung, darah, di saluran cerna bagian atas., fraktur mandibula, fraktur laring atau.fraktur
tulang wajah.Jika karena benda asing maka harus segera dicoba untuk dikeluarkan baik
secara manual, dengan jari atau dengan bantuan suction. Jika sumbatan diakibatkan oleh
makanan, maka dapat dilakukan abdominal thrust.
Dalam kecurigaan adanya fraktur servical harus dilakukan imobilisasi segaris (inline
mobilitation). Pada penderita dengan obstruksi total karena benda asing, maka langkah
yang harus diperhatikan adalah :
a. Jika pasien sadar meminta untuk membatukkannya, jika gagal minta untuk membuka
mulut dan lakukan secara manual
b. Jika gagal, maka lakukan pukulan punggung 3-5 kali , diikuti hentakan pada bagian
abdomennya, dan ulangi sampai keluar,.
c. Pada penderita tidak sadar, letakan paien pada posisi horizontal dan usahakan ventilai
paru. Jika gagal, lakukan hentakan punggung, abdomen atau dada, dan penyapuan
benda asing dengan jari, sambil menunggu perlatan langsung tiba. Selama melakukan
hentakan, denyut nadi harus diperhatikan, jika tidak teraba, lakukan tindakan resusitasi
jantung paru.
d. Tindakan terakhir adalah dengan cricotirotomi.
e. Jika terjadi pada anak, peganglah anak dengan muka menghadap ke bawah, topanglah
dagu dan leher dengan satu tangan penolong.kemudian lakukan hentakan pada
punggung secara lembut. Pada hentakan dada dilakukan dengan terlentang dan
merendahkan kepala bayi, lakukan dengan dua atau tiga jari dengan lembut.tindakan
hentakan perut jangan dilakukan pada anak atau bayi.
Pada pasien-pasien dengan gangguan kesadaran akan tetapi dapat bernapas spontan dan
adequate serta tidak ada sianosis maka sebaiknya diletakan dalam posisi mantap untuk
mencegah aspirasi.
Pada penderita dengan kasus henti napas maka tindakan untuk membebaskan jalan napas dan
memberikan ventilasi harus segera dulakukan.
Dilakukan dengan bantuan laryngoskop, harus dilakukan oleh orang yang sudah ahli dengan
cara :
- pilihlah pipa sesuai dengan ukuran penderita, gunakan pelicin kjika diperlukan.
- Penderita terlentang dengan kepala ekstensi sehingga trachea dan daun laryngoskop berada
dalam garis lurus.
- Oksigenasi penderita, 2-3 menit
- Bukalah mulut pnederita dengan gerakan jari menyilang dengan tangan kanan.Pegang
gagang laringoskop denagn tangan kiri dari sudut kanan mulut penderita, dorong lidahnya
ke kiri sehinggalapang pandang tidak tertututpi, lindungi bibir dari cedera antar gigi dan
laryngoskop
- Masukan pipa endotrache dengan tangan kanan sambil melihat melalui daun laringoskop,
dan pastikan balon pipa di bawah laring.
- Minta asisten untuk mmegang pipa dari sudit bibir penderita, dan segera kembangkan balon
untuk cegah aspirasi.
- Keluarkan daun laringoskop, dan masukan pipa orofaing, atau penahan gigitan.
- Lakukan asukultasi di kedua paru untuk memastikan lpipa tidak masuk ke salah satu
parusaja.Kemudian plester.
b. Pembedahan (surgical airway)
Dilakukan jika tidak mungkin atau gagal melakukan intubasi endotracheal.
- needle cricotiroidotomi ( dengan jarum) .Tusukan jarum atau kanul ke trachea ke arah
distal memalui membrana cricotiroidea. Ukuran jarum 12-14G pada dewasa, 16-18 G
pada aanak-anak. Segera lakukan oksigenasi
- surgical cricotiroidotomi : lakukan incisi pada membran cricotiroidotomi dan masukan
kanula tracheostomi atau pipa endotravheal.
