Bab I

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fungsi kognitif merupakan bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana

pengetahuan fungsi kognitif luhur mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem

saraf. Fungsi kognitif terdiri dari kemampuan atensi, bahasa, memori, visuospasial

dan fungsi eksekutif. Gangguan fungsi kognitif terjadi ketika salah satu atau lebih

fungsi kognitif mengalami kerusakan.(1)

Gangguan fungsi kognitif saat ini masih menjadi masalah kesehatan yang

cukup serius yang dapat menyebabkan dampak psikologis, sosial ekonomi berupa

isolasi sosial dan kesulitan keuangan, retardasi motorik, memperberat gejala lain dan

dapat mengurangi kualitas hidup. Gangguan fungsi kognitif dapat berupa gangguan

cara berpikir, tidak mampu menganalisis pribahasa, tidak mampu mengenal

persamaan, kalkulasi dan konsep. Pada keadaan tersebut terjadi kesulitan dalam

memecahkan masalah, pengambilan keputusan, gangguan komunikasi, gangguan


(1)
mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari.

Hasil penelitian Functional Magnetic Resonance Imaging (FMRI) didapatkan

bahwa seiring dengan penuaan usia terjadi juga proses kemunduran fungsi otak.

Penuaan otak seringkali dikaitan dengan masalah-masalah gangguan fungsi kognitif

seperti alzheimer dan demensia. Namun, seorang ahli neorobiologi, Caleb Finch,

mengungkapkan bahwa penurunan fungsi kognitif tidak akan terjadi jika tidak ada

penyakit yang menyebabkan rusaknya sel-sel otak. (2)

Prevalensi gangguan fungsi kognitif di Indonesia maupun di dunia belum ada.

Pada tahun 2005, penderita demensia di kawasan Asia Pasifik berjumlah 13,7 juta

1
2

orang dan diproyeksikan pada tahun 2050 akan meningkat menjadi 64,6 juta orang.

Pada tahun 2005 insiden kasus demensia di kawasan Asia Pasifik adalah 4,3 juta per

tahun, diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2020 menjadi 7,3 juta per tahun

dan pada tahun 2050 menjadi 19,7 juta kasus baru per tahun. Di Indonesia,

berdasarkan laporan Access Economics Pty Limited jumlah penderita demensia pada

tahun 2005 adalah 606.100 orang, diprediksi pada tahun 2020 menjadi 1.016.800

orang dan pada tahun 2050 menjadi 3.042.000 orang. Penelitian tentang fungsi

kognitif di Kota Padang telah dilakukan oleh Milfa Sari M, di Kelurahan Jati

didapatkan hasil bahwa 17,6% lansia mengalami penurunan fungsi kognitif. (3-6)

Beberapa faktor risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif adalah usia,

gender, ras, genetik, tekanan darah, payah jantung, aritmi jantung, diabetes melitus,

kadar lipid dan kolesterol, fungsi tiroid, obesitas, nutrisi, alkohol, merokok dan

trauma. Gangguan fungsi kognitif jika dikaitkan dengan jenis kelamin, berdasarkan

penelitian E Van Exel disimpulkan bahwa fungsi kognitif pada perempuan lebih baik

dibanding laki-laki karena ada faktor risiko seperti penyakit kardiovaskular yang

sering dijumpai pada laki-laki. Jika dikaitkan dengan tekanan darah, hipertensi

meningkatkan risiko terjadinya mild cognitive impairment dan demensia. Meta

analisis hubungan merokok dengan demensia dan penurunan kognitif menunjukan

bahwa pada perokok aktif, risiko demensia dan penurunan kognitif meningkat

dibanding orang yang tidak pernah merokok. Berdasarkan penelitian Sri Rahayu,

dkk, didapatkan bahwa terdapat hubungan antara sroke dan fungsi kognitif di Rumah

Sakit Arifin Achmad Pekanbaru dengan nilai p yaitu 0,02.(7)

Hipertensi sebagai salah satu faktor risiko terjadinya gangguan fungsi kognitf

masih menjadi kondisi yang sering ditemukan dipusat pelayanan kesehatan. Menurut

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on


3

High Blood Pressure VII (JNC-VII), hampir 1 milyar orang menderita hipertensi di

dunia. Di Indonesia prevalensi penderita hipertensi adalah 25,8% dan meningkat

sesuai bertambahnya usia dan tertinggi terjadi pada usia >60 tahun. Berdasarkan data

Riskesdas 2013 penderita hipertensi di wilayah Sumatera Barat adalah 24,7%

sedangkan di Kota Padang pada tahun 2014 adalah 47.860.(8, 9)

Risiko terjadinya gangguan kognitif juga meningkat seiring dengan

pertambahan usia disebutkan dalam suatu penelitian meta analisis tentang insiden

demensia bahwa insiden demensia sedang hingga berat pada usia 65-89 tahun terjadi

peningkatan risiko sekitar dua-tiga kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Makin

besarnya jumlah lanjut usia di dunia membawa beberapa masalah kesehatan

masyarakat, terutama yang dikaitkan dengan kemunduran fungsi kognitif.(7, 10)

Lansia berdasarkan UU RI Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. WHO menyebutkan batasan

lansia meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut

(Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun, serta

usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.(11)

Peningkatan populasi lansia erat kaitannya dengan peningkatan umur harapan

hidup (UHH). Menurut United Nations, World Population Prospects, UHH pada

tahun 2010-2015 adalah 70 tahun dengan presentase lansia adalah 7,2% dan

diproyeksikan UHH pada tahun 2045-2050 meningkat menjadi 75,9 tahun dengan

presentase populasi lansia adalah 10,9% dari jumlah penduduk di dunia. (12)

Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur usia

lanjut karena tingginya persentase lanjut usia dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010

UHH adalah 69,43 tahun dengan persentase lansia adalah 7,56%, pada tahun 2011
4

menjadi 69,65 tahun dengan persentase lansia adalah 7,58% dan pada tahun 2015

UHH meningkat menjadi 72 tahun.(13)

Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat jumlah lansia pada tahun

ke tahun terus meningkat secara signifikan. Pada tahun 2010 jumlah lansia di

Sumatera Barat adalah 394.406 orang atau 8,11% dari jumlah penduduk Sumatera

barat dan terus meningkat pada tahun 2011 yaitu 402.505 orang atau 8,16% dari

penduduk Sumatera Barat. Pada tahun 2012 jumlah lansia adalah 412.600 orang atau

8,25% dari jumlah penduduk Sumatera Barat, pada tahun 2013 menjadi 424.895

orang atau 8,39% dari jumlah penduduk Sumatera Barat dan pada tahun 2014

menjadi 439.300 atau 8,56% dari jumlah penduduk Sumatera Barat. (14)

Kota Padang merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di

Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan profil kesehatan Kota Padang jumlah lansia

pada tahun 2014 adalah 73.307 orang atau 8,35% dari penduduk kota Padang.

Wilayah kerja Puskesmas Andalas merupakan daerah yang memiliki jumlah populasi

lansia tertinggi di Kota Padang. Berdasarkan data cakupan kesehatan lansia tahun

2015, populasi lansia di Puskesmas Andalas adalah 7.047 dengan jumlah lansia laki-

laki 3517 dan lansia perempuan 3530 orang, angka ini meningkat dibanding tahun

2014 yaitu 6.711 orang. (15, 16)

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah “bagaimana hubungan hipertensi dengan

gangguan fungsi kognitif pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun

2016”.
5

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif

pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi gangguan fungsi kognitif pada lansia

di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun 2016.

2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi hipertensi pada lansia di wilayah kerja

Puskesmas Andalas Tahun 2016.

3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi usia, jenis kelamin, dan perilaku

merokok pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun 2016.

4. Untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif

pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun 2016.

5. Untuk mengetahui hubungan usia dengan gangguan fungsi kognitif pada

lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun 2016.

6. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan gangguan fungsi kognitif

pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun 2016.

7. Untuk mengetahui hubungan perilaku merokok dengan gangguan fungsi

kognitif pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas Tahun 2016.

8. Untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif

setelah dikontrol dengan variabel kovariat


6

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat teoritis

Sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para

akademis dan pengembangan ilmu kesehatan masyarakat tentang hubungan

hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif pada lansia

2. Manfaat praktis

a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Padang

Sebagai bahan masukan bagi pengelola program kesehatan lansia

khusunya Puskesmas Andalas dalam menyusun upaya pencegahan

gangguan fungsi kognitif pada lansia dengan mencegah terjadinya faktor

risiko.

b. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya terutama bagi mahasiswa/i

Fakultas Kesehatan Masyarakat dalam penelitian yang sama.

c. Bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi untuk menjaga kesehatan pada lansia agar

meminimalkan risiko terjadinya penyakit degeneratif terutama gangguan

fungsi kognitif

d. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan tentang gangguan fungsi

kognitif pada lansia

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan hubungan hipertensi dengan

gangguan fungsi kognitif pada lansia Penelitian ini merupakan penelitian yang

bersifat analitik dengan desain cross sectional yang akan dilaksanakan di wilayah
7

kerja Puskesmas Andalas pada tahun 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh lansia di wilayah kerja Puskesmas Andalas pada tahun 2016. Variabel

dependen yang akan diambil adalah gangguan fungsi kognitif, sedangkan variabel

independen yaitu hipertensi dan variabel kovariat yaitu usia, jenis kelamin, dan

perilaku merokok. Analisis yang akan digunakan yaitu analisis univariat, bivariat dan

multivariat. Penelitian ini menggunakan data primer yang melalui wawancara secara

langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

You might also like