- Tracheostomi : dilakukan dengan perencanaan.
Breathing
1. Terapi Suportif
- Jalan napas dan ventilasi
Terapi suportif merupakan tindakan resusitasi yang dilakukan berdasar prioritas
kegawatannya. Yaitu airway-breathing-circulatian dengan tujuan untuk mengatasi
hipoksemia dan hiperkarbia. Pada keadaan terjadi hipoventalasi dengan PaCO2 > 50
mmHgatau henti napas maka perlu diberikan bantuan ventilasi. Bantuan dapat diberikan
mouth to mouth, mouth to nose atau dengan bantuan alat mouth to faskmask, bag-valve-
mask. Di rumah sakit pada umumnya menggunakan mask dan ambu bag. Dasar pemberian
ventilasi bantuan adlah dengan tekanan positif berkala. Hal ini dituntut ketranp[ilan
penolong karena bila tidak benar dapat terjadi resiko distensi lambung dan apirasi
lambung.. Pmebrian napas kita niali cukup baik dengan melihat pengembangan dada yang
adekuat, monitoring dengan ETCO2 dengan 25-35 mmHg dan analisa gas darah Pa CO2
35-45 mmHg.
- Oksigenasi
Pemberian oksigen merupakan salah satu prioritas utamadengan tujuan menghioangkan
hipoksemiayang terjadi. Fase awal sebaiknya dilakukan dengan oksigen murni 100 %.
Dengan alat bag valve mask dengan aliran 12-15 lietr kadar O2 hawa inspirasi mendekati
100 %. Untuk menilai pemberian oksigenasi dapat dilakukan dengan melihat saturasi Sa O2
lebih besar 95 % dan Pa )2 lebih besar 80 mmHg.
2. Terapi causal
Sambil dilakukan resusitasi diupayakan mencari penyebab gawat napasnya.
Circulation
Problem sirkulasi meliputi keadaann disaritmia kordis, krisis hipertensi, syok dan henti jantung.
Disaritmia kordis merupakan perubahan abnormal dari denyut jantung, baik berupa gangguan
dnyut, keteraturan, sumber asal, cara penjalaran. Krisis hipertensi merupakan kedaruratan
kardiovasculer, akibat peninggian tekanan darah secara tiba-tiba dan cepat menggangu fungsi
tanda vital. Syok adalah kegagalan organ kadiovaculer menyediakan perfusi untuk metabolisme
sel.
Penanganan yang harus dilakukan adalah resusitai dengan segera, tindakannya meliputi ;
Merupakan usaha untuk memepertahankan dan mengembalikan sirkulasi spontan, dan stabilitas
system kardiovasculer
1. Pastikan kondisi dan situasi dalan kondisi aman. Jangan menolong ketika tempat tersebut
dapat membahayakan penolong dan pendertia. Carilah tempat yang aman dan tidak
mengganggu.
2. Segera periksa apakah penderita bernapas spontan dan denyut karotis teraba.
3. Jika pasien bernapas spontan tetapi tidak sadar, tempatkan pada posisi miring mantap dan
segera cari bantuan.
4. Jika pasien henti napas dan henti jantung, segera meminta orang untuk mencari bantuan, dan
segera kita lakukan resusitasi jantung paru otak.
5. Lakukan resusitasi sampai memenuhi criteria untuk menghentikan resusitasi.
CHECKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN
Nama :
NIK :
SKOR
NO ASPEK KETRAMPILAN YANG DINILAI
0 1 2
14 <80 : skor 0
80-99 : skor 1
100 : skor 2
Skor:
15
0: kedalaman 3 cm, recoil tidak sempurna
Skor:
SKOR TOTAL
* Critical point
Keterangan
0 tidak dilakukan mahasiswa
2 dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan mahasiswa karena situasi
yang tidak memungkinkan (misal tidak diperlukan dalam skenario yang sedang dilaksanakan)
34
Purwokerto, ………………………..
dr. ……………………..